PERILAKU DAN DAERAH JELAJAH HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) PELEPASLIARAN YIARI DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK KALI JERNIH KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PERILAKU DAN DAERAH JELAJAH HARIAN KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucangBoddaert, 1785) PELEPASLIARAN YIARI DI KAWASAN HUTAN LINDUNG BATUTEGI BLOK KALI JERNIH

KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG

Oleh Elga Octavianata

Keberadaan kukang yang terancam membuat satwa ini berada dalam status Appendix I berdasarkan data CITES, sedangkan data IUCN (2013) menunjukkan bahwa kukang sumatera berstatus rentan. Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) mencoba melakukan upaya konservasi dengan cara melepasliarkan kukang sumatera di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kukang sumatera yang dilepasliarkan serta mengetahui pola dan luas daerah jelajahnya. Metode yang digunakan untuk mengamati perilaku adalah metode Focal Animal Time Sampling yang dipadukan dengan metode Ad Libitum Sampling dengan interval waktu 5 menit dari pukul 18.00-06.00 WIB pada bulan Januari–Maret 2014. Perekaman data dilakukan dengan metode Instantaneous Sampling untuk mencatat perilaku bergerak, mencari makan, makan, menelisik, dan tidur. Untuk menduga daerah jelajah digunakan metode Minimum Convex Polygon dan Kernel, lalu dianalisis dengan software ArcGIS 10.1. Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Kukang sumatera melakukan aktivitas di alam mulai terbenamnya matahari hingga beberapa saat sebelum terbit. Aktivitas tertinggi kukang sumatera adalah bergerak (46,7%) jantan dan (44,3%) betina. Analisis MCP menunjukkan bahwa luas daerah jelajah kukang sumatera jantan adalah 6,64 ha dan betina 6,22 ha. Analisis Kernel dengan parameter penghalus plugin menunjukkan luas daerah jelajah kukang sumatera jantan sebesar 6,17 ± 2,68 ha, sedangkan kukang sumatera betina 5,83 ± 1,37 ha. Analisis Kernel dengan parameter penghalus CVh menunjukkan luas daerah jelajah kukang sumatera jantan sebesar 3,15 ± 1,59 ha, sedangkan kukang sumatera betina 3,28 ± 2,13 ha.

Kata Kunci: Kukang sumatera, pelepasliaran, YIARI, perilaku, daerah jelajah.


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarjaya, Lampung Tengah pada tanggal 21 Oktober 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Sukardi dan Ibu Fatimah.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDK 3 Bandar Jaya pada tahun 2004, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SMP N 1 Terbanggi Besar pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Terbanggi Besar pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan yakni Pengurus Bidang II Keilmuan Himbio periode 2012-2013. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan untuk mahasiswa Biologi FMIPA. Selain itu, penulis pernah melaksanakan Kerja Praktik (KP) di Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), pada bulan Juli 2013.


(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Teriring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati dengan segala

cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang berarti dalam hidupku.

Mamak, Pakde, dan Bude, seseorang yang sangat mulia yang telah

membesarkanku, mendidikku, menyayangiku dan mendoakanku dengan setulus hati tanpa pamrih dan tanpa batas.

Para pendidikku, atas bimbingan, motivasi, saran, kritik dan ajarannya sehingga aku bisa menghadapi dunia dengan arif dan bijaksana.


(7)

MOTTO

Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin

dan hari esok adalah harapan


(8)

SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang maha pengasih dan maha penyayang karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Perilaku dan Daerah Jelajah Harian Kukang Sumatera

(Nycticebus coucangBoddaert, 1785) Pelepasliaran YIARI di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih TanggamusLampung”. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada semua yang telah membantu sejak memulai kegiatan sampai terselesaikan skripsi ini, ucapan tulus penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Jani Master, M.Si, selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, semangat, ilmu, arahan, ide, saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini. 2. Bapak Richard Stephen Moore, Ph.D, selaku pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ide, ilmu, saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc, selaku pembahas, atas saran, kritik, ilmu, dan dukungan yang telah diberikan sehingga tugas akhir ini terselesaikan. 4. Yayasan Internasional Animal Rescue Indonesia (YIARI), atas kesempatan


(9)

5. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Batutegi atas izin penelitian yang diberikan pada penulis.

6. Ibu Prof. Dr. Ida Farida Rivai, selaku Pembimbing Akademik atas bimbingannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi .

7. Ibu Dra Nuning Nurcahyani, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unila, atas dukungan, saran, kritik, serta masukan yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.

8. Bapak Prof. Suharso, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

9. Bapak dan Ibu dosen, staf beserta laboran Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung atas ilmu dan pengalaman yang telah banyak diberikan kepada penulis.

10. Keluarga yang selalu kubanggakan dengan kerendahan hati yang tak pernah lelah berdoa, berjuang, dan memberi semangat serta dorongan untuk sebuah perjalanan hidup.

11. Teman-teman seperjuangan selama penelitian Dimas(Biologi’10), Rani, Renaldi, dan Nora (Kehutanan’09 ) terimakasih atas bantuan dan

kebersamaannya selama penelitian.

12. Teman-teman dari staf Yayasan IAR Indonesia selama di Batutegi, Idris, Jumanto, Sarno, Obing, Agus, Indra, Uchi, Mas Huda, Mas Aris, Mbak Winar, Pak Oni, Kang Bobby, Kang Kojek, Kang Tapol, Kang Kempleng,


(10)

Mbak Omah, dan Kang Gepeng terimakasih atas bantuan, kebersamaan, dan kerjasamanya selama penelitian.

13. Teman-Teman Angkatan 2010, Adi, Fais, Aviy, Eko, Putra, Billi, Aris, Janot, Dito, Dwi, Dewi cus, Septina, Linda, dan semuanya yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu terimakasih atas dukungan, kritikan, canda tawa, dan kebersamaannya selama ini kepada penulis.

14. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat Biologi FMIPA Universitas Lampung, Kanda Alan, Kanda Mukhlis, Kanda Febri, Kanda Sumarji, Yunda Garnis, Yunda Ruri, Ori, Isro, Diah, Sobran, Agung dan semuanya terimakasih atas dukungan dan semangatnya..

15. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan,

penelitian hingga akhir, yang tidak dapat dituliskan satu persatu di skripsi ini. 16. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucang) Boddaert 1785 ... 5

B. Morfologi ... 6

C. Perilaku ... 7

1. Aktif Sendiri ... 8

2. Makan ... 9

3. Tidur ... 11

4. Interaksi Sosial ... 12

D. Daerah Jelajah ... 13

E. Lokasi Penelitian ... 14


(12)

III. BAHAN DAN METODE ... 17

A. Waktu dan Tempat ... 17

B. Bahan ... 17

C. Peralatan ... 17

1. Radio Collar ... 17

2. Alat Pengamatan ... 18

D. Data Yang Dikumpulkan ... 18

E. Metode Pengumpulan data ... 19

1. Perilaku ... 19

2. Daerah Jelajah ... 21

F. Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Perilaku Harian Kukang Sumatera ... 23

1. Bergerak ... 28

2. Makan ... 33

2.1. Buah Kopi ... 36

2.2. Getah ... 38

2.3. Serangga ... 39

3. Eliminasi ... 40

4. Menelisik ... 40

5. Tidur ... 41

B. Daerah Jelajah Kukang Sumatera ... 42

V. KESIMPULAN ... 48

A. Simpulan ... 48

B. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Morfologi kukang (Slow loris) ... 6

2. Perilaku aktif sendiri kukang ... 8

3. Perilaku makan dan minum kukang ... 10

4. Perilaku kukang freeze, duduk dan tidur ... 11

5. Perilaku sosial kukang ... 12

6. Lokasi penelitian ... 15

7. Diagram alir metode Kernel ... 21

8. Frekuensi perilaku kukang sumatera jantan dan betina waktu malam (19.00–24.00 ) ... 24

9. Persebaran titik koordinat kukang sumatera jantan dan betina ... 25

10. Frekuensi perilaku kukang sumatera jantan dan betina waktu malam (24.00–06.00 ) ... 28

11. Frekuensi ukuran pohon yang digunakan kukang sumatera jantan ... 31

12. Frekuensi ukuran pohon yang digunakan kukang sumatera jantan ... 31

13. Frekuensi kecepatan yang digunakan kukang sumatera jantan dan dan betina ... 32

14. Frekuensi waktu makan kukang sumatera jantan ... 33


(14)

16. Daerah jelajah kukang sumatera jantan dan betina ... 43 17. Daerah jelajah kukang sumatera jantan menggunakan metode

Kernel 95% dan 50%plugindengancell size10 ... 43 18. Daerah jelajah kukang sumatera betina menggunakan metode

Kernel 95% dan 50%plugindengancell size10 ... 44 19. Daerah jelajah kukang sumatera jantan menggunakan metode

Kernel 95% dan 50%CVhdengancell size10 ... 44 20. Daerah jelajah kukang sumatera betina menggunakan metode


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

1. Frekuensi jenis pakan yang dimakan kukang sumatera ... 35 2. Frekuensi rata-rata jenis pakan kukang sumatera ... 35 3. Luas wilayah jelajah kukang sumatera dengan metode MCP dan


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kukang merupakan satu dari 36 jenis primata di Indonesia yang merupakan primata arboreal paling eksotis (Nursahid, 2001) dan merupakan hewan nokturnal (Alikodra, 2002). Kukang yang hidup di Indonesia ada tiga jenis, yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang kalimantan (Nycticebus menagensis) dan kukang sumatera (Nycticebus coucang). Persebaran ketiga jenis kukang ini di Indoneia masing-masing adalah di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.

Karena keeksotisannya, keberadaan satwa ini menjadi terancam. Faktor utama yang menyebabkan satwa ini terancam adalah perdagangan ilegal, sebagai hewan peliharaan serta hilangnya habitat alami di alam. Menurut Maloneet al. (2002), kukang menjadi satwa primata kedua yang paling diminati untuk dijadikan satwa peliharan di sepuluh kota di Jawa, Bali, dan Medan dalam kurun waktu 1997–2008. Keberadaan kukang yang semakin terancam membuat satwa ini yang dulunya berstatus Appendix II, kini berada dalam status Appendix I berdasarkan data CITES (Convention on

International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna). Sedangkan data dari IUCN (2013) menunjukkan bahwa

kukang sumatera merupakan salah satu satwa liar yang berstatus rentan (vulnerable).


(17)

2

Kukang dikatagorikan sebagai spesies langka oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1973 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, termasuk salah satu satwa yang dilindungi. Ancaman serius terhadap kelestarian kukang selain disebabkan oleh tingginya tingkat perburuan dan perdagangan ilegal, juga disebabkan oleh tingkat kelahirannya yang hanya menghasilkan satu anak dalam setahun (Nursahid dan Purnama, 2007).

Keberadaan kukang perlu dilestarikan, mengingat status kukang di alam terus terancam. Untuk itu, Yayasan International Animal Rescue Indonesia

(YIARI) melakukan pelepasliaran kukang sumatera. YIARI merupakan salah satu pusat rehabilitasi satwa yang berada di Ciapus-Bogor, Jawa Barat dengan program utamanya yaitu menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepasliarkan primata terutama monyet ekor panjang dan kukang. Pelepasliaran ini adalah upaya pelestarian kukang sumatera dengan cara mengembalikan ke habitat alaminya. Salah satu lokasi pelepasliaran adalah Kawasan Hutan Lindung (HL) Batu Tegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung.

Sebelum dilepasliarkan, kukang terlebih dahulu direhabilitasi. Rehabilitasi merupakan program pemulihan kesehatan dan perilaku satwa sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di habitat alami setelah dilepaskan kembali ke habitat alami (Arioet al., 2007). Kukang sumatera yang direhabilitasi oleh YIARI hampir semua adalah hasil sitaan dan

penyerahan dari masyarakat. Kukang yang dilepasliarkan harus dalam kondisi baik. Keutuhan gigi adalah salah satu syarat pelepasliaran. Gigi yang tidak utuh dapat memicu perubahan pola makan dan penurunan prosesdigestivus (Napier dan Napier, 1985).

Pemantauan diperlukan setelah pelepasliaran. Pemantauan ini bertujuan untuk mengamati perilaku kukang setelah berada di habitat alaminya. Perilaku


(18)

3

seekor satwa adalah salah satu indikator yang menentukan tingkat

kesejahteraan dan keberhasilan pengelolaan suatu lembaga penyelamatan satwa (Kartika, 2000). Berdasarkan pemikiran di atas, maka penelitian

tentang perilaku dan daerah jelajah kukang sumatera yang dilepasliarkan oleh YIARI di HL Batu Tegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung perlu dilakukan.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perilaku kukang sumatera setelah pelepasliaran

2. Pola dan luas daerah jelajah kukang sumatera setelah pelepasliaran

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai perilaku dan daerah jelajah kukang sumatera setelah pelepasliaran, guna menunjang konservasi satwa tersebut.

D. Kerangka Pemikiran

Pelestarian satwa adalah hal yang penting untuk menjaga satwa agar terlindungi dan terhindar dari ancaman kepunahan. Salah satu upaya dalam pelestarian satwa adalah mengembalikan satwa ke habitat alaminya atau melakukan pelepasliaran. Yayasan International Animal Rescue Indonesia telah melakukan pelepasliaran satwa primata terutama monyet ekor panjang dan kukang. Pada tahun 2014 YIARI melepasliarkan ± 29 ekor kukang sumatera. Kukang sumatera yang dilepaskan adalah kukang yang telah melewati masa rehabilitasi selama ± 1 bulan dengan pemasanganRadio Collarpada lehernya.


(19)

4

Salah satu lokasi pelepasliaran adalah di HL Batu Tegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Setelah proses pelepasliaran, kukang sumatera selalu dipantau. Proses pemantauan ini sangat penting untuk mengetahui

perkembangan perilaku kukang. Perilaku juga dijadikan indikator apakah kukang tersebut dapat bertahan hidup dalam kondisi habitat pelepasliaran. Selain perilaku, aspek-aspek biologi lain yang penting untuk diketahui adalah daerah jelajah satwa. Luasnya daerah jelajah berhubungan erat dengan jenis tumbuhan yang menjadi pakan kukang sumatera dan tempat tidurnya. Setiap jenis kukang memiliki ketertarikan sendiri terhadap jenis tumbuhan yang dimakan dan yang menjadi tempat tidurnya. Semakin luas daerah jelajah maka akan semakin beragamnya jenis pakan, pemilihan tempat tidur dan perilaku kukang sumatera.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Kukang Sumatera (Nycticebus coucangBoddaert, 1785) Kukang (Nycticebussp.) di dunia digolongkan dalam lima spesies, yaituN. bengalensis,N. pygmaeus,N. coucang,N. menagensisdanN. javanicus (Nekaris, 2001). Dari kelima kukang tersebut, tiga jenis hidup di Indonesia, yaituN. coucang(kukang sumatera) di Sumatera,N. menagensis(kukang borneo) di Kalimantan, danN. javanicus(kukang jawa) di Jawa.

Klasifikasi kukang sumatera berdasarkan Boddaert (1785) Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Primata

Famili : Loridae

Genus :Nycticebus

Spesies :Nycticebus coucang

Nama Lokal : kukang sumatera (Indonesia) lori, muka atau malu (Sunda)


(21)

6

B. Morfologi

Jenis kukang di Indonesia umumnya berbadan tegap dengan rambut pendek dan sangat tebal. Jenis kukang tersebut memiliki bentuk kepala yang bulat, moncong yang tebal disertai hidung yang bulat (Gambar 1). Kisaran berat tubuh kukang yang hidup di Indonesia:N. coucang(0,4–1,16 kg),N. menagensis(0,02–0,36 kg) (Nekaris & Bearder, 2007), danN. javanicus (0,35–1,35 kg) (Wirdateti, 2003).

Gambar 1. Morfologi kukang (Slow loris) yang hidup di Indonesia. A) kukang jawa, B) kukang sumatera, dan C) kukang borneo (YIARI dan partner, 2011).

Ra m but


(22)

7

Kukang memilikitapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina yang sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini membantu penglihatan kukang saat aktif di malam hari. Dalam kondisi gelap, mata kukang akan nampak bersinar oranye. Oleh karena itu paramater yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan kukang adalah deteksi sorot mata oranye yang terang (Schulze, 2003).

Kukang memiliki moncong atau ujung hidung yang selalu lembab dan basah. Bagian ini disebutrhinariumyang berfungsi untuk membantu daya

penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya. Rhinariumpada kukang berbeda dengan tupai. Pada kukang,rhinariumtidak memiliki rambut namun memiiki papilla yang jelas dan kasar (Schulze, 2003).

Kukang sumatera termasuk jenis primata yang tingkat reproduksinya rendah. Kematangan seksual pada kukang sumatera jantan adalah pada umur 17 bulan, sedangkan kukang sumatera betina pada umur 18–24 bulan dengan siklus estrus 29–45 hari. Lama masa gestasi kukang sumatera betina adalah 192,2 hari dengan periode menyusuinya selama 6 bulan (Izardet al., 1988).

C. Perilaku

Menurut Wiens (2002), kukang adalah satwa primata nokturnal yang aktif setelah terbenamnya matahari. Kukang sangat aktif pada pukul 21.00 hingga 00.00 di alam. Penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis saat mulai


(23)

8

terbitnya matahari (Nekaris, 2001). Berdasarkan Weins (2002), terdapat empat pola aktivitas nokturnal pada kukang, yaitu:

1. Aktif Sendiri

Menurut Weins (2002), perilaku aktif sendiri merupakan aktivitas yang dilakukan kukang tanpa ada individu lain di dekatnya. Perilaku aktif sendiri meliputi lokomosi, menelisik sendiri (auto grooming), dan lainnya yang tidak berhubungan dengan individu lain (Gambar 2). Sebagian besar aktifitas yang dilakukan kukang saat sendiri adalah lokomosi. Di alam, yang termasuk lokomosi adalahtravelling

(pergerakan secara langsung) danforaging(mencari makan) (Nekaris, 2001).

Gambar 2. Perilaku aktif sendiri kukang. A) berjalan, B) mencium bau objek, C) menelisik sendiri, D) menggaruk bagian tubuh, E) mencari makan, F) menutupi muka dengan tangan, G) penandaan dengan urin dan H) berdiri dengan dua kaki (Fitch-Snyderet al. 1999).


(24)

9

Kukang memiliki pergerakan yang lambat dan dapat memanjat secara quadrupedal(berjalan dengan empat kaki). Kukang tidak bergantung pada perilaku pertahanan aktif dalam menghadapi predator, namun bergantung pada lokomosi melata (crypsis). Kukang melakukan bridging(membentuk seperti jembatan) antara cabang-cabang pohon dengan sudut yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena kukang tidak dapat melompat (Weins dan Zitzmann, 2003).

2. Makan

Menurut Bottcher-Lawet al. (2001), makan adalah aktivitas

memasukkan makanan ke dalam mulut. Persentase kegiatan makan kukang adalah 12% dari masa aktifnya (Weins dan Zitzmann, 2003). Umumnya genusNycticebussering disebut sebagai omnivor (pemakan segala) dengan tingkat kesukaan tertentu terhadap salah satu atau beberapa jenis pakan. Jenis pakan kukang yaitu buah-buahan, bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur burung serta burung kecil (Nekaris & Bearder, 2007). Kukang lebih menyukai sumber pakan berupa getah atau cairan tumbuhan (34,9%) dan bagian dari bunga (31,7%) daripada buah-buahan (22,5%) (Wiens, 2002).

Cara kukang mendapatkan getah adalah dengan mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit pohon terkelupas dan mengeluarkan getah, lalu menjilatinya (Gambar 3A) (Swapna, 2008). Kukang juga


(25)

10

pradewasa, kukang memakan enam jenis serangga yaitu kumbang, semut, kupu-kupu, jangkrik, belalang, dan kepik (Wiens, 2002). Aktifitas makan kukang jarang sekali ditemukan secara langsung. Perjumpaan langsung aktifitas makan kukang di alam menunjukkan bahwa kukang jawa memakan nira dari aren (Winarti, 2003) dan cairan dari kulit cengkeh (Wirdateti, 2003).

Gambar 3. Perilaku makan dan minum kukang. A) cara makan kukang, B-C) cara minum kukang (Fitch-Snyderet al. 1999).

Kukang memiliki cara tersendiri untuk minum. Selain dengan cara meminum langsung, kukang juga sering menggunakan tangannya untuk menggenggam air atau nektar (Gambar 3B dan 3C). Kukang jawa dilaporkan menghisap sadapan nira pohon aren yang menetes secara alami maupun yang sedang disadap penduduk untuk diminum (Winarti, 2003).


(26)

11

3. Tidur

Perilaku tidur yaitu perilaku pada saat kukang dalam keadaan diam dan dalam keadaan mata tertutup (Bottcher-Law, 2001). Kukang pada umumnya beristirahat pada siang hari di ranting atau batang pohon dan liana (Weins dan Zitzmann, 2003). Terkadang kukang melakukan gerak freeze(Gambar 4A) yaitu posisi membeku tiba-tiba (Bottcher-Lawet al. 2001) dan duduk untuk istirahat (Gambar 4B) (Schulze, 2002). Kukang tidak pernah menggunakan lubang-ubang pohon atau wadah lain untuk istirahat. Terkadang kukang dijumpai menyerupai bola (Gambar 4C) yang disebutsleeping ball(Schulze, 2004). Menurut Weins (2002), kukang di alam menghabiskan sedikit waktu untuk aktivitas tidur (1,6%).

Gambar 4. Perilaku kukang. A) freeze, B) duduk, dan C) tidur (Fitch-Snyderet al. 1999).

Kukang tidur menyendiri maupun berkelompok dengan kisaran 1–3 individu (Wiens, 2002). Tempat tidur kukang adalah di strata yang tinggi, yaitu dahan, ranting, pelepah palem, ataupun liana. Pemilihan tempat tidur kukang sumatera di Manjung Malaysia Barat adalah pohon


(27)

12

(73,7%); palem-paleman (19,2%); semak (5,9%); liana dengan tinggi di atas permukaan tanah 1,8–35 m (1,2%). Setiap sepuluh hari kukang sumatera yang diamati Wiens (2002) menggunakan pohon (7,4 %) untuk tidur yang berbeda. Kisaran area tidur kukang pygmy adalah 0,1– 3,1 ha. Kukang pygmy cenderung memilih pohon untuk tidur yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Jarak antar pohon untuk tidur tersebut berkisar 97,2–289,6 m (Streicher, 2004). Kisaran posisi tidur kukang dari atas permukaan tanah adalah 10–30 m.

4. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan aktivitas yang melibatkan dua individu atau lebih. Informasi mengenai kehidupan sosial kukang masih sedikit. Kukang jawa memiliki sistem komunikasi seperti penggunaan urin sebagai penandaan teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan komunikasi taktil yaituallo-grooming/saling menelisik satu sama lain danassertion/membagi makanan (Gambar 5) (Weins, 2002).

Gambar 5. Perilaku sosial kukang. A)allo-groomingdan B)assertion (Fitch-Snyderet al. 1999).


(28)

13

D. Daerah Jelajah

Daerah jelajah (home range) merupakan wilayah yang dikunjungi satwa secara tetap karena dapat menyediakan makanan, minum serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin (Alikodra, 2002). Kukang menggunakan ruang daerah jelajah yang tumpang tindih. Daerah jelajah kukang jantan dewasa lebih luas daripada individu betina, serta mencakup sebagian dari daerah jelajah betina dan anaknya. Di hutan primer, luas daerah jelajah kukang betina dewasa

mencapai 0,8 ha sedangkan kukang jantan dewasa berkisar antara 3,8–4,0 ha. Di hutan yang terdapat penebangan, luas daerah jelajah kukang jantan dewasa antara 5,6–8,9 ha sedangkan kukang betina dewasa antara 4,1–4,8 ha. Dan di padang savana, luas daerah jelajah kukang jantan dewasa antara 19–25 ha sedangkan kukang betina dewasa dapat mencapai 10,4 ha (Wiens, 2002). Pergerakan harian kukang dilaporkan hingga 400 m/jam setiap malam

(Nekaris & Bearder, 2007). Asumsi berdasar kisaran ukuran tubuh yang sama dengan anggota prosimian lainnya seperti galagos (Sciurocheirus

cameronensis), menjadi indikasi bahwa kukang berpindah tempat hingga 10 m tiap malam. Jelajah harian kukang bisa lebih luas mengingat prosimian lainnya yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dan lebih kecil dapat memiliki jelajah harian yang bervariasi. Potto (Potto edwardsii) memiliki jelajah harian hingga 6 km tiap malam, sedangkanGrey Slender loris(Loris lydekkerianus) danRed Slender Loris(Loris tardigradus) memiliki jelajah harian ratusan meter hingga 1 km tiap malam (Nekaris & Bearder, 2007).


(29)

14

Pergerakan atau aktifitas jelajah di pengaruhi oleh intensitas cahaya. Kukang cenderung mengurangi aktifitas atau menghindari kondisi gelap total dan sangat sedikit cahaya. Aktifitas yang tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya bulan adalah makan dan menyelisik. Beberapa satwa primata nokturnal diketahui memiliki kecenderungan lebih aktif pada saat ada cahaya bulan (lunar philia) dan ada juga yang sebaliknya (lunar phobia). Contoh satwa primatalunar philiaadalahGalagosp. dan satwa primatalunar phobia adalahTarsiussp. (Gursky, 2003) danLorissp. (Nekaris & Bearder 2007).

E. Lokasi Penelitian

Hutan Lindung Batu Tegi merupakan waduk yang dibangun dari tahun 1995– 2003. Batutegi merupakan waduk terbesar di Asia Tenggara, berlokasi di Pekon Way Harong, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Lampung (Gambar 6). Waduk ini dibangun untuk pengembangan irigasi Way Sekampung. Sesuai dengan penetapan KPHL Model Batutegi di Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tanggamus melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.650/Menhut-II/2010, Hutan Lindung Batu Tegi memiliki luas wilayah ± 58.162 ha dan Blok kali Jernih yang merupakan bagian dari HL Batu Tegi memiliki luas ± 42.040 ha dari luas total HL Batu Tegi.


(30)

15

Gambar 6. Lokasi Penelitian. Kawasan HL Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung

F. Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI)

Yayasan International Animal Rescue Indonesia adalah lembaga non profit yang bergerak di bidang penyelamatan satwa liar Indonesia dan merupakan organisasi cabang dari IAR UK. Yayasan ini bertempat di Ciapus, Bogor. YIARI berdiri tanggal 29 Januari 2007. Kegiatan utama YIARI meliputi 3R yaiturescue(penyelamatan),rehabilitation(rehabilitasi), danrelease (pelepasliaran). Saat ini YIARI memfokuskan kegiatannya pada satwa primata, yaitu kukang, monyet ekor panjang dan beruk di Ciapus, serta orangutan di Ketapang.


(31)

16

YIARI telah melakukan pelepasliaran sejak tahun 2009. Pelepasliaran adalah program melepasliarkan satwa hasil sitaan atau serahan sukarela dan

dikembalikan ke alam setelah melalui tahapan rehabilitasi. Pada bulan Januari 2014, YIARI melepasliarkan kukang di tiga tempat, yaitu di Kawasan Hutan Lindung Batu Tegi, Register 3 Gunung Rajabasa, dan Gunung Salak (Huda R 2 Januari 2014, Komunikasi Pribadi).

Hingga Akhir Januari 2014, total kukang yang ada di YIARI Bogor 260 ekor, terdiri dari 44 ekor kukang jawa, 3 ekor kukang borneo, dan 213 ekor kukang sumatera. Dari 260 ekor kukang baik kukang sumatera maupun jawa yang ada di YIARI, tujuh ekor sedang dihabituasi di Gunung Salak dengan satu ekor yang dipantau, 10 ekor dilepasliarkan di HL Register 3 Gunung Rajabasa dan 20 ekor dilepasliarkan di HL Batu Tegi dengan 2 ekor yang terpasangRadio Collar(Huda R 2 Januari 2014, Komunikasi Pribadi).


(32)

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih, Tanggamus, Lampung. Waktu penelitian berlangsung selama 3 bulan antara bulan Januari–Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul 18.00–06.00 WIB. Penelitian ini bekerja sama dan di bawah program YIARI.

B. Bahan

Bahan yang digunakan adalah dua ekor kukang sumatera dewasa yang berjenis kelamin jantan dan betina. Kukang sumatera ini merupakan satwa hasil sitaan dari pedagang ilegal ataupun dari hasil penyerahan warga. Sebelum dilepasliarkan oleh YIARI di Kawasan Hutan Lindung Batutegi, kukang sumatera ini terlebih dahulu dimasukkan ke kandang habituasi.

C. Peralatan

1. Radio Collar

Dua ekor kukang sumatra yang dilepasliarkan sebelumnya dihabituasi di kandang habituasi Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Talang Randai ±1 tahun, lalu dimasukkan ke dalam kandang habituasi berukuran 3x4 m


(33)

18

±1 bulan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih. Selama masa habituasi, dilakukan pemasanganRadio Collarpada masing-masing leher kukang sumatera. Hal ini bertujuan agar kedua kukang sumatera tersebut terbiasa mengunakanRadio Collarsebelum dilepasliarkan.

2. Alat Pengamatan

Alat-alat yang digunakan untuk pengamatan dalam penelitian ini antara lain:Headlampberinframerah, teropong binokuler, kamera DSLR Nikon D5100 dan lensa Tamron for Nikon 70-300 mm,Radio Collar Receiver, Portable Antena, GPS (Global Position System), peta, petunjuk

waktu/jam tangan, lembar data dan alat tulis.

D. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan yaitu data perilaku kukang sumatera selama masa diam kukang sejak pukul 18.00–06.00 WIB. Parameter data perilaku yang diambil adalah perilaku umum yang disesuaikan dari Gursky (2003) dan Nekaris (2001), yaitu perilaku diam, makan, mencari makan, berjalan, bersuara, menelisik sendiri, interaksi sosial dan tidur. Juga diamati perilaku menyimpang atau perilaku selain perilaku umum. Selain itu juga dicatat koordinat daerah jelajah untuk memetakan dan menghitung luas daerah jelajah kukang yang diamati.


(34)

19

E. Metode Pengumpulan Data

Sebelum pengambilan data dimulai, keberadaan kukang sumatera ditentukan terlebih dahulu menggunakanRadio Collar Receiveryang dihubungkan denganPortable Antenna. Alat ini akan menerima frekuensi sinyal yang dipancarkan olehRadio Collar Transmitteryang terpasang pada leher kukang sumatera.Radio Collar Transmitteryang digunakan adalah jenis R1000 Communication Spesialists. Alat ini digunakan dengan cara: pertama, menyamakan frekuensiRadio Collar ReceiverdenganRadio Collar

Transmitteryang akan dilacak. Kedua, menentukan arah objek dengan cara mengarahkanPortable Antennakesegala arah hingga terdengar bunyi“beep” padaRadio Collar Receiver. Ketiga, mencari sudut arah objek yang tepat yaitu dari arah sinyal yang paling kuat terdengar.

1. Perilaku

Metode yang digunakan untuk pengamatan perilaku kukang sumatera adalah metodeFocal Animal Time Samplinguntuk mencatat frekuensi perilaku berdasarkan durasi waktu yang ditentukan yaitu setiap interval 5 menit danAd libitum Samplinguntuk mencatat perilaku menyimpang sepanjang pengamatan. Data direkam menggunakan metode

Instantaneous Sampling(Altmann, 1974) menggunakan lembar data. Parameter perilaku yang diamati meliputi:

a. Perilaku diam yaitu keadaan dimana mata kukang terbuka namun tidak melakukan pergerakan.


(35)

20

b. Perilaku makan sejak kukang mencium pakan, lalu menggigit dengan mulut atau mengambil pakan dengan satu atau kedua belah tangannya dan mengunyah hingga selesai menelannya.

c. Perilaku mencari makan yaitu ketika kukang sedang bergerak menuju sumber pakan (serangga atau nektar).

d. Perilaku berjalan yaitu ketika kukang melakukan lokomosi dengan empat kaki secara mendatar atau bergelantungan.

e. Perilaku bersuara yaitu ketika kukang mengeluarkan suara, baik menggeram, lengkingan, suara penyelidikan dan siulan yang menunjukkan kukang estrus

f. Perilaku menelisik sendiri adalah perilaku membersihkan debu dan kotoran yang menempel pada bulu, membersihkan sisa makanan pada tangan dengan menggunakan lidahnya serta menggaruk bagian yang gatal dengan cakar khusus yang terdapat di kakinya yang dilakukan sambil menggantung atau duduk di dahan.

g. Interaksi sosial meliputi interaksi antar individu, yaitu saat kukang mendeteksi kehadiran individu lain, berkelahi dan menelisik bersama. h. Perilaku tidur dimana kukang dalam keadaan mata tertutup dan tidak

melakukan pergerakaan apapun atau disebut tidur.

i. Perilaku menyimpang adalah perilaku di luar perilaku umum yang jarang terjadi di alam dan dilakukan secara terus-menerus (Bottcher-Lawet al., 2001).


(36)

21

2. Daerah jelajah

Metode yang digunakan untuk menduga daerah jelajah kukang sumatera adalah metodeMinimum Convex Polygon(Mohr, 1947), yaitu dengan cara menghubungkan titik-titik jelajah terluar kukang sumatera pada peta yang telah ditandai mengunakan GPS dengan interval waktu 15 menit. Peta yang telah ditandai kemudian dianalisis menggunakan software ArcGIS 10.1. Titik-titik jelajah dihubungkan dengan garis sehingga membentuk gambaran menyerupai poligon. Untuk mengetahui distribusi penggunaan habitat oleh kukang sumatera digunakan metode Kernel (Gambar 7) (Worthon, 1989).

Pengambilan titik jelajah kukang sumatera menggunakan GPS Input ke komputer menggunakan

program mapSource

Simpan file dalam bentuk Text (Tab

Delimited) Edit Lat/Long file di

Excel Simpan file dalam

bentuk Text (MS-DOS) Buka file di ArcGIS 10.1 melalui

Open X,Y Data Sesuaikan Sistem

Koordinat Olah file di program GME yang

telah terkoneksi program R 2.12.1 Project File

AturBandwitdhdanCell Sizedi KDE Command

Atur Quantiles diIsopleth Command

Buka file di ArcGIS 10.1 kembali dan kostumisasi sesuaioutputyang

diinginkan Simpan file dalam


(37)

22

F. Analisis Data

Data yang didapat dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar. Untuk data perilaku, persentase perilaku harian dihitung dengan rumus yang disesuaikan dari Martin dan Beteson (1988).

Persentase perilaku (%) = x 100% Keterangan :

X= frekuensi perilaku ke-n Y= total frekuensi

X Y


(38)

V. KESIMPULAN

A. Simpulan

1. Kukang sumatera melakukan aktivitas di alam mulai terbenamnya

matahari hingga beberapa saat sebelum matahari terbit, aktivitas tertinggi kukang sumatera adalah bergerak (46,7%) jantan dan (44,3%) betina. 2. Dalam bergerak, kukang sumatera lebih sering menggunakan mode jalan

naik dan jalan turun dengan kecepatan pelan. Kukang sumatera lebih banyak menggunakan ranting pohon dalam aktivitas bergerak.

3. Jenis pakan yang dimakan kukang sumatera di alam ada 3 jenis, yaitu buah [kopi (Coffeasp.) dan seserehan (Piper aduncumL.)], getah [mahoni (Swistenia mahagoni), randu (Ceiba pentandra), jengkol (Archdendron pauciflorum), pete (Parkia speciosa), dan sengon (Albizia chinensis)] dan serangga [tonggeret (Tibicen pruinosa)].

4. Analisis MCP menunjukkan bahwa luas daerah jelajah kukang sumatera jantan adalah 6,64 ha dan betina 6,22 ha. Analisis Kernel dengan

parameter penghaluspluginmenunjukkan luas daerah jelajah kukang sumatera jantan sebesar 6,17 ± 2,68 ha. Sedangkan kukang sumatera betina 5,83 ± 1,37 ha. Analisis Kernel dengan parameter penghalusCVh menunjukkan luas daerah


(39)

49

jelajah kukang sumatera jantan sebesar 3,15 ± 1,59 ha. Sedangkan kukang sumatera betina 3,28 ± 2,13 ha.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku dan daerah jelajah kukang sumatera (Nycticebus coucang) dengan parameter yang berbeda. Untuk perilaku misalnya dengan mengamati perilaku kukang sumatera betina selama mengasuh anaknya, sedangkan untuk daerah jelajah misalnya dengan mengamati pola daerah jelajah jantan selama masa kawin dengan beberapa betina. Perlu juga diamati mengenai habitat pelepasliaran kukang sumatera guna menunjuang kemampuannya dalam beradaptasi di alam.


(40)

฀AFTAR PUSTAKA

฀likodra, H.S. 2002. ฀engelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

฀ltmann, J. 1974. Observational study of behavior: sampling methods.

฀ournal ofBehaviour 48:227–267.

฀rio, ฀., Payne, K., Masnur, I.Y., Permanawati. 2007. ฀rotokol ฀elaksanaan ฀rogram Di ฀usat ฀enyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center). Bogor: Yayasan Owa Jawa, Departemen Kehutanan RI, Conservation International Indonesia, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

฀snawi, E., 1991. Studi sifat–sifat biologis kukang (Nycticebus coucang). Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Bottcher–Law, L., Fitch, H., Schulze, S.H. 2001. Management of lorises in captivity: a husbandry manual for Asian Lorisines Nycticebus & Loris spp. San Diego: Cres, Zool Soc San Diego.

CITES. 2007. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Faunda and Flora. Consultation with range States on proposals to amend Appendices I and II. From www.cites.org/esp/app/appendices.php [2 Desember 2013]

Fitch–Snyder, H., Jurke, M. S., Jurke, S., Tornatore, N., 1999. Data dari Husbandry Manual for ฀sian Lorisines (Nycticebus & Loris ssp.). In: Conservation database for lorises and pottos, chapter: Behavior. http://www.loris–conservation.org/database/ [6 Desember 2013].

Glassman DM, Wells JP., 1984. Positional and activity behavior in a captive slow loris: a quantitative assessmet. American Journal ฀rimatology 7:121–132 Ganzhorn, J.U. 2002. Distribution of folivorous lemur in relation to seasonally varying food resource: integrating quantitative and qualitative aspects of food characteristics. Oecologia 131:427–435

Gursky, S. 2003. Lunar philia in a nocturnal primate. International Journal of ฀rimatology 24(2):351–367

Harris S., Cresswell W.J., Forde P.G., Trewhella W.J., Woollard T. & Wray S. 1990: Home–range analysis using radio–tracking data: a review of problems


(41)

and techniques particularly as applied to the study of mammals. Mammal Rev. 20: 97–123.

Huynh, D.H. 1998. Ecology, biologi and conservation status of prosimian species in Vietnam. Folia Primatoogi 69 (Suppl 1): 101–108. Institute of Ecology and Biological Resource, Vietnam Centre of Natural Scienccand

Technology Hanoi.

IUCN. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. From www.iucnredlist.org. [26 November 2013].

Izard, M.K. Weisenseel, K.฀. dan ฀nge, R.L. 1988. Department of ฀natomy and Duke University Primate Center, Duke University, Durham, North Carolina. American Journal of ฀rimatology 16:331–339.

Johnson, M. H. dan B. J. Everitt. 2000. Essential reproduction. 5th ed: Blackwell

Science, Ltd., Oxford.

Jones, C. B. 2005. Behaviral flexibilities in primates: Causes and consequences. Springer Science + Business Media, Inc., New York.

Kartika, R.B. 2000. Studi Banding ฀erilaku Kukang (Nycticebus coucang) di Dua Lokasi ฀enangkaran [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Malone, N., Purnama, ฀.R., Wedana, M. 2002. ฀ssessment of the sale of primates at Indonesian bird markets. Journal of Asian ฀rimates 8:7–11.

Martin, P. dan Bateson, P. 1988. Measuring Behavior an Introduction Guide. 2nd. Ed. Cambridge University Press. Cambridge.

Mohr, C.O. 1947. Table of equivalent populations of North ฀merican small mammals. The American Midland Naturalis Journal 37: 223 –249. Napier, J. R. dan P. H. Napier. 1985. The natural history of primates. The MIT

Press, Cambridge.

Nekaris, K.฀.I. 2001. ฀ctivity budget and positional behavior of the Mysore slender loris (Loris tardigradus lydekkarianus): implications for “slow climbing” locomotion. Journal of Folia ฀rimatol 72: 228–241.

Nekaris, K.฀.I. dan Bearder, S.K. 2007. The lorisiform primates of ฀sia and mainland ฀frica: Diversity shrouded in darkness. Journal of The ฀rimates 2: 24–45.

Nursahid, R. 2001. ฀erdagangan ฀rimata Ancaman Serius bagi Kelestarian ฀rimata. Dalam: Prosiding Seminar Primatologi Indonesia 2000:


(42)

dalam Pengembangan Iptek. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada

Nursahid, R. dan Purnama, ฀.R. 2007. ฀erdagangan Kukang (Nycticebus

coucang) di Indonesia. www.profauna.or.id/indo/pressrelease/ perdagangan kukang.html. [01 Desember 2013].

Pambudi, J.฀.฀. 2006. Studi Perilaku dan Ekologi Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) di Kawasan Hutan Bodogol, Program Pascasarjana Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ฀lam Universitas Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede. Pangrango, Jawa Barat.

Powell, R.฀. 2000. ฀nimal home ranges and territories and home range estimators. p. 65–110. In: Research Techniques in ฀nimal Ecology:

Controversies and Consequences. L. Boitani and T. Fuller (eds.). Columbia University Press, NewYork.

Schulze, H. 2002. Table 8a: weight; trunk measurements. From www.

lorisconservation.org/database/population_database//tables/08aweight_trunk _meas.pdf. Last amandment 10 March 2002.

Schulze, H. 2003. Table 7c: Skin: Hands, feet–palms, soles, digital pads, rhinarium skin. http://www.lorisconservation. org/database//population _database /tables/07cpalms_pads_rhinarium.pdf. Last amendment 4 February 2003.

Schulze, H. 2004. ฀sian lorises: taxonomic problems caused by illegal trade. Di dalam: Nadler T, Streicher U, Ha TL, editor. International Symposium Conservation of ฀rimates in Vietnam; Cuc Phuong National Park Vietnam, 18–20 Nov 2003. Hanoi: Haki Press.

Streicher, U. dan H. Schulze. 2002. Seasonal changes in fur pattern and

colouration in the pygmy loris (Nycticebus pygmaeus) Caring for primates. ฀bstracts of the XIXth Congress of the International Primatological Society, Mammalogical society of China Beijing.

Streicher, U. 2004. Aspects of the ecology dan conservation of the pygmy loris Nycticebus pygmaeus in Vietnam. [Dissertation]. Muenchen:

Ludwig–Maximilians–Universität.

Smuts, B.B. Cheney, D.L. Seyfarth, R.M. Wrangham, R.W. dan Struhsaker, T.T.. 1987. ฀rimate Societies, University of Chicago Press, Chicago.

Swapna, N. 2008. Assessing the feeding ecology of the Bengal slow loris (Nycticebus bengalensis) in Trishna Wildlife Sanctuary, Tripura [Tesis]. Bangalore: National Centre for Biological Sciences.


(43)

Wiens, F. 2002. Behavior and ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang): social organisation, infant care system and diet [Dissertation]. Bayreuth: Faculty of Biology, Chemistry and Geosciences of Bayreuth University. Wiens, F. dan Zitzmann, ฀. 2003. Social structure of the solitary slow loris

Nycticebus coucang (Lorisidae). Journal of Zoology 261:35–46

Winarti, I. 2003. Distribusi dan Struktur Vegetasi Habitat Kukang (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di Desa Marga Mekar, Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bandung: Universitas

Padjadjaran.

Wirdateti. 2003. Pengamatan Nycticebus coucang (kukang) di Taman Nasional Gunung Halimun. Journal of Fauna Indonesia 5(2):49–54.

Worthon, B.J. 1989. Kernel methods for estimating the utilisation distribution in home range studies. Journal of Ecology 70: 164–168.

YI฀RI dan Partner. 2011. The Slow Loris in Indonesia, The Rise in Illegal Wildlife Trade. Dalam Konservasi Satwa Liar: Mengapa Harus Dilakukan?. Sigit, R.R. From

www.mongabay.co.id/2013/12/02/konservasi–satwa–liar–mengapa–kukang –harus–dilindungi/. [8 Desember 2013].

Zimmerman, B.J. 1985. The development of "intrinsic" motivation: ฀ social learning analysis. In G.J. Whitehurst Ed. ฀nnals of Child Development (pp.117–160). Greenwich, CT: J฀I Pres.


(1)

V. KESIMPULAN

A. Simpulan

1. Kukang sumatera melakukan aktivitas di alam mulai terbenamnya

matahari hingga beberapa saat sebelum matahari terbit, aktivitas tertinggi kukang sumatera adalah bergerak (46,7%) jantan dan (44,3%) betina. 2. Dalam bergerak, kukang sumatera lebih sering menggunakan mode jalan

naik dan jalan turun dengan kecepatan pelan. Kukang sumatera lebih banyak menggunakan ranting pohon dalam aktivitas bergerak.

3. Jenis pakan yang dimakan kukang sumatera di alam ada 3 jenis, yaitu buah [kopi (Coffeasp.) dan seserehan (Piper aduncumL.)], getah [mahoni (Swistenia mahagoni), randu (Ceiba pentandra), jengkol (Archdendron pauciflorum), pete (Parkia speciosa), dan sengon (Albizia chinensis)] dan serangga [tonggeret (Tibicen pruinosa)].

4. Analisis MCP menunjukkan bahwa luas daerah jelajah kukang sumatera jantan adalah 6,64 ha dan betina 6,22 ha. Analisis Kernel dengan

parameter penghaluspluginmenunjukkan luas daerah jelajah kukang sumatera jantan sebesar 6,17 ± 2,68 ha. Sedangkan kukang sumatera betina 5,83 ± 1,37 ha. Analisis Kernel dengan parameter penghalusCVh menunjukkan luas daerah


(2)

49

jelajah kukang sumatera jantan sebesar 3,15 ± 1,59 ha. Sedangkan kukang sumatera betina 3,28 ± 2,13 ha.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku dan daerah jelajah kukang sumatera (Nycticebus coucang) dengan parameter yang berbeda. Untuk perilaku misalnya dengan mengamati perilaku kukang sumatera betina selama mengasuh anaknya, sedangkan untuk daerah jelajah misalnya dengan mengamati pola daerah jelajah jantan selama masa kawin dengan beberapa betina. Perlu juga diamati mengenai habitat pelepasliaran kukang sumatera guna menunjuang kemampuannya dalam beradaptasi di alam.


(3)

฀AFTAR PUSTAKA

฀likodra, H.S. 2002. ฀engelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

฀ltmann, J. 1974. Observational study of behavior: sampling methods. ฀ournal ofBehaviour 48:227–267.

฀rio, ฀., Payne, K., Masnur, I.Y., Permanawati. 2007. ฀rotokol ฀elaksanaan ฀rogram Di ฀usat ฀enyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center). Bogor: Yayasan Owa Jawa, Departemen Kehutanan RI, Conservation International Indonesia, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

฀snawi, E., 1991. Studi sifat–sifat biologis kukang (Nycticebus coucang). Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Bottcher–Law, L., Fitch, H., Schulze, S.H. 2001. Management of lorises in captivity: a husbandry manual for Asian Lorisines Nycticebus & Loris spp. San Diego: Cres, Zool Soc San Diego.

CITES. 2007. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Faunda and Flora. Consultation with range States on proposals to amend Appendices I and II. From www.cites.org/esp/app/appendices.php [2 Desember 2013]

Fitch–Snyder, H., Jurke, M. S., Jurke, S., Tornatore, N., 1999. Data dari Husbandry Manual for ฀sian Lorisines (Nycticebus & Loris ssp.). In: Conservation database for lorises and pottos, chapter: Behavior. http://www.loris–conservation.org/database/ [6 Desember 2013].

Glassman DM, Wells JP., 1984. Positional and activity behavior in a captive slow loris: a quantitative assessmet. American Journal ฀rimatology 7:121–132 Ganzhorn, J.U. 2002. Distribution of folivorous lemur in relation to seasonally varying food resource: integrating quantitative and qualitative aspects of food characteristics. Oecologia 131:427–435

Gursky, S. 2003. Lunar philia in a nocturnal primate. International Journal of ฀rimatology 24(2):351–367

Harris S., Cresswell W.J., Forde P.G., Trewhella W.J., Woollard T. & Wray S. 1990: Home–range analysis using radio–tracking data: a review of problems


(4)

and techniques particularly as applied to the study of mammals. Mammal Rev. 20: 97–123.

Huynh, D.H. 1998. Ecology, biologi and conservation status of prosimian species in Vietnam. Folia Primatoogi 69 (Suppl 1): 101–108. Institute of Ecology and Biological Resource, Vietnam Centre of Natural Scienccand

Technology Hanoi.

IUCN. 2013. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2013.2. From www.iucnredlist.org. [26 November 2013].

Izard, M.K. Weisenseel, K.฀. dan ฀nge, R.L. 1988. Department of ฀natomy and Duke University Primate Center, Duke University, Durham, North Carolina. American Journal of ฀rimatology 16:331–339.

Johnson, M. H. dan B. J. Everitt. 2000. Essential reproduction. 5th ed: Blackwell

Science, Ltd., Oxford.

Jones, C. B. 2005. Behaviral flexibilities in primates: Causes and consequences. Springer Science + Business Media, Inc., New York.

Kartika, R.B. 2000. Studi Banding ฀erilaku Kukang (Nycticebus coucang) di Dua Lokasi ฀enangkaran [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Malone, N., Purnama, ฀.R., Wedana, M. 2002. ฀ssessment of the sale of primates at Indonesian bird markets. Journal of Asian ฀rimates 8:7–11.

Martin, P. dan Bateson, P. 1988. Measuring Behavior an Introduction Guide. 2nd. Ed. Cambridge University Press. Cambridge.

Mohr, C.O. 1947. Table of equivalent populations of North ฀merican small mammals. The American Midland Naturalis Journal 37: 223 –249. Napier, J. R. dan P. H. Napier. 1985. The natural history of primates. The MIT

Press, Cambridge.

Nekaris, K.฀.I. 2001. ฀ctivity budget and positional behavior of the Mysore slender loris (Loris tardigradus lydekkarianus): implications for “slow climbing” locomotion. Journal of Folia ฀rimatol 72: 228–241.

Nekaris, K.฀.I. dan Bearder, S.K. 2007. The lorisiform primates of ฀sia and mainland ฀frica: Diversity shrouded in darkness. Journal of The ฀rimates 2: 24–45.

Nursahid, R. 2001. ฀erdagangan ฀rimata Ancaman Serius bagi Kelestarian ฀rimata. Dalam: Prosiding Seminar Primatologi Indonesia 2000:


(5)

dalam Pengembangan Iptek. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada

Nursahid, R. dan Purnama, ฀.R. 2007. ฀erdagangan Kukang (Nycticebus

coucang) di Indonesia. www.profauna.or.id/indo/pressrelease/ perdagangan kukang.html. [01 Desember 2013].

Pambudi, J.฀.฀. 2006. Studi Perilaku dan Ekologi Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy, 1812) di Kawasan Hutan Bodogol, Program Pascasarjana Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ฀lam Universitas Indonesia. Taman Nasional Gunung Gede. Pangrango, Jawa Barat.

Powell, R.฀. 2000. ฀nimal home ranges and territories and home range estimators. p. 65–110. In: Research Techniques in ฀nimal Ecology:

Controversies and Consequences. L. Boitani and T. Fuller (eds.). Columbia University Press, NewYork.

Schulze, H. 2002. Table 8a: weight; trunk measurements. From www.

lorisconservation.org/database/population_database//tables/08aweight_trunk _meas.pdf. Last amandment 10 March 2002.

Schulze, H. 2003. Table 7c: Skin: Hands, feet–palms, soles, digital pads, rhinarium skin. http://www.lorisconservation. org/database//population _database /tables/07cpalms_pads_rhinarium.pdf. Last amendment 4 February 2003.

Schulze, H. 2004. ฀sian lorises: taxonomic problems caused by illegal trade. Di dalam: Nadler T, Streicher U, Ha TL, editor. International Symposium Conservation of ฀rimates in Vietnam; Cuc Phuong National Park Vietnam, 18–20 Nov 2003. Hanoi: Haki Press.

Streicher, U. dan H. Schulze. 2002. Seasonal changes in fur pattern and

colouration in the pygmy loris (Nycticebus pygmaeus) Caring for primates. ฀bstracts of the XIXth Congress of the International Primatological Society, Mammalogical society of China Beijing.

Streicher, U. 2004. Aspects of the ecology dan conservation of the pygmy loris Nycticebus pygmaeus in Vietnam. [Dissertation]. Muenchen:

Ludwig–Maximilians–Universität.

Smuts, B.B. Cheney, D.L. Seyfarth, R.M. Wrangham, R.W. dan Struhsaker, T.T.. 1987. ฀rimate Societies, University of Chicago Press, Chicago.

Swapna, N. 2008. Assessing the feeding ecology of the Bengal slow loris (Nycticebus bengalensis) in Trishna Wildlife Sanctuary, Tripura [Tesis]. Bangalore: National Centre for Biological Sciences.


(6)

Wiens, F. 2002. Behavior and ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang): social organisation, infant care system and diet [Dissertation]. Bayreuth: Faculty of Biology, Chemistry and Geosciences of Bayreuth University. Wiens, F. dan Zitzmann, ฀. 2003. Social structure of the solitary slow loris

Nycticebus coucang (Lorisidae). Journal of Zoology 261:35–46

Winarti, I. 2003. Distribusi dan Struktur Vegetasi Habitat Kukang (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) di Desa Marga Mekar, Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bandung: Universitas

Padjadjaran.

Wirdateti. 2003. Pengamatan Nycticebus coucang (kukang) di Taman Nasional Gunung Halimun. Journal of Fauna Indonesia 5(2):49–54.

Worthon, B.J. 1989. Kernel methods for estimating the utilisation distribution in home range studies. Journal of Ecology 70: 164–168.

YI฀RI dan Partner. 2011. The Slow Loris in Indonesia, The Rise in Illegal Wildlife Trade. Dalam Konservasi Satwa Liar: Mengapa Harus Dilakukan?. Sigit, R.R. From

www.mongabay.co.id/2013/12/02/konservasi–satwa–liar–mengapa–kukang –harus–dilindungi/. [8 Desember 2013].

Zimmerman, B.J. 1985. The development of "intrinsic" motivation: ฀ social learning analysis. In G.J. Whitehurst Ed. ฀nnals of Child Development (pp.117–160). Greenwich, CT: J฀I Pres.