TA : Pembuatan Film Dokumenter Kehidupan Masyarakat Samin Berjudul "The Voice Truth".

(1)

PEMBUATAN FILM DOKUMENTER KEHIDUPAN

MASYARAKAT SAMIN BERJUDUL

“ THE VOICE OF TRUTH…”

Nama : Nur Widiyani kusuma Dewi

NIM : 08.51016.0105

Program Studi : DIV Komputer Multimedia

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER SURABAYA

2013

STIKOM


(2)

viii

ABSTRAK

PEMBUATAN FILM DOKUMENTER KEHIDUPAN MASYARAKAT SAMIN BERJUDUL “ THE VOICE OF TRUTH…”

Nur Widiyani Kusuma Dewi(2008)

Program Studi DIV Komputer Multimedia, STIKOM

Kata kunci: Film Dokumenter, Kehidupan Samin, kebudayaan dan Tradisi

Banyak nya sineas Indonesia yang berminat membuat film dokumenter, di lihat dari diselenggarakannya ajang-ajang kompetisi film dokumenter seperti FFD (festifal film dokumenter), ProDokumenter (Project Dokumenter) dan Eagle Award Menurut (Susan Hayward, 1996 : 72) pada buku nya Key Concept in cinema Studies, film dokumenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas. Film yang akan dibuat dalam Tugas Akhir ini adalah Film Dokumenter yang berdurasi kurang dari 14 menit mengangkat kehidupan masyarakat Samin di desa Klopodhuwur kecamatan Banjarjo Kabupaten Blora.

Pemilihan film dokumenter tentang masyarakat Samin ini dipilih, dikarenakan Banyak nya opini masyarakat mengenai masyarakat Samin yang di nilai sebagai Wong nyleneh atau orang aneh, hal ini film dokumenter sangat di perlukan untuk meperlihatkan realita mengenai masyarakat Samin di kehidupan sehari-hari yang memiliki tradisi dan kebudayan. Tidak hanya visual gambar nya saja, narasumber di perlukan untuk memberikan informasi yang akurat dan penambahan V.O (voice over) di dalam film dokumenter.

STIKOM


(3)

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Manfaat ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Film ... 6

2.2 Jenis-jenis Film ... 6

2.3 Film Dokumenter ... 7

2.4 Sejarah Film Dokumenter ... 8

2.5 Definisi Film Dokumenter ... 9

2.6 Proses Pembuatan Film Dokumenter ... 12

2.6.1Proses Pra Produksi ... 12

2.6.2 Proses Produksi……….. 13

2.6.3 Pasca Produksi……… 15 Halaman

STIKOM


(4)

xii

2.7 Sejarah Samin ... 15

2.7.1 Pokok-Pokok Ajaran Saminisme……… 18

2.7.2 Ajaran Kebatinan……… 19

2.7.3 Ajaran Politik……….. 21

2.8 Kitab Suci Masyarakat Samin ... 22

2.9 Simbol Identitas ... 23

2.9.1 Bahasa………. 23

2.9.2 Pakaian………... 24

2.9.3 Pernikahan……….. 24

2.10 Masyarakat Samin Di Masa Sekarang……….... 25

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA………… 26

3.1 Metodologi ... 26

3.2 Tahap Analisa Karya ... 29

3.2.1 Study Eksisting ... 29

3.2.2 SWOT ... 30

3.3 STP ... 31

3.4 Perancangan Karya 32

3.4.1 Pra Produksi 32

3.4.2 Produksi 39

3.4.3 Pasca Produksi………. 41

3.5Publikasi………. 41

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA ... 44

STIKOM


(5)

xiii

4.1 Pra Produksi ... 44

4.2 Produksi ... 47

4.3 Pasca Produksi ... 50

BAB V PENUTUP ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

BIODATA PENULIS ... 60

LAMPIRAN ... 61

STIKOM


(6)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyak nya sineas Indonesia yang berminat membuat film dokumenter, di lihat dari diselenggarakannya ajang-ajang kompetisi film dokumenter seperti FFD (festifal film dokumenter), ProDokumenter (Project Dokumenter) dan Eagle Award. Film dokumenter dikenal kan John Grierson pada tahun 1926. Menurut (Susan Hayward, 1996 : 72) pada buku nya Key Concept in cinema Studies, film dokumenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas. Film yang akan dibuat dalam Tugas Akhir ini adalah Film Dokumenter yang berdurasi kurang dari 14 menit mengangkat kehidupan masyarakat Samin di desa Klopodhuwur keca-matan Banjarjo Kabupaten Blora.

Pada buku “ kearifan Lokal Samin di Blora “ ( 1999: 12) Masyarakat Samin muncul akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial belanda yang sewenang-wenang. Perlawanan masyarakat Samin yang di pelopori oleh Samin Surosentiko tidak dilaksanakan secara fisik tetapi dengan cara ngegendeng atau gila menentang terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap belanda misal nya tidak mau membayar pajak, kerja paksa dan membuat jalan. Menurut penuturan mbah Lasio salah satu bentuk perlawanan masyarakat Samin terhadap pemerintah kolonial belanda dilakakukan dengan cara pura-pura gila, misalnya saat mereka ditanya dari mana, maka mereka akan menjawab dari

STIKOM


(7)

belakang karena kalau mengatakan yang sebenarnya mereka akan ditangkap dan di introgasi oleh kolonial Belanda.

Faktor sejarah gerakan perlawanan Belanda dengan cara berprilaku aneh seperti orang gila inilah yang membuat image orang Samin sampai saat ini masih membekas dalam ingatan masyarakat, sehingga anggapan yang berkembang ada-lah ‘orang samin merupakan orang “nyeleneh’. Orang tidak melihat sisi lain dari apa yang telah dilakukan gerakan saminisme. Sebagai sebuah gerakan penen-tangan pemerintahan kolonial Belanda.

Dalam ajaran Samin atau yang disebut dengan sikep terdapat keunikan pada prilaku kehidupan terkait dengan prilaku positif masyarakat samin dalam tindakan terhadap lingkungan alam dan sesama manusia di sekitarnya. Masyrakat Samin memiliki ciri-ciri khusus yang menjadi identitas mereka dalam penampilan sehari-hari yang berbeda dengan masyarakat lain di sekitar nya, identitas itu ter-lihat dari simbol pakaian bagi kaum laki-laki memakai baju lengan panjng hitam ,celana selutut dan memakai iket/udeng kepala sedangkan bagi kaum perempuan memakai kebaya. Selain itu Simbol identitas masyarakat Samin terlihat pada ba-hasa sehari-hari yang mereka gunakan.

Film Dokumenter Kehidupan masyarakat Samin berjudul “ The voice of truth, film ini menceritakan kehidupan masyarkat Samin yang masih teguh meles-tarikan tradisi dan menerapkan ajaran dari pendahulunya di kehidupan zaman sekarang.

Pemilihan film dokumenter tentang masyarakat Samin ini dipilih, dikare-nakan Banyak nya opini masyarakat mengenai masyarakat Samin yang di nilai

STIKOM


(8)

sebagai Wong nyleneh atau orang aneh, hal ini film dokumenter sangat di perlukan untuk meperlihatkan realita mengenai masyarakat Samin di kehidupan sehari-hari yang memiliki tradisi dan kebudayan. Tidak hanya visual gambar nya saja, narasumber di perlukan untuk memberikan informasi yang akurat di dalam film dokumenter.

Dalam pembuatan film dokumenter ini dimulai dengan Pra produksi den-gan memiliki konsep yang ingin menonjolkan dari sisi ceritanya dan juga untuk memberikan penyampain informasi yang jelas memberikan tambahan voice over untuk menceritakan alur certa yang disampaikan. Pada Post produksi melakukan editing akan meliputi pemberian transisi, musik, tone warna, dan juga pemberian backsound pada film ini.

Berdasarkan pemikiran diatas pembuatan film dokumenter kehidupan masyarakat Samin yang berjudul “The voice of truth…” ini bertujuan untuk mem-berikan pengetahuan kepada para penonton Tentang masyarakat Samin melalui kehidupan sehari-harinya Selain mengangkat kehidupan masyarakat Samin, film ini juga mengangkat sejarah yang nanti nya akan menjadi sebuah tali penghubung antara para narasumber didalamnya. Penggunaan V.O atau Voice Over juga di-masukkan ke dalam film tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah yang akan dikaji, yaitu: : Bagaimana membuat film dokumenter tentang kehidupan masyarakat Samin berjudul the voice of truth …”?

STIKOM


(9)

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka batasan masalah dalam Pembuatan film dokumenter kehidupan masyarakat Samin berjudul “ The Voice of truth ...” ini sebagai berikut:

1. Membuat film dokumenter dengan durasi + 14 menit.

2. Lokasi di desa Klopoduwur kecamatan Banjarjo Kabupaten Blora.

3. Membuat film dokumenter yang menceritakan tentang kehidupan, sejarah dan tradisi masyarakat Samin.

4. Menggunakan voice over dan narasumber dalam film dokumenter.

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk membuat film dokumenter kehidupan masyarakat Samin di desa Klopodhuwur kecamatan banjarjo kabupaten blora.

2. Untuk pembenaran pandangan masyrarakat mengenai masyarakat Samin.

1.5 Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang ingin dicapai dalam pembuatan film dokumenter ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat untuk kalangan akademis baik mahasiswa ataupun pengamat perfilman, dapat dijadikan referensi tambahan dan masukan-masukan untuk

STIKOM


(10)

melakukan kajian penelitian film dokumenter tentang masyarakat Samin se-bagai salah satu identitas kebudayaan Jawa Timur.

2. Manfaat Praksis

Menunjukkan pembenaran pandangan masyrakat luar mengenai kehidupan budaya dan tradisi masyarakat Samin yang sebenar nya melalui film doku-menter.

STIKOM


(11)

6

2.1 Film

Istilah film awalnya dimaksudkan untuk menyebut media penyimpan gambar atau biasa disebut Celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh lapisan kimiawi peka cahaya. Ada banyak sekali literature yang menjelaskan film, berdasarkan banyak pengertian yang akhirnya mengerucut pada suatu pengertian yang universal. Menurut buku yang berjudul ”5 Hari Mahir Membuat Film” (Javandalasta, 2011: 1), dijelaskan bahwa film adalah rangkaian gambar yang bergerak membentuk suatu cerita atau juga bisa disebut Movie atau Video

2.2 Jenis-Jenis Film

Dalam pembuatan film, memiliki sebuah idealisme dalam menentukan tema untuk “membungkus” cerita agar dapat diterima oleh penontonnya, agar penonton dapat memahami jenis film apa yang mereka lihat. Dalam buku 5 Hari Mahir Membuat Film oleh Panca Javandalasta (2011), adapun beberapa jenis-jenis film yang biasa diproduksi untuk berbagai keperluan, antara lain:

1. Film Dokumenter

Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumi-ere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan untuk pembuatan film dan kritikus film asal Inggris John

STIKOM


(12)

Grierson untuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson ber-pendapat, dokumenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas (Su-san Hayward, 1996: 72) dalam buku Key Concepts in Cinema Studies. In-tinya, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran, pendidikan, propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

2. Film Pendek

Yang dimaksud film pendek di sini menurut Panca Javandalasta (2011: 2) yaitu, sebuah karya film cerita fiksi yang berdurasi kurang dari 60 menit. Di berbagai Negara, film pendek dijadikan laboraturium eksperimen dan batu loncatan bagi para film maker untuk memproduksi film panjang.

3. Film Panjang

Menurut Panca Javandalasta (2011: 3), Film Panjang adalah film cerita fiksi yang berdurasi lebih dari 60 menit. Umumnya berkisar antara 90-100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Be-berapa film, misalnya Dance With Wolves, bahkan berdurasi lebih dari 120 menit. Film-film produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit.

2.3 Film Dokumenter

Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumi-ere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan (travelogues) yang dibuat sekitar tahun 1890an. Tiga puluh enam tahun kemudian, kata ‘dokumenter’ kembali digunakan untuk pembuatan film dan kritikus film asal Inggris John Grierson un-tuk film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Grierson berpendapat, dokumenter

STIKOM


(13)

merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas (Susan Hayward, 1996: 72) da-lam buku Key Concepts in Cinema Studies. Intinya, film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran, pendidikan, propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

2.4 Sejarah Singkat Film Dokumenter

Dalam buku Gerzon R. Ayawaila menjelaskan, Pada tahun 1877, Muy-bridge bekerja sama dengan John D. Issacs seorang insinyur mencoba kembali dengan menggunakan 24 kamera foto yang disejajarkan kemudian kamera-kamera tersebut dihubungkan dengan alat elektronik batere. Dan percobaan ini pun ber-hasil karena dengan baik gerakan kuda dapat terlihat walau dengan menggunakan kamera foto.

Pada tahun 1888 Louis Aime Augustin Le Prince (Louis Le Prince) men-dokumentasikan atau merekam suatu adegan untuk pertama kalinya menggunakan kamera film (single lens camera projector). Film yang dibuatnya adalah URound-hay Garden scene yang menggambarkan sekumpulan orang di Inggris berjoget disebuah taman yang bernama taman Roundhay. Dan film ini dianggap sebagai film pertama yang dibuat oleh manusia dengan menggunakan kamera film.

Pada tahun 1895, Lumiere brothers yaitu dua bersaudara yang bernama Auguste Marie Louise Lumiere dan Louis Jean Lumiere dikatakan sebagai pelopor film dokumenter.Lewat proyektor ciptaan mereka, Lumiere Bersaudara memutar film dokumenter buatan mereka diberbagai tempat. Era film komersil dimulai pada

STIKOM


(14)

masa lumiere bersaudara. Dimana mereka dianggap sebagai pelopor awal usaha bioskop keliling yang memutar film-film nonfiksi dan film pendek.

2.5 Definisi Film Dokumenter

Bila dilihat secara umum dokumenter sendiri sebenarnya adalah salah satu bagian dari tema dalam genre film.SedangkanSecara khusus, film dokumenter sendiri dikenal sebagai sebuah media yang bersifat propaganda pemerintah.sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke masa. Sejak era film bisu, film dokumenter berkembang dari bentuk yang sederhana menjadi semakin kom-pleks dengan jenis dan fungsi yang semakin bervariasi.Inovasi teknologi kamera dan suara memiliki peran penting bagi perkembangan film dokumenter itu sendiri. Menurut Gerzon R. Ayawaila (2009) dalam bukunya menjelaskan, film doku-menter adalah film yang mendokumentasikan atau mempresentasikan kenyataan. Artinya apa yang kita rekam memang berdasarkan fakta yang ada, namun da-lam penyajiannya kita juga dapat memasukan pemikiran-pemikiran kita.

Hal ini mengacu pada teori-teori sebelumnya seperti, Stave Blandford, Barry Grant dan Jim Hillier, dalam buku The Film Studies Dictionary menya-takan bahwa film dokumenter memiliki subyek yang berupa masyarakat, peristi-wa, atau situasi yang benar-benar terjadi didunia realita dan di luar dunia sinema. Kesimupulannya film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan atau mempresentasikan kenyataan.Artinya film dokumenter menampilkan kembali fak-ta yang ada dalam suatu kehidupan dengan berbagai sudut pandang yang diam-bil.Gerzon juga menyebutkan, dalam pembuatan film dokumenter gaya atau

ben-STIKOM


(15)

tuk dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar. Pembagian ini merupakan ringkasan dari aneka ragam bentuk film dokumenter yang berkembang sepanjang sejarahnya antara lain :

1. Expository

Dokumenter dalam kategori ini, menampilkan pesannya kepada penonton secara langsung, baik melalui presenter ataupun dalam bentuk narasi. Kedua bentuk tersebut tentunya akan berbicara sebagai orang ketiga kepada penonton secara langsung (ada kesadaran bahwa mereka sedang menghadapi penonton atau banyak orang). Mereka juga cenderung terpisah dari cerita dalam film. Mereka cenderung memberikan komentar terhadap apa yang sedang terjadi dalam adegan, ketimbang menjadi bagian darinya.perilaku komunikasi.

2. Pesan atau point of view (sudut pandang)

Dokumenter dalam katogori ini dikolaborasi lebih pada sound track ketimbang visual.Jika pada film fiksi gambar disusun berdasarkan kontinuitas waktu dan tempat yang berasaskan aturan tata gambar, maka pada dokumenter yang ber-bentuk expository, gambar disusun sebagai penunjang argumentasi yang disampaikan oleh narasi atau komentar presenter.Itu sebabnya, gambar disusun berdasarkan narasi yang sudah dibuat dengan prioritas tertentu.

3. Observatory atau Direct Cinema dan Free Cinema

Suatu teori dan konsep pendekatan film dokumenter yang dianggap mampu mempertengahkan realita visual secara sederhana dan apa adanya, karena dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter sesuai re-alita (Gerzon 2008:15). Aliran ini muncul sebagai bentuk ketidakpuasan para

STIKOM


(16)

pembuat film dokumenter terhadap model sebelumnya.Pendekatan yang bersi-fat observasi ini utamanya ingin merekam kejadian secara spontan, natural dan tidak dibuat-buat.Itu sebabnya, pendekatan ini menekankan pada kegiatan shooting yang informal tanpa tata lampu khusus ataupun persiapan-persiapan yang telah dirancang sebelumnya.Kekuatan mereka adalah kesabaran untuk menunggu kejadian-kejadian yang signifikan berlangsung di hadapan kamera. 4. Reflexive

Berbeda dengan kaum observer yang cenderung tidak mau melakukan inter-vensi dan cenderung menunggu krisis terjadi, kalangan Cinema verite justru secara aktif melakukan intervensi dan menggunakan kamera sebagai alat pem-icu untuk memunculkan krisis.Dalam aliran ini, pembuat film cenderung secara sengaja memprovokasi untuk memunculkan kejadian-kejadian tak ter-duga.perilaku komunikasi.Cinema verite tidak percaya kalau kehadiran ka-mera tidak mempengaruhi penampilan keseharian subjek, walaupun sudah di-usahakan tidak tampil dominan. Menurut mereka, kehadiran pembuat film dan kameranya pasti akan mengganggu keseharian subjek. Tidak mungkin subjek tidak memperhitungkan adanya kehadiran orang lain dan kamera. Subjek pasti memiliki agenda-agenda mereka sendiri terkait dengan keterlibatan mereka dalam proses pembuatan dokumenter tersebut. Oleh karenanya, ketimbang be-rusaha membuat subjek lengah terhadap kehadiran pembuat film dan kamera. Dipergunakanlah kamera sebagai alat provokasi

STIKOM


(17)

2.6 Proses Pembuatan Film Dokumenter

Dalam pembuatan film dokumenter pada dasarnya sama dengan pembuatan film pada umumnya. Dalam buku Dokumenter dari Ide sampai Produksi karya Gerzon R. Ayawaila (2008:77).dijelaskan bahwa proses pembuatan film doku-menter terbagi menjadi tiga bagian pra-produksi, produksi dan pasca produksi.

2.6.1 Proses Pra - Produksi

Dalam pembuatan film dokumenter yang didasari oleh realita atau fakta perlihal pengalaman hidup atau seorang mengenai peristiwa. Untuk mendapatkan suatu ide, dibutuhkan kepekaan dokumetaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta dengan cara melakukan riset atau observasi.

Pendekatan pada subyek merupakan proses penting yang dimulai sejak riset hingga syuting nantinya. metode riset yang dilakukan seorang dokumnetaris bukanlah melalui pengumpulan kuisoner atau angket yang biasa dilakukan dalam suatu penelitian sosial, namun seorang dokumentaris harus terjun langsung dan berkomunikasi dengan subjeknya Gerzon (2008:54).

1. Wawancara terpimpin

Dalam wawancara ini pertayaan ini diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun.

2. Wawancara bebas

Pada wawancara ini terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden tapipewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. 3. Wawancara bebas terpimpin

STIKOM


(18)

Wawancara ini merupakan perpaduan antara wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Dalam pelaksanaannya pewawancara membuat pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.

2.6.2 Proses Produksi

Pada tahap ini sangat dibutuhkan pemahan dari ilmu sinematro-grafi.Dimana disesuaikan oleh kebutuhan dokumenter. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain :

1. Tata kamera

Dalam penataan kamera secara teknik yang perlu diperhatikan salah satunya ada-lah camera angle atau sudut kamera. Menurut gerzon, dalam pemilihan sudut pandang kamera dengan tepat akan mempertinggivisualisasi dramatik darisuatu cerita. Sebaliknya jika pengambilan sudut pandang kamera dilakukan dengan serabutan bisamerusak dan membingungkan penonton, karena makna bisa jadi tidak tertangkap dan sulitdipahami.Oleh karena itu penentuan sudut pandang ka-mera menjadi faktor yang sangat pentingdalam membangun cerita yang berkesinambungan.

Panca Javandalasta (Javandalasta, 2011: 25) menjelaskan tipe angel kamera di bagi menjadi 2 jenis antara lain :

1) Angle Kamera Objektif

Adalah kamera dari sudut pandang penonton outsider, tidak dari sudut pandang pemain tertentu. Beberapa sudut obeyektif yang dipakai pada saat pengambilan gambar, antara lain:

STIKOM


(19)

2) Angle Kamera Subyektif

Kamera dari sudut pandang penonton yang dilibatkan, misalnya melihat ke penonton. Atau dari sudut pandang pemain lainnya dalam suatu ade-gan. Angle kamera subyektif dilakukan dengan beberapa cara:

a) Kamera berlaku sebagai mata penonton untuk menempatkan mereka dalam adegan,sehingga dapat menimbulkan efek dramatik.

b) Kamera berganti-ganti tempat dengan seseorang yang berada dalam gambar. Penonton bisa menyaksikan suatu hal atau ke-jadian melalui mata pemain tertentu. Penonton akan mengala-mi sensasi yang sama dengan pemain tertentu.

c) Kamera bertindak sebagai mata dari penonton yang tidak kelihatan.

3) Angle kamera point of view

Yaitu suatu gabungan antara obyektif dan subyektif yang merekam ade-gan dari titik pandang pemain tertentu. Angle kamera p.o.v diambil sedekat shot obyektif dalam kemampuan meng-approach sebuah shot subyektif, dan tetap obyektif. Kamera ditempatkan pada sisi pemain subyektif, sehingga memberi kesan penonton beradu pipi dengan pemain yang di luar layar.

STIKOM


(20)

2.6.3 Pasca Produksi

Pasca produksi merupakan salah satu tahap akhir dari proses pembuatan film. Tahap ini dilakukan setelah tahap produksi film selesai dilakukan. Menurut

Naratama dibuku Menjadi Sutradara Televisi (2004: 213), Pasca Produksi adalah penyelesaian akhir dari produksi. Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas seperti pengeditan film atau cut to cut proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan mood berdasarkan konsep cerita yang telah dibuat, disini memasukan voice over sangat berperan, pengoreksian warna, dan musik latar hingga

2.7 Sejarah Samin

Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randub-latung Kabupaten Blora.Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajekwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.

STIKOM


(21)

Gambar 2.7 Pendiri ajaran samin (sumber: Wikipedia.org)

Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengmbangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora.Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya.Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan aja-rannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tid-ak membahaytid-akan keberadaan pemerintah kolonial. Pada tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang terse-bar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin ber-jumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was se-hingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.

Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL, dengan gelar Prabu Panembahan

Suryan-STIKOM


(22)

galam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko di-tangkap oleh radenPranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah didi-tangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914.

Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan perge-rakan Samin.Wongsorejo, salah satu pengikut Samin menyebarkan ajarannya didistrik Jawa, Madiun.Di sini orang-orang Desa dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial.Akan tetapi Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.

Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah sa-tu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsi-yah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati tahun 1912, pengikut Samin coba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi men-galami kegagalan.Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebab-kan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikdisebab-kan Pajak, bahdisebab-kan di daerah Pur-wodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan Poli-si, demikian juga di Distrik Balerejo Madiun.

Di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak. Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap

STIKOM


(23)

pemerintah Kolonial terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh

Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang ber-judul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama Raden Ko-har , adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Pemerintah Ko-lonial Belanda dengan cara lain.

2.7.1 Pokok-pokok ajaran Saminisme

Pokok ajaran sikep adalah sebagai berikut:

• Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.

• Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jan-gan suka mengambil milik orang.

• Bersikap sabar dan jangan sombong.

• Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggal-kan pakaiannya.

STIKOM


(24)

• Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan ada un-sur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.

2.7.2 Ajaran Kebatinan

Menurut warga Samin di Desa klopodhuwor, Samin Surosentiko dapat menulis dan membaca aksara Jawa, hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa buku peninggalan Samin Surosentiko yang diketemukan buku-buku peninggalan Samin Surosentiko disebut “SERAT JAMUSKALIMOSODO”.

Isi dari buku serat jamuskalimosodo yaitu Serat Uri-uri Pambudi, tentang pemeliharaan tingkah laku manusia yang berbudi.Ajaran kebatinan Samin surosentiko adalah perihal manunggaling kawulo Gusti atau sangkan paraning dumadi. Menurut Samin Surosentiko , perihal manunggaling kawulo Gusti itu dapat diibaratkan sebagai rangka umanjing curiga ( tempat keris yang meresap masuk ke dalam kerisnya )

Dalam buku Serat Uri-uri Pambudi diterangkan sebagai berikut : Tempat keris yang meresap masuk dalam kerisnya mengibaratkan ilmu ke-Tuhan-an. Hal ini menunjukkan pamor (pencampuran) antara mahkluk dan Khaliknya yang benar-benar sejati. Bila mahkluk musnah, yang ada hanyalah Tuhan (Kha-lik).Senjata tajam merupakan ibarat campuran yang menunjukkan bahwa seperti itulah yang disebut campuran mahkluk dan Khaliknya.Sebenarnya yang di-namakan hidup hanyalah terhalang oleh adanya badan atau tubuh kita sendiri yang terdiri dari darah, daging dan tulang. Hidup kita ini, yang menghidupinya adalah

STIKOM


(25)

yang sama-sama menjadi pancer (pokok) kita. Hidup yang sejati itu adalah hidup yang menghidupi segala hal yang ada di semesta alam.

Pemakaian kata yang sederhana tersebut oleh Samin Surosentiko dikan-dung maksud agar ajarannya dapat dimengerti oleh murid-muridnya yang umumnya adalah orang desa yang terkena kerja paksa. Menurut Samin Surosen-tiko, tugas manusia di dunia adalah sebagai utusan Tuhan. Jadi apa yang dialami oleh manusia di dunia adalah kehendak Tuhan.

Menurut perjanjian, manusia adalah pesuruh Tuhan di dunia untuk menambah kendahan jagad raya.Dalam hubungan ini masyarakat harus menyadari bahwa mereka hanyalah sekedar melaksanakan perintah.Oleh karena itu apabila manusia mengalami kebahagiaan dan kecelakaan, sedih dan gembira, sehat dan sakit, semuanya harus diterima tanpa keluhan, sebab manusia terikat dengan per-janjiannya.

Manusia hidup di dunia ini harus mematuhi hukum Tuhan, yaitu me-mahami pada asal-usulnya masing-masing.Samin Surosentiko juga mengajarkan pengikutnya untuk berbuat kebajikan, kejujuran dan kesabaran.Murid-muridnya dilarang mempunyai rasa dendam.

Ajaran di atas dalam tradisi lisan di desa Klophodhuwur dikenal sebagai 'angger-angger pratikel '(hukum tindak tanduk), angger-angger pengucap (hukum berbicara), serta angger-angger lakonana (hukum perihal apa saja yang perlu di-jalankan). Hukum yang pertama berbunyi Aja dengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, aja kutil jumput, mbedog colong.Maksudnya, warga samin dilarang

ber-STIKOM


(26)

hati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang.

2.7.3 Ajaran Politik

Dalam ajaran politiknya Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk melawan Pemerintahan Koloniak Belanda. Hal ini terwujud dalam sikap :

1. Penolakan membayar pajak 2. penolakan memperbaiki jalan 3. penolakan jaga malam (ronda) 4. penolakan kerja paksa/rodi

Samin Surosentiko juga memberikan ajaran mengenai kenegaraan yang tertuang dalam Serat Pikukuh Kasajaten, yaitu sebuah Negara akan terkenal dan disegani orang serta dapat digunakan sebagai tempat berlindung rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.

Dalam salah satu ceramahnya yang dilakukan tanah lapang Desa Bapan-gan Blora, pada malam Kamis legi, 7 Pebruari 1889 yang menyatakan bahwa tanah Jawa adalah milik keturunan Pandawa. Keturunan Pandawa adalah keluarga Majapahit.Sejarah ini termuat dalam Serat Punjer Kawitan.Atas dasar Serat Punjer Kawitan itulah, Samin Surosentiko mengajak pengikut-pengikutnya untuk mela-wan Pemerintah Belanda. Tanah Jawa bukan milik Belanda. Tanah Jawa adalah tanah milik ? wong Jawa ?. Oleh karena itulah maka tarikan pajak tidak

dibayar-STIKOM


(27)

kan.Pohon-pohon jati di hutan ditebangi, sebab pohon jati dianggap warisan dari leluhur Pandawa.

Tentu saja ajaran itu menggegerkan Pemerintahan Belanda, sehingga Pemerintah Belanda melakukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin aja-ran Samin. Geger Samin atau Pergerakan Samin yang dipimpin oleh Samin Surosentiko sebenarnya bukan saja desebabkanoleh faktor ekonomis saja, akantetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain.pemberontakan melawan Pemerintahan Kolonial Belanda didasarkan pada kebudayaan Jawa yang religius.

Ajaran Samin Surosentiko bukanlah ajaran yang pesimitis, melainkan aja-ran yang penuh kreatifitas dan kebeaja-ranian. Ajaaja-ran-ajaaja-rannya tidak hanya tersebar didaerah Blora saja, tetapi tersebar di beberapa daerah lainnya, seperti : Bojonego-ro, Tuban, Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati, Rembang, Kudus, Brebes, dan lain-lain.

2.8 Kitab Suci Masyarakat Samin

Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai aga-ma, masyarakat Samin juga memiliki “kitab suci”. “Kitab suci“‘ itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Ka-witan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dim-uliakan oleh orang Samin. Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (penguku-han kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisitembang, yaitu suatu gen-repuisitradisionalkesusasteraanJawa. Dengan mempedomani kitab itulah, orang

STIKOM


(28)

Samin hendak membangun sebuah negarabatin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah “Lakonana sabar trokal.Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni.

2.9 Simbol Identitas

Simbol identitas ini menunjukkan kekhasan masyarakat Samin tampak cir-ri-ciri yang berbeda dengan masyarakat lain. Simbol identitas ini dapat men-imbulkan rasa kesatuan yang dapat diteliti mengandung unsur-unsur rasa kepribadian kelompok atau masyarakat. Simbol identitas yang membedakan dengan masyarakat lain itu, dapat berupa bahasa, pakaian, cara-cara hidup atau adat istiadat, tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya

Masyarakat Samin memiliki symbol identitas secara konkrit dapat dilihat dari bahasa yang digunakan sehari-hari, adat istiadat atau tradisi, juga pakaian yang biasa mereka kenakan

2.9.1 Bahasa

Bahasa masyarakat Samin tidak mengenal tingkat bahasa jawa seperti ba-hasa jawa kromo, baba-hasa jawa madya, baba-hasa jawa ngoko.masyarakat samin tidak membeda-bedakan siapapun, manusia hidup mempunyai kedudukan atau ting-katan yang sama. Dalam pergaulan hidup siapa saja mereka menyebutnya sedu-luran (saudara). Masyarakat Samin menggunakan bahasa jawa lugu yakni bahasa jawa yang sederhana atau bersahaja.Mereka tidak mau mempelajari atau menggunakan bahasa selain bahasa jawa.Menurut pemikiran mereka orang jawa

STIKOM


(29)

itu harus berbahasa jawa, karena itu tidak sepantas nya orang jawa berbahasa as-ing. Dalam pikiran mereka orang asing itu (Belanda) .

2.9.2 Pakaian

Bentuk pakaian masyrakat Samin menunjukan pada umumnya pakian yang digunakan orang jawa di pedesaan, yang bekerja sebagai petani. Pakain masyara-kat samin dapat digambarkan baju lengan panjang tidak memakai kerah(gulon) seperti potongan baju “ koko” warna hitam. Celana kolor ukuran panjang sampai dibawah tempurung lutut(dengkul) warna hitam. Kelengkapan bila mengenakan kelengkapan pakaian laki-laki mengenakan ikat kepala.Untuk pakain wanita ben-tuknya kebaya.

2.9.3 Pernikahan

Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja Tama” (anak yang mulia). Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang temanten laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : "Sejak Nabi Ad-am pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan nama.... Saya berjanji setia kepadanya.Hidup bersama telah kami jalani ber-dua."Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi masyarakat Ssamin.

STIKOM


(30)

2.10 Masyarakat Samin Di Masa Sekarang

Situasi sekarang tidaklah sama dengan pemerintahan Kolonial belanda berkuasa.masyarakat Samin juga mengalami perubahan.Mereka pada umumnya sudah menyesuaikan dengan masyrakat sekitar yang tinggal dalam suatu komuni-tas, tetapi ajaran-ajran dari Samin Surosentiko tetap mereka pertahan kan(diugemi). Seperti misalnya orang harus berbudi luhur, jangan membuat orang kecewa, jangan menyakiti orang lain .“ ojo drengki, srei, tukar padu, dahwen, aja kutil jumput, bedhog nyolong. Ajaran inilah yang masi melekat dalam ingatan masyarakat samin dan konsekuen mereka lakukan sekalipun masyrakat Samin be-rusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh perkembangan jaman juga mempengaruhi mereka, misalnya pemakian traktor, dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat-alat rumah tangga, dari plasti, alumunium dan lain sebagainya, yang diharapkan tidak hilang terpupus oleh jaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal yang telah ada pada masyrakat Samin tersebut misalnya kejujuran dan kearifan lokalnya dalam memakai alam semangat gotong-royong dan tolong menolong yang masih tinggi.

Untuk menghindari tekanan perubahan yang semakin kuat, masyrakat samin memilih bermigrasi yang masih banyak masyrakat saminnya, pada satu sisi migrasi ini diharapkan bias menguatkan keyakinan masyrakat Samin yang ber-sangkutan,kecendrungan dasyat nya perubahan dan modernitasi. Meraka diharap-kan beradaptasi dengan perubahan tersebut, yang berarti siap kehilangan kemurni-an dkemurni-an prilaku hidup sebagai wong singkep.

STIKOM


(31)

STIKOM


(32)

26

Pada Bab III ini akan dijelaskan metode yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data serta proses perancangan dalam pembuatan film dokumenter ini.

3.1 Metodologi

Pada perkuliahan Metedologi penelitian oleh Karsam (Karsam, 2009) dijelaskan bahwa, metode penelitian memiliki ruang yang sangat luas. Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian dapat dibedakan menjadi 3 klasifikasi, yaitu penelitian aplikatif, penelitian maksud, dan penelitian berdasarkan jenis informasi Dalam penyelesaian film Tugas Akhir ini yang di gunakan adalah penelitian ber-dasarkan jenis informasi dimana di dalamnya terdapat metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan sebagai dasar pemikiran untuk me-mecahkan masalah yang bersumber pada literatur-literatur. Metode kuantitatif dil-akukan untuk menentukan alternatif terpilih berdasarkan data kualitatif melalui

survey.

1. Tahap Analisa

Tahap analisa disini meliputi pengambilan data melalui data literatur, observasi, wawancara, kemudian menjadi stotyline, untuk menjadi bekal dalam pengambilan gambar dan menjadi acuan editing. Berikut ini urutan

STIKOM


(33)

tahap pengerjaan yang akan dilakukan pada Tugas Akhir ini tersusun pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Bagan Metodologi

Pengambilan data disini meliputi data literatur dari buku ataupun internet, observasi di desa klopodhuwur kecamatan Banjarjo Blora dan wawancara. Wawancara disini juga melibatkan beberapa narasumber masyarakat yang berdomisili di Blora dan narasumber tokoh masyarakat samin sebagai point

utama dalam mencari data yang akurat. Setelah semua data lengkap, barulah kemudian storyline tercipta. Storyline disini adalah gambaran untuk dijadikan acuan saat melakukan pengambilan gambar. Storyline di sini meliputi gambar atau arahan sudut kamera, dan alur cerita. Storyline berfungsi untuk memudahkan proses pengambilan gambar. Selain itu, storyline juga memudahkan dalam alur proses editing.

STIKOM


(34)

2. Data Literatur

Studi literatur yang dipergunakan adalah buku dan internet. Digunakannya studi literatur sebagai teknik pengumpulan data adalah untuk memenuhi semua kebutuhan informasi dan materi dalam proses perancangan hingga film akan siap dinikmati.

3. Observasi

Dilakukan pengamatan secara langsung (observasi) di lapangan untuk mendapatkan data yang sepenuhnya akurat. Melalui observasi, dapat diperoleh pandangan secara langsung mengenai apa yang terjadi dilapangan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang sebenarnya terkait pendapat masyarakat yang berbeda-beda mengenai masyarakat Samin. Dipilihlah desa Klopodhuwur kecamatan Banjarjo kabupaten Blora sebagai tujuan observasi untuk mendapatkan data yang diinginkan tersebut.

4. Wawancara

Sebuah wawancara kerap kali dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dalam sebuah penetian kualitatif. Informasi akan diperoleh dari beberapa masyarakat blora yang terdiri dari kelas sosial berbeda yang tahu masyarakat samin dan tokoh masyarakat Samin sendiri untuk memastikan keakuratan data yang ingin diperoleh.

STIKOM


(35)

3.2 Tahap Analisis Data

3.2.1 Study Eksisting

Study Eksisting merupakan sebagai referensi dalam mengerjakan Tugas Akhir. Study Eksisting berguna untuk memperdalam ide dan konsep diwujudkan dalam karya di Tugas Akhir. Beberapa video yang menjadi kajian yaitu:

a. Film Dokumenter “Antara budaya dan sepenggal harapan”

Film dokumenter dengan durasi 10 menit ini menceritakan tentang ke-hidupan masyarakat dayak yang hidup di garis kemiskinan mempunyai keahlian dalam membuat manik-manik ataupun ukiran yang bias menjadi devisa negara tapi kurang adanya perhatian pemerintah kepada hasil ke-rajianan masyarakat dayak.

Gambar 3.2 screenshot “Antara budaya dan sepenggal harapan” (sumber : youtube.com)

b. Film Dokumenter “Kehidupan, Hutan, Suku Baduy”

Film dokumentasi yang berdurasi 18 menit ini bercerita tentang perjalanan nuy wasilah ke kampung suku baduy, dimana nuy wasilah ini

STIKOM


(36)

sebagai pembuat film di dokumenter ikut andil dalam aktifitas sehari-hari suku baduy yang mempunyai kehidupan selaras dengan alam, sosialisai menjaga kerukunan antara sesama dan jauh dengan kata modernisasi.

Gambar 3.3 merupakan cuplikan gambar dari film Kehidupan, Hutan, suku baduy.

Gambar 3.3 Screenshot “ kehidupan, Hutan, Suku Baduy” (Sumber: Vimeo.com)

Berdasarkan Study Eksisting dari kedua film dapat diketahui Strenght, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT). SWOT dari kedua film dijelaskan dalam tabel berikut agar lebih mudah untuk membandingkannya.

3.2.2 Analisis SWOT

Tabel 3.4 Analisis SWOT kedua film

Analisis SWOT

“Antara budaya dan sepenggal harapan”

“Kehidupan, Hutan, Suku Baduy”

Strenght Cerita yang kuat, membuat film akan semakin berbobot untuk

Tehnik pengambilan gambar yang sudah canggih membuat

STIKOM


(37)

disaksikan. tampilan sudut pandang semakin menarik.

Weakness Kekurangan visualisasi yang membuat semakin diamati akan semakin terasa membosankan.

Tidak ada narrator yang men-jelaskan alur cerita sehingga penonton hanya melihat cup-likan video berjalan.

Oppurtunity Memiliki pesan moral untuk memberikan pengertian bahwa masyrakat dayak membuat kerjinan manik-manik untuk hobi, tidak untuk dikomersilkan

Mengenalkan kehidupan suku Baduy dalam kesalarasan dengan alam dan menolak jauh kata moderinisasi

Threat Masyarakat mempunyai daya serap tertentu dalam menyimak atau menafsirkan cerita, sehingga terkadang apa yang ingin disampaikan belum tentu diterima dengan baik.

Cerita yang tidak ada narasi mungkin tak semua pihak bisa mencerna dan menerima dengan baik maksud dan tujuan film ini.

Dari analisis SWOT kedua film dokumenter tersebut dapat disimpulkan bahwa pembuatan film dokumenter diperlukan keahlian khusus untuk dapat membaca situasi pasar dan tehnik, agar film dokumenter semakin menarik untuk dilihat.

3.3 STP (Segmentating, Targeting, Positioning)

Analisa STP digunakan untuk menganilisis target audience. Segmentating dan Positioning merupakan pembagian target audience berdasarkan letak geografis, segi demografis, dan segi psikografis. Sedangkan positioning untuk menempatkan pembagian pada audience. Yang dijelaskan dengan tabel 3.5.

STP Project

Segmentation &

Geografis

Ukuran keluarga: Kota besar Kepadatan : Tengah kota Usia: 18 – 24

Gender : Umum L/P

STIKOM


(38)

Tabel 3.5 STP

3.4 Perancangan Karya

Dalam proses pembuatan Film dokumenter kehidupan masyarakat Samin berjudul “The voice of truthini, terbagi menjadi 3 tahap antara lain Pra produksi, Produksi, dan Pasca produksi. Yaitu:

3.4.1 Pra Produksi

Pada proses pra produksi ini terdapat beberapa langkah atau tahapan yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu:

1. Pencarian Kata Kunci

Pencarian kata kunci disini mengikuti segmentasi pasar yang ada. Bagaimana mencari kata unique dan classic serta menggabungkannya jadi satu kesatuan untuk penentuan warna yang akan dipakai dalam editing vidio untuk mem-berikan kesan kehidupan tradisional masyarakat Samin.

Targeting Demografis Ukuran keluarga : sedang (4-5

orang)

Siklus keluarga: sendiri Pendidikan: Kuliah Psikografis Kelas sosial : menengah

Positioning

Film yang bercerita tentang Kehidupan Masyarakat Samin ini digunakan untuk pembu-atan film dokumenter sebagai media informasi dan penge-tahuan.

STIKOM


(39)

Gambar 3.6 Bagan Keyword

Bagian ini disusun berdasarkan segmentasi pasar yang telah ada. Film ini menunjukkan Classic dan unique dimana film ini menunjukkan suatu kondisi, Le-tak Geografis untuk segmentasi film ini adalah kota kecil, di mana kota kecil sendiri masyarakatnya classic (Tradisonal, kegotong-royongan, kekeluargaan, pedesaan). Sedangkan untuk letak kota yaitu ditengah kota tergolong unique (modern, pemilih, individual, dan egois). Dari segmentasi usia mengambil antara 17 hingga 25 tahun, dimana masyarakat di usia tersebut tergolong colorful (kre-atif, ingin tau, mencoba hal baru, mudah terpengaruh, aktif). Melalu Demografis, segmentasinya yaitu pelajar tegolong youthful (aktif, mencari jati diri, kreatif).

2. Bagan Perancangan

Dalam proses pra produksi ada beberapa tahap perancangan. Tahap disini adalah perencanaan agar produksi sesuai dengan urutan yang ada dan berjalan seperti yang diinginkan oleh produser. Berikut gambar bagan tahap perancangan, agar lebih jelas.

STIKOM


(40)

Gambar 3.7 Bagan Perancangan Tugas Akhir

Tahap perancangan disini meliputi beberapa masalah yang ada kemudian diolah menjadi data yang pada akhirnya menjadi sebuah konsep cerita. Dari konsep cerita ini terdapat beberapa unsur, yaitu film documenter sendiri dipilih unuk media pembenaran di dukung narasumber dari tokoh masyarakat samin sendiri dan alur cerita dikembangkan menjadi sinopsis, storyline. Bila tahap perancangan tersebut sudah lengkap, barulah produksi bisa dimulai.

3. Konsep Perancangan

Ide membuat film dokumenter datang ketika Ide ketika membaca koran yang berisi tentang siswa kelas 2 SMKN 1 Blora memenangkan lomba karya ilmiah se-Jawa Tengah yang berjudul sejarah dan penganut ajaran samin surosentiko yang ada di Blora JATENG, penasaran dengan kata Samin timbul rasa keingintahuan

STIKOM


(41)

dengan mengumpulkan data ke masyarakat Blora, banyak opini masyrakat Blora yang berbeda-beda mengenai masyarakat samin, ada yang berpendapat positif ada yang berpendapat negatif tidak ada jawaban pembenaran kenapa masyrakat mempunyai pendapat yang berbeda. Lalu tercetus ide untuk membuat film dokumenter ini diharapkan memberikan pembenaran atau gambaran pengetahuan mengenai masyarakat samin yang memiliki nilai teguh dalam menjalankan ajaran nya dalam kehidupan sehari-hari

4. Segmentasi Pasar

Segmentasi untuk film dokumentasi dikhususkan untuk masyarakat kelas menengah ke atas dengan usia berkisar antara 17-25 tahun dengan jenis kelamin lelaki maupun perempuan yang hidup di kota besar dan terletak di tengah kota dengan pendidikan minimal SMA. Dengan memiliki target yang masih sangat muda, itu dapat memudahkan dalam menyampaikan pesan karena target masih dalam tahap pembentukan jati diri.

5. Analisa Warna

Analisa warna disini merupakan acuan atau panduan pemakaian warna saat melakukan editing. Analisa warna bisa diketahui setelah melakukan pencarian kata kunci. Dalam Tugas Akhir ini, kata kunci yang diperoleh adalah classic dan

unique yang memiliki warna cenderung old fashion atau sepia. Warna classic dan

unique memiliki unsur warna berupa warna cokelat untuk menggambarkan ke-hidupan tradisional masyarakat Samin.

STIKOM


(42)

Gambar 3.8 Analisa Warna

Gambar 3.9 Warna Classic

Pada Tugas Akhir ini memakai kata kunci Classic and Unique. Dalam kata kunci Classic and Unique terdapat warna-warna Old-Fashioned yang

STIKOM


(43)

dominan berwarna cokelat, cokelat kehijauan, cokelat muda juga merah

maroon. Dari latar belakangnya, Tugas Akhir ini akan menggambarkan berupa cerita kehidupan samin yang tradisonal. Dengan begitu, warna-warna untuk videonya nanti akan cenderung berwarna kecokelatan.

Gambar 3.10 Warna Old-Fashioned 6. Alur

Alur cerita pada film dokumenter kehidupan samin memiliki beberapa tahapan atau segmentasi, yaitu: pembuka/cuplikan pendapat dari masyrakat samin,cuplikan gambar ikon dari kota blora, pedopo Samin,kehidupan sehari-hari masyrakat samin, tradisi rutinitas yang dilakukan masyarakat samin serta cuplikan wawancara dari beberapa tokoh masyarakat Samin inilah yang menjadi kebenaran yang sebenar nya apa dan siapa Samin itu.

Gambar 3.11 Alur Perancangan

STIKOM


(44)

a. Penggawatan : Tahap dimana mulai timbul konflik

Tahap ini dimana menampilkan cuplikan pendapat yang berbeda-beda dari masyrakat mengenai masyrakat samin yang menjadi permasalah yang akan diangkat

b. Eksposisi : Tahap Pengenalan

Tahap pengenalan cuplikan gambar ikon blora dimana blora menjadi pilihan untuk dilakukan daerah untuk pembuatan film dokumenter

c. Klimaks : Tahap puncak permasalahan

Tahap ini menampilkan keseharian tingkah laku samin disertai ajaran-ajaran yang diterapkan dalam kehidupan masyraka samin yang berbeda dengan masyrakat jawa pada umumnya

d. Pembenaran/penyelesaian

Dimana tahap ini berisi kan wawancara beberapakah tokoh masyrakat samin serta tradisi leluhur mereka yang masih di jaga.

7. Narasumber a. Masyrakat Blora

Narasumber dipilih dari status social yang berbeda dimana narasumber ini untuk memawakili opini masyrakat yang berbeda mengenai masyarakat samin Melibatka 3 siswa-siswi, 1 Kapolsek Blora, 1 pegawai bangunan.

b. Tokoh Masyarakat Samin

STIKOM


(45)

Narasumber dari masyrakat samin sendiri di pilih mulai dari mbah lasiyo beliu merupakan orang yang disesepuhkan di masyarakat samin klopodhuwur, pak teguh merupakan pengikut ajaran sikep atau Cerita

8. Treatment

Penyusunan plot atau treatment dalam film dokumenter ini bertujuan untuk menuliskan tentang urutan adegan (scene) dan sho tpada saat editing. Urutan ade-gan tersebut akan dibagi menjadi tiga bagian antara lain perkenalan, dimana bagi-an ini berisi materi awal perkenalbagi-an tentbagi-ang sepintas pulau Lombok. Sedbagi-angkbagi-an dalam bagian penekanan lebih kepadarekonstruksi sejarah singkat Rudat. Hingga pada akirnya tertuju pada bagian penutup dimana bagian ini sebagai kesimpulan dari film dokumenter ini.

9. Sinopsis

Menceritakan upaya pembenaran pandangan masyarakat mengenai masyara-kat samin melalui film dokumenter kehidupan sehari-hari masyaramasyara-kat samin di desa Klopodhuwur kecamatan Banjarjo kabupaten Blora

3.4.2 Produksi

Dalam pembuatan film pendek ini, proses produksi dan jadwal produksi nya dilakukan secara bersamaan dengan observasi sehingga pengambilan gambar dapat berjalan efektif walaupun, ada beberapa kendala yang hampir menghambat proses produksi nya film ini.

STIKOM


(46)

Dalam proses produksi film Pembuatan film documenter kehidupan masyarakat Samin berjudul “The voice of truth …” dikerjakan oleh 3 orang dengan perincian 1 orang sutradara, 2 orang sebagai juru kamera,. Di dalam pengambilan gambar pada The voice of truthini, didasari oleh pemahaman sin-ematografi, yaitu:

1. Gerak Kamera

Tilting, tracking, panning, dan zooming.

2. Camera Angle

Ada tiga faktor yang menentukan Angle kamera yaitu, ukuran subyek, angle dari subyek, dan tinggi kamera. Sudut pandang dari sebuah kamera yaitu menentukan sudut pandang penonton. Mata kamera adalah mata penonton, dimana sudut pandang kamera mewakili mata penonton.

Sederhananya untuk menentukan posisi kamera yaitu, seberapa luas atau wilayah yang harus diambil dan juga pengambilan sudut pandang terbaik un-tuk suatu adegan. Oleh karena pengambilan sudut pandang kamera merupa-kan suatu faktor terpenting dalam membangun cerita agar menjadi kesinam-bungan.

Film ini, menggunakan storyline untuk menentukan arah kamera dan sudut pandang yang harus diambil, berikut beberapa angle kamera pada saat proses produksi film “The voice of truth …”, yaitu:

a. Medium Long Shot (MLS)

Gambar menjadi lebih padat dan juga untuk memperkaya keindahan gam-bar.

STIKOM


(47)

b. Close Up (CU)

Menggambarkan emosi atau reaksi seseorang dalam sebuah adegan.

c. Over Shoulder Shot (OSS)

Untuk menentukan posisi setiap orang dalam frame, dan mendapatkan feel

saat menatap seseorang dari sudut pandang orang lain.

3.4.3 Pasca Produksi

Pada proses pasca produksi atau finishing ini bertujuan untuk melakukan penekanan ataupun penataan terhadap gambar agar dapat tersusun lebih baik dan tertata rapi dalam hal visual maupun voice over untuk menceritakan alur cerita dalam proses ini juga dilakukan colour grading (perubahan warna) untuk mendapatkan ketajaman warna yang dihasilkan. Pada proses ini juga dilakukan penambahan latar suara dan proses modifikasi suara untuk menghasilkan nilai es-tika secara audio visual.

3.5 Publikasi

1. Poster a. Konsep

Konsep publikasi yang dipakai dalam Tugas Akhir ini adalah classic dan

unique. Konsep ini mempertimbangkan unsur-unsur seperti, penataan layout yang sesuai dengan keyword, komposisi yang baik, mudah dipahami, dan mampu memberikan informasi yang jelas.

STIKOM


(48)

Gambar 3.12 Konsep Poster 2. Cover cakram DVD

a. Konsep

Sama halnya dengan pembuatan poster, dalam pembuatan cover cakram pun ini hal-hal yang dipertimbangkan adalah yang sesuai dengan key-word, komposisi yang baik, mudah dipahami, dan mampu memberikan informasi yang jelas.

Gambar 3.13 Cover CD 3. Sampul DVD/CD

a. Konsep

Sama halnya dengan pembuatan poster, dalam pembuatan sampul DVD pun ini hal-hal yang dipertimbangkan adalah yang mampu memberikan informasi yang jelas.

Gambar 3.14 Gambar Sampul CD/DVD

STIKOM


(49)

43

Pada bab IV ini akan dijelaskan mengenai proses produksi hingga pasca produksi. Seperti yang telah terencana pada pra produksi yang tertulis pada bab sebelumnya. Di bagian pra produksi telah meliputi beberapa setting lokasi, bugeting, crew, synopsis, dan penentuan Narasumber sebagai informan untuk keakuratan data.

4.1 Pra Produksi

Dalam tahapan Pra produksi dilakukan berbagai persiapan perencanaan dan peralatan pada saat melakukan shooting, ketika skenario telah siap difilmkan maka tahap berikutnya, antara lain:

1. Lokasi

Pada setting lokasi, dilakukan beberapa observasi tempat yang cocok untuk melakukan pembuatan film dokumenter tersebut. Hal ini sangatlah penting, karena setelah pembuatan ide dan konsep cerita barulah kita bisa menentukan lokasinya.

Tabel 4.1 Lokasi Shooting

No. Lokasi Shooting Tanggal Waktu

1. SMA negri 1 Blora 8 Juni 2012 12.00-15.00 WIB 2. Jalan raya Kartini 18 Juli 2012 13.00-14.30 WIB 3. Kantor kepolisian Blora 19 Juli 2012 11.54-17.00 WIB

STIKOM


(50)

4. Rumah Mbah Lasiyo 19 Juli 2012 19.00-20.30 WIB 5. Desa Klopodhuwur 29 Juli 2012 10.00-13.00 WIB 6. Pendopo Samin di Desa

Klopodhuwur

30 Juli 2012 09.00-17.00 WIB

2. Crew Produksi

Pemilihan crew yang tepat sangatlah penting untuk membantu proses produksi hingga pasca produksi.

• PRODUSER : H.Sukardi

• SUTRADARA : Nur Widiyani kusuma Dewi • SKENARIO : Nur Widiyani Kusuma Dewi

• CAMERAMEN 1 : Ernes

• CAMERAMEN 2 : Lucky Hendrawan • ILLUSTRASI MUSIK : Ernes

• AUDIOMAN : Nur Widiyani Kusuma dewi

• VOICE OVER : Fany

• EDITOR : Dewi, Lucky Hendrawan

3. Anggaran Produksi

Tabel 4.2 Anggaran Produksi

EQUIPMENT Rp. 590,000.00

1 Camera DSLR Canon 60D : 2 unit 2 Tripot Camera AGDV 102 : 1 unit

STIKOM


(51)

3 Lighting 1000 Watt : 1 unit 2 day Rp 20,000.00 Rp 40,000.00 4 Lighting 800 Watt : 1 unit 4 day Rp. 25,000.00 Rp. 100,000.00 5 Kabel Listrik : 1 unit

6 Kabel Video : 1 unit

7 Mic Boomer : 1 unit 1 paket Rp 450,000.00 Rp 450,000.00 8 Recorder : 1 unit

RENTAL / BAHAN BAKAR Rp 950,000.00

1 Sepeda Motor 3 unit Rp. - Rp. - 2 Mobil 1 unit Rp. - Rp. - 3 Bahan Bakar PREMIUM 1 paket Rp 100,000.00 Rp 100,000.00

KONSUMSI Rp 425,000.00

1 Makan Crew 10 pak Rp 10,000.00 Rp 100,000.00 2

Makan Narasumber Masyarakat

Samin 30 pak Rp 10,000.00 Rp 300,000.00 3 Air Mineral 1 dos Rp 25,000.00 Rp 25,000.00

GRAND TOTAL Rp 1.965,000.00

STIKOM


(52)

4.2 Produksi

Setelah semua persiapan produksi selesai, maka langkah berikutnya adalah tahap produksi yaitu shooting. Proses ini memiliki presentasi 40% dari total keseluruhan produksi film pendek. Beberapa peralatan untuk produksi adalah:

• Kamera DSLR 60 D 2 Unit

• Lighting 1000 watt 1 Unit

• Lighting 800 watt 1 Unit

• Tripot kamera 1 Unit

• Mic Boomer 1 Unit

• Headphone 1 Unit

• Mobil 1 Unit

• Equalizer audio 1 Unit

• Recorder 1 Unit

Dalam produksi film ini terdapat beberapa scene yang penting yang menjadi hal utama dalam pembuatan film dokumenter ini yang sesuai dengan pembuatan skenario yang telah dibuat di dalam pra produksi. Beberapa scene itu adalah:

STIKOM


(53)

Tabel 4.3 Scene pokok film “The voice of truth …

Scene Pesan Potongan Gambar

1 Scene beberapa cuplikan pendapat Masyarakat dari beberapa status sosial.

3-4 Scane menuju lokasi masyarakat samin.

5 Narasumber dari tokoh masyarakat Samin menjelaskan samin beserta ajaran nya dan sejarah dan penyebaran ajaran Samin

Tahap observasi dan pengambilan gambar secara bersamaan. Pada gambar 4.4 dapat dilihat bagaimana proses wawancara tersebut.

STIKOM


(54)

Gambar 4.4 Sesi Wawancara dengan Beberapa Narasumber

Setelah melakukan beberapa observasi atau penelitian barulah dilakukan wawancara kepada narasumber terkait. Dalam produksi di lapangan yang paling ditekankan dalm mendapat kebenaran mengenai samin dalam budaya dan tradisi

Gambar 4.5 cuplikan tradisi deder pada malam syuro

Gambar 4.6 cuplikan tradisi deder pada malam syuro

STIKOM


(55)

Gambar 4.5 dan gambar 4.6 adalah sekilas potongan gambar yang bercerita tentang tradisi yang masih dilakukan masyrakat samin untuk menghormati leluhur mereka

Gambar 4.7 Cuplikan ritual tradisi deder malam syuro

4.3 Pasca Produksi

Pada tahap Pasca Produksi ini, adalah tahap terakhir dari keseluruhan proses pembuatan film pendek yang kemudian, dilakukan proses editing dan pemberian spesial efek, diantaranya adalah:

1. Proses pemilihan video

Proses awal di tahap Pasca Produksi yaitu proses pemilihan video, dimana menyeleksi beberapa stock shot yang telah diambil dan kemudian diseleksi berdasarkan kelayakan audio dan video.

STIKOM


(56)

Gambar 4.8 Pemilihan Video

2. Proses Penataan video

Proses ini dilakukan dengan bantuan program editing video. Setelah melakuan pemilihan video stock shoot, Proses selanjutnya melakukan penataan yang mengacu kepada shooting list.

Gambar 4.9 Proses Penataan Stock Shoot

STIKOM


(57)

Gambar 4.10 Proses Penataan Adegan

Dalam penataan atau proses editing secara sederhana memberikan suatu maksud dengan menggunakan bahasa visual yang terdiri dari stock shoot.

Sehingga menjadi sebuah alinea, kalimat-kalimat harus disusun menurut aturan logis tertentu yang akan menghasilkan pula suatu gaya tersendiri untuk menyampaikan fakta atau data menurut apa adanya. Untuk menata suatu

scene, stock shot dihubungkan satu dengan yang lain. Sebuah scene klasik disusun mulai dengan sebuah long shot, dilanjutkan dengan sebuah close up

dan diakhiri dengan sebuah long shot lagi atau cut away. Tetapi kebiasaan ini sekarang sudah tidak lagi di taati secara ketat. Yang tetap dipertahankan orang dalam membuat scene, bukan lagi shot-shotnya, tetapi arti scene itu sendiri. Penataan video di sini dapat di lihat dari shooting list yang ada sebagai acuan peletakan video.

3. Proses Coloring

Dalam proses ini, coloring adalah proses merubah atau memodifikasi warna terhadap gambar sehingga menimbulkan kesan tertentu. Pemilihan warna didasari oleh pemilihan keyword pada bab sebelumnya. Dalam penentuan

keyword, terpilih warna-warna tradisional atau old-fashioned yang cenderung berwarna kecokelatan dan maroon.

STIKOM


(58)

Gambar 4.11 Warna Old-Fashioned

Dari gambar di atas, dapat dilihat warna yang dipakai oleh penulis dalam proses pemberian warna pada videonya. Pemberian warna di sini menggunakan color mate berdasarkan warna dari keyword. Penggambaran kehidupan tradisional masyarakat Samin

Gambar 4.12 saat proses coloring

4. Editing Suara

Dalam proses editing suara, memberikan tambahan efek de noiser untuk menjernihkan suara dari noise yang ada. Kemudian penambahan backsound

dilakukan guna mendukung tatanan visual. Proses sound editing pada film

STIKOM


(59)

dokumenter masyarakat Samin menggunakan musik free lisence yang didapat dari berbagai situs musik di internet. Pada prosesnya sound dalam film dokumenter drama rudat terbagi menjadi 2 channel dimana channel

pertama berisikan suara asli yang dihasilkan dari gambar dan channel kedua adalah suara tambahan yang diberikan.

Gambar 4.13 Proses Editing Suara

5. Rendering

Render dalah proses akhir dari pasca produksi dimana semua proses editing stock shoot disatukan menjadi sebuah format media. Dalam proses rendering memiliki pengaturan tersendiri sesuai hasil yang diinginkan. Sedangkan dalam film dokumenter berjudul Film Dokumenter kehidupan masyarakat Samin berjudul the voice of truth … “ menggunakan format media AVI.

STIKOM


(60)

Gambar 4.14 Proses Rendering

6. Mastering

Mastering merupakan proses dimana file yang telah dirender dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Film dokumenter ini menggunakan media DVD.

7. Publikasi

Setelah selesai mengolah seluruh hasil film, maka penulis melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk cetak berupa poster dan DVD (cover wajah dan cover cakram) seperti gambar di bawah ini:

STIKOM


(61)

1. Poster

Gambar 4.15 Poster

2. Cover CD

Gambar 4.16 Cover CD

3. Sampul Cover CD/DVD

Gambar 4.17 Sampul Cover CD/DVD

STIKOM


(62)

STIKOM


(63)

56

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembuatan fim dokumenter ini untuk mengajak masyarakat umum agar mengetahui kenbenaran yang sesungguh nya Samin tidak seburuk kabar yang diberitahukan maka dapat diambil kesimpulan sbagai berikut

1. Pendekatan secara visual melalui film dokumenter memiliki makna yang luas mengenai sebuah budaya dalam hal ini budaya samin

2. Dengan film dokumenter ini supaya menjadi suatu alat untuk menunjukkan suatu kebenaran tentang masyrakat samin sehingga tidak ada yang menyebut masyarakat Samin sebagai orang nyeleneh atau aneh.

5.2 Saran

Observasi tentang fenomena keberadaan Samin sebagai masyarakat etnik yang kaya akan nilai–nilai kemurnian ajaran nya di dalam kehidupan di aplikasikan kedalam sebuah karya video dokumenter ini diharapkan dapat menjadi wawasan, inspirasi dan hiburan bagi para khalayak luas. Penulis berharap bagi peneliti selanjutnya supaya dapat menampilkan Samin dengan sudut pandang yang berbeda.

Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan hasil observasi ini kedalam video dokumenter karena dalam pembuatan film dokumenter ini sangat diperlukan perencanaan dan

STIKOM


(64)

perancangan yang lebih matang dan didukung oleh beberapa crew dengan spesifikasi (Job descirptions) tersendiri. Namun dalam pembuatan video dokumenter berjudul Dokumenter kehidupan masyarakat Samin ini dikerjakan dengan jumlah crew yang terbatas.

STIKOM


(65)

58

A.S.C, Joseph V.Mascelli. (1987). Sinematografi. Jakarta : Cine/Grafic Publications Hollywood, California 90028.

Baksin, A., & Warsidi, E. (2003). Membuat Film Indie Itu Gampang. Jakarta: Susan Hayward, (1996 ). Buku Key Concepts In Cinema Studies.Gramedia

Effendy, Heru. (2009). Mari Membuat Film. Jakarta: Penerbit Erlangga.

G.Dennis, Fitryan. (2008). Bekerja Sebagai Sutradara. Jakarta: Penerbit Erlangga. Javandalasta, Panca. (2011). 5 Hari Mahir Bikin Film. Surabaya: Mumtaz Media. Moleong M.A., Dr.Lexy J. (1997). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Putra Langit, Zamzami. (2009). Diktat Perkuliahan Semester Ganjil Mata Kuliah Videografi Penulisan Naskah. Surabaya : Penerbit Zamzami Putra Langit. Widagdo, B., & Gora, W. (2007). Bikin Film Indie Itu Mudah. Yogyakarta. Sumber Internet:

Film Dokumenter Antara budaya dan sepenggal harapan (http://www.youtube.com ) Diakses pada bulan Mei 2012. kehidupan, Hutan, Suku Baduy

(http://www.Vimeo.com) Diakses pada bulan Juli 2012

Sejarah Samin Surosentiko (http://www.wikipedia.org.com) Diakses pada bulan Juli 2012

STIKOM


(1)

54

Gambar 4.14 Proses Rendering

6. Mastering

Mastering merupakan proses dimana file yang telah dirender dipindahkan ke dalam media kaset, VCD, DVD atau media lainya. Film dokumenter ini menggunakan media DVD.

7. Publikasi

Setelah selesai mengolah seluruh hasil film, maka penulis melakukan publikasi. Media yang digunakan penulis untuk publikasi adalah poster dan DVD. Kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk cetak berupa poster dan DVD (cover wajah dan cover cakram) seperti gambar di bawah ini:

STIKOM


(2)

55

1. Poster

Gambar 4.15 Poster

2. Cover CD

Gambar 4.16 Cover CD

3. Sampul Cover CD/DVD

Gambar 4.17 Sampul Cover CD/DVD

STIKOM


(3)

56

STIKOM


(4)

56

BAB V

PENUTUP

5.1Simpulan

Berdasarkan pembuatan fim dokumenter ini untuk mengajak masyarakat umum agar mengetahui kenbenaran yang sesungguh nya Samin tidak seburuk kabar yang diberitahukan maka dapat diambil kesimpulan sbagai berikut

1. Pendekatan secara visual melalui film dokumenter memiliki makna yang luas mengenai sebuah budaya dalam hal ini budaya samin

2. Dengan film dokumenter ini supaya menjadi suatu alat untuk menunjukkan suatu kebenaran tentang masyrakat samin sehingga tidak ada yang menyebut masyarakat Samin sebagai orang nyeleneh atau aneh.

5.2 Saran

Observasi tentang fenomena keberadaan Samin sebagai masyarakat etnik yang kaya akan nilai–nilai kemurnian ajaran nya di dalam kehidupan di aplikasikan kedalam sebuah karya video dokumenter ini diharapkan dapat menjadi wawasan, inspirasi dan hiburan bagi para khalayak luas. Penulis berharap bagi peneliti selanjutnya supaya dapat menampilkan Samin dengan sudut pandang yang berbeda.

Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan hasil observasi ini kedalam video dokumenter karena dalam pembuatan film dokumenter ini sangat diperlukan perencanaan dan

STIKOM


(5)

57

perancangan yang lebih matang dan didukung oleh beberapa crew dengan spesifikasi (Job descirptions) tersendiri. Namun dalam pembuatan video dokumenter berjudul Dokumenter kehidupan masyarakat Samin ini dikerjakan dengan jumlah crew yang terbatas.

STIKOM


(6)

58

DAFTAR PUSTAKA

A.S.C, Joseph V.Mascelli. (1987). Sinematografi. Jakarta : Cine/Grafic Publications Hollywood, California 90028.

Baksin, A., & Warsidi, E. (2003). Membuat Film Indie Itu Gampang. Jakarta: Susan Hayward, (1996 ). Buku Key Concepts In Cinema Studies.Gramedia

Effendy, Heru. (2009). Mari Membuat Film. Jakarta: Penerbit Erlangga.

G.Dennis, Fitryan. (2008). Bekerja Sebagai Sutradara. Jakarta: Penerbit Erlangga. Javandalasta, Panca. (2011). 5 Hari Mahir Bikin Film. Surabaya: Mumtaz Media. Moleong M.A., Dr.Lexy J. (1997). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Putra Langit, Zamzami. (2009). Diktat Perkuliahan Semester Ganjil Mata Kuliah Videografi Penulisan Naskah. Surabaya : Penerbit Zamzami Putra Langit. Widagdo, B., & Gora, W. (2007). Bikin Film Indie Itu Mudah. Yogyakarta. Sumber Internet:

Film Dokumenter Antara budaya dan sepenggal harapan (http://www.youtube.com ) Diakses pada bulan Mei 2012.

kehidupan, Hutan, Suku Baduy

(http://www.Vimeo.com) Diakses pada bulan Juli 2012

Sejarah Samin Surosentiko (http://www.wikipedia.org.com) Diakses pada bulan Juli 2012

STIKOM