Karakteristik Morfologi Ukuran Tubuh Kerbau Murrah Dan Kerbau Rawa Di Bptu Babi Dan Kerbau Siborongborong

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU

MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN

KERBAU SIBORONGBORONG

SKRIPSI

GERLI 070306038

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN


(2)

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU

MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN

KERBAU SIBORONGBORONG

SKRIPSI

GERLI

070306038/PETERNAKAN

Sekripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul : Karakteristik Morfologi Ukuran Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa di BPTU Babi dan Kerbau

Siborongborong

Nama : Gerli

NIM : 070306038

Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh, Komisi pembimbing

Hamdan, S.Pt, M.Si Ir. Armyn Hakim Daulay, M.BA Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi


(4)

ABSTRAK

GERLI, 2013 : “Karakteristik Morfologi Ukuran Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa di BPTU Babi dan Kerbau Siborongborong”, dibimbing oleh HAMDAN dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Keterbatasan informasi atau data performa dan potensi biologis kerbau, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Salah satu cara untuk menentukan keragaman fenotipik ternak kerbau adalah dengan pengamatan morfometrik pada setiap jenis kerbau di Indonesia. Identifikasi morfometrik dapat dilakukan dengan cara membandingkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa berdasarkan Analisis Komponen Utama. Penelitian ini melibatkan 68 kerbau rawa (7 jantan, 61 betina) dan 32 kerbau murrah(5 jantan, 27 betina) pada Juli – September 2012 menggunakan metode survey.

Penciri ukuran pada kedua bangsa adalah tinggi pundak dan lebar dada sebagai penciri bentuk. Kerumunan data pada kerbau murrah dan kerbau rawa saling terpisah yang berarti bahwa keragaman morfometrik kedua bangsa kerbau berbeda.


(5)

ABSTRACT

GERLI, 2013: " Morphological Characteristics of Body Size of Murrah Bufallo and Swamp Bufallo in BPTU Pig ang Bufallo Siborongborong", supervised by HAMDAN and ARMYN HAKIM DAULAY.

Due to limitations in informations and data of production performances, their productions have not yet been developed to its potentials. One way to determine the phenotypic diversity of buffaloes is with morphometric observations on each type of buffalo in Indonesia. Morphometric identification can be done by comparing the size and shape of the body. This study aimed to obtain information related phenotypic morphometric characters body Murrah buffalo and swamp buffalo by Principal Component Analysis. The study involved 68 swamp buffalo (7 males, 61 females) and 32 Murrah buffaloes (5 males, 27 females) in July-September 2012 used a survey method. Identifier the size of the breeds are shoulder height and chest width as the identifier form. The crowd data on Murrah buffalo and swamp buffalo are mutually exclusive, which means that the diversity of different morphometric breeds buffalo.


(6)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Besar pada tanggal 23 agustus 1988 dari ayah Wahyudi dan ibu Sri Mirawati. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Lima Puluh dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian pada Program Studi melalui jalur SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di peternakan rakyat Kecamatan Hamparan Perak pada tahun 2010 dan penelitian di BPTU Babi dan Kerbau Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2012.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Sekripsi ini berjudul “Karakteristik Morfologi Ukuran Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa di BPTU Babi dan Kerbau Siborongborong”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Bapak Hamdan, S.Pt, MSi. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, M.BA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan sekripsi ini. Kepada bapak Ir. Muhammad Naim beserta seluruh staf pegawai di BPTU Babi dan Kerbau Siborong-Borong dan semua pihak yang ikut membantu.

Semoga sekripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan khususnya peternakan kerbau.

Medan, Mei 2013


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LANPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau ... 4

Sifat Fenotip Kuantitatif ... 7

Pengukuran Tubuh ... 8

Keragaman Fenotip ... 8

Kelenturan Fenotip ... 9

Sifat Genetik Kualitatip ... 9

Silang Dalam ... 9

Koefesian Silang Dalam ... 11

Genetik dan Lingkungan ... 11

Keseimbangan Populasi ... 13

Frekuensi Gen ... 14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

Parameter Penelitian ... 17

Analisa Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 21

Deskriptif Statistik Ukuran Linier Permukaan Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa ... 22

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa ... 27

Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa serta Pembentukan Diagram Kerumunan ... 28


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpula ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan ... 23 2. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina ... 24 3. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa ... 26 4. Persamaan skor ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau murrah ... 27 5. Persamaan skor ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai

eigen pada kerbau rawa ... 28 6. Rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk tubuh pada kerbau murrah dan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa ... 35 2. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan ... 35 3. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina ... 36 4. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan 2-3,5 ... 36 5. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan 3,5-7 ... 37 6. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 2-3,5 ... 37 7. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas

ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 3,5-7 ... 38 8. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman

kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan kerbau murrah ... 38 9. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman

kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan kerbau rawa ... 39 10. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara

skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah .... 39 11. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara

skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah ... 39 12. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara

skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa ... 40 13. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara

skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa ... 40 14. Gambar kerbau murrah di instalasi Silangit ... 41 15. Gambar kerbau rawa di instalasi Bahalbatu ... 42


(12)

ABSTRAK

GERLI, 2013 : “Karakteristik Morfologi Ukuran Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa di BPTU Babi dan Kerbau Siborongborong”, dibimbing oleh HAMDAN dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Keterbatasan informasi atau data performa dan potensi biologis kerbau, masih menjadi kendala untuk pengembangan lebih lanjut. Salah satu cara untuk menentukan keragaman fenotipik ternak kerbau adalah dengan pengamatan morfometrik pada setiap jenis kerbau di Indonesia. Identifikasi morfometrik dapat dilakukan dengan cara membandingkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa berdasarkan Analisis Komponen Utama. Penelitian ini melibatkan 68 kerbau rawa (7 jantan, 61 betina) dan 32 kerbau murrah(5 jantan, 27 betina) pada Juli – September 2012 menggunakan metode survey.

Penciri ukuran pada kedua bangsa adalah tinggi pundak dan lebar dada sebagai penciri bentuk. Kerumunan data pada kerbau murrah dan kerbau rawa saling terpisah yang berarti bahwa keragaman morfometrik kedua bangsa kerbau berbeda.


(13)

ABSTRACT

GERLI, 2013: " Morphological Characteristics of Body Size of Murrah Bufallo and Swamp Bufallo in BPTU Pig ang Bufallo Siborongborong", supervised by HAMDAN and ARMYN HAKIM DAULAY.

Due to limitations in informations and data of production performances, their productions have not yet been developed to its potentials. One way to determine the phenotypic diversity of buffaloes is with morphometric observations on each type of buffalo in Indonesia. Morphometric identification can be done by comparing the size and shape of the body. This study aimed to obtain information related phenotypic morphometric characters body Murrah buffalo and swamp buffalo by Principal Component Analysis. The study involved 68 swamp buffalo (7 males, 61 females) and 32 Murrah buffaloes (5 males, 27 females) in July-September 2012 used a survey method. Identifier the size of the breeds are shoulder height and chest width as the identifier form. The crowd data on Murrah buffalo and swamp buffalo are mutually exclusive, which means that the diversity of different morphometric breeds buffalo.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau merupakan salah satu ruminansia besar sumberdaya genetik yang keberadaannya relatif kurang diperhatikan. Namun demikian, secara nasional kontribusinya terhadap pembangunan peternakan cukup berperan penting.

FAO (2007) melaporkan hanya 41 negara yang menunjukan perhatian untuk pemeliharaan kerbau. Dari negara-negara ini, 29% menyebutkan breeding kerbau merupakan prioritas dan 22% memiliki program breeding. Negara-negara yang memiliki program breeding kerbau dengan tujuan utama produksi susu adalah India, Pakistan, Cina, Mesir dan Bulgaria.

Kerbau dapat berkembang dalam rentang agrosistem yang luas, oleh sebab itu kerbau ditemukan hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Sebagian besar ternak kerbau diusahakan oleh peternak rakyat dengan manajemen pemeliharaan tradisional dan kualitas genetik masih rendah. Saat ini kerbau masih belum termanfaatkan secara maksimal walaupun sudah ada upaya di beberapa daerah untuk lebih meningkatkan pemanfaatannya. Pemanfaatan utama ternak kerbau sampai saat ini selain sumber daging juga merupakan ternak pekerja. Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2005 adalah 2.128.491 ekor, menurun menjadi 2.045.548 ekor pada tahun 2009 (DITJEN PETERNAKAN, 2009). Populasi kerbau lebih terpusat di Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Banten dan Sumatara Utara, dimana sebagian besar kerbau dipelihara oleh peternakkecil dengan tingkat kepemilikan 2-3 ekor. Sementara data pemotongan pada tahun 2005 sekitar 163.848 dan pada tahun 2009 menjadi 166.380 ekor (DITJEN PETERNAKAN, 2009).


(15)

Kualitas kerbau Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran, sebagai akibat penurunan mutu genetik dan faktor lain seperti menejemen pemeliharaan yang kurang tepat. Penurunan produktivitas selain dicerminkan dengan penurunan bobot badan sebagai akibat dari penurunan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kerbau, juga disebabkan faktor genetik karena upaya pemuliaan yang belum terarah.

Pelestarian keragaman ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara penentuan keragaman fenotipik lokal Indonesia adalah dengan pengamatan morfometrik pada bangsa kerbau lokal Indonesia. Identifikasi morfometrik dilakukan dengan cara menentukan penciri ukuran dan bentuk pada masing-masing sapi lokal berdasarkan Analisis Komponen Utama (AKU). Bentuk sangat dipengaruhi faktor genetik, sedangkan ukuran lebih dipengaruhi faktor lingkungan. Tujuan pemeliharaan kerbau juga turut mempengaruhi keragaman ukuran pada kerbau-kerbau yang ada di Indonesia


(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi fenotipik yang berhubungan dengan karakter morfometrik tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa berdasarkan Analisis Komponen Utama. Informasi genetik yang diperoleh pada penelitian ini adalah ukuran dan bentuk tubuh pada kedua bangsa kerbau yang diamati. Penciri ukuran dan penciri bentuk tubuh pada kedua bangsa tersebut, juga dapat diperoleh pada penelitian ini. Berdasarkan hasil yang diperoleh, perbandingan ukuran dan bentuk tubuh kedua bangsa yang diamati dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan yang diturunkan dari Analisis Komponen Utama. Kerumunan data individu tersebut dapat dijadikan ciri khas pada setiap bangsa kerbau yang diamati dan menggambarkan kedekatan morfometrik tubuh antara bangsa kerbau yang diamati.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk mengetahui keragaman

karakteristik ukuran tubuh kerbau rawa dan kerbau murrah yang dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian selanjutnya mengenai ciri khas ternak kerbau serta untuk melakukan kebijakan program pemuliaan kerbau oleh dinas peternakan.

Hipotesis

Terdapat perbedaan ukuran tubuh dan bentuk tubuh (tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada) antara kerbau Murrah dan kerbau Rawa berdasarkan Analisis Komponen Utama.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerbau

Penemuan-penemuan arkeologi di India menyatakan bahwa kerbau di domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang lalu. Hampir tidak ada bangsa kerbau yang khusus, meskipun ada sebagian yang bertubuh besar dan sebagian lainya kecil. Meskipun demikian, semuanya hanya menghasilkan susu dalam jumlah sedikit dan mempunyai kromosom 2n sebanyak 48. Persilangan dengan tipe sungai 50 kromosom dan tipe rawa dengan 48 kromosom menghasilkan F1 dengan kromosom sebanyak 49 (2n) yang tingkat fertilitasnya dipertanyakan (Murti, 2002).

Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia, yaitu kerbau rawa (Swamp buffalo) berjumlah sekitar 95% dan sisanya dalam jumlah kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai (Riverine buffalo) terdapat di Sumatera Utara. Secara umum kerbau sungai memiliki warna kulit normal adalah hitam dengan bercak putih pada dahi, wajah dan ekor (Cockrill, 1974). Kerbau menurut Bhatarchya (1993) termasuk dalam kelas mamalia, ordo ungulate, famili bovidae, subfamili bovina, genus bubalus, dan spesies bubalis. Kerbau termasuk ke dalam spesies bubalus bubalis yang diduga berevolusi dari bubalus arnee, yakni kerbau liar dari India. Hampir semua kerbau domestikasi saat ini berasal dari moyang bubalus arnee. Kerbau yang ada di indonesia secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai. Kerbau sungai penyebaran terbanyak di Indonesia ada di Sumatera Utara yaitu dari jenis Murrah..


(18)

Kerbau rawa menurut Mason (1974) pada kerbau rawa tidak ditemukan warna kulit coklat atau abu-abu coklat seperti yang terjadi pada kerbau sungai. Konformasi tubuhnya berat dan padat, ukuran tubuh dan kaki relatif pendek, perut luas dengan leher panjang. Muka mempunyai dahi yang datar dan pendek dengan moncong luas. Bentuk tanduk biasanya melengkung ke belakang. Bobot badan lebih ringan dibanding kerbau sungai (Fahimuddin, 1975). Cockrill (1974) menguraikan kerbau rawa memiliki konformasi tubuh berat dan padat, kaki pendek dan perut luas, lehar panjang dahi datar, muka pendek dan moncong luas, tinggi pundak kerbau rawa betina 120-127 cm dan jantan berkisar 129-133 cm. Laporan Erdiansyah (2008) didapati bahwah kerbau rawa jantan memiliki lingkar dada 161 cm, panjang badan 119 cm dan pada kerbau rawa betina lingkar dada 176 cm, panjang badan 119 cm

Habitat asal kerbau Murrah adalah Negara bagian Haryana dan Union Teritory Delhi di India. Kerbau ini juga dipelihara dalam jumlah besar di Negara bagian Punjab di India dan di Provinsi Punjab di Pakistan dan juga di bagian utara Uttar Pradesh di India dan Sind di Pakistan (Bhatarchya, 1993). Sedangkan kerbau sungai yang ada di Sumatera Utara adalah berasal dari bangsa murrah yang umum dipelihara oleh masyarakat keturunan india untuk dimanfaatkan sebagai ternak penghasil susu. Perkembangan populasinya diperkirakan terus menurun akibat perkawinan inbreeding. Kepala kerbau Murrah relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tubuhnya, bentuk baik dan halus pada yang betina, lebih besar dan lebih berat pada yang jantan. Mukanya bersih dengan mata yang bercahaya dan menonjol, telinganya kecil berbentuk baik dan menggantung. Tanduknya pendek, sangat melingkar, tumbuh ke depan dan ke belakang.


(19)

Lehernya pendek dan tipis pada kerbau betina tetapi tebal dan kompak pada yang jantan. Bentuk dan ukuran ambing baik, mempunyai vena susu yang menonjol (Bhatarchya, 1993).

Banyak Negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam telah melakukan persilangan antara kerbau rawa dan kerbau sungai untuk memperoleh kombinasi yang baik dari sifat produksi susu, daging dan tenaga kerja dari keturunan silangan. Persilangan antara kerbau rawa dan kerbau sungai biasanya akan mewariskan warna kulit hitam pada silanganya, sebagai warna dominan dari kerbau sungai. Tampilan moderat (mirip kedua tetuanya) akan diperoleh pada konformasi tubuh dan tanduk (Mason, 1974)

Secara umum, kerbau bertambah berat sejak lahir sampai dengan umur 2,5 tahun. Dewasa kelamin kerbau rawa biasa dicapai pada umur 3 tahun (betina) dan sekitar 4 tahun (jantan). Sedangkan kerbau sungai mencapai dewasa kelamin relatif lebih awal dari pada kerbau rawa. Sampai umur 72 bulan, ternak kerbau jenis lumpur jantan relatif masih terus tumbuh ukuranya. Dibandingkan ternak sapi yang tumbuh lebih cepat namun berhenti di awal, maka kerbau tumbuh lambat namun terus bahkan bisa sampai umur 9 - 10 tahun (Murti, 2002). Umur rata-rata pertama kawin pada kerbau rawa adalah 40 bulan dan rata-rata beranak pertama kali pada umur 54 bulan. Seperti halnya tipe kerbau sungai nondeskripsi, juga terdapat beberapa varian pada kerbau rawa. Kerbau rawa yang besar dari Thailand bisa mempunyai berat lebih dari 900 kg sedangkan carabao dari Filipina atau kerbau air yang kecil dari Kalimantan bisa mempunyai berat hanya 370 kg atau bahkan lebih kecil (Cockrill, 1974).


(20)

Bila dibandingkan kerbau sungai, kerbau rawa memiliki konformasi tubuh pendek dan gemuk dengan tanduk panjang. Muka mempunyai dahi yang datar dan pendek dengan moncong luas. Bentuk tanduk biasanya melengkung kebelakang. Dengan bobot dewasa pada jantan sekitar 700 kg dan betina sekitar 500 kg. kapasitas produksi susunya rendah berkisar antara 430-620 kg per laktasi (Webster dan Wilson, 1980).

Kerbau Murrah betina biasanya memiliki tubuh lebih kecil dengan dahi luas dan agak menonjol jika dibandingkan yang jantan. Disamping itu muka tidak mempunyai tanda putih dan lubang hidung terpisah, telinganya tipis dan menggantung. Bobot dewasa jantan sekitar 1100 kg dan betina sekitar 550 kg. sebagai ternak perah, kerbau Murrah betina mempunyai perkembangan ambing yang baik dengan puting bagian belakang lebih panjang dari puting bagian depan. Kapasitas produksi susu induk cukup tinggi antara 1000-2000 kg per laktasi, tetapi bervariasi antara lingkungan (Webster dan Wilson, 1980). Menurut Fahimuddin (1975) bobot badan kerbau sungai sekitar 300-700 kg pada jantan dan 250-500 kg pada betina dengan tinggi pundak kerbau Murrah jantan dewasa 142 cm dan betina dewasa 132 cm. Kerbau murrah di india yang diternakkan oleh petani mempunyai umur beranak pertama kali 39,9-54,1 bulan, sedangkan di farm milik militer sekitar 40 bulan (Murti, 2002).

Kerbau memiliki beberapa keunggulan tetapi juga tidak terlepas dari adanya kelemahan. Perkembangan populasi kerbau terlihat agak lambat dibandingkan dengan ternak sapi. Secara nasional perbandinganya sekitar 20% kerbau dan 80% sapi dan rasio ini masih berlangsung sampai saat ini (Sitorus, 2008).


(21)

Sifat Fenotip Kualitatif

Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan secara tegas misalnya warna bulu, ada tidaknya tanduk dan sebagainya. Sifat ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Sedangkan menurut Warwick et al (1990) Sifat kualitatif adalah sifat luar yang tampak atau bahkan tak ada hubungannya dengan kemampuan produksi seperti warna, bentuk dan panjang ekor, ada tidaknya tanduk dan sebagainya.

Pengukuran Tubuh

Penggunaan ukuran tubuh selain untuk menaksir bobot badan dan karkas, dapat juga untuk memberikan gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa ternak tertentu (Diwyanto, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan luar dan produksi adalah bangsa ternak, daya dukung wilayah, teknologi yang diserap, pendidikan dan pengelolaan dari usaha ternak.

Keragaman Fenotip

Fenotip adalah penampilan organisme (individu) tersebut atau dapat disimpulkan sebagai jumlah total seluruh karakter atau sifat, misalnya warna, bentuk, tabiat, kerangka dan lain sebagainya (Pane, 1993).

Pada dasarnya keragaman fenotip (VP) yang merupakan keragaman yang dapat diamati disebabkan oleh adanya keragaman genetik (VG) dan keragaman lingkungan (VE). Secara matematika keragaman fenotip dapat dituliskan dengan


(22)

Sumber keragaman lainnya adalah keragaman yang timbul akibat interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan V= G X E. Keragaman genetik dapat disebabkan gen-gen aditif (VA) dan juga oleh yang tidak aditif (Vn). Aksi gen yang tidak aditif bisa disebabkan oleh aksi gen dominan (VD) dan aksi gen epistasis (VI).

VP = VA + VD + VG+E + VE + VI

Keragaman lingkungan (VE) dapat disebabkan oleh faktor iklim, cuaca, makanan, penyakit dan sistem manajemen (Noor, 2000).

Kelenturan Fenotip

Kelenturan fenotip adalah kemampuan suatu genotip atau individu untuk menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisiologi dan tingkah laku sebagai respon terhadap kelenturan fenotip ini mencerminkan kepekaan fenotip terhadap lingkungan.

Tiga teori utama kelenturan fenotipik : (1) kelenturan fenotip sebagai suatu sifat yang dikontrol oleh gen-gen pada lokus yang berbeda dengan gen-gen yang mengontrol rataan suatu sifat pada lingkungan tertentu, (2) Kelenturan fenotipik sebagai suatu fenomena seleksi untuk rataan sifat yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, (3) kelenturan fenotipik sebagai suatu fungsi homozigositas dan mengasumsikan bahwa jumlah perubahan fenotip pada lingkungan berbeda merupakan suatu fungsi menurun dari jumlah lokus heterozigot (Noor, 2000).


(23)

Sifat Genetik Kualitatif

Silang Dalam

Silang dalam pada dasarnya meningkatkan homozigositas dan pada saat yang bersamaan menurunkan derajat heterozigositas. Laju peningkatan homozigositas akibat silang dalam pada suatu individu tergantung dari seberapa dekat hubungan kekerabatan kedua tetuanya.

Persilangan antara saudara tiri mengakibatkan laju peningkatan homozigositas sebesar 50% dari laju persilangan antar saudara kandung dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Silang dalam sering dihubungkan dengan penurunan performa dan munculnya kelainan genetik pada ternak. Silang dalam pada ternak disamping berpengaruh buruk juga dapat mendatangkan keuntungan dari silang dalam ini.

Ternak hasil silang dalam pada umumnya memiliki kemampuan adaptasi lingkungan yang kurang baik dibandingkan dengan ternak-ternak hasil silang luar. Pengaruh ini biasanya berhubungan dengan penurunan fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan terhadap penyakit, penurunan daya hidup dan penurunan laju pertumbuhan. Pengaruh buruk ini disebabkan oleh pengaruh gabungan gen-gen resesif yang homozigot.

Pada ternak inbreed pengaruh-pengaruh buruk ini sering dijumpai. Dalam suatu populasi frekuensi gen resesifnya tidak meningkat, tetapi pemunculannya sebagai homozigot lebih sering (Noor, 2000).

Pengaruh genetik utama dari silang dalam adalah menaikkan homozigositas. Efek fenotip dari silang dalam sering merusak dan hal ini telah


(24)

antara keluarga dekat dalam masyarakat kuno. Di dalam buku “The variation of plants and animals under domestication” terbitan tahun 1868 yang dikutip oleh Warwick et al (1990) Charles Darwin membuat pernyataan “akibat dari perkawinan dekat yang berlangsung dalam waktu yang lama adalah menurunya ukuran, kekuatan (vigor) badan dan fertilitas,kadang-kadang diikuti dengan bentuk yang cacat”.

Koefisien Silang Dalam

Koefisien silang dalam dapat digunakan untuk mengukur peningkatan homozigositas suatu individu akibat silang dalam. Koefisien ini dapat juga digunakan untuk mengukur penurunan derajat heterozigositas suatu individu relatif terhadap tetuanya pada populasi yang sama. Pada koefisien silang dalam suatu individu adalah ½ dari koefisien kekerabatan individu tersebut dengan tetuanya. Ternak-ternak yang bersaudara kandung memiliki koefisien silang dalam 25%. Ternak-ternak yang bersaudara tiri memiliki koefisien silang dalam 12,5% (Noor, 2000).

Genetik dan Lingkungan

Performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh ternak. Pengaruh faktor genetik bersifat baka (tidak akan berubah selama hidupnya, selama tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya). Sedangkan pengaruh lingkungan bersifat tidak baka (tidak tetap) dan tidak dapat diwariskan kepada keturunannya dan tergantung pada kapan dan dimana individu tersebut berada. Secara matematis pengaruh genetik dan


(25)

lingkungan dapat ditulis sebagai berikut: P = G+E atau P = G+E+GE bila dijumpai adanya interaksi antara genetik dan lingkungan, dimana: P = Performan, G = Genetik, E = Lingkungan dan GE = Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Selama kehidupan suatu individu, sifat turunannya akan berinteraksi dengan lingkungan dan interaksi ini akan menentukan rupa atau bentuk individu tersebut pada waktu tertentu dan perkembangannya pada waktu mendatang.

Genotip akan tetap konstan sepanjang hayat individu tersebut, sedangkan fenotip berubah setiap saat. Dua individu dengan genotip yang sama akan jadi berbeda dalam fenotipnya, jika mereka masing-masing berada dalam daerah yang kondisi makanan, suhu udara yang mempunyai sifat turunan yang sama, dinyatakan sebagai variasi lingkungan atau modifikasi lingkungan (Pane, 1993).

Interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan merupakan masalah yang sangat serius di bidang peternakan umumnya dan ekspor-impor khususnya. Interaksi dikatakan ada jika ternak-ternak yang dipelihara pada lingkungan tertentu akan berubah tingkat produksinya saat dipelihara di lingkungan yang berbeda.

Program impor ternak telah menimbulkan dua masalah besar: (1) interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Masalah ini timbul pada pengimporan ternak hidup dan embrio, (2) adanya kemungkinan hilangnya ternak-ternak asli Indonesia akibat persilangan antara ternak-ternak asli dengan ternak-ternak impor yang kurang terencana.


(26)

Disamping bangsa ternak, jenis kelamin juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Seluruh spesies hewan yang didomestikasikan menjadi ternak menunjukkan adanya variasi sifat-sifat produktivitas yang berhubungan dengan morfologi maupun fisiologi. Variasi tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomi penting dalam ternak dikodekan oleh banyak gen (poligenik) sehingga tidak mudah untuk memanipulasinya (Soller dan Beckmann, 1982). Variasi pada genom dapat mempengaruhi fungsi gen dan merubah produk gen sehingga menimbulkan variasi fenotip (Choi et al., 1996).

Keseimbangan Populasi

Dalam populasi yang besar dimana tidak terjadi seleksi, migrasi, migrasi dan perkawinan terjadi secara acak, frekuensi gen dan genotipik akan sama dari generasi ke generasi. Untuk sepasang gen dengan frekuensi q dan 1-q, maka frekuensi ketiga genotip pada frekuensi ini dikatakan berada dalam keseimbangan atau biasa disebut dengan keseimbangan Hardy-Weinberg (Warwick et al., 1990).

Hukum Hardy-Weinberg ditemukan oleh ahli fisika W.Weinberg dan ahli matematika G.H. Hardy pada tahun 1908. Keduanya berasal dari Inggris (Noor, 2000). Godfrey Harold Hardy dan Wilhelm Weinberg tahun 1908 secara terpisah menemukan dasar-dasar frekuensi alel dan genetik dalam suatu populasi. Prinsip yang berupa pernyataan teoritis tersebut dikenal sebagai hukum (prinsip kesetimbangan) Hardy-Weinberg. Pernyataan itu menegaskan bahwa frekuensi alel dan genotip suatu populasi (gene pool) selalu konstan dari generasi ke generasi dengan kondisi tertentu. Kondisi-kondisi yang menunjang Hukum Hardy-Weinberg sebagai berikut: (a) Ukuran populasi harus besar, (b) Ada isolasi


(27)

dari populasi lain, (c) Tidak terjadi mutasi, (d) Perkawinan acak, (f) Tidak terjadi seleksi alam. Formulasi hukum Hardy-Weinberg dapat dijelaskan berikut ini :

p + q = 1, maka p = 1 – q dan q = 1- p

Pada suatu lokus, gen hanya mempunyai dua alel dalam satu populasi. Para ahli genetika populasi menggunakan huruf p untuk mewakili frekuensi dari satu alel dan huruf q untuk mewakili frekuensi alel lainnya. Hukum Hardy-Weinberg tidak berlaku untuk proses evolusi karena hukum Hardy-Weinberg tidak selalu menghasilkan angka perbandingan yang tetap dari generasi ke generasi. Kenyataannya, frekuensi gen dalam suatu populasi selalu mengalami perubahan atau menyimpang dari hukum Hardy-Weinberg. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan keseimbangan hukum Hardy-weinberg dalam populasi yaitu adanya: (1) Hanyutan genetik (genetic drift), (2) Arus gen (gene flow), (3) Mutasi, (4) Perkawinan tidak acak dan (5) Seleksi alam.

Masing-masing penyebab perubahan kesetimbangan hukum Hardy-Weinberg atau perubahan frekuensi genetik populasi merupakan kondisi kebalikan yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan Hardy-Weinberg (Kemdiknas, 2011).

Frekuensi Gen

Menurut Warwick et al (1990) Frekuensi gen adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan proporsi dari semua lokus untuk pasangan gen atau rangkaian alel dalam suatu populasi yang diduduki oleh satu gen tertentu. Perubahan frekuensi gen dapat disebabkan oleh (1) mutasi, yaitu perubahan dalam gen atau bagian kromosom menjadi bentuk baru, (2) Genetic drift, yaitu terjadinya


(28)

frekuensi gen generasi berikutnya. Sedangkan menurut Noor (2000) genetik drift merupakan perubahan frekuensi gen yang mendadak. Perubahan-perubahan gen yang mendadak biasanya terjadi pada kelompok kecil ternak yang dipindahkan untuk tujuan pemuliaan ternak. Jika kelompok ternak diisolasi dari kelompok ternak asalnya maka frekuensi gen yang terbentuk pada populasi baru dapat berubah. Perubahan frekuensi gen yang mendadak dapat juga disebabkan oleh bencana alam (sebagian besar ternak yang memiliki gen tertentu mati), (3) migrasi, yaitu suatu cara yang paling efektif untuk menyebabkan perubahan genetik dan sangat berguna asalkan tersedia populasi lain dari gen-gen yang dinginkan dan bermanfaat dari perubahan yang terjadi dan (4) Seleksi.


(29)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BPTU Babi dan Kerbau Siborongborong

Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada Juli sampai dengan September 2012.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor kerbau yang terdiri atas 68 kerbau rawa (7 jantan, 61 betina) dan 32 kerbau murrah (5 jantan, 27 betina) telah mencapai umur sesuai dengan kriteria yang telah akan dibagi berdasarkan tingkatan umur dan jenis kelamin.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah tongkat ukur, pita ukur, buku dan alat tulis serta kamera digital. Komputer yang dilengkapi dengan Software statistik MINITAB® 16.2.1.0. sebagai alat bantu olah data.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan dengan pengamatan dan pengukuran langsung terhadap sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu sampel ditentukan berdasarkan kriteria mencapai umur


(30)

Kerbau Sinur Siborongborong. Penggolongan umur ditentukan berdasarkan pemunculan tanduk dan penanggalan gigi seri dan diperkirakan sudah mencapai dewasa tubuh serta dari data recording yang ada.

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pundak, panjang badan, tinggi pinggul dan lebar pinggul dengan berat badan sebagai tambahan data deskriptif.

Gambar 1. Metode pengukuranvariabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh kerbau yang diamati

Keterangan: Nomor 1-7 berurutan adalah : 1). Lingkar dada. 2). Lebar dada, 3). Dalam dada. 4). Tinggi pundak. 5). Panjang badan. 6). Tinggi pinggul. 7). Lebar pinggul.


(31)

Lingkar dada (X1) diukur melingkar tepat dibelakang scapula menggunakan pita ukur, Lebar dada (X2) adalah jarak antara penjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan pita ukur, Dalam dada (X3) merupakan jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur, Tinggi pundak (X4) jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur, Panjang badan (X5) adalah garis lurus dari tepi tulang processus spinocus sampai dengan benjolan tulang lapis (os ischium), diukur dengan menggunakan tongkat ukur, Tinggi pinggul (X6) adalah jarak tertingi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur dan Lebar pinggul (X7) diukur dengan tongkat ukur sebagai jarak lebar antara kedua sendi pinggul, dengan Berat badan sebagai tambahan data deskriptif diukur mengunakan timbangan.

Analisis Data

Pengolahan data untuk mendapatkan gambaran dari ukuran tubuh dan bentuk tubuh kedua bangsa kerbau dilakukan dengan menggunakan analisis multivariat yaitu dengan menggunakan Principal Component Analysis atau Analisis Komponen Utama untuk mengetahui hubungan antar variabel dari bangsa kerbau dan digunakan sebagai upaya matematis untuk menyederhanakan variabel menjadi variabel baru, namun variabel baru masih tetap dapat menentukan sebagian besar informasi data asalnya.

Karakteristik ukuran tubuh dilakukan dengan menghitung nilai rataan, simpangan baku (S), dan koefisien keragaman (KK) dari setiap sifat yang diamati seperti petunjuk steel dan Torrie (1995) dan dengan menggunakan Principal


(32)

1 -n ) x -x ( S 2 i

= KK% = (100%)

x s

Keterangan :

x = nilai rataan

n = jumlah sampel yang diperoleh Xi = ukuran ke-i dari sifat x

S = Simpangan baku

KK = koefisien keragaman

Data ukuran tubuh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama. Menurut Gaspersz (1992) pengolahan data dengan menggunakan Analisis Komponen Utama dilakukan dengan model matematika sebagai berikut:

Yp= a1pX1 + a2pX2 + a3pX3 + a4pX4 + ....+ anpXn Keterangan :

Yp = komponen utama ke-p

a1p, a2p, ...anp = vektor ciri/vektor Eigen ke-1,...., n pada komponen utama ke-p X1, X2,...,Xn = peubah-peubah yang diamati

Dimana

X1 = tinggi pundak X2 = tinggi pinggul X3 = lebar pinggul X4 = panjang badan X5 = lingkar dada X6 = dalam dada X7 = lebar dada

Penciri ukuran diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama pertama atau persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan vektor eigen tertinggi pada persamaan komponen utama kedua atau persamaan bentuk. Keeratan hubungan antara peubah asal dan komponen utama dapat dilihat melalui besarnya koefisien korelasi antara peubah


(33)

asal dan komponen utama itu. Rumus yang digunakan untuk mencari korelasi antara peubah asal dan komponen utama tertentu sebagai berikut

rx,y1= rij = �������� (Gaspersz, 1992).

Keterangan:

rx,y1= rij = koefisien korelasi

aij = vektor penciri/vektor Eigen ke-i pada komponen utama ke-j ��� = akar dari nilai penciri/ nilai eigen pada komponen utama ke-j Si = simpangan baku dari variabel Xi

Selanjutnya skor komponen utama yang diperoleh dari persamaan ukuran tubuh disajikan dalam bentuk diagram kerumunan. Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor komponen utama pertama (skor ukuran) sebagai sumbu X dan skor komponen utama kedua (skor bentuk) sebagai sumbu Y; yang diperoleh berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Perbedaan kerumunan data antara kedua bangsa kerbau yang diamati diperbandingkan pada diagram kerumunan.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaaan Umum Lokasi Penelitian

Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Siborongborong terletak pada dataran tinggi (>500 meter dari permukaan laut) memiliki ternak kerbau lumpur Desa Bahalbatu dan kerbau murrah Desa Silangit. Ternak kerbau milik BPTU diperoleh pada umumnya dari peternak Propinsi Sumatera Utara dan merupakan hasil seleksi dari ternak kerbau yang ada di propinsi tersebut. Dari hasil seleksi ternak kerbau yang ada di BPTU sebagai Balai Pembibitan Nasional diharapkan mampu menyebarkan bibit unggul ke seluruh Indonesia.

Sistem pemeliharaan dan reproduktifitas ternak kerbau di BPTU Siborongborong. Pemberian pakan tambahan berupa dedak yang dicampur dengan supplemen dan mineral rata-rata 1 kg/ekor/hari. Pada siang hari ternak digembalakan di padang rumput milik BPTU yang didominasi oleh campuran rumput alam dan leguminosa, Sedangkan pohon leguminosa ditanam sebagai pagar hidup dan diberikan untuk ternak kerbau. Rumput unggul yang sedang dikembangkan dan mulai diintroduksi pada lahan penggembalaan antara lain rumput Gajah dan rumput Raja. Perkawinan ternak secara alamia dengan rasio pejantan yang cukup dan pengaturan perkawinan untuk menghindari inbreeding telah diterapkan. Reproduktifitas ternak kerbau cukup baik dengan jarak beranak 1,5 – 2 tahun. Secara garis besar disimpulkan bahwa manajemen pakan dan perkawinan telah cukup baik dimana pengawasan kesehatan dengan cara pemberian obat cacing dan vaksin penyakit menular telah dilakukan.


(35)

Deskriptif Statistik Ukuran Linier Permukaan Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa

Ukuran-ukuran linear peubah ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa yang diukur meliputi Tinggi pundak, Tinggi pinggul, Lebar pinggul, Panjang badan, Lingkar dada, Dalam dada, Lebar dada dan penimbangan bobot badan yang dikelompokkan menurut umur dan jenis kelamin berbeda, tabel berikut menyajikan nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing – masing peubah yang diamati disajikan pada table 1 dan table 2.

Rataan berat badan kerbau murrah jantan pada kelompok umur 2 – 3,5 tahun 258 kg dan pada kerbau rawa jantan 246 kg. Rawa jantan muda hasil pengamatan didapat tinggi pundak 115,5 cm, tinggi pinggul 117,5 cm, panjang badan 105,5 cm dan lingkar dada 182,5 cm, lebih rendah dibandingkan tinggi pundak 122,80 cm, tinggi pinggul 125,40 cm, panjang badan 123,20 cm dan lingkar dada 190,22 cm (Praharani, 2007). Kerbau murrah jantan muda memiliki rataan ukuran tubuh tidak jauh berbeda dengan kerbau rawa jantan muda kecuali pada lingkar dada. Dari hasil uji-t terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada jantan muda yaitu pada variabel panjang badan. Keragaman ukuran tubuh pada kerbau murrah jantan muda sekitar 1,113 – 8,096 % dan ukuran tubuh pada kerbau rawa jantan muda sekitar 1,771 – 4,470 %.

Ukuran tubuh (Tinggi pundak, Tinggi pinggul, Lebar pinggul, Panjang badan, Lingkar dada, Dalam dada, Lebar dada) dipengaruhi oleh umur ternak jenis kelamin. Secara umum, rataan ukuran tubuh kerbau muda lebih rendah dari ternak dewasa. Pada kerbau jantan dewasa ukuran tubuh kerbau rawa tidak berbeda jauh dengan kerbau murrah. Keragaman ukuran tubuh pada kerbau


(36)

murrah jantan dewasa sekitar 0,763 – 10,604% dan ukuran tubuh pada kerbau rawa jantan dewasa sekitar 1,283 – 6,453%.

Ukuran tubuh kerbau murrah hasil penilitian lebih kecil dibanding pengamatan sebelumnya. Rataan tinggi pundak dan panjang badan dari kerbau murrah jantan dewasa pengamatan adalah 138,67 cm dan 148.3 cm, lebih rendah dibandingkan 142 dan 151cm (Mason, 1974), dan 132 cm dan 132,8 cm menurut Sitorus (2008). Ukuran lingkar dada kerbau murrah jantan (195 cm) yang diamati juga lebih kecil dari yang didapat Fahimuddin (1975) sebesar 220 cm dan lebih besar dari laporan Sitorus (2008) 185 cm.

Tabel 1. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan

Variabel Bangsa

Kelompok umur

2 – 3,5 3,5 – 7

n x ± S KK % n x ± S KK %

Bobot badan Murrah 2 258±14,71 5,701 3 474,2±73,06 15,392

Rawa 4 305,17±16,44 5,388 3 462,17±43,67 9,449

Lingkar dada Murrah 2 162,5±6,36 3,916 3 195±11,36 5,824

Rawa 4 182,5±3,69 2,025 3 203±6,56 3,230

Lebar dada Murrah 2 37±1,41 3,822 3 49±5,19 10,604

Rawa 4 39,5±1,29 3,628 3 50,33±2,08 4,135

Dalam dada Murrah 2 63,5±0,70 1,113 3 83±6,56 7,900

Rawa 4 64,25±2,87 4,470 3 82±5,29 6,453

Tinggi pundak Murrah 2 115,5±4,95 4,285 3 138,67±4,04 2,914

Rawa 4 115,5±2,08 1,802 3 135±1,73 1,283

Panjang badan Murrah 2 122±1,41

**

1,159 3 148,33±7,64 5,149

Rawa 4 105,5±1,70 1,614 3 141,67±4,16 2,939

Tinggi pinggul Murrah 2 111,5±5,65 8,096 3 131±1 0,763

Rawa 4 117,5±2,08 1,771 3 132,33±3,78 2,861

Lebar pinggul Murrah 2 44±2,82 6,428 3 57,33±5.50 9,606

Rawa 4 44±1,41 3,214 3 54,67±3,51 6,424

Keterangan: Notasi x adalah rataan, n adalah jumlah sampel, S adalah simpangan baku dan KK adalah koefisien keragaman..

Tanda * menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dalam variabel sedangkan ** menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) antar bangsa dalam variabel.

Kerbau rawa jantan dewasa hasil pengamatan didapat tinggi pundak 135,5 cm, tinggi pinggul 132,3 cm, panjang badan 141,6 cm dan lingkar dada 203 cm, lebih besar dibandingkan tinggi pundak 127,35 cm, tinggi pinggul 126,82 cm,


(37)

panjang badan 131 cm dan lingkara dada 196,5 cm (Praharani, 2007) sedangkan dari hasil penelitian Sitorus (2008) tinggi pundak 126,38 cm, tinggi pinggul 125,56 cm, panjang badan 129,5 cm dan lingkar dada 182,16 cm.

Tabel 2. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina

Variabel Bangsa

Kelompok umur

2 – 3,5 3,5 – 7

n x ± S KK % n x ± S KK %

Bobot badan Murrah 6 241,67±32,85 13,592 21 402,98±52,17 12,945

Rawa 4 223,65±16,28 7,282 57 398±38,46 9,662

Lingkar dada Murrah 6 155,33±7,17 4,618 21 182,71±12,77 6,992

Rawa 4 152±4,69 3,086 57 188,74±7,76 4,113

Lebar dada Murrah 6 35±1,67 4,780 21 40,33±2,56 6.337

Rawa 4 36,75±0.96 2,606 57 39,98±3 7,510

Dalam dada Murrah 6 65,33±4,80 7,351 21 75,43±7,26 9,620

Rawa 4 63,5±1,91 3,015 57 75±2,91 3,887

Tinggi pundak Murrah 6 122±5,02

**

4,115 21 133±4,60* 3,461

Rawa 4 112,75±0,5 0,443 57 125,14±2,44 1,954

Panjang badan Murrah 6 119,17±7,73 6,487 21 137,28±5,57

**

4,063

Rawa 4 118,25±1,5 1,268 57 127,98±2,41 1,888

Tinggi pinggul Murrah 6 115,83±8,23 7,107 21 130,28±3,94

**

3,019

Rawa 4 113,25±1,5 1,324 57 124,49±2,46 1,979

Lebar pinggul Murrah 6 41,5±4,13 9,964 21 53,80±4.8 9,097

Rawa 4 41,75±1,26 3,014 57 47,35±3,23 6,825

Keterangan: Notasi x adalah rataan, n adalah jumlah sampel, S adalah simpangan baku dan KK adalah koefisien keragaman.

Tanda * menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dalam variabel sedangkan ** menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) antar bangsa dalam variabel.

Kerbau rawa betina muda hasil pengamatan didapat tinggi pundak 112,75 cm, tinggi pinggul 113,25 cm, panjang badan 118,25 cm dan lingkar dada 152 cm, lebih rendah dibandingkan tinggi pundak 117,29 cm, tinggi pinggul 117,88 cm, panjang badan 118,91 cm, lingkar dada 179,44 cm (Praharani, 2007). Dari hasil uji-t terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada betina muda yaitu pada variabel tingggi pundak. Kerbau murrah betina muda memiliki rataan ukuran tubuh lebih besar dibanding kerbau rawa betina muda. Keragaman ukuran tubuh pada kerbau murrah betina muda sekitar 4,115 – 9,964% dan ukuran tubuh pada


(38)

Kerbau murrah betina dewasa hasil pengamatan didapat tinggi pundak 133 cm, tinggi pinggul 130,28 cm, panjang badan 137,28 cm dan lingkar dada 182,71 cm, tidak jauh berbeda dibandingkan laporan Sitorus (2008) yaitu didapati tinggi pundak 133,13 cm, tinggi pinggul 132,5 cm, panjang badan 131,87 cm, kecuali pada lingkar dada 202,59 cm.

Kerbau Rawa betina dewasa hasil pengamatan didapat tinggi pundak 125,14 cm, tinggi pinggul 124,49 cm, panjang badan 127,98 cm dan lingkar dada 188,74 cm, lebih besar dibandingkan tinggi pundak 122,91 cm, tinggi pinggul 122,72 cm, panjang badan126,96cm, lingkar dada 186,14 cm (Praharani, 2007) sedangkan dari hasil penelitian Sitorus (2008) tinggi pundak 122,26 cm, tinggi pinggul 121,38 cm, panjang badan 119,14 cm dan lingkar dada 176,6 cm. Keragaman ukuran tubuh pada kerbau murrah betina dewasa sekitar 3,019 – 9,662% dan ukuran tubuh pada kerbau rawa betina dewasa sekitar 1,888 – 7,510 %. Dari hasil uji-t terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada betina induk yaitu pada variabel tinggi pundak sedangkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) ditunjukkan pada variabel panjang badan dan tinggi pinggul.

Jika kedua bangsa dipisah menurut jenis kelamin kemudian dibandingkan menurut variabel-variabel yang ada maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 terlihat bahwa kerbau jantan dari kedua bangsa memiliki ukuran tubuh yang sama. Ini dibuktikan dengan hasil uji-t (lampiran 2) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada ukuran tubuh kedua bangsa untuk jenis kelamin jantan. Koefesien keragaman untuk kerbau murrah jantan adalah 8,243 – 15,304% dan 6,213 – 16,002% untuk kerbau rawa jantan. Pada kerbau betina tampak perbedaan


(39)

pada ukuran tubuh kedua bangsa yakni pada lingkar dada, tinggi pundak dan tinggi pinggul. Dari hasil uji-t (lampiran 3) didapat bahwa lingkar dada dari betina kedua bangsa berbeda nyata (P<0,05) sedangkan pada tinggi pundak dan tinggi pinggul menunjukkan perbedaan yang sangat nayata (P<0,01). Koefesian keragaman untuk kerbau murrah betina adalah 5,015 – 13,694% dan untuk kerbau rawa betina adalah 2,985 – 7,306%.

Tabel 3. Rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa

Variabel Bangsa

Jenis kelamin

Jantan Betina

n x ± S KK % n x ± S KK %

Bobot badan Murrah 5 388±115,95 29,885 27 367,13±83,49 22,743

Rawa 7 372,45±88,38 23,732 61 386,65±57,35 14,834

Lingkar dada Murrah 5 182±17,69 9,723 27 176,62±16,43 9,303

Rawa 7 191,28±11,88 6,213 61 186,32±11,89** 6,382

Lebar dada Murrah 5 44,2±6,76 15,304 27 39,15±3,26 8,343

Rawa 7 44,14±5,98 13,556 61 39,77±3,01 7,590

Dalam dada Murrah 5 75,2±10,42 13,565 27 73,18±7,95 10,865

Rawa 7 71,85±10,17 14,156 61 74,24±4,04 5,446

Tinggi pundak Murrah 5 129,4±11,84 9,512 27 130,56±6,55

* 5,015

Rawa 7 123,85±10,57 8,537 61 124,32±3,89 3,131

Panjang badan Murrah 5 137,8±13,79 10,007 27 133,26±9,71 7,289

Rawa 7 121,14±19,38 16,002 61 127,34±3,38 2,658

Tinggi pinggul Murrah 5 123±10,13 8,243 27 127,44±8,06

**

6,327

Rawa 7 123,85±8,35 6,745 61 123,75±3,69 2,985

Lebar pinggul Murrah 5 52±7,51 14,442 27 51,07±6,99 13,694

Rawa 7 48,57±6,13 12,627 61 46,98±3,43 7,306

Keterangan: Notasi x adalah rataan, n adalah jumlah sampel, S adalah simpangan baku dan KK adalah koefisien keragaman.

Tanda * menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar bangsa dalam variabel sedangkan ** menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) antar bangsa dalam variabel.


(40)

Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa

Perasaan ukuran, persamaan bentuk, keragaman total, dan nilai eigen pada kerbau murrah dan kerbau rawa disajikan pada tabel 4 dan tabel 5.

Tabel 4. Persamaan skor ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau murrah

Persamaan Keragaman

total (%)

Nilai eigen Ukuran = 0,377X1 + 0,364X2 + 0,368X3 + 0,401X4 +

0,375X5 + 0,386X6 + 0,373X7

78,9 5,526

Bentuk = 0,258X1 + 0,515X2− 0,378X3 – 0,341X4 + 0,102X5 – 0,498X6 + 0,388X7

6,7 0,468

Keterangan: X

1 = Lingkar dada; X2 = Lebar dada; X3 = Dalam dada; X4 = Tinggi pundak; X5 =

Panjang badan; X6 = Tinggi Pinggul; X7 = Lebar Pinggul

Persamaan skor ukuran tubuh kerbau murrah memiliki keragaman total sebesar 78,9 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen – komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 5,526. Vektor eigen tertingi pada persamaan ukuran ditemukan pada tinggi pundak (X4) sebesar 0,401. Korelasi antara skor ukuran dan tinggi pundak ditemukan sebesar +0,123. Tanda positif menunjukkan peningkatan ukuran lingkar dada akan meningkatkan skor ukuran atau sebaliknya. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 6,7 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 0,468. Vektor eigen tertinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada lebar dada (X2) sebesar 0,515 yang merupakan penciri bentuk pada kerbau murrah. Korelasi antara skor bentuk dan lebar dada ditemukan sebesar +0,079.


(41)

Tabel 5. Persamaan skor ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai eigen pada kerbau rawa

Persamaan Keragaman

total (%)

Nilai eigen Ukuran = 0,380X1 + 0,347X2 + 0,370X3 + 0,410X4 +

0,369X5 + 0,391X6 + 0,376X7

73,5 5,114

Bentuk = –0,217X1 – 0,573X2 + 0,169X3 + 0,305X4 + 0,422X5 + 0,304X6 – 0,481X7

13,5 0,944

Keterangan: X

1 = Lingkar dada; X2 = Lebar dada; X3 = Dalam dada; X4 = Tinggi pundak; X5 =

Panjang badan; X6 = Tinggi Pinggul; X7 = Lebar Pinggul

Tabel 5 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh kerbau rawa yang memiliki keragaman total sebesar 73,5 merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen – komponen utama yang diperoleh. Nilai eigen yang diperoleh pada persamaan skor ukuran adalah 5,114. Vektor eigen tertinggi pada persamaan ukuran ditemukan pada tinggi pundak (X4) sebesar 0,410 merupakan penciri ukuran kerbau rawa. Korelasi antara skor ukuran dan tinggi pundak ditemukan sebesar +0,190. Persamaan bentuk memiliki keragaman total sebesar 13,5 yang merupakan proporsi keragaman terbesar setelah keragaman total pada persamaan ukuran. Nilai eigen pada persamaan skor bentuk ditemukan sebesar 0,944. Vektor eigen yang tinggi pada persamaan bentuk ditemukan pada lebar dada (X2) sebesar 0,573 merupakan penciri bentuk pada kerbau rawa. Korelasi antara skor bentuk dan lebar dada ditemukan sebesar –0,153.


(42)

Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Kerbau Murrah dan Kerbau Rawa serta Pembentukan Diagram Kerumunan

Tabel 6 menyajikan rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk pada kerbau murrah dan kerbau rawa yang diamati berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Gambar 2 menyajikan diagram kerumunan data kerbau murrah dan kerbau rawa berdasarkan perolehan skor ukuran dan skor bentuk. Berdasarkan Tabel 6, Tinggi pundak merupakan penciri ukuran pada semua bangsa kerbau yang diamati. Hal ini divisualisasikan dalam bentuk diagram kerumunan pada Gambar 2.

Tabel 6. Rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk tubuh pada kerbau murrah dan kerbau rawa

Bangsa Penciri ukuran Penciri bentuk

Murrah Tinggi pundak (X4) Lebar dada (X2) Rawa Tinggi pundak (X4) Lebar dada (X2)

Berdasarkan skor ukuran (sumbu-X), kerumunan data kerbau murrah dengan jumlah sampel 32 ekor (5 jantan, 27 betina) berkisar antara 236 – 320; sedangkan dengan jumlah sampel 68 ekor (7 jantan, 61 betina) kerbau rawa menyebar pada rentang 244 – 310. Tampak bahwa kedua bangsa kerbau menempati rentang yang sama, hanya saja pada kerbau rawa kerumunan data lebih terpusat. Hal ini menggambarkan bahwa secara ukuran kerbau murrah dan kerbau rawa adalah sama.

Bentuk (fenotipik) dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1998). Berdasarkan Tabel 6, penciri bentuk ditemukan pada kerbau murrah dan kerbau rawa adalah lebar dada


(43)

Gambar 2. Diagram kerumunan data skor ukuran dan bentuk tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa

Berdasarkan Gambar 2, bentuk kedua kelompok kerbau yang diamati tampak berbeda dilihat dari kerumunan data yang ada. Hal ini dapat dijelaskan dengan tidak adanya komponen yang saling berhimpit antara kerbau murrah dan kerrbau rawa. Berdasarkan skor bentuk (sumbu-Y), kerumunan data kerbau murrah terlihat berada pada posisi bawah yaitu pada -47,5 – -22,5; sedangkan kerbau rawa tampak pada posisi diatasnya yaitu pada 42,5 – 65,1.


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Analisis deskriptif menunjukkan ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah lebih beragam dibandingkan kerbau rawa. Ukuran-ukuran linier tubuh kerbau murrah memiliki banyak kesamaan dengan kerbau rawa pada beberapa variabel berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Analisis Komponen Utama menyatakan bahwa tinggi pundak merupakan penciri ukuran dan lebar dada sebagai penciri bentuk pada kerbau murrah dan kerbau rawa. Secara morfologi kerbau murrah dan kerbau rawa sangat berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh kerumunan data pada kerbau murrah dan kerbau rawa saling terpisah, walaupun kedua bangsa terlihat sama jika ditinjau dari morfometriknya.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan kerbau murrah dan kerbau rawa dari luar BPTU atau dengan menanbah variasi sampel dari luar, sehingga dapat ditemukan variasi ukuran dan bentuk pada bangsa kerbau yang diamati berdasarkan perbedaan lokasi.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Bhattarchya. 1993. Dalam: Williamson, W.G.A. and W.J.A. Payne. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Choi, Y. J., D.S Yim, B.D Cho, J.S Cho, K.J Na and M.G Baik, 1996. Analysis of

RFLP in the Bovine Growt Hormone Gen Related to Growt Performance and Carcass Quality of Korean Native Cattle. Meat Science 45 (3) 405-410.

Cockrill, W. 1974. Species, Types, and Breeds, dalam: W. R Cockrill. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nation, Rome.

Dahlanuddin D.V., J.B Tien, Liang and D.B Adams, 2003. An exploration of risk factor for Bovine Spongiform enceplolopathy in Ruminant Production System in the Tropics. Rev. Sci. Tech. of Int. Epiz 22 : 271-281.

http:

Ditjennak, 2012. Peta potensi wilayah sumber bibit sapi potong lokal dan rencana pengembangannya

Diwyanto, K., 1982. Pengamatan Fenotip Domba Priangan Serta Hubungan Antara Ukuran Tubuh dan Bobot Badan. (Tesis). Bogor IPB. Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Ternak.

Erdiansyah, E., dan Anneke Anggraeni. 2008. Keagaman Fenotipe dan Pendugaan Jarak Genetic antara Subpopulai Kerbau Rawa Local di Kabupaten Dompu, Nusatenggara Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kebau Tanah Toraja. 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. Fahimuddin, M. 1975. Domestic water buffallo. Oxford and IBH publishing co,

New Delhi.

FAO (Food and Agriculture Organization), 2007. World Watch List for Domestic Animal Diversity 3rd Ed. FAO, Rome.

Gazpersz, V. 1992. Teknik Analisi dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Hardjosubroto, W., 1994. Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan. Gramedia

widiasarana Indonesia. Jakarta.


(46)

Kalimantan Selatan (Diploma). Perpustakaan Digital Universitas Negeri Malang, Mala

Mason. I.L. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nation, Rome.

Martojo, H., 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. http://www.agrin.ttri.gov.tw 7 Januari 2012 Martojo, H., 2003. Indegenous Bali cattle: The Best Suited Cattle Breed For

Sustainable Small Farm in Indonesia. Laboratory of Animal Breeding and Genetics, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural Univesity, Indonesia.

Muladno, 2010. Menata Pembibitan Ternak di Indonesia Dalam Menjamin Ketersediaan Bibit/Benih Ternak Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar. Fakultas Peternakan IPB.

Murti, Tridjoko Wisnu. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius. Yogyakarta.

Namikawa, T., Y. Matsuda, K. Kondo, B. Pangestu, and H. Martojo, 1982. Blood Groups and Blood Protein Polymorphisms of Differens Types of Cattle in Indonesia.Di tto 35-46.

Noor, RR., 2000,2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pane, I., 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Payne, W.J.A. and J. Hodges. 1997. Tropical cattle: Origin, Breeds and Breeding

Polices. First Edition. Blackwell Scince.

Praharani, Lisa. 2008. Performa Persilangan Kerbau Sungai x Kerbau Lumpur. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kebau Tanah Toraja. 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Praharani, Lisa., dan E. Triwulanningsih. 2007. Karakterisasi Bibit Kerbau Pada Agroekosistem Dataran Tinggi. Prosiding Seminar dan Lokakarya

Nasional Usaha Ternak Kebau Jambi. 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Rahmat , Dedi, 2010. Strategi Pengembangan Kerbau Sebagai Sumberdaya

Genetik Lokal di Kabupaten Garut. Karya Ilmia. Universitas Padjadjaran Press. Jatinagor

Riantoro, 2005. konservasi Plasma Nutfah Domba Garut dan Strategi Pengembangannya Secara Berkelanjutan [disertasi]. Bogor IPB. Sekolah Pasca Sarjana, Program studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.


(47)

Rukmini, 2010. Identifikasi Variasi Genetik Kerbau (Bubalus bubalis) Lokal Aceh Besar Berbasis Mikrosatelit Sebagai Petunjuk Praktikum Matakuliah Teknik Analisis Biologi Molekuler [Tesis] Perpustakaan Digital

Universitas Negeri Malang, Malang.

Sitorus, A. J. dan Anneke Anggraeni, 2008. Kkarakterisasi Morfologi dan Estimasi Jarak Genetik Kerbau Rawa, Sungai (Murrah) dan Silangannya di Sumatera Utara. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kebau Tanah Toraja. 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Soller, M., and V.S Beckman, 1982. Restriction Treqment Longth Polymorphims an Genetics Aplied to Livestock production. 6 : 396-404.

Sutopo, K. Namura, Y. Sugimoyo, and T. Amano, 2001. Genetic Relationship among Indonesia Native Cattle. V. Anim. Genet., 28 (2) : 3-11.

Warwick, E.J., J.M Astuti, W. Hardjosubroto, 1990. Pemuliaan Ternak. UGM Press. Yogyakarta.

Willey, E.O., 1981. Phylogenetics : The Theory and Practice of Phylogenetics Systematics. Jhon Wiley and Sons Inc., Canada.


(48)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 32 369,68±88,46 23,928 0,37413 Rawa 68 385,19±60,53 15,716

Lingkar dada Murrah 32 177,47±16,76 9,443 0,0066

Rawa 68 186,84±11,89 6,368

Lebar dada Murrah 32 39,34±4,45 11,142 0,75473

Rawa 68 40,22±3,63 9,019

Dalam dada Murrah 32 73,5±8,43 11,472 0,75720

Rawa 68 74±4,94 6,681

Tinggi pundak Murrah 32 130,37±7,66 5,879 0,00016

Rawa 68 124,28±4,86 3,909

Panjang badan Murrah 32 133,97±10,61 7,291 0,00097

Rawa 68 126,71±6,89 5,440

Tinggi pinggul Murrah 32 126,75±8,59 6,778 0,07065

Rawa 68 123,76±4,29 3,473

Lebar pinggul Murrah 32 51,22±7,08 13,838 0,00404

Rawa 68 47,14±3,76 7,981

Lampiran 2. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 5 388±115,95 29,885 0,54513

Rawa 7 372,45±88,38 23,732

Lingkar dada Murrah 5 182±17,69 9,723 0,75878

Rawa 7 191,28±11,88 6,213

Lebar dada Murrah 5 44,2±6,76 15,304 0,73127

Rawa 7 44,14±5,98 13,556

Dalam dada Murrah 5 75,2±10,42 13,565 0,56701

Rawa 7 71,85±10,17 14,156

Tinggi pundak Murrah 5 129,4±11,84 9,512 0,33903

Rawa 7 123,85±10,57 8,537

Panjang badan Murrah 5 137,8±13,79 10,007 0,34839

Rawa 7 121,14±19,38 16,002

Tinggi pinggul Murrah 5 123±10,13 8,243 0,86381

Rawa 7 123,85±8,35 6,745

Lebar pinggul Murrah 5 52±7,51 14,442 0,40004


(49)

Lampiran 3. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 27 367,13±83,49 22,743 0,54763

Rawa 61 386,65±57,35 14,834

Lingkar dada Murrah 27 176,62±16,43 9,303 0,00873

Rawa 61 186,32±11,89 6,382

Lebar dada Murrah 27 39,15±3,26 8,343 0,99879

Rawa 61 39,77±3,01 7,590

Dalam dada Murrah 27 73,18±7,95 10,865 0,51615

Rawa 61 74,24±4,04 5,446

Tinggi pundak Murrah 27 130,56±6,55 5,015 0,03321

Rawa 61 124,32±3,89 3,131

Panjang badan Murrah 27 133,26±9,71 7,289 0,49603

Rawa 61 127,34±3,38 2,658

Tinggi pinggul Murrah 27 127,44±8,06 6,327 0,00284

Rawa 61 123,75±3,69 2,985

Lebar pinggul Murrah 27 51,07±6,99 13,694 0,51251

Rawa 61 46,98±3,43 7,306

Lampiran 4. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan 2-3,5.

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 2 258±14,71 5,701 0,05604

Rawa 4 305,17±16,44 5,388

Lingkar dada Murrah 2 162,5±6,36 3,916 0,10075

Rawa 4 182,5±3,69 2,025

Lebar dada Murrah 2 37±1,41 3,822 0,17736

Rawa 4 39,5±1,29 3,628

Dalam dada Murrah 2 63,5±0,70 1,113 0,65034

Rawa 4 64,25±2,87 4,470

Tinggi pundak Murrah 2 115,5±4,95 4,285 1

Rawa 4 115,5±2,08 1,802

Panjang badan Murrah 2 122±1,41 1,159 0,00246

Rawa 4 105,5±1,70 1,614

Tinggi pinggul Murrah 2 111,5±5,65 8,096 0,33815

Rawa 4 117,5±2,08 1,771

Lebar pinggul Murrah 2 44±2,82 6,428 1


(50)

Lampiran 5. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan 3,5-7

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 3 474,2±73,06 15,392 0,81176

Rawa 3 462,17±43,67 9,449

Lingkar dada Murrah 3 195±11,36 5,824 0,35031

Rawa 3 203±6,56 3,230

Lebar dada Murrah 3 49±5,19 10,604 0,70108

Rawa 3 50,33±2,08 4,135

Dalam dada Murrah 3 83±6,56 7,900 0,84718

Rawa 3 82±5,29 6,453

Tinggi pundak Murrah 3 138,67±4,04 2,914 0,22214

Rawa 3 135±1,73 1,283

Panjang badan Murrah 3 148,33±7,64 5,149 0,25506

Rawa 3 141,67±4,16 2,939

Tinggi pinggul Murrah 3 131±1 0,763 0,58705

Rawa 3 132,33±3,78 2,861

Lebar pinggul Murrah 3 57,33±5.50 9,606 0,51852

Rawa 3 54,67±3,51 6,424

Lampiran 6. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 2-3,5

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 6 241,67±32,85 13,592 0,28551

Rawa 4 223,65±16,28 7,282

Lingkar dada Murrah 6 155,33±7,17 4,618 0,40027

Rawa 4 152±4,69 3,086

Lebar dada Murrah 6 35±1,67 4,780 0,06947

Rawa 4 36,75±0.96 2,606

Dalam dada Murrah 6 65,33±4,80 7,351 0,42853

Rawa 4 63,5±1,91 3,015

Tinggi pundak Murrah 6 122±5,02 4,115 0,00608

Rawa 4 112,75±0,5 0,443

Panjang badan Murrah 6 119,17±7,73 6,487 0,78774

Rawa 4 118,25±1,5 1,268

Tinggi pinggul Murrah 6 115,83±8,23 7,107 0,48402

Rawa 4 113,25±1,5 1,324

Lebar pinggul Murrah 6 41,5±4,13 9,964 0,89398


(51)

Lampiran 7. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 3,5-7

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 21 402,98±52,17 12,945 0,69794

Rawa 57 398±38,46 9,662

Lingkar dada Murrah 21 182,71±12,77 6,992 0,05320

Rawa 57 188,74±7,76 4,113

Lebar dada Murrah 21 40,33±2,56 6.337 0,61123

Rawa 57 39,98±3 7,510

Dalam dada Murrah 21 75,43±7,26 9,620 0,79499

Rawa 57 75±2,91 3,887

Tinggi pundak Murrah 21 133±4,60 3,461 1,02 x 10-7

Rawa 57 125,14±2,44 1,954

Panjang badan Murrah 21 137,28±5,57 4,063 1,7 x 10-7

Rawa 57 127,98±2,41 1,888

Tinggi pinggul Murrah 21 130,28±3,94 3,019 3,2 x 10-7

Rawa 57 124,49±2,46 1,979

Lebar pinggul Murrah 21 53,80±4.8 9,097 6,1 x 10-7

Rawa 57 47,35±3,23 6,825

Lampiran 8. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh kerbau murrah

Variabel Komponen utama

I II III IV V VI VII Lingkar dada (X1) 0,377 0,258 –0,178 –0,564 –0,661 –0,028 0,055

Lebar dada (X2) 0,364 0,515 0,539 0,042 0,183 0,416 –0,321

Dalam dada (X3) 0,368 –0,378 0,588 –0,094 0,010 –0,606 0,006

Tinggi pundak (X4) 0,401 –0,341 –0,017 –0,162 0,271 0,476 0,630

Panjang badan (X5) 0,375 0,102 –0,100 0,800 –0,379 –0,061 0,228

Tinggi pinggul (X6) 0,386 –0,498 –0,343 0,050 0,012 0,199 –0,666

Lebar pinggul (X7) 0,373 0,388 –0,452 –0,059 0,558 –0,435 0,034

Nilai eigen (λ) 5,526 0,468 0,394 0,294 0,173 0,123 0,022 Keragaman total (%) 0,789 0,067 0,056 0,042 0,025 0,018 0,003 Keragaman kumulatif (%) 0,789 0,856 0,913 0,955 0,979 0,997 1,000


(52)

Lampiran 9. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh kerbau rawa

Variabel Komponen utama

I II III IV V VI VII Lingkar dada (X1) 0,380 –0,217 –0,432 –0,594 –0,490 0,036 0,159

Lebar dada (X2) 0,347 –0,573 0,301 0,160 0,143 0,635 0,104

Dalam dada (X3) 0,370 0,169 –0,719 0,400 0,382 0,097 0,048

Tinggi pundak (X4) 0,410 0,305 0,158 –0,204 0,040 0,151 –0,805

Panjang badan (X5) 0,369 0,422 0,251 0,455 –0,589 0,036 0,259

Tinggi pinggul (X6) 0,391 0,304 0,325 –0,391 0,495 –0,183 0,467

Lebar pinggul (X7) 0,376 –0,481 0,109 0,242 0,006 –0,272 –0,166

Nilai eigen (λ) 5,143 0,944 0,387 0,326 0,104 0,058 0,035 Keragaman total (%) 0,735 0,135 0,055 0,047 0,015 0,008 0,005 Keragaman kumulatif (%) 0,735 0,870 0,925 0,972 0,987 0,995 1,000

Lampiran 10. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah

Peubah yang diamati Vector egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara ukuran dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,377 5,526 16,76 0,053

Lebar dada (X2) 0,364 5,526 4,45 0,187

Dalam dada (X3) 0,368 5,526 8,43 0,194

Tinggi pundak (X4) 0,401 5,526 7,66 0,123

Panjang badan (X5) 0,375 5,526 10,61 0,083

Tinggi pinggul (X6) 0,386 5,526 8,59 0,106

Lebar pinggul (X7) 0,373 5,526 7,09 0,124

Lampiran 11. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah

Peubah yang diamati Vector egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara bentuk dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,258 0,468 16,76 0,007

Lebar dada (X2) 0,515 0,468 4,45 0,079

Dalam dada (X3) –0,378 0,468 8,43 –0,031

Tinggi pundak (X4) –0,341 0,468 7,66 –0,031

Panjang badan (X5) 0,102 0,468 10,61 0,007

Tinggi pinggul (X6) –0,498 0,468 8,59 –0,039


(53)

Lampiran 12. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa Peubah yang diamati Vector

egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara ukuran dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,380 5,143 11,90 0,072

Lebar dada (X2) 0,347 5,143 3,63 0,216

Dalam dada (X3) 0,370 5,143 4,94 0,169

Tinggi pundak (X4) 0,410 5,143 4,86 0,190

Panjang badan (X5) 0,369 5,143 6,89 0,114

Tinggi pinggul (X6) 0,391 5,143 4,30 0,205

Lebar pinggul (X7) 0,376 5,143 3,76 0,226

Lampiran 13. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa Peubah yang diamati Vector egein Nilai egein Simpangan baku peubah

Korelasi antara bentuk dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) –0,217 0,944 11,90 –0,017

Lebar dada (X2) –0,573 0,944 3,63 –0,153

Dalam dada (X3) 0,169 0,944 4,94 0,033

Tinggi pundak (X4) 0,305 0,944 4,86 0,061

Panjang badan (X5) 0,422 0,944 6,89 0,059

Tinggi pinggul (X6) 0,304 0,944 4,30 0,068


(54)

(55)

(1)

Lampiran 5. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa jantan 3,5-7

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 3 474,2±73,06 15,392 0,81176

Rawa 3 462,17±43,67 9,449

Lingkar dada Murrah 3 195±11,36 5,824 0,35031

Rawa 3 203±6,56 3,230

Lebar dada Murrah 3 49±5,19 10,604 0,70108

Rawa 3 50,33±2,08 4,135

Dalam dada Murrah 3 83±6,56 7,900 0,84718

Rawa 3 82±5,29 6,453

Tinggi pundak Murrah 3 138,67±4,04 2,914 0,22214

Rawa 3 135±1,73 1,283

Panjang badan Murrah 3 148,33±7,64 5,149 0,25506

Rawa 3 141,67±4,16 2,939

Tinggi pinggul Murrah 3 131±1 0,763 0,58705

Rawa 3 132,33±3,78 2,861

Lebar pinggul Murrah 3 57,33±5.50 9,606 0,51852

Rawa 3 54,67±3,51 6,424

Lampiran 6. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 2-3,5

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 6 241,67±32,85 13,592 0,28551

Rawa 4 223,65±16,28 7,282

Lingkar dada Murrah 6 155,33±7,17 4,618 0,40027

Rawa 4 152±4,69 3,086

Lebar dada Murrah 6 35±1,67 4,780 0,06947

Rawa 4 36,75±0.96 2,606

Dalam dada Murrah 6 65,33±4,80 7,351 0,42853

Rawa 4 63,5±1,91 3,015

Tinggi pundak Murrah 6 122±5,02 4,115 0,00608

Rawa 4 112,75±0,5 0,443

Panjang badan Murrah 6 119,17±7,73 6,487 0,78774

Rawa 4 118,25±1,5 1,268

Tinggi pinggul Murrah 6 115,83±8,23 7,107 0,48402

Rawa 4 113,25±1,5 1,324

Lebar pinggul Murrah 6 41,5±4,13 9,964 0,89398


(2)

Lampiran 7. Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai probabilitas uji-t ukuran-ukuran tubuh kerbau murrah dan kerbau rawa betina 3,5-7

Variabel Bangsa N x ± S KK % Probabilitas

Boot badan Murrah 21 402,98±52,17 12,945 0,69794

Rawa 57 398±38,46 9,662

Lingkar dada Murrah 21 182,71±12,77 6,992 0,05320

Rawa 57 188,74±7,76 4,113

Lebar dada Murrah 21 40,33±2,56 6.337 0,61123

Rawa 57 39,98±3 7,510

Dalam dada Murrah 21 75,43±7,26 9,620 0,79499

Rawa 57 75±2,91 3,887

Tinggi pundak Murrah 21 133±4,60 3,461 1,02 x 10-7

Rawa 57 125,14±2,44 1,954

Panjang badan Murrah 21 137,28±5,57 4,063 1,7 x 10-7

Rawa 57 127,98±2,41 1,888

Tinggi pinggul Murrah 21 130,28±3,94 3,019 3,2 x 10-7

Rawa 57 124,49±2,46 1,979

Lebar pinggul Murrah 21 53,80±4.8 9,097 6,1 x 10-7

Rawa 57 47,35±3,23 6,825

Lampiran 8. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh kerbau murrah

Variabel Komponen utama

I II III IV V VI VII

Lingkar dada (X1) 0,377 0,258 –0,178 –0,564 –0,661 –0,028 0,055

Lebar dada (X2) 0,364 0,515 0,539 0,042 0,183 0,416 –0,321

Dalam dada (X3) 0,368 –0,378 0,588 –0,094 0,010 –0,606 0,006

Tinggi pundak (X4) 0,401 –0,341 –0,017 –0,162 0,271 0,476 0,630

Panjang badan (X5) 0,375 0,102 –0,100 0,800 –0,379 –0,061 0,228

Tinggi pinggul (X6) 0,386 –0,498 –0,343 0,050 0,012 0,199 –0,666

Lebar pinggul (X7) 0,373 0,388 –0,452 –0,059 0,558 –0,435 0,034

Nilai eigen (λ) 5,526 0,468 0,394 0,294 0,173 0,123 0,022

Keragaman total (%) 0,789 0,067 0,056 0,042 0,025 0,018 0,003


(3)

Lampiran 9. Komponen utama, nilai eigen (λ), keragaman total (%), keragaman kumulatif (%) yang diturunkan dari matriks kovarian variabel-variabel linear ukuran permukaan tubuh kerbau rawa

Variabel Komponen utama

I II III IV V VI VII

Lingkar dada (X1) 0,380 –0,217 –0,432 –0,594 –0,490 0,036 0,159

Lebar dada (X2) 0,347 –0,573 0,301 0,160 0,143 0,635 0,104

Dalam dada (X3) 0,370 0,169 –0,719 0,400 0,382 0,097 0,048

Tinggi pundak (X4) 0,410 0,305 0,158 –0,204 0,040 0,151 –0,805

Panjang badan (X5) 0,369 0,422 0,251 0,455 –0,589 0,036 0,259

Tinggi pinggul (X6) 0,391 0,304 0,325 –0,391 0,495 –0,183 0,467

Lebar pinggul (X7) 0,376 –0,481 0,109 0,242 0,006 –0,272 –0,166

Nilai eigen (λ) 5,143 0,944 0,387 0,326 0,104 0,058 0,035

Keragaman total (%) 0,735 0,135 0,055 0,047 0,015 0,008 0,005

Keragaman kumulatif (%) 0,735 0,870 0,925 0,972 0,987 0,995 1,000

Lampiran 10. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah

Peubah yang diamati Vector egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara ukuran dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,377 5,526 16,76 0,053

Lebar dada (X2) 0,364 5,526 4,45 0,187

Dalam dada (X3) 0,368 5,526 8,43 0,194

Tinggi pundak (X4) 0,401 5,526 7,66 0,123

Panjang badan (X5) 0,375 5,526 10,61 0,083

Tinggi pinggul (X6) 0,386 5,526 8,59 0,106

Lebar pinggul (X7) 0,373 5,526 7,09 0,124

Lampiran 11. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati pada kerbau murrah

Peubah yang diamati Vector egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara bentuk dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,258 0,468 16,76 0,007

Lebar dada (X2) 0,515 0,468 4,45 0,079

Dalam dada (X3) –0,378 0,468 8,43 –0,031

Tinggi pundak (X4) –0,341 0,468 7,66 –0,031

Panjang badan (X5) 0,102 0,468 10,61 0,007

Tinggi pinggul (X6) –0,498 0,468 8,59 –0,039


(4)

Lampiran 12. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor ukuran terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa Peubah yang diamati Vector

egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara ukuran dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) 0,380 5,143 11,90 0,072

Lebar dada (X2) 0,347 5,143 3,63 0,216

Dalam dada (X3) 0,370 5,143 4,94 0,169

Tinggi pundak (X4) 0,410 5,143 4,86 0,190

Panjang badan (X5) 0,369 5,143 6,89 0,114

Tinggi pinggul (X6) 0,391 5,143 4,30 0,205

Lebar pinggul (X7) 0,376 5,143 3,76 0,226

Lampiran 13. Vektor eigen, nilai eigen, simpangan baku peubah dan korelasi antara skor bentuk terhadap peubah-peubah yang diamati kerbau rawa Peubah yang

diamati

Vector egein

Nilai egein

Simpangan baku peubah

Korelasi antara bentuk dan peubah-peubah

Lingkar dada (X1) –0,217 0,944 11,90 –0,017

Lebar dada (X2) –0,573 0,944 3,63 –0,153

Dalam dada (X3) 0,169 0,944 4,94 0,033

Tinggi pundak (X4) 0,305 0,944 4,86 0,061

Panjang badan (X5) 0,422 0,944 6,89 0,059

Tinggi pinggul (X6) 0,304 0,944 4,30 0,068


(5)

(6)