Uraian Teoritis Tata Cara Penagihan Hutang Pajak dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

d. Memperbaiki pandangan masyarakat atas kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan khususnya Univesitas Sumatera Utara. e. Memberi bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan selama dibangku perkuliahan.

C. Uraian Teoritis

1. Defenisi pajak Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment Soemitro, 1998. Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi 2007:1 mengartikan pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat. Berdasarkan golongannya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan PPh b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai PPN. Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan PPh. b. Pajak Objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah PPnBM. 2. Fungsi pajak Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H, Fungsi pajak ada 2 dua yaitu fungsi budgetair dan reguleren. Fungsi budgetair merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk kas Negara, dimana hal ini dapat dilihat dari terus berkembangnya serta berubahnya peraturan-peraturan dari berbagai jenis pajak seperti: a. Pajak Penghasilan UU No. 36 Tahun 2008 b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah UU No. 42 Tahun 2009 c. Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya UU No. 20 Tahun 2000 Fungsi reguleren merupakan fungsi mengatur, artinya pajak sebagai sebuah alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Misalnya: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap minuman keras b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup yang konsumtif dari masyarakat c. Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0 untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 3. Penagihan pajak Selanjutnya pengertian penagihan pajak menurut Moeljo Hadi 2001, mengatakan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jendral Pajak DJP, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, membertitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Penagihan dilakukan dengan adanya hutang pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 20 adalah “ Surat untuk melakukan tagihan Pajak danatau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak STP dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah: a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak PKP. e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat faktur pajak. f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak. 4. Surat tagihan pajak Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak memiliki jangka waktu 1 satu bulan sejak tanggal diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 24PMK.032008. Surat Tagihan Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar disetor ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung dalam surat pemberitahuan b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda c. Alat untuk menagih. 5. Dasar penagihan pajak Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, wajib pajak wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri hutang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang Undang Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan SKP, Surat Keputusan Keberatan SKK dan Putusan Banding PB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. a. Surat Tagihan Pajak STP Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 20, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga danatau denda b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 16, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 17, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan d. Surat Keputusan Pembetulan SKP Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 16, adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar e. Surat Keputusan Keberatan SKK Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 34, adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak f. Putusan Banding PB Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 35, adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. 6. Penagihan pajak dengan surat paksa Sesuai dengan Pasal 1 Ayat 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah hutang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim yang menjadi wewenang fiskus yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung. Menurut Faisal 2009 Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan administrasi pajak dalam rangka memastikan wajib pajak patuh dalam melunasi hutang pajaknya. Tindakan penagihan pajak dilakukan terhadap wajib pajak penunggak pajak. Dasar hukum penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak dengan Surat Paksa. b. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08PJ.752002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002. c. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08PJ.752002 tentang Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak. d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02PJ.752004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004. 7. Penerbitan surat paksa Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8 Suat Paksa dapat diterbitkan apabila: a. Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak setelah Surat Teguran diterbitkan. b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus. c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat: a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. b. Dasar Penagihan. c. Besarnya Hutang Pajak. d. Perintah untuk membayar.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri