HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis dan Karakterisasi Titanium Dioksida (TiO 2 )

Sintesis material TiO 2 mengacu pada penelitian Wahyuningsih (2007) dengan

menggunakan metode sol-gel. Proses sol-gel diawali dengan proses hidrolisis dan kondensasi pada suhu rendah. Proses hidrolisis dilakukan dengan pelarutan secara lambat terhadap prekusor sedangkan proses kondensasi terjadi pembentukan sol dari

TiO 2 . Kemudian sol tersebut mengalami proses aging melalui pemanasan untuk menguapkan pelarut, sehingga sol tersebut berubah menjadi gel yang kaku. Selanjutnya dilakukan perlakuan termal untuk menghasilkan kristal serta untuk membersihkan material dari pengotor. Perlakuan termal ini hasilnya disebut sebagai xerogel.

Dalam sintesis TiO 2 ini menggunakan prekusor Titanium Tetra Isopropoksida

(TTIP) yang dihidrolisis dengan asam asetat glasial berlebih pada pH 2. Proses ini dilakukan dalam waterbath (10 - 15 o

C) supaya tidak terjadi aglomerasi pada TTIP.

Campuran tersebut kemudian dihomogenkan dengan pengadukan menggunakan stirrer dan dilanjutkan pemanasan sampai maksimal pada suhu 90 o

C untuk

membentuk suspensi sol gel dengan penguapan asam asetat pada campuran tersebut. Untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik dan sisa pelarut dilakukan pemanasan selama 24 jam pada suhu 150 o

C. Hasil sintesis ini kemudian diberikan perlakuan kalsinasi pada suhu 400 o

C secara bertahap dengan laju pemanasan 10 o C/menit selama 2 jam untuk membentuk kristal TiO

2 anatase. Spesifikasi TiO 2 yang

dihasilkan sebagai berikut: berwarna putih, berbentuk bongkahan, tidak berbau, dengan berat 6,703 gram.

Reaksi secara keseluruhan dari sintesis TiO 2 dengan bahan awal TTIP dapat ditunjukkan dengan reaksi:

Analisa kristalinitas TiO 2 dilakukan dengan difraksi sinar X menggunakan

radiasi Cu kα (λ = 1,54060 Å). Analisa dengan XRD merupakan salah satu teknik

untuk identifikasi TiO 2 secara kualitatif sebab pola XRD dari partikel TiO 2 dapat

digunakan sebagai sidik jari. Selain itu analisis ini mampu memberikan informasi

mengenai kemurnian fase dan kristalinitasnya. Puncak-puncak spesifik milik TiO 2

hasil sintesis dibandingkan dengan data dari JCPDS (Joint Commite Powder

Diffraction Standart ). Pola difraksi TiO 2 ditunjukkan Gambar 10 dengan adanya puncak-puncak yang muncul pa

da sudut difraksi (2θ) tertentu. Difraktogram menunjukkan bahwa TiO 2 hasil sintesis, sudah berfase kristalin karena peak yang

dihasilkan meruncing serta mempunyai fase anatase murni karena tidak ada peak lain

yang muncul diluar peak JCPDS TiO 2 anatase. Hal ini diperkuat dengan puncak-

puncak dominan pada 2θ = 25,351 o (d 101 = 3,514 Å), 2 θ = 37,903 o (d 004 = 2,374 Å); 2θ = 48,105 o (d 200 = 1,892 Å); 2 θ = 54,156 o (d 105 = 1,694 Å) 2 θ = 54,957 o (d 211 =

1,671 Å) yang merupakan daerah karakteristik TiO 2 anatase sesuai dengan data standar JCPDS No. 782-484.

Gambar 10. Spektra Difraksi Sinar-X TiO 2 Hasil Sintesis

(insert: TiO 2 Anatase dari JCPDS file)

B. Sintesis dye (kompeks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z )

Larutan dye yang digunakan merupakan kompleks dari Fe dengan ligan 2,2’- bipyridin (bpy); 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq) dan phenanthroline (phen) dengan perbandingan (1:2:1:2).10 -3 M dalam pelarut DMSO/etanol (1:20) ml. Larutan dye ini dibuat dengan cara larutan Fe ditetesi dengan ligan. Kemudian larutan tersebut distirer selama 3 hari hingga berwarna orange tua. Kompleks yang terbentuk diidentifikasi dengan spektroskopi UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Spektra UV-Vis FeCl 2 .4H 2 O, ligan bpy, dcbq, phen dan kompleks

Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z.

Pada dye kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z (dimana x = 1-2, y = 1 dan z = 1-

2) menghasilkan dua puncak dengan panjang gelombang maksimum λ 1 = 303 nm dan λ 2 = 515 nm begitu juga pada FeCl 2 .4H 2 O, ligan 2-2’bipyridin dan ligan 2,2’-

biquinoline-4,4’dicarboxylic acid sedangkan pada ligan phenanthroline hanya memiliki satu panjang gelombang maksimum seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Panjang Gelombang Maksimum FeCl 2 .4H 2 O, Ligan Bpy, Ligan Dcbq, Ligan Phen dan Dye (Kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z )

No Senyawa λ 1 (nm) λ 2 (nm)

1. FeCl 2 .4H 2 O

2. 2,2’-bipyridin (bpy)

3. 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq)

4. Phenanthroline (phen)

5. dye (kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z )

Pada λ 1dye memiliki puncak pada panjang gelombang 303 nm dan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (Batokromik) dari logam dan

ligan-ligannya yaitu dari 252 nm (FeCl 2 .4H 2 O), 244 nm (bpy), 265 nm (dcbq) dan

264 nm (phen) menjadi 303 nm. Pergeseran ini diperkirakan terjadinya transisi intra ligand ( *) akibat penyerapan energi oleh elektron- elektron π dari orbital bonding ke orbital nonbonding. Pergeseran batokromik yang terjadi pada ligan menunjukkan terjadinya konjugasi yang menyebabkan energi antara orbital bonding dan orbital nonbonding semakin kecil sehingga diperoleh panjang gelombang yang lebih besar.

Selain itu pada λ 1dye juga terjadi pergeseran batokromik dari Pada λ 2dye

menunjukkan puncak melebar dengan panjang gelombang maksimum 515 nm dan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar (Batokromik) dari logamnya yaitu dari 332 nm menjadi 515 nm. Pergeseran batokromik diperkirakan terjadinya transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) yang karakteristik memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan transisi d-d. Seperti pada penelitian Cho et al. (2001) yang mengatakan bahwa kompleks (RuII(bpy-

COOH) 2 ) 3 2+ mengalami pelebaran pita absorbansi pada 467 nm menunjukkan interaksi charge transfer (MLCT) dalam kompleks.

C. Sensitisasi ITO/TiO 2 /dye

Pembuatan lapis tipis TiO 2 pada kaca ITO untuk memudahkan pemisahan

semikonduktor dari larutan yang akan didegradasi dan dapat diregenerasi. Kemudian

dilakukan sensitisasi pada lapis tipis ITO/TiO 2 dengan senyawa kompleks sensitiser

Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z (disebut sebagai dye) selama ±24 jam. Hasilnya menunjukkan

adanya perubahan warna dari lapis tipis ITO/TiO 2 dari putih menjadi merah muda. Karakterisasi dari lapis tipis ITO/TiO 2 /dye menggunakan spektrofotometer

UV-Vis padat seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 12. Spektra elektronik pada

ITO/TiO 2 ditandai dengan adanya serapan tepi pada daerah sekitar 388 nm (3,2 eV), ITO/TiO 2 ditandai dengan adanya serapan tepi pada daerah sekitar 388 nm (3,2 eV),

Gambar 12. Spektra UV-Vis padat lapis tipis ITO/TiO 2 /dye

Pada lapis tipis ITO/TiO 2 /dye memiliki respon pada daerah visibel yang lebar

yang dimungkinkan karena interaksi charge transfer (terjadi MLCT) yang merupakan hasil respon dari dye pada permukaan oksida. Pengamatan hasil spektra ini relevan dengan hasil penelitian Cho et al. (2001) yang telah menunjukkan pelebaran pita absorbsi setelah penambahan senyawa kompleks sensitiser. Pelebaran pita absorbansi

ini bermanfaat dalam memperluas fotorespon dari TiO 2 /dye. Fotorespon TiO 2 /dye di daerah visibel memungkinkan penggunaan TiO 2 /dye sebagai material fotokatalis di daerah visibel.

D. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B

Eksperimen pengukuran degradasi fotoelektrokatalitik dilakukan dengan one compartement yang dapat dilewati oleh elektrolit NaCl dimana elektroda Cu dalam Eksperimen pengukuran degradasi fotoelektrokatalitik dilakukan dengan one compartement yang dapat dilewati oleh elektrolit NaCl dimana elektroda Cu dalam

mengatur voltase yang dikenakan ke elektroda kerja. Lampu halogen 150 watt digunakan sebagai sumber energi foton. Proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B dilakukan beberapa variasi yaitu variasi voltase, variasi waktu penyinaran, variasi pH dan variasi konsentrasi elektrolit NaCl.

1. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi Voltase Variasi voltase yang diberikan yaitu -1; -0,8; -0,6; -0,4; -0,2; 0; 0,2; 0,4; 0,6;

0,8; 1; volt dan hasil degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B untuk masing-masing bias potensial ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi Voltase (waktu 3 jam, [NaCl] = 0,05M dan [Rhodamin B] = 5 ppm)

Pada Gambar 13 terlihat bahwa pemberian voltase ternyata berpengaruh terhadap degradasi Rhodamin B dimana semakin besar voltase yang diberikan maka

harga A/Ao semakin kecil. Jika harga A/Ao kecil artinya semakin banyak penurunan konsentrasi Rhodamin B, karena dengan semakin besar voltase yang diberikan maka aliran elektron juga akan semakin besar.

a. Potensial Bias Positif Pemberian potensial bias positif (Gambar 14) pada lapis tipis TiO 2

menyebabkan pengurangan rekombinasi elektron dan hole, tetapi juga dapat memisahkan elektron dari pita konduksi pada proses oksidasi dan juga dapat dan memisahkan sisi oksidasi dan reduksi. Aplikasi pemberian potensial anodik pada

permukaan elektroda TiO 2 yang dicelupkan didalam air (larutan Rhodamin B)

mengurangi tingkat energi ferminya, sehingga menghasilkan medan listrik didekat interface pada daerah yang disebut lapisan deplesi. Level fermi (Ef) merupakan level transisi yang tempatnya sedikit di pita konduksi. Setiap elektron yang dipromosikan sebagai akibat tereksitasi oleh cahaya maupun penambahan potensial bias eksternal di

daerah lapisan deplesi akan dipercepat bergerak dari TiO 2 yang selanjutnya dialirkan

ke elektroda counter melalui sirkuit eksternal. Sebaliknya, h + yang dihasilkan disekitar lapisan deplesi akan dipercepat ke permukaan sebelum berekombinasi di dalam semikonduktor. Oleh karena itu, adanya medan listrik secara signifikan dapat meningkatkan pemisahan muatan sehingga meningkatkan pembentukan radikal hidroksil. Fenomena ini disebut sebagai efek peningkatan akibat medan listrik (electric field enhancement effect) (Gunlazuardi, 2001).

Gambar 14. Skema Degradasi Fotoelektrokatalitik dengan Potensial Bias Positif

Reaksi yang mungkin terjadi pada pemberian potensial bias positif:

Katoda (Cu): Rh B+ e -

→ Rh B -

2 2H O + 2e - →H 2 + 2OH - E o = -0,83 V + 4H + 4e - → 2H 2 o E =0V

Anoda (TiO 2 ): Rh B → Rh B + +e -

2H 2 O →O 2 + 4H + + 4e - E o = -0,83 V

TiO 2 →e - cb +h + vb

E o = -1 V

Terjadi reaksi fotosensitisasi:

dye +h 

→ dye*

dye* + TiO 2 → dye· + e - cb (TiO 2 )

Potensial bias positif lebih efektif menurunkan konsentrasi Rhodamin B daripada bias negatif. Kemungkinannya bahwa mekanisme degradasi Rhodamin B dengan pemberian potensial bias positif mengikuti mekanisme dengan eksitasi sensitiser dye (kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ). Pada pemberian potensial bias

positif, elektroda ITO/TiO 2 /dye berperan sebagai photoanoda, maka iluminasi cahaya

visibel dapat mengeksitasi elektron dari sensitiser dye, yang selanjutnya dapat

diinjeksikan ke conducting band dari TiO 2 . Elektron pada conducting band ini (e - cb )

segera bereaksi dengan O 2 menghasilkan radikal O 2 · -

O 2 +e - cb O 2 · -

Selanjutnya O 2 · - bereaksi intensif dengan Rhodamin B yang mendekat ke anoda (elektroda ITO/TiO 2 /dye). Reaksi fotosensitisasi oleh iluminasi cahaya visibel (lampu halogen) ke photoanoda ITO/TiO 2 /dye kemungkinan mengikuti tahap – tahap berikut seperti yang telah dikemukakan oleh Kaur (2007): Selanjutnya O 2 · - bereaksi intensif dengan Rhodamin B yang mendekat ke anoda (elektroda ITO/TiO 2 /dye). Reaksi fotosensitisasi oleh iluminasi cahaya visibel (lampu halogen) ke photoanoda ITO/TiO 2 /dye kemungkinan mengikuti tahap – tahap berikut seperti yang telah dikemukakan oleh Kaur (2007):

hv dye*

dye* + TiO 2 dye + +e -

cb(TiO 2 )

e - cb(TiO 2 ) +O 2 O 2 . -

2O 2 . - + 2H 2 O

H 2 O 2 + 2OH - +O 2

H 2 O 2 +e - cb(TiO 2 )

dye + +O 2 (atau O 2 . - atau . OH)

intermediet hidroksil atau peroksida

degradasi atau mineralisasi produk

Selain itu karena TiO 2 dapat mengalami oksidasi secara elektrokimia

menghasilkan elektron dan h + (hole). Dimana h + vb dapat menginisiasi reaksi oksidasi

dan dilain pihak e - cb akan menginisiasi reaksi reduksi pada permukaan

semikonduktor. Mekanisme reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi adalah h + vb dapat mengoksidasi air atau gugus hidroksil pada Rhodamin B yang teradsorb pada

permukaan dan di lain pihak, e - cb dapat mereduksi oksigen yang terabsorb untuk membentuk anion radikal superoksida dan hidroksiperoksida. Sehingga h + vb dan e - cb

dapat menghasilkan radikal hidroksil (OH . ) yang merupakan spesi pengoksidasi kuat (2,8 V vs SHE) untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral dan karbon dioksida (Gunlazuardi, 2001). Mekanisme reaksi yang terjadi mengikuti tahap-tahap berikut seperti yang telah dikemukakan oleh Indri Apriyani (2007):

Kemudian selain adanya reaksi fotosensitisasi dan oksidasi TiO 2 secara

elektrokimia yang dapat membentuk radikal hidroksil untuk menginisiasi reaksi berantai dalam degradasi Rhodamin B menjadi senyawa yang lebih sederhana, juga terjadi reaksi samping yaitu mendekatnya Rhodamin B di sekitar elektroda Cu

(katoda) atau mungkin pada elektroda ITO/TiO 2 /dye (anoda) sehingga meningkatkan penurunan konsentrasi Rhodamin B pada sistem.

b. Potensial Bias Negatif Pemberian potensial bias negatif (Gambar 15) kurang efektif menurunkan konsentrasi Rhodamin B dibandingkan dengan potensial bias positif dimungkinkan mekanisme reaksinya tidak mengikuti eksitasi sensitiser dye (kompleks

Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ). Karena elektroda ITO/TiO 2 /dye difungsikan sebagai katoda

yang mengalami reaksi reduksi dan kondisi ini sangat tidak mendukung proses eksitasi dye. Penurunan konsentrasi Rhodamin B dimungkinkan terjadi karena

mendekatnya Rhodamin B di sekitar elektroda ITO/TiO 2 /dye (katoda) atau mungkin

pada elektroda Cu (anoda) sehingga terjadi penurunan konsentrasi Rhodamin B pada sistem.

Gambar 15. Skema Degradasi Fotoelektrokatalitik dengan Potensial Bias Negatif

Reaksi yang mungkin terjadi pada pemberian potensial bias negatif: Anoda (Cu): Rh B → Rh B + +e -

2 2H O →O 2 + 4H + + 4e -

o E = -0,83 V

Cu

→ Cu 2+ + 2e -

o E = 0,34 V

Katoda (TiO 2 ): Rh B+ e

→ Rh B -

4H 2 O + 4e -

→ 4H 2 + 4OH - E o = -0,83 V TiO 2 + 4H + + 2e - → Ti 2+ + 2H 2 O E o = -1 V

2. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi Waktu Variasi waktu yang digunakan adalah 0,5; 1; 2; 3; 4 jam dan hasil degradasi

fotoelektrokatalitik Rhodamin B untuk masing-masing waktu ditunjukkan oleh Gambar 16.

Gambar 16. Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi Waktu

([Rhodamin B] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, dan Voltase = 1V)

Pada Gambar 16 terlihat bahwa pemberian waktu penyinaran sinar visibel berpengaruh terhadap degradasi Rhodamin B dimana semakin lama waktu penyinaran maka harga A/Ao semakin kecil. Jika harga A/Ao kecil artinya semakin banyak penurunan konsentrasi Rhodamin B. Karena semakin lama penyinaran sinar visibel, foton yang diberikan juga semakin banyak sehingga elektron terus tereksitasi yang berperan dalam aktivitas degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B.

Menurut penelitian Gudtavvson dan Schuler (2010) terjadinya degradasi Rhodamin B oleh fotokatalis TiO 2 dapat diamati pada panjang gelombang maksimum

543 nm sedangkan hasil pemecahan Rhodamin B terjadi puncak-puncak yang lebih rendah yaitu sekitar 365 nm seperti ditunjukkan Gambar 17.

Gambar 17. Spektra Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B pada Variasi Waktu

([Rhodamin B] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 M, dan Voltase = 1V)

3. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi pH Variasi pH larutan awal yang digunakan adalah 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan

hasil degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B untuk masing-masing pH ditunjukkan oleh Gambar 18.

Gambar 18. Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi pH

([Rh B] = 5 ppm, [NaCl] = 0,05 ppm, Voltase= 1 V, selama 3 jam)

Pada Gambar 18 terlihat bahwa pH larutan awal ternyata berpengaruh terhadap degradasi Rhodamin B dimana semakin ekstrim pH maka harga A/Ao semakin kecil. Jika harga A/Ao kecil artinya semakin banyak penurunan konsentrasi Rhodamin B , karena efek pH mempengaruhi struktur Rhodamin B . Beberapa bentuk struktur Rhodamin B:

a. Bentuk kationik Struktur Rhodamin B bentuk kationik (bermuatan positif pada N dari gugus =N(Et) 2 ) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 19 dimungkinkan terjadi pada pH relatif rendah (pH <7).

Gambar 19. Struktur Rhodamin B Bentuk kationik

Reaksi yang mungkin terjadi:

Anoda (TiO 2 ): 2H 2 O →O 2 + 4H + + 4e - E o = -0,83 V

TiO 2 →e - cb +h + vb

o E = -1 V

Terjadi reaksi fotosensitisasi: dye +h 

→ dye*

dye * + TiO 2 → dye· + e - cb(TiO 2 )

Katoda (Cu): Rh B + +e - → Rh B

2 2H O + 2e - →H 2 + 2OH -

E o = -0,83 V

+ 4H + 4e - → 2H 2 o E =0V

Dimungkinkan reaksi degradasi Rhodamin B yang terjadi melalui mekanisme eksitasi sensitiser dye seperti yang ditunjukkan pada persamaan 6 – 11. Serta adanya

reaksi oksidasi TiO 2 secara elektrokimia seperti yang pada persamaan 12 – 16 sehingga menghasilkan e - cb dan h + vb yang dapat memicu reaksi degradasi Rhodamin

B . Selain itu adanya reaksi samping yaitu mendekatnya Rh + pada elektroda Cu sehingga terjadi pengurangan konsentrasi Rhodamin B pada pH <7 relatif lebih besar dibandingkan bentuk zwitter ion.

b. Bentuk zwitter ion Struktur Rhodamin B bentuk zwitter ion (Gambar 20) dimungkinkan terjadi pada pH = 7 – 9.

Gamabar 20. Struktur Rhodamin B Bentuk Zwitter Ion

Reaksi yang mungkin terjadi: Anoda (TiO 2 ): Rh B → Rh B + +e -

2H 2 O →O 2 + 4H + + 4e - E o = -0,83 V

TiO 2 →e - cb +h + vb

o E = -1 V

Terjadi reaksi fotosensitisasi: dye +h 

→ dye*

* + TiO dye 2 → dye· + e - cb(TiO 2 )

Katoda (Cu): Rh B + e -

→ Rh B -

2 2H O + 2e - →H 2 + 2OH - E o = -0,83 V + 4H + 4e - → 2H 2 E o =0V

Dimungkinkan reaksi degradasi Rhodamin B yang terjadi melalui mekanisme eksitasi sensitiser dye seperti yang ditunjukkan pada persamaan 6 - 11. Selain itu

adanya reaksi oksidasi TiO 2 secara elektrokimia yang dapat menghasilkan e - cb dan

h + vb yang dapat memicu reaksi degradasi Rhodamin B melalui reaksi seperti yang ditunjukkan pada persamaan 12 - 16. Namun kemampuan Rhodamin B bentuk zwitter ion untuk mendekat/menempel pada elektroda lebih rendah dibanding dalam bentuk h + vb yang dapat memicu reaksi degradasi Rhodamin B melalui reaksi seperti yang ditunjukkan pada persamaan 12 - 16. Namun kemampuan Rhodamin B bentuk zwitter ion untuk mendekat/menempel pada elektroda lebih rendah dibanding dalam bentuk

c. Bentuk anionik Struktur Rhodamin B bentuk anionik (Gambar 21) karena pelepasan gugus etil yang dipicu oleh basa (N-deethylation) kemungkinan banyak terdapat pada pH sangat basa (pH >9).

Gambar 21. Struktur Rhodamin B Bentuk Anionik

Reaksi yang mungkin terjadi:

Anoda (TiO 2 ): Rh B - → Rh B +e -

2H 2 O →O 2 + 4H + + 4e -

E o = -0,83 V

2 TiO →e - cb +h + vb

o E = -1 V

Terjadi reaksi fotokatalis TiO 2 /dye:

+h dye 

→ dye*

* + TiO dye 2 → dye· + e - cb(TiO 2 )

Katoda (Cu): 2H 2 O + 2e -

→H 2 + 2OH - E o = -0,83 V

+ 4H + 4e -

→ 2H 2 o E =0V

Dimungkinkan reaksi degradasi Rhodamin B yang terjadi melalui mekanisme eksitasi sensitiser dye seperti yang ditunjukkan pada persamaan 6 - 11. Dan reaksi

oksidasi TiO 2 secara elektrokimia yang dapat menghasilkan e - cb dan h + vb yang dapat

memicu reaksi degradasi Rhodamin B melalui tahap-tahap reaksi seperti yang ditunjukkan pada persamaan 12 - 16. Serta adanya reaksi samping yaitu mendekatnya

Rh - pada anoda (elektroda ITO/TiO 2 /dye) sehingga terjadi pengurangan konsentrasi Rhodamin B pada pH >9 relatif lebih besar dari bentuk zwitter ion.

4. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi Konsentrasi NaCl Variasi konsentrasi larutan elektrolit NaCl yang digunakan adalah 0; 0,05; 0,5; 1; 2; 3; 4; 5 M dan hasil degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B untuk masing- masing konsentrasi NaCl ditunjukkan oleh Gambar 22.

Gambar 22. Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi [NaCl]

([Rhodamin B] = 5 ppm, voltase = 1 V, waktu = 3 jam)

Dari Gambar 22. terlihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan elektrolit maka harga A/Ao semakin kecil namun mempunyai titik optimum pada konsentrasi 3M. Jika harga A/Ao kecil artinya semakin banyak penurunan konsentrasi Rhodamin

B , karena semakin banyak Rhodamin B yang didegradasi dimungkinkan karena semakin banyak jumlah partikel pembawa muatan sehingga proses degradasi Rhodamin B semakin cepat. Namun jika larutan elektrolit tersebut semakin pekat maka pembawa muatan tersebut tidak dapat bergerak bebas sehingga mempengaruhi proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B. Selain itu adanya ion Cl - yang

bermuatan negatif sehingga dapat mendekat dan menutupi elektroda ITO/TiO 2 /dye .