dapat mengganggu kesehatan. Pada Obesitas merupakan suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa
faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.
5
Obesitas bukanlah suatu kelainan yang berdiri sendiri, namun merupakan suatu kelompok kondisi yang sangat heterogen dengan sebab yang beragam. Pada
obesitas tubuh mengandung jaringan lemak berlebihan sehingga berat badan naik dan tidak sesuai lagi dengan tinggi badan. Berat badan sendiri ditentukan oleh
interaksi antara genetik, lingkungan dan faktor psikososial melalui mediator- mediator fisiologis dalam hal pemasukan dan pengeluaran energi.
Pada pria kurus massa lemak tubuh berkisar 10-12, dan 15-19 pada wanita. Sementara pada mereka yang mengalami obesitas dan morbid obese
massa lemak tubuh mencapai 40-65. Pada individu-individu yang mengalami obesitas ini, organ-organ didalam tubuhnya dikelilingi oleh jaringan adiposa
dalam jumlah yang cukup besar. Jaringan adiposa ini sendiri diketahui juga mensekresikan berbagai sitokin-sitokin pro inflamasi yang nantinya akan dapat
berkontribusi terhadap beragam penyakit, seperti yang tertera pada gambar 2.5.
32,33
2.2.2 Epidemiologi
33
Menurut data WHO pada tahun 2007, prevalensi obesitas dari beberapa negara bervariasi secara dramatis dan diduga diatas 1,7 miliar yang overweight
dan 310 juta penderita obesitas.
2
Menurut data lain dari NHANES tahun 2006 dinyatakan bahwa 72 juta orang dewasa di Amerika mempunyai IMT 30 kgm2
dan prevalensi penderita obesitas menetap dalam beberapa tahun terakhir, dengan prevalensi 31,1 pada pria dan 33,2 pada wanita.
Insiden obesitas di negara-negara berkembang juga semakin meningkat, sehingga saat ini banyaknya orang dengan obesitas di dunia hampir sama jumlahnya
dengan mereka yang menderita kelaparan. Di Indonesia sendiri, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang baku mengenai obesitas, data yang ada saat ini
ternyata menunjukkan terjadinya penambahan jumlah penduduk dengan obesitas, khususnya pada kota besar. Hal ini diwakili dengan hasil penelitian di Depok pada
tahun 2003 yang mendapatkan 44 orang dengan berat badan lebih dan obesitas,
3
Universitas Sumatera Utara
dan angka ini ternyata meningkat tajam apabila dibandingkan dengan angka yang diperoleh pada tahun 1992 di Jakarta pusat sebesar 17,1 .
5
Gambar 2.5 Sitokin yang disekresikan oleh adiposit.
33
2.2.3 Klasifikasi obesitas
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengganti dipakai body mass index BMI atau indeks massa tubuh IMT untuk menentukan
berat badan lebih dan obesitasitas pada orang dewasa.
5
Universitas Sumatera Utara
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat lebih dan obesitas pada orang dewasa.
Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas, dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.
34,35
Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet yaitu berat badan
dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat m
2
. Karena IMT menggunakan tinggi badan,maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti.
Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah klasifikasi yang diadopsi dari the National Institute of Health NIH dan WHO,
yang tertera pada tabel 1 dibawah ini. Definisi berat badan lebih dan obesitas sangat tergantung dengan ras. Klasifikasi NIH dan WHO sering digunakan untuk
ras kulit putih, hispanik dan ras kulit hitam. Untuk ras Asia , dikatakan berat badan lebih apabila IMT antara 23 hingga 29,9 kgm
5
2
dan obesitas apabila IMT 30 kgm
2
.
34,35
Tabel 2.1. Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT.
5
Kategori IMT kgm
2
Berat badan kurang 18,5
Kisaran normal 18,5-24,9
Berat badan lebih 25
Pra-Obesitas 25,0-29,9
Obesitas Tingkat I 30,0-34,9
Obesitas Tingkat II 35,0-39,9
Obesitas Tingkat III 40,0
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah menggunakan klasifikasi dan kriteria obesitas sendiri seperti yang terdapat didalam tabel 2.2.
Satu hal yang perlu dicatat pada semua kriteria tersebut adalah bahwa obesitas obesitas
abdominal merupakan salah satu parameter yang penting dalam menegakkan
Universitas Sumatera Utara
diagnosis sindroma metabolik. Bahkan pada kriteria sindroma metabolik dari IDF , obesitas abdominal merupakan parameter yang mutlak diperlukan.
Selanjutnya untuk memahami mekanisme terjadinya obesitas lebih lanjut perlu pemahaman yang lebih. Tidak sekedar hanya semata-mata ketidak
seimbangan antara energi asupan dan enrgi pengeluaran, namun juga proses yang mendasarinya. Telah diketahui bahwa regulasi energi pada tubuh manusia
diperankan oleh otak melalui sistem saraf yang mempengaruhi kerja hormon dan sinyal yang terkait pada asupan nutrisi.
36
Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia-Pasifik.
5
Resiko Komorbiditas Klasifikasi
IMT kgm
2
Lingkar Perut
90 cm laki- laki
80 cm wanita ≥ 90 cm laki-laki
≥ 80 cm wanita
Berat badan kurang 18,5
Rendah resiko meningkat pada
klinis lain Sedang
Kisaran normal 18,5-22,5
Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
Beresiko 23,0-24,9
Meningkat Moderat
Obesitas I 25,0-29,9
Moderat Berat
Obesitas II ≥ 30,0
Berat Sangat berat
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Obesitas dan Penyakit Kardiovaskular