Keragaman Protozoa Simbion dalam Rumen Sapi dan Kerbau Lumpur di Sumatera Barat

KERAGAMAN PROTOZOA SIMBION DALAM RUMEN
SAP1 DAN KERBAU LUMPUR DI SUMATERA BARAT

OLEH :
JUSMALDI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
JUSMALDI. Keragaman Protozoa Simbion dalam Rumen Sapi dan Kerbau
Lumpur di Sumatera Barat. Dibimbing oleh NAWANGSARI SUGIRI dan SRI
HARTINI S. SIKAR.
Penelitian tentang keragaman protozoa simbion dalam rumen sapi dan
kerbau lumpur di Sumatera Barat telah di lakukan dari bulan Juli hingga
Desember 2001. Lima kabupaten atau kotamadya (Padang, Padang Pariaman,
Padang Panjang, Bukittingi dan Payakurnbuh) yang inemiliki keadaan topografi,
iklim mikro, jenis pakan dan pola bertemak yang berbeda dipilih sebagai lokasi
koleksi sampel. Sampel cairan rumen dikoleksi dari rumah pemotongan hewan
(RPH) masing-masing kabupaten atau kotamadya dan di bawa ke Laboratorium

Genetika Universitas Andalas Padang, untuk disentrifus dan diawetkan.
Identifikasi dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Hewan Pusat Antar
Universitas IPB Bogor. Derajat keasaman (pH) cairan rumen sapi berbagai ras
(peranakan onggol, fries holstein, brahman, bali dan sirnmental) dan kerbau
lumpur bersifat netral dan cenderung bersifat basa. Rata-rata suhu pada rumen
sapi berbagai ras berkisar dari 3530' - 36,75' C s'edangkan pada kerbau lumpur
berkisar dari 3530' - 36,50° C. Populasi siliata yang diperoleh dari cairan rurnen
sapi berbagai ras terdiri atas 16 genus, 60 spesies dm 22 forma sedangkan dari
cairan rurnen kerbau lumpur adalah 15 genus, 52 spesies dan 19 forma. Siliata
spesifik ditemukan pada cairan rumen sapi adalah Entodinium bij?dum, E.
rhomboideutn, E. rectangulatum forma dubardi, E. sinzulans forma caudatum,
Parentodinium afiicanum, Diplodinium fabellurn, Eodinium rectangulatum, E.
monolobosum, Eremoplustron monolobum, P o ~ a s h o n multivesintlatum,
Epidinium ecaudatum forma parvicaudatum dan E ecaudatum forma cattanei,
sedangkan pada cairan rumen kerbau lumpur adalah E. bubaium dan D.
anisacantI2um forma diacanthutn. Entodinium adalah genus yang paling dominan
dari seluruh siliata rumen. Opl~~yoscolex
merupakan genus spesifik kodya Padang.
Jumlah genus siliata rumen pada sapi clan kerbau lumpur di Sumatera Barat lebih
tinggi di bandingkan di pulau Jawa dan Bali. Kelirnpahan dan keragaman siliata

rurnen di pengaruhi oleh spesies inang, kondisi lingkungan (iklim mikro), jenis
pakan dan pola bertemak

ABSTRACT
JUSMALDI. Diversity of Protozoan Simbionts in Rumen of Cattle and Swamp
Buffaloes from West Sumatra. Under the direction of NAWANGSARI SUGIRI
and SRI HARTINI S. SIKAR.
The research on diversity of protozoan symbionts in cattle and swamp
buffaloes from West Sumatra was conducted from July to December 2001. Five
regencies (Padang, Padang Pariaman, Padang. Panjang, Bukittinggi and
Payakumbuh) which approximately have different microclimates, forage types,
and patterns of husbandry were selected as area for sample collection. The rumen
fluid samples were collected from each slauptherhouse and brought to the
Laboratory of Genetic of Andalas University for centrifugation and for
preservation. Identification and analysis were conducted in the Animal Biology
Laboratory of Center for Life Sciences Study of Bogor Agricultural University.
The acidity (pH) of rumen fluid of cattle and swamp buffaloes is neutral and tend
to be basic. The average temperature in the rumens of cattle (Ongole, Friesian
Holstein, Bali, Brahman), ranges from 35,50° to 36, 75' C, while in rumens of
swamp buffaloes ranges from 3530' to 36,50° C. All ciliates found in the rumen

fluid of cattle consist of 16 genera, 60 species and 22 forma, while those in the
rumen of swamp buffaloes consist of 15 genera, 52 species and 19 forma. The
specific ciliates found only in cattle rumen are Entodinium brfdum, E.
rlzomboideum, E. recfangulaturn forma dubardi, E. simulans forma caudatum,
Parentodinium africanum, Diplodinium fabellum, Eodinium recfangulatum, E.
monolobosum, Eremoplasfron monolobum, Polyplastron mulfivesiculafum,
Epidinium ecaudatum forma parvicaudatum and E ecaudatum forma catianei,
while those in rumen of swamp buffaloes are E. bubalum and D. anisacanthum
forma diacan/hum. Entodinium is the most dominant genus both in cattle and
swamp buffaloes. Opl~ryoscolexis the specific genus in Padang. Numbers of
rumen ciliates genus in cattle and swamp buffaloes in West Sumatra is highter
than both on Jawa and Bali island. The Abundance and diversity of rumen ciliates
are influenced by the host ipecies, environment conditions (microclimate), forage
types and patterns of husbandry.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

KERAGAMAN PROTOZOA SIMBION DALAM RUMEN SAP1 DAN
E(ERBAU LUMPUR DI SUMATERA BARAT


Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang di gunakan telah di
nyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Jusmaldi
Nrp: 99726

KERAGAMAN PROTOZOA SIMBION DALAM RUMEN
SAP1 DAN KERBAU LUMPUR Dl SUMATERA BARAT

JUSMALDI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi

PROGRAM PASCASARJANA
LNSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

Judul Tesis

: Keragaman Protozoa Simbion dalam Rumen Sapi dan

Nama
NRP
Program Studi

Kerbau Lumpur di Sumatera Barat
: Jusmaldi
: 99726
: Biologi

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Sri Hartini Siahfri S i k x
Awgota


Ketua

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Biologi

Program Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duwadi Solihin. DEA
Tanggal Lulus : 26 Maret 2002

y\oT

p
A
K
&
PRO,


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang, Sumatra Barat tanggal 20 Juli 1973, anak ke
tujuh dari sembilan bersaudara, dari keluarga bapak Juslim dan ibu Mariana
(almarhum).
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Yossudarso Padang pada tahun
1986, SMP Yossudarso Padang pada tahun 1989 dan SMAN 11 Padang pada
tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan pada jurusan Biologi, F. MIPA
Universitas Andalas dan memperoleh gelar sajana Biologi pada tahun 1997.
Pada tahun 1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di
Program Pascasarjana IPB Bogor program studi Bioiogi dengan bantuan beasiswa
Project DUE DIKTI dan sejak tahun 2000 diangkat sebagai staf pengajar dalam
disiplin ilmu Biologi di Fakultas MIPA Universitas Mulawarman Kalimantan
Timur. Penulis mengadakan penelitian akhir dengan judul "Keragaman Protozoa
Simbion &lam Rumen Sapi dan Kerbau Lumpur di Sumatera ~ a r a t " .

PRAKATA
Berbagai aspek biologi dan keragaman jenis protozoa merupakan ha1 yang
menarik untuk diteliti, terutama untuk.jenis-jenis protozoa yang menghuni habitat
retikulo-rumen ruminansia. Kondisi lingkungan (faktor geografis, mikro-iklim),
jenis pakan pada ruminansia di Indonesia berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut di

perkirakan mempengaruhi populasi dan keragaman jenis protozoa yang menghuni
rumen tersebut. Suatu penelitian tentang mikrofauna protozoa (simbion) dalarn
mmen sapi dan kerbau lumpur di Sumatera Barat telah dilakukan dan dijelaskan
dalam tulisan ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada selnua
pihak yang telah banyak membantu sampai akhimya tesis ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada :
1.

b u Prof Dr. Nawangsari Sugiri sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu
Prof. Dr. Sri Hartini Sjahfri Sikar sebagai anggota yang dengan sabar dan
penuh perhatian memberikan bimbingan.

2.

Prof. Dr. Soichi Imai dari Departement of Parasitology, Nippon Veterinary
and Zootechnical College, Tokyo Japan yang telah bermurah hati
memberikan alat

-


alat, buku-buku referensi serta jurnal yang sangat

penulis butuhkan selama melakukan penelitian.
3

Ibu Direktur Program Pascasajana IPB beserta selumh staf dosen dan
karyawan di ling'mngan Program Pascasajana IPB yang telah banyak
memberikan bantuan.

4.

Ketua Jumsan Biologi Universitas Andalas Padang yang telah
memberikan izin pemakaian Laboratorium Genetika Hewan selama
pengambilan sampel di Sumatera Barat.

5

Bapak pimpinan proyek DUE (Karyasiswa) yang memberikan beasiswa
selama pendidikan dan bantuan dana penelitian


6.

Bapak Rektor Universitas Mulawaman yang telah bersedia untuk
menerima penulis sebagai tenaga dosen dan memberikan kemudahan
memperoleh beasiswa

7.

Seluruh rekan dari Program Studi Bioiogi, khususnya angkatan 1999 yang
telah banyak bekejasama dan memberikan masukan.

8.

Seluruh karyawan di Laboratoriu~n Biologi I-iewan Pusat Antar
Universitas 1PB Bogor yang memberikan kemudahan selama rnelakukan
penelitian.

9.


Orang tua tercinta, adik-adik dan kakak-kakak yang dengan tabah
memberikan bantuan dan perhatian.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian yang dituangkan

dalam tulisan ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian, semoga tulisan ini
bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, 15 Maret 2002
Penulis

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL ...........................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................
PENDMIULUAN..........................................................
Latar Belakang ......................................................
Perurnusan Masalah ................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................
Hipotesis............................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................
Lingkungan Rumen ................................................
Morfologi dan Sistimatika Protozoa Rumen ....................
Populasi dan Kelimpahan Protozoa Rumen.....................
Peranan Protozoa di dalam Rumen.............................
Persebaran dan Komposisi Protozoa Rumen..................
METODE PENELITL4N..................................................
Waktu dan Tempat .................................................
Bahan clan Alat ......................................................
Metode ...............................................................
..
Anahsis Data ........................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................
Bahan dan Lokasi Koleksi Sampel ...............................
Jenis Ternak dan Keadaan Lingkungan Retikulo-rumen ......
Identifikasi dan Deskripsi Protozoa Rumen ....................
Kelimpahan dan Keragaman Siliata..............................
KESIMPULAN DAN SARAN.....................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................

xii

DAFTAR TABEL

I . Klasifikasi holotrika rumen.. .........................................
2. Perbandingan konsentrasi dan jumlah spesies protozoa per
hewan antara kerbau air dan sapi di lokasi geogratis yang
berbeda.. .................................................................

3. Penyebaran protozoa menurut genus pada berbagai
Inang.. ....................................................................

4. Penyebaran protozoa holotrika pada berbagai inang.....

5. Komposisi spesies protozoa rumen ....................
6. Keadaan lingkungan cairan retikulo-rumen dari beberapa ras
sapi dan kerbau lumpur di Sumatera Barat ..........................

7. Persentase komposisi genus siliata rumen dari tiga ras sapi di
RPH Padang.............................................................

8. Kelimpahan, jumlah spesies, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominasi spesies siliata dari tiga ras
. .
sap1 dl ,WH Padang.. ..................................................
9. Indeks kesamaan spesies siliata dari tiga ras sapi di RPH
Padang.. ..................................................................
10. Persentase komposisi genus siliata rumen sapi peranakan
onggol dari empat lokasi RPH... .....................................
11. Kelimpahan, jumlah spesies, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominasi spesies siliata dari sapi
peranakan onggol di empat RPH di Sumaterz Barat.. .............
12. Indeks kesamaan spesies siliata sapi peranakan onggol dari
empat RPH di Sumatera Barat ........................................
13. Persentase komposisi genus siliata rumen kerbau lumpur dari
empat lokasi RPH ......................................................

14. Kelimpahan, jumlah spesies, indeks keanekaragaman, indelts
keseragaman dan indeks dominasi spesies siliata dari rumen
kerbau lumpur dari empat lokasi RPH di Sumatera Barat.. .......

15. Indeks kesamaan spesies siliata rumen kerbau lumpur dari
empat lokasi RPH ......................................................

77

16. Persentase komposisi genus siliata rumen sapi brahman dan
kerbau lumpur di RPI-EBukittinggi...................................

78

17. Kelimpahan, jumlah spesies, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominasi spesies siliata dari sapi
brahman dan kerbau lumpur di RPH Bukittingi. .................

79

18. lndeks kesamaan spesies siliata sapi brahman dan kerbau
lumpur di RPH Bukittinggi ............................................

80

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur tubuh dari Polyplastron rnultivesiculatum...............

11

2. Peta lokasi pengambilan sampel cairan rumen di beberapa
kotamadya dan kabupaten di propinsi Sumatera Barat ................

27

3 . Beberapa spesies dan forma siliata rumen dari beberapa ras
sapi dan kerbau lumpur di Sumatera Barat ..........................

40

4 . Pengelompokkan siliata berdasarkan ras sapi di RPH Padang ...

71

5. Pengelompokkan siliata pada sapi PO antar lokasi RPH ..........

74

6. Pengelompokkan siliata pada kerbau lumpur antar lokasi RPH..

77

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Keadaan suhu, ketinggian dan pola betemak sapi dan kerbau
lumpur di lima kabupaten di Sumatera Barat ........................

86

Ras sapi dan kerbau lumpur yang ditemukan di lima RPH di
Sumatera Barat ............................................................

87

2

."

3. Kelimpahan dan frekuensi kehadiran siliata rumen tiga ras sapi di
RPH Padang ...............................................................

90

4. Kelimpahan dan frekuensi kehadiran siliata rumen sapi onggol
antar lokasi RPH...
.......................................................

91

5. Kelimpahan dan frekuensi kehadiran siliata dari rumen kerbau
lumpur dari empat lokasi RPH di Sumatera Barat ...................

93

6. Kelimpahan dan frekuensi kehadiran siliata rumen antara sapi
brahman dan kerbau lumpur di RPH Bukittinggi.. .................

95

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran ternak ruminansia bagi kehidupan manusia sangat penting, di
samping menyediakan bahan makanan, wol, kulit, pupuk kandang juga tenaga
untuk kegiatan pertanian. Salah satu sifat paling menonjol dari ternak ruminansia
adalah kemampuan memanfaatkan bahan berserat kasar sebagai sumber pakan,
yang tidak dimiliki oleh ternak fain. Kemampuan memanfaatkan bahan berserat
kasar ini disebabkan oleh fisiologi sistem pencernaan dan sejumlah mikroba yang
terdapat di dalam retihlo-rumennya (Arora, 1995).
Sapi dan kerbau adalah ternak ruminansia paling dikenal di daerah tropis
(Imai dan Ogimoto, 1984). Secara tradisional pakan ternak ruminansia di wilayah
ini berasal dari limbah pertanian yang merupakan pakan berserat kasar tinggi
(Ryle dan Orkov, 1987). Kurang lebih 60 sampai 75% pakan temak sapi dan
kerbau terdiri atas karbohidrat, dan dalam serat kasar sebagian besar adalah
selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin (Martoharsono, 1982).
Semua ruminansia tidak mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
enzim seiulase, karena itu pencernaan serat kasar dilakukan oleh sejumlah
mikroba yang menghuni retikulo-rumennya (Imai, 1998). Pencemaan serat kasar
seperti selulosa, pektin dan lignin dilakukan dengan menahannya di dalam
retihlo-rumen untuk memberikan kesempatan pada mikroba melakukan proses
fermentasi (Hume dan Warmer, 1979). Peran mikroba di dalam rumen selain
melnbantu pencernaan serat kasar juga mensintesis protein dan vitamin B12. Hasil
akhir pencemaan oleh mikroba ini adalah asam lemak terbang, senyawa amoniak

dan gas-gas lain, yang dimanfaatkan oleh ruminansia sebagai sumber energi
(Arora, 1995).
Mikroba di dalam retikulo-rumen ruminansia memperlihatkan suatu
bentuk hubungan simbiosis yang terjadi sebagai akibat proses evolusi mamalia
herbivora (Imai, 1998). Menurut Ogimoto dan Imai (1981) mikroba yang ada di
dalam retikulo-rumen terdiri atas protozoa, bakteri, jamur, virus, mikroplasma dan
bakteriofag. Dari seluruh mikroba ini, protozoa rumen memiliki ukuran sel Iebih
besar, serta ciri-ciri morfologi yang mudah diamati dengan mengunakan
mikroskop cahaya.
Sebagian besar dari protozoa m e n ini adalah siliata dan hanya sebagian
kecil flagelata. Siliata rumen telah berkembang menjadi suatu kelompok khusus
yang hanya sesuai hidup di dalam rumen dan tidak dapat di temui pada habitat
lainnya. Siliata ini bersifat anaerobik, dapat memfermenta~iserat tanaman, serta
dapat tumbuh dalam temperatur rumen bersama-sama dengan kehadiran bejutajuta bakteri (Hungate, 1966). Meskipun kekhususan siliata rumen pada inang
sangat tinggi, namun transfaunasi spesies siliata m e n dapat tejadi di antara
minansia. Transfaunasi spesies siliata &pat tejadi dengan mudah di antara
spesies inang jika mereka ditempatkan berdekatan satu sarna lain, namun inang
dari spesies yang sama dapat memiliki komposisi siliata rumen yang berbeda jika
mereka terpisah atau terisolasi secara geografis (Imai, 1998). Menurut Hobson
(2000) transfaunasi siliata m e n hanya dapat tejadi melalui kontak langsung
melalui mulut ke mulut di antara inang dengan perantaraan saliva, karena adanya
perilaku ruminasi dan inang.

Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang banyak
mengusahakan temak potong. Sistem petemakan yang diiakukan di daerah ini
bervariasi dari yang bersifat ekstensif (melepaskan temak pada siang hari dan
rnengandangkan pada rnalarn hari) dan intensif (dikandangkan dan diberi makan).
Temak yang umurn diusahakan sebagai temak potong adalah sapi dan kambing.
Kerbau disamping dimanfaatkan untuk mengolah tanah, diperah susunya juga
diusahakan sebagai temak potong.
Jenis pakan temak di Sumatera Barat bergantung pada tersedianya hijauan.
Jenis pakan temak itu umumnya berupa rumput liar dan hijauan lain yang tumbuh
di sekitar rumah serta hasil atau limbah pertanian.
Pemukiman penduduk yang mengusahakan peternakan di Sumatera Barat
memiliki keadaan topografi yang bervariasi, mulai dari dataran rendah di pinggir
pantai hingga ke daerah sekitar kaki pegunungan. Perbedaan kondisi topografi ini
mempengaruhi keadaan mikro-iklim dan penyebaran jenis tumbuhan terutama
yang menjadi pakan hijauan temak di masing-masing wilayah di Sumatera Barat.
Identifikasi siliata simbion dari berbagai inang dan wilayah yang berbeda
merupakan suatu kajian yang sangat menarik untuk diteliti (Imai, 1998). Siliata
sangat beragam bentuk maupun ukurannya, keberadaannya tergantung pada
in~ng,lingkungan dan makanan. Penelitian tentang kelimpahan, keragaman,
morfologi dan sistimatik protozoa simbion di dalam rumen ruminansia dari
Sumatera Barat belum pemah dilakukan.
Perumusan Masalah

Mikroba di dalam rumen terdiri atas bakteri, fungi dan protozoa. Selain
bakteri clan fungi, pencemaan serat kasar di dalam m e n erat kaitannya dengan

peran serta protozoa simbion. Ketersediaan pakan Cjenis pakan), pola pemberian
pakan, musim (mikro-iklim) serta kondisi geografis di beberapa tempat di daerah
tropis berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kelimpahan dan jenis
protozoa di dalam rumen (Dehority dan Oprin, 1988). Selain itu jenis dan
kelimpahan protozoa juga sangat bergantung pada jenis temaknya. Imai (1985)
melaporkan adanya perbedaan kelimpahan dan jenis protozoa simbion antara sapi
bali dan kerbau lumpur di pulau Bali. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sugiri
ef a/. (1994) pada sapi peranakan onggol dan kerbau lumpur di pulau Jawa.
Kerbau dikenal sebagai ternak yang memakan pakan berkualitas lebih
rendah dibanding sapi, tetapi mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan lebih
besar oleh karena pencemaan pada kerbau lebih efisien. Salah satu
kemungkinannya adalah dalam mmen kerbau terdapat protozoa tertentu pencema
serat kasar yang efisien tidak ditemukan pada sapi, sehingga daya cema pakan
pada kerbau lebih baik dibandingkan dengan sapi. Sampai saat ini penelitian
terhadap jenis dan kelimpahan protozoa simbion pada sapi dan kerbau lumpur di
Indonesia bam dilakukan di pulau Bali oleh Imai (1985) dan di pulau Jawa oleh
Sugiri et a/.(1994). Informasi terhadap jenis protozoa simbion dan kelimpahannya
di Surnatera Barat belum temngkap. Selanjutnya hubungan antara ketinggian
daerah, mikro-iklim dan ragam makanan dengan jenis, kelimpahan protozoa
simbion dalam rumen temak di Sumatera Barat khususnya sapi dan kerbau juga
belum pemah dilakukan. Jika jenis protozoa simbion ini diketahui, kemudian
aspek-aspek biologis dari protozoa simbion ini diketahui juga, maka kemungkinan
transfaunasi protozoa rumen kerbau ke rumen sapi dapat memecahkan masalah
nutrisi pada ternak tersebut.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaman protozoa simbion di
dalam cairan rumen kerbau dan sapi dari Sumatera Barat, berkaitan dengan pola
dan jenis pakan yang secara tradisional merupakan hasil pertanian beserta
limbahnya. Mengetahui jenis-jenis protozoa simbion yang khas pada rumen
kerbau dan sapi serta keragamannya, dan mempelajari mikro-habitat populasi
protozoa simbion tersebut.
Penelitian ini diharapkan mendasari penelitian-penelitian selanjutnya di
bidang petemakan, kedokteran hewan dan biologi hewan umumnya, sapi dan
kerbau khususnya dalam upaya pemecahan masalah nutrisi bagi hewan temak
besar di Indonesia.

Hipotesis
Dari penelitian yang akan dilaksanakan dikemukakan hipotesis bahwa
perbedaan jenis d a ras hewan, kondisi topografi, jenis pakan serta faktor-faktor
lingkungan mengakibatkan perbedaan jenis, komposisi dan kelimpahan siliata di
dalam retikulo- rumennya.

TINJAUAN PUSTAKA
Lingkungan Kumen
Hungate (1966) menyatakan bahwa kondisi rumen adalah anaerob dan
mikro-organisme yang paling sesuai dapat hidup dan dapat ditemukan di
dalamnya. Tekanan osmotis dl dalam rumen mirip dengan tekanan osmotis aliran
darah. Suhu di dalam rumen berkisar 38'

- 42'

C. Derajat keasaman (pH) relatif

tetap (mendekati pH netral) dan pH dipemhankan oleh adanya absorbsi asam
lemak dan amonia pada dinding rumen.
Rurnen tidak menghasilkan enzim pencemaan (enzim selulase), karena
tidak terdapat sel-sel kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen
selalu menerima saliva yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi
utamanya. Saliva yang masuk ke dalam m e n berfimgsi sebagai penyangga dan
membantu mempertahankan pH tetap pada 6,s. Hal ini disebabkan oleh karena
tingginya ion HC03 dan PO4. Kondisi dalam rumen yang demikian menyebabkan
potensial oksidasi dan reduksi sangat rendah (Eh = - 300 sampai - 400 mV). Fase
gas tersusun dari C02 (50 - 70 %) dan sisanya merupakan metan (CK). Selama
makan hanya sedikit oksigen yang terbawa ke dalam rumen bersama makanan dan
cepat sekali termetabolisis (Arora, 1995).
Menurut Imai (1998) sejumlah mikroba rumen (bakteri, fungi dan
protozoa) menghuni saluran pencemaan (rumen atau sekum) inang sebagai
habitatnya karena tempat ini menjamin lingkungan yang stabil, oleh adanya
homeostasis serta tersedianya makanan secara berkala. Proses fermentasi oleh
mikroba m e n dapat tejadi karena makanan tertahan di dalam retikulo-rumen
untuk beberapa lama sebelum menuju ke pencemaan pasca m e n . Hume dan

Warmer (1979) menyatakan di dalam rumen terjadi proses fermentasi oleh
sejumlah mikroba yang sangat efisien dalam mencernakm serat kasar.
Morfologi dan Sistimatika Protozoa Rumen
Menurut Storer et ul. (1979) protozoa merupakan protista bersifat hewan,
bersel tunggal dan berukuran mikroskopis. Levine (1995) menyatakan seluruh
protozoa adalah organisme eukaryota, mempunyai inti yang dikelilingi oleh
selubung inti, memiliki bermacam bentuk seperti bulat telur, memanjang atau
tidak beraturan, memiliki satu inti atau Iebih, dan beberapa strdcur organel seperti
vakuola makanan dan vakuola kontraktil. Jasin (1989) menambahkan seluruh
anggota protozoa tidak merupakan organ atau jaringm.
Berdasarkan struktur atau alat geraknya, filum Protozoa dibagi atas empat
subfilum yaitu: subfilum Sarcomastigophora, subfilum Sporozoa, subfilum
Cnidospora dan subfilum Ciliophora. Subfilum Sarcomastigophora memiliki ciriciri yaitu alat gerak berupa flagelum, pseudopodium atau tanpa alat gerak dan
memiliki satu inti. Subfilum Sporozoa tidak memiliki alat gerak dan vakuola
kontraktil, semua anggotanya bersifat parasit. Subfilum Cnidospora, memiliki
spora yang mengandung satu hingga empat filamen. Subfilum Ciliophora,
memiliki silium paling tidak pada satu stadium dalam siklus hidupnya dan dua
tipe inti (makronukleus dan mikronukleus) (Storer et al., 1979).
Levine (1995) mengelompokkan protozoa rumen ke dalam filum
Ciliophora. Semua filurn ini mempunyai silium atau organel-organel silium
majemuk paling sedikit satu stadium dalam siklus hidupnya, dua tipe inti
(makronukleus dan mikronukleus), reproduksi aseksual terjadi melalui
pembelahan biner secara transversal clan reproduksi seksual melalui konjug-asi

atau autogami. Menurut Ogimoto dan Imai (1981) sebagian besar protozoa rumen
berukuran mikroskopis dengan panjang 4

-

200 mikrometer:Berdasarkan tipe

infrasiliatumya, filum Protozoa rumen seluruhnya termasuk dalam kelas
Kinetofrabminophoasida dengan ciri-ciri infrasiliatur oral hanya sedikit berbeda
dengan infrasiliatur somatik.
Menurut Levine (1995) kelas Kinetofragminophoasida dibagi menjadi
dua subkelas berdasarkan posisi sitosoma yaitu Gymnostomatasina dan
Vestibuliferasina. Pada subkelas Gymnostomatasina, daerah sitosoma superfisial,
di apeks atau di subapeks dan tanpa vestibulum. Subklas ini terdiri atas satu ordo
yaitu Prostomatidorida, dimana sitosoma terletak dl apeks atau di subapeks. Pada
ordo ini hanya ada satu famili yaitu Buetschliidae. Menurut Ogimoto dan hnai
(1981) ciri-ciri famili Buetschliidae, tubuh berbentuk bulat telur hingga
memanjang, makronukleus bulat, silium menutupi seluruh atau sebagian
permukaan tubuh, ada sebuah vakuola "concretion". Menurut Levine (1995) pada
subkelas Vestibuliferasina, seluruh anggota subkelasnya memiliki vestibulum.
Subkelas Vestibuliferasina terbagi atas dua ordo yaitu ordo Trichostornatorida dan
crdo Entodiniomorphidorida. Ordo Trichostomatorida memiliki sitosoma apeks
atau subapeks dan satu vestibulum. Pada ordo ini ditemukan lima famili:
Isotrichidae,

Paraisotichidae,

Balantiidae,

Pycnotrichidae

dan

Blepharocorythidae, tetapi dari lima famili tersebut hanya dua famili (Isotrichidae
dan Blepharocorythidae) yang menghuni rumen ruminansia. Famili Isotrichidae
memiliki tubuh memanjang mirip Paramecium, silium somatik seragam dan
menutupi seluruh permukaan tubuh, tanpa vakuola kontraktil. Famili
Blepharocorythldae memilib vestibulum yang jelas, tubuh ramping, silium

ditemukan pada ujung anterior dan posterior tubuh. Ordo Entodiniomorphidorida,
tidak memiliki siliatur somatik tetapi diganti oleh zona-zona silium, pelikel kokoh
dan kadang-kadang rnenonjol keluar menjadi duri. Seluruh anggota ordo
Entodiniomorphidorida

di

dalam

rumen

ruminansia

adalah

famili

Ophryoscolecidae, sedangkan famili lainnya Cyclosposthiidae, Polydiniellidae,
Spirodiniidae, .Ditoxidae, Telrnodiidae dan Traglodytellidae menghuni sekuln
kuda, tapir, gajah, badak, kuda nil dan monyet (Ogimoto clan Imai, 1981). Ciri-ciri
famili Ophryoscolecidae kornpleks, tubuh bulat telur dan pipih, silium terbatas
pada daerah mulut (peristoma) atau daerah yang berdekatan dengan anterior
tubuh, permukaan tubuh ditutupi oleh pelikel tanpa siliurn. Pelikel sering
berkembang membentuk tonjolan duri di ujung posterior tubuh. Permukaan
pelikel memiliki rigi yang khas pada masing-masing spesies. Zona silium dibagi

dua yaitu silium oral dan silium adoral. Sel dibagi menjadi endoplasma dan
ektoplasma. Endoplasma relatif tipis, mengandung butiran pati, bagan tanaman

dan bakteri, sedangkan ektoplasma tebal terdiri dari satu atau lebih vakuola
kontrahtil dan granula-granula amilopektin. Anus terdapat pada ujung anterior
tubuh dengan rektum yang pendek mengarah pada endoplasma. Makronukleus
berbentuk batang atau tak beraturan. Sebuah mikronukleus terletak pada sisi
mikronukleus kecuali selama pembelahan sel. Pada spesies berukuran besar ada
keping kerangka yang tersusun atas bahan-bahan polisakarida di dalam
ektoplasma (Imai, 1998).
Menurut Hungate (1966) protozoa rumen dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu holotrika (siliurn ada di sekitar tubuhnya) dan oligotrika
(silium hanya ada di sekitar mulut). Kelompok holotrika memiliki morfologi yang

sederhana meliputi spesies Isolrichu dan Dasytriclzu sebaliknya kelompok
oligotrika memiliki bentuk yang kompleks meliputi spesies Entodiniunz,
Epidinium, Diplodinium, dan Opl7ryoscolex

Imai (1981); Levine (1995), mengusulkan klasifikasi protozoa rumen
berdasarkan ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
Filum: Ciliophora Doflein, 1901
Kelas: Kinetofragminophora De Puytorac et a/., 1974
Subkelas (1): Gymnostomata Butschli, 1889
Ordo 1: Prostomatida Schewiakoff, 1896
Subordo (1): Archistomatina De Puytorac eta/., 1974
Famili: Buetschliidae Poche, 1913
Genus: Buetsclzliu Schuberg, 1888
Subkelas (2): Vestibuliferida De Puytorac et a/., 1974
Ordo 1: Trichostomatida Butschli, 1889
Subordo (1): Trichostomatina Butschli, 1889
Famili: Isotrichidae Butschli, 1889
Genus: Isotricha Stein, 1859
Genus: Oligoisotricha Imai, 1981
Genus: Dasytricha Schuberg, 1888
Subordo (2): Blepharocorythina Wolska, 1971
Famili: Blepharocorythidae Hsiung, 1929.
Genus: Charorina Strand, 1928
Ordo 2: Entodiniomorphida Dolflein& Reichenow, 1929
Subordo: Entodiniomorphina Dolflein & Reichenow, 1929
Famili: Ophryoswlecidae Stein, 1859
Subfamili: Entodiniinae Lubinsky, 1957
Genus: Entodinium Stein, 1859
Subfamili: Diplodiniinae Lubinsky, 1957
Genus: Diplodinium Schuberg, 1888
Genus: Eodinium Kofoid & Maclennan, 1932
Genus: Eudiplodinium Dogiel, 1927
Genus: Ostracodinium Dogiel, 1927
Genus: Enoploplastron Kofoid & Maclennan, 1932
Genus: Metadinium Awerinzew & Mutafowa, 1914
Genus: Elytroplasiron Kofoid & Maclennan, 1932
Genus: Polyplastron Dogiel, 1927
Subfamili: Ophryoscolecinae Lubinsky, 1957
Genus: Epidinium Crawley, 1923
Genus: Epiplastron Kofoid & Maclennan, 1933
Genus: Ophistlzolrichum Buisson, 1923
Genus: Oplz~~oscolex
Stein, 1959
Genus: Caloscolex Dogiel, 1926

Jumlah dan posisi silium, bentuk makronukleus, jumlah dan letak vakuola
kontraktil, jumlah dan letak keping kerangka menjadi karakter tetap yang
digunakan sebagai kriteria untuk identifikasi genus dan spesies dalam famili
Ophryoscolecidae (Gambar 1) (Imai, 1998). Ditambahkan oleh Williams dan
Coleman dulanz Hobson (1988) bahwa ukuran dan bentuk tubuh, bentuk dan
panjang makronukleus serta jumlah duri juga digunakan sebagai kriteria
identifikasi.

Gambar 1. Struktur tubuh dari Po(vplasiron nzulfivesiculatu~n
Keterangan : OP = Operkulum, LCZ = Zona silium kiri, ACZ = Zona silium
adoral, Mi = Mikronukleus, Ma = Makronukleus, CV = Vakuola kontraktil, SP =
Keping kerangka, R = Rektum, CP =Anus. (Sumber Imai, 1998)

Honigberg et al. (1 964); Levine el 01. (1 980) dan Lee et al. (1985) dulanz
Hobson (1988) mengusulkan klasifikasi kelompok holotrika berdasarkan ukuran
tubuh dan posisi silium seperti dalam Tabel I:
Tabel 1. Klasifikasi holotika rumen

Sumber: Hobson (1988)
Populasi dan Kelimpahan Protozoa Rumen

Populasi protozoa rumen didominasi oleh siliata sedangkan flagelata
banyak terdapat pada anak sapi (pedet), sebelum populasi siliata berkembang
(Bird, 1991). Lebih dari 250 spesies siliata telah ditemukan di dalam rumen
berbagai ruminansia (Imai, 1998). Dogie1 (1935) dala~n.Ogimoto dan Imai (1981)
menemukan 100 spesies siliata dari ruminansia domestik dan ruminansia liar,
sedangkan Kofoid dan Mac Lennan (1933) dalam Ogimoto dan Imai (1981)
menemukan 109 spesies siliata rumen dari sapi zebu (Bos indicus) di India dan
Srilangka.
Populasi protozoa jumlahnya bertarnbab dua kali dalam satu hari dengan
cara membelah diri. Hampir dalam jumlah yang sama protozoa yang bertambah
tersebut tehawa ke saluran pencemaan bagian belakang (omasum dan abomasum)
inang bersama-sama ingesta untuk dicernakan (Hungate, 1966). Bertambahnya

ju~nlahpopulasi protozoa rumen karena adanya proses reproduksi. Ada dua tipe
reproduksi yaitu reproduksi aseksual dengan membelah diri dan reproduksi
seksual dengan konjugasi (Ogimoto dan Imai, 1981). Konjugasi sering diamati
pada protozoa yang didapat dari cairan rumen segar. Genus-genus yang
melakukan

konjugasi

yaitu

Entodinium, Diplodiniurn,

Epidinium,

dan

Ostrucodiniunz. Konjugasi juga diamati pada Op/zryoscolex pur4yne di dalam

medium kultur sel tunggal. Pada holotrika konjugasi terjadi melalui penyatuan
bagian permukaan tubuh, sedangkan pada Entodimorphida konjugasi terjadi
melalui penyatuan bagian mulut, selanjutnya inti garnet berpindah dan saling
bertukar melalui bagian yang menyatu ini (Hungate, 1966). Dalam reproduksi
secara aseksual, siliata membelah secara transversal hingga terbentuk dua
individu Di dalam proses pembelahan genus Diplodinium, silium dan keping
kerangka dipertahankan oleh sel induk sedangkan silium dan keping kerangka
'

.

barn dibentuk dalam belahan sel anak. Dalam genus Entodinium, pembelahan
tejadi selama 15 menit yaitu dimulai dari awal pembelahan hingga membentuk
dua individu yang kornpleks (Hobson, 1988).
Famili Ophryoscolecidae selalu dominan di dalam rumen yaitu lebih dari
80% populasi siliata rurnen, sedangkan famili Blepharocorythidae dan farnili
Buetschliidae memiliki kelimpahan yang rendah di dalam rumen tetapi dominan
di &lam sekum seperti terdapat pada kuda, tapir dan kuda nil (Imai, 1998).
Franzolin et al. (1990) melaporkan adanya perbedaan kelimpahan protozoa
antara kerbau jantan (Mediterrarnean buffalo) dengan sapi jantan (persilangan
Flamengo dan sapi Zebu) di Brasilia. Kelimpahan protozoa lebih rendah pada
kerbau yaitu 12,6 x lo4 per mililiter cairan rumen sedangkan pada sapi 19,4 x lo4

per mililiter cairan rumen. Sugiri et ul.(l993) tidak menemukan perbedaan
kelimpahan protozoa dalam cairan rumen kerbau lumpur dan sapi onggol di pulau
Jawa. Ogimoto dan Imai (1981) menyatakan kelimpahan protozoa di dalam rumen
berkisar dari 10'

-

10' per mililiter cairan rumen pada hewan yang sehat.

Kelimpahan protozoa di dalam rumen banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti individu, jenis spesies, jenis pakan, umur dan lingkungan.
Fluktuasi dan populasi protozoa rumen sering dikaitkan dengan pola dan
jenis pakan. Jika temak banyak mengkonsumsi pakan yang mudah dicema maka
populasi Isotrichu prostarnu dan Isotriclzu intestinalis akan meningkat (Nasution,
1989). Pemberian makan lebih dari satu kali dapat membantu memperkecil
fluktuasi harian protozoa di dalam m e n . Dengan sering memberi makan
ruminasi akan bertambah, aliran saliva akan lebih banyak sehingga saliva yang
masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai penyangga dan membantu
mempertahankan $3. Keadaan kelaparan atau kekurangan makanan jangka lama
merupakan faktor utama penyebab berkurangnya jurnlah protozoa. Rendahnya pH
rumen mengurangi populasi protozoa secara ekstrim (Arora, 1995)
Pengaruh pakan terhadap kelimpahan protozoa telah dipelajari Dehority
dan Orpin (1988). Pada kambing yang di beri pakan jerami kering-kosentrat,
kelimpahan protozoa didapatkan berkisar 7 - 12 x 10' per mililiter cairan rumen
sedangkan dengan pakan jerami kering saja berkisar 2 - 4 x 10' per miliiiter cairan
rumen. Peningkatan kelimpahan protozoa juga ditemukan pada sapi dan kerbau air
bila kosentrat ditambahkan ke dalam diet.
Bila persentase kosentrat (biji-bijian) di dalam diet dinaikkan hingga 60 %
atau lebih maka akan terjadi penurunan nilai pH rurnen, yang mengakibatkan

penurunan kelimpahan protozoa. Bila perbandingan 40 - 50 % bahan berserat
kasar di dalam makanan akan meningkatkan jumlah populasi protozoa (Hobson,
1988).
Makan berkali-kali dapat menghambat fluktuasi PI-I rumen dan
berpengaruh terhadap kelimpahan protozoa rumen. Ketika kerbau diberi pakan
dua kali sehari, pH rumen berkisar 5, 85 - 6,65 akan tetapi jika enam kali sebari,
fluktuasi pH rurnen berkisar hanya antara 6, 15 - 6,4 (Dehority dan Orpin, 1988).
Pada ruminansia liar, perubahan musim mengakibatkan perubahan
kelimpahan protozoa di dalam rumennya (Hobson, 1988). Kelimpahan protozoa
menurun pada rusa "mule" (mule deer) di Utah dan rusa ekor putih (white-tailed
deer) di Texas selama musim dingin (winter). Penurunan kelimpahan protozoa
juga tejadi pada rusa merah (red deer) selama musim dingin di dataran tinggi
Skotlandia, tetapi kelimpahan spesies Entodinium unteronucleatum pada rusa ini
justru meningkat (Westerling, 1970).
Kelimpahan protozoa pada sapi zebu di Sinegal rneningkat dua kali lipat
pada musim hujan yaitu 12 x 10"r

mililiter cairan rumen dengan keragaman,

genus Entodinium antara 35 - 85%, Epidinium 6%, Holotriku 7% clan sisanya
genus Diplodinium sedangkan pada musim bersalju diperoleh kelimpahan 5,9 x
10"r

mililiter cairan rumen dengan keragaman, genus Entodinium 89%,

Diplodiniu~n5,7%, Holotriku 42% (Hobson, 1988).
Kelimpahan spesies protozoa rumen dapat beragam pada setiap
ruminansia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelimpahan tersebut disebabkan
oleh lokasi geografis, perbedaan diet, asal hewan clan isolasi dengan ruminansia
lainnya (Dehority dan Orpin, 1988).

Kelimpahan protozoa rumen dan jumlah spesies per hewan pada kerbau air
dan sapi menurut Hobson (1988) yang diambil dari berbagai pustaka pada
berbagai lokasi geogafi diperlihatkan dalam (Tabel 2).

Keterangan :

" Kepustakaan : (1) Imai,

1985; (2) Irnai dan Ogimoto, 1984; (3) Dehority, 1979;
(4) I y i et al, 1981b; ( 5 ) Shimizu et al, 1986; (6) Dehority, 1986a; (7) Imai et al,
1982. Rata-rata dan kisaran, Kisaran tidak dilaporkan, ' Kerbau air, " Sapi zebu,
...
"'Sapi

Peranan Protozoa di dalam Rumen
Peranan protozoa pada saat ini masih dipertanyakan keberadaanya di
dalam sistim pencemaan. Sebagian ahli nutrisi ruminansia menganggap bahwa
protozoa tidak esensial dengan alasan sapi dapat hidup tanpa kehadiran protozoa
di dalam rumennya.
Keberadaan populasi protozoa dan kondisi pakan yang rendah gula dan
pati, protozoa ini akan memangsa bakteri yang merupakan mikroba utama di,
dalarn rumen. Yokohama dan Jhonson (1988) menyatakan protozoa dan bakteri
bersaing dalam menggunakan beberapa bahan makanan, protozoa akan
mengunakan bakteri sebagai sumber protein untuk kehidupannya sehingga
jumlah bakteri dalam rumen berkurang sampai setengah atau lebih. Pendapat yang

sama dinyatakan oleh Arora (1995), protozoa menelan bakteri dan hidup darl
bakteri serta memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari ingesta rumen.
Pemangsaan bakteri oleh protozoa akan mengurangi biomasa bakteri yang bebas
dalam cairan rumen sekitar 50 - 90 %, dapat menurunkan kolonisasi bakteri
pencema partikel makanan (Preston dan Leng, 1987).
Menurut Bird ef a[. (1990) bahwa protozoa memberikan sumbangan tidak
bcgitu besar artinya bagi nutrisi temak inang. Sebagian biomassa protozoa tidak
tersedia bagi pencemaan pasca m e n , ha1 ini karena protozoa dapat bergerak
sehingga dapat terhindar dari aliran ingesta dan bertahan di dalam rumen. Akibat
dari kenyataan ini hanya sebagian kecil saja protozoa yang mengalir ke organ
pasca rumen (Leng er al., 1986).
Menurut Nolan et 01. (1989), aliran protein mikroba serta protein pakan ke
organ pencemaan pasca rumen akan lebih banyak jika protozoa tidak ada.
Pendapat ini di dukung oleh Merchen dan Tigemeyer (1992), bahwa defaunasi
dapat meningkatkan aliran protein kasar ke organ pasca rumen sebesar 18 %
dengan rincian peningkatan protein asal bakteri 14% dan protein bukan bakteri
25%.
Adapun pendapat yang mendukung keberadaan protozoa mempunyai
alasan bahwa protazoa dapat mempertahankan pH melalui pengamanan pakan
yang mudah difermentasi (Readily Fermentable Carbohidrate / RFC). Protozoa
rumen biasanya segera menyimpan atau menumpuk karbohidrat mudah larut yang
berasal dari pakan di dalam tubuhnya, dengan cara ini laju konversi RFC yang
terlalu cepat oleh aktifitas fermentasi bakteri menjadi asam laktat dapat dicegah
oleh protozoa. Laju konversi RFC yang terlalu cepat menjadi asam laktat dapat

mengakibatkan penurunan pH. Penurunan pH secara drastis akan berakibat buruk
terhadap populasi mikroba rumen (Kaufmann GI u1.,1980).
Jouany dan Ushida (1989) menunjukkan bahwa kecemaan dinding sel
karbohidrat lebih tinggi pada temak yang mengandung protozoa normal. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena protozoa mempunyai pengaruh yang positif
terhadap kecernaan dinding sel. Kecemaan pada hewan defaunasi akan menurun
bila pati terdapat dalam juinlah yang tinggi dalam pakan.
Beberapa jenis protozoa mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
dinding sel tanaman, selanjutnya dinyatakan juga bahwa beberapa jenis protozoa
membutuhkan bakteri sebagai sumber pakannya (Vandest, 1982). Preston dan
Leng (1987) menyatakan bahwa protein baik yang berasal dari tanaman maupun
bakteri kemungkinan merupakan sumber protein utama bagi protozoa m e n . Pati
adalah substrat yang paling penting sebagai sumber energi protozoa, yang
m e ~ p a k a ngula atau karbohidrat yang mudah larut. Aktivitas protozoa memangsa
bakteri di dalam m e n dapat memberikan arti yang positif, yaitu proses tersebut
pada akhimya memberikan pasokan nitrogen (asam amino dan peptida) ke dalam
rumen yang merupakan hasil lisis bakteri (Williams dan Coleman, 1988).
Protozoa dapat menjadi sumber protein di dalarn m e n dengan jalan
akumulasi protein bakteri menjadi protein protozoa di dalam rumen (Church,
1988). Mikroba m e n mengandung 80% nitrogen dan 0,61% sulfur, kandungan
selenium sangat bewariasi antara 0,04 dan 1,90 ppm. Jika pakan mengandung
nilai protein yang rendah, keberadaan protozoa di dalam rumen akan dapat
meningkatkan nilai pakan sehingga hijauan pakan akan lebih baik karena kualitas

protein protozoa lebih baik dari protein bakteri (Whanger, Weswig dan Oldfield,
1978).
Protozoa dapat menstabilkan fermentasi sehingga dapat berfungsi sebagai
penyangga, karena mempunyai kemampuan memecah pati lebih lama
dibandingkan dengan bakteri (Jouany dan Ushida, 1989). Menurut Jaouany (1991)
proses penurunan pH secara drastis berlaku pada kelompok temak yang diberi
ransum kaya akan sumber karbohidrat (gula terlarut tinggi), sehingga protozoa
diperlukan peranannya untuk mempertahankan pH. Amilopektin merupakan
simpanan energi bagi protozoa digunakan apabila substrat dalam lingkungan
rurnen berkurang.
Sebanyak 82% gula diserap oleh holomka, dapat disimpan sebagai
amilopektin. Simpanan amilopektin oleh holotrika maksimal 2 - 4 jam sesudah
inang makan. Kebanyakan gula dapat digunakan oleh beberapa genus dari
kelompok holotrika dalam proses fermentasi (Hungate, 1966). Dasyt+icha
mengandung enzim untuk menghidrolisis maltosa, selulosa, eskulin, arbutin,
salisin. fsotriclta tidak dapat mengunakan maltosa, tetapi mengunakan pati.
Dusyfricha dapat menghidrolisis maltosa, tetapi tidak dapat mengunakan pati
(Hungate, 1966). Hal'yang sama juga di kemukakan oleh Arora (1995) bahwa
holotrika terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa, dan
pati terlamt serta melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, C02,,
hidrozen dan amilopektin (Arora, 1995):
Jika temak banyak mengkomsumsi pakan yang mudah dicema maka
populasi fsotriclza prosloma, fsotricha intestittalis akan meningkat. Kedua spesies
ini &pat memanfaatkan glukosa, mtktosa, inulin, levans, granula dan pektin,
?

tetapi tidak dapat memanfaatkan manosa, maltosa dan glukosianin. lsoiricha
pro.s/omu, Isolriclza

inleslinulis

menyimpan

karbohidrat

dalam

bentuk

amilopektin. Jika spesies ini terns-menems mencema gula selnya dapat pecah
karena tidak mempunyai kontrol kimiawi. I.solricl?a dapat membentuk asam
asetat, butirat, laktat serta Hz dan COz (Church, 1979). Asetat adalah prekursor
untuk sintesis asam-asam lemak yang lebih tinggi (Lloyd ei ul., 1989).
Oligotrika pemecah selulosa tetapi holotrika tidak me~npunyaisifat ini.
Pati secara ak