STRATEGI NARATIF DALAM PENGGAMBARAN KONFLIK IDEOLOGIS PADA NOVEL KAMBING DAN HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN

STRATEGI NARATIF DALAM PENGGAMBARAN KONFLIK IDEOLOGIS PADA NOVEL KAMBING DAN HUJAN KARYA MAHFUD IKHWAN

The Narrative Strategy in Representation of Ideological Conflict in Mahfud Ikhwan’s Novel Kambing dan Hujan

Hilda Septriani, Aquarini Priyatna, Amaliatun Saleha

Program Studi Magister Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran Jalan Ir. Soekarno Km. 21, Jatinangor-­‐Sumedang 45363, Indonesia Telepon/Faksimile (022) 87920401, Pos-­‐el: septrianihilda@yahoo.co.id

(Naskah Diterima Tanggal 24 Februari 2017—Direvisi Akhir Tanggal 18 April 2017—Disetujui Tanggal 23 April 2017)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengungkap strategi naratif dalam penggambaran konflik ide-­‐ ologis antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah serta negosiasi antartokoh yang ditam-­‐ pilkan di dalam novel Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan. Masalah yang dibahas adalah bagaimanakah strategi naratif untuk menggambarkan konflik ideologis antara NU dan Muhammadiyah serta bagaimanakah negosiasi ideologis antartokoh ditampilkan di dalam novel. Teori yang digunakan adalah teori strategi naratif yang dikemukakan oleh Mieke Bal (1997) dan Fludernik (2009). Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menggambarkan konflik ideologis antara NU dan Muhammadiyah da-­‐ lam novel digunakan strategi naratif melalui narator, fokalisasi, alur, dan latar. Konflik ideologis muncul karena adanya ketidaksamaan praktik-­‐praktik keagamaan yang dilakukan oleh para to-­‐ koh sebagai representasi anggota kelompok NU dan Muhammadiyah di dalam novel. Pada akhir-­‐ nya, berbagai negosiasi ditampilkan dalam teks melalui representasi tokoh yang berafiliasi dengan NU dan Muhammadiyah untuk meredam konflik ideologis di antara keduanya.

Kata-­‐Kata Kunci: novel; strategi naratif; konflik ideologis

Abstract: This research aims at conveying narrative strategy in depicting ideological conflict between Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah, and negotiations among the characters in Kambing dan Hujan novel written by Mahfud Ikhwan. The problem-­‐discussed in this study is how the narrative strategy depicts ideological conflicts between NU and Muhammadiyah and how ideological negotiations of those characters are depicted in the novel. The theory is the theory of narrative strategy proposed by Mieke Bal (1997) and Fludernik (2009). This study uses a qualitative descriptive method. The result shows that to describe the ideological conflicts between NU and Muhammadiyah, the novel uses narrative strategies through narrator, vocalization, plots and setting. Ideological conflicts arise because there is inequality of religious practices performed by the characters appearing in the novel as a representation of both adherents of NU and Muhammadiyah. At the end, any kind of negotiation is displayed through the representation of the characters affiliated with NU and Muhammadiyah to diminish the ideological conflict between them.

How to Cite: Septriani, H., Priyatna A., Saleha A. (2017). Strategi Naratif dalam Penggambaran Konflik Ideologis pada Novel Kambing dan Hujan Karya Mahfud Ikhwan. Atavisme, 20 (1), 68-­‐83 (doi: 10.24257/atavisme.v20i1.301. 68-­‐83)

Permalink/DOI: http://doi.org/10.24257/atavisme.v20i1.301.68-­‐83

68 © 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

Hilda Septriani, et al/Atavisme, 20 (1), 2017, 68-­‐83

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

69

PENDAHULUAN

Istilah ‘ideologi’ pada awalnya dikemu-­‐ kakan oleh Cabanis, Destutt de Tracy dan teman-­‐temannya di Perancis. Ideologi di-­‐ pahami sebagai konsep yang terdapat pada setiap alasan seseorang ketika me-­‐ lakukan sesuatu dalam kehidupan seha-­‐ ri-­‐hari. Louis Althusser (1971:159) ber-­‐ argumentasi dengan mengemukakan bahwa ideologi adalah sistem gagasan dan representasi yang mendominasi pe-­‐ mikiran seseorang atau sebuah kelom-­‐ pok sosial. Althusser juga melihat ideo-­‐ logi selalu bersifat menginterpelasi indi-­‐ vidu menjadi subjek (individu yang me-­‐ lakukan pekerjaan) konkret dalam kese-­‐ hariannya. Individu yang terpengaruh ideologinya, akhirnya mewujudkan diri sebagai subjek konkret untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh ideologi terse-­‐ but.

Keberadaan ideologi juga dapat di-­‐ identifikasi melalui penyebarannya ke seluruh tatanan. Segala tatanan yang menjadi alat ideologi disebut Althusser sebagai aparatus. Aparatus kemudian ju-­‐

ga dapat menjelma melalui institusi-­‐in-­‐ stitusi yang menopang kekuasaan suatu negara dengan mengacu pada pengkla-­‐ sifikasian jenis aparatus tersebut. Althusser (1971:144) membaginya ke dalam dua kategori yaitu Aparatus Ideo-­‐ logi Negara (Ideology State Apparatus/ ISA) dan Aparatus Represi Negara (Re-­‐ pressive State Apparatus/RSA). Adapun institusi yang berfungsi sebagai ISA yaitu ISA agama, ISA pendidikan, ISA keluarga, ISA hukum, ISA politik (sistem politik, termasuk partai-­‐partai yang berbeda), ISA serikat-­‐buruh, ISA komunikasi (pers, radio, dan televisi, dan seterusnya), dan

ISA budaya (sastra, seni, olahraga, dan seterusnya).

Beragam aparatus tersebut ber-­‐ fungsi pada ranahnya masing-­‐masing, termasuk ISA agama yang hadir dalam masyarakat dengan menjelma melalui

organisasi atau lembaga keagamaan yang mapan. Salah satu karya sastra yang menggambarkan sistem ideologi melalui organisasi sosial keagamaan dan menampilkan negosiasi ideologis adalah novel Kambing dan Hujan yang ditulis oleh Mahfud Ikhwan. Novel ini diterbit-­‐ kan pertama kali oleh Bentang di Yogya-­‐ karta pada tahun 2015 dan menarik per-­‐ hatian para pembaca karena berhasil di-­‐ nobatkan sebagai pemenang pertama sa-­‐ yembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2014 dan menjadi nominasi Kusa-­‐ la Sastra Khatulistiwa untuk kategori prosa tahun 2015. Novel Kambing dan Hujan menghadirkan kisah cinta Miftahul, yang di dalam novel kerap di-­‐ panggil “Mif” dan Fauzia. Keduanya di-­‐ gambarkan tinggal di Desa Centong. Pembacaan yang mendalam menunjuk-­‐ kan hubungan yang lebih kompleks yak-­‐ ni konflik ideologis antara NU dan Muhammadiyah yang direpresentasikan oleh kedua tokoh tersebut. Mif dan Fauzia juga digambarkan tidak saling mengenal sebelumnya karena Mif dibe-­‐ sarkan dalam keluarga Islam modernis yang lekat sekali dengan kelompok Muhammadiyah, sedangkan Fauzia di-­‐ bentuk oleh keluarga Islam ortodoks yakni NU. Fauzia dan Mif yang ditampil-­‐ kan sebagai warga Desa Centong menya-­‐ dari adanya hambatan besar yang ber-­‐ potensi menghalangi niat mereka untuk menikah. Ada perbedaan ideology. Mif dibesarkan di Masjid Utara yang berafi-­‐ liasi dengan Muhammadiyah, sedangkan Masjid Selatan yang membentuk Fauzia berafiliasi dengan NU.

Perbedaan antara kelompok NU dan Muhammadiyah yang sangat terasa di

Jawa Timur dan Jawa Tengah disebab-­‐ kan kedua kelompok keagamaan terse-­‐ but berkembang cukup pesat di daerah-­‐ daerah tersebut. Perkembangan itu sa-­‐ ngat potensial menimbulkan konflik. Di-­‐ sebutkan dalam penelitian Alfandi

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

(2013:114) bahwa pergesekan antara NU dan Muhammadiyah tidak akan ter-­‐ lalu terasa di luar Jawa Timur dan Jawa Tengah. Hal ini yang mendasari pemilih-­‐ an latar tempat dalam novel memiliki si-­‐ si ideologis tersendiri, yaitu untuk meng-­‐ hubungkan kerangka cerita yang dapat menunjukkan perbedaan dalam praktik keagamaan antara kedua ormas Islam tersebut.

Novel Kambing & Hujan karya Mahfud Ikhwan pernah diteliti oleh Chintia Frastica (2016) dengan judul skripsi “Representasi Toleransi antara Muhammadiyah dan NU dalam Novel Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan” pada Program Studi Sastra In-­‐ donesia, Universitas Padjadjaran. Di da-­‐ lam penelitian ini dibahas representasi toleransi antara NU dan Muhammadiyah yang digambarkan dalam novel Kambing dan Hujan dengan menggunakan teori strukturalisme, sosiologi sastra, dan re-­‐ presentasi. Hasil penelitiannya menun-­‐ jukkan bahwa pada akhirnya para tokoh di dalam novel saling bertoleransi me-­‐ lalui sikap-­‐sikap yang dilakukannya.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Abdul Karim Wirawan (2017) dengan judul skripsi “Nilai Trilogi Islam dalam Novel Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan” pada Program Studi Sastra In-­‐ donesia, Universitas Negeri Malang. Pe-­‐ nelitian Wirawan berfokus untuk meng-­‐ ungkapkan nilai-­‐nilai agama Islam yang berupa keislaman, keimanan, dan keih-­‐ sanan yang ditampilkan di dalam novel. Dengan bertumpu pada sosiologi sastra, penelitian ini berupaya menunjukkan perwujudan nilai-­‐nilai keislaman, ke-­‐ imanan dan keihsanan yang tergambar dalam novel dengan cara mendirikan sa-­‐

lat, membayar zakat, mengerjakan pua-­‐ sa, percaya kepada Tuhan, percaya ke-­‐ pada Rasulullah, bersedekah, bersabar, dan bertakwa.

Berangkat dari penelusuran peneli-­‐ tian yang telah dilakukan sebelumnya,

dapat diketahui bahwa konflik dan nego-­‐ siasi ideologis antara NU dan Muhammadiyah yang ditampilkan da-­‐ lam novel Kambing dan Hujan ini belum pernah diteliti secara khusus dengan menggunakan strategi naratif. Oleh se-­‐ bab itu, tulisan ini diharapkan dapat tu-­‐ rut berkontribusi dalam diskusi menge-­‐ nai konflik dan negosiasi ideologis anta-­‐ ra NU dan Muhammadiyah yang ditam-­‐ pilkan dalam teks sastra.

Sebagai karya sastra yang tergolong teks naratif dalam menggambarkan isu

yang diusungnya, novel Kambing dan Hujan juga dilengkapi dengan strategi narasi yang saling berkelindan. Oleh ka-­‐ rena itu, masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Bagai-­‐ manakah strategi naratif bekerja untuk menggambarkan konflik ideologis anta-­‐ ra NU dan Muhammadiyah dalam novel? (2) Bagaimanakah negosiasi ideologis antartokoh ditampilkan di dalam novel? Tujuan penelitian ini adalah: pertama, untuk menunjukkan strategi naratif yang bekerja dalam penggambaran konflik ideologis NU dan Muhammadiyah dalam novel; kedua, untuk menampilkan nego-­‐ siasi ideologis antartokoh yang dihadir-­‐ kan di dalam novel.

Untuk membahas masalah tersebut, penulis menggunakan teori strategi na-­‐ ratif yang dipaparkan oleh Mieke Bal (1997) dan Fludernik (2009). Selain itu, juga digunakan teori terkait ideologi yang dikemukakan oleh Althusser (1971). Berkenaan dengan teks naratif, karya sastra termasuk menjadi bagian di dalamnya yang dilengkapi dengan narasi yang saling berelasi. Fludernik (2009:2) menguraikan bahwa narasi dipahami se-­‐ bagai sebuah teks tertulis atau lisan yang memberikan informasi tentang suatu ke-­‐ jadian, peristiwa atau rangkaian peristi-­‐ wa yang dihubungkan secara kronologis. Strategi naratif juga dipahami sebagai teknik yang digunakan untuk mengisah-­‐ kan cerita. Analisis terhadap narasi Untuk membahas masalah tersebut, penulis menggunakan teori strategi na-­‐ ratif yang dipaparkan oleh Mieke Bal (1997) dan Fludernik (2009). Selain itu, juga digunakan teori terkait ideologi yang dikemukakan oleh Althusser (1971). Berkenaan dengan teks naratif, karya sastra termasuk menjadi bagian di dalamnya yang dilengkapi dengan narasi yang saling berelasi. Fludernik (2009:2) menguraikan bahwa narasi dipahami se-­‐ bagai sebuah teks tertulis atau lisan yang memberikan informasi tentang suatu ke-­‐ jadian, peristiwa atau rangkaian peristi-­‐ wa yang dihubungkan secara kronologis. Strategi naratif juga dipahami sebagai teknik yang digunakan untuk mengisah-­‐ kan cerita. Analisis terhadap narasi

tokoh di dalam narasi. Narator juga tidak Jahn (2005:20) menyebutkan bahwa

ada dalam cerita sebagai aktor. Charac-­‐ strategi naratif dalam teks membedakan

ter-­‐bound narrator adalah tokoh di da-­‐ dua hal yakni apa itu narasi (cerita) dan

lam cerita yang menuturkan dan mengi-­‐ bagaimana narasi itu diceritakan (pence-­‐

sahkan tentang dirinya sendiri. Pada ritaan). Cerita adalah rangkaian peristi-­‐

prinsipnya, perbedaan antara extern nar-­‐ wa yang bergerak logis dan runut, se-­‐

rator dan character-­‐bound narrator ter-­‐ dangkan definisi penceritaan adalah cara

letak pada objek penceritaannya yakni yang digunakan untuk menyampaikan

narator yang menceritakan orang lain sebuah cerita.

dan narator yang bercerita tentang diri-­‐ Melalui analisis strategi naratif yang

nya sendiri.

didukung dengan pembahasan terkait Selanjutnya, dasar perbedaan antara dengan ideologi organisasi sosial keaga-­‐

narator dan fokalisator adalah perspektif maan Islam di dalam novel Kambing dan

dari siapa yang melihat dan siapa yang Hujan karya Mahfud Ikhwan ini, maka

menuturkan cerita. Pengertian fokalisa-­‐ dapat ditampilkan narasi-­‐narasi yang

tor adalah seseorang yang mengarahkan merepresentasikan adanya konflik ideo-­‐

sudut pandang di dalam teks naratif. Fo-­‐ logis antara NU dan Muhammadiyah.

kalisasi menekankan dari pandangan Adapun dalam penelitian ini, strategi na-­‐

siapa suatu tuturan tersebut dan apa ratif yang dibahas meliputi narator, foka-­‐

yang dikemukakannya. Bal (1997:142-­‐ lisator, teknik penceritaan alur kilas ba-­‐

146) menambahkan bahwa fokalisasi di-­‐ lik (retroversion), dan latar yang muncul

identifikasi sebagai hubungan antara secara dominan di dalam novel.

penglihatan dengan objek yang dilihat Bal (1997:19) memaparkan penger-­‐

dan dirasakan atau hubungan antara tian narator yang menjadi elemen paling

penglihatan dengan agen yang melihat-­‐ sentral dalam menganalisis teks naratif.

nya dan juga objek yang dilihat. Fokalisa-­‐ Narator dipahami sebagai pembicara

si dimunculkan dengan tujuan tertentu. atau seseorang yang menjadi suara

Bila fokalisator sama dengan seorang to-­‐ (voice) di dalam wacana naratif. Narator

koh di dalam narasi, maka secara teknis merupakan agen yang berkomunikasi

tokoh itu lebih beruntung jika diban-­‐ dengan penerima (pembaca) yang me-­‐

dingkan tokoh-­‐tokoh lainnya. Hal ini di-­‐ ngatur rencana dan menentukan apa

karenakan pembaca yang turut melihat yang harus dikatakan atau bagaimana

melalui pandangan tokoh itu pada prin-­‐ cara penyampaiannya di dalam narasi.

sipnya cenderung menerima visi tokoh Keberadaan narator dapat dianalisis hu-­‐

tersebut. Luxemburg (1991:132) juga bungannya dengan fokalisator, tetapi ha-­‐

menjelaskan bahwa proses pengamatan nya narator yang bercerita melalui medi-­‐

atau fokalisasi merupakan suatu proses um bahasa yang kemudian menjadi na-­‐

yang sangat bergantung pada keduduk-­‐ rasi di dalam teks.

an orang yang mengamati. Pengamatan Penjelasan terkait jenis narator yang

seseorang tergantung dari sekian ba-­‐ lebih spesifik dikemukakan oleh Bal

nyak faktor sehingga mustahil mencapai (1997:22) bahwa terdapat dua kategori

konsep objektivitas yang diharapkan. narator, yaitu extern narrator (narator

Menurut Bal (1997:150), teknik fo-­‐ orang ketiga atau serba tahu) dan cha-­‐

kalisasi dibagi ke dalam dua kategori yai-­‐ racter-­‐bound narrator (narator orang

tu character-­‐bound focalization dan ex-­‐ pertama). Extern narrator adalah nara-­‐

tern focalization. Character-­‐bound focali-­‐ tor yang tidak pernah merujuk secara

zation adalah fokalisasi yang terikat

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print) © 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

ristiwa dalam cerita yang memiliki sifat yang lain. Selain itu, terdapat pula kasus

kewaktuan temporal sebagai pola yang yang menampilkan berbagai tokoh ber-­‐

majemuk dan memiliki hubungan kausa-­‐ hadapan dengan peristiwa yang sama.

litas atau sebab akibat. Fludernik Teknik ini dapat memberikan hasil yang

(2009:5) menjelaskan bahwa alur dalam objektif terhadap semua tokoh, jika foka-­‐

narasi dibagi menjadi tiga bagian utama lisasi berada pada satu karakter melalui

yakni bagian awal (beginning), tengah tokoh dalam narasi. Kelemahan CF ini

(middle), dan akhir (end). Ketiga bagian adalah rentan dengan pembatasan dan

tersebut tidak harus selalu ditampilkan biasnya objek fokalisasi. Sementara itu,

secara berurutan karena susunan yang extern focalization adalah agen tidak di-­‐

diubah-­‐ubah mungkin saja terjadi. Na-­‐ kenal yang disituasikan di luar cerita, na-­‐

mun yang harus diperhatikan adalah mun berfungsi menjadi fokalisator.

struktur logis dan kronologis dari urutan Analisis latar digunakan dalam pe-­‐

kejadian yang digambarkan harus tetap nelitian ini untuk melihat relevansi

disesuaikan.

penggambaran konflik antara NU dan Penggambaran konflik dalam cerita Muhammadiyah pada novel Kambing

juga tidak selalu ditampilkan secara ber-­‐ dan Hujan. Bal (1997:133) menguraikan

urutan dari awal ke akhir. Hal ini ber-­‐ latar sebagai salah satu elemen dalam

kaitan dengan pemilihan strategi naratif narasi. Latar juga merujuk pada posisi

yang dapat dimulai secara flashback atau topologi dan dunia yang melingkupi para

berdasarkan alur mundur. Teks narasi tokoh dalam cerita. Sebuah cerita harus

sah-­‐sah saja diawali dengan medias res memiliki kejelasan tempat berlangsung-­‐

yang artinya pembaca diterjunkan ke te-­‐ nya peristiwa. Pengarang memilih latar

ngah-­‐tengah pusaran peristiwa di bagian tertentu dalam karyanya dengan mem-­‐

awal novel. Genette (1983:40) menyebut pertimbangkan unsur-­‐unsur watak para

alur mundur dengan sebutan analepsis tokohnya dan persoalan atau tema yang

yaitu kejadian yang diceritakan sering-­‐ digambarkannya.

kali diidentifikasi sebagai bagian dari Nurgiyantoro (2013:217) juga me-­‐

suatu ingatan dan kadang-­‐kadang juga nambahkan bahwa fungsi latar dapat

bertujuan untuk menjelaskan kejadian menjadi pijakan cerita secara konkret

yang saling berhubungan. Di samping dan jelas. Persoalan latar tempat dapat

itu, penceritaan secara kilas balik dapat menggambarkan peristiwa yang terjadi

diidentifikasi dari penggambaran kejadi-­‐ di dalam cerita dan berguna untuk mem-­‐

an sebelumnya atau yang telah terjadi. berikan perbedaan karakteristik dan ke-­‐

Dalam teknik ini, tokoh mengingat-­‐ingat san realistis kepada pembaca. Selain des-­‐

kejadian sebelumnya dengan tujuan un-­‐ kripsinya, hal yang menentukan keber-­‐

tuk menjelaskan kejadian-­‐kejadian tidak hasilan suatu latar ialah dapat diidenti-­‐

terduga yang berkaitan dengan masa se-­‐ fikasi dari cara bagaimana pengarang

karang.

memadukan tokoh-­‐tokohnya di dalam Bal (1997:95) menggunakan istilah cerita yang bersesuaian dengan peran

retroversion dan anticipation untuk me-­‐ mereka dalam kerangka latar yang di-­‐

nerangkan waktu yang digunakan dalam tampilkan.

sebuah narasi. Retroversion yang dimak-­‐ Di samping itu, bahasan mengenai

sud oleh Bal adalah teknik penceritaan alur juga diperlukan dalam penelitian ini

melalui alur mundur yang ditampilkan untuk membantu memaparkan perma-­‐

dalam cerita. Anticipation merupakan salahan yang dikaji. Menurut Sayuti

kebalikan dari retroversion, yaitu teknik

72 © 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

penceritaan di dalam teks melalui alur maju. Fungsi sebuah retroversion sering-­‐ kali berguna untuk menerangkan sesua-­‐ tu, misalnya memberikan informasi-­‐in-­‐ formasi pelengkap yang lebih menjelas-­‐ kan masa kini. Di bagian awal novel da-­‐ pat diceritakan pokok cerita secara lang-­‐ sung. Dalam retroversion, penyajian rangkaian peristiwa juga dapat dihadir-­‐ kan dari masa silam. Pemilihan retrover-­‐ sion diperbolehkan dalam teknik pence-­‐ ritaan selama unsur logis dan kronolo-­‐ gisnya tetap dipertahankan. Setelah membaca teks secara keseluruhan, pem-­‐ baca dapat mengindikasi urutan waktu yang digambarkan dalam cerita dengan tepat.

METODE

Metode yang digunakan dalam peneliti-­‐ an ini adalah deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk pemenuhan kebu-­‐ tuhan dalam memecahkan masalah yang sedang dianalisis dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan data yang muncul. Objek penelitian ini adalah karya sastra yang berupa novel berjudul Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan sebagai data primer. Da-­‐ ta yang ada di dalam teks dapat diana-­‐ lisis melalui kata, frasa, kalimat, atau pa-­‐ ragraf yang dapat memberikan informa-­‐ si mengenai penggambaran konflik dan negosiasi ideologis antara NU dan Muhammadiyah dalam novel. Pengum-­‐ pulan data dilakukan dengan metode pustaka melalui teknik baca, simak dan catat. Kemudian dibuat klasifikasi berda-­‐ sarkan karakteristik data yang dibutuh-­‐ kan. Oleh karena itu, selain metode ana-­‐ lisis data maka harus dilakukan juga in-­‐ terpretasi terhadap data berupa kutipan dan potongan dialog yang terdapat pada teks.

Setelah melakukan pembacaan mendalam, elemen narasi yang turut berperan dalam menggambarkan kon-­‐ flik dan negosiasi ideologis NU dan

Muhammadiyah dalam novel dapat di-­‐ analisis melalui strategi naratif yang di-­‐ kemukakan oleh Mieke Bal (1997) dan Fludernik (2009) serta dilengkapi de-­‐ ngan teori ideologi yang dipaparkan oleh Althusser (1971). Diskusi mengenai per-­‐ masalahan yang dibahas di dalam novel dilakukan dengan mengkaji data melalui narator, fokalisator, teknik penceritaan alur kilas balik (retroversion), dan latar. Analisis tersebut penting untuk menge-­‐ tahui secara menyeluruh informasi ter-­‐ kait konflik dan negosiasi ideologis yang ditampilkan oleh novel Kambing dan Hu-­‐ jan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini dipaparkan konflik dan negosiasi ideologis antara NU dan Muhammadiyah yang dihadirkan dalam novel Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan. Para tokoh yang direpresentasi-­‐ kan menjadi anggota organisasi sosial keagamaan NU maupun Muhammadiyah di dalam cerita digambarkan hidup sa-­‐ ling berdampingan dan berbaur di Desa Centong. Perselisihan yang terjadi di an-­‐ tara anggota ormas Islam tersebut pada teks dikarenakan adanya relasi yang di-­‐ bangun dalam kehidupan bermasyara-­‐ kat. Berbagai perbedaan yang muncul dalam pelaksanaan praktik keagamaan di antara tokoh-­‐tokoh yang ditampilkan berafiliasi dengan NU dan Muhammadi-­‐ yah berkembang menjadi konflik yang dilatarbelakangi oleh sistem ideologi mereka yang variatif. Perihal tersebut terejawantah melalui legitimasi pemben-­‐ tukan organisasi yang didirikan dengan berbasiskan sosial keagamaan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Althusser (1971:145) bahwa ISA juga di-­‐ pahami sebagai perangkat ideologis yang menjalankan fungsinya melalui ide-­‐ ologi yang ditanamkan pada diri indivi-­‐ du, termasuk di dalamnya ISA keluarga, ISA agama, dan ISA pendidikan. Selain itu, ideologi dapat bekerja lebih halus Pada bagian ini dipaparkan konflik dan negosiasi ideologis antara NU dan Muhammadiyah yang dihadirkan dalam novel Kambing dan Hujan karya Mahfud Ikhwan. Para tokoh yang direpresentasi-­‐ kan menjadi anggota organisasi sosial keagamaan NU maupun Muhammadiyah di dalam cerita digambarkan hidup sa-­‐ ling berdampingan dan berbaur di Desa Centong. Perselisihan yang terjadi di an-­‐ tara anggota ormas Islam tersebut pada teks dikarenakan adanya relasi yang di-­‐ bangun dalam kehidupan bermasyara-­‐ kat. Berbagai perbedaan yang muncul dalam pelaksanaan praktik keagamaan di antara tokoh-­‐tokoh yang ditampilkan berafiliasi dengan NU dan Muhammadi-­‐ yah berkembang menjadi konflik yang dilatarbelakangi oleh sistem ideologi mereka yang variatif. Perihal tersebut terejawantah melalui legitimasi pemben-­‐ tukan organisasi yang didirikan dengan berbasiskan sosial keagamaan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Althusser (1971:145) bahwa ISA juga di-­‐ pahami sebagai perangkat ideologis yang menjalankan fungsinya melalui ide-­‐ ologi yang ditanamkan pada diri indivi-­‐ du, termasuk di dalamnya ISA keluarga, ISA agama, dan ISA pendidikan. Selain itu, ideologi dapat bekerja lebih halus

rita yang dapat saja merupakan salah sa-­‐ ologis.

tu tokoh di dalam novel ataupun berada Dengan beragam gagasan ideologi

di luar narasi tersebut. yang diturunkan melalui tatanan yang

Cerita di dalam novel juga ditutur-­‐ sudah mapan tersebut, ketidaksamaan

kan dengan sangat menonjol secara kilas dalam pemikiran dan aktivitas keagama-­‐

balik atau flashback. Dengan teknik pen-­‐ an yang dilakukan oleh para tokoh seba-­‐

ceritaan tersebut, terdapat strategi un-­‐ gai anggota NU maupun Muhammadiyah

tuk menempatkan tokoh Fauzan dan tumbuh menjadi konflik yang tidak da-­‐

Iskandar di dalam novel saat menggam-­‐ pat dihindari. Akan tetapi, di dalam novel

barkan perselisihan yang sudah berlang-­‐ Kambing dan Hujan juga dihadirkan ne-­‐

sung sejak lama di antara dua ormas be-­‐ gosiasi ideologis untuk meredam konflik

sar Islam yang mereka ikuti yaitu NU tersebut, walaupun negosiasi yang di-­‐

dan Muhammadiyah. Tokoh Fauzan di-­‐ gambarkan tidak semuanya berhasil. Da-­‐

tampilkan sebagai representasi kelom-­‐ ri berbagai negosiasi ideologis yang di-­‐

pok NU yang sekaligus menjadi ayahnya tampilkan, dapat diargumentasikan bah-­‐

Fauzia, sementara itu tokoh Iskandar wa novel menawarkan penggambaran

merupakan ayah Mif yang juga berafilia-­‐ pernikahan antara Mif dan Fauzia seba-­‐

si dengan kelompok Muhammadiyah. gai upaya rekonsiliasi NU dan

Stereotipe yang muncul dan dikait-­‐ Muhammadiyah melalui kisah percinta-­‐

kan dengan NU adalah kolot dan konven-­‐ an. Permasalahan utama yang dikemu-­‐

sional, sedangkan modern dan pembaru kakan tersebut dikupas dengan teori

selalu dihubung-­‐hubungkan dengan ge-­‐ strategi naratif dan didukung dengan

Muhammadiyah (Mujahid, pembahasan ideologi yang telah dipa-­‐

rakan

2013:10). Di dalam novel, perbedaan pe-­‐ parkan di bagian pendahuluan. Hasil pe-­‐

mikiran yang terbentang di antara dua nelitian ini menunjukkan aspek-­‐aspek

kelompok sosial keagamaan tersebut yang meliputi narator, fokalisator, alur

memengaruhi tindakan yang dilakukan kilas balik (retroversion), dan latar juga

oleh para tokoh yang digambarkan men-­‐ turut menunjukkan konflik dan negosi-­‐

jadi anggota NU dan Muhammadiyah. asi

ideologis antara

NU

dan

Muhammadiyah di dalam novel secara

“Dua hari sebelumnya, Cak Ali dan ka-­‐

dominan.

mi, murid-­‐murid mengajinya, menolak ikut terlibat membantu penyelenggara-­‐

Pola Penuturan Narator sebagai Re-­‐

an tayuban di kuburan. (Itu salah satu

presentasi Konflik Ideologis antara acara rutin untuk merayakan tanggal 1

Syura pada masa itu). Kami sedang si-­‐

NU dan Muhammadiyah

buk membersihkan masjid, begitu alas-­‐

Di dalam novel Kambing dan Hujan, na-­‐

an yang kami berikan kepada para

rasi lebih banyak diceritakan oleh tokoh

orang tua. Tapi, alasan sebenarnya ka-­‐

Fauzan (yang akrab dipanggil Mat atau

rena kami berpendapat merayakan 1

Moek) dan Iskandar. Selain Fauzia dan

Syura itu bid’ah”

Mif, kedua tokoh tersebut juga berpe-­‐

(Ikhwan, 2015:45).

ngaruh dalam menuturkan cerita karena awal mula narasi digambarkan melalui

Kutipan data tersebut mencermin-­‐ suara mereka. Keberadaan narator da-­‐

kan tuturan yang diungkapkan di masa lam teks menjadi penting untuk meng-­‐

lalu dengan ditandai oleh frasa “pada identifikasi siapa yang sedang bercerita.

masa itu”. Narator dalam kalimat terse-­‐ Sebagaimana dijelaskan oleh Bal

but adalah Iskandar yang juga mewakili

74 © 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

75

suara kelompoknya

yaitu

Muhammadiyah. Secara eksplisit, nara-­‐ tor tengah mengungkapkan perbedaan pandangan kelompoknya dengan NU dalam merayakan tanggal 1 Syura dalam kalender Islam. Di dalam novel Kambing dan Hujan, golongan NU masih mempe-­‐ ringati ritual dalam merayakan 1 Syura dengan mengadakan tayuban di kubur-­‐ an. Pemeliharaan tradisi yang dilakukan oleh “para orang tua” di dalam sitasi ter-­‐ sebut merujuk pada NU. Oleh karena itu, Iskandar yang menjadi narator intern menguraikan penolakannya untuk ikut tayuban di kuburan karena menurut ke-­‐ lompok mereka kegiatan tersebut tergo-­‐ long pada bid’ah dan tidak jelas asal usul penyelenggaraannya. Melalui perbedaan pemikiran yang berkenaan dengan pe-­‐ mahaman ajaran agama Islam tersebut dapat dianalisis bahwa eksistensi ISA agama dapat diidentifikasi dalam berba-­‐ gai bentuk sistem praktik beragama yang dijalankan oleh masing-­‐masing anggota kelompok sosial keagamaan NU maupun Muhammadiyah. Ada landasan keyakinan yang menganjurkan setiap anggotanya untuk melaksanakan apa yang telah diajarkan dan diwariskan se-­‐ cara turun-­‐temurun. Hal ini juga didu-­‐ kung

oleh penjelasan Althusser (1971:159) terkait dengan ideologi yang terdapat pada setiap alasan individu me-­‐ lakukan sesuatu, termasuk melaksana-­‐ kan aktivitas keagamaan.

Soon (2008:82) menjelaskan bahwa Muhammadiyah mendasari ajarannya dengan bersumber pada Alquran dan hadis. Hal ini kemudian menjadikan para tokoh yang digambarkan sebagai ang-­‐ gota Muhammadiyah mempunyai pers-­‐ pektif bahwa sesuatu atau kegiatan yang dilakukan oleh anggota NU seringkali mengombinasikan unsur tradisi dan bu-­‐ daya dengan keagamaan. Oleh karena itu, golongan Muhammadiyah di dalam cerita menganggap para orang tua, alim ulama dan kaum santri banyak yang

melakukan bid’ah atau perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah-­‐ kan ritual yang sebelumnya tidak diajar-­‐ kan di zaman Rasulullah. Akan tetapi, ar-­‐ gumentasi yang dikemukakan oleh Iskandar, Cak Ali dan para anggota Muhammadiyah di dalam novel juga mendapatkan reaksi keras dari repre-­‐ sentasi tokoh lain yang tergabung dalam kelompok NU.

“Siapa yang baik? Seperti apa yang ber-­‐ takwa? Di mata orang-­‐orang seperti Cak Ali-­‐mu itu, yang tidak sama de-­‐ ngannya adalah yang tidak benar, yang salah, yang sesat. Apa-­‐apa yang lama adalah tidak takwa, kafir, musyrik” (Ikhwan, 2015:209).

Narator dalam kutipan tersebut se-­‐ cara lugas meresistensi pemikiran yang tertanam pada orang-­‐orang golongan Muhammadiyah. Penuturan tersebut di-­‐ ucapkan oleh Fauzan yang sekaligus menjadi sahabat akrab Iskandar. Namun, ketika beranjak dewasa, persahabatan mereka harus dipertaruhkan karena ke-­‐ tidaksamaan pemikiran dalam menja-­‐ lankan praktik keagamaan, walaupun masih dalam satu agama yang sama yai-­‐ tu Islam.

Pada awal cerita dipaparkan bahwa hanya ada golongan NU di Desa Centong tersebut, tetapi setelah kedatangan Cak Ali, dominasi NU tersebut terbagi ke da-­‐ lam kelompok Muhammadiyah, terma-­‐ suk di dalamnya terdapat Iskandar dan teman-­‐temannya. Fauzan yang menge-­‐ nal Iskandar sejak kecil sangat menya-­‐ yangkan keputusan Iskandar untuk ikut berguru pada Cak Ali. Tuturan narator tersebut juga semakin mempertegas adanya segmentasi antara kaum tua dan kaum pembaru. Fauzan berusaha untuk memberikan perspektif lain kepada Iskandar terkait perbedaan aktivitas ke-­‐ agamaan yang dilakukan oleh kelompok NU

seharusnya tidak dimaknai

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-­‐5215 (Online), ISSN 1410-­‐900X (Print)

menyimpang oleh kelompok Cak Ali dan Iskandar. Perselisihan yang dihadirkan di antara keduanya menjadi lebih kom-­‐ pleks ketika masing-­‐masing anggota ke-­‐ lompok saling mengkritik.

“Kalian singkirkan beduk dari masjid karena menganggapnya bid’ah, lalu membawa masuk pengeras suara dan menyebutnya

sebagai

kemajuan.

Konyol” (Ikhwan, 2015:347)

“Kalau rukyat itu lebih utama, kenapa kalian lihat jam kalau mau shalat lima waktu? Itu hasil hisab, tahu? Lucu” (Ikhwan, 2015:347)

Pada narasi kalimat pertama, di-­‐ gambarkan yang bertutur adalah tokoh yang menjadi representasi kelompok NU yaitu Fauzan, sementara itu pada kutip-­‐ an kedua, naratornya adalah Iskandar yang mewakili golongan Muhammadi-­‐ yah di dalam cerita. Melalui pandangan kedua narator tersebut, friksi yang di-­‐ hadirkan menjadi lebih rumit ketika ma-­‐ sing-­‐masing kubu saling memberikan kritik. Hal ini mendasari konflik ideologis yang terjadi antara NU dan Muhammadi-­‐ yah dalam melaksanakan praktik keaga-­‐ maan seperti penghitungan waktu salat dan menggunakan pengeras suara di masjid. Kaum Muhammadiyah yang ter-­‐ kenal sebagai pembaru dan mengikuti perkembangan zaman sangat terbuka terhadap kemajuan teknologi sehingga cara berdakwah mereka juga diimbangi dengan peralatan yang modern. Di sam-­‐ ping itu, Muhammadiyah menggunakan ilmu falak (ilmu yang mempelajari per-­‐ hitungan benda-­‐benda angkasa seperti bulan, bumi, dan matahari) untuk meng-­‐ hitung waktu salat, jatuhnya tanggal 1 Ramadan, 1 Syawal dan sebagainya. Se-­‐ mentara itu, kelompok NU yang dido-­‐ minasi oleh orang-­‐orang tua seperti alim ulama dan santri di dalam novel digam-­‐ barkan masih konvensional dan

sederhana dalam menjalankan praktik ibadah. Namun, jumlah kelompok NU yang masih menjadi mayoritas di Desa Centong dalam cerita tersebut dapat menjadi bukti kesetiaan para pengikut-­‐ nya sejak lama.

Penggambaran konflik ideologis yang terjadi antara NU dan Muhammadi-­‐ yah di dalam novel dengan menganalisis masing-­‐masing naratornya mencermin-­‐ kan respons dari tokoh yang bukan ter-­‐ masuk pada kelompok tersebut. Hal ini sejalan dengan penjelasan Fludernik (2009:26) yang menyatakan bahwa na-­‐ rator dalam sebuah novel dapat mem-­‐ berikan kesan atau pendapat kepada te-­‐ man bicaranya. Selain itu, keberadaan narator juga dapat berpindah-­‐pindah da-­‐ ri satu tokoh ke tokoh lain. Oleh karena itu, perselisihan dan argumentasi antara Fauzan dan Iskandar dalam tuturan ce-­‐ rita tersebut semakin memperjelas kon-­‐ flik yang dihadirkan terkait dengan ideo-­‐ logi mereka dalam meyakini ajaran-­‐ajar-­‐ an kelompoknya yaitu NU maupun Muhammadiyah.

Fokalisasi

sebagai

Representasi Konflik Ideologis antara NU dan Muhammadiyah

Teknik fokalisasi dalam narasi berupaya untuk menggunakan pandangan fokali-­‐ sator terhadap suatu peristiwa yang di-­‐ sajikan (Bal, 1997:142). Adapun perbe-­‐ daan narator dan fokalisator menghasil-­‐ kan kesan atau perspektif lain terhadap peristiwa yang sedang ditampilkan. Peran fokalisator dalam narasi Kambing dan Hujan dapat turut menghadirkan representasi konflik ideologis yang ada di dalam novel antara NU dan Muhammadiyah. Berbagai peristiwa yang disajikan di dalam cerita seringkali dihadirkan melalui cara pandang fokali-­‐ sator terhadap suatu objek tertentu, mi-­‐ salnya terkait perbedaan dalam mengu-­‐ capkan niat salat, metode penentuan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal, cara Teknik fokalisasi dalam narasi berupaya untuk menggunakan pandangan fokali-­‐ sator terhadap suatu peristiwa yang di-­‐ sajikan (Bal, 1997:142). Adapun perbe-­‐ daan narator dan fokalisator menghasil-­‐ kan kesan atau perspektif lain terhadap peristiwa yang sedang ditampilkan. Peran fokalisator dalam narasi Kambing dan Hujan dapat turut menghadirkan representasi konflik ideologis yang ada di dalam novel antara NU dan Muhammadiyah. Berbagai peristiwa yang disajikan di dalam cerita seringkali dihadirkan melalui cara pandang fokali-­‐ sator terhadap suatu objek tertentu, mi-­‐ salnya terkait perbedaan dalam mengu-­‐ capkan niat salat, metode penentuan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal, cara

hayakan persatuan umat Islam. Anggap-­‐ penting untuk dianalisis narasi yang

an itu muncul karena perbedaan yang menunjukkan fokalisasi sebagai repre-­‐

tercermin melalui praktik-­‐praktik keaga-­‐ sentasi konflik ideologis antara NU dan

maan yang dilakukan oleh tokoh yang di-­‐ Muhammadiyah. Kejadian-­‐kejadian yang

tampilkan sebagai warga Muhammadi-­‐ dihadirkan di dalam teks berimplikasi

yah di dalam novel, contohnya terkait terhadap perselisihan yang terjadi di an-­‐

dengan niat salat yang tidak diucapkan, tara kedua ormas besar Islam tersebut.

tidak menggunakan qunut, larangan Friksi tersebut digambarkan karena ada-­‐

membaca selawat di antara azan dan nya anggapan yang menyimpang terha-­‐

ikamah, pembacaan zikir dan wirid yang dap

diucapkan dengan singkat, pelan, dan Muhammadiyah di Desa Centong.

kemunculan

gerakan

bahkan hanya diucapkan di dalam hati. Representasi ketidaksamaan fikih dalam

“Orang itu, Ali-­‐nya itu adalah bagian da-­‐

beribadah disinyalir membuat anggota

ri persiapannya. Ia tidak berusaha me-­‐

kelompok NU dan Muhammadiyah di

nutupi bahwa orang yang diceritakan-­‐

dalam novel senantiasa berbeda penda-­‐

nya itu membenci orang-­‐orang macam

pat. Tidak hanya itu, konflik ideologis

kami, atau paling tidak tak menyukai