DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMIN B PADA ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO2 TERSENSITISASI
DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMIN B
PADA ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO 2 TERSENSITISASI
PUSPA AYU KARTIKA SARI
M0308090
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMIN B PADA ELEKTRODA LAPIS TIPIS
TiO 2 TERSENSITISASI” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2012
Puspa Ayu Kartika Sari
DEGRADASI FOTOELEKTROKATALITIK RHODAMIN B PADA
ELEKTRODA LAPIS TIPIS TiO 2 TERSENSITISASI
PUSPA AYU KARTIKA SARI
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B pada elektroda lapis tipis ITO/TiO 2 /dye (dye = Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh potensial bias yang diberikan, lama penyinaran sinar visibel, pH larutan awal dan konsentrasi larutan elektrolit NaCl.
Preparasi elektroda ITO/TiO 2 /dye diawali dengan sintesis TiO 2 menggunakan
metode sol gel dengan bahan awal Titanium Tetra Isopropoksida (TTIP).
Difraktogram dari TiO 2 hasil sintesis menunjukkan puncak karakteristik TiO 2 anatase pada 2θ = 25,35 o . Kemudian TiO 2 fase anatase dibuat lapis tipis pada gelas konduktif
ITO. Larutan sensitizer disintesis dari kompleksisasi ion Fe 2+ dengan ligan-ligan 2,2’- bipyridine (bpy) , 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid (dcbq) dan phenanthroline
(phen) . Sensitisasi ITO/TiO 2 dengan larutan kompleks dapat memperluas serapan TiO 2 di daerah visibel diidentifikasikan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm.
Proses degradasi fotoelektrokatalitik dilakukan pada konsentrasi Rhodamin B 5 ppm dengan lampu halogen 150 watt melalui sistem one compartment menggunakan
elektroda ITO/TiO 2 /dye dan logam Cu. Hasil degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin
B paling baik dilakukan pada potensial bias +1 Volt, waktu penyinaran selama 4 jam, pH asam atau basa dan konsentrasi NaCl 3M.
Kata Kunci: Degradasi fotoelektrokatalitik, Rhodamin B, Lapis tipis ITO/TiO 2 ,
Sensitisasi
PHOTOELECTROCATALYTIC DEGRADATION OF RHODAMIN B BY
SENSITIZED THIN FILM TiO 2 ELECTRODE
PUSPA AYU KARTIKA SARI
Department of Chemistry, Faculty of Mathematic and Science, Sebelas Maret University
ABSTRACT
The photoelectrocatalytic degradation of Rhodamin B by thin film ITO/TiO 2 /dye (dye = Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ) electrode had been investigated. The research purposed to determine the effect bias potential, visible radiation time, pH solution and eletrolyte solution concentration.
The first ITO/TiO 2 /dye electrode was synthesized of TiO 2 using sol gel method with starting material Titanium Tetra Isopropoksida (TTIP). Diffractogram of TiO 2 synthesized showed the characteristic peak of anatase TiO 2 at 2θ = 25,35 o . And then anatase TiO 2 was made thin film on ITO conducting glass. Sensitizer solution was
synthesized using ion Fe 2+ with 2,2’-bipyridine (bpy), 2,2’-biquinoline-4,4’- dicarboxylic acid (dcbq) and phenanthroline (phen) ligands. Sensitization of
ITO/TiO 2 using kompleks solution had extend the photorespon of TiO 2 to visible region at 516 nm.
The photoelectrocatalytic degradation process had been conducted for 5 ppm Rhodamin B under 150 watt halogen lamp using one compartment cell with
ITO/TiO 2 /dye and Cu electrode. The best result photoelectrocatalytic degradation of Rhodamin B was showed at bias potential +1 Volt, radiation for 4 hours, pH acid or base and NaCl 3M.
Keyword: Photoelectrocatalytic degradation, Rhodamin B, Thin film ITO/TiO 2 , Sensitized
MOTTO
“Pergunakanlah (beramallah di waktu) sehatmu sebelum kamu sakit dan pergunakanlah (beramal) di waktu hidup sebelum kamu mati”
(Hadits Imam Bukhari)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
(Alam Nasyarh: 6-7)
“I Must Believe That I Can Do It” (Penulis)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan perjuangan ku ini kepada:
I bu, I bu, I bu…… Bapak…………. M y brothers…….
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Degradasi
Fotoelektrokatalitik Rhodamin B pada Elektroda Lapis Tipis TiO 2 Tersensitisasi” ini
disusun atas dukungan dari berbagai pihak. Dari dasar hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Ari Handono Ramelan, M. Sc, PhD selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.
2. Dr. Eddy Heraldy, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret.
3. Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
4. Candra Purnawan, M.Sc selaku pembimbing II dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta motivasi.
5. Seluruh dosen di Jurusan Kimia, Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas ilmu yang berguna dalam menyusun skripsi ini.
6. Para Laboran di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas bantuan dan kerjasama yang baik.
7. Teman-teman Kimia Angkatan 2008 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret atas kekompakan dan kerjasama yang baik.
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2012
Puspa Ayu Kartika Sari
1. Degradasi Fotoelektrokataltik Rh B dengan Variasi Voltase......... 36
2. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi Waktu.......... 41
3. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi pH............... 42
4. Degradasi Fotoelektrokatalitik Rh B dengan Variasi [NaCl]......... 46 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 47
A. Kesimpulan............................................................................................ 47
B. Saran...................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 48 LAMPIRAN...................................................................................................
54
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sifat-Sifat Fisik yang Dimiliki oleh Rhodamin B ...................................... 15 Tabel 2. Panjang Gelombang Maksimum FeCl 2 .4H 2 O, Ligan Bpy, Ligan Dcbq,
Ligan Phen dan Dye (Kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ).........................
33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Proses Fotokatalitik........................................................... 8 Gambar 2.
Struktur Kristal TiO 2 ..................................................................... 10 Gambar 3.
Struktur Ligan Bpy, Dcbq, dan Phen............................................ 11 Gambar 4.
Skema Fotosensitisasi TiO 2 ........................................................... 12 Gambar 5.
Mekanisme Fotosensitisasi Dye pada Permukaan TiO 2 ................ 13 Gambar 6.
Geometri TiO 2 Anatase yang Berikatan dengan Katekol.............. 13 Gambar 7.
Struktur Rhodamin B..................................................................... 15 Gambar 8.
Diagram MO yang Disederhanakan dan Tipe Transisi Elektron yang Memungkinkan Untuk Kompleks d 1 ....................................
17 Gambar 9.
Spekta UV-Vis TiO 2 Murni dan TiO 2 Tersensitisasi dan Spektra Absorbansi Larutan sensitiser (RuII(bpy-COOH) 2 ) 3 2+ ..................
19 Gambar 10.
Spektra Difraksi Sinar-X TiO 2 Hasil Sintesis............................... 32 Gambar 11.
Spektra UV-Vis FeCl 2 .4H 2 O dan Ligan Bpy, Dcbq, Phen serta dye (Kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ).......................................
33 Gambar 12.
Spektra UV-Vis Lapis Tipis ITO/TiO 2 /dye................................... 35 Gambar 13.
Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi Voltase..............................................................................
36 Gambar 14.
Skema Degradasi Fotoelektrokatalitik dengan Potensial Bias Positif.............................................................................................
37 Gambar 15.
Skema Degradasi Fotoelektrokatalitik dengan Potensial Bias Positif.............................................................................................
40 Gambar 16.
Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi Waktu................................................................................
41 Gambar 17.
Spektra Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B pada Variasi waktu.................................................................................
42 Gambar 18.
Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B dengan Variasi pH......................................................................................
42 Gambar 19.
Struktur Rhodamin B bentuk kationik........................................... 43 Gambar 20.
Struktur Rhodamin B bentuk zwitter ion...................................... 44 Gambar 21.
Struktur Rhodamin B bentuk Anionik........................................... 45
Gambar 22. Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rodaminh B dengan Variasi Konsentrasi NaCl..............................................................
46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Alir Cara Kerja.....................................................................
a. Sintesis TiO 2 ..............................................................................
b. Pembuatan Lapis Tipis ITO/TiO 2 ..............................................
c. Sintesis Dye (Kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ).....................
d. Sensitisasi ITO/TiO 2 dengan Dye..............................................
Foto Eksperimen...............................................................................
a. Proses Sintesis TiO 2 ...................................................................
b. Proses Sintesis dye (Kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z )..........
c. Proses Preparasi Elektroda ITO/TiO 2 /dye.................................
d. Proses Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B..................
Data Difraksi Sinar-X........................................................................
a. Pola Difraksi Sinar-X TiO 2 Anatase pada Standar JCPDS.......
b. Data Difraksi Sinar-X TiO 2 Hasil Sintesis.................................
c. Perhitungan Nilai d (Jarak Interlayer).......................................
Tabulasi Hasil Degradasi Fotoelektrokatalitik Rhodamin B.............
a. Variasi Voltase...........................................................................
b. Variasi Waktu............................................................................
c. Variasi pH..................................................................................
d. Variasi Konsentrasi NaCl..........................................................
a. Konsentrasi dalam Sintesis dye.................................................
b. Konsentrasi Rhodamin B...........................................................
c. Konsentrasi NaCl.......................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Industri tekstil merupakan salah satu bidang industri yang sangat berkembang di Indonesia. Dampak negatif dari perkembangan industri tekstil tersebut terutama berasal dari limbah cair proses pencelupan (dyeing) yang dapat mencemari lingkungan. Warna limbah muncul karena ada gugus kromofor dalam zat warna tekstil yang digunakan pada proses pencelupan. Rhodamin B merupakan suatu senyawa dengan gugus kromofor yang bersifat nonbiodegradable, sulit diuraikan oleh panas dan bakteri. Oleh karena itu penanggulangan limbah zat warna dengan cara praktis dan ekonomis sangat perlu dikembangkan agar industri tekstil mampu mengelola limbahnya dengan baik.
Berbagai teknik atau metode penanggulangan limbah tekstil telah dikembangkan, diantaranya adalah metode adsorpsi dengan zeolit seperti yang dilakukan oleh Suwarni (1997). Namun, metode ini kurang begitu efektif karena zat warna yang diadsorpsi mengunakan zeolit dapat terakumulasi di dalam adsorben yang suatu saat nanti dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan baru. Metode lainnya dengan menggunakan bakteri penghancur seperti yang dilakukan oleh Ashadi (2000). Kelemahan dari metode ini adalah memerlukan waktu yang lama untuk medegradasi, kerja mikroba tidak efektif untuk limbah berkonsentrasi tinggi. Selain itu proses panghilangan warna merupakan proses fermentasi yang akan menimbulkan gas yang berbau sebagai hasil pembusukan tersebut. Sebagai alternatif dikembangkan metode dengan memanfaatkan semikonduktor katalis diantaranya degradasi fotokatalitik, degradasi elektrokatalitik dan degradasi fotoelektrokatalitik. Menurut Indri Apriyani
(2007) dengan menggunakan semikonduktor grafit/TiO 2 /Cu dengan lampu UV
ternyata degradasi fotoelektrokatalitik pada 60 menit pertama ternyata lebih efisien
77,47% dibanding degradasi fotokatalitik dan 11,52% lebih efisien dibanding degradasi elektrokatalitik.
Oksida logam titanium (TiO 2 ) banyak dilaporkan sebagai material
semikonduktor yang memiliki aktivitas fotokatalitik yang lebih tinggi, lebih stabil
dan tidak beracun. Selain itu secara komersial serbuk TiO 2 mudah didapat dan diproduksi dalam jumlah besar. Menurut Tjahjanto dkk (2001) penggunaan TiO 2
serbuk di dalam cairan untuk medegradasi komplek senyawa-senyawa organik kurang efisien karena serbuk yang telah terdispersi dalam air sangat sulit diregenerasi. Selain itu bila campuran terlalu keruh maka radiasi dari cahaya yang digunakan tidak mampu mengaktifkan seluruh partikel fotokatalis. Pembuatan lapis tipis semikonduktor pada suatu substrat merupakan inovasi untuk mendapatkan semikonduktor fotokatalis yang mudah ditangani karena tidak mengalami kesulitan pemisahan semikonduktor dari larutan yang didegradasi dan mudah untuk
diregenerasi. Kelemahan lain dari TiO 2 memiliki energi gap yang tinggi, sebanding
dengan cahaya 388 nm (3,23 eV), padahal cahaya ultraviolet tersebut hanya 10% dari
seluruh cahaya matahari. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan modifikasi TiO 2 oleh
doping ion logam dan fotosensitisasi oleh berbagai senyawa organik dan anorganik
berwarna. Sehingga dapat memperpanjang fotorespon TiO 2 ke daerah visibel agar
dapat digunakan untuk degradasi kontaminan organik berwarna dan polutan organik lainnya (Lisenbigler et al., 1995). Telah dilaporkan beberapa dye berhasil digunakan sebagai fotosensitiser seperti: Methylen Blue (Catterjee et al., 2002), kompleks tris (4,4’-dicarboxy-2,2’-bipyridyl) ruthenium (II) (Cho et al., 2001) dan kompleks phthalocyanine (lliev, 2002).
Penelitian ini dilakukan untuk medegradasi zat warna Rhodamin B secara fotoelektrokatalitik menggunakan elektroda lapis tipis ITO/TiO 2 tersensitisasi dengan memanfaatkan transfer elektron antara material TiO 2 dengan dye. Transfer elektron
terjadi ketika dye mengalami fotoeksitasi yang kemudian elektron tereksitasi tersebut
akan diinjeksikan ke material TiO 2 . Sehingga dapat diaplikasikan sebagai fotokatalis, suatu reaksi kimia dengan bantuan cahaya visibel.
B. Perumusan Masalah
1 Identifikasi Masalah
Senyawa TiO 2 mempunyai tiga bentuk kristal yang telah dikenal yaitu anatase,
rutil dan brokit. Rutil adalah bentuk yang stabil sedangkan anatase dan brokit adalah bentuk yang metastabil. Namun anatase memiliki aktivitas fotokatalis yang baik untuk degradasi senyawa organik. Kestabilan anatase dipengaruhi oleh temperatur,
penambahan zat lain (doping) dan metode sintesis. TiO 2 dapat dibuat dengan beberapa
metode yaitu hidrotermal (Rizal dkk., 2007), sol gel (Karami, 2010), spray pirolisis (Di Li et al., 2005), mikroemulsi (Ruslimie et al., 2011), hidrolisis uap (Ani et al., 2005) dan sonokimia (Jiang et al., 2010). Salah satu prekusor yang dapat digunakan
dalam pembuatan TiO 2 adalah TiCl 4 (Wahyuningsih et al., 2007) dan prekursor alkoksida seperti TTIP (Tjahjanto dkk., 2001; Wang et al., 2007).
Pembuatan lapis tipis TiO 2 pada suatu substrat merupakan inovasi untuk
mendapatkan semikonduktor fotokatalis yang mudah ditangani sehingga mudah
untuk dipisahkan dan diregenerasi. Nurdin dkk. (2009) berhasil membuat TiO 2
berukuran nano, yang dilekatkan pada substrat gelas berlapis ITO (Indium Thin Oxide ) dengan cara dip coating ke dalam sol gel yang telah disiapkan dengan cara refluks hidrotermal dan kemudian dikalsinasi pada 450 o
C. Maddu dkk. (2007) membuat lapis tipis TiO 2 yang dideposisikan pada substrat kaca TCO (Transparent
Counducting Oxide ) melalui teknik casting, setelah itu dipanaskan pada suhu 130 o C selama 25 menit.
Peningkatan aktivitas dan efisiensi katalik TiO 2 dapat dilakukan dengan
modifikasi permukaannya melalui doping ion logam dan fotosensitisasi berbagai senyawa organik dan anorganik berwarna. Telah dilaporkan beberapa dye berhasil digunakan sebagai fotosensitiser seperti: Methylen Blue (Catterjee et al., 2002), modifikasi permukaannya melalui doping ion logam dan fotosensitisasi berbagai senyawa organik dan anorganik berwarna. Telah dilaporkan beberapa dye berhasil digunakan sebagai fotosensitiser seperti: Methylen Blue (Catterjee et al., 2002),
Pada saat TiO 2 dikenai cahaya maka akan terjadi absorbsi energi oleh molekul
akibat adanya interaksi energi dengan materi. Absorbsi energi dipengaruhi oleh panjang gelombang dan intensitas sinar. Sulistiya (2011) menggunakan lampu
halogen 35 W pada fotoaktivitas TiO 2 dengan penambahan Fe 2 O 3 terhadap sinar visibel.
Metode degradasi fotoelektrokatalitik termasuk sel elektrokimia yang berdasarkan prinsip dari proses elektrolisis dimana reaksi kimia terjadi pada elektroda yang tercelup dalam elektrolit. Elektroda yang umum digunakan dalam fotoelektrokatalitik seperti Pt, Au, C. Larutan elektrolit yang biasa digunakan KCl, HCl dan larutan NaCl.
Karakterisasi kristal TiO 2 banyak dilakukan dengan X-Ray Diffraction (XRD)
untuk menentukan tipe kristal dan mengestimasi ukuran kristal material katalis (Riyas
et al ., 2002). Sifat elektronik dye maupun ITO/TiO 2 /dye dapat dipelajari dengan
spektrofotometer UV-Vis seperti yang telah dilakukan oleh Sulistiya (2011). Degradasi fotoelektrokatalitik senyawa organik banyak diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Liu et al., 2005; Wahyuni et al., 2003) serta menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) oleh Slamet dkk. (2003).
2. Batasan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
a. TiO 2 yang digunakan adalah TiO 2 hasil sintesis dari bahan awal TTIP dengan metode sol gel.
b. Lapis tipis TiO 2 dibuat dengan metode slip casting yaitu melekatkan TiO 2 pada substrat gelas berlapis ITO (Indium thin Oxide).
c. Modifikasi permukaan TiO 2 dilakukan dengan cara fotosensitisasi dengan kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z .
d. Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu halogen 150 watt.
e. Sel elektrolisis menggunakan elektroda ITO/TiO 2 /dye, elektoda Cu dan larutan elektrolit NaCl.
f. Karakterisasi TiO 2 hasil sintesis dilakukan dengan menggunakan XRD. Sifat elektronik dye dan ITO/TiO 2 /dye serta pola penurunan absorbansi dari proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B dipelajari dengan spektrofotometer UV- Vis.
3. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah yang telah disebutkan diatas maka rumusan penelitian ini adalah:
a. Apakah material ITO/TiO 2 /dye (dye = kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phen) z ) memiliki respon terhadap cahaya visibel?
b. Bagaimana pengaruh voltase yang diberikan terhadap proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B?
c. Bagaimana pengaruh lama penyinaran sinar visibel terhadap degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B?
d. Bagaimana pengaruh pH larutan awal terhadap degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B ?
e. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan elektrolit NaCl yang diberikan pada proses elektrolisis terhadap proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui respon material ITO/TiO 2 /dye terhadap cahaya visibel menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
2. Mengetahui voltase optimum pada proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin
3. Mengetahui waktu optimum pada degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B.
4. Mengetahui pH optimum pada degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B.
5. Mengetahui konsentrasi NaCl optimum pada proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B
D. Manfaat Penelitian
Memberikan alternatif metode penanganan masalah limbah cair industri tekstil menggunakan elektroda lapis tipis ITO/TiO 2 tersensitisasi sehingga dapat
dikembangkan untuk pengolahan limbah terutama limbah cair Rhodamin B pada daerah visibel.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Degradasi Fotoelektrokatalitik
Reaksi degradasi fotoelektrokatalitik merupakan reaksi yang melibatkan cahaya (foton), aliran listrik dan katalis. Potensial listrik antara fotokatalitik dan elektrokatalitik diaplikasikan untuk meningkatkan mobilitas dari elektron tereksitasi pada fotoelektrokatalitik. Sehingga katalis ini dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya dengan substrat baik dalam keadaan dasar atau dalam keadaan tereksitasi. Penelitian tentang reaksi fotodegradasi terkatalis banyak diarahkan untuk keperluan degradasi zat berwarna, salah satunya Nassoko et al. (2011) yang meneliti degradasi fotoelektrokatalitik zat warna Rhodamin B menggunakan semikonduktor
TiO 2 . Hasilnya semikonduktor fotokatalis tersebut dapat mempercepat penguraian zat warna berdasarkan penurunan absorbansi UV-Vis zat warna setelah degradasi.
Reaksi degradasi fotokatalitik (Gambar 1) diawali ketika partikel TiO 2
mengabsorbsi foton dari cahaya, kemudian pasangan elektron-hole akan terbentuk dalam semikonduktor. Elektron dan hole pada permukaan semikonduktor, masing- masing berperan sebagai reduktor dan oksidator. Pasangan elektron-hole dapat berekombinasi, yaitu kembali ke keadaan awal dengan melepaskan panas atau bermigrasi ke permukaan dan bereaksi dengan senyawa teradsorbsi (Macias, 2003). Rekombinasi elektron-hole dapat terjadi pada permukaan semikonduktor (reaksi a) atau di bulk semikonduktor (reaksi b). pada permukaan partikel, elektron fotogenerasi dapat mereduksi oksigen menjadi anion super-oksida (reaksi c) dan hole fotogenerasi dapat mengoksidasi OH - atau air untuk membentuk radikal hidroksil (reaksi d).
Gambar 1. Skema Proses Fotokatalitik (Palupi, 2006)
Mekanisme reaksi degradasi fotokatalitik yang diusulkan oleh Malato et al. (2002) adalah sebagai berikut:
Pada prinsipnya, reaksi degradasi fotokatalitik pada permukaan semikonduktor dapat berlangsung melalui donasi elektron dari substrat ke h + (hole) (menghasilkan radikal pada substrat yang akan menginisiasi reaksi berantai). Apabila potensial oksidasi yang dimiliki oleh h + (hole) pada pita valensi ini cukup besar untuk mengoksidasi air dan atau gugus hidroksil pada permukaan partikel maka akan menghasilkan radikal hidroksil. Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi kuat yang memiliki potensial redoks sebesar 2,8 V (vs SHE), lebih besar daripada oksidator konvensional yang lain seperti klorin yang memiliki potensial oksidasi sebesar 1,36 V (vs SHE) dan ozon sebesar 2,07 V (vs SHE) (Gunlazuardi, 2001).
Potensial sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral, dan karbondioksida (Fujishima et al., 1998).
Indri Apriyani (2007) medegradasi zat warna Remazol Yellow FG dengan membandingkan metode fotodegradasi (yaitu fotokatalitik, elektrokatalitik dan
fotoelektrokatalitik) menggunakan katalis grafit/TiO 2 /Cu. Hasilnya dengan metode
fotoelektrokatalitik pada 60 menit pertama lebih efisien 77,47% dibanding fotokatalitik dan 11,52% lebih efisien dibanding elektrokatalitik. Pemberian External
anodic bias pada iluminasi lapis tipis TiO 2 tidak hanya dapat memisahkan
penangkapan elektron dan hole, tetapi juga dapat memisahkan sisi reduksi dan oksidasi. Oleh karenanya, jelas bahwa medan listrik akan secara signifikan meningkatkan pemisahan muatan, sehingga meningkatkan pembentukan radikal hidroksil, suatu fenomena yang diberi nama electric field enchancement effect field (efek peningkatan akibat medan listrik) (Gunlazuardi, 2001).
2. Titanium Dioksida (TiO 2 )
Titanium dioksida merupakan padatan berwarna putih dengan berat molekul 79,90 dengan titik lebur 1885 o
C dan mengalami dekomposisi pada suhu 1640 o C
sebelum meleleh. Senyawa ini tidak larut dalam air, asam klorida, dan asam nitrat tetapi larut dalam sulfat pekat (Cotton et al., 1999).
Titanium dioksida mempunyai tiga bentuk polimorfik yang sering ditemukan yaitu: anatase, rutil dan brokit (Gambar 2), akan tetapi hanya anatase dan rutil saja yang mempunyai peran penting dalam aktivitas fotokatalitik (Susanti, 2006). Jenis struktur yang berbeda tentunya berpengaruh pada perbedaan dalam masa jenis (masa jenis anatase 3,9 g/mL dan rutil 4,2 g/mL) dan hal ini dapat mempengaruhi pada luas
permukaan dan sisi aktif dari TiO 2 (Arutanti dkk., 2009). Selain itu juga
mempengaruhi perbedaan tingkat energi pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi, sedangkan tingkat energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi. Sehingga posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi, dan besarnya band mempengaruhi perbedaan tingkat energi pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi, sedangkan tingkat energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi. Sehingga posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi, dan besarnya band
dan O dalam kristal TiO 2 berbeda, seperti pada anatase (Eg = 3,2 eV) dan rutil (Eg = 3,0 eV) (Gunlazuardi, 2001)
Gambar 2. Struktur Kristal TiO 2 (Hazama et al., 2004)
TiO 2 merupakan semikonduktor yang paling stabil terhadap fotokorosi dalam
hampir semua pelarut kecuali dalam larutan yang sangat asam atau mengandung
fluorida (Brown et al., 1992). TiO 2 telah digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah lingkungan antara lain untuk pemurnian air dan udara, destruksi bakteri, degradasi zat warna dan senyawa kimia beracun, serta pembuatan gas hidrogen dari air (Fujishima et al., 2006 dan Hoffmann et al., 1995).
Kelemahan TiO 2 mempunyai band gap yang tinggi, sebanding dengan cahaya 388 nm (3,23 eV) yaitu pada daerah UV dekat. Pemanfaatan TiO 2 sebagai fotokatalis
atau sel sutya akan lebih menghemat biaya jika dapat menggunakan sumber energi cahaya tampak pada matahari secara efektif. Alternatif untuk memperbesar
keterbatasan sensitivitas spektral TiO 2 adalah modifikasi permukaan dengan
menggunakan molekul sensitiser berwarna yang menyerap cahaya tampak (Longo et al. , 2003).
3. Sensitiser
Sensitiser adalah senyawa organik atau anorganik berwarna (dye) yang didopingkan pada material semikonduktor untuk meningkatkan sensitivitas Sensitiser adalah senyawa organik atau anorganik berwarna (dye) yang didopingkan pada material semikonduktor untuk meningkatkan sensitivitas
Penggunaan bahan sensitiser dapat menyebabkan terjadinya injeksi elektron (sensitisasi) dari senyawa sensitiser ke material TiO 2 dengan bantuan energi cahaya
tampak. Sehingga penambahan sensitiser yang aktif pada daerah tampak akan meningkatkan kisaran respon panjang gelombang pada daerah tampak dari bahan semikonduktor. Perubahan mekanisme perpindahan elektron yang terjadi dengan penambahan bahan sensitiser adalah induksi elektron berasal dari ligan pada proses MLCT (Metal to Ligand Charge Transfer) atau MMLL’CT (Mixed Metal Ligand to Ligand Charge Transfer ) pada sensitiser. Ligan yang paling sering digunakan adalah ligan CO, CN atau amina aromatis misalnya pyridine, bipyridine, phenanthroline dan turunan pyridine lainnya (Gambar 3) (Cotton et al., 1988).
Gambar 3. Struktur Ligan 2,2’-bipyridine (a); 2,2’-biquinoline-4,4’-dicarboxylic acid
(b); Phenanthroline (c)
Mekanisme yang terjadi pada proses sensitisasi dari sensitiser ke material semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 4. Cahaya tampak akan diserap oleh sensitiser menyebabkan eksitasi elektron dari senyawa kompleks [M] pada keadaan ground state menuju ke [M]*. [M]* me nggambarkan tingkat energi orbital π* atau σ* dari ligan L, kemudian elektron tereksitasi tersebut akan diinjeksikan ke CB (Conducting Band) semikonduktor. Karena perbedaan tingkat energi keadaan Mekanisme yang terjadi pada proses sensitisasi dari sensitiser ke material semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 4. Cahaya tampak akan diserap oleh sensitiser menyebabkan eksitasi elektron dari senyawa kompleks [M] pada keadaan ground state menuju ke [M]*. [M]* me nggambarkan tingkat energi orbital π* atau σ* dari ligan L, kemudian elektron tereksitasi tersebut akan diinjeksikan ke CB (Conducting Band) semikonduktor. Karena perbedaan tingkat energi keadaan
Elektron yang terkumpul pada conduction band TiO 2 dapat mengalami beberapa
alternatif mekanisme, misalnya elektron tereksitasi tersebut dapat didonorkan untuk mereduksi suatu akseptor elektron, atau dapat didonorkan ke sebuah lubang (hole)
dan dapat juga menghasilkan arus listrik. Jadi pada sensitisasi TiO 2 terjadi
penginjeksian elektron dari senyawa sensitiser yang memiliki tingkat energi
tereksitasi lebih tinggi dibandingkan dengan pita konduksi dari TiO 2 .
Gambar 4. Skema Fotosensitisasi TiO 2 (CB = pita konduksi, VB = pita valensi)
Mekanisme fotosensitisasi dye pada permukaan TiO 2 (Gambar 5) yang diusulkan oleh Kaur (2007) adalah sebagai berikut:
dye
hv dye*
dye* + TiO 2 dye + +e -
cb(TiO 2 )
e - cb(TiO 2 ) +O 2 O 2 . -
2O 2 . - + 2H 2 O
H 2 O 2 + 2OH - +O 2
H 2 O 2 +e - cb(TiO 2 )
dye + +O 2 (atau O 2 . - atau . OH)
intermediet hidroksil atau peroksida
degradasi atau mineralisasi produk
.............................(9)
Gambar 5. Mekanisme Fotosensitisasi Dye pada Permukaan TiO 2 (Kaur, 2007)
4. Model pengikatan TiO 2 dengan Dye
TiO 2 bisa melakukan ikatan kimia dengan molekul dye, atau senyawa sensitiser, contohnya ikatan antara TiO 2 anatase dengan katekol. Molekul katekol terikat pada permukaan kristal TiO 2 anatase dan membentuk kompleks permukaan dengan ion Ti 4+ pentakoordinat yang bertetangga (Gambar 6).
Gambar 6. Geometri TiO 2 Anatase yang Berikatan dengan Katekol
(G. C. Rego et al., 2003).
Ti(5) menunjukkan ion Ti 4+ pentakoordinat yang secara langsung mengikat katekol. Ti(6) menunjukkan ion Ti 4+ heksakoordinat yang berdekatan dengan katekol.
Ikatan antara dye dan TiO 2 anatase bisa juga terjadi pada atom oksigen gugus
hidroksil. Lango dan Paoli (2003) menyatakan bahwa gugus karboksilat dapat bereaksi secara spontan dengan gugus hidroksil permukaan pada permukaan
TiO 2 membentuk senyawa ester, sehingga terjadi ikatan yang stabil antara dye dan TiO 2 .
5. Lapis Tipis TiO 2
Pembuatan lapis tipis TiO 2 merupakan salah satu cara untuk mempemudah aplikasi TiO 2 baik sebagai solar sel maupun fotokatalis dalam degradasi senyawa kimia berbahaya. Pembuatan lapis tipis TiO 2 pada suatu substrat merupakan inovasi
untuk mendapatkan semikonduktor fotokatalis yang mudah ditangani dalam aplikasi fotokatalitik (dalam arti tidak mengalami kesulitan pemisahan semikonduktor dari larutan yang didegradasi) sehingga memungkinkan penggunaan lebih dari satu kali karena pencucian mudah dilakukan.
Rahmawati dkk. (2008) melakukan sintesis material semikonduktor lapis tipis grafit/TiO 2 menggunakan metode chemical bath deposition (deposisi dari larutan
kimia) menggunakan surfaktan CTABr (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide)
sebagai agen penghubung antara substrat grafit dengan material TiO 2 yang terbentuk dari hidrolisis TiCl 4 . Variasi konsentrasi surfaktan CTABr yang digunakan adalah 4,
8, 12, dan 19.10 -3 M dengan variasi waktu perendaman selama 2, 3, 4 hari dengan pemanasan yang kontinyu pada suhu 60 o
C kemudian dikalsinasi 450 o
C selama 4
jam. Konsentrasi CTABr 16.10 -3 M dan waktu perendaman 4 hari ini merupakan
kondisi optimal pada deposisi TiO 2 , hal ini ditunjukkan dari efisiensi konversi foton
ke arus listrik yang menunjukkan efektivitas sifat fotokatalitik semikonduktor (Persen IPCE: Include Photon to Current Efficiency) cukup tinggi sebesar 3,261.10 -2 %.
Sintesis lapis tipis TiO 2 juga dapat diperoleh dengan menambahkan sebanyak 1 mg TiO 2 dengan 1 tetes asetilasetonat dan 6 tetes triton-X 100, ditumbuk sampai diperoleh bentuk pasta TiO 2 . Selanjutnya dengan menggunakan teknik Doctor- blading , pasta TiO 2 tersebut kemudian dilapiskan pada plat gelas ITO (ukuran 1 cm x
1 cm) dengan bantuan pengaduk gelas. Ketebalan lapisan dibuat sama dengan tebal adhesive tape (~20 m) yang digunakan sebagai pembatas tepi. Setelah lapis tipis
dikeringkan di udara pada suhu kamar, lapis tipis TiO 2 diannealing pada suhu 400 o C selama 90 menit (Wahyuningsih et al., 2010).
6. Rhodamin B
Rhodamin B merupakan salah satu zat warna golongan xanthenes dyes, yang mengandung suatu kromofor (quinoid) dan gugus auksokrom (ammin), sehingga mengakibatkan intensitas warna dari Rhodamin B sangat tajam bila dibandingkan dengan jenis pewarna lain. Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal bewarna kehijauan, bewarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan bewarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Struktur Rhodamin B seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur Rhodamin B Tabel 1. Sifat-Sifat Fisik yang Dimiliki oleh Rhodamin B.
Berat molekul:
479 gr/mol
Rumus molekul: C 28 H 31 ClN 2 O 3
Titik leleh:
165 °C
Kelarutan:
sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam asam klorid dan natrium hidroksida
Nama kimia:
N-[9-(2-carboxyphenyl)-6-diethylamino)-3H-xanthen- 3ylidene]-N-ethylethanaminium chloride
Nama lain:
tetraethylrhodamine; D & C Red No. 19; rhodamine B chloride; C.I. Basic Violet 10; C.I. 45170
Bentuk: kristal bewarna hijau atau serbuk ungu kemerahan
7. Spektrum Elektronik UV-Vis
Absorbsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan transisi berenergi lebih tinggi. Energi yang diserap selanjutnya dilepaskan sebagai panas, sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau reaksi-reaksi radikal bebas).
Absorbsi energi direkam sebagai absorban pada suatu panjang gelombang tertentu yang didefinisikan sebagai :
A = log I/Io.................................................................................................. (12) dimana, A = absorbansi
Io = intensitas berkas cahaya rujukan
I = intensitas berkas cahaya sampel
Absorbsi suatu senyawa pada panjang gelombang tertentu bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu, absorbsi tergantung pada struktur elektronik senyawa dan juga pada kepekatan sampel dan panjangnya sel.
Unsur-unsur blok d mengabsorbsi pada daerah UV dan daerah tampak. Transisi 3d dan 4d mempunyai pita yang lebar dan umumnya terdeteksi dalam daerah tampak, puncak-puncak absorbsi dipengaruhi oleh lingkungan yang mengelilinginya.
Sifat spektrum dari logam transisi meliputi transisi elektronik antara tingkat-tingkat energi yang berbeda pada orbital d. Berdasarkan teori medan kristal diketahui bahwa
orbital t 2g (dxy, dyz, dan dxz) dan orbital e g (dx 2 -y 2 , dz 2 ) terpecah sebesar D dengan
adanya ligan. Besarnya splitting (D) oleh ligan dapat disusun dalam suatu deret spektrokimia berikut.
I - < Br - < Cl - <F - < OH - < Oksalat 2- <H 2 O < SCN - < NH 3 < NO 2 <N - Deret ini berguna untuk meramalkan posisi puncak absorbsi untuk
berbagai jenis kompleks dengan ligan-ligan di atas, bertambahnya D pada deret di atas sesuai dengan bertambahnya kekuatan medan (Kopkar, 1990). Spektrofotoskopi UV-Vis dalam kimia anorganik melibatkan transisi elektron pada kompleks metal digambarkan dengan diagram MO (molecular orbital).
Gambar 8. Diagram MO yang Disederhanakan dan Tipe Transisi Elektron yang
Memungkinkan untuk Kompleks d 1 .
MLCT ditunjukkan dengan anak panah (b). Transisi dari t 2g ke e g merupakan
transisi yang terkecil dibandingkan transisi yang lain (Gambar 8). Transisi d-d tersebut merupakan transisi yang terlarang menurut hukum seleksi orbital dan serapan yang dihasilkan biasanya relatif lebih lemah. Jika ligan termasuk tipe π transisi yang terkecil dibandingkan transisi yang lain (Gambar 8). Transisi d-d tersebut merupakan transisi yang terlarang menurut hukum seleksi orbital dan serapan yang dihasilkan biasanya relatif lebih lemah. Jika ligan termasuk tipe π
Transisi ini mengubah distribusi muatan metal-ligan, karena densitas elektron bergeser dari orbital dengan karakter logam yang tinggi ke orbital dengan karakter ligan yang tinggi. Karenanya, transisi ini merupakan metal-to-ligand charge transfer. Dan hal itu diperbolehkan oleh aturan seleksi orbital (D l = 1, dengan asumsi bahwa
π* mempunyai asal usul tipe-p). Pita seperti itu cenderung kuat (e = 10 3 -10 4
L/mol.cm), dan selalu ditemukan pada level energi yang lebih tinggi dari transisi d-d.
Cho et al. (2001), telah berhasil menunjukkan proses MLCT pada kompleks (RuII(bpy-COOH) 2 ) 3 2+ . Pita absorpsi maksimum dari metal-to-ligand charge transfer (transisi MLCT, dπ→π*) sensitiser terlihat pada 467 nm (Gambar 9).
Gambar 9. Spektra UV-Vis TiO 2 murni dan TiO 2 Tersensitisasi dan Spektra Absorbansi larutan sensitiser (RuII(bpy-COOH) 2 ) 3 2+ .
8. Difraksi Sinar X
Sinar X merupakan radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tinggi. Elektron ini mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan Sinar X merupakan radiasi elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tinggi. Elektron ini mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan
Difraksi sinar X adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan melalui analisa d spacing dari data difraksi sinar X. Selain nilai d spacing, observasi tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat pula diketahui melalui data difraksi sinar X. Puncak yang melebar menunjukkan kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan kristalinitas yang lebih baik.
Nilai d spacing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak interatom dari suatu molekul, namun dapat digunakan untuk merefleksikan jarak interplanar atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam satu material. Nilai d spacing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan polimer dalam material. Jarak antar interplanar atau interlayer dapat dikalkulasikan melalui persamaan Bragg’s (Park et al., 2004), dinyatakan dengan persamaan berikut:
2 d sin θ = n λ ………………………………...…………........…(13) Keterangan : d = Jarak interplanar atau interlayer (nm)
λ = Panjang gelombang logam standar (nm) θ = Kisi difraksi sinar X (degree)
Posisi berkas difraksi suatu kristal tergantung pada ukuran dan bentuk ulangan satuan sel kristal dan panjang gelombang sinar X. Oleh karena itu, setiap zat mempunyai pola difraksi (difraktogram) yang spesifik, sehingga kristal dalam suatu senyawa dapat diidentifikasi meskipun berada dalam suatu campuran. Data difraksi sinar X atau pola difraksi suatu kristal berupa kurva hubungan antara intensitas Posisi berkas difraksi suatu kristal tergantung pada ukuran dan bentuk ulangan satuan sel kristal dan panjang gelombang sinar X. Oleh karena itu, setiap zat mempunyai pola difraksi (difraktogram) yang spesifik, sehingga kristal dalam suatu senyawa dapat diidentifikasi meskipun berada dalam suatu campuran. Data difraksi sinar X atau pola difraksi suatu kristal berupa kurva hubungan antara intensitas
membandingkan jumlah intensitas total sampel hasil perlakuan dengan intensitas total sampel sebelum perlakuan.
Suatu zat selalu memberikan pola difraksi yang khas. Apakah zat itu dalam keadaan murni atau merupakan campuran zat. Hal ini merupakan dasar dari analisa kualitatif secara difraksi. Analisa kuantitatif berdasarkan intensitas garis difraksi yang sesuai dengan salah satu komponen campuran bergantung pada perbandingan konstituen tersebut.
Difraksi sinar X sangat penting pada identifikasi senyawa kristalin. Kekuatan dari cahaya yang terdifraksi tergantung pada kuantitas material kristalin yang sesuai di dalam sampel. Oleh karena itu sangat mungkin mendapatkan analisa kuantitatif dari sejumlah relatif konstituen dari campuran senyawa padatan (Ewing, 1960).
Setiap pola bubuk dikarakterisasi oleh kedudukan garis 2θ dan intensitas garis I. Tetapi karena kedudukan garis tergantung pada panjang gelombang yang digunakan, maka besaran yang lebih fundamental adalah jarak d dari bidang kisi, sehingga Hanawalt kemudian menyusun masing – masing pola berdasarkan nilai d
dan I dari garis difraksinya (Jenkins et al, 1988).
B. Kerangka Pemikiran
Titanium dioksida (TiO 2 ) mempunyai energi gap yang lebar dan hanya aktif
dalam cahaya UV, dimana keberadaan cahaya ultraviolet tersebut hanya 10% dari
seluruh cahaya matahari yang sampai ke bumi. Keadaan elektronik TiO 2 tersebut dapat diperbaiki dengan modifikasi semikonduktor TiO 2 melalui fotosensitisasi oleh
berbagai senyawa organik dan anorganik berwarna (dye). Modifikasi tersebut dapat
memperpanjang fotorespon TiO 2 ke daerah visibel agar dapat digunakan untuk
degradasi kontaminan organik berwarna dan polutan organik lainnya. Peningkatan
kemampuan respon TiO 2 terhadap sinar visibel disebabkan oleh keberadaan dye yang
lebih peka terhadap cahaya visibel. Interaksi dye dengan foton (cahaya visibel)
menyebabkan eksitasi elektron dye ke pita konduksi TiO 2 . Eksitasi elektron dengan
cara ini dapat meningkatkan pemisahan elektron dengan hole. Elektron pada pita
konduksi TiO 2 yang dihasilkan dapat memicu terjadinya reaksi dengan O 2 akan menghasilkan radikal O 2 . - yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidroksil.
Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi kuat yang memiliki potensial redoks sebesar 2,8 V (vs SHE). Potensial sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral dan karbondioksida.
Penggunaan TiO 2 serbuk di dalam cairan untuk medegradasi senyawa-senyawa
organik kurang efisien karena serbuk yang telah terdispersi dalam air sangat sulit diregenerasi. Selain itu bila campuran terlalu keruh maka radiasi dari cahaya yang digunakan tidak mampu mengaktifkan seluruh partikel fotokatalis. Pembuatan lapis
tipis TiO 2 pada suatu substrat ITO memungkinkan sebagai fotoanoda atau fotokatoda karena ITO bersifat konduktif sehingga dapat mengantarkan arus pada proses degradasi fotoelektrokatalitik.
Degradasi fotoelektrokatalitik, reaksi degradasi yang melibatkan cahaya (foton), katalis dan aliran listrik secara bersama-sama sehingga dapat meningkatkan mobilitas dari elektron tereksitasi pada fotokatalis. Pemberian eksternal potensial anodik pada
TiO 2 yang disensitisasi dye dapat mengurangi rekombinasi elektron dan hole sehingga TiO 2 yang disensitisasi dye dapat mengurangi rekombinasi elektron dan hole sehingga
konduksi TiO 2 . Sehingga reaksi degradasi terjadi secara fotoreduksi pada permukaan semikonduktor yang tersensitisasi dye.
Proses degradasi fotoelektrokatalitik selain dipengaruhi oleh pemberian beda potensial juga dipengaruhi oleh lamanya waktu penyinaran, pH larutan awal zat warna, dan konsentrasi dari elektrolit. Semakin lama penyinaran memungkinkan semakin banyak elektron yang tereksitasi, sehingga meningkatkan aktivitas fotokatalis pada permukaan semikonduktor. Selain itu efek pH dapat mempengaruhi bentuk struktur zat warna Rhodamin B. Pada pH relatif rendah (pH asam) Rhodamin
B sebagai bentuk kation sedangkan pada pH mendekati 7 struktur Rhodamin B dalam bentuk zwitter ion. Perbedaan struktur Rhodamin B akan mempengaruhi kemampuan
TiO 2 /dye untuk medegradasi Rhodamin B. Konsentrasi elektrolit juga berpengaruh pada proses degradasi fotoelektrokatalitik. Kemungkinannya semakin besar konsentrasi elektrolit NaCl maka semakin cepat proses degradasinya karena semakin banyak jumlah partikel pembawa muatan. Namun akan optimum pada titik tertentu
karena adanya ion Cl - yang dapat menempel/medekat pada permukaan TiO 2 sehingga dapat menutupi permukaan dan mengganggu proses degradasi.
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan masalah yang ada, maka dapat diajukan hipotesis berikut ini:
1. Dye (kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phe) z ) dapat mensensitisasi TiO 2 sehingga material ITO/TiO 2 /dye memiliki respon terhadap cahaya visibel.
2. Besarnya voltase berpengaruh terhadap proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B , semakin besar voltase maka semakin besar degradasi Rhodamin B.
3. Lama waktu penyinaran sinar visibel berpengaruh terhadap degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B, semakin lama waktu penyinaran maka semakin besar degradasi Rhodamin B.
4. pH larutan awal berpengaruh terhadap struktur Rhodamin B sehingga mempengaruhi proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B.
5. Konsentrasi larutan elektrolit NaCl berpengaruh terhadap proses elektrolisis pada proses degradasi fotoelektrokatalitik Rhodamin B, semakin besar konsentrasi larutan elektrolit NaCl maka degradasi Rhodamin B semakin besar. Namun akan optimum pada titik tertentu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di laboratorium untuk menjelaskan proses degradasi fotoelektrokatalitik
Rhodamin B pada elektroda ITO/TiO 2 /dye (dye = kompleks Fe(bpy) x (dcbq) y (phe) z )
menggunakan sumber radiasi visibel yang diperoleh dari lampu halogen 150 watt.
Parameter yang diteliti adalah fase kristal dari TiO 2 , spektra elektronik dye dan ITO/TiO 2 /dye, besar absorbansi pada sampel sebelum dan setelah diberikan perlakuan.