Tata Cara Penagihan Utang Wajib Pajak Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

LUBUK PAKAM O

L E H

NAMA : MUHAMMAD FADLI SINAGA NIM : 102600104

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madia (A.Md). Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “Tata Cara Penagihan Utang Wajib Pajak Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memberikan dukungan, motivasi, dan inspirasi kepada penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Badarudin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dari awal hingga selesai.

5. Bapak saya H. Surianto Sinaga SH, MM, yang telah memberikan ketulusan hati, kasih sayang dan setia mendoakan saya.

6. Ibunda tercinta Rostiyah yang telah memberikan kasih sayang dan perjuangannya begitu besar dan dengan bangga aku berkata, Beliau adalah Inspirasi hidupku.

7. Keluargaku, Abangku Agung Radita Sinaga SP, Kakakku Perwita Sari Sinaga S.ket, dan Adikku Muhammad Arif Alamsyah Sinaga.

8. Bapak Marihot P. Siahaan, S.E, selaku Kepala Seksi Penagihan yang bersedia meluangkan waktunya memberikan data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

9. Ibu Corby Siburian dan Abangda Afrizal Pasaribu S.Sos yang telah banyak membantu dan memberi masukan selama masa perkuliahan sampai dengan selesainya tugas akhir ini.

10. Teman-temanku, Amas Gunarko, Doni Sanjaya, Oland Limbong, Irham Zulfahmi Ginting, Kindi Farima Djalil, Tommy Syahdiputra, Windra B.D.P Saragih (Edok), Putra Pratama Harahap (Ucok), Ega Permana, Adil Rizal, Ones Simanjuntak, Nugraha Putra, Gilbert Batubara, Ginda Sumardhika, Yohannes Simanjuntak, Reisya, dan semua yang tidak dapat


(4)

dituliskan dilembaran ini. Waktu yang cukup indah dalam hidupku dapat mengenal kalian dan aku tidak akan pernah melupakan pertemanan yang kudapat dari kalian.

11. Kelas TAX C 2010, yang menjadi teman dan tempat aku berbagi, dan Pengurus IMPROSAJA FISIP USU Periode 2012-2013 suatu pengalaman organisasi yang bermanfaat dan berkesan ketika bersama-sama.

12. Seluruh mahasiswa Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU stambuk 2010, 2011 dan 2012 .

Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyusunan dan penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, November 2013 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ………..……… ii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ……… iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……….. 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ……….. 4

1.3 Uraian Teoritis ………. 7

1.4 Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………...…….... 9

1.5 Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ………... 10

1.6 Metode Pengumpulan Data ……….…… 12

1.7 Sistematika Penulisan Laporan PKLM ………... 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM 2.1 Sejarah Umum Berdirinya KPP Pratama Lubuk Pakam .……….. 15

2.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pratama Lubuk Pakam ………. 19


(6)

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

3.1 Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun

2009……….……….….… 25

3.2 Penagihan Pajak ……….……….……….… 28

3.2.1 Pengertian Penagihan ………..…... 28

3.2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak ……….. 30

3.2.3 Tindakan Penagihan ……… 31

3.3 Surat Teguran ……… 32

3.3.1 Dasar Hukum ………... 32

3.3.2 Penerbitan Surat Teguran ……… 33

3.3.3 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) ……… 34

3.3.4 Penagihan Pajak Dengan Surat Sita ……… 39

3.3.5 Jurusita Pajak ………...………... 45

3.3.6 Pelaksanaan Lelang ……….……… 46

3.3.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus ……….. 50

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI 4.1 Tata Cara Penagihan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Memenuhi kewajiban perpajakannya ………... 52


(7)

4.3 Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa……….. 61

4.4 Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa. ……… 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 66

5.2 Saran ………..… 67

DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel :

Tabel 4.1 : Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan.

Daftar Gambar :

Gambar 2.1 : Struktur Organisasi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas dan kompleks. Kemajuan tersebut tentunya membutuhkan kesiapsediaan semua pihak Perguruan Tinggi sebagai sebuah wadah pendidikan tertinggi dalam suatu jenjang pendidikan formal. Berperan serta dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga produk-produk yang dihasilkan benar-benar berkualitas, terampil dan siap dipekerjakan ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Dan mahasiswa sebagai salah satu elemen perguruan tinggi dituntut untuk mampu berpikir kritis, tegas dan kreatif khususnya dibidang yang mereka pilih. Hal ini sangat penting karena mahasiswa sebagai generasi muda diharapkan dapat meneruskan pembangunan bangsa ini

Guna memenuhi tuntunan kerja dibutuhkan produk-produk perguruan tinggi yang berkualitas, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus dari program pendidikannya tetapi juga harus mampu mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan dari ilmu yang diperolehnya, untuk itu maka mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

Dalam melaksanakan PKLM ini, maka mahasiswa memerlukan sebuah wadah atau tempat untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahannya tersebut. Pembahasan yang diambil tentu saja yang berhubungan dengan perpajakan.


(10)

Dalam rangka meningkatkan pembangunan dan perekonomian yang baik adalah dengan cara memperbaiki serta mengembangkan tatanan kinerja sistem perekonomian dan pembangunan termasuk juga pada sistem perpajakannya. Karena pajak merupakan penerimaan negara terbesar.

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak sebagai aparat perpajakan, mempunyai tugas yang cukup berat dalam memenuhi pendapatan Negara yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat menjadi APBN sehingga aparat pajak harus aktif dalam melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan perpajakan agar wajib pajak taat terhadap peraturan yang telah disusun dan ditetapkan dalam Undang-Undang perpajakan.

Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.


(11)

Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.

Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan utang pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Sebagaimana dikemukakan di atas, di dalam sistem self assessment yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.

Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,


(12)

Berdasarkan dengan hal-hal ini yang telah dijelaskan diatas, maka penulis berminat membuat suatu karya tulis mengenai, “TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM”.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

1.2.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :

1. Untuk mengetahui Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam..

3. Untuk mengetahui cara penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi dalam proses Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(13)

1.2.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

a. Bagi Mahasiswa

1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

2. Meengetahui dan memahami bagaimana tata cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

3. Agar dapat menerapkan/mengaplikasikan teori-teori dan ilmu yang didapat selama perkuliahan.

4. Agar dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan PKLM dan mahasiswa dapat menuangkan keterampilan dan mengaplikasikan dengan baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi masalah yang timbul dan dapat mencari solusi untuk penyelesaiannya.

5. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan penyitaan pajak serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui penulisan laporan PKLM ini. 6. Dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan dirinya

untuk menjadi mahasiswa yang siap memasuki dunia kerja yang semakin sulit, karena telah dibekali keterampilan dan


(14)

pengalaman-b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1. Sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan instansi pemerintah dalam hal ini dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sehingga instansi tersebut dapat mengetahui tingkat perkembangan ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan.

2. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan sistem kerja terutama menyangkut prosedur pelaksanaan penagihan terhadap wajib pajak dalam pencapaian pelunasan tunggakan pajak.

3. Dapat melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan juga akan tercipta kerja sama yang baik dengan mahasiswa yang melaksanakan PKLM..

c. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

1. Meningkatkan hubungan kerja sama antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. .

2. Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.


(15)

3. Agar universitas lebih berperan aktif dalam kegiatan pendidikan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan.

4. Mendapat masukan dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Universitas Sumatera Utara khususnya pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

1.3 URAIAN TEORITIS

1.3.1 Definisi Pajak

a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, memberi definisi sebagai berikut :

Dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, mendefenisikan “pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa-jasa timbal balik yang langsung dapat dirasakan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”(Mardiasmo, 2003).

b. Mr. Dr. N. J. Feldman, memberi definisi sebagai berikut:

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Mardiasmo, 2003).


(16)

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

1.3.2 Fungsi Pajak

Adapun fungsi dari pajak yaitu (Mardiasmo, 2003):

a. Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kas negara. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi reguler, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur / alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah.

c. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang.


(17)

d. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib Pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama.

1.3.3 Pengertian Penagihan Pajak dan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Mardiasmo, 2003 ; 46).

Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (UU NO.19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 12).

1.4 RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Dalam hal ini penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, Penulis ingin mempelajari lebih dalam mengenai :


(18)

a. Tata cara penagihan utang pajak dengan surat paksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam .

b. Kontribusi pelaksanaan penagihan utang pajak terhadap penerimaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

c. Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan penagihan terhadap Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

d. Cara penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi saat melakukan penagihan terhadap Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

1.5 METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Metode PKLM yang digunakan adalah sebagai berikut :

1.5.1 Tahap Persiapan

Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh penulis sehubungan dengan persiapan yang menyangkut PKLM ini, mulai dari mengajukan judul, penentuan judul dan tempat PKLM, mencari bahan untuk membuat proposal, serta konsultasi dengan dosen.


(19)

1.5.2 Studi Literatur

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan dengan judul PKLM, artikel ilmiah serta sumber-sumber lain yang mendukung penulisan laporan ini.

1.5.3 Observasi Lapangan

Penulis mengumpulkan data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui sumber bacaan seperti : buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dan artikel ilmiah maupun literature serta data-data lain yang berhubungan dan memiliki keterkaitan dengan pembahasan dari PKLM.

1.5.4 Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang terdiri dari :

a. Data Primer : Bersumber dari pihak yang memahami tentang Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

b. Data Sekunder : Data yang diperoleh dari laporan, buku agenda, buku perpajakan, Undang-Undang Perpajakan, makalah, brosur, sumber lainnya yang berkaitan dengan penyusunan laporan PKLM.


(20)

1.5.5 Analisis dan Evaluasi Data

Setelah memperoleh data yang dibutuhkan penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data dan mengelompokkan data tersebut yang kemudian akan di interpretasikan secara objektif, jelas dan sistematis sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan dari data tersebut.

1.6 METODE PENGUMPULAN DATA

1.6.1 Daftar Wawancara

Yaitu dengan melakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan baik yang tertulis maupun tidak tertulis kepada pegawai perusahaan, yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk membantu proses penyusunan laporan.

1.6.2 Daftar Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ataupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan pihak kantor dengan pemberian arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada KPP Pratama tersebut.


(21)

1.6.3 Daftar Dokumentasi

Studi dokumentasi dengan mempelajari buku perpajakan, Undang-undang Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dokumen dan data-data pendukung lain yang berhubungan dan memiliki keterkaitan dalam pembahasan pada Laporan PKLM.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PKLM

Adapun sistematika dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis memberikan gambaran mengenai keseluruhan isi dari laporan. Bab ini berisikan Latar Belakang PKLM, Tujuan dan Manfaat PKLM, Uraian Teoritis, Ruang Lingkup PKLM, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan Laporan PKLM.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai lokasi PKLM, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing seksi, serta gambaran mengenai pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(22)

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penagihan pajak, antara lain penjelasan tentang kewajiban perpajakan, tata cara pelaksanan dan penagihan pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh dan kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interpretasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dari objek yang telah di teliti serta saran-saran yang membangun berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA

LUBUK PAKAM

2.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak. Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jendral Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.785/KMK.01/1993 tertanggal 3 agustus 1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu;

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur


(24)

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai

Wilayah-wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah kecamatan:

1. Sunggal 12. Kutalimbaru

2. Labuhan Deli 13. Namorambe

3. Pancur Batu 14. Batangkuis

4. Deli tua 15. Tanjung Morawa

5. Beringin 16. Pagar Merbau

6. Lubuk Pakam 17. Hamparan Perak

7. Gunung Meriah 18. Patumbak

8. Percut Sei Tuan 19. Sibolangit

9. STM Hulu 20. Sibiru-biru

10. Galang 21. Pantai Labu


(25)

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan wajib pajak , ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak(Karipka) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama).

Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utarat I (Kanwil Sumut I) akan mengoperasikan delapan unit kantor pelayanan modern yang dijuluki Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Ke delapan KPP Pratama dimaksud yakni enam unit KPP konvensional yang ada saat ini dimodernisasi dan ditambah dua KPP baru. Keenam KPP konvensional yang dijadikan KPP Pratama yakni:

1. KPP Pratama Medan Belawan

2. KPP Pratama Medan Barat

3. KPP Pratama Medan Polonia

4. KPP Pratama Medan Kota


(26)

Dua KPP baru yang dibentuk adalah:

1. KPP Pratama Medan Petisah

2. KPP Pratama Lubuk Pakam

KPP Pratama Lubuk Pakam sebelumnya adalah Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam yang berada dibawah organisasi Kanwil Sumut II. Sejak dileburnya ketiga jenis Kantor Pelayanan Pajak menjadi satu, maka Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Lubuk Pakam berubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dan berada dibawah organisasi Kanwil Sumut I.

Sesuai dengan Keputusan DJP Nomor KEP-95/PJ/2008/ Tentang Saat Mulai Operasi (SMO) Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I, maka Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008.

Visi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

Visi tersebut menjadi cita-cita daripada KPP Pratama Lubuk Pakam untuk menjadi Public Service yang berstandar internasional baik dari sisi kualitas aparat maupun manajemennya sehingga menjadi ekstensi dan kinerjanya mampu memenuhi harapan masyarakat sebagai institusi yang memiliki citra baik dan bersih.


(27)

Misi dari KPP Pratama Lubuk Pakam adalah menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan UU Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

1. Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penentuan lokasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) merupakan salah satu faktor terpenting dalam memberikan kemudahan pelayanan kepada Wajib Pajak. Kantor Pelayananan Pajak Pratama Lubuk Pakam terletak di Jl.P.Diponegoro No. 42-44. Kantor pemerintah ini disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, kedekatan dengan Kantor Pemerintah lainnya, seperti Kantor Polisi Deli Serdang dan Kantor Bank, ini juga memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam membayar Pajak.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dikepalai oleh seorang kepala Kantor yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing-masing seorang Kepala seksi. Agar dapat lebih jelas dan trasparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, maka penulis akan menggambarkan kedudukan, tugas, fungsi dan struktur organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam.


(28)

2.2 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pratama

Lubuk Pakam

Struktur Organisasi adalah suatu bagian yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas,fungsi dan wewenang serta tanggungjawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

KPP Pratama Lubuk Pakam adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor. KPP Lubuk Pakam terdiri dengan sembilan (8) seksi. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi.

Struktur Organisasi yang ada di KPP Lubuk Pakam dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Kepala Kantor

2. Sub. Bagian Umum

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

4. Seksi Pelayanan


(29)

6. Seksi Pemeriksaan

7. Seksi Ekstensifikasi

8. Seksi Pengawasan dan konsultasi (Waskon I,II,III)

9. Kelompok jabatan fungsional

Gambar 2.2

Struktur Organisasi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Seksi Waskon

Kepala Kantor

Seksi

PDI

Seksi Pemeriksaan

Kelompok jabatan Fungsional

Sub. Bagian Umum

Seksi Pelayanan

Seksi Ekstensifikasi

Seksi Penagihan


(30)

2.3 Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Tugas dan fungsi masing-masing akan diuraikan dalam setiap seksi, di mana KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas pokok melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak tidak langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun sejak tahun 2012 KPP Pratama Lubuk Pakam sudah tidak menerima Pajak Bumi dan Bangunan lagi karna sudah dialihkan ke Dinas Pendapatan Daerah.

Maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam struktur organisasi KPP Lubuk Pakam adalah :

1. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Tata Usaha dan Kepegawaian

Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas penyusutan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.


(31)

2. Keuangan

Tugasnya adalah menyusun anggaran dan administrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan penggajian pegawai KPP Pratama Lubuk Pakam.

3. Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan keperluan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Seksi Pengolahan Data dan Informasi di pimpin oleh seorang kepala seksi yang tugasnya mengkoordinir urusan pengolahan data dan penyajian informasi pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi elektronik, pengaplikasian Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), dan Sistem Informasi Geogarafi (SIG), serta penyiapan laporan kinerja.


(32)

3. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

6. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.


(33)

7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) I, II, III

Seksi Pengawasan dan konsultasi I, seksi pengawasan dan konsultasi II, seksi pengawasan dan konsultasi III, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan Konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib pajak, analisis kinerja Wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, Anggota Tim dan mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(34)

BAB III

GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

3.1 Ketentuan Umum Perpajakan Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009 a. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

d. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.


(35)

e. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

f. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

g. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

h. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

i. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

j. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

k. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak


(36)

l. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sanksi administrasi berupa bunga dan / atau denda.

m. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

n. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

o. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

p. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

q. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan dapat diajukan gugatan.


(37)

r. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.

s. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

t. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.

3.2 Penagihan Pajak

3.2.1 Pengertian Penagihan

Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang harus ditingkatkan, sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

Peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak


(38)

pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat. Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

Menurut UU NO. 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita (Rusdji ; 2008).

Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat akan ketentuan perpajakan tersebut.

Namun kenyataannya yang terjadi dilapangan masih banyak Wajib Pajak yang tidak menghiraukan ketentuan perpajakan tersebut. Maka atas dasar inilah pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan penagihan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya, dengan cara menerbitkan Surat Teguran Pajak / Surat Ketetapan Pajak. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak juga menghiraukan atas diterbitkannya surat tersebut maka aparatur pajak akan menerbitkan Surat Teguran atau surat


(39)

peringatan lainnya. Selanjutnya apabila Wajib Pajak juga menghiraukan Surat Teguran tersebut pihak aparatur pajak akan menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan tunggakan pajak.

3.2.2 Dasar Hukum Penagihan Pajak

a. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Undang – Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Dengan adanya peraturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penagihan pajak di Indonesia, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan lain bagi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tidak membayar pajaknya.

3.2.3 Tindakan Penagihan

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah :

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang


(40)

terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, di mana dalam upaya ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan dan Surat Ketetapan Pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Apabila Utang Pajak yang disampaikan lewat Surat Ketetapan Pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :

3.3 Surat Teguran 3.3.1 Dasar Hukum

a. Pasal 1 angka 3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.


(41)

b. Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, Pelaksanaan Surat Paksa, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya.

c. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 524/KMK.03/2008 Tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

d. Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 524/KMK.03/2008 Tanggal 6 Februari tentang Tata Cara Pelaksanaan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk masa pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

3.3.2 Penerbitan Surat Teguran

Tindakan Penagihan Pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenisnya diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo.

Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :


(42)

Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.

d. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum


(43)

tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak , kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

3.3.3 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) a. Dasar Hukum

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan SecaraLelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

4. Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Penyanderaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor147/K.MK.04/1998 tentang Penunjukan Pejabat Untuk


(44)

Penagihan Pajak Pusat, Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan pajak.

6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 148/KMK.04/1998 tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 149/KMK.04/1998 tentang syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Juru Sita Pajak. (Liliawati, 1999:18)

b. Pengertian Surat Paksa

Surat Paksa adalah Surat Perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak (UU NO.19 Tahun 2000 Pasal 1 angka 12).

c. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

1. Dari segi isinya :

a) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar. b) Berkepala kata-kata “atas nama keadilan” yang dengan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”


(45)

c) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah.

2. Dari segi karakteristiknya :

a) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

b) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

c) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan).

d) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan / pencegahan.

c. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 8 Surat Paksa diterbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak tidak melunasi Utang Pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis;

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus;

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran


(46)

Surat paksa berkepala “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a) Nama Wajib Pajak, dan Nama Penanggung Pajak. b) Dasar Penagihan.

c) Besarnya utang pajak. d. Fungsi Surat Paksa

Adapun Fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

e. Tata Cara Penagihan Melalui Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan


(47)

tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada : a) Penanggung Pajak ditempat tinggal, tempat usaha, atau ditempat lain yang

memungkinkan.

b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c) Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi ; atau

d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: a) Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab ,

pemilik modal baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain; atau

b) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.


(48)

3.3.4 Penagihan Pajak Dengan Surat Sita

a. Barang – Barang Penanggung Pajak Yang Dapat Disita

Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, Penyitaan diatur dalam Undang- Undang Nomor. 19 Tahun 2000 Pasal 14 ayat 1, 2, 3 sebagai berikut :

1) Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal , tempat usaha, tempat kedudukan, atau ditempat lain termasuk yang penguasaannya berada ditangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :

a) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain ; dan atau

b) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan , dan kapal dengan isi kotor tertentu.

2) Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya Penagihan Pajak.

3) Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


(49)

b. Barang Gerak Yang Dapat Disita

Perincian mengenai barang bergerak yang dapat disita adalah sebagai berikut:

1. Semua barang bergerak yang ada dirumah Penanggung Pajak seperti : a) Perhiasan (Emas, Berlian, Mutiara, Batu Permata dan sebagainya). b) Barang Mewah (Televisi, Lemari es, AC dan sebagainya).

c) Kendaraan (Mobil, Sepeda Motor dan sebagainya). d) Uang tunai (termasuk surat-surat berharga).

e) Perkakas Rumah Tangga (Sofa, Lemari Hias, dan sebagainya). f) Barang-barang lainnya yang bergerak.

2. Semua barang bergerak yang ada di tempat kegiatan usaha Penanggung Pajak, seperti :

a) Barang-barang dagangan (baik yang berada di dalam toko maupun yang berada didalam gudang).

b) Barang-barang inventaris usaha (Lemari, Meja, Kursi, dan Alat-alat yang berhubungan dengan kegiatan Usaha).

3. Semua barang bergerak yang ada dikantor Penanggung Pajak, seperti :

a) Inventaris kantor (mesin tik, komputer, lemari, kursi, dan alat kantor lainnya).


(50)

c. Barang Tidak Bergerak yang Dapat Disita

Dalam golongan barang tidak bergerak yang dapat disita, dapat dimasukkan sebagai berikut :

1. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaaan, gudang dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan / dikontrakkan kepada orang lain.

2. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang ditempati / dikerjakan sendiri maupun yang disewakan / dikerjakan orang lain.

d. Barang yang Dikecualikan Dari Penyitaan

Barang yang tidak boleh disita menurut ketentuan pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah : 1. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk

melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).

2. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

3. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

4. Pakaian dan tempat tidur beserta pelengkapnya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.


(51)

5. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada dirumah.

6. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas. e. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Apabila setelah lewat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Wajib Pajak / Penanggung Pajak masih belum juga melunasi utang pajaknya, maka dapat dilakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak oleh Kepala Kantor Pelayanan Pratama dengan mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).

Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap kekayaan Wajib Pajak atau aktiva milik orang pribadi atau badan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaan / aktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh antara lain :

1. Surat Pemberitahuan .

2. Laporan Keuangan Wajib Pajak (Neraca dan daftar L/R). 3. Laporan Pemeriksaan Pajak.

4. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.

Dalam melaksanakan penyitaan hal-hal yang diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Penyitaan dilakukan bersama-sama dengan dua orang saksi yang memenuhi syarat antara lain :


(52)

2) Sudah mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun. 3) Dikenal oleh Jurusita.

b. Menentukan barang yang disita misalnya barang gerak (mobil, televisi, sepeda motor ,dan lain-lain). Jika jumlah nilai barang bergerak tidak mencukupi, maka dapat diteruskan dengan menyita barang tidak bergerak sampai jumlahnya mencukupi untuk membayar utang pajak tersebut serta biaya pelaksanaannya.

c. Pembuatan Berita Acara Sita (BAS)

d. Jurusita memberitahukan kepada Wajib Pajak dengan tujuan penyitaan yaitu bahwa barang yang disita akan dijual melalui pelelangan dengan perantaraan Kantor Lelang Negara, apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya. Selembar dari salinan Berita Acara ditempelkan ditempat umum atau di tempat-tempat di mana barang-barang bergerak dan tidak bergerak kepunyaan Wajib Pajak disita. Penempelan tersebut berlaku sebagai pemberitahuan maksud dan tindakan jurusita pada Wajib Pajak. Selain penempelan Berita Acara Sita, maka segel sita / kutipan Berita Acara Sita juga ditempelkan pada barang yang disita. Penyitaan barang tidak bergerak didaftarkan kepada Badan Pertanahan Nasional / Kantor Pengadilan Negeri setempat dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penyitaan barang tidak bergerak atas nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dilampiri tindakan Berita Acara Sita.


(53)

e. Pencabutan Sita

Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak sudah melunasi utang pajaknya sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita.

3.3.5 Jurusita Pajak

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan Pajak Pusat, Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan Pajak Daerah.

a. Syarat Jurusita Pajak

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat diangkat menjadi Jurusita Pajak yaitu :

1) Berizajah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat.

2) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda / Golongan I. 3) Berbadan Sehat.

4) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak. 5) Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.


(54)

b. Pemberhentian Jurusita Pajak

Jurusita Pajak dapat diberhentikan apabila : 1) Meninggal dunia.

2) Pensiun.

3) Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak.

4) Sakit jasmani atau rohani terus menerus. c. Tugas Jurusita Pajak

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor, 19 Tahun 2000, Jurusita Pajak bertugas :

1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. 2) Memberitahukan Surat Paksa.

3) Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan Surat Tugas yang harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak (Marihot P ; 2004).

3.3.6 Pelaksanaan Lelang

Dasar hukum pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tanggal 20 Desember 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang


(55)

Sitaan yang dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa.

a. Persiapan Lelang

1. Kepala kantor mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.

2. Jurusita mempersiapkan berkas – berkas Penagihan yang terdiri dari :

a) STP, SKPKB, SKPKBT, SPPT, SKP, SKPT, STB, SKBKB, SKBKBT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjauan Kembali.

b) Surat Setoran Pajak atau bukti pembayaran pajak (NTTP) c) Surat Teguran

d) Surat Paksa

e) Laporan Surat Paksa

f) Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

g) Pemberitahuan Penyitaaan Barang Tidak Bergerak atas nama Wajib Pajak h) Berita Acara Pelaksanaan Sita

i) Permintaan Jadwal Waktu

j) Surat Pemberitahuan akan dilakukan Pelelangan / Kesempatan Terakhir k) Bukti – bukti pemilikari barang yang disita, antar lain untuk pelaksanaan

tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan :


(56)

2) Surat Keterangan ddari Kepala Desa / Lurah yang menerangkan status kepemilikan tanah dan selanjutnya kepala KLN meminta Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan.

b. Pengumuman Lelang

1. Pengumuman lelang dilakukan setelah ditentukan hari, tanggal, dan jam lelang.

2. Kepala Kantor mengumumkan lelang paling singkat 14 hari setelah penyitaan, melalui surat kabar harian, selebaran atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau media elektronik termasuk internet di wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang yang akan dijual.

3. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali.

4. Pengumuman lelang barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Jangka waktu pengumuman pertama dengan kedua sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari, serta diatur agar pengumuman kedua tidak jatuh pada hari libur / hari besar.

c. Pembatalan Pengumuman Lelang

Pembatalan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak melunasi utang-utang pajak serta biaya pelaksanaanya sesudah pengumuman lelang tetapi sebelum pelaksanaan lelang.

Pembatalan Pengumuman Lelang baru dapat dilakukan apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak menunjukkan bukti pembayaran utang pajak serta biaya pelaksanaannya.


(57)

d. Pelaksanaan Lelang

1. Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.

2. Kepala Kantor bertindak sebagai penjual barang yang disita mengajukan permohonan lelang kepada Kepala Kantor Lelang sebelum pelaksanaan lelang.

3. Kepala kantor menentukan nilai limit dan diserahkan kepada Pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat dimulainya pelaksanaan lelang. 4. Kepala kantor atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang. 5. Kepala Kantor, Kepala Seksi Penagihan dan Jurusita Pajak , termasuk

istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang. 6. Biaya penagihan pajak ditambah 1 % (satu persen) dari :

a) Hasil penjualan barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang. b) Pokok lelang dari penjualan secara lelang.

3.3.7 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak


(58)

dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus dilakukan ketika :

a) Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.

b) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi.

c) Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.

d) Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu.

Dalam hal ini terjadi Penagihan Seketika dan Sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika Jurusita Pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan atau Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka jurusita pajak segera melakukan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan.


(59)

BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

4.1 Tata Cara Penagihan Utang Pajak Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Memenuhi Kewajiban Perpajakannya

Dengan system Self Assement menggantikan system Official Assesment yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya, pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan agar penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat ditingkatkan . Hal ini berarti bahwa peranan Wajib Pajak sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan system perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi dilapangan masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan utang pajaknya. Banyak dari Wajib Pajak yang menghiraukan atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Teguran bukanlah suatu sarana yang menjamin atas lancarnya penerimaan pajak, kemudian pihak aparatur pajak masih harus menerbitkan surat paksa yang merupakan salah satu sarana untuk mencairkan tunggakan pajak. Sebagai akibat dari ketidak patuhan Wajib Pajak, maka dilakukan tindakan penagihan aktif sebagai sarana dalam mencapai penerimaan negara dari sektor pajak.


(60)

Ketidakpatuhan Wajib Pajak atas ketentuan perpajakan dapat dilihat melalui tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Jumlah Penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Tahun 2009, 2010 dan 2011

Tahun Surat Teguran Surat Paksa

Penerbitan

(Lembar)

Penerbitan

(Lembar)

2010 5.697 973

2011 4.025 726

2012 1.420 640

Jumlah 11.142 2.339

Analisis tabel 4.1

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa kinerja aparatur pajak pada seksi penagihan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dalam pelaksanaan


(61)

Penagihan Pajak pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Ternyata Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan masih tetap ada setiap tahunnya. Namun setelah Surat Teguran ini diterbitkan masih tetap ada Wajib Pajak yang mengabaikan surat tersebut, maka pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai sarana pencairan Tunggakan Pajak.

Dari banyaknya Surat Teguran dan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam pada tahun 2009, 2010, dan 2011 ternyata Wajib Pajak segera membayar utang pajaknya dan tidak sampai dikeluarkannya Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dari data diatas dapat dilihat dari jumlah perbandingan antara Surat Teguran dengan Surat Paksa yaitu jumlah Surat Teguran 11.142 lembar dan Surat Paksa berjumlah 2.339 lembar. Dan hal positif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dapat kita lihat bahwa jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa semakin menurun setiap tahunnya.

4.2 Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam ialah penagihan paksa, dimana fiskus melalui Jurusita Pajak negara menyampaikan / memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak jika


(62)

Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya setelah dikeluarkannya Surat Paksa. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir apabila Wajib Pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.

Skema tata cara penagihan pajak yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya :

Gambar 4.2

Tata Cara Penagihan Utang Pajak

Jatuh Tempo 21 Hari

7 hari

2 x 24 Jam

14 Hari 14 Hari

STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pbtulan, SK Keberatan.

Surat Teguran

Surat

Paksa

Surat Perintah Melakukan Penyitaan Pengumuman

Lelang Pelaksanaan


(63)

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam mengeluarkan Surat Teguran setelah 7 (Tujuh) hari jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil penelitian diantaranya :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) c. Surat Tagihan Pajak (STP)

Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.

2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran , Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini :

a. Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

b. Jika jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak / Penanggung Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan yang ada untuk diteliti :

1) Apakah ada surat keputusan pembetulan dan keberatan / penghapusan 2) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun / jenis pajak lainnya


(64)

3) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP sesuai dengan jumlah tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa.

4) Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam Surat Paksa, diajukan keberatan.

3. Bila Wajib Pajak tidak ditemukan dikantor atau tempat usaha / tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka salinan Surat Paksa diserahkan kepada :

a. Seseorang yang ada ditempat tinggalnya (misalnya : istri, anak, atau pembantu rumah tangga).

b. Seseorang yang ada dikantornya (salah seorang pegawai).

4. Bila Jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak / Penanggung Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

a. Keluarga Wajib Pajak atau orang yang bertempat tinggal bersama Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dewasa dan sehat mental. b. Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha

bersangkutan atau ;

c. Pejabat Pemerintah setempat (Bupati / Walikota / Camat / Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir 1 dan 2diatas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan.

d. Jurusita yang telah melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.


(65)

5. Biaya Penyampaian Surat Paksa

a. Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan Jurusita Pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.

b. Apabila seorang Jurusita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku , maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihannya telah dilunasi atau belum oleh Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

Tetapi itu tidak berarti bahwa Jurusita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencairan piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakin bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

6. Surat Paksa yang telah dilaksanakan , diserahkan kepada Kepala Sub Bagian Seksi Penagihan disertai laporan Pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan


(66)

tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga / perusahaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

7. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

a. Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut.

b. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

1) Jenis, Letak dan Taksiran harga dari objek sita dengan memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan. 2) Pengakuan penyelesaian Surat Keberatan. Mengenai hal ini agar

diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

3) Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak antara lain : kemampuan bayar , itikad ingin membayar dan pandangannya terhadap penetapan / Penagihan Pajak dan Sebagainya, sehingga Jurusita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

8. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan Surat Paksa secara langsung , maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya Surat Paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.


(67)

Disamping pejabat / Jurusita dapat memperlihatkan aset-aset atau barang-barang yang dimiliki Wajib Pajak untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika Wajib Pajak masih tetap tidak membayar utangnya.

9. Apabila utang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau ditempat lain, termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.

Didalam pelaksanaan Jurusita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :

1) Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

2) Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan. Barang dari hasil sita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak.


(68)

sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada Dinas yang bersangkutan mengenai hak milik barang yang dilelang, misalnya tanah kepada Dinas Pertanahan setempat. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya Penagihan Pajak dan Utang Pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak setelah pelaksanaan lelang.

4.3 Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa

Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah :

4.3.1 Penanggung Pajak Menolak Surat Paksa.

Adakalanya Penanggung Pajak menolak. Alasan penolakan ini kadang kala sengaja dicari-cari karena Wajib Pajak yang tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya, misalnya :

a) Karena sedang mengajukan Surat Keberatan. b) Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas.


(69)

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan keterangan sebelumnya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepaa yang bersangkutan. Dan apabila Penanggung Pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman / tempat kedudukan Penanggung Pajak atau wakilnya dengan demikian Surat Paksa dianggap sudah diberitahukan / disampaikan.

4.3.2 Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah.

Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi pada Jurusita tidak diperbolehkan masuk kedalam rumah Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

Hambatan lain yang sering ditemui dalam pelaksanaan penyitaan adalah Jurusita tidak diperbolehkan menyita barang-barang milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak .

a) Pembuktian barang-barang yang bukan milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak .

Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.

b) Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau mendatangi Berita Acara Sita.


(70)

Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh Jurusita, para saksi dan Wajib Pajak / Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak guna pelunasan utang pajaknya menjadi tertunda.

c) Tingkat kesadaran Wajib Pajak Masih Rendah.

Walaupun system Perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah dikarenakan masih kurangnya pengetahuan Wajib Pajak tentang perpajakan.

Dilihat dari kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan Penagihan Pajak melalui Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai kesadaran dan kemampuan yang sama, sehingga ketaatannya pun juga tidak sama. Ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan penagihan secara pasif ternyata Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak memenuhi kewajiban walaupun sistem perpajakan kita menganut sistem Self Assessment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar tidak dapat memenuhi kewajibannya bahkan menghindarinya dengan berbagai alasan didalamnya diantaranya menolak Surat Paksa.


(71)

4.4 Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa.

Penyelesaian Masalah dalam hal Penagihan Pajak melalui Surat Paksa :

a. Meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang insentif.

b. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan-tindakan penagihan. Oleh karena itu, Wajib Pajak hendaknya membayar utang pajaknya.

c. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

d. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka


(72)

Jurusita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

e. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-undangan. Dilihat dari masalah-masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak melalui Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak . Hal demikian yang membuat Wajib Pajak / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itu kewajiban para pegawai pajak khususnya pada seksi penagihan mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan yang lebih aktif didalamnya.


(73)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sudah cukup baik karena sesuai dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak dengan serangkaian tindakan penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita (lelang).

2. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat masih diterbitkannya Surat Teguran yang dikeluarkan sebanyak 11.142 lembar dan jumlah Surat Paksa yang dikeluarkan sebanyak 2.339 lembar oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(74)

3. Penyelesaian masalah dalam hal penagihan pajak dengan surat paksa merupakan hal yang cukup berat dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang insentif dan

menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan-tindakan penagihan.

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 2. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan utang pajak dan

koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yang bertujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara.

3. Diharapkan kepada fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan Instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak menghindari penunggakan pajak.


(75)

4. Perlunya penambahan pegawai dalam seksi penagihan terkhusus dalam petugas jurusita pajak.


(76)

DAFTAR PUSTAKA.

Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Liliawati, Eugenia. 1999. Tanya Jawab Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Harvarindo. Jakarta.

Rusdji, M. 2008. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Edisi 2). PT. Indeks, Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Edisi 1 ). PT. Rajawali Grafindo, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(1)

4.4 Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Melalui Surat Paksa.

Penyelesaian Masalah dalam hal Penagihan Pajak melalui Surat Paksa :

a. Meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta peraturan dibidang Perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistem Self Assessment System namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang insentif.

b. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan-tindakan penagihan. Oleh karena itu, Wajib Pajak hendaknya membayar utang pajaknya.

c. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

d. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka


(2)

Jurusita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

e. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara, Jurusita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-undangan. Dilihat dari masalah-masalah yang timbul didalam pelaksanaan penagihan pajak melalui Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak . Hal demikian yang membuat Wajib Pajak / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan. Untuk itu kewajiban para pegawai pajak khususnya pada seksi penagihan mencari solusi didalam pemecahan masalah-masalah yang ada berkaitan dengan penagihan yang lebih aktif didalamnya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat membuat suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sudah cukup baik karena sesuai dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak dengan serangkaian tindakan penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita (lelang).

2. Kurangnya kesadaran Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat masih diterbitkannya Surat Teguran yang dikeluarkan sebanyak 11.142 lembar dan jumlah Surat Paksa yang dikeluarkan sebanyak 2.339 lembar oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.


(4)

3. Penyelesaian masalah dalam hal penagihan pajak dengan surat paksa merupakan hal yang cukup berat dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan. Untuk itu perlu dilakukan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang insentif dan

menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan-tindakan penagihan.

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. 2. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan utang pajak dan

koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam yang bertujuan untuk meningkatkan Penerimaan Negara.

3. Diharapkan kepada fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan Instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan Wajib Pajak menghindari penunggakan pajak.


(5)

4. Perlunya penambahan pegawai dalam seksi penagihan terkhusus dalam petugas jurusita pajak.


(6)

DAFTAR PUSTAKA.

Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

Liliawati, Eugenia. 1999. Tanya Jawab Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Harvarindo. Jakarta.

Rusdji, M. 2008. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Edisi 2). PT. Indeks, Jakarta.

Siahaan, Marihot P. 2004. Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ( Edisi 1 ). PT. Rajawali Grafindo, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.