Mekanisme Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

MEKANISME PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA

O L E H

NOVA SARAGIH 062600119

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi

Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

KATA PENGANTAR

Banyaklah yang telah Engkau lakukan ya Tuhan, Allahku, perbuatanMu yang ajaib dan maksudMu bagiku. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau.

Segala Puji Hormat dan Syukurku panjatkan kepadaMu Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan penyertaanMu kepada penulis sehingga dapat menyelesaiakan Laporan PKLM ini dengan baik dan tepat waktu.

Laporan PKLM ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan program study DIII Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Adapun judul laporan PKLM yang penulis buat adalah: MEKANISME PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN KOTA.

Dalam penulisan laporan PKLM ini penulis menyadari masih adanya kekurangan, jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Pada kesempatan ini juga penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak laporan ini tidak dapat selesai dengan baik penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.DR. M. Arif Nasution, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si sebagai Ketua Jurusan Administrasi Perpajakan.


(3)

3. Bapak Asril Djohan, S.H sebagai Dosen Pembimbing, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran,rela menyediakan waktu dan pemikirannya.

4. Terimakasih kepada seluruh Pegawai, Dosen Prodip III Administrasi Perpajakan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaiakan study.

5. Bapak Alfan Jamil, SE sebagai Kepala Subbagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

6. Bapak Kepala Seksi Penagihan, pegawai-pegawai di Seksi Penagihan,Khusus makasih berat untuk K’Diana yang telah banyak membantu. Tetap semangat ya ka.

7. Teristimewa untuk Orang tuaku J. SARAGIH dan R.SIPAYUNG, terimakasih untuk dukungan doa,semangat dan materinya. Sembah untukmu serta kasih tulus yang tidak akan pernah sirna untuk semua kasihmu.

8. Sitio bersaudara, B,Berlianer, B,Yan Saputra, My sister Orde Koria (makasih ya dah mau bantu mengetik), terimakasih untuk semua dukungan Doa dan Semangatnya. Khusus buat Orde bisa lulus untuk UMB maupun SNMPTN.

9. Terimakasih untuk Alfian Ganda Sasmita Simanjuntak “inspirasiku”, yang telah setia memberiku masukan, motivasi, semangat, dan dukungan Doa, makasih buat cinta kasihmu yang tulus dan terindah dalam hidupku.


(4)

10. Untuk satu Tim_ku Pengurus Pemuda GKPS P.Bulan, makasih buat Kakak dan Abang-abangku yang terus mendukung untuk doa dan semangatnya, motivasinya juga dan seluruh Pemuda GKPS P.Bulan, I Love U All.

11. Buat Teman-temanku stambuk 2006, khusus anak “C”, buat Ely Eboy, Lely Lelot (trio macan), makasih ya buat persahabatan, kebersamaan kita selama ini, dan semua anak kelas C, semangat ya.

12. Penghuni Marakas 64, K’echot jaim, K’Lenny, K’Juli, K’Risda, Riris, Nany, Nova, Tanty, Lesrin,Ruth, dan semuanya yang tidak tersebutkan satu-satu yang menyemangati aku, mendoakan, makasih juga sudah mau jadi tempat berbagi.

13. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyerahkan semua apa yang telah diperoleh ini semua hanya untuk kemuliaan Tuhan, karena tidak ada satupun yang terjadi, diperoleh, dan terselesaikan tanpa kehendak dan seizinNya.

Medan, Juni 2009 Penulis

(NOVA SARAGIH) 062600119


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ...1

B. Tujuan dan Manfaat ...4

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)... ...4

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)... ...5

1. Bagi Mahasiswa ... ...5

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota... ...5

3. Bagi Program Diploma III ... ...6

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ... ...6

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)...7

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)...8

F. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ...9

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota...12

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota ...12

2. Ruang Lingkup Wilayah Kerja KPP Pratama Medan Kota ...18 3. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota19


(6)

4. Bidang-bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota22

5. Deskripsi Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota ....25

BAB III GAMBARAN DATA PKLM A. Pengertian Pajak...31

B. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa...31

C. Penagihan Pajak ...32

D. Penagihan Utang Pajak ...35

E. Dasar Penagihan Pajak ...37

F. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak ...39

G. Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ...41

H. Mekanisme Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa...45

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus ...47

J. Penyitaan ...48

BAB IV ANALISA DATA A.Prosedur Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ..57

B.Faktor Penghambat dalam Mekanisme Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa62 C.Cara Penyelesaian Masalah dalam Mekanisme Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ...66

D.Rekapitulasi Kegiatan Penagihan di KPP Pratama Medan Kota .. ...68 BAB V


(7)

A. Kesimpulan ... ...69 B. Saran ... ...70 DAFTAR PUSTAKA


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri(PKLM)

PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen Program Studi Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan sebenarnya.

Sebagai Negara yang berkembang Negara Kesatuan Republik Indonesia tengah menggalakan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak dipungut dari warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dalam praktiknya sering kali dijumpai adanya pihak-pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya.


(9)

Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa penagihan pajak dapat dipaksakan penagihannya, sehingga kepada pihak-pihak yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa.

Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan oleh pegawai kantor pajak dimana wajib pajak yang bersangkutan tinggal. Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa,wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya. Maka kepadanya dapat dikenakan sanksi kurungan atau penyitaan atas hartanya. Sanksi kurungan dan penyitaan merupakan upaya terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak. Adanya sanksi kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang, dan adanya penyitaan barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula. Penagihan pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan sewenang-wenang.

Sistem Self Assessment yang merupakan sistem perpajakan Indonesia memberi wewenang kepada wajib pajak untuk melakukan sendiri berbagai kewajiban perpajakkannya seperti menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terhutang kepada negara. Latar belakang kondisi Wajib Pajak yang beragam dan secara rata-rata masih kurang memahami masalah perpajakkan menjadikan sistem self assessment dilekati resiko yang sangat besar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa (UUPPSP), bertujuan mengatasi permasalahan tunggakan pajak serta memotivasi peningkatan kesadaran dan


(10)

kepatuhan Wajib Pajak. Pemberlakuan UUPPSP tersebut diharapkan dapat lebih memberikan penekanan pada keseimbangan hak dan kewajiban antara Wajib Pajak dan negara yang tidak berat sebelah atau memihak, adil, serasi dan selaras serta memberikan kepastian hukum. Apabila Wajib Pajak lalai melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak dalam waktu sebagaimana dalam teguran, penagihan pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penagih pajak. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Tahun 2000 tentang penagihan pajak negara dengan surat paksa untuk mendukung pelaksanaan undang-undang perpajakan yang berlaku sekarang.

Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dilakukan teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak dengan menggunakan surat paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan secara resmi kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah. Jadi, surat paksa dalam proses penagihan tunggakan pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut. Penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan akan dapat memberikan tindakan penagihan pajak dengan penagihan seketika dan sekaligus, pelaksanaan surat paksa, penyitaan, pencegahan dan penyanderaan.


(11)

Sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan tugas akhir, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk mempraktikan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi di lapangan yang sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta aspek- aspek perpajakan yang terdapat didalamnya.

Dari uraian di atas maka penulis ingin mencoba menulis laporan tugas akhir .Dengan judul tentang “Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota”. B. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan PKLM(Praktik Kerja Lapangan Mandiri) Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksaan PKLM :

1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam mekanisme pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3. Untuk cara penyelesaian masalah dalam mekanisme pelaksaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. II. Manfaat PKLM(Praktik Kerja Lapangan Mandiri)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:


(12)

1.Bagi Mahasiswa

1. Menambah pengetahuan penulis di bidang Perpajakan khususnya mekanisme pelaksanaan penagihan utang pajak dengan surat paksa.

2. Mengaplikasikan teori dan ilmu yang di dapat di bangku kuliah melalui PKLM.

3. Mempersiapkan mahasiswa untuk menjadi tenaga kerja yang memiliki kemampuan di bidang Perpajakan.

4. Mengetahui perkembangan dunia usaha khususnya dunia Perpajakan.Dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan sarana peningkatan rasa percaya diri dalam berinteraksi dengan dunia kerja. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

1. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak SUMUT I khususnya kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam menangani administrasi perpajakan.

2. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan, dari perguruan tinggi menyangkut penanganan masalah Perpajakan.

3. Mempererat hubungan kerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak SUMUT I dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan. 4. Mempromosikan image (pandangan) tentang Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Medan Kota kepada masyarakat khususnya civitas akademika USU.

5. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam hal Sosialisasi Perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa


(13)

peserta PKLM yang akhirnya akan mengabdikan ilmu Perpajakan kepada masyarakat.

3. Bagi Program Diploma III

1. Mendapatkan masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi

penyempurnaan revisi kurikulum.

2. Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki Universaitas Sumatera Utara khusunya PRODIP III Administrasi Perpajakan yang mengetahui tentang Perpajakan.

3. Meningkatkan hubungan kerjasama Universitas Sumatera Utara khususnya PRODIP III.

4. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang diperoleh mahasiswa selama masa perkuliahan kedalam dunia kerja khususnya dibidang perpajakan. C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah:

1. Mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dan cara penyelesaian masalah dalam pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

2. Faktor penghambat dan faktor-faktor pendukung mekanisme penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.


(14)

3. Praktik ini dilakukan pada Seksi Penagihan dengan data base yang digunakan adalah data tahun 2007,2008.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun langkah –langkah atau metode yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini berkaitan dengan berbagai persiapan mulai dari pengajuan judul, persetujuan judul, pesetujuan dan pengesahan pelaksanaan PKLM ,penentuan tempat (lokasi) PKLM , mencari dan mengumpulkan bahan untuk proposal hingga tahap konsultasi dengan dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui buku-buku Perpajakan, majalah, Undang-Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dan bahan- bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.

3. Observasi Lapangan

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang bersangkutan secara langsung pada Objek PKLM untuk mengetahui Mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.

4. Pengumpulan data.

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang


(15)

diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM. Data primer adalah data yang diperoleh dari orang yang berkompeten memberikan masukan data dan informasi untuk penyusunan laporan ini, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak pendukung seperti laporan, atau dokumen-dokumen.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka penulis melakukan analisis dan evaluasi terhadap data atau keterangan yang diperoleh selama PKLM.

E. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data yaitu:

1. Wawancara (Interview Guide)

Dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab langsung terhadap pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi bagi penyusunan laporan ini.

2. Metode Pengamatan (Observation)

Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.


(16)

3. Daftar Dokumentasi(Optional Guide)

Dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, dan data-data lain berhubungan dengan objek pembahasan.

F.Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, tujuan dan manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, ruang lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri, metode pengumpulan data Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan sistematika penulisan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

Penulisan menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah singkat tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi masing- masing seksi.

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA.

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian- pengertian yang berhubungan dengan masalah yang diangkut


(17)

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tata cara Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa berdasarkan Undang- Undang Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi tentang data-data dan pembahasan-pembahasan mengenai Mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaian masalah dalam mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota yang telah dikumpulkan pada saat PKLM, kemudian dianalisis dan dievaluasi.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran penulis sehubungan dengan uraian- uraian pada bab-bab sebelumnya.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

A.Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor bernama Belasting, yang kemudian setelah kemerdekaan berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Kemudian berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia . Sebelum tahun 1976, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kantor Inspeksi pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulya No. 17A Medan; dan

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 30 A Medan.

Di Sumatera Utara pada Tahun 1976 berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, yaitu:

1) Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 2) Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3) Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar


(19)

Di Tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dipecah menjadi dua yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Untuk memudahkan pelayanan pembayaran pajak dari masyarakat, dan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur (sekarang Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota).

Sebelum Indonesia merdeka , masalah pajak ini dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda yang segala peraturannya diatur menurut Undang-Undang tentang Perpajakan yang disesuaikan dengan iklim dan kebudayaan Indonesia saat itu .

Pada tanggal 1 April 1979, Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Begitu juga halnya dengan yang ada di kota Medan. Bahkan Kantor Inspeksi Pajak di Medan dulunya terbagi atas dua bagian, yaitu :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, yang berlokasi di Jl. Diponegoro No. 17 A, dan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan, yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.30 A

Sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia mengenai Kantor Pelayanan Pajak, jajaran Kantor Wilayah I Sumatera Utara, terdiri dari :

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, yang berlokasi di Jl. Kejaksaan No.2 Medan.

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, yang berlokasi di Jl. Suka Mulya No. 17 A Medan.


(20)

3. Kantor Pelayanan Pajak Timur, yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.30 A Medan, dan

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai, yang berlokasi di Jl. Binjai Km. 7,5

Dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 267/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989, telah diadakan reorganisasi Direktur Jenderal Pajak, dimana dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut disebutkan tentang penggantian nama Kantor Inspeksi Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak, juga dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak”diaman Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak di Kotamadya Medan menjadi enam wilayah kerja.

Dan terakhir sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang mulai berlaku 1 April 2007, Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) terbagi menjadi :

1. KPP Medan Barat, yang berlokasi di Jl. Suka Mulya No.17 A Medan 2. KPP Medan Polonia, yang berlokasi di Gedung Keuangan Negara Jl.

Diponegoro No.30 A Medan

3. KPP Medan Timur, yang berlokasi di Jl. Diponegoro No.30 A Medan 4. KPP Medan Belawan, yang berlokasi di Jl. Asrama No.7 A Medan

5. KPP Medan Kota, yang berlokasi di Gedung Keuangan Negara Jl. Diponegoro No.30 A Medan


(21)

7. KPP Madya Medan, yang berlokasi di Gedung Graha Niaga II Jl. Putri Hijau No.20 Medan

Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota merupakan pecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berdasarkan kepada:

a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001

b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.58/KMK.01/2002 tanggal 26 Februari 2002

Berdasarkan penjelasan sejarah Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota diatas, Kantor Pelayanan Pajak(KPP) Medan Kota berganti nama (reorganisasi) menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota pada tanggal 27 Mei 2008 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.01/2007 dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/2008.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, pada akhir tahun 2008, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:


(22)

1. KPP Wajib Pajak Besar yang terdiri dari KPP Wajib Pajak Besar Satu, KPP Wajib Pajak Besar Dua, dan KPP Badan Usaha Milik Negara.

2. KPP Madya yang terdiri dari KPP Penanaman Modal Asing, KPP Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Madya Medan, KPP Madya Palembang, KPP Mada Pekanbaru, KPP Madya Batam, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan, KPP Madya Jakarta Timur, KPP Madya Jakarta Utara, KPP Madya Bandung, KPP Madya Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya Sidoarjo, KPP Madya Malang, KPP Madya Balikpapan, KPP Madya Denpasar, KPP Madya Makassar.

3. KPP Pratama.

Beberapa karakteristik untuk setiap jenis KPP, diantaranya dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini.


(23)

No URAIAN

KPP WP

BESAR KPP MADYA

KPP PRATAMA BUMN & WP WP Besar Kanwil WP Menengah 1.

Skala Wajib

Pajak Besar Nasional (Regional) Kecil ( SME) Badan Badan(Corporate)

2.

Jenis Wajib

Pajak (Corporate) dan Ekspatriat

Badan dan OP

3.

Jumlah Wajib

Pajak 300 - 400 200 - 500 Ribuan

PPh, PPN & PPh, PPN & PPh, PPN & 4. Jenis Pajak

PTLL PTLL

PTLL, PBB & BPHTB 5. PPN Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi 6. P2PPH Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi 7. Penugasan AR Sektor Industri Sektor Industri Wilayah

Fungsi Tidak Ada Tidak Ada Ada

8.

Ekstensifikasi

9.

Jumlah Eselon

IV 9 (Sembilan) 9 (Sembilan) 10 (Sepuluh) 10. Wilayah Kerja Nasional Regional Lokal Pembentukan KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya telah diselesaikan pada akhir tahun 2006, sedangkan KPP Pratama yang ada saat ini baru berjumlah 15 KPP Pratama, yaitu KPP Pratama di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat dan pembentukan KPP Pratama untuk seluruh Indonesia direncanakan akan


(24)

diselesaikan pada akhir tahun 2008. Sebagaimana lazimnya KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, KPP Pratama juga memiliki beberapa karakteristik, yaitu : Organisasi berdasarkan fungsi, Sistem informasi yang berintegritas, Sumber daya manusia yang kompeten, Sarana kantor yang memadai, Tata kerja yang transparan, Penggabungan KPP, KPPBB, dan Karikpa, Prinsip Utama Penggabungan KPP, KPPBB, dan Karikpa adalah tidak menghilangkan tugas dan fungsi yang sebelumnya ada di masing-masing kantor tersebut tetapi membagi hasil seluruh tugas yang ada ke masing-masing seksi pada KPP Pratama sesuai dengan fungsinya. Seksi-seksi yang memiliki tugas dan fungsi yang sama digabung menjadi seksi yang ada di KPP Pratama.

2 . Ruang Lingkup Wilayah Kerja KPP Pratama Medan Kota

Adapun ruang lingkup Wilayah KPP Pratama Medan Kota adalah sebagai berikut:

a) Kecamatan Medan Kota b) Kecamatan Medan Denai c) Kecamatan Medan Johor d) Kecamatan Medan Amplas

3. Struktur Organisasi kantor Pelayanan Pajak Medan Kota

Kantor Pelayanan Pajak dipimpin oleh seorang kepala kantor yang bertugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah wewenangnya berdasarkan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Secara umum tugas KPP Pratama Medan Kota meliputi :


(25)

1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan

2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan

3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya

4. Penyuluhan perpajakan

5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak 6. Pelaksanaan Ekstensifikasi

7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak 8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak

9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak 10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan

11. Pelaksanaan Intensifikasi 12. Pembetulan ketetapan pajak

13. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

14. Pelaksanaan administrasi kantor

Adapun struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi linier dan staf yang berada dibawah seorang koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil dibawah naungan Departemen Keuangan RI.


(26)

Berdasarkan SK. Menkeu RI No.162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang peningkatan KPP tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya surat keputusan itu KPP tipe B tidak ada lagi di kantor wilayah I Dirjen Pajak Sumbagut.

Berdasarkan SK. Menkeu RI No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 tentang susunan organisasi Departemen Keuangan, maka tipe A terdiri dari Kepala KPP Medan Kota, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi, 1 kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga fungsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak) yakni terdiri dari:

1. Sub Bagian Tata Usaha (TU)

2. Seksi Tata Usaha dan Perpajakan (TUP) 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi 5. Seksi Pajak Penghasilan Badan

6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya 8. Seksi Penagihan

9. Seksi Penerimaan dan Keberatan

10. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan

Namun setelah adanya modernisasi perpajakan tahun 2006 s.d 2008 Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama terbagi menjadi beberapa seksi yaitu :


(27)

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Penagihan 5. Seksi Pemeriksaan

6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV 11. Kelompok Jabatan Fungsional

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagian organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota (terlampir).

4. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Secara umum tugas Kepala Kantor KPP Pratama Medan Kota adalah: 1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPBB, dan Karikpa maka Kepala Kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan ,dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Tidak Langsung Lainnya dan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(28)

2. Subbagian Umum

1. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha, Kepegawaian, Keuangan dan Rumah Tangga.

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (Seksi PDI)

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan, urusan pengolahan data dan informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak. 4. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta melakukan kerja sama perpajakan.

5. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

6. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan


(29)

penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak mengatur :

“Uraian tugas dan kegiatan Kepala Seksi Pemeriksaan antara lain menyususn Daftar Nominatif dan atau Lembar Pemeriksaan Wajib Pajak yang akan diperiksa, membuat usulan pembatalan Daftar Nominatif dan atau Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) wajib pajak yang akan diperiksa, dan menerbitkan dan menyalurkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak dan Surat Pemanggilan Pemeriksaan Pajak”.

7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 426/PM.1/2007 tentang Uraian Jabatan Instansi Vertikal Direktoral Jenderal Pajak mengatur :

“Uraian tugas dan kegiatan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan antara lain melaksanakan penerbitan dan penatausahaan Surat Himbauan NPWP dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), menyusun Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pemberian NPWP dan atau pengukuhan PKP secara jabatan, dan membimbing pelaksanaan dan penatausahaan pemeriksaan untuk tujuan


(30)

lain dalam rangka pemberian NPWP dan atau pengukuhan PKP secara jabatan”.

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, Seksi Pengawasan Dan Konsultasi IV, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan / himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan dan melakukan evaluasi hasil banding.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah jabatan Fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala KPP Pratama yang bersangkutan. Adapun jumlah Jabatan Fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Deskripsi Kerja KPP Pratama Medan Kota 1. Subbagian Umum


(31)

a. Penerimaan dokumen di KPP

b. Pemrosesan dan penetausahaan dokumen masuk

c. Pelaksanaan pelantikan, sumpah dan serah terima jabatan serta pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil (PNS)

d. Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekanisme langsung kepada rekanan

e. Pemusnahan dokumen, penyusunan laporan berkala KPP dan pembuatan laporan tahunan

f. Penyusunan tanggapan / tindak lanjut terhadap Surat Hasil Pemeriksaan (SHP) / Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Itjen Depkeu/BPK/BPKP/Unit Fungsional Pemeriksa Lainnya dan lain-lain.

2. Seksi Pengolahan Data dan Infomasi

Adapun prosedur standar kerja Seksi Pengolahan Data dan Informasi adalah :

a. Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak, perkembangan ekonomi dan keuangan

b. Penatausahaan penerimaan PBB non elektronik

c. Pemrosesan dan Penatausahaan dokumen masuk di Seksi PDI d. Pembuatan dan penyampaian Surat Perhitungan dikirim ke Kantor

Pelayanan Pajak lain


(32)

3. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :

a. Penatausahaan surat, dokumen, dan laporan wajib pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)

b. Penyelesaian pemindahan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) lama dan baru

c. Penyelesaian permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)

d. Pendaftaran dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) e. Penyelesaian permohonan perpanjangan jangka waktu

penyampaian SPT Tahunan PPh

f. Penerbitan Surat Teguran penyampaian SPT Masa dan SPT Tahunan PPh

g. Pelaksanaan pemenuhan permintaan konfirmasi dan klarifikasi dan lain-lain

4. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai prosedur standar kerja :

a. Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Seksi Penagihan

b. Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (STP) beserta bukti pembayarannya


(33)

d. Penerbitan STP Bunga Penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) serta Surat Keputusan Pencabutan Sita

e. Pembuatan Usulan Pencegahan dan Penyanderaan terhadap wajib pajak tertentu dan lain-lain

5 Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut : a. Penyelesaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Lebih Bayar

b. Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penjualan Barang Mewah

c. Penatausahaan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Penghitungan d. Pengamatan KPP, pemeriksaan kantor, pemeriksaan lapangan dan

penyelesaian Usulan Pemeriksaan dan lain-lain. 6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

Adapun prosedur standar kerja Seksi Ekstensifikasi Perpajakan di KPP adalah sebagai berikut :

a. Pendaftaran objek pajak baru dengan penelitian kantor maupun lapangan

b. Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP

c. Pencarian data potensi perpajakan dalam rangka pembuatan Monografi Fiskal

d. Penyelesaian Permohonan Penundaan Pengembalian SPOP dan mutasi sebagian atau seluruhnya objek dan subjek pajak PBB


(34)

e. Penerbitan daftar nominatif untuk usulan SP3 PSL Ekstensifikasi dan lain-lain

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Seksi Pengawasan dan Konsultasi mempunyai prosedur standar kerja sebagai berikut :

a. Penyelesaian permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha, pengambilalihan usaha, atau pemekaran usaha

b. Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB)

c. Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP

d. Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi PBB di KPP

e. Penyelesaian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

f. Pembuatan Surat Pemberitahuan perubahan besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (Dinamisasi) dan lain-lain.


(35)

Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah dan Kepala KPP Pratama yang bersangkutan.

Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, Kepala KPP, Kepala KPPBB, atau Kepala Karikpa yang bersangkutan.

9. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) KP2KP mempunyai tugas melakukan urusan pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan kepada masyarakat serta membantu Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. KP2KP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

Dalam melaksanakan tugasnya KP2KP menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanaan penyuluhan, sosialisasi, dan pelayanan konsultasi perpajakan kepada masyarakat

b. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak c. Bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak d. Pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang perpajakan


(36)

e. Pelaksanaan administrasi kantor KP2KP terdiri dari :

1. Petugas Tata Usaha

2. Kelompok Jabatan Fungsional

Membantu dan menunjang kelancaran tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan Subbagian Umum yaitu:

1. Penerimaan Dokumen di KPP.

2. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Subbagian Umum.

3. Penyampaian Dokumen di KPP.

4. Pelaksaan Pelantikan, Sumpah dan Serah Terima Jabatan Serta Pengambilan Sumpah Pegawai Negeri Sipil.

5. Permintaan Pengujian Kesehatan Pegawai. 6. Pembuatan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa.

7. Penyusunan Laporan/Daftar Realisasi Anggaran Belanja. 3. Seksi Pelayanan

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan pada Seksi Pelayanan yaitu:

Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak.

Penatausahaan Surat,Dokumen dan Laporan Wajib Pajak Pada Tempat Pelayanan Terpadu.

Perubahan Identitas Wajib Pajak.


(37)

Penyelesaian Pemindahan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Lama. 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan, pengolahan data pada Seksi Pengolahan Data dan Informasi yaitu:

1. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi PDI. 2. Penatausahaan Alat Keterangan.

3. Pembentukan Bank Data. 4. Pemanfaatan Bank Data.

5. Pembuatan dan Penyampaian Surat Perhitungan(SPH) Kirim ke kantor Pelayanan Pajak Lainnya.

6. Penyusunan Rencana Penerimaan Pajak Berdasarkan Potensi Pajak,Perkembangan Ekonomi dan Keuangan.

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi(I,II,III,IV)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi yaitu:

1. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi Pengawasan dan Konsultasi.

2. Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak(SPMKP). 3. Penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga(SPMIB). 4. Penyelesaian Permohonan Perubahan Metode Pembukuan. 5. Penetapan Wajib Pajak Patuh.


(38)

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi perpajakan pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan yaitu:

1. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.

2. Pendaftaran Objek Pajak Baru Dengan Penelitian Kantor. 3. Penerbitan Surat Himbauan Untuk Ber-NPWP.

4. Pendaftaran Objek Pajak Baru Dengan Penelitian Lapangan.

5. Penerbitan Daftar Nominatif Untuk Usulan SP3 PSL Ekstensifikasi. 7. Seksi Pemeriksaan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan pada Seksi Pemeriksaan yaitu:

1. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi Pemeriksaan.

2. Penyelesaian Usulan Pemeriksaan.

3. Penyelesaian Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan. 4. Pengamatan Oleh KPP.

5. Pemeriksaan Kantor.

6. Penyelesaian Surat Pemberitahuan(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Lebih Bayar.

8. Seksi Penagihan

Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan pada Seksi Penagihan yaitu:


(39)

1. Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi Penagihan.

2. Menjawab Konfirmasi Data Tunggakan Wajib Pajak. 3. Penyelesaian Permohonan Penundaan Pembayaran Pajak. 4. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus.

5. Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Penagihan. 6. Penghapusan Piutang Pajak.

7. Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa.

B.Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

Struktur organisasi yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota adalah struktur organisasi lini dan staf, ang dipimpin oleh seorang kepala kantor dibawah naungan kantor wilayah DJP Sumatera bagian Utara, dimana seluruh pegawai adalah pegawai negeri sipil Republik Indonesia di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagian organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.


(40)

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM

A. Pengertian Pajak

Prof. Dr. P.J. A. Adriani (pernah menjadi guru besar pada Universitas Amsterdam) dikutip dari buku pengantar perpajakan; Bohari, S.H adalah sebagai berikut ”Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas pemerintah” (Pengantar perpajakan;Bohari, S.H, hal 31).

Sedangkan Undang-Undang 28 Tahun 2007 Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat.

B. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Sebagai Berikut: 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara


(41)

Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se- 02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se- 08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se- 02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak.

C. Penagihan Pajak

Penagihan menurut H. Moeljohadi, S.H pengertian penagihan khusus di dalam bidang perpajakan adalah; “Serangkaian tindakan dari operator Direktorat Jenderal Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian / seluruh kewajiban perpajakan yang terhutang menurut Undang-Undang perpajakan yang berlaku”. Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.


(42)

Penagihan dilakukan karena adanya utang pajak dari wajib pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 19 adalah;”Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah:

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung. 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau

bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak.

6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak/membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak. Dalam hal ini Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah:

1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak


(43)

atau kurang dibayar / disetor ataupun kekurangan pembayaran / penyetoran pajak, akibat salah tuilis dan / atau salah hitung dalam surat pemberitahuan.

2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda 3. Alat untuk menagih pajak

Didalam alam kemerdekaan yang telah kita nikmat sekarang ini, tidak dapat dihindarkan bahwa pengalaman pahit dimasa lalu masih terbawa. Dalam sistem yang lama petugas pajak mendatangi masyarakat untuk didaftarkan sebagai wajib pajak, demikian juga besarnya pajak dihitung oleh petugas pajak. Pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan sehingga menimbulkan penilaian atas penggunaan pajak seperti:

a. Anggapan Wajib Pajak

Dalam pembayaran pajak, Wajib Pajak merasakan adanya ketidakadilan. Dimana Wajib Pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya. Perasaan ini saja timbul karena Wajib Pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga seringkali Wajib Pajak menganggap semua itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian penghasilannya dipotong sebagai pajak.

b. Rasional

Wajib Pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan selalu mencari kemungkinan yang diperhitungkan dalam reaksinya menghindari


(44)

ataupun mengurangi beban pajak, seperti:menghindari pajak ataupun menyeludupkan pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan saat ini kepada Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang (Self Assessment). Melalui Azas Self Assessment ini tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras dan menuntut pengabdian serta disiplin yang tinggi.

Hal demikianlah yang membuat Wajib Pajak terbengkalai akan kewajiban dalam pembayaran pajak. Sehingga kegairahan Wajib Pajak dalam membayar pajak menjadi berkurang ataupun Wajib Pajak bersikap pasif. Sikap ini otomatis akan mempengaruhi penerimaan Negara semakin berkurang. Untuk mengantisifasi masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan pasif, maupun penagihan aktif salah satunya dengan Penagihan Surat Paksa.

D. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah:

1. Penagihan Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan


(45)

penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan tindakan sita yang telah didahului adanya surat tegoran, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Dalam hal ini Utang Pajak itu adalah: Pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Penagihan Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, di mana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita yang didahului dengan surat tegoran dan surat paksa dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat:

1. Nama Wajib Pajak, atau Penanggung Pajak 2. Besarnya utang pajak

3. Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat jam) jam sejak surat paksa disampaikan.

E. Dasar Penagihan Pajak.

Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak diwajibkan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam


(46)

melakukan penghitung pajak yang terutang atau wajib pajak melanggar ketentuan Undang-Undang perpajakan barulah Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak yang dapat berupa STP, SKPKB, SKBKBT, SKP, SKK, PB. 1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila:

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar. 2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung. 3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau

bunga.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Adalah Surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar. SKPKB diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP.SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. SKPKB diterbitkan apabila:

1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

2. Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan daln jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak


(47)

disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.

3. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). Ketentuan tentang SKPKBT diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 9 Tahun 1994 Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang.

4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP)

Adalah Surat Keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atas surat tagihan pajak.


(48)

Adalah Surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

6. Putusan Banding (PB)

Adalah Putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan yang diajukan oleh wajib pajak.

Keenam jenis surat ini merupakan dasar atau sarana atau administrasi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak. Menteri Keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administratif baik mengenai tindakan penagihan itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.

F. Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak.

Tindakan mekanisme penagihan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 dan pasal 4 dari UU 19 Tahun 2000 yaitu:

Penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

1. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu hari) sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh jurusita.


(49)

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 jam (dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan maka Pejabat Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu seperti:

a Barang bergerak termasuk mobil, perhiasaan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan.

b Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal isi kotor tertentu.

3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk


(50)

membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.

G. Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa.

Sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah:Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Didalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya.

Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Mekanisme Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan Grose ( yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggugugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan- perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintahkan pelaksakan itu. Surat paksa memuat perintah wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.


(51)

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya:

1. Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi”Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. 2. Nama wajib pajak/ penanggung pajak, keterangan cukup tentang

alasan yang menjadi dasar penagihan, perintah membayar.

3. Dikeluarkan/ ditandatangani oleh Pejabat berwenang yang ditunjuk oleh menteri Keuangan /Kepala Daerah.

b. Dari segi karakteristiknya:

1. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

2. Mempunyai kekuatan hokum yang pasti (in kracht van Gewijsde). 3. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan

pajak (biaya-biaya penagihan).

4. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan atau penyanderaan/pencegahan.

Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapt dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena


(52)

surat paksa itu mempunai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

2. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan segaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal tertentu, misalnya karena penaggung pajak mengalami kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaaan pembayaran pajak. Maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lainnya yang sejenis.


(53)

a. Jurusita pajak

Adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjukkan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Daerah.

1. Syarat-syarat diangkat menjadi Juru Sita Pajak :

a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu

b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda / Golongan II c. Berbadan sehat

d. Lulus pendidikan dan latihan Juru Sita Pajak e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian 2. Pemberhentian Jurusita Pajak

Jurusita Pajak diberhentikan apabila : a. Meninggal dunia

b. Pensiun

c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela ; melanggar sumpah atau janji Juru Sita Pajak ; atau

d. Sakit jasmani atau rohani terus-menerus.

Berdasarkan Pasal 5 UU No 19 Tahun 2000 jurusita Pajak bertugas: a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus b. Memberitahukan Surat Paksa


(54)

c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

b. Petugas pelelangan

adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui pejabat.

H. Mekanisme Penagihan Dengan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

c Surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

d Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Penanggung Pajak di tempat, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan


(55)

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai

c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat yang mengurus harta peninggalan, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pambayaran dan meliputi seluruh uang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika :


(56)

1. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegitan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia atau pun memindahtangankan barang yang dimilikinya atau dikuasainya.

2. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

3. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, atau

4. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian dilelang, kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan negara tidak dirugikan. Oleh karana itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh juru sita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika hal Juru sita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak


(57)

akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan, atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka juru sita pajak segera melakukan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak berniat untuk mengurangi atau menjual / memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita.

J. Penyitaan

Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, apabila Pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam (dua kali dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada Wajib Pajak. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak yang telah disumpah terlebih dahulu dan didampangi oleh 2 orang saksi penduduk Indonesia yang telah mencapai usia dua puluh satu tahun, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.

Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau di tempat lain sekalipun penguasaanya berada di tangan pihak lain.

Prinsipnya penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang bergerak dan jika ternyata tidak cukup barang bergerak menurut Surat Paksa dan biaya-biaya


(58)

penagihannya, maka dilanjutkan penyitaan terhadap barang- barang tidak bergerak. Namun apabila barang bergerak tidak memadai langsung dapat di sita barang tidak bergerak. Dalam hal ini pengertian penyitaan oleh H. Moeljo Hadi, S.H. adalah serangkaian tindakan dari Jurusita Pajak yang dibantu oleh dua orang saksi untuk menguasai barang-barang dari Wajib Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak yang berlaku.

1. Objek Sita

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain,dan atau

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

1. Barang Gerak yang Dapat Disita

Perincian mengenai barang gerak yang dapat disita adalah sebagai berikut:

a. Semua barang bergerak yang ada di rumah Penanggung Pajak seperti:


(59)

1. Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi, dan sebagainya)

2. Barang-barang mewah (TV, lemari es, tape recorder, kompor gas, dan sebagainya)

3. Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas, berlian dan batu permata lainnya)

4. Uang tunai (termasuk surat-surat berharga)

5. Kenderaan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan sebagainya)

6. Lain-lainya (lukisan, jam dinding, radio, dan sebagainya) b. Semua barang bergerak yang ada di toko Penanggung Pajak,

seperti:

1. Barang dagangan (baik yang berada di toko tersebut maupun yang ada di gudang)

2. Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, mesin stensil, kenderaan, dan sebagainya)

c. Semua barang bergerak yang ada di tempat usaha Penanggung Pajak, seperti:

1. Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang inventaris perusahaan lainnya, termasuk kenderaan bermotor, mesin tik, mesin stensil, dan sebagainya.


(60)

d. Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak, seperti: 1. Inventaris kantor (mesin tik, mesin stensil, meja, kursi,

lemari besi, dan alat kantor lainnya)

2. Kenderaan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya)

2. Barang Tidak Bergerak yang Dapat Disita

Dalam golongan barang tidak bergerak yang boleh disita adalah:

a. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan / dikontrakkan, kepada orang lain.

b. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya, baik yang ditempati / dikerjakan sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan oleh orang lain.

c. Kapal dengan isi kotor tertentu. 2. Pengecualian Objek Sita

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.

3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.


(61)

4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000.00 (dua puluh juta rupiah), atau

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

3. Tahap-tahap Penyitaan

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

1. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:

a. Membuta rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut:

a. Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuta rinciannya dalam sduatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksana Sita.


(62)

b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

c. Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

3. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai berikut:

a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

b. Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak.

c. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan Penanggung Pajak untk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Juru sita Pajak.

d. Dalam hal Penanggung pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank utnuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.


(63)

e. Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Juru sita Pajak melaksanakn penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,dan menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan.

f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi Utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.

g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran. 4. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya

yang tidak diperdagangkan di bursa efek sebagai berikut:

a. Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

c. Membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari Penangung Pajak.


(64)

a. Melakukan inventarisasi dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

c. Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

6. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut:

a. Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksaan Sita.

b. Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

c. Membuat Akta Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.


(65)

BAB IV

ANALISA DATA

A.Prosedur Mekanisme Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Cara penagihan yang terakhir dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah penagihan paksa, dimana fiskus melalui jurusita pajak negara menyampaikan / memberitahukan Surat Paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.

Mekanisme penagihan utang pajak dengan Surat Paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang tidak melunasi utang pajaknya adalah:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui kantor Pos dari hasil produksi penelitian diantaranya:

a Surat Tagihan Pajak (STP)

b Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Di dalam mekanisme penagihan utang pajak ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.


(66)

1. Apabila utang pajak tidak dilunasi sejak ditebitkannya surat teguran, maka pejabat menerbitkan Surat Paksa setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu ) hari dan dalam hal ini:

d Jurusita mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

e Jika jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti:

- Apakah tunggakan pajak menurut STP / SKP / SKPKB cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum denga Surat Paksa.

- Apakah ada surat keputusan pengurangan / penghapusan, atau pengajuan keberatan atas utang pajak.

- Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun / jenis pajak lainnya.

f Kalau jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada:

- Keluarga Penanggung Pajak atau orang yang tinggal bersama yang sehat mental dan dewasa.


(67)

- Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha yang bersangkutan.

- Pejabat pemerintah setempat (Bupati / Walikota / Camat Lurah), dalam hal ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya sebagai tanda diketahui oleh Wajib Pajak yang bersangkutan

- Jurusita yang telah melaksanakan penagihan utang pajak dengan Surat Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

d Biaya penyampaian Surat Paksa

Biaya harian jurusita =Rp. 20.000 Biaya perjalanan =Rp. 30.000

Jumlah =Rp. 50.000

Apabila seorang jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka jurusita berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihan telah dilunasi oleh Wajib Pajak atau belum.Tetapi itu tidak berarti bahwa jurusita yang telah bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggungjawabnya terhadap pencarian piutang pajak tersebut. Apabila jurusita yakni bahwa Wajib Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka jurusita segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.


(68)

e. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi penagihan disertai laporan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditandatangani dan selanjutnya dimasukan dalam berkas penagihan Wajib Pajak. Dalam melaksanakan Surat Paksa tersebut jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga / perusahaan Wajib Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

f. Laporan pelaksanaan Surat Paksa

Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh jurusita yang melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu:

- Pengakuan penyelesaian surat keberatan diuraiakan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakanya ternyata sudah dikurangi. - Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan

memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.

- Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak antara lain: kemampuan membayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan / penagihan pajak dan sebagainya,


(69)

sehingga jurusita dapat mengajukan usul utnuk tindakan penagihan selanjutnya.

g. Apabila jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung, maka jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab- sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi pejabat pemerintah setempat, polisi dan sebagainya.

3. Apabila juga utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat jam) sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh jurusita pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh jurusita pajak, dan dapat dipercaya.

Di dalam pelaksanaan jurusita dapt menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh jurusita dikarenakan:

1. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

2. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 14 ( empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman


(1)

maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya Wajib Pajak.

7. Apabila Wajib Pajak tidak mau menandatangani berita acara, jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak.

Hal demikian yang membuat Wajib Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itulah kewajiban para aparat pajak khususnya pada seksi penagihan dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa untuk berupaya mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan, dengan lebih aktif didalam pelaksanaannya.


(2)

Setiap tahun, seksi penagihan membuat laporan kegiatan penagihan yang dilakukan oleh petugas penagihan. Laporan ini dibuat triwulan sekali 4 (empat) kali dalam setahun.

Adapun salah satu faktor penting yang menjadi tolak ukur tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah masih banyaknya Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyaknya jumlah penunggak pajak berarti semakin rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Bagaimanapun setiap tahun sektor pajak semakin meningkat, maka semakin meningkat pula jumlah Wajib Pajak yang menunggak. Untuk lebih jelasnya bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota dapat dilihat pada lampiran table laporan kegiatan penagihan yang menunjukan perkembangan jumlah utang pajak dari Wajib Pajak.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari tindakan pelaksanaan penagihan adalah :

1. Adanya tunggakan atau pajak yang terhutang yang semakin lama semakin banyak, yang membuat menumpuknya angka tunggakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota selain diakibatkan adanya perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan Fiskus.

2. Kegiatan tindakan pelaksanaan penagihan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan pengajuan permintaan penetapan tanggal dan tempat pelelangan meliputi jangka waktu 39 (tiga puluh sembilan) hari.

3. Tujuan akhir dari pelaksanaan penagihan bukan menyita atau lelang tetapi pelunasan pajak yang terhutang.

4. Dalam pelaksanaan penagihan masih banyak kendala-kendala dengan tidak ditemukannya harta yang dihadapi jurusita pajak

5. Terhadap penagihan, pajak juga memberi iklim yang sejuk dan penuh toleransi terbukti kepada Wajib Pajak diberikan keringanan untuk membayar pajaknya dengan mencicil atau mengangsur hutang pajaknya. Bagaimanapun hutang kepada Negara harus dibayar karena dasarnya


(4)

Bagaimanpun hutang kepada Negara harus dibayar karena dasarnya adalah undang-undang.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat membantu Fiskus dalam melaksanakan kegiatan penagihan adalah:

1. Terbatasnya sumber daya manusia mempengaruhi kwalitas dan kwantitas di Direktorat Jenderal Pajak. Petugas jurusita pajak masih belum mencukupi dibandingkan volume kerja dan jumlah Wajib Pajak semakin bertambah. Kinerja jurusita belum dioptimalkan, mungkin Direktorat Jenderal Pajak harus memikirkan kembali agar jurusita pajak menjadi jabatan fungsional sehingga lebih bertanggung jawab, terampil dan professional, sehingga jurusita pajak tidak memikirkan lagi kapan dimutasi. 2. Bagaimanapun untuk penagihan pajak sudah dilakukan dan

diupayakan seoptimal mungkin, tetapi terbukti dengan cara persuasive atau melakukan pendekatan kepada Wajib Pajak jauh menghasilkan rupiah dan cukup menutup target pencairan tunggakan serta memperkecil kesempatan Wajib Pajak untuk menghindari melunasi hutang pajaknya.


(5)

3. Pelaksanaan penagihan pajak harus secara tuntas berdasarkan jadwal penagihan serta penetapan pajaknya harus tepat waktunya agar secepatnya dicairkan Surat Ketetapan Pajak tersebut.

4. Sedapat mungkin lelang harus dilaksanakan, sebab instrument lelang bukan sekedar mencairkan tunggakan pajak namun, lebih pada sisi deterrent effectnya terhadap Wajib Pajak bersangkutan, penunggak lain dan Wajib Pajak pada umumnya meningkatkan kepatuhan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bohari, 1984, Pengantar Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadi,H.Mulyo,2001,Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah, PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta.

Haloho, Cyrus, 2003, Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, PT.RajaGrafindo Persada Jakarta.

Lesmana,Eko,1994,Sistem Perpajakan di Indonesia,Edisi Kedua,PT.Gelora Aksara Pratama,Jakarta.

Siahaan,Marihot,2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, PT, RajaGrafindo Persada Jakarta.

Suandy,Erly,2005,Hukum Pajak,Edisi ketiga,Salemba Empat,Jakarta.

Pandiangan,Liberty,2002,Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Penerbit Erlangga,Jakarta.

Undang- Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.