Modifikasi keragaman mikroba dan fermentasi rumen sapi dengan pemberian saponin lerak
MODIFIKASI KERAGAMAN MIKROBA DAN FERMENTASI
RUMEN SAPI DENGAN PEMBERIAN
SAPONIN LERAK (
Sapindus rarak
)
SRI SUHARTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Modifikasi Keragaman Mikroba dan
Fermentasi Rumen Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (
Sapindus rarak
) adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Sri Suharti
D162070031
(3)
Cattle Using Lerak
(Sapindus rarak)
Saponin. Under the directions of DEWI APRI
ASTUTI, TOTO TOHARMAT and ELIZABETH WINA.
The aim of this research was to investigate the utilization of whole lerak extract to
improve the
in vitro
fermentation, microbe diversity and performance of beef cattle
fed with high forage based ration. There were four experiments i.e. 2
in vitro
and 2
in
vivo
experiment. The first
in vitro
experiment evaluated the effect of whole fruit
lerak extract with different levels (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) on ruminal
fermentation and microbial diversity using native grass and concentrate (50:50, w/w)
as a substrate. The second
in vitro
was aimed to investigate the effect of different
level of lerak extract (0, 0.6, 0.8 mg/ml) on fermentation, population of rumen
microbes and enzyme activity in the
in vitro
fermentation of diets composed of
different ratios of forage and concentrate (90:10, 80:20, 70:30, w/w). The first
in vivo
study was conducted using 12 local beef cattle which received 3 different treatments
of 0, 500 and 1000 mg lerak meal/kg body weight (BW). Daily gain, nutrient
digestibility and blood profile were measured. Thus, the second
in vivo
study was
conducted using 12 local beef cattle with three diets containing lerak extract of 0, 100
and 200 mg/kg body weight. Parameters measured were nutrient digestibility,
fermentation products, feed intake and daily gain of beef cattle during 90 days
treatment.
In vitro
experiment showed that 1 mg/ml of lerak extract reduced (P<0.01)
protozoa population. The gas production tended to increase while methane
production/ml gas was reduced but total methane production was same among
treatments. Although lerak extract did not affect concentration of total VFA, it
decreased molar proportion of acetic and butyric acid but increased that of propionic
acid significantly (P<0.01) and improved the ratio of acetate: propionate. The
population of some bacteria spesies most closely related to
Prevotella ruminicola
increased
.
The second
in vitro
experiment showed that there was no interaction
between ratio of forage and level of lerak extract for all parameters. The addition of
lerak extract did not affect dry matter digestibility, but reduced organic matter
digestibility. In contrast, total VFA and propionate production increased (P<0.05)
with 0.8 mg/ml lerak extract addition. Total numbers of
Ruminococcus albus
and
Prevotella ruminicola
were enhanced by increasing level of lerak extract in all diets,
but numbers of
Fibrobacter succinogenes
tended to decrease.
In vivo
experiment
showed that the addition of lerak meal 500 mg/kg BW in the beef cattle ration did
not affect nutrient intake and digestibility. In contrast, lerak meal at higher level
(1000 mg/kg BW) increased fibre intake and decreased nutrient digestibility (P<0.05)
and white blood cells (P<0.01). There was no difference on average daily gain
among treatments. The addition of lerak extract up to 200 mg/kg BW did not affect
on nutrients digestibility. Total VFA and propionate proportion increased (P<0.05)
and ratio of acetate:propionate decreased (P<0.05) with lerak extract addition. The
used of lerak extract decreased NH
3concentration while nitrogen balanced and
microbial crude protein synthesis similar among treatments
(4)
dengan Pemberian Saponin Lerak (
Sapindus rarak
). Dibimbing oleh DEWI APRI
ASTUTI, TOTO TOHARMAT dan ELIZABETH WINA.
Peternakan
sapi
potong rakyat di Indonesia masih mengandalkan ransum
hijauan yang kurang berkualitas dalam jumlah tinggi (70-100%). Hal ini dapat
menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama
nitrogen (N). Selain itu, pada ekosistem rumen seringkali populasi dan aktivitas
bakteri terganggu dengan adanya protozoa karena protozoa sering memangsa bakteri
untuk mencukupi kebutuhan proteinnya. Akibatnya efisiensi pemanfaatan energi
pakan rendah, produksi gas metan tinggi dan pertambahan bobot badan sapi rendah.
Strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan
memodifikasi mikroba rumen yang dapat menekan pertumbuhan protozoa dan
mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen. Populasi bakteri rumen yang tinggi
dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan, aliran N dalam rumen serta sintesis
protein mikroba. Populasi protozoa dalam rumen dapat ditekan secara parsial
(defaunasi parsial) dengan pemberian senyawa saponin asal tanaman. Defaunasi
parsial memungkinkan beberapa bakteri rumen dapat berkembang namun populasi
protozoa tidak seluruhnya mati. Hal ini akan menguntungkan proses fermentasi
karena protozoa juga mempunyai peran dalam degradasi serat dan mempertahankan
pH rumen. Salah satu tanaman tropika yang banyak mengandung saponin adalah
buah lerak. Potensi saponin ekstrak buah lerak sudah dikaji pemanfaatannya pada
ternak domba sebagai suplemen defaunasi. Namun demikian penelitian yang
menganalisis pengaruh saponin ekstrak lerak terhadap keragaman komunitas bakteri
rumen, dinamika populasi bakteri spesifik, aktivitas fermentasi pada berbagai rasio
hijauan dan pemanfaatannya pada sapi potong belum banyak dikaji. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan ekstrak keseluruhan buah lerak untuk
memperbaiki fermentasi, keragaman dan populasi mikroba rumen serta performa sapi
potong lokal yang mendapat ransum hijauan tinggi.
Penelitian ini terdiri atas 4 percobaan yaitu 2 percobaan
in vitro
dan 2
percobaan
in vivo
. Penelitian
in vitro
tahap pertama dirancang untuk mengevaluasi
pengaruh ekstrak lerak pada berbagai level (0;0.001; 0.01; 0.1 and 1 mg/ml) pada
fermentasi dan keragaman mikroba rumen dengan menggunakan rumput lapang dan
konsentrat sebagai substat dengan rasio 50:50 (BK/BK). Penelitian
in vitro
tahap
kedua bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai level ekstrak lerak (0, 0.6, 0.8
mg/ml) pada fermentasi, dinamika populasi bakteri spesifik rumen dan aktivitas
enzim pada substrat dengan rasio hijauan berbeda (90:10, 80:20, 70:30 BK/BK).
Parameter yang diukur adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK,
KCBO), total
volatile fatty acid
(VFA), profil VFA, konsentrasi NH
3, populasi
protozoa, dinamika populasi bakteri spesifik dan aktivitas enzim rumen. Hasil uji
terbaik penelitian
in vitro
dilanjutkan dengan penelitian
in vivo
. Uji
in vivo
tahap
pertama dilakukan untuk mengevaluasi 3 level pemberian tepung buah lerak (0, 500,
(5)
Selanjutnya, pada uji
in vivo
tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh
level ekstrak lerak (0, 100 dan 200 mg/kg BB) pada sapi potong lokal (12 ekor) yang
mendapat ransum hijauan tinggi (H:K=70:30, BK/BK). Parameter yang diukur
adalah kecernaan nutrien, produk fermentasi (NH3 dan VFA), profil lemak dan
hematologi darah, serta pertambahan bobot badan harian.
Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa
aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Hasil penelitian
in vitro
tahap pertama menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 1 mg/ml menurunkan
(P<0.01) populasi protozoa, meningkatkan produksi total gas dan menurunkan
konsentrasi metan/ml gas, namun produksi total metan tidak berbeda antar perlakuan.
Meskipun ekstrak lerak hanya sedikit mempengaruhi produksi total VFA, proporsi
molar asetat dan butirat menurun (P<0.01) serta proporsi propionat meningkat
(P<0.01) yang selanjutnya menurunkan rasio asetat:propionat (P<0.01). Hal ini
membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan
mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H
2yang diproduksi dalam rumen
lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan
metan. Populasi beberapa spesies bakteri rumen diindikasikan meningkat dan salah
satunya berhubungan dekat dengan
Prevotella ruminicola
yang merupakan bakteri
penghasil propionat dalam sistem rumen.
Hasil uji
in vitro
tahap kedua menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi
antara rasio hijauan dan level ekstrak lerak pada semua parameter
in vitro
yang diuji.
Penambahan ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun
menurunkan KCBO. Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat meningkat
(P<0.05). Jumlah
P. ruminicola
dan
R.albus
meningkat dengan penambahan ekstrak
lerak, namun bakteri
F.succinogenes
cenderung menurun. Penambahan ekstrak lerak
pada 4 jam fermentasi
in vitro
menurunkan aktivitas enzim
amylase
, namun
meningkatkan aktivitas
xylanase
dan
carboxymethylcellulase
. Peningkatan aktivitas
xylanase
diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi
P.ruminicola
yang aktif
mendegradasi
xylan.
Carboxymethylcellulase
juga cenderung meningkat karena
pemberian ekstrak lerak dapat meningkatkan populasi
R albus
. Penurunan aktivitas
amylase
terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa
protozoa menghasilkan
amylase
untuk mendegradasi pati.
Hasil uji
in vivo
tahap I menunjukkan bahwa pemberian lerak dalam bentuk
tepung pada level 500 mg/kg pada sapi potong yang mendapat hijauan sedang tidak
mempengaruhi konsumsi ransum total dan kecernaan nutrien. Namun pada level
yang lebih tinggi (1000 mg/kg BB), konsumsi serat kasar meningkat dan kecernaan
nutrien menurun (P<0.05) serta menurunkan butir darah putih (P<0.01). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga
masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan
ternak. Pertambahan bobot badan harian tidak dipengaruhi oleh pemberian tepung
lerak.
(6)
proporsi propionat meningkat (P<0.05) dan rasio asetat:propionat menurun (P<0.05)
serta konsentrasi NH
3rumen menurun (P<0.05). Pengunaan ekstrak lerak sampai
dengan level 20 mg/kg BB tidak mempengaruhi retensi nitrogen, sintesis protein
mikroba dan pertambahan bobot badan harian sapi potong yang diberi hijauan tinggi.
Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata meningkatkan produksi VFA total
dan proporsi propionat, namun pada proporsi propionat sebesar 19% dari total VFA
(sekitar 21 mM) masih belum dapat meningkatkan PBBH sapi potong secara signifikan.
Hal ini diduga pada konsentrasi propionat tersebut, energi yang terbentuk asal propionat
masih lebih banyak digunakan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya
dibandingkan untuk deposisi pertambahan bobot badan. Pemberian ekstrak lerak
selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah
putih dan proporsi limfosit serta tidak mempengaruhi profil lemak serum darah.
Secara keseluruhan, penggunaan ekstrak lerak dapat memodifikasi keragaman bakteri
dan fermentasi rumen dengan peningkatan propionat namun belum dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi yang mendapat hijauan tinggi
secara signifikan.
(7)
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan
atau menyebutkan sumber.
a.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah
b.
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB
2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(8)
SRI SUHARTI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(9)
Penguji pada Ujian Tertutup :
1.
Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan
(Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor)
2.
Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc
(Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor)
Penguji pada Ujian Terbuka :
1.
Dr. Ir. Suryahadi, DEA
(Staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor)
2.
Dr. Ir. Yantyati Widyastuti
(Peneliti pada Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia)
(10)
NIM :
D162070031
Program Studi/Mayor
: Ilmu Nutrisi dan Pakan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
Ketua
Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc Dr.
Elizabeth
Wina,
M.Sc
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Departemen
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc .Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
(11)
limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga telah tersusun disertasi ini. Disertasi ini
mengangkat tema tentang Modifikasi Keragaman Mikroba dan Fermentasi Rumen
Sapi dengan Pemberian Saponin Lerak (
Sapindus rarak
).
Salah satu artikel hasil
penelitian ini yang berjudul ‘Kecernaan Nutrien dan Performa Produksi Sapi Potong
Peranakan Ongole (PO) yang diberi Tepung Lerak (
Sapindus rarak
) dalam Ransum”
telah di publikasi pada jurnal ilmiah terakreditasi nasional pada tahun 2009 (JITV
14(3) : 200-207).
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS., Prof. Dr.
Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc dan Dr. Elizabeth Wina, M.Sc yang telah memberikan
arahan dan bimbingan sejak penyusunan usulan penelitian sampai terselesaikannya
disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc
penulis mengucapkan terimakasih atas semua masukan dan saran yang telah
disampaikan pada ujian tertutup. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr.
Ir. Yantyati Widyastuti dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA yang telah bersedia menjadi
penguji pada ujian sidang terbuka serta telah memberikan saran-saran yang dapat
memperbaiki tulisan disertasi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada Ketua Departemen INTP, Dekan Fapet dan Rektor IPB yang telah
mengijinkan untuk melanjutkan studi doktor dan Ditjen Dikti yang telah memberikan
beasiswa BPPS untuk studi pascasarjana di IPB.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuan dana penelitian antara lain Badan Litbang Pertanian Deptan melalui program
KKP3T 2007-2008, program training
Sandwich
DIKTI 2008, Hibah Bersaing IPB
2009 dan Hibah Strategis Nasional DIKTI 2009-2010. Kepada teman dan kolega staf
pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan dan Fakultas Peternakan
pada umumnya penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan dan motivasinya
untuk menyelasaikan disertasi ini tepat pada waktunya. Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada para analis dan pegawai kandang serta para mahasiswa yang telah
(12)
Kepada suami dan anak-anak tercinta, Ende Budi Mulyadi, S.Si, Sabrina
Mulya Azzahra, Syahira Mulya Khairani, penulis juga menyampaikan terimakasih
dan penghargaan atas ijin, pengertian, bantuan materiil dan doa restunya. Kepada ibu
dan ibu mertua tercinta, penulis menghaturkan terimakasih atas dukungan dan doa
restunya. Semoga disertasi ini menjadi karya yang dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
(13)
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1974,
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Talip Warso Utomo
(Almarhum) dan Ibu Sugiyarmi. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan
IPB dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan studi S2 di
program studi Biokimia, Sekolah Pascasarjana IPB dan lulus tahun 2004 dengan
beasiswa dari project DUE-like IPB. Selanjutnya pada tahun 2007, penulis
melanjutkan pendidikan program doktor pada program mayor Ilmu Nutrisi dan
Pakan, Sekolah Pascarjana IPB dengan beasiswa BPPS dari Ditjen Dikti.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak tahun 1998 menjadi staf pengajar
luar biasa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB
dan pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap pada departemen
yang sama.
Bogor, Agustus 2010
Sri Suharti
D162070031
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...
i
DAFTAR TABEL ...
iii
DAFTAR GAMBAR ...
v
DAFTAR LAMPIRAN ...
vi
PENDAHULUAN
Latar belakang ...
1
Tujuan Penelitian ...
3
TINJAUAN PUSTAKA
Lerak (
Sapindus rarak
), Potensi Produksi dan Penyebarannya...
4
Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya ...
6
Saponin ...
9
Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen...
10
Pengaruh Saponin pada Fermentasi dan Produksi Ruminansia...
12
Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba ...
15
Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan ...
15
Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol ...
17
KERAGAMAN BAKTERI, FERMENTASI RUMEN SERTA
PRODUKSI METAN
IN VITRO
DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK
LERAK (
Sapindus rarak
)
Pendahuluan ...
18
Bahan dan Metode ...
20
Hasil dan Pembahasan ...
25
Simpulan ...
35
Daftar Pustaka ...
35
POPULASI BAKTERI, AKTIVITAS ENZIM DAN FERMENTASI
RUMEN
IN VITRO
PADA RASIO HIJAUAN DAN KONSENTRAT
BERBEDA DENGAN PEMBERIAN EKSTRAK LERAK
Pendahuluan ……….
39
Bahan dan Metode ………
40
Hasil dan Pembahasan ………..
47
Simpulan ………...
54
(15)
KECERNAAN NUTRIEN DAN PERFORMA SAPI POTONG
PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI TEPUNG LERAK
(
Sapindus rarak
) DALAM RANSUM
Pendahuluan... 56
Bahan dan Metode ...
57
Hasil dan Pembahasan ...
60
Simpulan ...
64
Daftar Pustaka ...
64
KECERNAAN, FERMENTASI, PROFIL DARAH DAN PERFORMA
PRODUKSI SAPI POTONG LOKAL YANG DIBERI EKSTRAK
LERAK PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI
Pendahuluan... 66
Bahan dan Metode ...
67
Hasil dan Pembahasan ...
71
Simpulan ...
81
Daftar Pustaka ...
81
PEMBAHASAN UMUM ...
84
SIMPULAN DAN SARAN
89
Simpulan ...
89
Saran ...
90
DAFTAR PUSTAKA ...
91
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Karakteristik bakteri dominan pada rumen ...
7
2.
Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang
digunakan sebagai substrat fermentasi
in vitro
...
21
3.
Kandungan senyawa tanin dan saponin pada tepung dan ekstrak
lerak ……….
25
4.
Populasi total protozoa serta komposisi spesiesnya selama 12, 24
dan 48 jam inkubasi dengan pemberian berbagai level ekstrak lerak .
26
5.
Identifikasi bakteri pada pita-pita baru hasil DGGE pada kultur yang
mendapat perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak ……….
30
6.
Rataan nilai karakteristik fermentasi
in vitro
selama 48 jam inkubasi
pada berbagai level ekstrak lerak ……….
34
7.
Komposisi nutrien hijauan, konsentrat dan total ransum yang
digunakan sebagai substrat fermentasi
in vitro
tahap II …………...
41
8. Sekuen primer beberapa spesies bakteri rumen ………
44
9.
Populasi beberapa spesies bakteri rumen pada rasio hijauan dan
konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level
ekstrak lerak ...
49
10.
Aktivitas enzim dalam rumen pada rasio hijauan dan konsentrat
berbeda selama 4 dan 24 jam fermentasi akibat pengaruh pemberian
berbagai level ekstrak lerak ...
51
11.
Peubah karakteristik fermentasi pakan dengan rasio hijauan berbeda
sebagai pengaruh pemberian berbagai level ekstrak lerak ...
51
12.
Hasil analisis proksimat lerak dan konsentrat perlakuan ……….
59
13.
Konsumsi bahan kering (BK), serat kasar (SK) dan protein (PK)
pakan oleh sapi yang diberi berbagai level tepung lerak ………
60
14.
Nilai kecernaan bahan kering, serat kasar dan protein kasar pakan
(17)
15.
Gambaran hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai
level tepung lerak dalam ransum ...
62
16.
Performa sapi potong yang mendapat berbagai level tepung lerak
dalam ransum selama 64 hari ...
63
17.
Komposisi nutrien ransum perlakuan
in vivo
...
68
18.
Populasi protozoa rumen sapi potong yang mendapat berbagai level
ekstrak lerak dalam ransum ...
71
19.
Kecernaan nutrien, konsentrasi NH
3, serta profil VFA rumen sapi
potong yang mendapat berbagai level ekstrak lerak dalam ransum...
72
20.
Pendugaan sintesis protein mikroba sapi potong yang mendapat
berbagai level ekstrak lerak dalam ransum ...
74
21.
Neraca nitrogen sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak
lerak dalam ransum ...
76
22.
Hematologi darah sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak
lerak dalam ransum selama 90 hari ...
77
23.
Profil lemak serum darah sapi potong yang mendapat berbagai level
ekstrak lerak dalam ransum selama 90 hari ...
78
24.
Performa produksi sapi potong yang mendapat berbagai level ekstrak
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Pohon lerak ...
4
2.
Buah lerak dan hasil ekstrak metanol lerak ...
5
3.
Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid ……….
9
4.
Pola pita-pita yang muncul pada kultur yang diberi berbagai tingkat
ekstrak lerak hasil dari analisis DGGE sebagai indikator keragaman
bakteri rumen………
28
5.
Hasil klasterisasi keragaman bakteri rumen berdasarkan hasil
analisis DGGE pada kultur yang diberi berbagai level ekstrak lerak...
29
6.
Pola produksi gas total
in vitro
pada berbagai level ekstrak lerak …..
32
7.
Konsentrasi metan/ml gas
in vitro
sebagai respon pengaruh berbagai
level ekstrak lerak ………..……….
32
8.
Populasi protozoa selama 4 dan 24 jam inkubasi pada rasio hijauan
dan konsentrat berbeda sebagai pengaruh pemberian berbagai level
ekstrak lerak ...
47
9.
Pola peningkatan PBBH sapi perlakuan selama 90 hari
pemeliharaan……….
80
10.
Ilustrasi mekanisme kerja ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Daftar publikasi hasil penelitian ...
98
2.
Kerangka Penelitian ...
99
3.
Komposisi larutan-larutan ...
100
4.
Prosedur analisis alantoin ...
101
5.
Analisis statistik data percobaan
in vitro
tahap I ...
102
6.
Analisis statistik data percobaan
in vitro
tahap II ...
102
7.
Analisis statistik data percobaan
in vivo
tahap I ...
110
(20)
Latar Belakang
Permasalahan rendahnya produksi daging yang dihasilkan peternakan rakyat disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang mengandalkan hijauan berkualitas rendah dalam jumlah tinggi (70%-100%). Hal ini dapat menyebabkan kecernaan pakan rendah dan terjadinya defisiensi nutrien terutama protein atau nitrogen (N). Disisi lain, populasi bakteri rumen sering terganggu dengan keberadaan protozoa dalam rumen karena protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Walaupun protozoa juga membantu dalam degradasi serat pakan, namun keberadaannya dalam rumen sapi yang mendapat ransum berkualitas rendah dapat mengurangi suplai protein asal bakteri. Penekanan populasi protozoa diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan bakteri rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasi pakan serta menyediakan suplai protein bagi ternak yang berasal dari protein mikroba. Selain itu, protozoa juga merupakan inang bagi sebagian bakteri metanogen dalam proses transfer H2. Bakteri metanogen memanfaatkan gas H2
yang diproduksi protozoa untuk dikonversi menjadi CH4 dengan bantuan CO2.
Dengan demikian penekanan populasi protozoa juga berpotensi menekan produksi gas metan.
Buah lerak (Sapindus rarak) merupakan tanaman tropis yang mengandung saponin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging ekstrak buah lerak dapat berfungsi untuk menekan pertumbuhan protozoa dan meningkatkan performa domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan berbeda terhadap domba dan kambing di Balai Penelitian Ternak (Thalib et al. 1994, 1996; Wina 2005a). Senyawa aktif yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene. Namun, pemanfaatan ekstrak ataupun tepung keseluruhan buah dan biji lerak sebagai pakan aditif pada sapi potong belum pernah dilaporkan. Selain itu, masih sedikit sekali hasil penelitian yang melaporkan pengaruh saponin terhadap perubahan keragaman dan dinamika bakteri rumen serta produksi gas metan.
(21)
Saponin dari esktrak buah dan biji lerak (Sapindus rarak) dapat digunakan sebagai agen defaunasi untuk menekan pertumbuhan protozoa. Apabila populasi protozoa yang ada di dalam rumen ditekan jumlahnya, maka akan terjadi perubahan keragaman/komposisi mikroba rumen dan diharapkan terjadi modifikasi fermentasi rumen. Oleh karena itu, perlu dievaluasi pengaruh pemakaian ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak terhadap keseimbangan mikroba rumen secara lebih mendalam dan komprehensif melalui pendekatan molekuler real time PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengkuantifikasi mikroba secara cepat. Selain itu, untuk menganalisis keragaman mikroba rumen akibat penambahan ekstrak lerak dianalisis dengan teknik PCR-DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis). Teknik ini akan memberikan gambaran bakteri-bakteri yang akan terhambat dan bakteri yang akan meningkat pertumbuhannya dengan pemberian ekstrak lerak.
Sifat saponin yang mengikat kolesterol dan menurunkan tegangan permukaan, juga berpengaruh pada metabolisme lemak di dalam tubuh melalui mekanisme pengikatan kolesterol oleh saponin di lumen usus sehingga akan menghambat absorpsi kolesterol dan deposisinya (Malinow et al. 1981; Morehouse et al. 1999). Penelitian lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin sebagai anti kolesterol adalah dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase pankreas (Han et al. 2000). Oleh sebab itu, penelitian ini juga akan menganalisis profil darah yang berhubungan dengan metabolisme lemak untuk mengetahui pengaruh saponin dari keseluruhan buah dan biji lerak terhadap kadar kolesterol darah.
Penelitian ini berupaya mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier pada sapi potong lokal secara komprehensif baik pengaruhnya terhadap keragaman bakteri rumen, populasi beberapa bakteri spesifik (Ruminococcus albus, Fibrobacter succinogenes dan Prevotella ruminicola), aktivitas enzim, aktivitas fermentasi, retensi nitrogen dan performa produksi sapi potong lokal. Beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi ekstrak lerak sebagai rumen modifier dibagi menjadi 4 percobaan. Percobaan tahap pertama dilakukan untuk mengoptimasi berbagai level ekstrak lerak yang berpengaruh terhadap keragaman bakteri, produksi metan dan fermentasi rumen secara in vitro
(22)
pada substrat hijauan sedang (hijauan:konsentrat=50:50). Hasil in vitro tahap pertama menjadi dasar penentuan level ekstrak lerak yang digunakan pada percobaan tahap kedua. Pada percobaan tahap kedua dilakukan untuk mengevaluasi ekstrak lerak terhadap populasi bakteri spesifik (F. succinogens, R. albus dan P. ruminicola), aktivitas enzim dan fermentasi rumen in vitro pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda (hijauan:konsentrat=90:10; 80:20 dan 70:30). Selanjutnya, level ekstrak lerak terbaik pada uji sebelumnya digunakan untuk menentukan dosis tepung lerak pada percobaan selanjutnya. Percobaan tahap ketiga dilakukan untuk mengevaluasi ekstrak lerak dalam bentuk tepung terhadap kecernaan nutrien (bahan kering, protein kasar, serat kasar) dan performa produksi sapi potong peranakan ongole (PO). Percobaan tahap keempat dilakukan untuk mengevaluasi lerak dalam bentuk ekstrak terhadap kecernaan, fermentasi, retensi nitrogen, sintesa protein mikroba, profil hematologi dan lemak serum darah dan performa sapi potong lokal yang diberi ekstrak lerak dengan ransum hijauan tinggi. Melalui hasil penelitian yang dilakukan secara komprehensif, diharapkan dapat menganalisis potensi ekstrak lerak sebagai pakan aditif untuk memodifikasi keragaman dan dinamika populasi bakteri rumen sehingga dapat mengubah aktivitas fermentasi rumen dan meningkatkan produktivitas ternak sapi potong lokal.
Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis keragaman dan populasi beberapa bakteri spesifik rumen (R. albus, F. succinogenes dan P. ruminicola), produksi gas metan, aktivitas enzim dan karakteristik fermentasi rumen dengan pemberian berbagai level ekstrak metanol lerak secara in vitro
2. Mengevaluasi kecernaan, hematologi darah dan performa sapi potong Peranakan Ongole yang diberi lerak dalam bentuk tepung
3. Mengevaluasi kecernaan, fermentasi, profil lemak serum dan performa sapi potong lokal yang diberi lerak dalam bentuk ekstrak dengan ransum hijauan tinggi.
(23)
Lerak (
Sapindus rarak
), Potensi Produksi dan Penyebarannya
Tanaman lerak (
Sapindus rarak
) merupakan tanaman yang berasal dari Asia
Tenggara dan telah lama dikenal di Pulau Jawa. Buah lerak
telah dikenal lama dan
dipakai sebagai bahan pencuci pakaian atau rambut. Walaupun penggunaannya sebagai
bahan pencuci telah terdesak oleh penggunaan detergen dari bahan kimia sintetik,
senyawa aktif dalam buah lerak dapat dimanfaatkan di bidang lain. Tanaman lerak
berbentuk pohon tinggi mencapai ± 42 m dan besar dengan diameter batang ± 1 m
(Gambar 1). Daun bentuknya bundar telur sampai lanset. Perbungaan terdapat di ujung
batang warna putih kekuningan. Bentuk buah bundar seperti kelereng kalau sudah
tua/masak warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin/mengkilat. Bijinya bundar
dan berwarna hitam (Gambar 2). Antara buah dan biji terdapat daging buah berlendir
sedikit dan aromanya wangi (Widowati 2003 ).
(24)
a b
Gambar 2. Biji lerak (a) dan hasil ekstrak metanol lerak (b)
Adapun klasifikasi tanaman lerak sebagai berikut (USDA 1985) :
Divisi
:
Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledonae
Bangsa
:
Sapindales
Suku
:
Sapindaceae
Marga
:
Sapindus
Jenis
:
Sapindus rarak
Tanaman lerak paling sesuai pada iklim tropik dengan kelembaban tinggi,
berdrainase baik, subur dan mengandung banyak humus. Lerak tumbuh pada ketinggian
di bawah 1.500 m di atas permukaan laut, dengan pertumbuhan paling baik pada daerah
berbukit dataran rendah dengan ketinggian 0 - 450 m di atas permukaan laut, curah
hujan rata-rata 1.250 mm/tahun. Lerak termasuk dalam kelas Dicotyledone, berakar
tunggang dengan perakaran yang kompak sehingga dapat digunakan sebagai pengendali
erosi dan penahan angin. Tanaman lerak mulai berbuah pada umur 5 – 15 tahun, dan
musim berbuah pada awal musim hujan (November-Januari) yang menghasilkan buah
sebanyak 10000–15000 biji/pohon (Udarno 2009).
(25)
Setiap satu kg biji lerak diperkirakan berjumlah 350 biji. Biji lerak kering dapat
disimpan selama satu tahun (Lehman 2009). Beberapa daerah penghasil lerak terbesar di
Indonesia adalah Kediri, Banten, dan Madura. Setiap bulan Kediri mampu mengirim tiga
ton (hasil produksi hutan-hutan setempat) ke berbagai industri. Kediri bahkan sanggup
memasok enam ton lagi setiap bulan (Dudung 2009). Lerak atau juga dikenal sebagai
rerek (Jawa Barat) atau lamuran (Palembang) adalah tumbuhan yang dikenal karena
kegunaan bijinya yang dipakai sebagai deterjen tradisional. Tanaman lerak tersebar di
berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini
belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman sampingan
(Widowati 2003).
Budidaya tanaman lerak dapat dilakukan secara generatif dengan biji. Buah lerak
tersusun dalam tandan dengan jumlah 8 – 12 buah, berbentuk bulat dengan ukuran 2 cm,
berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam. Biji yang akan digunakan untuk
perbanyakan harus sudah cukup tua dan sehat. Biji disimpan di tempat teduh dan
dibasahi secara teratur sebelum disemaikan, kemudian biji disemaikan hingga menjadi
benih dan dapat dipindah ke lapangan pada umur 3 bulan (Udarno 2009). Senyawa aktif
pada buah lerak yang sampai saat ini telah diketahui adalah senyawa-senyawa dari
golongan saponin dan sesquiterpene (Wina
et al
. 2005a). Thalib
et al.
(1994)
menyatakan bahwa daging buah lerak yang diekstrak dengan heksan dan metanol
mengandung saponin sebesar 14.6%, protein, tanin, fenol dan karbohidrat terlarut.
Ekologi Mikroba Rumen dan Interaksinya
Ternak ruminansia mempunyai karakteristik tersendiri dibanding ternak lainnya,
karena kemampuannya mencerna serat dari tanaman untuk dikonversi menjadi daging
dan susu. Ternak ruminansia tidak dengan sendirinya memproduksi enzim-enzim
pencerna serat, tetapi karena dalam rumen ternak ruminansia terdapat bakteri, jamur dan
protozoa. Ternak ruminansia sebagai inang menyediakan habitat yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme tersebut, sementara mikroba mensuplai protein, vitamin
dan asam organik rantai pendek untuk ternak (Russell & Rychlik 2001).
(26)
Ternak ruminansia juga memfermentasi pati dan gula, dan bahan makanan non
serat tersebut dapat meningkatkan laju fermentasi dan produktivitas ternak. Namun
demikian, ketika ternak ruminansia diberi pakan rendah serat, maka mekanisme
homeostatik dari aliran digesta, pembuangan gas dan regulasi pH akan terganggu
sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan ternak. Rumen mengandung berbagai tipe
bakteri (Tabel 1) yang aktif mendegradasi komponen pakan (Russel & Rychlik 2001).
Tabel 1. Karakteristik bakteri dominan pada rumen
Spesies Substrat Produk
Fermentasi
Fibrobacter succinogenes CU S,F,A
Ruminococcus albus CU, HC A, F, E, H2
Ruminococcus flavefaciens CU, HC S, F, A, H2
Eubacterium ruminantium HC, DX, SU A, F, B, L
Ruminobacter amylophilus ST S, F, A, E
Streptococcus bovis ST, SU L, A, F, E
Succinomonas amylolytica ST S, A, P
Prevotella ruminocola, albensis, brevis, dan bryantii
ST, PC, XY, SU S, A, F, P
Butyrivibrio fibrisolvens ST, CU, HC, PC, SU B, F, A, H2
Selenomonas ruminantium ST, DX, SU, L, S L, A, P, B, F, H2
Megasphaera elsdenii L, SU P, A, B, Br, H2
Lachnospira multiparus PC, SU L, A, F, H2
Succinivibrio dextrinosolvens PC, DX, SU S, A, F, L
Anaerovibrio lipolytica GL, SU A, S, P
Peptostreptococcus anaerobius AA Br, A
Clostridium aminophilum AA A, B
Clostridium sticklandii AA A, Br, B, P
Wollinella succinogenes OA, H2, F S
Methanobrevibacter ruminantium H2, CO2, F CH4
Keterangan :
CU=cellulose, HC=hemicellulose, DX=dextrins, SU=sugar, ST=starch, PC=pectin; XY=xylans, L=lactate, S=succinate, GL=glycerol, AA=amino acid, OA=organic acids, H2=Hydrogen, F=formate,
CO2=carbon dioxide, A=acetate, E=ethanol, B=butyrate, L=lactate, P=propionate, Br=Branched-chain
volatile fatty acids, CH4=methane (Russel & Rychlik 2001).
Populasi bakteri dalam rumen sangat tinggi (>10
10sel/gr) dan bakteri tersebut
berperan dominan dalam berbagai jalur fermentasi rumen (Russel & Wilson 1996).
Ekosistem mikroba rumen terdiri atas bakteri (10
10–10
11sel/ml, yang merepresentasikan
lebih dari 50 genera), protozoa silia (10
4–10
6/ml dari 25 genera), kapang/jamur (10
3–10
5zoospores/ml, merepresentasikan 5 genera) dan
bacteriophages
(10
8–10
9/ml) (Hobson &
(27)
Stewart 1997). Namun, jumlah sebenarnya lebih besar karena sebagian besar bakteri
tidak dapat dikultur. Karena protozoa lebih besar ukurannya dibanding bakteri, maka
biomassa protozoa hampir setengah dari biomassa total mikroba.
Mikroba rumen baik bakteri maupun protozoa sangat spesifik untuk bertahan dan
berkembang dalam rumen yang selalu anaerobik. Kenyatannya, keberadaan oksigen
sangat toksik untuk sebagian mikroba rumen. Nilai pH rumen selalu dipertahankan pada
kisaran 5.7-7.3 oleh fosfat dan bikarbonat dari saliva serta bikarbonat dari fermentasi
rumen. Suhu berada pada kisaran 36-41
0C. Mikroba rumen dapat secara baik
beradaptasi dengan kondisi tersebut dan kebutuhan pertumbuhan spesifiknya
merefleksikan keberadaan dan jenis nutrien yang ada dalam pakan. Populasi mikroba
rumen tetap eksis dalam kondisi yang sangat dinamis. Total populasi dapat berubah
secara dramatis dengan sejumlah faktor seperti frekuensi pemberian pakan dan jenis
pakan. Komponen senyawa sekunder seperti tannin, saponin dan mimosin disintesis
dalam tanaman untuk memproteksi tanaman tersebut dari infeksi predator mikroba dan
serangga (Kamra 2005).
Mempertahankan rumen selalu sehat dan seimbang merupakan kunci agar serat
dapat dicerna pada laju maksimal dan konsumsi pakan juga dapat dimaksimalkan.
Hijauan jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber pakan sapi, sehingga sering
diberikan juga konsentrat yang lebih cepat difermentasi dalam rumen. Fermentasi yang
lebih aktif menghasilkan VFA yang lebih banyak dan menurunkan pH. Selain itu,
bakteri rumen dapat bekerja dengan baik apabila pH rumen selalu dipertahankan 6.8.
Jika pH turun dibawah 6 maka pencernaan serat menurun secara dramatis. Hal ini
dikarenakan enzim yang diperlukan untuk memecah serat tidak dapat berfungsi secara
efektif pada pH <6.0. Selain itu, laju pertumbuhan dan aktivitas fibrolitik menurun pada
pH rendah. Bakteri fibrolitik tidak dapat mempertahankan pH dalam selnya ketika pH
rumen rendah. Ketidakmampuan sistem pengaturan pH pada sel tersebut yang
menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh (Russel & Wilson 1996).
Bakteri rumen terdiri dari jenis gram positif dan gram negatif. Spesies bakteri
rumen yang termasuk dalam gram positif antara lain
Lactibacillus ruminis, Lactobacillus
vitulinus, Eubacterium ruminantium, Clostridium polysaccarilyticum, Streptococcus
(28)
bovis
dan
Butyrivibrio fibrisolvens,
sedangkan yang termasuk dalam gram negatif antara
lain
Prevotella sp., Ruminobacter amylophilus, Fibrobacter succinogenes, Selenomonas
ruminantium, Succinimonas amylolitica
dan
Treponema bryantii
(Hobson & Stewart
1997).
Saponin
Saponin merupakan glikosida steroid atau triterpenoid yang banyak terdapat
pada tanaman. Diberi nama saponin karena kemampuannya membentuk senyawa stabil
yaitu busa seperti sabun dalam larutan air. Saponin terdiri atas gula yang biasanya
mengandung glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa
yang berikatan membentuk glikosida dengan
hydrophobic aglycone
(sapogenin) yang
membentuk triterpenoid (gambar 3a) atau steroid (Gambar 3b).
Gambar 3. Struktur molekul saponin: a) triterpenoid, b) steroid (Francis
et al
. 2002)
Aglycone
mengandung satu atau lebih rantai karbon (C=C) tidak jenuh. Besarnya
kompleksitas struktur saponin berasal dari variabilitas struktur aglycone, rantai samping
dan posisi pengikatan gula pada aglycone (Francis
et al.
2002). Beberapa saponin
diketahui berfungsi sebagai antimikroba, menghambat jamur dan memproteksi tanaman
dari serangan serangga. Saponin pada tanaman merupakan bagian sistem pertahanan
dan dikelompokkan sebagai
phytoanticipins
atau
phytoprotectant
. Disebut
phytoanticipins
jika saponin diaktivasi oleh enzim tanaman untuk merespon adanya
kerusakan jaringan atau serangan patogen. Sedangkan
phytoprotectant
merupakan
saponin yang berfungsi sebagai antimikroba atau anti serangga. Selain itu, saponin juga
merupakan sumber monosakarida (Morrissey & Osbourn 1999). Saponin merupakan
deterjen alami atau surfaktan karena mengandung bagian yang bisa larut dalam air yaitu
(29)
bagian rantai samping karbohidrat maupun bagian larut lemak yaitu inti sel (sapogenin)
(Cheeke & Otero 2005).
Pengaruh Saponin pada Mikroba Rumen
Saponin diketahui dapat mengurangi sebagian populasi protozoa yang dikenal
dengan defaunasi parsial.
Saponin yang berasal dari tanaman maupun saponin murni
berpotensi menekan pertumbuhan protozoa rumen dan dapat dijadikan agen defaunasi
(Wina
et al
. 2005a; Benchaar
et al.
2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada indikasi pengaruh toksik dari saponin pada pertumbuhan bakteri atau degradasi
protein secara
in vitro
(Van Nevel & Demeyer 1990). Steroidal saponin (SAP) dari
ekstrak
Yucca schidigera
mempunyai pengaruh yang berbeda pada beberapa spesifik
bakteri rumen. Pertumbuhan bakteri
Streptococcus bovis, Prevotella bryantii
dan
Ruminobacter amylophilus
menurun, sedangkan pertumbuhan bakteri
Selonomonas
ruminantium
meningkat. Kurva pertumbuhan semua bakteri non selulolitik hampir
sama baik yang diberi SAP maupun tidak. Aktivitas pencernaan oleh tiga bakteri
selulolitik utama (
Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens
dan
Fibrobacter
succinogenes
) dihambat oleh SAP, namun demikian
F. succinogenes
paling tidak
sensitif terhadap SAP dan lebih efektif pada saat deglikosilasi SAP dibandingkan
R.
flavefaciens
dan
R. albus
(Wang
et al
. 2000).
Muetzel
et al.
(2003) melaporkan bahwa penambahan daun
Sesbania pachyarpa
yang mengandung saponin menunjukkan adanya efek yang positif terutama pada
peningkatan pertumbuhan
Ruminococcus sp
. Peningkatan proporsi daun
S. pachyarpa
dalam ransum memicu penurunan populasi eukarotik yang drastis. Hal ini menunjukkan
bahwa defaunasi mempunyai pengaruh yang positif. Selanjutnya, Ozutsumi
et al.
(2006) menyatakan bahwa pada rumen yang mendapat perlakuan defaunasi terjadi
peningkatan jumlah bakteri
P. ruminicola, R. albus,
dan
R. flavefaciens
dibandingkan
pada rumen yang tidak mendapat perlakuan defaunasi. Sebaliknya, jumlah bakteri
F.
succinogenes
lebih rendah pada perlakuan defaunasi.
Goel
et al.
(2008b) juga melakukan investigasi tentang pengaruh ekstrak
tanaman yang mengandung saponin (daun
Carduus, Sesbania
dan
Knautia
serta biji
(30)
Fenugreek
) pada komunitas mikroba rumen. Penambahan saponin menurunkan
protozoa sebesar 10%-39% dan saponin dari
Sesbania
menurunkan populasi metanogen
sebesar 78%. Populasi kapang rumen menurun 20%-60% dan populasi bakteri
Fibrobacter succinogenes
meningkat 21%-45%, sementara
Ruminococcus flavefaciens
meningkat 23%-40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saponin mempunyai
aktivitas anti protozoa. Saponin dari biji Fenugreek berpotensi meningkatkan efisiensi
rumen dan
dapat mengubah komposisi mikroba rumen ke arah stimulasi profilerasi
bakteri pendegradasi serat dan menghambat populasi fungi. Karnati
et al
. (2009)
melaporkan bahwa defaunasi secara selektif menurunkan
Ruminococci
dan
Clostridia
tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi
Butyrivibrio
. Keberadaan protozoa
mempengaruhi baik populasi bakteri maupun
archaea
melalui pemangsaan selektif,
kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis. Sementara itu,
Mao
et al.
(2010)
melaporkan bahwa pemberian saponin dari teh sebesar 3 g/h yang diberikan pada domba
dapat menurunkan protozoa rumen dan menurunkan populasi beberapa bakteri
selulolitik (
F. succinogenes
dan
R. flavefaciens
).
Satu masalah utama dalam penggunaan tanaman yang mengandung saponin
adalah adanya adaptasi populasi mikroba dalam rumen terhadap saponin atau tanaman
mengandung saponin (Teferedegne 2000). Odenyo
et al
. (1997) melaporkan bahwa
S.
sesban
yang mengandung saponin
yang ditambahkan secara langsung ke dalam rumen
domba fistula bersifat toksik pada protozoa, tetapi apabila
S.sesban
diberikan dalam
pakan akan menurunkan aktivitas antiprotozoa. Hal ini menunjukkan bahwa proses
mengunyah menyebabkan detoksifikasi, yang diduga oleh amilase saliva, atau adanya
partikel berukuran besar yang memproteksi saponin dari degradasi sehingga aktivitas
biologisnya berkurang
.
Eugene
et al.
(2004) mengamati pengaruh defaunasi total pada
domba yang diberi pakan campuran konsentrat dan hijauan dengan rasio protein : energi
(P/E) berbeda (80, 100, 120 dan 140) terhadap populasi mikroba rumen. Populasi
bakteri selulolitik utama (
R. albus
,
R. flavefasciens
dan
F. succinogenes
) tidak
dipengaruhi oleh rasio protein/energi pakan dengan jumlah berkisar 3-5% dari total
bakteri. Penelitian lain (Lila
et al.
2003; 2005) menunjukkan bahwa pemberian
sarsaponin sampai level 3.2 g/L dapat menurunkan populasi protozoa setelah 6 jam
(31)
fermentasi
in vitro
. Selanjutnya, pada uji
in vivo
dengan sapi jantan menunjukkan
bahwa pemberian sarsaponin sebesar 0.5% dan 1% dari bahan kering pakan juga dapat
menurunkan populasi protozoa. Komposisi protozoa yang diamati adalah
Entodinium
sp.
Dasytricha
sp. dan
Isotricha
sp.
Pengaruh Saponin pada Fermentasi Rumen dan Produksi Ruminansia
Ahli nutrisi ternak umumnya berpendapat bahwa saponin merupakan komponen
yang harus dihilangkan. Pada ruminansia dan hewan budidaya lainnya, konsumsi
saponin mempunyai pengaruh yang signifikan pada semua fase metabolisme mulai dari
pencernaan pakan sampai ekskresi fesesnya (Cheeke 2000). Penghambatan yang
persisten terhadap protozoa dapat mempunyai aplikasi yang lebih luas. Retensi N dapat
diperbaiki dengan defaunasi, yang telah banyak dilaporkan dalam beberapa penelitian
dimana protozoa dihilangkan baik dengan perlakuan kimia, fisik atau ternak yang
diisolasi sejak lahir sehingga bebas dari protozoa (Eugene
et al
. 2004).
Pengamatan umum tentang saponin adalah pengaruhnya yang khas adalah
penurunan konsentrasi NH
3dan perubahan proporsi VFA dimana saponin meningkatkan
konsentrasi propionat (Goel
et al
. 2008a). Lila
et al.
(2003; 2005) menyatakan bahwa
pemberian saponin dapat menurunkan konsentrasi NH
3serta meningkatkan produksi
VFA total dan proporsi propionat baik secara
in vitro
maupun
in vivo
pada sapi.
Suplementasi pakan dengan daun
S. sesban
yang tinggi kandungan saponinnya, telah
diketahui berpotensi memperbaiki aliran protein dari rumen dengan menekan aksi
protozoa yang ada tetapi bakteri rumen mampu memetabolisme senyawa antiprotozoa
(Newbold
et al
. 1997). Hu
et al
.(2005) juga melaporkan adanya penurunan konsentrasi
NH
3sebesar 27% serta peningkatan produksi propionat dengan pemberian saponin dari
teh sebesar 8 mg/200 g pakan pada fermentasi
in vitro
.
Efek positif saponin lebih terbukti ketika diinjeksi secara langsung melalui
rumen dibanding ditambahkan dalam pakan. Wang
et al.
(2000) mengamati bahwa
suplementasi dengan ekstrak Yucca dapat menguntungkan untuk ruminansia yang diberi
pakan tinggi konsentrat. Saponin Yucca juga mempunyai efek negatif langsung pada
bakteri selulolitik tetapi tidak berbahaya terhadap bakteri amilolitik. Mekanisme
(32)
antibakteri dari saponin masih belum jelas. Beberapa penelitian lain juga menunjukkan
bahwa beberapa efek dari saponin pada domba tergatung jenis kelamin. Bosler
et al.
(1997) melaporkan bahwa baik domba jantan maupun betina yang diberi pakan 40 mg
saponin
Quilaja
yang dicampur dalam ransum basal signifikan meningkatkan ADG
(average daily gain) dibanding kontrol tetapi pertambahan bobot badan pada betina lebih
rendah.
Benchaar
et al
. (2008) melakukan penelitian menggunakan sapi perah fistula
untuk mengevaluasi pengaruh saponin dari ekstrak
Y. schidigera
(YSE, 10% saponin, 60
g/ekor/hari) terhadap kecernaan, karakteristik fermentasi rumen, populasi protozoa dan
produksi susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering sapi yang
diberi YSE lebih rendah dibandingkan kontrol (21.8 vs. 23.2 kg/d). Kecernaan bahan
kering, bahan organik, protein kasar, NDF (neutral detergent fiber), dan ADF (acid
detergent fiber) pada keseluruhan saluran pencernaan tidak dipengaruhi oleh perlakuan.
Suplementasi YSE tidak mempengaruhi degradasi rumen secara
in situ.
Konsentrasi
total VFA, pH rumen, proporsi molar VFA asetat (65.0), propionat (19.6) dan butirat
(11.2) relatif sama antar perlakuan. Konsentrasi NH
3dan populasi protozoa rumen tidak
berubah dengan penambahan YSE dalam ransum. Produksi susu, lemak susu dan
protein susu tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
suplementasi YSE pada sapi perah mempunyai pengaruh yang terbatas pada kecernaan,
karakteristik fermentasi rumen dan populasi protozoa. Hal ini dapat dikarenakan dosis
yang digunakan kurang untuk mengubah fermentasi mikroba.
Muetzel
et al.
(2003) melaporkan bahwa penambahan daun
Sesbania pachyarpa
yang mengandung saponin dapat memicu fermentasi. Penambahan 40%
S .pachyarpa
dapat meningkatkan produksi gas dan konsentrasi rRNA bakteri, namun demikian
produksi VFA hanya berubah sedikit. Abreu
et al.
(2004) juga melakukan penelitian
tentang penggunaan buah
Sapindus saponaria
(12% saponin) dan melaporkan bahwa
suplementasi
S. saponaria
dapat memperbaiki profil VFA dimana proporsi propionat
meningkat dan asetat turun. Hu
et al.
(2005) melaporkan adanya pengaruh yang sangat
kecil terhadap kecernaan bahan organik dan produksi VFA dengan penambahan saponin
dari teh secara
in vitro
. Sementara itu, suplementasi saponin teh sebesar 0.4 mg/ml
(33)
meningkatkan biomasa protein mikroba sebesar 18.4% dan 13.8% serta menurunkan
konsentrasi N-NH3 sebesar 8.3% dan 19.6% pada cairan rumen yang mendapat
perlakuan faunasi dan defaunasi. Selanjutnya, Mao
et al.
(2010) menyatakan pemberian
saponin dari teh pada domba sebesar 3 g/h dapat menurunkan pH rumen. Konsentrasi
VFA total meningkat, namun proporsi VFA tidak berubah antar perlakuan. Sintesis
protein mikroba juga meningkat dengan perlakuan saponin. Namun demikian,
pemberian saponin dari teh tidak mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan
bobot badan harian domba.
Pemberian saponin dari
Biophytum petersianum
Klotzsch sampai dengan 319 ml
(setara dengan 26 mg saponin/kg BB) pada kambing menurunkan konsentrasi amonia
tetapi menurunkan konsentrasi VFA total dan proporsi butirat. Proporsi propionat
meningkat dengan pemberian saponin (Santoso
et al
. 2007). Namun demikian,
kehati-hatian diperlukan pada ransum yang tinggi serat. Penghambatan sejumlah bakteri yang
terlibat dalam pencernaan serat mempunyai konsekuensi yang serius pada keseluruhan
proses pencernaan. Saponin Lucerne diketahui dapat menyebabkan penurunan efisiensi
sintesis protein mikroba pada domba, karena pertumbuhan bakteri juga ditekan seperti
halnya protozoa (Lu & Jorgensen 1987). Selain itu, manfaat dari sarsaponin nampaknya
tergantung pakan, yaitu dapat meningkatkan kecernaan pada pakan silase sorghum dan
pakan berserat lainnya tetapi menurunkan kecernaan pada pakan sereal dan protein.
Penurunan efisiensi sintesis protein sebesar 36% juga terjadi pada ternak yang
mengkonsumsi ekstrak
Y.schidigera
(Goetsch & Owens 1985)
Lerak sebagai pakan aditif ternak telah terbukti dapat meningkatkan performa
domba. Hal ini telah dibuktikan dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada percobaan
berbeda di Balai Penelitian Ternak (Thalib
et al
. 1994; 1996; Wina
et al
. 2005a,b).
Thalib
et al.
(1996) mencekokkan ekstrak lerak setiap 3 hari sekali ke dalam rumen
domba yang diberi pakan basal jerami padi dan memperoleh peningkatan bobot hidup
harian sebesar 22%, sedangkan Wina
et al.
(2005b) melaporkan bahwa pemberian
ekstrak lerak setiap hari menghasilkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40%.
(34)
Pengaruh Saponin pada Sintesis Protein Mikroba
Penekanan populasi protozoa juga diketahui dapat meningkatkan efisiensi
pembentukan protein mikroba karena sifat protozoa yang sering memangsa bakteri
(Firkins 1996). Efisiensi pemanfaatan protein pakan memegang peranan penting pada
nutrisi ternak ruminansia. Sekitar 70%-80% protein didegradasi dalam rumen menjadi
peptida dan asam amino serta diubah lebih lanjut menjadi amonia. Banyaknya protein
yang tersedia untuk ternak ruminansia tergantung pada kombinasi protein mikroba yang
masuk ke usus halus dan protein pakan yang lolos degradasi (Selje
et al
. 2007).
Saponin
dari
Y. schidigera
diketahui dapat meningkatkan produksi N mikroba
pada domba (Santoso
et al
. 2004). Hu
et al.
(2005) juga menyatakan bahwa saponin
dari teh pada taraf 8 mg/200 mg pakan (4% dari pakan) dapat meningkatkan sintesis
protein mikroba sebesar 74% dibanding kontrol secara
in vitro
selama 24 jam
fermentasi. Santoso
et al.
(2007) juga melaporkan adanya peningkatan efisiensi, retensi
nitrogen dan sintesis mikroba rumen dengan pemberian saponin dari
B. petersianum
Klotzsch sebesar 26 mg pada kambing. Sementara, Fujihara
et al.
(2003) menyatakan
bahwa defaunasi pada kambing dapat meningkatkan ekskresi derivatif purin sebesar
40%. Efisiensi sintesis protein mikroba berbeda untuk setiap jenis ternak tergantung
pakan yang diberikan. Kisaran efisiensi sintesis protein mikroba sebesar 7.5-24.3 g
untuk ternak yang diberi pakan berbasis hijauan dan 9.1-27.9 g untuk pakan campuran
serta 7.0-23.7 g untuk pakan konsentrat (Karsli & Russel 2001).
Pengaruh Saponin pada Produksi Gas Metan
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan saponin pada pakan
dapat menurunkan produksi metan yang diduga berhubungan dengan penurunan
populasi protozoa dan atau populasi bakteri metanogen. Hasil penelitian Wang
et al.
(1998) menunjukkan bahwa penambahan saponin dari Yucca dapat menurunkan
produksi metan sebesar 15%. Hess
et al. (
2003) juga melaporkan adanya penurunan
produksi metan sebesar 20% dengan pemberian saponin dari
S.saponaria
tanpa
mempengaruhi populasi bakteri metanogen
in vitro
maupun
in vivo
pada domba. Ekstrak
etanol, air dan metanol dari
Sapindus mukoroossi
juga dapat menurunkan produksi
(35)
metan berturut-turut sebesar 96, 39.4 dan 20% (Agarwal
et al.
2006). Namun demikian
saponin yang diekstrak dari
A.concinna
tidak mempengaruhi produksi metan pada rasio
konsentrat:hijauan=1:1 walaupun terjadi penurunan jumlah protozoa (Patra
et al
. 2006).
Goel
et al.
(2008a) juga melakukan percobaan untuk mengevaluasi tiga bahan
tanaman yaitu daun
Carduus,
S. sesban
dan biji
Fenugreek
serta ekstraknya yang
mengandung saponin terhadap penekanan produksi metan secara
in vitro
.
Diantara
ketiga bahan tanaman tersebut, daun
Carduus
berpotensi paling tinggi untuk digunakan
sebagai suplemen pakan pada rasum berbasis hijauan atau konsentrat untuk mengurangi
produksi gas metan dan meningkatkan pemanfaatan nutrien untuk produksi biomasa
mikroba. Gugus aktif pada daun
Carduus
bukan kelompok tannin atau saponin dan
terlarut dalam ekstraksi dengan air maupun methanol. Sedangkan saponin yang
terkandung dalam
Fenugreek
dan
Sesbania
tidak menurunkan produksi metan. Namun
demikian, jika bahan tanaman tersebut digunakan sebagai suplemen pakan terutama
pada ransum berbasis konsentrat, berpotensi meningkatkan produksi biomassa mikroba
dan menurunkan produksi metan per unit substrat yang didegradasi.
Hu
et al.
( 2005) juga telah melakukan kajian tentang pengaruh saponin dari teh
dengan taraf 0, 2, 4, 6 dan 8 mg dalam 200 mg campuran substrat (jagung:rumput=1:1)
terhadap emisi metan secara
in vitro
dan menunjukkan bahwa pemberian saponin dari
teh signifikan menurunkan konsentrasi metan berturut-turut sebesar 13, 22, 25 dan 26%.
Selanjutnya, pemberian saponin dari teh secara
in vivo
pada domba muda sebesar 3 g/h
dapat menurunkan produksi metan sebesar 27.7% dibanding kontrol (Mao
et al.
2010).
Nilai penghambatan produksi metan oleh saponin dari teh ini lebih besar dibandingkan
penelitian Yuan
et al.
(2007) yang memberikan saponin teh sebesar 5 g/h pada domba
dewasa dan dapat menurunkan produksi metan sebesar 8.5%. Perbedaan ini diduga
disebabkan oleh perbedaan akitivitas mikroorganisme antara domba muda dan dewasa.
Pemberian sarsaponin sebesar 3.2 g/L pada substrat hay dan konsentrat juga
dapat menurunkan konsentrasi metan
in vitro
sebesar 44% (Lila
et al.
2003). Sementara,
pada pemberian sarsaponin 1% BK pakan secara
in vivo
pada sapi juga dapat
menurunkan metan sebsar 27% (Lila
et al.
2005).
(36)
Pengaruh Saponin pada Metabolisme Kolesterol
Beberapa studi menunjukkan bahwa saponin dari berbagai sumber yang berbeda
menurunkan level kolesterol serum baik pada hewan maupun manusia. Campuran misel
yang besar terbentuk oleh interaksi saponin dengan garam empedu yang dapat
meningkatkan ekresinya ketika mengkonsumsi bahan pangan tinggi saponin seperti
kedelai, lucerne dan chickpea. Hal ini mempercepat metabolisme kolesterol dalam hati
yang menyebabkan levelnya di dalam serum turun. Ekstrak etanol dari biji Fenugreek
dapat menghambat absorpsi
taurocholate
dan
deoxycholate
secara
in vitro
dan
tergantung dosis pada usus yang dibalik (Stark & Madar 1993). Penurunan absoprsi
kolesterol usus halus dipengaruhi oleh beberapa saponin, namun demikian nampaknya
tanpa melibatkan resirkulasi garam empedu
enterohepatic.
Saponin juga menurunkan sedikit LDL-kolesterol secara selektif dalam serum
tikus dan manusia. Morehouse
et al.
(1999) menyatakan bahwa mekanisme aktivitas
saponin dalam menurunkan kolesterol saat di usus halus tetapi tidak melibatkan
stoikiomimetri yang komplek dengan kolesterol. Saponin sintetik (seperti
tiqueside
dan
pamaqueside
) lebih berpotensi dibanding saponin alami dalam mencegah
hiperkolesterolemia dan secara
in vivo
menunjukkan bahwa potensi
pamaquecide
10 kali
lipat dibanding
tiqueside.
Peneliti lain menunjukkan mekanisme aksi dari saponin
dengan menunda absorpsi lemak di usus halus dengan menghambat aktivitas lipase
pankreas (Han
et al.
2000). Saponin dari ekstrak daun teh mempunyai aktivitas
antihiperkolesterolemia sebesar 72% dan penambahan 0.5% saponin teh pada pakan
tikus tinggi kolesterol dapat menghambat peningkatan level kolesterol serum. Saponin
dari teh juga merangsang penurunan kolesterol dan trigliserida di hati dan
meningkatkan ekskresi kolesterol di feses. Hal ini mengindikasikan bahwa saponin
dapat menghambat penyerapan kolesterol di usus halus (Matsui
et al
. 2009). Harwood
et al.
(1993) melaporkan adanya penurunan absorbsi kolesterol di usus halus sebesar
86% dengan pemberian saponin sintetis (tiqueside) 150mg/kg/hari pada hamster tanpa
ada perubahan absorpsi empedu maupun aktivitas
cholesterol 7
α
-hydroxylase.
Hal ini
mengindikasikan bahwa tiqueside menghambat absorpsi kolesterol tanpa mengganggu
re-sirkulasi asam empedu
enterohepatic
.
(37)
ABSTRACT
To study the effect of whole fruit lerak extract (Sapindus rarak) on rumen microbial diversity, fermentation, and methane gas production, an in vitro fermentation assay with different levels of lerak extract was conducted. The design of experiment was Completely Randomized Design with different level of lerak extract (0.001 – 1 mg/ml). Substrate for in vitro fermentation was a mixture of nature grass and concentrate (self mixing) with the ratio of 50:50. Bacterial diversity of rumen fluid was analyzed using denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE) and identification of rumen bacteria from the DGGE gel was analyzed using cloning and sequencing. The result showed that protozoa population was significantly reduced (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was added. The gas production significantly increased (P<0.05) when 1 mg/ml of lerak extract was included over the incubation time, while methane production/ml gas significantly decreased (P<0.05). The H2
production was not affected by the addition of lerak extract but tended to increase with the addition 0.1% lerak extract. Although lerak extract had little effect on concentration of total volatile fatty acids, the production of acetic and butyric acid significantly decreased (P<0.05) while propionic acid significantly increased (P<0.05). The population of some specific bacteria increased in response to lerak extract supplementation. These bacteria were most closely related to P. ruminicola
and T. Bryantii. These results indicated that whole lerak fruit extract at level 1 mg/ml could improve ruminal fermentation by depressing protozoa, methane production, and influence the ruminal bacterial composition.
Keywords: Sapindus rarak; protozoa; bacterial diversity, ruminal fermentation, methane
PENDAHULUAN
Aktivitas bakteri rumen dalam mendegradasi serat pakan seringkali terganggu oleh protozoa karena pemangsaan beberapa bakteri oleh protozoa (Gutierrez 2007; Hart et al. 2008). Beberapa hasil in vitro sebelumnya menunjukkan bahwa pemangsaan dan pencernaan bakteri oleh protozoa merupakan penyebab utama penurunan protein mikroba dalam sistem rumen (Wallace & McPherson 1987). Walaupun protozoa juga memegang peranan penting dalam pencernaan serat pakan (Onodera et al. 1988; Hart et al. 2008), keberadaan protozoa dalam rumen mempunyai lebih banyak kerugiannya bila dibandingkan keuntungannya (Eugene et al. 2004). Disamping memangsa bakteri, keberadaan protozoa dalam rumen juga berpotensi menurunkan pemanfaatan energi oleh ternak. Protozoa diketahui
(38)
menstimulasi pembentukan gas metan oleh bakteri metanogen karena protozoa juga berperan sebagai inang untuk beberapa bakteri metanogen. Penekanan populasi protozoa merupakan salah satu strategi untuk menurunkan produksi metan asal ternak ruminansia (Dohme et al. 1999). Energi yang hilang sebagai metan dari ternak sapi berkisar antara 2-12% dari total konsumsi energi (Johnson & Johnson, 1995) dengan nilai setiap 1 L gas metan setara dengan 39.5 KJ energi pakan. Gas metan yang diemisi dapat memberikan kontribusi efek ruang kaca terhadap lingkungan. Emisi metan oleh ternak ruminansia sebagian besar melalui proses eruktasi (sendawa) sekitar 85% dan sisanya melalui feses sekitar 15%. Sehingga diperlukan upaya memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan menurunkan produksi metan.
Saponin diketahui berpotensi menekan pertumbuhan protozoa dan mengubah pola fermentasi dalam sistem rumen (Wina et al., 2005a; Benchaar et al. 2008). Penurunan populasi protozoa juga akan mempengaruhi keragaman mikroba rumen, memperbaiki aliran protein mikroba dari rumen, meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan menurunkan pembentukan metan. Karnati et al. (2009) melaporkan bahwa defaunasi secara selektif menurunkan Ruminococci dan Clostridia tetapi cenderung meningkatkan beberapa populasi Butyrivibrio. Keberadaan protozoa mempengaruhi baik populasi bakteri maupun archaea melalui pemangsaan selektif, kompetisi substrat atau melalui interaksi simbiosis.
Ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak mengandung saponin yang tinggi dan dapat digunakan sebagai agen defaunasi serta memperbaiki performa ternak. Wina
et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah lerak dapat meningkatkan pertumbuhan bobot hidup harian (PBBH) domba sebesar 40%. Data yang melaporkan pengaruh saponin dari buah lerak terhadap produksi metan dan keragaman mikroba rumen masih terbatas.
Pemisahan kulit buah lerak dari bijinya secara teknis kurang aplikatif, sehingga penggunaan keseluruhan buah dan bijinya untuk mendapatkan saponin merupakan alternatif yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengevaluasi pengaruh ekstrak keseluruhan buah dan biji lerak pada populasi protozoa, produksi gas total dan metan, produksi volatile fatty acid (VFA) dan keragaman bakteri rumen secara in vitro.
(1)
Uji lanjut Duncan
a.
Produksi
VFA
total b.
Propionat
c.Rasio asetat:propionat
Perlakuan N Subset
1 2
3.00 4 3.4150
2.00 4 3.4500
1.00 3 3.9700
Sig. .821 1.000
8.4. Konsentrasi NH
3Sumber Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi 52.960(a) 5 10.592 2.951 .130
Intersep 462.034 1 462.034 128.727 .000
Perlakuan 33.955 2 16.978 4.730 .070
Kelompok 20.165 3 6.722 1.873 .252
Galat 17.946 5 3.589
Total 541.146 11
Total terkoreksi 70.907 10
Uji lanjut Duncan
Perlakuan N Subset
1 2
3.00 4 4.2775
1.00 3 7.4733 7.4733
2.00 4 8.0978
Sig. .073 .677
Perlakuan N Subset
1 2
1.00 3 16.8300
2.00 4 18.8375
3.00 4 19.0775
Sig. 1.000 .688
Perlakuan N Subset
1 2
1.00 3 84.9700
3.00 4 111.5700
2.00 4 123.5425
(2)
8.5. Neraca nitrogen
Sumber Parameter kuadratJumlah db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi KonsumsiN 63.642(a) 2 31.821 .739 .508
Nfeses 10.658(b) 2 5.329 1.637 .254
Nurin 52.015(c) 2 26.008 1.761 .232
retensiN 45.032(d) 2 22.516 .371 .701
Ntercerna 49.844(e) 2 24.922 .493 .628
Nretkons 23.086(f) 2 11.543 .335 .725
Nretcerna 85.194(g) 2 42.597 1.097 .379
Persenretensi 23.086(f) 2 11.543 .335 .725
Intersep KonsumsiN 98355.502 1 98355.502 2282.996 .000
Nfeses 7668.804 1 7668.804 2355.251 .000
Nurin 4563.333 1 4563.333 308.942 .000
retensiN 25101.983 1 25101.983 413.916 .000
Ntercerna 51070.803 1 51070.803 1011.051 .000
Nretkons 27422.540 1 27422.540 795.195 .000
Nretcerna 52864.575 1 52864.575 1361.805 .000
Persenretensi 27422.540 1 27422.540 795.195 .000
Perlakuan KonsumsiN 63.642 2 31.821 .739 .508
Nfeses 10.658 2 5.329 1.637 .254
Nurin 52.015 2 26.008 1.761 .232
retensiN 45.032 2 22.516 .371 .701
Ntercerna 49.844 2 24.922 .493 .628
Nretkons 23.086 2 11.543 .335 .725
Nretcerna 85.194 2 42.597 1.097 .379
Persenretensi 23.086 2 11.543 .335 .725
Galat KonsumsiN 344.654 8 43.082
Nfeses 26.048 8 3.256
Nurin 118.167 8 14.771
retensiN 485.161 8 60.645
Ntercerna 404.101 8 50.513
Nretkons 275.883 8 34.485
Nretcerna 310.556 8 38.819
Persenretensi 275.883 8 34.485
Total KonsumsiN 100273.170 11
Nfeses 7892.921 11
Nurin 4691.000 11
retensiN 26158.184 11
Ntercerna 52130.364 11
Nretkons 28366.871 11
Nretcerna 54681.438 11
Persenretensi 28366.871 11
Total terkoreksi KonsumsiN 408.296 10
Nfeses 36.706 10
Nurin 170.182 10
retensiN 530.193 10
Ntercerna 453.945 10
Nretkons 298.969 10
Nretcerna 395.750 10
(3)
8.6. Sintesis protein mikroba
Sumber Parameter Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi Alantoin 270.174(a) 4 67.543 2.129 .241
Derivate Purine 396.918(a) 4 99.230 2.129 .241
N-Mikroba 296.180(b) 4 74.045 2.192 .233
Purin absorpsi 560.411(c) 4 140.103 2.192 .233
Sintesis protein mikroba 11568.250(b) 4 2892.063 2.192 .233
Efisiensi SPM 5050.813(d) 4 1262.703 2.441 .204
Intersep Alantoin 5539.329 1 5539.329 174.624 .000
Derivate Purine 8138.446 1 8138.446 174.622 .000
N-Mikroba 3495.569 1 3495.569 103.465 .001
Purin absorpsi 6614.027 1 6614.027 103.504 .001
Sintesis protein mikroba 136577.057 1 136577.057 103.510 .001
Efisiensi SPM 61444.961 1 61444.961 118.762 .000
Perlakuan Alantoin 87.359 2 43.679 1.377 .351
Derivate Purine 128.427 2 64.214 1.378 .351
N-Mikroba 90.630 2 45.315 1.341 .358
Purin absorpsi 171.618 2 85.809 1.343 .358
Sintesis protein mikroba 3540.800 2 1770.400 1.342 .358
Efisiensi SPM 1647.826 2 823.913 1.592 .310
Kelompok Alantoin 182.815 2 91.407 2.882 .168
Derivate Purine 268.491 2 134.246 2.880 .168
N-Mikroba 205.550 2 102.775 3.042 .157
Purin absorpsi 388.793 2 194.397 3.042 .157
Sintesis protein mikroba 8027.450 2 4013.725 3.042 .157
Efisiensi SPM 3402.986 2 1701.493 3.289 .143
Error Alantoin 126.886 4 31.722
Derivate Purine 186.425 4 46.606
N-Mikroba 135.141 4 33.785
Purin absorpsi 255.605 4 63.901
Sintesis protein mikroba 5277.840 4 1319.460
Efisiensi SPM 2069.507 4 517.377
Total Alantoin 5936.388 9
Derivate Purine 8721.788 9
N-Mikroba 3926.890 9
Purin absorpsi 7430.042 9
Sintesis protein mikroba 153423.148 9
Efisiensi SPM 68565.281 9
Total terkoreksi Alantoin 397.060 8
Derivate Purine 583.343 8
N-Mikroba 431.321 8
Purin absorpsi 816.015 8
Sintesis protein mikroba 16846.090 8
(4)
8.7. Hematologi darah
Sumber Parameter Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi BDM 1.544(a) 5 .309 .466 .788
PCV 32.822(b) 5 6.564 .142 .973
Hb 5.243(c) 5 1.049 .254 .917
BDP 41.958(d) 5 8.392 .404 .826
Netrofil 396.456(e) 5 79.291 .444 .802
Limfosit 313.156(f) 5 62.631 .330 .872
Monosit 17.122(g) 5 3.424 .771 .617
Eusinofil 1.333(h) 5 .267 .400 .829
Intersep BDM 380.308 1 380.308 573.925 .000
PCV 6894.422 1 6894.422 148.745 .000
Hb 977.808 1 977.808 236.961 .000
BDP 780.625 1 780.625 37.601 .004
Netrofil 7321.689 1 7321.689 40.992 .003
Limfosit 29465.606 1 29465.606 155.400 .000
Monosit 67.222 1 67.222 15.125 .018
Eusinofil 8.450 1 8.450 12.675 .024
Perlakuan BDM .904 2 .452 .682 .556
PCV 17.389 2 8.694 .188 .836
Hb 4.592 2 2.296 .556 .612
BDP 22.380 2 11.190 .539 .620
Netrofil 324.222 2 162.111 .908 .473
Limfosit 272.222 2 136.111 .718 .542
Monosit 2.889 2 1.444 .325 .740
Eusinofil .667 2 .333 .500 .640
Kelompok BDM .718 3 .239 .361 .786
PCV 16.431 3 5.477 .118 .945
Hb 1.076 3 .359 .087 .964
BDP 18.189 3 6.063 .292 .830
Netrofil 194.889 3 64.963 .364 .784
Limfosit 143.639 3 47.880 .253 .856
Monosit 14.556 3 4.852 1.092 .449
Eusinofil .750 3 .250 .375 .777
Galat BDM 2.651 4 .663
PCV 185.403 4 46.351
Hb 16.506 4 4.126
BDP 83.043 4 20.761
Netrofil 714.444 4 178.611
Limfosit 758.444 4 189.611
Monosit 17.778 4 4.444
Eusinofil 2.667 4 .667
Total BDM 520.006 10
PCV 9551.250 10
Hb 1330.027 10
BDP 1243.308 10
Netrofil 13291.000 10
Limfosit 38526.000 10
Monosit 119.000 10
Eusinofil 14.000 10
Total terkoreksi BDM 4.195 9
PCV 218.225 9
Hb 21.749 9
BDP 125.001 9
Netrofil 1110.900 9
Limfosit 1071.600 9
Monosit 34.900 9
(5)
8.8. Profil lemak darah
Sumber Parameter Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi Trigliserida 250.324(a) 5 50.065 .456 .794
KOlesterol 1528.495(b) 5 305.699 .339 .867
LDL 100.929(c) 5 20.186 1.125 .468
Intersep Trigliserida 15013.440 1 15013.440 136.711 .000
KOlesterol 188765.762 1 188765.762 209.048 .000
LDL 6743.535 1 6743.535 375.752 .000
Perlakuan Trigliserida 131.057 2 65.529 .597 .593
KOlesterol 459.929 2 229.964 .255 .787
LDL 52.490 2 26.245 1.462 .334
Kelompok Trigliserida 78.807 3 26.269 .239 .865
KOlesterol 1461.762 3 487.254 .540 .680
LDL 59.080 3 19.693 1.097 .447
Galat Trigliserida 439.276 4 109.819
KOlesterol 3611.905 4 902.976
LDL 71.787 4 17.947
Total Trigliserida 16850.000 10
KOlesterol 210776.000 10
LDL 7184.620 10
Total terkoreksi Trigliserida 689.600 9
KOlesterol 5140.400 9
(6)
8.9. Konsumsi dan pertambahan bobot badan
Sumber Parameter Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.
Model terkoreksi Konsentrat 59206.050(a) 5 11841.210 9.778 .013
Hijauan 307111.982(b) 5 61422.396 1.858 .256
BKtot 552028.938(c) 5 110405.788 2.951 .130
ER .001(d) 5 .000 1.009 .496
FCR 6.088(e) 5 1.218 1.117 .453
PBBH 12585.859(f) 5 2517.172 .716 .639
Intersep Konsentrat 23504559.477 1 23504559.477 19409.755 .000
Hijauan 77325418.684 1 77325418.684 2339.352 .000
BKtot 186094878.512 1 186094878.512 4974.637 .000
ER .143 1 .143 600.083 .000
FCR 754.944 1 754.944 692.790 .000
PBBH 2602953.175 1 2602953.175 740.410 .000
Perlakuan Konsentrat 2036.548 2 1018.274 .841 .484
Hijauan 81162.993 2 40581.497 1.228 .368
BKtot 70715.820 2 35357.910 .945 .449
ER .000 2 .000 .849 .482
FCR 2.250 2 1.125 1.032 .421
PBBH 6955.556 2 3477.778 .989 .435
Kelompok Konsentrat 57214.046 3 19071.349 15.749 .006
Hijauan 235317.029 3 78439.010 2.373 .187
BKtot 500507.813 3 166835.938 4.460 .071
ER .001 3 .000 1.357 .356
FCR 4.856 3 1.619 1.485 .325
PBBH 6838.889 3 2279.630 .648 .617
Galat Konsentrat 6054.832 5 1210.966
Hijauan 165271.005 5 33054.201
BKtot 187043.672 5 37408.734
ER .001 5 .000
FCR 5.449 5 1.090
PBBH 17577.778 5 3515.556
Total Konsentrat 24832663.940 11
Hijauan 82241481.260 11
BKtot 197281046.210 11
ER .161 11
FCR 791.060 11
PBBH 2870900.000 11
Total terkoreksi Konsentrat 65260.882 10
Hijauan 472382.987 10
BKtot 739072.609 10
ER .002 10
FCR 11.537 10