NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL (Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya Zen RS)

(1)

NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL

(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya

Zen RS)

Narration of Multicultural Conflict in the Novel

(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke Tulehu” by Zen RS)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai

Gelar Kesarjanaan Strata 1 (S-1)

Disusun Oleh :

Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Septi Nugrahaini Rahmawati

NIM : 20120530081

Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik Jurusan : Ilmu Komunikasi Konsentrasi : Broadcasting

Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang diktip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat atau menjiplak dari karya orang lain maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016


(3)

iv

MOTTO

Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang mengalami

kesulitan maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya di dunia

dan akhirat”

(HR. Muslim) Arbain Nawawi hadis ke-36)

“Mimpi bukan

hanya untuk mereka yang bermimpi, tapi mimpi adalah

untuk mereka yang berani bermimpi”

(Dream High 2)

“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu

bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah

kepada Tuhanmu”

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

“A pessimist sees the difficulty in every opportunity, an optimist sees

the opportunity in every difficulty”


(4)

v

KATA PENGANTAR

Saya sangat bersyukur atas segala karunia, rahmat dan hidayah yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga skripsi ini sesuai dengan rencana dan harapan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana narasi multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu. Novel tersebut adalah buah karya dari Zen RS yang beberapa tulisannya diterbitkan dalam berbagai bunga rampai dan tayang di media cetak dan situs-situs online. Selain menulis esai dan cerita pendek, mendirikan dan mengampu sebagai chief editor di Pandit Football Indonesia, sebuah lembaga riset dan analisis sepak bola yang berbasis di Bandung.

Pemilihan novel Jalan Lain ke Tulehu dilatarbelakangi oleh ketertarikan saya pada permasalahan yang sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah konflik multikulturalisme yang selalu dimulai dari stereotip, prasangka, dan etnosentrisme antarkelompok yang seharusnya dihindari untuk mewujudkan masyarakat yang multikultur mengingingat Indonesia yang memiliki berbagai macam kebudayaan, ras, dan agama. Dalam penelitian ini, saya menggunakan analisis naratif karena pada awalnya analisis naratif digunakan untuk meneliti teks fiksi. Seiring berkembangnya zaman, naratif kemudian digunakan juga untuk meneliti teks non fiksi seperti berita. Oleh karena itu, skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian budaya dilihat dari sisi permasalahan multikultur.

Keberhasilan penelitian ini tentu tidak dapat dilepaskan dari dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen pembimbing


(5)

vi

penelitian Fajar Junaedi yang sering disapa Mas Jun atas dukungan terhadap penelitian skripsi ini. Segala masukan tentu sangat berarti, saya harap skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak khususnya bagi mereka yang memiliki ketertarikan sama dengan novel dan multikulturalisme.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagi sumber informasi, maupun sumber inspirasi bagi para pembaca.

Yogyakarta, Agustus 2016 Penulis


(6)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulliah atas segala puji bagi Allah SWT, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan serta petunjuk kepada-Nya.

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

 Bapak Nuryanta dan Ibu Eni Sularsih tersayang, yang selalu sabar dan memberikan banyak dukungan kepadaku baik dari segi moral maupun materi.

 Kakak saya Ukhti Nuraini R dan Fauzi Anwar, adik dan keponakan Kharisma Yuni R dan Dhika. Terimakasih atas hiburan-hiburannya 

 Dosen pengampu, Fajar Junaedi, yang selalu membantu selama penelitian sekaligus memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan dalam dunia penulisan dan wawasan tentang budaya.

 Teman-teman ndalem Karangjati, Ardiani, Safirah, Diena, Nadia, dan Zulfa yang tetap setia menjadi telinga untuk berbagi setiap cerita suka dan duka.

 Dita Mayasari, Heri Setiawan, Siti Khabir Rasyida, dan Erwin Rasyid yang tidak pernah berhenti mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini dengan caranya masing-masing.

 Teman seperjuangan Lisa Karunia Jati yang terus bersama-sama dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

 Bapak Jono, Bapak Mur dan Mbak Siti yang selalu sabar melayani keperluan akademis selama berada di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dengan segala ketulusan hati,


(7)

viii Thanks To~

 Mas Jun selaku dosen pembimbing, terimakasih atas setiap deadline yang diberikan hehe.. Mba Ami dan Pak Filosa yang menjadi dosen penguji, terimakasih untuk saran dan revisi pasca ujian. Mba Wulan, dosen PJ Broadcasting, terimakasih untuk selalu mendengar curhatan mahasiswi macam saya. Curhatan akademis dan non akademis XD

 Teman-teman basecamp kesayangan, Yusra hyung terimakasih atas stok drama Korea yang selalu melimpah. Vannisa mamake yang selalu menghibur di bbm hihi. Sandra, Adi, Nisa, Rifah, Tiwi, ayo selesaikan skripsi kalian lalu kita nongki sks sampai pagi. Mas Angga jangan keseringan muncak, sering-seringlah ke kampus. Adit, selamat untukmu juga man! Dedek bullyable kita semua :D Selesaikan skripsi lalu kita cus piknik~

 Tekoongg, mulai kerjakan skripsimu! Nanti gantian aku yang culik kamu buat kulineran.

 Dovi~ hayy partner taruhan siapa duluan ujian proposal. Maaf yhaaa aku duluan hihihi

 Teman-teman IK B semuanyaaa terimakasih untuk semua ceritanya dari yang belum pada pakai gincu sampai pada mau pakai toga, yuk ngecamp lagi ;)


(8)

ix

 Terakhiiirr, #kancaBroadcast2012 aku sayang kalian~ teman berproses, berproduksi, dan belajar terus terlihat kompak dan solid yhaaa! Ayo makin rajin tebar gimmick :D

 Dan semua pihak yang tidak berhenti mendukung atas selesainya skripsi ini, mas-mas tukang fotokopian misalnya. Terimakasihhhh~~


(9)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

KATAPERSEMBAHAN ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xvi

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Kerangka Teori ... 6

1. Novel dan Komunikasi ... 6


(10)

xiii

a. Prasangka ... 12

b. Stereotip ... 13

c. Etnosentrisme ... 14

3. Narasi dalam Novel ... 15

a. Karakteristik Narasi ... 16

b. Struktur Narasi ... 16

c. Unsur Narasi ... 18

F. Metodologi ... 19

1. Metode Penelitian ... 19

2. Objek Penelitian ... 20

3. Teknik Pengumpulan Data ... 21

a. Dokumentasi ... 21

b. Studi Pustaka ... 22

4. Teknik Analisis Data ... 22

a. Struktur dan Unsur Narasi... 22

b. Model Aktan ... 23

5. Tahapan Analisis ... 25

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II GAMBARAN UMUM A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998 ... 27

B. Novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30

a. Deskripsi Buku ... 30


(11)

xiv BAB III PEMBAHASAN

A. Unsur-unsur Novel ... 34

1. Penyajian Data ... 34

a. Karakter ... 34

b. Cerita (Story) ... 37

c. Alur (Plot) ... 44

d. Durasi ... 47

2. Pembahasan ... 48

B. Struktur Narasi ... 52

1. Penyajian Data ... 53

a. Bagian I: Kedatangan ... 53

b. Bagian II: Semi Final ... 55

c. Bagian III: Jeda ... 59

d. Bagian IV: Final ... 63

e. Bagian V: Perpanjangan Waktu ... 68

f. Oposisi Biner ... 72

2. Pembahasan ... 74

C. Analisis Model Aktan ... 76

1. Penyajian Data ... 77

a. Skema Aktan Peristiwa Pertama ... 77

b. Skema Aktan Peristiwa Kedua ... 79

c. Skema Aktan Peristiwa Ketiga ... 81

2. Pembahasan ... 83


(12)

xv

A. Kesimpulan ... 86 B. Saran ... 88


(13)

xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Gambar 1 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 21

Gambar 2 Skema model aktan Algirdas Greimas ... 24

Tabel 1 Tahapan Anlaisis ... 25

Tabel 2 Sistematika Penulisan ... 26

Gambar 3 Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu ... 30

Tabel 3 Penjelasan karakteristik tokoh dalam novel ... 37

Tabel 4 Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel ... 44

Tabel 5 Pemaparan urutan alur (plot) dalam novel ... 47

Tabel 6 Pembagian babak Bagian I: Kedatangan ... 54

Tabel 7 Pembagian babak Bagian II: Semi Final ... 57

Tabel 8 Pembagian babak Bagian III: Jeda ... 61

Tabel 9 Pembagian babak Bagian IV: Final ... 65


(14)

(15)

x ABSTRAK

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Broadcasting Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081

NARASI KONFLIK MULTIKULTUR DALAM NOVEL

(Analisis Naratif Konflik Multikultur dalam Novel “Jalan Lain ke Tulehu” Karya)

Skripsi Tahun: 2016, 89 Halaman + 3 Gambar + 11 Tabel Referensi: 12 Buku + 5 Jurnal + 1 Sumber Lain

Penelitian pada novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen Rs ini menggunakan analisis naratif. Mengingat novel adalah bagian dari komunikasi massa yang memiliki kapasitas untuk menyampaikan sebuah pesan. Dalam penelitiannya akan menganalisis unsur narasi dalam novel, struktur narasi yang dikembangkan oleh Tzvetan Todorov yang membagi atas lima babak, dan model aktan menurut Algirdas Greimas untuk menentukan letak posisi, fungsi, dan relasi antar karakter. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa sisi gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka menjadi penghambat proses multikulturalisme tersebut bahkan sering menjadi pemicu konflik. Konflik yang terjadi sebenarnya dimunculkan oleh kejadian di masa lalu seperti generalisasi suatu kelompok dengan satu penilaian. Namun, dalam novel ini juga ditunjukkan bagaimana cara peyelesaiannya. Salah satunya dengan sepakbola, mengingat rasa fanatik masyarakat Ambon terhadap sepakbola.


(16)

xi ABSTRACT

Muhammadiyah University of Yogyakarta Faculty of Social and Political Science Departement of Communication Science Broadcsting Studies

Septi Nugrahaini Rahmawati 20120530081

Narration of Multicultural Conflict in the Novel

(Narrative Analysis of Multicultural Conflict in the Novel “Jalan Lain ke

Tulehu” by Zen RS)

Thesis Year: 2016, 89 Sheets + 11 Tables + 3 Images Reference: 12 Books + 5 Journals + 1 etc.

The study in Jalan Lain ke Tulehu novel by Zen Rs used narrative analysis method because novel is part of mass communication which has the capacity to deliver a message. The novel will be analyze by narrative elements in novel, five phases of narrative structure from Tzvetan Todorov, and Algirdas Greimas narrative research method to determine the position, function, and relation of each characters. In this study, researcher discovered that the dark-side of multiculturalism, the stereotype and the prejudice have a role as an obstacle during multiculturalism process. Both stereotype and prejudice can be the trigger of multiculturalism. In fact, most conflict happened because of incidents in the past, as an example is generalizing group of people with a single assessment. In spite of the most content is all about conflict, the novel had a good and better way of solvingthe problems. One of them is playing football, considering the fanaticism Ambonese toward football.

Keywords : Narrative, Multiculturalism, Multiculturalism Conflict, Novel


(17)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang membentang dari Sabang hingga Merauke yang memiliki lebih dari 13.000 pulau dan lebih dari 500 bahasa yang berbeda, berbagai macam kepercayaan dan agama, dan beberapa kelompok etnik memunculkan fakta tentang Indonesia yang multikultur. Perbedaan agama, suku, ras, budaya, dan bahasa menjadi kekayaan tersendiri bagi bangsa ini selain kekayaan sumber daya alam. Namun, perbedaan-perbedaan tersebut juga menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menjauhkan masyarakat dari konflik multikulturalisme yang sangat mungkin akan terjadi.

Bikhu Parekh dalam Yohanes Widodo (2008:88) menjelaskan multikulturalisme terkait dengan kebudayaan (dalam Sukmono dan Junaedi, 2014:1). Dengan kondisi bangsa yang plural, Indonesia membutuhkan kebijakan yang bersifat multikultural. Agar keberagaman tidak menjadi sebuah konflik tetapi menjadi sebuah kekuatan suatu kelompok atau bangsa tertentu (Sukmono dan Junaedi, 2014:2). Dengan adanya multikulturalisme, masyarakat yang minoritas sedang diperjuangkan hak-haknya karena ketika multikulturalisme ditentang oleh masyarakat yang dominan biasanya akan terjadi konflik dengan perlakuan kurang menyenangkan kepada masyarakat minoritas tersebut. Menurut Somantrie dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Volume 17, Nomor 6,


(18)

November 2011, menyebutkan bahwa konflik dalam skala sempit adalah ketidaksesuaian aktif antara orang-orang dengan pendapat atau prinsip yang saling bertentangan; sedangkan konflik dalam skala luas adalah persaingan, perseteruan, atau peperangan antara dua atau lebih kelompok orang atau negara.

Seperti konflik yang terjadi di Maluku sekitar tahun 1999-2000 yang didasari oleh sentimen agama. Kristen dan Islam adalah dua golongan agama yang sering bersinggungan di Maluku. Kelompok Republik Maluku Selatan (RMS) yang digadang-gadang sebagai biang kerusuhan di Maluku pun tak lepas dari latar belakang permasalahan agama. Menurut sejarawan, Ahmad Mansur Suryanegara, awalnya RMS adalah Republik Maluku Serani. Serani dalam bahasa Maluku berarti Nasrani. Kemudian diubah menjadi Republik Maluku Selatan sebagai upaya untuk meredam kemungkinan terjadinya perang antaragama (http://www.oocities.org/injusticedpeople/BenangMerahRMSdanKerusuhanMalu ku.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 15.34 WIB).

Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu karangan Zen RS diceritakan bagaimana konflik multikultur sangat rawan terjadi pada masyarakat yang memiliki perbedaan. Perbedaan agama dan latar belakang daerah menjadi konflik dasar pada novel ini. Menariknya, konflik multikultur yang terjadi di wilayah Ambon ini seolah meredam walau hanya sesaat karena kecintaan pada sepakbola. Novel ini berkisah tentang perjalanan Gentur, seorang wartawan untuk media asing yang harus meliput tentang konflik yang terjadi di Ambon. Ia begitu


(19)

terkejut ketika konflik ini ternyata sudah mendarah daging di setiap titik kota Ambon. Konflik inilah yang kemudian mengantarkan Gentur ke Tulehu, sebuah desa yang mempercayai bahwa sepakbola adalah bakat alam yang pasti dimiliki oleh anak-anak Tulehu.

Meskipun sebagian besar isi dari novel ini bercerita tentang konflik agama yang terjadi antara Tulehu dengan penduduknya yang mayoritas Islam dan Waai dan Passo, desa dengan mayoritas Kristen. Namun ada satu bagian yang menceritakan tentang sepakbola sebagai penengah dalam konflik. Setidaknya untuk sesaat mereka melupakan rasa sentimen kepada satu sama lain dan duduk bersama menikmati euforia Piala Eropa tahun 2000. Peneliti berasumsi bahwa novel Jalan Lain ke Tulehu menunjukkan bahwa sebesar apapun permasalahan multikultur yang terjadi, pasti ada hal yang dapat membuat permasalahan tersebut mereda.

Terdapat beberapa penelitian tentang multikultur seperti penelitian yang dilakukan oleh Heru S.P. Saputra yang berjudul Menelisik Putri Cina, Mengeluhkesahkan Multikulturalisme diterbitkan dalam Jurnal Sastra Indonesia Vol.35 No.1 Tahun 2011. Penelitian Heru menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia belum dapat dikatakan sebagai masyarakat multikultural karena masih banyaknya praksis budaya yang tidak didasari sikap toleransi dan kesederajatan. Selain itu, juga masih berlangsungnya oposisi biner antara kaum dominan dan minoritas. Penelitian selanjutnya berjudul Multiculturalism in Indonesian Novels


(20)

As a Culture-Uniting Device oleh Suroso yang diterbitkan dalam Mediterranean Journal of Social Science Vol.5 No.22 Tahun 2014 menyebutkan bahwa novel multikultural dapat memainkan peran sebagai alat atau sarana pemersatu dalam masyarakat global yang plural dan multikultural. Perbedaan yang disuguhkan dalam penelitian ini dengan dua penelitian terdahulunya adalah pertama, terletak pada obyek penelitian yaitu menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu. Kedua,

penelitian ini akan meneliti dan membahas secara khusus tentang konflik multikultur yang mengikutinya sesuai dengan jalan cerita dalam novel bukan secara global membahas novel konflik multikultur (generalisasi jenis novel).

Pentingnya penelitian mengenai novel Jalan Lain ke Tulehu adalah perbedaan agama dan latar belakang yang ada pada satu wilayah sudah semestinya bahwa hidup rukun berdampingan adalah keberhasilan dari multikulturalisme dalam masyarakat yang plural. Namun pada kenyataannya, konflik multikultur tetap menjadi bahaya laten yang harus dihadapi oleh masyarakat bangsa ini. Peneliti memilih novel sebagai obyek penelitian karena novel adalah bagian dari komunikasi. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga, John Fiske (2012) memasukkan buku sebagai media representasi karena teks-teks tersebut bersifat representatif dan kreatif. Penelitian ini mengangkat novel berjudul Jalan Lain ke Tulehu karena novel ini merepresentasikan konflik multikultur yang terjadi di Ambon, Maluku. Terlebih pada era pasca awal reformasi 1998, Maluku dikenal sebagai daerah rawan


(21)

konflik. Oleh karenanya, peneliti ingin meneliti narasi konflik multikultur dalam novel Jalan Lain Ke Tulehu.

Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena pada awalnya analisis naratif digunakan untuk meneliti teks fiksi. Seiring berkembangnya zaman, naratif kemudian digunakan juga untuk meneliti teks non fiksi seperti berita.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah bagaimana narasi konflik multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana narasi konflik multikultur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini untuk menerapkan teori multikulturalisme dalam kajian novel.


(22)

2. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian budaya dilihat dari sisi permasalahan multikultur.

2) Memberikan kontribusi kepada kajian komunikasi dan sastra berkaitan dengan permasalahan multikulturalisme.

E. Kerangka Teori

1. Novel dan Komunikasi

Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007:546) menjelaskan bahwa novel berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu novel dan roman dari Prancis. Prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Dari berbagai peristiwa itu lahirlah konflik, suatu pertikaian yang kemudian justru mengubah nasib orang tersebut. Catatan: kadang-kadang untuk istilah novel dipakai pula istilah roman, karena sebelum Perang Dunia ke-2 sastrawan-sastrawan Indonesia berorientasi ke Belanda. Di negeri Belanda dipakai istilah roman, tetapi di Inggris dipakai istilah novel.

Fiske dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Ketiga membagi dua mahzab utama dalam ilmu komunikasi. Pertama, komunikasi sebagai transmisi pesan. Kedua, komunikasi sebagai produksi dan petukaran makna. Peneliti dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada mahzab kedua, yakni komunikasi


(23)

sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pesan, atau teks, berinteraksi dengan manusia dalam rangka untuk memproduksi makna, artinya pandangan ini sangat memerhatikan peran teks di dalam budaya kita (Fiske, 2012:3). Dalam penelitian ini, media yang digunakan untuk memproduksi pesan dari komunikasi tersebut adalah novel berjudul “Jalan Lain ke Tulehu” karya Zen RS.

Novel merupakan salah satu bentuk dari komunikasi massa. Menjadi bagian dari komunikasi massa, novel memiliki peran untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Karena novel berbentuk teks atau tulisan maka pesan yang terkandung di dalamnya dikonstruksikan dalam sebuah penokohan, waktu, dan setting yang terdapat dalam alur cerita novel itu sendiri.

Novel memiliki unsur-unsur pendukung yang membentuk suatu kesatuan utuh dan lengkap. Unsur-unsur tersebut antara lain,

1) Tema

Tema adalah gagasan, ide pokok, atau pokok persoalan yang menjadi dasar cerita. Tema menjadi topik cerita dan jiwa pada sebuah novel. Pada akhirnya tema menjadi landasan dalam pengembangan cerita (Hasanuddin dkk, 2007:803).


(24)

2) Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya. Untuk menggambarkan watak tokoh-tokoh dalam cerita fiksi (drama, novel, atau cerpen), pengarang dapat menggunakan beberapa cara seperti penggambaran bentuk fisik tokoh, tanggapan tokoh terhadap kejadian yang menimpanya, keadaan sekitar tokoh, dan tanggapan atau reaksi dari tokoh-tokoh lain dalam cerita tersebut terhaap salah seorang tokoh (Hasanuddin dkk, 2007:605).

3) Alur

Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan penyelesaian (Hasanuddin dkk, 2007:43).

4) Sudut Pandang (Point of View)

Point of view atau sudut pandang adalah suatu istilah yang menunjukkan kedudukan atau tempat berpijak juru cerita terhadap ceritanya. Narator dapat mengambil peran secara langsung dalam cerita atau sebagai pengamat yang tidak secara langsung mengambil bagian dari rangkaian cerita tersebut (Hasanuddin dkk, 2007:626).


(25)

5) Latar

Latar adalah tempat kejadian dan waktu kejadian yang berguna untuk memperkuat tema, menentukan watak tokoh, dan membangun suasana cerita. Dalam corak sastra yang berdasarkan pengalaman empiris, latar dapat memberikan bobot informasi tentang suatu zaman atau suatu daerah, sehingga menimbulkan jenis karya fiksi yang berwarna daerah atau lokal (Hasanuddin dkk, 2007:455).

6) Amanat

Amanat merupakan unsur yang dominan di dalam karya sastra Nusantara, termasuk karya sastra modern Indonesia tidak hanya ditentukan oleh estetika belaka, melainkan ditentukan oleh aspek etika (Hasanuddin dkk, 2007:46). Etika dalam hal ini adalah pesan moral dalam sebuah cerita yang ditunjukkan oleh tingkah laku tokoh di dalamnya.

2. Konflik Multikulturalisme

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik (Mahfud, 2006:75).


(26)

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki beragam kebudayaan sebagai produk dari kehidupan bermasyarakat. Budaya berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana dan Rakhmat, 2009:18). Dengan berbagai macam budaya yang dimiliki, menyulap konflik multikultur yang mungkin akan menjadi ancaman bagi kehidupan antaragama, budaya, dan ras. Konflik ini sering bermula dari pengakuan suatu golongan kelompok yang lebih baik dan unggul dari kelompok lain. Anarkisme yang mengikuti dibelakang konflik adalah akibat dari kurangnya kesadaran tentang persamaan derajat tiap kelompok atau komunitas. Ketika kebudayaan yang tumbuh dalam suatu komunitas dipandang sebagai kemutlakan yang harus diakui dan diagungkan keberadaannya akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk tidak mengakui eksistensi budaya kelompok lain. Gesekan-gesekan yang terjadi antarbudaya akan menumbuhkan sikap fanatik dan eksklusif yang berdampak pada perpecahan. Pada titik ini diperlukan sebuah kebijakan yang bijak dan arif untuk memberikan keleluasaan bergerak bagi masing-masing entitas budaya dengan tetap mengakui keberadaan budaya yang lain (Mahfud, 2006:93).

Pada dasarnya, setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih tentang apa yang ia pandang sebagai suatu jalan yang benar. Namun, terkadang mereka menggunakan kepercayaan tersebut untuk melihat orang atau golongan lain.


(27)

Masyarakat multikultur menyadarkan kita tentang adanya cara hidup yang berbeda (Hidayati, 2008:24). Perbedaan dan keragaman budaya yang dimiliki, diharapkan mampu untuk merealisasikan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu jua dan sudah selayaknya hal tersebut sebagai pedoman pemersatu bangsa.

Suparlan dalam Jurnal Antropologi Indonesia (2002) menjelaskan bahwa membangun Indonesia yang multikultural hanya mungkin terwujud bila konsep multikulturalisme menyebarluas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keingian bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya (dalam Sukmono dan Junaedi, 2014:7).

Multikulturalisme merupakan konsep yang menjelaskan dua perbedaan dengan makna yang saling berkaitan, pertama, multikulturalisme sebagai kondisi kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat sehingga diasumsikan membentuk sikap toleransi. Kedua, multikulturalisme merupakan seperangkat kebijakan pemerintah pusat yang sedemikian rupa agar seluruh masyarakat dapat memberikan perhatian kepada kebudayaan dari semua kelompok etnik atau suku bangsa (Liliweri, 2005:68).

Berbicara mengenai Indonesia, faktor budaya berbeda yang didasarkan pada pola perilaku yang berbeda telah menjadi hambatan dalam komunikasi multikultur (Sukmono dan Junaedi, 2014:26).


(28)

a. Prasangka

Prasangka merupakan perasaan negatif atau berburuk sangka terhadap kelompok tertentu. Slade dan Lewis (1994:132) mengartikan prasangka sebagai sikap negatif pada etnis atau kelompok minoritas (dalam Sukmono dan Junaedi, 2014:26). Sentimen ini kadang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian, dan kecemasan.

Seseorang tidak dapat menghindari prasangka-prasangka yang muncul kepada orang lain ketika hidup berdampingan dengan orang yang memiliki budaya dan agama berbeda (Hidayati, 2008:25). Menurut Macionis, prasangka merupakan generalisasi kaku dan menyakitkan mengenai sekelompok orang. Prasangka menyakitkan dalam arti bahwa orang memiliki sikap yang tidak fleksibel yang didasarkan atas sedikit atau tidak ada bukti sama sekali (dalam Samovar dkk, 2010:207).

Kepercayaan yang dihubungkan dengan prasangka memiliki beberapa karakteristik. Pertama, mereka ditunjukkan pada suatu kelompok sosial dan anggotanya. Terkadang keompok tersebut ditandai oleh ras, etnis, gender, usia, dan lain sebagainya. Kedua, prasangka melibatkan dimensi evaluatif. Seperti perasaan baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya. Ketiga, prasangka itu terpusat. Dalam arti seberapa besar pentingnya suatu kepercayaan dalam menentukan perilaku seseorang terhadap yang lain (Samovar dkk, 2010:207).


(29)

b. Stereotip

Stereotip adalah sebuah konsep tetap yang melekat pada kelompok tertentu. Stereotip biasa dilakukan dengan melabeli seseorang atau individu sesuai dengan latar belakang orang tersebut. Jadi ketika berinteraksi dengan orang lain, pesepsi pertama yang muncul adalah melihat latar belakang orang tersebut baru kemudian persepsi atas kemampuan individunya (Sukmono dan Junaedi, 2014:32). Seperti yang dituliskan oleh Atkinson, Morten, dan Sue bahwa stereotip merupakan konsep kaku yang diterapkan pada semua anggota suatu kelompok dalam suatu waktu tanpa mempertimbangkan keanekaragaman individu (dalam Samovar dkk, 2010:205).

Menurut psikolog Abbate, Boca, dan Bocchiaro stereotip merupakan susunan kognitif yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, dan harapan si penerima mengenai kelompok sosial manusia (dalam Samovar dkk, 2010:203). Stereotip mudah menyebar karena manusia memiliki kebutuhan psikologis untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan suatu hal. Masalahnya bukan pada pengelompokan atau pengotakan tersebut, namun pada overgeneralisasi dan penilaian negatif (tindakan atau prasangka) terhadap anggota kelompok tersebut (Samovar dkk, 2010:203).

Stereotip yang melekat pada orang lain dapat bersifat positif maupun negatif. Stereotip yang merujuk sekelompok orang sebagai orang malas, kasar, jahat, atau bodoh jelas-jelas merupakan stereotip negatif. Sedangkan stereotip


(30)

positif seperti asumsi bahwa pelajar dari Asia yang pekerja keras, berkelakuan baik dan pandai. Bagaimanapun, karena stereotip mempersempit persepi kita, maka stereotip dapat mencemarkan komunikasi antarbudaya. Hal ini karena stereotip cenderung untuk menyamaratakan ciri-ciri sekelompok orang (Samovar dkk, 2010:203).

c. Etnosentrisme

Gamble dan Gamble (2005:3) menjelaskan bahwa etnosentrisme bisa dimaknai sebagai tendensi yang menganggap kebudayaan milik sendiri sebagai lebih superior daripada semua budaya lain (dalam Sukmono dan Junaedi, 2014:36). Menurut Nanda dan Warms, etnosentrisme merupakan pandangan bahwa budaya seseorang lebih unggul dibandingkan budaya yang lain. Pandangan bahwa budaya lain dinilai berdasarkan standar budaya kita. Kita menjadi etnosentris ketika kita melihat budaya lain melalui kacamata budaya kita atau posisi sosial kita (dalam Samovar dkk, 2010:214).

Perkembangan dunia yang menuju globalisasi ini ternyata tidak langsung mematikan sikap etnosentrisme. Di berbagai tempat etnosentrisme justru meledak dan mengobarkan konflik dan perang (Sukmono dan Junaedi, 2014:36). Untuk menjadikan komunikasi lebih bermakna, maka etnosentrisme harus dikurangi. Namun, dalam masyarakat dimana identifikasi diri dari seseorang berasal dari


(31)

kelompoknya, etnoentrisme penting dalam membangun rasa penghargaan terhadap diri sendiri (Samovar, 2010:216).

3. Narasi dalam Novel

Menurut Rampan (1984), novel adalah penggambaran lingkungan kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa di suatu tempat (dalam Herlina dkk, 2013:88). Narasi berasal dari kata Lain naree yang artinya “membuat tahu”. Dengan demikian narasi berkaitan dengan upaya untuk memberitahu sesuatu atau peristiwa. Girard Ganette mendeskripsikan narasi sebagai representasi dari sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa-peristiwa (dalam Eriyanto, 2013:1). Sedangkan menurut Gerald Prince narasi adalah representasi dari satu atau lebih peristiwa nyata atau fiktif yang dikomunikasikan oleh satu, dua, atau beberapa narrator untuk satu, dua, atau beberapa naratee

(dalam Eriyanto 2013:1).

Fungsi utama dari naratif adalah membantu memaknai pelaporan pengalaman. Naratif membantu memberikan logika dari motif manusia yang memaknai pengamatan secara terpisah, baik fiksi maupun realitas (Sobur, 2014:214). Fokus kajian penelitan naratif bisa berupa cerita lisan, cerita tertulis, maupun hasil observasi atau pegamatan yang direkonstruksikan menjadi rangkaian cerita oleh peneliti.


(32)

a. Karakteristik Narasi

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Naratif, ada beberapa syarat dasar narasi. Pertama, adanya rangkaian peristiwa. Sebuah narasi terdiri atas lebih dari dua peristiwa, dimana peristiwa satu dan peristiwa lain dirangkai. Dengan kata lain, narasi tidak dapat berdiri hanya dengan satu peristiwa tunggal saja. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut tidaklah random (acak), tetapi mengikuti logika tertentu, urutan atau sebab akibat tertentu sehingga dua perstiwa berkaitan secara logis. Dengan demikian, sebuah kalimat atau sebuah gambar dimana terdapat lebih dari dua peristiwa, tetapi peristiwa-peristiwa itu tidak disusun menurut logika tertentu, maka tidak dapat disebut sebagai narasi.

Ketiga, narasi bukanlah memindahkan peristiwa ke dalam sebuah teks cerita. Dalam narasi selalu terdapat proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu dari peristiwa. Bagian mana yang diangkat dan bagan mana yang dibuang dalam narasi, berkaitan dengan makna yang ingin ditampilkan oleh pembuat narasi.

b. Struktur Narasi

Seorang ahli sastra dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov mengajukan gagasan mengenai struktur dari suatu narasi. Kemudian gagasan struktur narasi tersebut dimodifikasi oleh Lacey dan Gillespie (dalam Eriyanto, 2013:47).


(33)

1) Kondisi awal, kondisi keseimbangan, dan keteraturan

Narasi umumnya diawali dari situasi normal, ketertiban, dan keseimbangan. Yaitu keteraturan suatu wilayah, tempat, atau setting

dimana cerita dalam novel diangkat.

2) Gangguan (disruption) terhadap keseimbangan

Tahapan selanjutnya dalam struktur narasi adalah adanya gangguan dari pihak luar bisa berupa tindakan atau adanya tokoh yang merusak keharmonisan, keseimbangan, atau keteraturan tersebut. 3) Kesadaran terjadi gangguan, gangguan (disruption) makin besar

Pada tahap ini, gangguan (disruption) makin besar dan dampaknya makin dirasakan. Gangguan ini umumnya mencapai titik puncak (klimaks) dan dibarengi dengan kekuatan musuh yang juga semakin kuat.

4) Upaya untuk memperbaiki gangguan

Tahap ini biasanya berisi tentang hadirnya sosok pahlawan (hero) yang berupaya untuk memperbaiki kondsi. Meskipun upaya tersebut digmbarkan mengalami kekalahan.

5) Pemulihan menuju keseimbangan, menciptakan keteraturan kembali Tahap ini adalah babak terakhir dari suatu narasi. Kekacauan yang muncul berhasil diselesaikan sehingga keteraturan bisa dipulihkan kembali.


(34)

c. Unsur Narasi

Unsur narasi dalam sebuah teks menurut pemaparan Eriyanto (2013:2) terdiri atas cerita (story), alur (plot), dan waktu (time).

1) Cerita (Story)

Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa, dimana peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak ditampilkan dalam teks. Dengan kata lain, cerita adalah peristiwa yang utuh, yang sesungguhnya, dari awal hingga akhir.

2) Alur (Plot)

Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah teks. Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan oleh pembuat cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan membuat pesan tersebut tersampaikan dengan baik dan jelas.

3) Waktu (Time)

Sebuah peristiwa yang terjadi bertahun-tahun akan disajikan hanya dalam waktu yang terbatas di sebuah teks. Dalam analisis naratif, akan dilihat perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa disajikan dalam sebuah teks.


(35)

d. Narator

Narator adalah orang atau tokoh yang menceritakan sebuah peristiwa atau kisah (Eriyanto, 2013:113). Berdasarkan hubungannya dengan pengarang, dikenal dua istilah berbeda mengenai narator. Yakni narator dramatis dan tidak dramatis. Narator dramatis adalah narator yang menceritakan pengarang sebagai bagian dari kisah yang diceritakan. Sedangkan narator tidak dramatis adalah narator yang menceritakan narasi yang pengarangnya tidak mempunyai keterkaitan dengan cerita.

F. Metodologi

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “Narasi Multikulturalisme dalam Novel Jalan Lain ke Tulehu” ini peneliti menggunakan metode analisis naratif kualitatif yang secara teknis menggunakan teks sebagai bahan analisisnya. Analisis naratif adalah analisis mengenai narasi, baik narasi fiksi (novel, puisi, cerita rakyat, dongeng, film, komik, musik, dan sebagainya) ataupun fakta seperti berita (Eriyanto, 2013:9). Penelitian kualitatif memusatkan perhatian kepada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat (Bungin, 2007:302).

Penelitian ini menggunakan analisis naratif karena mempertimbangkan sejumlah kelebihan yang dimiliki. Kelebihan analisis naratif menurut Eriyanto


(36)

(2013:10-11) Pertama, analisis naratif membantu memahami bagaimana pengetahuan, makna, dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat.

Kedua, memahami bagaimana dunia sosial dan politik diceritakan dalam pandangan tertentu yang dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Ketiga, analisis naratif memungkinkan kita menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dan laten dari suatu teks media.

Keempat, analisis naratif merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi. Sedangkan untuk mendalami dan menganalisis setiap karakternya, analisis naratif menawarkan model Greimas yang banyak dipakai dalam pendalaman karakter. Dalam Eriyanto (2013:95) Greimas menganalogikan narasi sebagai suatu struktur makna (semantic structure) yang mirip sebuah kalimat atas rangkaian kata-kata, setiap kata dalam kalimat menempati posisi dan fungsinya masing-masing (sebagai subjek, objek, predikat, dan seterusnya). Lebih penting dari posisi itu adalah relasi dari setiap karakter (Eriyanto, 2013:96).

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah novel karya Zen RS yang berjudul Jalan Lain ke Tulehu. Novel dengan 300 halaman ini bisa disebut sebagai versi tulisan dari film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Memiliki setting tempat yang sama, konflik yang hampir sama dan beberapa tokoh yang berkaitan antara novel dan film, namun tokoh utama dalam kedua karya ini jelas berbeda. Mulai dari profesi


(37)

dan latar belakang keduanya. Novel ini diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka Yogyakarta pada Mei 2014 atau satu bulan sebelum perilisan film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku. Pemilihan novel sebagai objek penelitian adalah karena dibandingkan dengan film, kajian novel dalam komunikasi masih sedikit daripada kajian film padahal seperti yang telah dijelaskan oleh John Fiske, novel juga termasuk media dalam berkomunikasi. Terlebih novel dapat dikategorikan sebagai bagian dari komunikasi massa karena sebagai sarana atau media dalam menyebarkan informasi kepada khalayak.

Gambar 1. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu

3. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi


(38)

Penelitian ini menggunakan novel Jalan Lain ke Tulehu karya Zen RS sebagai bahan observasi untuk menemukan data penelitian mengenai konflik multikulturalisme.

b. Studi Pustaka

Selain dokumentasi, peneliti menggunakan teknik studi pustaka untuk membantu menganalisis selama proses penelitian seperti buku atau jurnal penelitian lain sebagai referensi.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian mengenai “Narasi Multikulturalisme dalam Novel Jalan

Lain ke Tulehu” analisis data akan menggunakan analisis naratif model aktan

Algirdas Greimas untuk menganalisis karakter dalam novel tersebut serta melihat struktur dan unsur narasi.

a. Struktur dan Unsur Narasi

Tahap pertama penelitian dengan struktur narasi adalah mencatat dan melihat setiap peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam novel. Dari catatan tersebut, peneliti akan menentukan peristiwa di setiap babak dan karakter yang terlibat di dalamnya. Pengelompokan babak ini sesuai dengan struktur narasi yang dikembangkan oleh Tzvetan Todorov. Dari hasil pengelompokan tersebut, akan


(39)

dilanjutkan dengan menganalisis bagian multikultur mulai muncul dalam cerita beserta penyebabnya. Tahapan terakhir analisis dengan struktur narasi adalah penarikan kesimpulan oleh peneliti.

Setelah menganalisis struktur narasi dalam novel tersebut, peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis unsur narasinya. Tahapannya adalah dengan mengurutkan kronologis urutan peristiwa dan membedakan plot atau alur. Kemudian akan dianalisis perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa tersebut dikemas dalam sebuah teks.

b. Model Aktan

Dengan meggunakan model aktan, peneliti akan melihat posisi karakter yang ada dalam sebuah narasi. Selain itu, analisis model aktan juga melihat bagaimana relasi antarkarakter sehingga membentuk peristiwa yang memiliki makna. Analisis model aktan membagi karakter menjadi enam. Pertama, subjek. Subjek menduduki peran utama sebuah cerita. Kedua, objek. Objek merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh subjek. Ketiga, pengirim (destinator). Pengirim merupakan penentu arah. Umumnya tidak bertindak langsung, tetapi hanya memberikan perintah kepada tokoh dalam narasi. Keempat, penerima (receiver). Fungsi ini mengacu pada objek tempat dimana


(40)

pengirim menempatkan nilai atau aturan dalam cerita. Kelima,

pendukung (adjuvant). Karakter ini bersifat mendukung subjek untuk mendapatkan objek. Keenam, penghalang (traitor). Karakter ini bersifat menghalangi subjek dalam mendapatkan objek.

Pengirim Objek Penerima

Pendukung Subjek Penghambat

Gambar 2. Skema model aktan Algirdas Greimas (dalam Eriyanto, 2013:96)

Setelah melihat dan menempatkan karakter di posisinya masing-masing dengan model aktan, peneliti kemudian akan melihat relasi antarkarakter. Pertama, relasi struktural antara subjek versus objek yang disebut dengan sumbu keinginan. Kedua, relasi antara pengirim versus penerima yang disebut sumbu pengiriman. Ketiga, relasi struktural antara pendukung versus penghambat, relasi ini disebut sumbu kekuasaan. Fungsi pendukung di sini adalah membantu subjek agar bisa mencapai objek. Sedangkan penghambat akan melakukan sesuatu untuk menghambat subjek mencapai objek (Eriyanto, 2013:97).


(41)

5. Tahapan Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis melalui beberapa tahapan. Pertama, membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang terjadi dalam novel. Kedua, dari catatan tersebut kemudian menganalisis struktur dan unsur narasinya untuk menemukan di bagian mana multikultur mulai dimunculkan oleh penulis. Ketiga, setelah mendapatkan hasil analisis tentang strukur dan narasi, peneliti akan melanjutkan dengan menganalisis karakter menggunakan model aktan Algirdas Greimas untuk melihat bagaimana posisi dan relasi karakter satu dengan karakter yang lainnya. Keempat, menyimpulkan hasil analisis.

No Tahapan Analisis

1. Membaca, memahami, dan mencatat peristiwa yang terjadi dalam novel.

2. Menganalisis struktur dan unsur narasi.

3. Menganalisis karakter menggunakan model aktan. 4. Menyimpulkan hasil analisis.


(42)

G. Sistemtika Penulisan

Sistematika penulisan berisi tentang apa saja yang akan dimunculkan oleh penulis di setiap bab. Berikut adalah tabel yang menjelaskan tiap babnya:

Bab I Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Menjelaskan secara rinci dan lengkap tentang objek penelitian. Dalam penelitian ini adalah novel Jalan Lain ke Tulehu.

Bab III Menganalisis dan membahas data yang diperoleh dri teknik penelitian yang digunakan.

Bab IV Kesimpulan dan saran penelitian.


(43)

BAB II

Gambaran Umum A. Konflik Multikulturalisme di Maluku Pasca 1998

Menurut buku Badai Pembalasan Laskar Mujahidin Ambon dan Maluku

karya Rustam Kastor (2000:54) menjelaskan bahwa desa-desa di Maluku sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang berdagang dan membeli rempah-rempah Maluku yang terkenal itu, telah memeluk agama Islam, sebagian kecil saja yang masih percaya kepada faham animisme. Kedatangan bangsa Barat telah melakukan penyebaran agama Khatolik dan Protestan yang umumnya dengan kekerasan kekuatan senjata, mereka memang lebih unggul. Begitulah desa-desa yang penduduknya telah beragama Islam, satu persatu jatuh dan memeluk agama Kristen.

Novel Jalan Lain ke Tulehu dibuka dengan cerita tentang penyerangan yang dilakukan oleh kelompok laskar kepada Markas Brimob di Tantui. Dalam buku Rustam Kastor tersebut diceritakan bahwa kompleks perumahaan Polda Maluku yang berdampingan dengan Ksatriyan Satuan Brimob di desa Tantui itu tidak terpikir sebelumnya akan menjadi sasaran amukan para Laskar Muslim. Ummat Islam di awal kerusuhan Januari 1999 memang mempunyai masalah dengan Polda Maluku dan Satuan Brimob karena keberpihakan oknum Polri yang Kristen dalam menangani kerusuhan ini, begitu pula oknum-oknum anggota


(44)

Brimob terlibat dalam penembakan Mujahidin yang menimbulkan sejumlah korban (Kastor, 2000:30).

Konflik tentang Desa Waai yang disebut-sebut sebagai penyerangan besar dalam novel ini pun tak lepas dari sejarah yang terjadi di dunia nyata. Desa Waai yang berbatasan dengan Desa Liang di sebelah utara memiliki permasalahan yang tak kunjung usai tentang perbatasan atas pemilikan tanah petuanan yang diakui oleh masing-masing pihak. Permasalahn tersebut tak jarang menimbulkan konflik fisik bersenjata. Selain itu keberadaan Desa Waai yang menjadi jalan darat menuju Ambon dari Desa Liang. Sebagai satu-satunya jalan darat menuju Ambon membuat jalan tersebut rawan kecelakaan. Apabila terjadi kecelakaan di dalam kampung itu sudah pasti pengemudi akan menjadi bulan-bulanan massa. Meskipun sekarang pemerintah telah membuka jalan lain di luar Waai, namun peluang terjadi gesekan masih sangat mungkin karena keduanya sama-sama mencari celah kesalahan masing-masing.

Di selatan Desa Waai terdapat Desa Tulehu yang berpenduduk 20 ribu jiwa termasuk anak-anak. Pada dasarnya Tulehu tidak memiliki masalah dengan Waai, Waai pun bergantung pada kebaikan hati desa tersebut untuk keamanan saat melintas menuju Ambon. Namun masalah mulai muncul ketika Waai beberapa kali terlibat dengan penyerangan terhadap masyarakat muslim yang menyulut kemarahan orang-orang Tulehu dan Liang yang telah mengibarkan bendera perang kepada Waai.


(45)

Serangan fajar ke Waai seperti yang diceritakan dalam novel terjadi pada tanggal 3 Juli 2000 dan membakar habis Desa Waai hanya dalam waktu kurang lebih empat jam saja. Meskipun tak seimbang, kaum pria dari Tulehu dan Liang gigih dalam penyerangan sedangkan wanita dan anak-anak melarikan diri ke hutan dan bukit-bukit di belakang desa. Korban jiwa di kedua belah pihak tidak dapat dihindari karena nyatanya korban tewas dan korban luka berat dalam jumlah yang cukup mencolok meski sulit untuk mendapat angka pasti jumlah korban dari masing-masing pihak.

Permasalahan-permasalahan tersebut akan lebih mudah menyulut konflik di belakangnya terlebih akar permasalahan telah ada sejak sebelumnya hingga menjadi konflik warisan yang tak juga mendapat penyelesaiannya. Di sini, sisi gelap multikulturalisme yaitu stereotip dan prasangka akan mengganggu proses multikuturalisme yang diharapkan tumbuh dalam kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya.


(46)

B. Novel Jalan Lain ke Tulehu a. Deskripsi Buku

Gambar 3. Sampul novel Jalan Lain ke Tulehu

Penulis : Zen RS

Penerbit : PT Bentang Pustaka Viii + 304 halaman; 19 cm ISBN 978-602-291-040-4

b. Sinopsis Novel

Novel ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berjudul Kedatangan. Bagian ini menceritakan tentang Gentur yang seorang wartawan


(47)

media Jepang mendapatkan tugas untuk meliput konflik di Ambon. Ia datang menggunakan KM Dobonsolo. Kapal tersebut identik dengan penumpang beragama Kristen. Sedangkan Gentur adalah seorang yang beragama Islam. Pembatasan kapal bagi orang Kristen atau Islam terjadi setelah adanya rumor yang berkembang bahwa ada penumpang yang dilempar ke laut, baik dari kapal yang identik berpenumpang Kristen maupun Islam. Hal tersebut membahayakan Gentur yang menjadi satu-satunya penumpang beragama Islam. Kemudian ia diselamatkan oleh Romo Sigit yang dibantu Pak Syamsul menyembunyikan Gentur. Di pelabuhan, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke markas Relawan Beta Maluku (RBM). Bertepatan dengan kedatangan Gentur di Maluku, terjadi penyerangan ke markas Brimob Tantui dan berhasil menjebol gudang senjata. Mereka yang di RBM harus segera pergi menyelamatkan diri.

Bagian kedua berjudul Semifinal. Bagian ini dimulai dengan Gentur yang dibawa ke rumah Frans di Desa Suli. Pada suatu malam saat bertepatan dengan pertandingan Piala Eropa 2000 Belanda melawan Italia, rumah Frans didatangi oleh lima orang dari Tulehu yang ingin menonton bola karena di Tulehu belum ada listrik. Ada satu percakapan spontan Frans yang sedikit mengusik Gentur. Yaitu tentang kepura-puraan yang tidak tahu malu. Gentur teringat pada satu kejadian ketika ia dan Frans dihadang oleh sekelompok orang dan melindungi Gentur, Frans berbohong kepada mereka dengan mengatakan bahwa Gentur seorang Buddhis. Secara sadar, Gentur mengiyakan pengakuan Frans bahwa


(48)

dirinya adalah seorang Buddhis. Suasana menonton di rumah Frans berlangsung tegang karena kelompok pemuda dari Desa Suli tidak terima dengan kedatangan lima orang Tulehu itu, mereka berniat mengusir kelimanya. Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan, sebuah truk dan satu mobil berisi tentara dari Rindam Suli datang menjemput lima orang Tulehu dan Gentur untuk diinterogasi. Setelah di bawa ke Rindam Suli, mereka diantar ke Tulehu.

Bagian ketiga berjudul Jeda. Mengisahkan tentang Gentur yang mulai harus tinggal di Tulehu. Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said. Gentur mencoba menulis feature yang menurutnya menarik setelah melihat cara bermain bola anak-anak Tulehu di jalanan. Dia mencoba menulis feature tentang sepak bola di Tulehu di tengah konflik. Untuk mengirimkan hasil feature, Gentur membutuhkan bantuan dari Dudi. Dudi datang ke Tulehu dan mereka berdiskusi tentang sebuah foto tentang aktivitas RMS yang tidak sengaja diketahui Gentur saat mewawancarai orang tua untuk keperluan featurenya. Foto tersebut dijelskan oleh dua orang tua Tulehu yang keterangannya saling kontradiktif.

Bagian keempat berjudul Final. Menceritakan tentang keadaan Tulehu yang mulai memanas dengan konflik. Di bagian ini, banyak menceritakan tentang konflik di Tulehu dan konflik rumah tangga Said yang terus diintimidasi oleh Irfan, kakak iparnya karena permasalahan uang. Berkisah pula tentang Salim, seorang anak remaja Tulehu yang memiliki cita-cita untuk menjadi pemain bola namun harus kandas karena konflik yang terjadi. Pada akhir cerita, Salim


(49)

benar-benar harus mengubur cita-citanya sebagai pemain bola setelah sebelah kakinya harus diamputasi karena terkena pecahan bom saat Tulehu melakukan serangan ke Waai.

Bagian kelima atau bagian terakhir berjudul Perpanjangan Waktu. Bisa dibilang bagian ini menjadi antiklimaks dalam novel Jalan Lain ke Tulehu. Karena sepenuhnya bercerita tentang Gentur dan bayang-bayang kekasihnya, Eva Maria. Di bagian akhirnya juga menceritakan bagaimana Gentur terbebas dari eksekusi dari Laskar Salib yang biasa mengeksekusi warga Muslim.


(50)

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur dalam novel Jalan Lain ke Tulehu. Novel tersebut terdiri dari lima bagian cerita yang berjudul Kedatangan, Semifinal, Jeda, Final, dan Perpanjangan Waktu. Setiap bagian pada novel akan dianalisis dengan struktur narasi menggunakan gagasan dari ahli sastra dan budaya asal Bulgaria, Tzvetan Todorov. Setelah menganalisis unsur dan struktur narasi novel, selanjutnya adalah menganalisis posisi dan fungsi juga relasi antarkarater sehingga membentuk peristiwa yang memiliki makna dalam novel. Metode analisis untuk relasi antarkarakter yang digunakan adalah model aktan dari Algirdas Greimas.

A. Unsur-unsur Novel 1. Penyajian Data

a. Karakter

Karakter adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan watak para pelaku yang terdapat di dalam karyanya. Karakter dalam novel dapat dilihat melalui penggambaran fisik, keadaan sekitar atau lingkungannya, dan reaksi dalam menanggapi karakter yang lain di novel. Dibawah ini adalah karakter yang dominan muncul dalam tiap bagian novel Jalan Lain ke Tulehu.


(51)

No Tokoh Keterangan

1 Gentur Adalah seorang stringer atau wartawan yang

menjadi kontributor bagi media Jepang yang ditugaskan untuk meliput tentang konflik di Ambon. Seorang muslim yang dua kali merasakan penyesalan atas kepura-puraan. Menyesal karena pernah berbohong tentang keimanannya untuk menyelamatkan diri dan menyesal atas kematian yang menimpa kekasihnya, Eva Maria.

2 Frans Seorang Kristiani sekaligus kenalan Gentur dari Ambon. Orang yang membantu dan mengenalkan Gentur terhadap aktivis Relawan Beta Maluku (RBM) dan Tulehu.

3 Said Seorang Muslim dari Tulehuyang kemudian

menjadi teman Gentur selama di Tulehu. Seorang pelatih sepak bola anak-anak di Tulehu dan seorang yang fanatik terhadap sepak bola. Said terhimpit hutang kepada kakak iparnya setelah ditinggal istri dan anaknya ke Jakarta karena


(52)

menganggap Said tidak bisa menjadi kepala keluarga.

4 Dudi Seorang Kristiani yang dikenalkan oleh Frans.

Dudi bekerja di Warta Maluku yang kemudian banyak membantu Gentur untuk memperoleh akses dalam mengirim hasil laporannya. Dudi percaya bahwa konflik yang terjadi bukan semata-mata karena agama tapi karena campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab.

5 Eva Maria Kekasih Gentur yang keturunan Cina dan

beragama Buddha. Ia ditemukan tewas di tempat rehabilitasi. Eva Maria adalah korban pemerkosaan pada peristiwa 1998. Kejadian tersebut memberi rasa penyesalan tersendiri terhadap Gentur.

6 Salim Seorang anak Tulehu yang juga fanatik terhadap sepak bola. Namun ia merasa kecewa terhadap konflik yang terjadi di Ambon. Menurutnya konflik tersebut memudarkan cita-citanya untuk menjadi seorang pemain sepak bola.


(53)

Said. Irfan selalu datang mengintimidasi Said karena tidak pernah ikut berjuang membela Tulehu melawan Waai atau negeri Kristen lain. Irfan juga sering dating meminta uang kepada Said denga alasan Nabilla (anak Said) sedang sakit di Jakarta

Tabel 3. Penjelasan karateristik tokoh dalam novel

Dalam novel Jalan Lain ke Tulehu terdapat beberapa karakter yang menjadi unsur dalam jalan cerita yang dibangun. Karakter tersebut adalah karakter utama dan karakter pembantu. Di atas adalah tujuh karakter yang menurut penulis adalah karakter yang dominan keluar di tiap bagian dalam novel. Dari karakter yang dominan tesebut masih ada karakter utama, yaitu tokoh Gentur. Sedangkan karakter lain adalah karakter pendukung yang mempunyai porsi masing-masing dalam menegaskan kisah Gentur dalam novel. Karakter Said, Frans, dan Dudi adalah karakter pembantu yang berfungsi untuk menguatkan, membimbing pola cerita, dan fokus karakter Gentur meskipun tiga karakter tersebut sering muncul dalam setiap bagian novel.

b. Cerita (Story)

Cerita (story) adalah urutan kronologis dari suatu peristiwa, dimana peristiwa tersebut bisa ditampilkan dalam teks bisa juga tidak ditampilkan dalam teks. Dengan kata lain, cerita adalah peristiwa yang utuh, yang sesungguhnya,


(54)

dari awal hingga akhir. Pada bagian ini, penulis mencoba untuk menguraikan cerita yang terjadi dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dalam bentuk poin-poin.

1 Gentur datang ke Ambon untuk mendapatkan berita tentang konflik Ambon menggunakan KM Dobonsolo pada tanggal 21 Juni 2000.

2 KM Dobonsolo ternyata adalah kapal yang identik diisi oleh penumpang beragama Kristen. Ketidaktahuan Gentur akan hal tersebut menyebabkan nyawanya terancam. Beruntung ia diselamatkan oleh Romo Sigit yang dibantu oleh Pak Syamsul untuk menyembunyikan Gentur selama di kapal itu.

3 Sesampainya di Ambon, Gentur dijemput oleh Frans dan dibawa ke markas Relawan Beta Maluku (RBM). Di sana ia bertemu dengan Dudi, wartawan Warta Maluku.

4 Kedatangan Gentur bertepatan dengan penyerangan markas Brimob Tantui yang dilakukan oleh Laskar.

5 Gudang senjata jebol dan seribu pucuk senjata pindah tangan. Massa mulai bergerak sehingga mereka yang tengah berada di markas RBM harus lari menyelamatkan diri.

6 Gentur dibawa ke rumah Frans.

7 Malam itu di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu ikut menonton Piala Eropa saat Belanda melawan Italia.


(55)

terlihat tersenyum bahagia ketika Belanda gagal pinalti. Masyarakat Maluku sangat fanatik kepda Timnas Belanda.

9 Saat mengomentari pola permainan bola di televisi yang menurut Frans adalah sebuah kepura-puraan, mengingatkan Gentur pada malam sebelumnya ketika dia dan Frans dihadang saat akan mengirim laporan. 10 Frans menceritakan apa yang ia katakan kepada kelompok yang

menghadangnya. Frans berkata bahwa Gentur adalah seorang Buddhis dengan bukti sebuah tato di lengannya.

11 Gentur teringat bahwa dirinya sendiri lah yang mengiyakan bahwa dia adalah seorang Buddhis. Di tengah percakapannya dengan Frans, Gentur kembali teringat dengan Eva Maria, kekasihnya.

12 Eva Maria adalah kekasih Gentur yang meninggal pada awal Januari 1999. Ia seorang keturunan Cina yang menjadi salah satu korban peristiwa Mei 1998. Eva Maria diperkosa oleh beberapa lelaki di pinggir jalan sedangkan keluarganya tews terbakar bersaa harta bendanya.

13 Sehari sebelum kejadian Eva Maria diperkosa, Gentur meneleponnya dan bercerita 'tentang encik di Glodok yang mengaku Islam dan selamat.

14 “Aku sudah berpura-pura, membohongi diriku sendiri, dan tetap saja aku

diperkosa” menjadi kata-kata yang terus diingat oleh Gentur.

15 Lima orang Tulehu dan Gentur dibawa oleh tentara ke Rindam Suli. Di sana mereka dihukum karena meganggap kedatangan mereka ke Suli


(56)

dapat menjadi tindakan Provokasi. Akhirnya Gentur dan lima orang Tulehu tersebut dibawa pulang ke Tulehu.

16 Selama di Tulehu, Gentur menginap di rumah Said. Seorang pelatih sepak bola anak-anak Tulehu.

17 Di suatu hari, Gentur merasa ganjil bercampur dengan kagum ketika melihat anak-anak Tulehu bermain bola di jalanan. Teknik dan metode permainan yang membuatya kagum. Karena menurutnya, teknik semacam itu dilakukan saat berlatih serius di lapangan atau saat akan ada pertandingan. Namun menurut Said hal seperti itu memang wajar dimainkan oleh anak-anak Tulehu di jalanan.

18 Gentur teringat semasa duduk di bangku kuliah sering bermain bola dengan teman-temannya di lapangan Pancasila.

19 Rumah Said nyaris digrebek massa karena ia pernah memutar komposisi lagu Ave Maria. Warga Tulehu menganggap kalau lagu tersebut adalah lagu gereja. Padahal menurut Gentur, lagu tersebut yang mengingatkannya pada Eva Maria, kekasihnya.

20 Untuk mendapatkan info tentang sepak bola di Tulehu, Gentur mewawancarai beberapa angtua. Ternyata Gentur malah menemukan sebuah foto tentang RMS tahun 1950 namun dengan keterangan dan penjelasan foto yang kontradiktif.


(57)

angtua tidak akurat. Dudi juga menceritakan tentang keluh-kesahnya pada cerita yang berkembang bahwa setiap orang Kristen sudah pasti pro-RMS sedangkan Islam pasti anti-RMS atau Belanda. Padahal banyak pejuang Kristen yang juga anti-RMS.

22 Dudi menceritakan kisah Robert yang Kristiani namun anti-RMS bahkan ia bergabung dengan TNI untuk menumpas RMS. Salah satunya adalah Robert yang merupakan kakeknya sendiri.

23 Robert lahir pada 1923 di Ambon. Pada usia delapan belas tahun dia mendaftar sebagai tentara KNIL. Tidak berselang lama, Robert dan lainnya ditangkap oleh Jepang dan dipenjara.

24 Tahun 1945 Robert dibebaskan dari penjara dan bekerja sebagai montir senapan bagi TNI. Hanya setahun, pada 1946 Robert kembali ke Ambon. Saat kerusuhan Ambon tahun 1999, Robert, istri, dan anak bungsunya yang menjanda ditemuka tewas terbakar di rumahnya.

25 Pada suatu siang tiga speedboat mendarat di dermaga sebelah Pasar Ikan Tulehu. Tiga speedboat itu memiliki bendera hitam bergambar pedang yang saling silang, kaligrafi Arab, dan sebuah kitab yang terbuka. Speedboat itu membawa sekitar dua puluh lima orang yang rata-rata memakai jubah putih, celana di atas matas kaki, dan berjenggot.

26 Tidak lama setelah itu, dua speedboat datang dan melakukan tembakan ke arah dermaga dan pasar. Ketegangan mulai terjadi di Tulehu.


(58)

27 Terdengar dari speaker Masjd Jami Tulehu tentang keadaan genting di Ambon dan ajakan membela Tulehu dalam melawan negeri Kristen dengan alasan berjihad membantu saudara sesama muslim.

28 Permasalahan rumah tangga Said yang terus berlarut-larut dan ancaman dari Irfan untuk ikut dalam penyerangan ke Waai sempat menjadi beban bagi Said.

29 Muncul kabar yang menyebutkan bahwa akan dilakukan penyerangan ke Waai esok hari pada pukul delapan pagi. Sedangkan bersamaan Said harus mendapatkan uang yang akan diberikan kepada Irfan.

30 Said melewatkan penyerangan karena ia salah memprediksi waktu serangan. Setelah itu dia dan Gentur pulang ke rumah dan mendapat kabar Salim masuk ke rumah sakit akibat ia ikut dalam penyerangan ke Waai. 31 Gentur dan Said bergegas menuju rumah sakit tempat Salim dirawat. Di

sana mereka bertemu dengan paman Salim dan mengatakan bahwa kaki kanan Salim yang terkena pecahan granat mengalami luka parah. Karena itu, kaki kanannya harus diamputasi.

32 Melihat kenyataan tersebut, Gentur memaksa Said untuk mengumpulkan anak-anak yang biasa dia latih untuk tetap bermain bola. Hal tersebut ia lakukan untuk menghindarkan mereka dari kejadian yang menimpa Salim. Kalau anak-anak tersebut sibuk berlatih, sudah pasti mereka tidak akan ikut serta dalam setiap penyerangan yang mungkin terjadi.


(59)

33 Gentur kemudian mencoba menulis laporan terakhirnya tentang Wayame, kampung di pinggir Teluk Ambon yang mampu hidup berdampinngan tanpa terlibat konflik. Padahal penduduk Islam dan Kristen sama banyaknya.

34 Atas bantuan dan koneksi yang dimiliki dari pegiat RBM, Gentur mendapatkan speedboat yang akan mengantarkannya ke Wayame.

35 Di tengah perjalanan, speedboatnya dihadang oleh speedboat lain dan ditepikan. Gentur diinterogasi oleh kelompok yang mengaku sebagai Laskar Salib. Meski pun sudah megakui tujuannya ke Wayame dan profesinya sebagai seorang stringer, namun Gentur tak juga dilepaskan sampai pada pertanyaan terakhir tentang agama yang dianutnya.

36 Gentur menjawab dengan tegas bahwa dirinya adalah seorang Muslim. Orang-orang yang menawannya merasa heran karena mereka baru sekali bertemu dengan seorang tawanan yang terlihat tidak takut sama sekali. 37 Ketika akan dieksekusi, Gentur berteriak memanggil nama kekasihnya,

Eva Maria, yang telah meninggal. Pemimpin kelompok itu merasa heran karena ada seorang Muslim yang tmengetahui lagu Ave Maria.

38 Gentur dibawa ke sebuah ruangan di dalam gereja yang sudah hancur dan sedikit terjadi obrolan tentang komposisi lagu Ave Maria antara Gentur dengan pemimpin laskar. Mereka saling berbagi kesedihan atas kepergian orang-orang yang mereka dicintai. Mereka menyanyikan lagu Ave Maria


(60)

versi Schubert. Pemimpin laskar memainkan piano sementara lagu Ave Maria mengalun di antara keduanya.

Tabel 4. Pemaparan urutan cerita (story) dalam novel Jalan Lain ke Tulehu

c. Alur (Plot)

Plot adalah apa yang ditampilkan secara eksplisit dalam sebuah teks. Dalam plot, urutan peristiwa bisa dibolak-balik. Hal ini dilakukan oleh pembuat cerita untuk membuat narasi menjadi lebih menarik dan membuat pesan tersebut tersampaikan dengan baik dan jelas.

1 21 Juni 2000 Gentur sampai di Ambon dengan menumpang KM Dobonsolo. Di pelabuhan ia dijemput Frans dan dibawa ke markas RBM. 2 Terjadi penyerangan oleh kelompok laskar di markas Brimob Tantui

untuk menjebol gudang senjata. Penyerangan itu juga berdampak pada orang-orang yang masih di markas RBM untuk segera menyelamatkan diri. Lalu Gentur dibawa ke rumah Frans.

3 Di rumah Frans terjadi keributan setelah lima orang dari Tulehu ikut menonton Piala Eropa 2000 antara Belanda melawan Italia di rumah Frans.

4 Gentur ingat pada malam sebelumnya ketika ia dan Frans dihadang oleh sekelompok orang yang memaksa Gentur untuk berpura-pura mengaku bahwa dirinya adalah seorang Buddhis.


(61)

5 Hal tersebut kemudian mengingatkannya pada Eva Maria, kekasihnya yang telah meninggal awal Januari 1999.

6 Akhir Desember 1998 untuk pertama kalinya Gentur dapat berbicara dengan Eva Maria. Eva Maria adalah gadis keturunan Cina yang seluruh keluarganya tewas dalam peristiwa Mei 1998.

7 Pertandingan Piala Eropa 2000 antara Belanda melawan Italia masih berlangsung saat lima orang dari Tulehu dan Gentur dijemput oleh tentara dari Rindam Suli.

8 Setelah mendapat hukuman dan interogasi dari pihak Rindam Suli, lima orang Tulehu juga Gentur dibawa menuju Tulehu.

9 Gentur diinapkan di rumah Said, salah satu dan yang paling tua dari lima orang Tulehu tersebut.

10 Di Tulehu, Gentur mulai menulis tentang sepak bola setelah ia terkesan saat melihat permainan sepak bola yang ditunjukkan oleh anak-anak Tulehu.

11 Said mengajak Gentur untuk berkeliling menemui para angtua yang dulunya adalah seorang pemain bola.

12 Di Wailatu (kolam air), Gentur bertemu dengan Salim. Salim menceritakan tentang cita-cita sebagai pemain bola yang harus sirna karena konflik yang berlangsung di Ambon. Gentur menyemangati Salim bahwa masih banyak kesempatan Salim untuk mencapai cita-citanya,


(62)

13 Dudi datang menemui Gentur ke Tulehu untuk mengambil laporan yag sudah ditulis Gentur untuk dikirimkan ke editornya. Mereka terlibat pembicaraan yang cukup serius, yaitu tentang sebuah foto yang memiliki dua versi cerita yang bertolak belakang versi angtua yang diwawancarai oleh Gentur.

14 Tiga speedboat mendarat di dermaga sebelah Pasar Ikan Tulehu. Ketiganya memiliki bendera hitam bergambar pedang yang saling silang, kaligrafi Arab, dan sebuah kitab yang terbuka. Speedboat itu membawa sekitar dua puluh lima orang yang rata-rata memakai jubah putih, celana di atas matas kaki, dan berjenggot.

15 Terjadi baku tembak di Tulehu antara tiga seedboat tersebut dengan speedboat lain.

16 Monolog dari Masjid Jami Tulehu mencoba untuk mengobarkan semangat berjihad masyarakat Tulehu untuk melawan negeri Kristen dan membantu saudara sesama muslim.

17 Ada kabar bahwa aka nada penyerangan ke Waai esok hari pukul delapan pagi. Sedangkan Said harus mendapatkan uang yang diminta Irfan secepatnya.

18 Said melewatkan penyerangan dan kembali ke rumah. Ia mendapatkan kabar bahwa Salim berada di rumah sakit akibat salah satu kakinya terkena ledakan granat.


(63)

19 Gentur kemudian mencoba menulis laporan terakhirnya tentang Wayame, kampung di pinggir Teluk Ambon yang mampu hidup berdampinngan tanpa terlibat konflik. Padahal penduduk Islam dan Kristen sama banyaknya.

20 Di tengah perjalanan menuju Wayame, speedboat Gentur dihadang speedboat lain dan Gentur dibawa untuk bertemu pemimpin kelompok yang mengaku sebagai Laskar Salib.

21 Setelah bertemu, keduanya berbagi kesedihan dengan menyanyikan lagu Ave Maria versi Schubert. Pemimpin kelompok itu memainkan piano dan keduanya bernyanyi bersama-sama. Karena ternyata keduanya pernah mengalami rasa kehilangan yang teramat pada kekasih hati masing-masing.

Tabel 5. Pemaparan alur (plot) dalam novel Jalan Lain ke Tulehu

d. Durasi

Sebuah peristiwa yang terjadi selama bertahun-tahun akan disajikan hanya dalam waktu yang terbatas di sebuah teks. Dalam analisis naratif, akan dilihat perbandingan antara waktu aktual dengan waktu ketika peristiwa disajikan dalam sebuah teks.

Durasi yang dianalisis dalam novel ini meliputi tiga bagian. Pertama, durasi cerita. Menurut durasi cerita adalah 55 tahun. Dimulai dari cerita tentang Robert, kakek Dudi yang seorang Kristiani namun ia membela dan ikut


(64)

menumpas RMS dengan menjadi salah satu pasukan TNI. Cerita berakhir pada kedatangan Gentur di Ambon pada 21 Juni tahun 2000 ketika ia diperintahkan untuk meliput tentang konflik yang terjadi di Ambon.

Kedua, durasi plot. Durasi plot berlangsung selama dua tahun. Diawali dari peristiwa Mei 1998 yang menimpa Eva Maria yang juga sekaligus menjadi salah satu konflik batin bagi Gentur. Kemudian sama dengan durasi cerita, durasi plot juga berakhir pada tahun 2000.

Ketiga, durasi teks. Durasi teks adalah durasi keseluruhan dari novel Jalan Lain ke Tulehu. Karena berbentuk buku atau novel, maka durasi teksnya adalah 299 halaman.

2. Pembahasan

Pada unsur narasi novel Jalan Lain ke Tulehu dapat dilihat bahwa konflik multikulturalisme diceritakan sejak awal cerita novel ini dimulai. Hampir setiap konflik selalu didasari oleh perbedaan agama. Dimulai dari kedatangan Gentur yang menumpang KM Dobonsolo. Secara jelas batasan perbedaan agama telah diperlihatkan. Di setiap bagian, selalu terdapat konflik yang mengaitkan dengan masalah agama yang dianut. Selain itu terdapat generalisasi suatu kelompok dengan satu penilaian. Di sini, sisi gelap multikulturalisme bermain secara alamiah. Seperti jika ada satu orang dari Tulehu, maka ia adalah seorang Islam. Orang Islam adalah orang yang membuat warga desa Passo atau Waai tewas


(65)

terbunuh. Orang Islam pasti pelaku pembakaran gereja. Sedangkan orang Waai, Suli, Ambon, Passo sudah pasti adalah orang Kristen. Orang Kristen adalah bagian dari pro-RMS. Orang Kristen juga yang gemar memenggal warga sipil yang melintasi kota menuju Ambon.

Padahal stereotip tersebut telah membuat kerugian pada masing-masing desa juga kota itu sendiri. Stereotip yang selalu muncul menghilangkan satu kekuatan individu yang dimiliki setiap orang. Dalam masyarakat yang multikultural seperti Indonesia, sikap toleransi harus dikembangkan dan stereotip yang berlebihan harus dihilangkan. Dalam novel ini juga disinggung sedikit persoalan tentang toleransi antaragama. Seperti yang terjadi di Desa Wayame yang mampu hidup berdampingan. Meskipun tidak diceritakan secara spesifik bagaimana hal tersebut bisa dicapai, namun setidaknya penulis telah menuliskan bahwa ada paham multikulturalisme yang dianut dan diterapkan ditengah lingkungan yang sedang mengalami konflik. Keunikan lain adalah munculnya sepak bola sebagai peredam konflik. Di novel ini terlihat bahwa sepak bola muncul sebanyak dua kali untuk meredam konflik. Pertama, ketika lima orang Tulehu mendatangi Desa Suli untuk menonton Piala Eropa dan membuatnya berdampingan dengan orang-orang Desa Suli.

“Ada sekitar sepuluh orang di ruang tamu. Semuanya menatap televisi 21 Inci. Gentur dan Frans duduk di lantai sembari menyandar tembok. Di sebelah Max, ayah Frans, yang sedang duduk di sofa, ada dua orang lain yang umurnya hampir sebaya, sekitar 55 tahun. Lima orang Tulehu duduk di lantai, di depan sofa, dalam posisi berkerumun, tiga meter dari televisi. Di teras rumah orang-orang masih berbicara satu


(66)

sama lain. Sebagian bicara soal sepakbola, sebagian bicara tentang apa yang mesti dilakukan dengan orang Tulehu di dalam.” (Jalan Lain ke Tulehu, 2014:46).

“Semua orang bersorak. Mereka senang karena hampir semua mendukung Belanda, hanya satu orang saja di ruangan itu yang menyukai Italia. Jakob merayakan kartu merah itu dengan mengata-ngatai Zambrotta. Suasana lebih riuh daripada sebelumnya. Orang Tulehu mulai menikmati suasana baru ini. Atmosfer nonton bola mulai terasa. Mereka juga toh memang menyukai Belanda.” (Jalan Lain ke Tulehu, 2014:64). Kedua, sepak bola dimunculkan kembali oleh penulis novel untuk menjauhkan anak-anak Tulehu dari aktivitas penyerangan antardesa yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Sepak bola menjadi harapan untuk meredam semangat saling serang dalam diri anak-anak tersebut dan menjadi benteng agar cerita yang terjadi pada Salim tidak terulang kembali.

“….Gentur mendesak Said untuk mengumpulkan anak-anak,

berapa pun itu, untuk bermain bola sore itu juga. Anak-anak itu, kata Gentur kepada Said, mesti diajak bersenang-senang dengan bola dan diberi pengertian tentang pentingnya sepakbola, lebih daripada apa pun yang sedang berlangsung di dunia luar….” (Jalan Lain ke Tulehu, 2014:270).

“….Dengan terbata-bata, karena dia masih ingat seperti apa kaki Salim yang hancur, Said berkata pada anak-anak itu: “Katong samua orang Tulehu ditakdirkan bisa main bola. Mulai sekarang, katong akan berlatih lebih keras. Ose samua su harus latihan serius. Ose seng boleh seperti beta, gagal jadi pemain bola, hidup susah, ditinggal beta pung maitua, hancur samua. Ose samua seng boleh gagal. Ose harus jadi pemain top. Seng perlu pikir tim nasional dolo. Ose samua harus bisa ke Eropa, main di Eropa! Rizky, Alvin, Sedek, Hendra, Rahman…. Ose samua mau main di Eropa toh?” (Jalan Lain ke Tulehu, 2014:270).


(67)

Dilihat dari analisis narasi menurut cerita, sisi gelap multikultur dalam hal ini adalah stereotip sudah mulai muncul dari bagian pertama cerita yaitu pada saat Gentur yang dicari-cari oleh seisi penumpang KM Dobonsolo yang akan mengantarkannya ke Ambon. Gentur seolah menjadi buronan ketika ia mengaku bahwa dirinya adalah seorang Muslim. Tanpa diketahuinya bahwa KM Dobonsolo adalah kapal penyebrangan yang penumpangnya mayoritas Kristiani. Cerita tentang konflik terus berlanjut hingga Gentur sampai menginjakkan kakinya di Ambon dan mengalami beberapa kejadian sampai ia harus diungsikan ke Tulehu. Stereotip menjadi salah satu penyebab konflik multikultur yang diceritakan dalam novel ini. Namun konflik tidak melulu menjadi permasalahan yang diceritakan oleh penulis novel. Sang penulis juga menceritakan tentang proses memperbaiki konflik ke keadaan semula dengan caranya sendiri. Seperti ketika di atas kapal, Gentur dibantu oleh seorang romo yang diam-diam membantu dirinya supaya tetap aman sampai orang-orang tersebut lupa akan keberadaan Gentur di atas kapal. Upaya lainnya adalah dengan sepakbola. Sepakbola digunakan penulis untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antarpemeluk agama Islam dan Kristen. Di sini penulis novel membuat sepakbola menjadi magnet yang menyatukan dua golongan yang bersitegang. Selain itu, sepakbola ia gunakan sebagai alat pencegah anak-anak Tulehu bergabung ke dalam konflik yang semakin berlaru-larut.


(1)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Sebagai novel yang mengangkat cerita tentang konflik, Jalan Lain ke Tulehu menyajikan cerita tentang konflik multikultur yang pernah terjadi di Ambon, Maluku pasca reformasi 1998. Konflik multiultur yang banyak diangkat dalam novel ini adalah permasalahan menegenai stereotip dan prasangka antar kelompok beragama. Pengelompokan Salam-Sarani (Islam dan Kristen) terlihat dalam setiap bagian cerita di novel yang terbagi menjadi lima bagian ini. Di sisi lain, Zen RS sebagai penulis novel juga menceritakan tentang bagaimana sepak bola mampu meredamkan konflik yang tengah terjadi. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa sepak bola adalah magnet yang dapat menarik perhatian dari penjuru dunia tanpa memandang suku, tingkat ekonomi, dan strata sosial. Terlebih seperti yang telah disebutkan dalam novel, bahwa rakyat Maluku sangat fanatik pada sepak bola. Khususnya kepada tim nasional Belanda. Dalam cerita tersebut juga memperlihatkan bagaimana usaha Gentur dan Said menjauhkan anak-anak Tulehu dari setiap kerusuhan akibat konflik dengan sepak bola.

Peneliti melihat bagaimana novel ini menarasikan konflik

multikulturalisme yang memiliki latar tempat kejadian di Ambon, Maluku dengan ringan dan tidak terkesan terburu-buru karena keterbatasan halaman novel. Konflik yang diceritakan pun sangat realistis karena pemilihan bahasa yang


(2)

2 mudah dicerna oleh pembaca. Adapun dalam penelitan mengenai narasi konflik multikulturalisme dalam novel Jalan Lain ke Tulehu ini didapatkan beberapa hasil temuan, pertama berdasarkan unsurnya. Dalam unsur narasi yaitu cerita, dinarasikan dengan cerita yang detail meskipun terbatas pada 292 halaman. Dari segi cerita dan alur, konflik yang terjadi dimunculkan oleh kejadian di masa lalu. Yakni stereotip orang Muslim sebagai kelompok pembakar gereja dan stereotip Kristiani sebagai kelompok yang senang memenggal kepala orang Islam dan pendukung setia RMS. Kedua, berdasarkan strukturnya. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa struktur narasi yang dikembangkan oleh Tzvetan Todorov yang membagi menjadi lima babak, sebagian besar bagian cerita pada novel ini dimulai dari keteraturan di babak pertama yang kemudian

bersinggungan dengan gangguan di babak kedua. Puncak konflik

multikulturalisme, baik tentang stereotip maupun prasangka mencapai puncak di babak ketiga saat gangguan yang dirasa semakin besar dengan kontak langsung antara konflik tersebut dengan si tokoh pada novel. Sedangkan menurut oposisi biner Levi-Strauss atau struktur batinnya, novel ini secara jelas membagi batasan pada Islam (Salam) – Kristen (Sarani), Tulehu – Waai, Anti-RMS – Pro-RMS, Laskar Jihad – Laskar Salib, dan kelompok pembakar gerja – penjagal umat Islam.

Ketiga, Berdasarkan analisis model aktan. Analisis model aktan menjelaskan posisi dan fungsi karakter yang menunjukkan dimana konflik mulai


(3)

terlihat dan relasi antartokohnya. Dilihat dari tiga peristiwa dan aktan utama yang sudah dianalisis menggunakan model aktan terlihat bahwa konflik terjadi dimulai pada saat subjek dipengaruhi oleh pengirim untuk mencapai tujuan atau objek. Secara keseluruhan, multkulturalisme dalam novel ini belum terlihat karena masih terdapat gesekan antar kelompok. Gesekan sensitif permasalahan agama dan kesalahpahaman di masa lalu menjadikan proses multikultur susah diterima oleh masyarakat Ambon yang secara tidak langsung masng-masing dari kedua belah pihak memiliki latar belakang sejarah yang sama.

B. Saran

Setelah mengnalisis narasi konflik multiulturalisme dalam novel Jalan Lain ke Tulehu dan menempatkan dalam kajian ilmah, tentu penulis masih membutuhkan saran untuk membuat penelitian ini menjadi lebih baik. Selain itu juga diharapkan bahwa penelitian-penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode penelitian lain seperti semiotik atau wacana kritis, untuk melihat novel lebih dalam dan apa saja yang ada di balik pembuatan novel ini. Selain itu juga difokuskan pada obyek penelitian yang akan diangkat. Seperti obyek penelitian tentang konflik multikultur maka pembahasannya adalah yang berkaitan dengan konflik multikultur.


(4)

4 bagaimana konflik multikulturalisme di Ambon. Serta bagaimana Tulehu, sebagai negeri sepak bola menyelesaikan konflik dan ketegangan di wilayah tersebut. Namun sebagai pembaca, tentu harus bersikap kritis dengan berbagai informasi yang diperoleh, seperti informasi yang terkandung dalam novel. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai bagian dari media untuk komunikasi massa tentu novel memiliki kepentingan dan tujuan sendiri untuk mempengaruhi pola pikir pembaca. Di sinilah peran pembaca dituntut untuk berpikir terbuka dan tidak secara pasif menerima informasi yang digambarkan dalam cerita.


(5)

Daftar Pustaka

Buku

Eriyanto. 2013. Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media. Jakarta: Kencana.

Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Hidayati, Mega. 2008. Jurang di Antara Kita: Tentang Keterbatasan Manusia dan Problema Dialog dalam Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: Kanisius.

Kastor, Rustam. 2000. Badai Pembalasan Laskar Mujahidin Ambon dan Maluku. Yogyakarta: Wihdah Press.

Liliweri, A. 2005. Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKIS.

Mahfud, Choirul. 2006.Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mulyana, Deddy & Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Komunikasi Antarbudaya: Panduan

Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Samovar, Larry A, Porter, Richard E & McDaniel, Edwin R. 2010. Komunikasi Lintas Budaya Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Sobur, Alex. 2014. Komunikasi Naratif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sukmono, Filosa Gita & Junaedi, Fajar. 2014. Komunikasi Multkultur. Yogyakarta: Buku Litera.


(6)

WS, Hasanuddin dkk. 2007. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Percetakan Angkasa.

Jurnal

Herlina, Waluyo Herman J., Nugraheni Eko. 2013 Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia (Kajian Sosiologi Sastra, Resepsi Pembaca, dan Nilai Pendidikan). Jurnal Pendidikan dan Sastra. Volume 1, No.1 hal.85-96. Jurnal.pasca.uns.ac.id

Heru, Saputra SP. 2011. Menelisik Putri Cina, Mengeluhkesahkan Multikuluralisme. Jurnal Fakultas Sastra Universitas Jember Vol.35 No.1-Januari.

Setyobudi, Imam dan Alkaf Mukhlas. 2011. Kendala Multikulturlisme di Indonesia; Analisis Diakronis dan Sinkronis. MUDRA Jurnal Seni Budaya halaman 201-210 Vol.26 No.2 Juli

Somantrie, Hermana. 2011. Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural. Jurnal Pendidikan dan kebudayaan Vol.17 No.6 November.

Suroso. 2014. Muticulturalism in Indonesian Novels as a Culture-Uniting Device. Mediterranean Journal of Social Sciences Vol.5 No.22. Rome-Italy: MCSER Publishing.

Sumber Lain