2
1. Pendahuluan
Wayang adalah seni dekoratif yang merupakan ekspresi kebudayaan nasional. Di samping merupakan ekspresi kebudayaan nasional juga merupakan
media pendidikan, media informasi dan media hiburan. Wayang sebagai media pendidikan terutama pendidikan mental karena di dalamnya terdapat unsur-unsur
pendidikan mental dan watak seperti masalah keadilan, kebenaran, kejujuran, kepahlawanan, kesusilaan, psikologi, filsafat dan berbagai problema watak
manusiawi yang sukar diungkapkan atau dipecahkan[1].
Pertunjukan wayang kulit telah diakui UNESCO sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat
berharga Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Namun, cerita wayang kini semakin tertinggalkan. Generasi muda sekarang jauh lebih
kenal karakter kartun komik jepang daripadakesenian wayang yang merupakan warisan leluhur sendiri.Kartun Jepang baik berupa komik atau film telah
mewarnaikehidupan anak muda hingga mereka mulai akrab dengan namanamamakanan atau mungkin budaya yang berlaku sehari-hari[2]. Padahal
wayang kulit adalah budaya nasional yang harus diketahui oleh generasi muda saat ini.
Wayang kulit sarat dengan nilai-nilai pendidikan, kebudayaan dan filosofi, salah satu cerita wayang kulit yang padat akan nilai-
nilai tersebut adalah “Semar Maneges”. Lakon Semar Maneges mempunyai nilai positif mengenai arti
kehidupan dan pembenahan diri dari keburukan. Namun, bagi sebagian besar generasi muda belum pernah mendengar, membaca, maupun melihat pagelaran
wayang kulit dengan lakon “Semar Maneges”. Upaya yang pernah dilakukan untuk memperkenalkan kesenian wayang kulit
adalah melalui buku seperti Ensiklopedi Wayang Indonesia terbitan Senawangi serta buku cerita mengenai wayang dengan lakon tertentu[3]. Namun, upaya ini
dinilai belum efektif dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan perancangan sebuah media komunikasi visual yang tepat dimana media tersebut dapat dirancang
dengan lebih menarik dan edukatif.
Maka berdasarkan rekomendasi dari Bapak Gideon Tarwo selaku seniman dalang di kota Salatiga, muncul gagasan untuk merancang sebuah media berupa
buku cerita yang mengangkat cerita wayang kulit dengan lakon “Semar Maneges” yang diharapkan dapat memberikan solusi alternatif dalam memperkenalkan
kesenian wayang kulit kepada generasi muda khususnya siswa SMP. Penggunaan dwi bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa diharapkan dapat
memperluas sasaran pasar tetapi tidak meninggalkan Bahasa Jawa sebagai pengingat bahwa kesenian wayang kulit berasal dari tanah Jawa.
Media komunikasi ini akan dirancang dengan penyajian buku cerita yang lebih menarik dan edukatif dalam bidang pembentukan moral agar dapat mencapai
tujuan dalam upaya melestarikan kesenian wayang kulit pada generasi muda khususnya siswa SMP.
3
2. Kajian Pustaka