Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

(1)

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN

O L E H

NAMA : BACHRON RIDHO S. SIHOMBING NIM : 112600058

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan sahabatnya hingga akhir zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Syukur Alhamdulillah dengan rahmat dan ridho-Nya jugalah yang disertai dengan usaha-usaha dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis telah dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “TATA CARA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA MEDAN BELAWAN”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama sekali kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. H. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Arlina, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

ini.

5. Bapak Abrin Sutrisno Selaku dari Sub Bagian Umum pada KPP Medan Belawan.

6. Abangda M.Syukri selaku Pegawai KPP Medan Belawan yang telah banyak membantu saya dalam pengambilan data dan banyak memberikan masukan dan saran kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir saya . terima kasih yang bisa saya ucapkan Bang.

7. Bapak dan Ibu Dosen beserta pegawai yang ada di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Ayah tercinta Bambang Leo Syaifullah Sihombing dan mama tercinta Ir.Prita Zuhro Nasution yang telah memberikan dukungan moral, semangat dan material yang sudah dikeluarkan Ayah dan Mama begitu banyak buat saya dan tak lupa juga do’a yang tulus buat saya.

9. Adik-adik saya ,Bachren,Novi dan Jihan selalu setia dan tidak pernah bosan untuk membantu dan mendo’a kan abang mu ini sampai sekarang ini bisa menyelesaikan Tugas Akhir nya.

10.Kepada semua anggota Keluarga baik dari Keluarga Ayah dan Mama yang sudah mendo’a kan dan memberi dukungan buat saya.


(4)

a.k.a Pesek, Giesla, Dian a.k.a Pesek, Raudia, Ipak, Dahlia,a.k.a nande Putri, Prizka a.k.a princes, Adeq a.k.,a Nartitik, Egik, Angga a.k.a onggop, Alvi, Edy, RiJal a.k.a pakjal, Yatik, Ayuni, Indah, Husna, Isen dan Vani. yang telah meluangkan waktunya baik senang maupun susah bersama saya, semoga pertemanan ini terjalin sampai nanti setelah slesai dan semoga kita mendapat pekerjaan yang sepantasnya yang kita terima di bidang yang kita kuasai di masah kuliah.

12.Kepada teman-teman Stambuk 2011 yang enggak saya sebutkan namanya bukan berarti saya lupa dengan kalian kalok saya bikin satu-satu bakalan pajang teman-teman, tapi

13.Kepada adek-adek kelas ku Della, Fauziah, Yana, OKKA, Faisal, Anggik. Stambuk 2012 s/d 2013 yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

14.Buat seluru Pengurus IMPROSAJA Stambuk 2012 s/d 2013 yang diketuai Angga Prianta dan sekertaris T.Deny beserta jajarannya, terimakasih buat kalian yang telah meluang banyak waktu, keringat, uang dan pikiran demi IMPROSAJA tercinta, semoga apa yang kita dapat di Organisasi ini bisa kawan-kawan praktikan kedalam dunia pergaulan maupun pekerjaan, dan buat teman pengurus jangan lupa


(5)

membantu saya dalam bidang apapun baik susah maupun senang. Akhir kata penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang selalu melindungi kita serta melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, 21 juli 2014 Penulis

Bachron Ridho S SHB

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1


(6)

F. Metode Pengumpulan Data ... 14

G.Sistematis Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 14

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI……….16

A.Sejarah Singkat Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan…...16

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan………24

C.Bidang – Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan………28

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI……….32

A. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa………..32

B. Penagihan Pajak………...33

C. Surat Tagihan Pajak……….34

D. Penagihan Utang Pajak………....35

E. Dasar Penagihan Pajak………...36

F. Penagihan utang Pajak dengan Surat Paksa……….38

G. Jadwal Pelaksanaan Penagihan Pajak………..41

H. Tata Cara Dengan Surat Paksa………...42


(7)

B. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa…………..50

C.Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa………....55

D.Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Hutang Dengan Surat Paksa……….57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...59

A. Kesimpulan………..59

B. Saran………....60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Tujuan Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan Unang-Undang dasar 1945 adalah Mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata material maupun spiritual, yang dapat diwujudkan melalui pembangunan Nasional secara bertahap, terencana,


(8)

B. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa…………..50

C.Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa………....55

D.Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Hutang Dengan Surat Paksa……….57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...59

A. Kesimpulan………..59

B. Saran………....60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Tujuan Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan Unang-Undang dasar 1945 adalah Mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata material maupun spiritual, yang dapat diwujudkan melalui pembangunan Nasional secara bertahap, terencana,


(9)

pembangungan Nasional diperlukan dana antara lain bersumber dari peran serta masyarakat dalam wujud pembayaran pajak.

Dalam Anggaran dasar Pendapatan Belanja Negara (APBN) pajak merupakan salah satu non migas yang sangat berperan dalam usaha melaksanakan pembangunan nasional, dimana sektor ini relatif dapat mengikuti keadaan perekonomian serta perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dimana pajak sebagai alat untuk memasukkan uang ke kas NEGARA/APBN dan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, dan fungsi reguler yaitu mengatur pajak sebagai sarana untuk menunjang pelaksanaan Kebijakasanaan negara dalam lapangan ekonomi, sosial dan menentukan politik perekonomian dengan sasaran untuk tujuan tertentu yang letak

nya diluar bidang keuwangan. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang mana digunakan untuk membiyai proses pembangunan, yang sejak lama menempuh kebijaksanaan yang seimbang dalam anggaran, yang berarti pengeluaran pembangunan dibuat sama dengan penerimaanya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor tentang 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa, pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang priadi atau badan yang


(10)

bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan di gunakan untuk Keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sebagai tindak lanjut guna meningkatkan penerimaan dari sektor pajak, dan penerimaan dari sektor pajak itu sangat besar bagi pendapatan negara RI. Pemerintah telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap Undang-Undang perpajakan di indonesia, dari menggunakan sistem pemungutan pajak official assessment hingga kini menggunakan sistem pemungutan pajak self assessment yang mana wajib pajak ( WP ) diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan, dan membayar sendiri jumlah pajak terhutang, sehingga dapat dikatakan WP memiliki peranan besar dalam menentukan keberhasilan sistem perpajakan tersebut. Pada kenyataan masih banyak terdapat wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak.

pajak yang berfungsi sebagai sarana pencarian tunggakan pajak. Maka untuk mencapai Akibat dari tindakan pajak ini maka dilakukanlah tindakan penagihan tujuan tersebut, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh fiskus adalah bagaimana penagihan pajak terhadap wajib pajak dapat berjalan dengan lancar. Karena lancar tidaknya suatu penagihan akan mempengaruhi pendapatan dari sektor pajak tersebut.

Dalam hal penagihan pajak aparatur direktorat jendral pajak akan menerbitkan surat tagihan pajak (STP) atau Surat Ketetapan pajak ( SKP ) sebagai sarana


(11)

pelunasan pajak terhutang. Namun kenyataan dilapangan masih banyak WP yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak tersebut dan selanjutnya aparatur perpajakan menerbitkan surat teguran pajak atau surat peringatan lainnya.

Begitu juga Surat Teguran Pajak bukan merupakan suatu sarana yang dapat menjamin penerimaan Negara berupa pajak dapat diterima / di peroleh dengan cepat. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya wajib pajak yang tidak menjawab atas diterbitkannya Surat Teguran Pajak tersebut dan harus dilakukan penagihan pajak dan biaya penagihan pajak. Oleh karena itu Surat paksa merupakan salah satu sarana pengadministrasian yang penting dalam melaksanakan penagihan guna mencapai penerimaan Negara dari sektor Pajak.

Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik kerja Lapangan mandiri (PKLM) yang merupakan kegiatan intrakulikuler yang dilaksanakan secara mandiri dalam rangka memperoleh pengalaman praktis dilingkungan kerja, maka dari pada itu penulis tertarik untuk membahas tentang “ Tata Cara Penagihan Pajak Dengan

Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan ”

B. TUJUAN dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri


(12)

Praktek Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya. Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan Mandiri adalah:

1.1 Untuk dapat mengetahui Tata Cara Penagihan pajak dengan Surat Paksa di Kantor pelayanan pajak Pratama Medan Belawan.

1.2 Untuk mengetahui bagaimana penerbitan Surat paksa hingga mempengaruhi cepat lambatnya proses penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

1.3 Untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengatasi kendala tersebut 2.Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

2.1 Bagi Mahasiswa

a. Menerapkan teori yang di dapat selama dibangku kuliah ke dalam dunia kerja.

b. Hasil praktik dapat di jadikan sebagai sumber pengembangan ilmu khususnya di bidang penagihan pajak.

c. Menempah mahasiswa menjadi tenaga kerja yang terampil dalam menghadapi dunia kerja.

d. Meningkatkan kemampuan, memperluas, dan memantapkan keterampilan mahasiswa dalam menjalin hubungan yang baik.

e. Untuk memperaktikan dan menerapkan pengetahuan yang di peroleh semasa perkuliahan


(13)

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

a. Menjalin hubungan baik dengan Universitas Sumatera Utara, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

b. Meningkatkan dan mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

c. Mempromosikan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan kepada Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

d. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam hal meningkatkan kualitas sumber daya.

2.3. Bagi Program Studi Dipoloma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

a. Membuat kerja dan mengaplikasikan kurikulum yang nyata.

b. Membuka interaksi antara pengajar ( dosen ), Program Diploma III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan mahasiswa dengan instansi dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belwan.

c. Mempromosikan kegunaan dan kualitas sumber daya mahasiswa.

d. Memperbaiki pandangan masyarakat atas kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan khususnya Univesitas Sumatera Utara.


(14)

e. Memberi bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan selama dibangku perkuliahan.

C. Uraian Teoritis

1. Defenisi pajak

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untukmembiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk publicsaving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Soemitro,1998:8).

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat.

2. fungsi pajak

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H, Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu fungsi budgetair dan reguleren. Fungsi budgetair merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk Kas Negara,


(15)

dimana hal ini dapat dilihat dari terus berkembangnya serta berubahnya peraturan–peraturan dari berbagai jenis pajak seperti :

a. Pajak Penghasilan (UU No.36 Tahun 2008)

b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UUNo.42 Tahun 2009)

c. Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya (UU No. 20 Tahun 2000) d. Dan lain-lain.

Sedangkan fungsi reguleren merupakan fungsi mengatur artinya pajak sebagai sebuah alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

Misallnya :

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap minuman keras.

b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup yang konsumtif dari masyarakat

c. Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

3. Penagihan Pajak

Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah “serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagaian/ seluruh kewajiban perpajakan yang


(16)

terhutang menurut Undang-Undang perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi, 1995:2). Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, membertitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Penagihan dilakukan dengan adanya utang Pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009) Pasal 1 Ayat (20) adalah “ Surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah :

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau bunga. d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).


(17)

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat faktur pajak.

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

4. Fungsi Surat Tagihan Pajak

Dalam hal ini fungsi Surat Tagihan Pajak adalah :

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar / disetor ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung dalam surat pemberitahuan.

b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda. c. Alat untuk menagih.

5. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang Undang Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),


(18)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

a. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (17), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

d. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.


(19)

e. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34), adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. f. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala “ Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa “. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

7. penerbitan surat paksa


(20)

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, atau

c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

1) Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. 2) Dasar Penagihan.

3) Besarnya Utang Pajak. 4) Perintah untuk membayar.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) ini yang paling mendasar yaitu :

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belwan

2. Faktor penerbitan Surat Paksa hingga mempengaruhi cepat lambatnya proses penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.


(21)

3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM )

Metode PKLM yang di gunakan adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan, kegitan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebelum melaksanakan PKLM pada objek PKLM yang meliputi kegiatan seperti.pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM dan menerima surat pengantar dari fakultas.

2. Studi Literature

Studi literature, kegiatan studi mencari data dan informasi dengan membaca serta menelaah landasan teori, buku literature, peraturan perundang-undangan perpajakan, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis yang berhubungan dan dapat dijadikan sumber oleh penulis dalam melaksanakan PKLM ini.

3. Observasi Lapangan

Observasi lapangan, kegiatan penulis dalam melakukan observasi lapangan selalu sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana dalam observasi ini penulis mengaharapkan bantuan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan nantinya akan di jadiakan bukti dalam daftar dokumentasi.


(22)

Pengumpulan data, penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topick yang akan dibahas. Dengan memperhatikan lokasi penulis mengadakan PKLM, dan sumber-sumber yang di gunakan penulis, miasalnya buku-buku mengenai materi yang dibahas, wawancara yang di lakukan penulis dan lainya.

5. Analisis dan Evaluasi Data

Penulis melakukan analisis dan evaluasi data mengenai tata cara penagihan pajak pada kantor pelayanan pajak pratama Medan Belawan.

F. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Yaitu dengan melakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis kepada pegawai yang terkait dengan Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membantu proses penyusunan laporan.

2. Observasi

Yaitu studi yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan lansung atas kegiatan Penagihan Pajak khususnya dengan Surat Paksa pada KPP Medan Belawan, untuk mengetahui prosedur yang dilakukan hingga diterbitkannya Surat Paksa tersebut.


(23)

Dalam hal penulisan Laporan ini sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja Laporan Mandiri dibuat dan dilengkapi dengan sub bab dan di beri pejelasan terperinci sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam menyusunan laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan laporan.

BAB II GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Dalam bab ini akan menguraikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Oraganisasi, dan uraian uraian tugas pokok.

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang data yang di peroleh mengenai Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Prosedur penerbitan Surat Paksa atau hal-hal lain yang berhubungan.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang masih banyak Wajip Pajak yang tidak menjawab Surat Teguran dan Prosedur penerbitan Surat Paksa yang mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan Negara dari sektor Pajak.


(24)

Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman tentang hal-hal yang dibahas dan juga mengemukakan saran berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA


(25)

MANDIRI

A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan Sebagai gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Belawan dengan surat keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 dan dengan adanya modernisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, maka sejak tanggal 27 Mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawanyang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa), yang akan melayani PPh, PPN, PPnBM serta melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama mempunyai tugas


(26)

melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Status Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan adalah merupakan instansi Pemerintah di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I, instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang mengembang tugas meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak.

Untuk meningkatkan penerimaan Negara ini dari sektor pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan harus membuat pelayanan yang baik dan memudahkan bagi masyarakat di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan melaksanakan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. 2. Tugas Pokok Dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan

Belawan

KPP Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(27)

Berdasarkan pasal 31 keputusan menteri keuangan RI nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 juli 2011 kantor pelayanan pajak menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;

b. penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

c. pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

d. penyuluhan perpajakan;

e. pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; f. pelaksanaan ekstensifikasi;

g. penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; h. pelaksanaan pemeriksaan pajak;

i. pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; j. pelaksanaan konsultasi perpajakan;

k. pelaksanaan intensifikasi; l. pembetulan ketetapan pajak;

m. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;


(28)

3. Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan Keberhasilan program modernisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi lebih jauh dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktik-praktik “good governance” pada institusi Pemerintah secara keseluruhan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan. Adapun visi dan misi tersebut adalah sebagai berikut:

3.1.Visi

Menjadi pelayan masyarakat yang profesional dengan kinerja yang baik dan yang dipercaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak di lingkungan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I.

Visi memberikan suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang sungguh-sungguh menjadi realitas melalui pelaksanaan tugas oleh seluruh jajaran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan.

Dalam pernyataan VISI ada 3 (tiga) cita-cita yang ingin dituju, antara lain :

a. Menjadi pelayan masyarakat :

Bercita-cita menjadi contoh pelayan masyarakat yang baik. b. Kinerja yang baik dan dipercaya:


(29)

Melayani dengan baik dan meyakinkanpada masyarakat. c. Menigkatkan penerimaan negara:

Melaksanakan atau mensosialisasikanperaturan-peraturan perpajakan dengan baik bagi masyarakat.

3.2.Misi

Meningkatkan penerimaan Negara melalui pajak, peningkatan kecepatan pelayanan perpajakan dan informasi yang baik, serta senantiasa memperbaharui diri sesuai perkembangan aspirasi masyarakat dan tertib administrasi.

Dari pernyataan MISI yang menggambarkan tugas, fungsi, peranan, tanggung jawab dalam menjalankan undang – undang perpajakan serta kebijakan pemerintah sebagaimana prinsip – prinsip organisasi didalam menjalankan tugasnya, yang diuraikan sebagai berikut :

a. Meningkatkan penerimaan Negara melalui pajak.

b. Meningkatkan kecepatan pelayanan dan informasi yang baik untuk menumbuhkan Wajib Pajak.

c. Ada maksud memperbaharui diri mengikuti perkembangan dinamika masyarakat.

d. Ada mempunyai organisasi untuk lebih baik melaksanakan undang – undang dan peraturan – peraturan perpajakan.


(30)

4. Nilai – Nilai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

Untuk mencapai Visi dan Misi diatas maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan perlu menganut nilai – nilai sebagai berikut :

4.1.Prestasi kerja

Yaitu keinginan seluruh pegawai untuk mencapai hasil kerja yang baik, bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

4.2. Kepemimpinan

Yaitu kemampuan seluruh unsur pimpinan untuk menjadi perencana, pembimbing dan pelaksana.

4.3. Disiplin

Yaitu sikap dari seluruh pegawai untuk mentaati seluruh ketentuan yang sudah digariskan atau yang sudah disepakati.

4.4. Integritas

Yaitu berpikir, berkata, berprilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip – prinsip moral.Bersikap jujur, tulus, dan dapat di percaya, serta menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela.

4.5. Profesionalisme

Yaitu bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi, mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas dan bekerja dengan hati.


(31)

Yaitu membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasikan karya yang bermanfaat dan berkualitas, memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati, serta menemukan dan melaksanakan solusi terbaik.

4.7. Pelayanan

Yaitu memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman, melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan serta bersikap produktif dan cepat tanggap.

4.8. Kesempurnaan

Yaitu senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik, melakukan perbaikan terus menerus serta mengembankan inovasi dan kreatifitas.

5. Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan terdiri dari 4 kecamatan yaitu :

2.1.Kecamatan Medan Labuhan 2.2.Kecamatan Medan Marelan 2.3.Kecamatan Medan Deli 2.4.Kecamatan Medan Belawan


(32)

Tabel 2.1 Wilayah dan Jumlah Kepala Keluarga KPP Pratama Medan Belawan

No Wilayah L.Wilayah (km2)

L.Wilayah Sesuai NOP (km2)

Jumlah KK Jumlah KK Non Miskin Istimasi Jumlah KK yang Seharusnya Terdaftar Jumlah WP OP Terdaftar

%

1 Kec. Medan Deli

20,84 17,10 34.764 28.970 28.970 27.166 75,8

2 Kec. Medan Labuhan

40,68 21,79 18.978 15.815 15.815 13.468 60,7

3 Kec. Medan Marelan

44,47 17,69 20.960 17.466 17.466 13.542 51,3

4 Kec. Medan Belawan

21,82 119,98 10.274 8.539 8.539 14.017 143,8

Jumlah 127,81 176,56 84.949 70.790 70.790 68.193 74,63 Sumber: KPP Pratama Medan Belawan


(33)

Adapun jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Medan Belawan periode 31 Desember 2013 berjumlah yang terdiri dari:

Tabel 2.2 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Medan Belawan

No Jenis Wajib Pajak Jumlah Presentasi (%)

1 Orang Pribadi 68.193 95,12

2 Badan 3.504 4,88

Jumlah 71.697 100

Sumber: KPP Pratama Medan Belawan

Capaian kinerja KPP Pratama Medan Belawan tahun 2013 berdasarkan jenis pajak adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Jenis Pajak dan Penerimaan Pajak KPP Pratama Medan Belawan

PPh 127.992.208.662 44,65% PPN 158.546.190.323 55,31% Pajak Lainnya 91.000.000 0,03%

Total 286.629.398.985 100,00%

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis pajak yang jumlah penerimaannya paling besar adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai).


(34)

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

Di setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan secara jelas unsur-unsur yang membantu pimpinan dalam menjalankan perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas, dan wewenang setiap anggota. Tujuannya adalah untuk pencapaian kerja dalam organisasi yang berdasarkan pada pola hubungan kerja serta lalu lintas wewenang dan tanggung jawab.

Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan adalah menggunakan jenis struktur “line and staff organization” atau gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan organisasi fungsional. Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak(KPP) Pratama Medan Belawan berdasarkan fungsi bukan jenis pajak (dapat dilihat pada bagian lampiran).

Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama medan belawan berdasarkan peraturan menteri keuangan Republik Indonesia No : 55/PMK.01/2007, terakhir peraturan menteri keuangan nomor 167/PMK.01/2012, tentang organisasi dan tata kerja instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak dipimpin oleh seorang Kepala Kantor sedangkan setiap seksi dipimpin oleh Kepala Seksi atau Kepala Sub


(35)

Bagian Umum dan dibantu oleh Account Representative (AR) dan pelaksana. Adapun seksi atau sub bagian umum dan kelompok fungsional tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan (PDI). 3. Seksi Pelayanan.

4. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal (RIKI). 5. Seksi Penagihan.

6. Seksi Ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I. 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II. 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III. 10.Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV. 11.Kelompok Fungsional I.


(36)

Kantor pelayanan pajak pratama medan belawan dengan struktur organisasinya terdiri dari :

1. Kepala kantor : 1 orang

2. Kepala seksi/kasubbag : 10 orang

3. Supervisor : 2 orang

4. Account representative : 20 orang

5. Pemeriksa pajak : 8 orang

6. OC : 2 orang

7. Juru sita : 1 orang

8. Bendahara : 1 orang

9. PDG : 1 orang

10.Sekretaris : 1 orang

11.Pelaksanan kepatuhan internal : 2 orang

12.Pelaksana : 24 orang


(37)

Kepala Kantor

Kepala Sub. Bagian Umum

Pelaksana

Kel. Jabatan Fungsional

Kepala Seksi

Kepala Seksi

Kepala Seksi PDI

Kepala Seksi Kepala

Seksi Kepala

Seksi

Kepala Seksi

Kepala Seksi

Kepala Seksi

Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana


(38)

C. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

1. Kepala Kantor

Kepala Kantor Pelayanan Pajak mempunyai tugas melaksanakan pelayanan,pengawasan adminitrasi pemeriksaan sederhana, penerapan terhadap Wajib Pajak di bidang PPh,PPN, PPnBM dan pajak lainnya dalam wilayah wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sub. Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga kantor.

Tugas Kepala Sub Bagian Umum :

1. Pelaksanaan tugas di bidang administrasi penerimaan pengiriman surat – surat serta pelaksanaan tugas bendaharawan.

2. Mendistribusikan surat – surat masuk kepada seksi yang bersangkutan dan pengiriman surat- surat keluar kepada instansi yang terkait.

3. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas bendaharawan rutin. 4. Memberi nasehat dan menegakkan disiplin kepada pegawai.

5. Memberi penilaian atas pelaksanaan pekerjaan pegawai. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi ( PDI )


(39)

1. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data perpajakan. 2. Penyajian informasi perpajakan.

3. Perekaman dokumen perpajakan.

4. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan. 5. Pelayanan dukungan teknis komputer. 6. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling. 7. Penyiapan laporan kinerja organisasi. 4. Seksi Pelayanan

Tugas Seksi Pelayanan :

1. Menetapkan penerbitan produk hukum perpajakan. 2. Mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan.

3. Menerima dan mengolah Surat Pemberitahuan ( SPT ) serta penerimaan surat lainnya.

4. Memberikan penyuluhan perpajakan. 5. Melaksanakan registrasi wajib pajak.

6. Memungut fiskal luar negeri di pelabuhan Belawan 5. Seksi Penagihan

Tugas Seksi Penagihan

1. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, memproses permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.


(40)

2. Melakukan penerbitan surat tagihan, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan.

3. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.

Di seksi penagihan terdapat beberapa orang Juru Sita Pajak yang telah mendapat pendidikan khusus berkaitan dengan penagihan dan penyitaan pajak.

Tugas Juru Sita Pajak :

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus ( SPPSS ). 2. Memberitahukan Surat Paksa.

3. Melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan ( SPMP ).

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan. Juru Sita Pajak dalam melaksanakan tugasnya harus memakai pakaian Juru Sita Pajak dan memperlihatkan kartu tanda pengenal kepada penanggung pajak .

6. Seksi Pemeriksaan Tugas Seksi Pemeriksaan :

1. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan. 2. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan.

3. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(41)

Tugas Seksi Ekstensifikasi :

1. Melakukan pengamatan dan penggalian potensi perpajakan. 2. Pendataan obyek dan subyek pajak.

3. Penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan. 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Tugas Seksi Pengawasan dan Konsultasi :

1. Melakukan Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak terdaftar.

2. Memberikan Bimbingan / himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan.

3. Penyusunan Profil wajib pajak. 4. Menganalisis kinerja wajib pajak.

5. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil keputusan banding.

Masing-masing seksi sudah mempunyai SOP yang terinci dan terukur sesuai aturan dan peraturan yang berlaku.

Pada pelaksanaannya, wilayah kerja keempat seksi pengawasan dan komsultasi dibagi berdasarkan domisili/ tempat tinggal/ wilayah tempat wajib pajak terdaftar.


(42)

9. Fungsional Pemeriksa dan Penilai

Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Belawan.Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan.


(43)

A. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun dasar hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 sebagai mana telah diubah Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Seketika dan Sekaligus.

3. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

5. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004

Dengan adanya peraturan dan Undang-Undang yang menjadi landasan hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa di Indonesia ini. Maka pajak yang dipungut oleh


(44)

pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keraguan ataupun alasan bagi wajib pajak.

B. Penagihan pajak

Pengertian penagihan khusus didalam bidang perpajakan adalah “Serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian/ seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku” (Moeljo Hadi,1995:2).

Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah di sita.

Penagihan dilakukan dengan adanya utang pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009) Pasal 1 angka 20 adalah “Surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah :


(45)

1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.

3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/ atau bunga.

4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat faktur pajak.

6. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

C. Surat Tagihan Pajak

1. Pengertian Surat Tagihan Pajak.

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak memiliki jangka waktu 1 (satu ) bulan sejak tanggal diterbitkan ( Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 24/PMK.03/2008.


(46)

Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila :

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda atau bunga. 3. Fungsi Surat Tagihan Pajak

Fungsi Surat tagihan Pajak Antara lain : a. Alat atau sarana untuk menagih pajak.

b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa denda atau bunga

c. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terhutang dalam SPT Wajib Pajak. D. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2007 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2000 dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah:

1. Penagihan pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, jika jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai


(47)

dengan tindakan sita yang telah didahului adanya Surat Teguran dan dilanjutkan dengan pelaksnaan lelang.

Dalam hal ini utang pajak itu adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Penagihan Aktif

Penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita didahului dengan Surat Teguran dan Surat Paksa akan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Surat Paksa sekurang-kurangnya memuat : a. Nama Wajib Pajak, atau Penaggung Pajak b. Besarnya utang pajak

c. Perintah untuk membayar dalam waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa disampaikan. E. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem self Assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak wajib menghitung, memperhitungkan. Membayar, dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang-Undang


(48)

Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

1. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.

3. Surat Ketetapan pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) Menurut Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Undang- Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat ( 17 ), adalah Surat Ketetapan Pajak yang mentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah di tetapkan.

4. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan


(49)

Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

5. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34), adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 6. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Kepitusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

F. Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa

Sesuai dengan pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya.

Surat Paksa yang berkepala “ Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa “. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.


(50)

Surat Paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuasaan yang sama dengan Groose (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggu gugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat Paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan -perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekstutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintah pelaksanaan itu. Surat Paksa memuat perintah wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.

1) Isi dan Krakteristik dari Surat paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karaktaristiknya

a. Dari segi isinya :

1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) Nama wajip pajak / penanggung pajak, keterangan cukup tentang alasan yang menjadi dasar penagihan, perintah membayar.

3) Dikeluarkan/ditandatangi oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh menteri Keuangan/Kepala Daerah


(51)

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Groose putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan. 2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya penagihan).

4) Dapat dilanjutan dengan tindakan penyitaan atau penyandaraan/ pencegahan. Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai parate eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

2) Penerbitan Surat Paksa

Menurut pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Surat Paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penaggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus. c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam


(52)

Surat Paksa berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Groose akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama Wajib Pajak atau nama Wajib pajak dan penanggung pajak. 2. Dasar penagihan.

3. Besarnya utang pajak. 4. Perintah untuk mebayar.

G. Jadwal pelaksanaan penagihan pajak

Tindakan mekanisme penagihan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 dan pasal 4 Undang-Undang No 19 Tahun 2000 yaitu : Penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk Oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

1. Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 21 hari sejak terbit Surat Teguran pejabat segera menerbitkan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh jurusita.

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa


(53)

diberitahukan, maka Pejabat Pajak segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 14 hari terhitung sejak tanggal pengumuman lelang, maka dilaksanakan pelelangan (penjualan barang sitaan Penanggung Pajak) melalui kantor lelang.

H. Tata Cara Penagihan Dengan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan sekaligus dan pelaksanaan Surat Paksa.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan penyitaan dan penyerahan salinan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dalam ayat (1) dituangkan dalam berita acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tenpat pemberitahuan Surat Paksa.


(54)

a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang memungkinkan.

b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak bersangkutan tidak dapat dijumpai. c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau

d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

1) Pengurus, Pemegang saham dan pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun ditempat lain yang memungkinkan, atau

2) Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang pengurus, sebagaimana dalam nomor 1 (satu)

I. Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang pajak dari


(55)

semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak, penagihan Pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika :

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi.

2. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan usahanya di Indonesia.

3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara.

5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan .

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaan untuk kemudian dilelang kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara tidak dirugikaan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan Seketika dan Sekaligus.


(56)

Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa. Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat (1),(2),(3) sebagai berikut :

1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasaan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain atau

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

2) Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

3) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.


(57)

4) Barang-barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :

1. Pakaian dan temat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.

3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas.

4. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,00.

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan.


(58)

Didalam bab ini penulis akan menganalisa suatu masalah guna mendapatkan pengertian yang berasal dari suatu perbandingan anatara hal-hal yang di tetapkan dari suatu teori dan praktik pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dimana penulis lebih melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakanya.

A.Pelaksanaan Penerbitan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

Dengan dianutnya sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayar sendiri jumalah pajak terutang. Pihak Direktorat Jendral pajak mengharapkan penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini berarti bahwa peranan Wajib Pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan yaitu dalam hal pelunasan hutang pajak. Banyak dari wajib pajak yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan, Surat Teguran. Begitu juga Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak Aparatur Pajak masih haruskan


(59)

menerbitkan Surat Paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidak patuhan wajib pajak ini, maka dilakukan tindakan penagihan aktif dimana sebagai sarana dalam mencapai penerimaan Negara dari sektor pajak.

Ketidak patuhan Wajib Pajak atas ketentuan perpajakan dilihat melalui table dibawa ini :

Tabel 1

Jumlah Penerbitan Surat Teguran Di KPP Pratama Medan Belawan Tahun 2012

Triwulan Tahun 2012 (bulan)

Surat Teguran (lembar)

I – IV Jan – Des 1.807

Jumlah Penerbitan Surat Teguran Di KPP Pratama Medan Belawan Tahun 2013

Triwulan Tahun 2013 (bulan)

Surat Teguran (lembar)


(60)

Analisa Tabel 1

Dari tabel diatas dapat dilihat kinerja aparatur pajak seksi penagihan di KPP Pratama Medan Belawan dalan melaksanakan penagihan pajak tahun 2012 dan tahun 2013, ternyata masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dilihat dari jumlah penerbitan Surat Teguran pada KPP Pratama Medan Belawan. Namun setelah Surat Teguran ini diterbitkan masih ada juga Wajib Pajak yang tidak menghiraukannya, maka pihak Aparatur Pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai sarana pencarian tunggakan pajak.

Dibawah ini merupakan tabel penerbitan Surat Paksa oleh KPP Pratama Medan Belawan.

Tabel

Jumlah Penerbitan Surat Paksa Di KPP Medan Belawan

Tahun 2012

Triwulan Tahun 2012 (bulan)

Surat Paksa (lembar)

I – IV Jan – Des 591

Jumlah Penerbitan Surat Paksa Di KPP Pratama Medan Belawan


(61)

Triulan Tahun 2013 (bulan)

Surat Paksa (lembar)

I – IV Jan - Des 331

Analisa Tabel 2

Dari banyak Surat Teguran yang dikeluarkan oleh KPP Pratama Medan Belawan pada tahun 2012 dan tahun 2013 ternyata Wajib Pajak yang segera melunasi atau membayar utang pajaknya meningkat, hal ini dapat dilihat dari jumlah Surat Paksa yang di terbitkan setiap triwulan I sampai triwulan IV pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 yaitu sebanyak 922 lembar Surat Paksa , lebih sedikit dari jumlah Wajib Pajak yang memperoleh Surat Teguran yang dikeluarkan sebanyak 3250 lembar angka yang fantastis oleh KPP Medan Belawan.

B.Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Cara penagihan terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah Penagihan Paksa, dimana fiskus melaui jurusita pajak Negara menyampaikan atau memberitahukan Surat Paksa melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras’’ dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajibanya.


(62)

Tata cara pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi hutang pajaknya adalah :

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (tujuh hari jatuh tempo pembayaran melalui Kantor Pos dari pruduk hasil penilitian diantaranya :

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Didalam pelaksanaan penagihan utang pajak ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak

1. Apabila utang pajak tidak sejak diterbitkannya Surat Teguran maka pejabat menerbitkan Surat Paksa setelah lewat dari 21 hari dan dalam hal ini : a. Jurusita mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan wajib pajak /

penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita mengumumkan maksud kedatangan yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tersebut. b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan wajib pajak dan meminta, agar

wajib pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak untuk diteliti: 1) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP/SKPKB cocok dengan


(63)

2) Apakah ada surat keputusan pembetulan/keberatan/penghapusan. 3) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/ jenis pajak lainya

yang diperhitungkan.

c. Apabila Jurusita tidak atau menjumpai Wajib Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

1) Keluarga Wajib Pajak atau orang yang tinggal bersama yang dewasa dan sehat mental.

2) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha yang bersangkutan.

3) Pejabat pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinanya sebagai tanda oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. 4) Jurusita yang telah melaksanakan penagihan utang pajak dengan

Surat Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa. d. Biaya penyampaian Surat Paksa

Biaya harian Jurusita = Rp. 20.000,00 Biaya perjalanan = Rp. 30.000,00 Jumlah = Rp. 50.000,00

e. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk


(64)

ditandatangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas penagihan Wajib Pajak. Dalam melakukan Surat Paksa tersebut, Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga perusahaan Wajib Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

f. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa tersebut. Hal-hal ini yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu.

1) Pengakuan penyelesaian surat keberatan diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

2) Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.

3) Dalam kesan dan usulan hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak antara lain : kemampuan membayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan atau mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

g. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai


(65)

sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi pejabat pemerintahan setempat, polisi dan sebagainya.

Disamping pejabat / Jurusita dapat memperlihatkan / melihat aset-aset atau barang-barang yang dimiliki wajib pajak untuk melakukan penyitaan suatu nanti jika wajib pajak masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

2. Apabila utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dapat disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia yang dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.

Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita. Biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan,

3. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak setelah lewat 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang.


(66)

Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada dinas yang bersangkutan atau kepada Wajib Pajak mengenai hak milik barang yang dilelang. Dalam hal ini hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang diberhentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada, sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Wajib Pajak setelah pelaksanaan lelang.

C.Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi berkaitan dengam penagihan pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah

1. Terdapat tunggakan yang berbeda

Didalam prakteknya terkadang dapat perhitungan yang salah dari pajak yang seharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka Wajib Pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah ditentukan jumlah yang benar. Apabila dalam melaksanakan penyampaian Surat Paksa, Jurusita menemukan persoalan seperti diatas, yaitu tunggakan menurut Surat Paksa berbeda dengan tunggakan menurut Surat Ketetapan Pajak yang ada pada Penanggung Pajak, maka Jurusita tidak dapat mengubah apa yang tertulis pada Surat Paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya.


(67)

Jurusita mengembalikan Surat Paksa tersebut Kepada Seksi penerimaan dan penagihan / Kepala Subseksi penagihan dengan disertai laporan dan menambahkan pembetulannya.

2. Penanggung Pajak menolak Surat Paksa

Adakah Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Alasan ini terkadang sengaja mencari-cari karena Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainya, misalnya :

a. Karena sedang menagajukan surat keberatan b. Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

Maka terhadap hal-hal yang demikian, jurusita setelah meberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila penanggung pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman kedudukan peanggung pajak atau wakilnya dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahuakan atau disampaikan.

3. Alamat Wajib Pajak tidak ditemukan atau Wajib Pajak pindah domisili tidak

memberitahu

Masalah yang paling sering ditemukan oleh fiskus yaitu pada saat penempatan dilakukan oleh seksi terkait dari hasil pemeriksaan sederhana kantor/penelitian dari buku pengawasan pembayaran masa, ternyata dan tidak sesuai lagi pada SKP yang di keluarkan, wajib pajak sudah tidak ada,. Hal ini di sebabkan karena administrasi


(68)

lemah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dan secara terus menerus dan mencatat setiap perubahanya/ perkembangan Wajib Pajak dengan adanya sistem komputerisasi. Setelah SKP keluar sebagai hasil pemeriksaan, sedangkan penagihan belum dilakukan atau sering berlarut-larut sehingga Wajib Pajak sudah pindah alamat tanpa memberitahukan ke KPP dan petugas tidak membantu Wajib Pajak Karena memang tidak punya organ seperti layaknya dinas luar.

D.Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Hutang Pajak Dengan Surat Paksa

Pemecahan masalah dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa :

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibanya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, walaupun system perpajakan kita telah menganut sitem self assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakanya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan instasi terkait, sehingga pelaksanaan pengihan dan pengawasan dapt dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


(69)

4. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan

tugasnya, maka Jurusita dapat ,melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Adakalanya Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk

menyita barang Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak memberikan penjelasan atau penegertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu beraikhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi pajaknya.

6. Pada waktunya melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak

mengatakan sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukan bukti yang jelas bahwa barang tersebut melunasi utang pajaknya.

7. Apabila Wajib Pajak tidak mau menandatangani berita acara, jurusita dapat

memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena terlalu melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah ynag timbul didalam pelaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami Peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak.


(1)

60

Jurusita mengembalikan Surat Paksa tersebut Kepada Seksi penerimaan dan penagihan / Kepala Subseksi penagihan dengan disertai laporan dan menambahkan pembetulannya.

2. Penanggung Pajak menolak Surat Paksa

Adakah Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Alasan ini terkadang sengaja mencari-cari karena Wajib Pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainya, misalnya :

a. Karena sedang menagajukan surat keberatan b. Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

Maka terhadap hal-hal yang demikian, jurusita setelah meberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila penanggung pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman kedudukan peanggung pajak atau wakilnya dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahuakan atau disampaikan.

3. Alamat Wajib Pajak tidak ditemukan atau Wajib Pajak pindah domisili tidak memberitahu

Masalah yang paling sering ditemukan oleh fiskus yaitu pada saat penempatan dilakukan oleh seksi terkait dari hasil pemeriksaan sederhana kantor/penelitian dari buku pengawasan pembayaran masa, ternyata dan tidak sesuai lagi pada SKP yang di keluarkan, wajib pajak sudah tidak ada,. Hal ini di sebabkan karena administrasi


(2)

lemah, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dan secara terus menerus dan mencatat setiap perubahanya/ perkembangan Wajib Pajak dengan adanya sistem komputerisasi. Setelah SKP keluar sebagai hasil pemeriksaan, sedangkan penagihan belum dilakukan atau sering berlarut-larut sehingga Wajib Pajak sudah pindah alamat tanpa memberitahukan ke KPP dan petugas tidak membantu Wajib Pajak Karena memang tidak punya organ seperti layaknya dinas luar.

D.Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Hutang Pajak Dengan Surat Paksa

Pemecahan masalah dalam hal penagihan pajak dengan Surat Paksa :

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibanya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, walaupun system perpajakan kita telah menganut sitem self assessment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakanya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.


(3)

62

4. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk ke rumah untuk melaksanakan tugasnya, maka Jurusita dapat ,melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Adakalanya Wajib Pajak keberatan atau tidak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak memberikan penjelasan atau penegertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu beraikhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi pajaknya.

6. Pada waktunya melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak mengatakan sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukan bukti yang jelas bahwa barang tersebut melunasi utang pajaknya.

7. Apabila Wajib Pajak tidak mau menandatangani berita acara, jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena terlalu melanggar peraturan perundang-undangan.

Dilihat dari masalah-masalah ynag timbul didalam pelaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami Peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak.


(4)

A.KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasanya pada bab-bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan saran yang diambil dari tindakan pelaksanaan penagihan.

Adapun kesimpulan yang penulis kemukakan sebagai berikut :

1. Wajib Pajak kurang berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 2. Kurangnya peduli Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakanya

sesuai dengan perarturan perundang-undangan yang berlaku. hal ini dapat dilihat dari jumlah penerbitan Surat Teguran pada tahun 2012 dan tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Fiskus sebanyak 3250 lembar dan jumlah Surat Paksa yang dikeluarkan sebanyak 922 lembar pada kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan , pada pembahasan Bab IV yang tertera pada tabel tersebut.

3. Wajib Pajak kurang percaya terhadap Fiskus. Oleh karena itu Wajib Pajak beranggapan bahwa Fiskuslah yang menetapkan pajak terutang Wajib Pajak, sehingga mereka keberatan atas penerbitan STP/SKPKB/SKPKBT.

4. Dalam melakukan kegiatan penagihan terahadap perpajakan harus mengikuti dasar hukum yang telah ditetapkan.


(5)

64

6. Selama Wajib Pajak membayar pajak tetap waktunya atau sebelum jatuh tempo pasti tidak dilakukan penagihan.

B.Saran

Dengan adanya diatas maka penulis menyampaikan beberapa hal yang mungkin berguna, antara lain

1. Lebih meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta mematuhi peraturan perpajakan, dan perlu juga ditingkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak dengan cara penyuluhan yang lebih intesif.

2. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama dengan instasi terakit, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini betujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

3. Lebih meningkatkan fungsi pengawasan terhadap Penagihan Pajak agar dapat membantu dalam Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan untuk meningkat peneriamaan Negara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Boediono, 2009, Perpajakan Indonesia. Diadit Media : Jakarta

Hadi, H.Moeljo, 1995. Dasar-Dasar Penagihan Pajak Negara, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta

Hadi, H.Moeljo, 1998, Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Oleh Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta

Mardiasmo,2006, Perpajakan. Andi : Yogyakarta

Soemitro Rochmat, 1998, Pajak dan Pembangunan, Edisi Kedua, PT.Eresco : Bandung

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihanaan Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak Tahun 2002.