TUGAS AKHIR 007

(1)

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN

”PERLUNYA MODEL PEMBELAJARAN YANG DAPAT

MENGAKTIFKAN PESERTA DIDIK DALAM KEGIATAN

PEMBELAJARAN FISIKA”

AHSAN WAHYUDIN

15B08047

FISIKA C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016


(2)

PERLUNYA MODEL PEMBELAJARAN YANG DAPAT

MENGAKTIFKAN PESERTA DIDIK DALAM KEGIATAN

PEMBELAJARAN FISIKA

A. Makna dan Harapan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam menjalani hidup bermasyarakat. Sebab tanpa pendidikan, manusia tidak akan pernah mengubah strata sosialnya untuk menjadi lebih baik.

Pendidikan dalam pengertian yang sederhana dan umum dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan, 2010: 1-2).

Pendidikan sudah seharusnya menjadi salah satu hal yang penting bagi umat muslim. Ajaran agama mengajarkan untuk senantiasa menempuh pendidikan dan menuntut ilmu.

Menurut Daradjat, dkk. (2011: 7) Allah meninggikan derajat orang yang berilmu itu. Firmannya :

...













 





















...

Artinya :

”... (Allah) meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan itu. (Q.S. 58 Al-Mujadalah 11). (Orang yang berilmu itu lebih tinggi beberapa derajat dari orang yang tidak berilmu).”

Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan zaman dan pembangunan. Bangsa ini mengalami persaingan yang semakin ketat dengan


(3)

bangsa-bangsa lain, sehingga sangat diperlukan pembangunan manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Kualitas manusia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Hal ini telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (Rahman Getteng, 2012: 13). Pendidikan yang bermutu adalah ketika peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang dilakukan secara sadar dan terencana. Dalam hal ini peserta didik diposisikan sebagai subjek pendidikan dan pendidik harus menyusuaikan diri dengan potensi peserta didik.

B. Permasalahan Pendidikan yang Terjadi dalam Kegiatan Pemebelajaran Fisika

Gambar 1: SMP Negeri 26 Makassar sebagai Sekolah Tempat Melakukan Observasi

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif, nilai edukatif yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum proses pembelajaran dilakukan. Seorang pendidik menentukan metode yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai.


(4)

Pada pembelajaran fisika, peserta didik merupakan pusat perhatian utama. Peranan guru dalam menentukan pola kegiatan belajar mengajar di kelas, bukan hanya ditentukan oleh metode yang digunakan, tetapi juga bagaimana mendesain pembelajaran agar peserta didik memiliki pengalaman belajar. Jadi pengalaman belajar itu diperoleh baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfaatkan lingkungan melalui interaksi aktif. Fisika dipelajari oleh peserta didik bukan hanya sekedar menghafal untuk menjawab pada saat ujian, tetapi untuk lebih dari itu peserta didik dapat memanfaatkan kemampuan fisika yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan observasi yang saya lakukan di kelas VII 5 SMP Negeri 26 Makassar , terdapat beberapa hal yang saya temukan, yaitu sebagai berikut:

1. Peran guru sangat dominan dan siswa kurang dilibatkan dalam kegiatan belajar-mengajar. Akibat dari perlakuan seperti ini, peserta didik tidak memiliki semangat untuk belajar dan mereka memilih kebanyakan diam sambil memperhatikan penjelasan guru walaupun sebenarnya mereka sangat bosan dengan keadaan itu, bahkan lebih parah lagi adalah peserta didik yang tidak berminat untuk memperhatikan kemudian melakukan aktifitas-aktifitas lain seperti bermain yang akan mengalihkan perhatiannya terhadap penyampaian materi yang dilakukan oleh guru, menganggu konsentrasi peserta didik yang lain, bahkan konsentrasi guru pun akan terpecah, sehingga pada akhirnya nanti akan menyita alokasi waktu pelajaran yang sebelumnya telah dipersiapkan baik dengan baik oleh guru yang bersangkutan. 2. Masalah utama yang dihadapi pengajar dalam proses belajar mengajar adalah

bagaimana mendapatkan perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan proses mengajar serta melibatkan peserta didik secara aktif dan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Desain pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, yang didominasi secara aktif oleh guru saja, menyebabkan kurang terlibatnya peserta didik sendiri dalam proses pengembangan belajarnya.


(5)

3. Terungkap bahwa masalah yang dihadapi pada pembelajaran fisika di SMP Negeri 26 Makassar adalah lemahnya sistem pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar dalam hal menggali potensi peserta didik serta kebanyakan peserta didik hanya memperoleh informasi atau pengetahuannya dari guru mata pelajaran saja. Model pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran fisika lebih banyak digunakan metode ceramah dan pemberian tugas. Dalam metode ceramah dan pemberian tugas ini, guru fisika menjelaskan secara umum di papan tulis, kemudian peserta didik mencatat berdasarkan penjelasan guru pada papan tulis, lalu diakhir pembelajaran diberi tugas serta dikumpul dan diperiksa oleh guru. Kurangnya variasi dalam mendesain proses pembelajaran yang dilakukan guru membuat para peserta didik jenuh mengikuti kegiatan belajar mengajar, interaksi pembelajaran dalam kelas relatif masih rendah dan berlangsung satu arah. Di kelas tersebut, peserta didik cenderung pasif, tidak berani mengungkapkan pendapat atau pertanyaan, dan motivasi peserta didik dalam mengikuti pembelajaran rendah. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya peserta didik yang mendengarkan penjelasan pendidik, bahkan ada peserta didik yang diam saja dan ada juga yang bermain-main sendiri saat guru sedang menerangkan pelajaran. Hal-hal tersebut tersebut mengakibatkan hasil belajar fisika yang diperoleh kurang optimal. Dengan perolehan hasil belajar yang kurang, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran yang telah ditargetkan tidak tercapai, yang kesemuanya itu menempatkan hasil belajar fisika yang diperoleh termasuk kategori hasil belajar yang rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.


(6)

Gambar 2: Suasana Pembelajaran Fisika Kelas VII di SMP Negeri 26 Makassar

C. Solusi Mengatasi Permasalahan Pendidikan yang Terjadi dalam Kegiatan Pembelajaran Fisika

Mengatasi permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran fisika pada kelas VII SMP Negeri 26 Makassar, maka diperlukan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran, memberi kesempatan kepada siswa agar dapat mendapatkan pengalaman langsung dalam menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sebagai bentuk pembangunan pengetahuan dalam pemikirannya, yang disusun secara terstruktur, yang dapat menjangkau seluruh kegiatan pembelajaran fisika. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi rendahnya hasil belajar fisika peserta didik.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran seperti model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif sendiri terdapat beberapa macam model pembelajaran yang tentunya dapat mengaktifkan peserta didik, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, NHT (Number Heads Together), CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) TPS (Think Pair Share), TAI (Team Assisted Individualization atau Teams Accelerated Instruction), TGT (Teams Games Tournaments), STAD (Students Teams Achievement Divisions), PBL (Problem Base Learning), Daur Belajar (Learning Cycle), dan lain sebagainya.


(7)

1. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

Selama lebih dari empat dekade, dimulai pada tahun 1970-an dan berkembang pesat pada tahun 1980-an, sampai saat ini pembelajaran kooperatif terus berkembang menjadi strategi pembelajaran yang populer. Sejumlah pakar yang ditengarai mengembangkan pembelajaran kooperatif ini antara lain adalah Johnson dan Johnson, Elliot Aronson, Robert Slavin, Elizabeth Cohen, dan Spencer Kagan. Dari para ahli tersebut yang secara konsisten mengembangkan pembelajaran kooperatif sehingga membentuk komunitas pembelajaran kooperatif adalah Elliot Aronson (masyarakat Jigsaw), Johnson dan Johnson, serta Spencer Kagan (komunitas pembelajaran kooperatif Spencer Kagan) (Warsono dan Hariyanto, 2012: 159).

Menurut Johnson et al. (1993) dalam Zakaria (2007: 16):

Pembelajaran kooperatif adalah melibatkan pengajaran yang mengumpulkan pelajar dalam kumpulan kecil supaya mereka bekerjasama bagi memaksimumkan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif memerlukan keterlibatan pelajar sepenuhnya dengan berkelompok maklumat, memberi maklum balas, galakan kepada rakan-rakan, serta membantu membina dan mengembangkan idea dalam penyelesaian masalah. Kajian eksperimental dan diskriptif yang dijalankan menyokong pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif boleh memberikan hasil yang positif kepada pelajar.

Warsono dan Hariyanto (2012: 160-161) mengutip beberapa definisi yang berbeda tentang pembelajaran kooperatif, tetapi dengan makna yang kurang lebih mirip. Scott B. Watson dari School of Education, Faculty Publications and Presentations Liberty University (1992) dalam makalahnya yang berjudul The Essential Elements of Cooperative Learning menyatakan bahwa:

Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan belajar kelas yang memungkinkan siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya.


(8)

Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran terhadap kelompok kecil sehingga siswa dapat bekerja sama memaksimalkan pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan pembelajaran anggota kelompok lain.

Woolfolk (2001) mendefinisikan:

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan yang berbeda-beda, dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan.

Lain halnya menurut funderstanding, suatu organisasi yang melalui situsnya mengkhususkan diri kepada penyebarluasan konsep-konsep pendidikan, mengutip Spencer Kagan (1992) secara sederhana merumuskan:

Pembelajaran kooperatif terdiri dari teknik-teknik pembelajaran yang memerlukan saling ketergantungan positif antara pembelajar agar pembelajaran berlangsung baik.

Dari definisi-definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa yang bekerja sama dan belajar bersama dengan saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2013: 202).

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai macam mata pelajaran. Mulai dari matematika, membaca, menulis, sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih daripada itu, pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran (Slavin, 2005: 4).


(9)

2. Komponen Pembelajaran Kooperatif

Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni: (1) cooperative task atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain (Rusman, 2013: 206).

Menurut Sanjaya (2006) dalam Rusman (2013: 206):

Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.

3. Karakteristik/Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2013: 207-208) menuliskan karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Manajemen seperti yang telah kita pelajari sebelumnya mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana


(10)

cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif meemrlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

3. Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, tanpa kerja sama yang baik, tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran kooperatif mengandung pelbagai bentuk, walau bagaimanapun semuanya adalah bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran semasa berada dalam kumpulan. Menurut Artzt dan Newman (1997) dalam Zakaria (2007: 19), pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri berikut:

(a) Ahli-ahli kumpulan menganggap mereka adalah sebahagian daripada satu pasukan yang mempunyai matlamat yang sama

(b) Ahli-ahli menyadari mereka mempunyai suatu tugas yang perlu disempurnakan, kejayaan, atau kegagalan di kelompok bersama

(c) Semua pelajar mesti berkomunikasi untuk mencapai matlamat

(d) Setiap hasil kerja ahli memberikan kesan langsung terhadap kejayaan atau kegagalan kumpulan


(11)

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) yang dikutip oleh Rusman (2013: 212), ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok

untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Pada umumnya, para ahli seperti yang disampaikan oleh George Jacobs yang dikutip oleh Warsono dan Hariyanto (2012: 162-163), sepakat ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut:

(1)Pembentukan kelompok harus heterogen, maksudnya dalam pembentukan kelompok para siswa yang melaksanakan pembelajaran kooperatif harus diatur terdiri dari satu atau lebih sejumlah variable seperti jenis kelamin, etnis, kelas social, agama, kepribadian, usia, kecakapan bahasa, kerajinan kecakapan, dan lain-lain.

(2)Perlu keterampilan kolaboratif, misalnya para siswa mampu memberikan alasan, berargumentasi, menjaga perasaan siswa lain, bertoleransi, tidak hanya mau menang sendiri.

(3)Otonomi kelompok. Siswa didorong untuk mencari jawaban sendiri, membuat proyek sendiri dari pada selalu bergantung kepada guru. Peranan guru sebagai fasilitator amat penting. Guru tidak lagi bertindak selaku orang bijak di atas panggung (sage on the stage), tetapi memandu siswa dari samping (guide on the side, maknanya saat member bantuan guru dalam posisi sejajar dengan siswa). (4)Interaksi simultan. Masing-masing beraktivitas menuju tujuan bersama. Pada

proses pembelajaran, salah satu siswa pada setiap kelompok harus menjadi juru bicara. Jadi jika kelasnya terdiri dari 32 orang, dalam kelompok empat-empat ada 8 orang yang berbicara mewakili kelompoknya.

(5)Partisipasi yang adil dan setara (Kagan, 1994), tidak boleh hanya ada satu ada dua orang siswa saja yang mendominasi.


(12)

(6)Tanggung jawab individu. Setiap siswa harus mencoba untuk belajar dan kemudian saling berbagi pengetahuannya.

(7)Ketergantungan positif. Ini adalah jantung pembelajaran kooperatif. Setiap siswa harus berpedoman “satu untuk semua dan semua untuk satu” dalam mencapai pengembangan potensi akademis.

(8)Kerja sama sebagai nilai karakter. Prinsip ini maknanya adalah kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar, namun kerja sama juga menjadi bagian dari isi pembelajaran, kerja sama sebagai nilai menegaskan perlunya ketergantungan positif, yakni mewujudkan slogan “Satu untuk semua, semua untuk satu”, seperti di atas.

5. Prosedur (Langkah-langkah) Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2013: 212-213) menuliskan prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan Sanjaya (2006: 247):

Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya.

4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

Dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 161-162) dijelaskan, pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran kooperatif, para siswa saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang hal-hal sebagai berikut:


(13)

a. Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu kelompok kerja.

b. Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang. Namun yang paling disukai adalah dalam satu kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang.

c. Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas bersama atau kegiatan pembelajaran.

d. Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran diberi struktur sedemikian rupa sehingga setiap siswa saling membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama.

e. Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya.

6. Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan berbagai hasil penelitian serta fakta empiris di lapangan menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 164), pembelajaran kooperatif ternyata telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dalam hal:

a. Memberikan kesempatan kepada sesame siswa untuk saling berbagi informasi kognitif; b. Memberi motivasi kepada siswa untuk mempelajari bahan pembelajaran dengan lebih

baik;

c. Meyakinkan siswa untuk mampu membangun pengetahuannya sendiri; d. Memberikan masukan informatif;

e. Mengembangkan keterampilan sosial kelompok yang diperlukan untuk berhasi di luar ruangan kelas, bahkan di luar sekolah;

f. Meningkatkan interaksi positif antar anggota yang berasal dari berbagai kultur yang berbeda serta kelompok soial ekonomi yang berlainan;

g. Meningkatkan daya ingat siswa karena dalam pembelajaran kooperatif, siswa secara langsung dapat menerapkan kegiatan mengajar siswa yang lain (teach others).


(14)

Selanjutnya, Warsono dan Hariyanto (2012: 164-165) menjelaskan penelitian yang lain tentang pembelajaran kooperatif dan sudah dimulai sejak tahun 1970-an membuktikan bahwa penerapan teknik pembelajaran kooperatif antara lain memberikan manfaat berupa:

a. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik; b. Meningkatkan kemampuan meningat para siswa;

c. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya; d. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral; e. Mengembangkan keterampilan social siswa;

f. Meningkatkan rasa percaya diri siswa;

g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras.

Pembelajaran kooperatif tidak akan berjaya tanpa peranan aktif guru. Guru harus memastikan bahwa kumpulan yang dibentuk mampu berfungsi dengan berkesan, juga mengurus tugasan pelajar dan memberi arahan mengenai apa yang perlu dibuat dan tidak patut buat. Guru juga berperan sebagai pengantara dengan bertanya soalan dan memandu kepada matlamat yang ingin dicapai. Membantu kumpulan yang ada masalah dalam tugasan adalah wajar tetapi jangan sesekali guru member jawapan segera kepada sesuatu masalah. Guru juga dari semasa ke semasa harus membuat pengesanan dan memantau kumpulan perbincangan dengan cara pemerhatian, member maklum balas dan membuat teguran jika perlu. Galakan dan dorongan daripada guru juga perlu bagi member semangat kepada pelajar agar menjadikan pembelajaran matematik satu pembelajaran yang menyeronokkan (Zakaria, 2007: 20-21).


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah, dkk.. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rahman Getteng, Abd.. 2012. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Yogyakarta: Grha Guru.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.

Slavin, Robert E.. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Zakaria, Effandi, dkk.. 2007. Trend Pengajaran dan Pembelajaran Tematik. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.


(1)

cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif meemrlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

3. Kemauan untuk Bekerja Sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, tanpa kerja sama yang baik, tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran kooperatif mengandung pelbagai bentuk, walau bagaimanapun semuanya adalah bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran semasa berada dalam kumpulan. Menurut Artzt dan Newman (1997) dalam Zakaria (2007: 19), pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri berikut:

(a) Ahli-ahli kumpulan menganggap mereka adalah sebahagian daripada satu pasukan yang mempunyai matlamat yang sama

(b) Ahli-ahli menyadari mereka mempunyai suatu tugas yang perlu disempurnakan, kejayaan, atau kegagalan di kelompok bersama

(c) Semua pelajar mesti berkomunikasi untuk mencapai matlamat

(d) Setiap hasil kerja ahli memberikan kesan langsung terhadap kejayaan atau kegagalan kumpulan


(2)

Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) yang dikutip oleh Rusman (2013: 212), ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.

4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok

untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Pada umumnya, para ahli seperti yang disampaikan oleh George Jacobs yang dikutip oleh Warsono dan Hariyanto (2012: 162-163), sepakat ada delapan prinsip yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain sebagai berikut:

(1)Pembentukan kelompok harus heterogen, maksudnya dalam pembentukan kelompok para siswa yang melaksanakan pembelajaran kooperatif harus diatur terdiri dari satu atau lebih sejumlah variable seperti jenis kelamin, etnis, kelas social, agama, kepribadian, usia, kecakapan bahasa, kerajinan kecakapan, dan lain-lain.

(2)Perlu keterampilan kolaboratif, misalnya para siswa mampu memberikan alasan, berargumentasi, menjaga perasaan siswa lain, bertoleransi, tidak hanya mau menang sendiri.

(3)Otonomi kelompok. Siswa didorong untuk mencari jawaban sendiri, membuat proyek sendiri dari pada selalu bergantung kepada guru. Peranan guru sebagai fasilitator amat penting. Guru tidak lagi bertindak selaku orang bijak di atas panggung (sage on the stage), tetapi memandu siswa dari samping (guide on the side, maknanya saat member bantuan guru dalam posisi sejajar dengan siswa). (4)Interaksi simultan. Masing-masing beraktivitas menuju tujuan bersama. Pada

proses pembelajaran, salah satu siswa pada setiap kelompok harus menjadi juru bicara. Jadi jika kelasnya terdiri dari 32 orang, dalam kelompok empat-empat ada 8 orang yang berbicara mewakili kelompoknya.

(5)Partisipasi yang adil dan setara (Kagan, 1994), tidak boleh hanya ada satu ada dua orang siswa saja yang mendominasi.


(3)

(6)Tanggung jawab individu. Setiap siswa harus mencoba untuk belajar dan kemudian saling berbagi pengetahuannya.

(7)Ketergantungan positif. Ini adalah jantung pembelajaran kooperatif. Setiap siswa harus berpedoman “satu untuk semua dan semua untuk satu” dalam mencapai pengembangan potensi akademis.

(8)Kerja sama sebagai nilai karakter. Prinsip ini maknanya adalah kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar, namun kerja sama juga menjadi bagian dari isi pembelajaran, kerja sama sebagai nilai menegaskan perlunya ketergantungan positif, yakni mewujudkan slogan “Satu untuk semua, semua untuk satu”, seperti di atas.

5. Prosedur (Langkah-langkah) Pembelajaran Kooperatif

Rusman (2013: 212-213) menuliskan prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan Sanjaya (2006: 247):

Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya.

4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

Dalam Warsono dan Hariyanto (2012: 161-162) dijelaskan, pada umumnya dalam implementasi metode pembelajaran kooperatif, para siswa saling berbagi (sharing), bertukar pikiran tentang hal-hal sebagai berikut:


(4)

a. Siswa bekerja sama tentang suatu tugas bersama, atau kegiatan pembelajaran yang akan tertangani dengan baik melalui karya suatu kelompok kerja.

b. Siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang. Namun yang paling disukai adalah dalam satu kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang.

c. Siswa bekerja sama, berperilaku pro-sosial untuk menyelesaikan tugas bersama atau kegiatan pembelajaran.

d. Siswa saling bergantung secara positif, aktivitas pembelajaran diberi struktur sedemikian rupa sehingga setiap siswa saling membutuhkan satu sama lain untuk menyelesaikan tugas bersama.

e. Setiap siswa bertanggung jawab secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya.

6. Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan berbagai hasil penelitian serta fakta empiris di lapangan menurut Warsono dan Hariyanto (2012: 164), pembelajaran kooperatif ternyata telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dalam hal:

a. Memberikan kesempatan kepada sesame siswa untuk saling berbagi informasi kognitif; b. Memberi motivasi kepada siswa untuk mempelajari bahan pembelajaran dengan lebih

baik;

c. Meyakinkan siswa untuk mampu membangun pengetahuannya sendiri; d. Memberikan masukan informatif;

e. Mengembangkan keterampilan sosial kelompok yang diperlukan untuk berhasi di luar ruangan kelas, bahkan di luar sekolah;

f. Meningkatkan interaksi positif antar anggota yang berasal dari berbagai kultur yang berbeda serta kelompok soial ekonomi yang berlainan;

g. Meningkatkan daya ingat siswa karena dalam pembelajaran kooperatif, siswa secara langsung dapat menerapkan kegiatan mengajar siswa yang lain (teach others).


(5)

Selanjutnya, Warsono dan Hariyanto (2012: 164-165) menjelaskan penelitian yang lain tentang pembelajaran kooperatif dan sudah dimulai sejak tahun 1970-an membuktikan bahwa penerapan teknik pembelajaran kooperatif antara lain memberikan manfaat berupa: a. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik;

b. Meningkatkan kemampuan meningat para siswa;

c. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya; d. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral; e. Mengembangkan keterampilan social siswa;

f. Meningkatkan rasa percaya diri siswa;

g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras.

Pembelajaran kooperatif tidak akan berjaya tanpa peranan aktif guru. Guru harus memastikan bahwa kumpulan yang dibentuk mampu berfungsi dengan berkesan, juga mengurus tugasan pelajar dan memberi arahan mengenai apa yang perlu dibuat dan tidak patut buat. Guru juga berperan sebagai pengantara dengan bertanya soalan dan memandu kepada matlamat yang ingin dicapai. Membantu kumpulan yang ada masalah dalam tugasan adalah wajar tetapi jangan sesekali guru member jawapan segera kepada sesuatu masalah. Guru juga dari semasa ke semasa harus membuat pengesanan dan memantau kumpulan perbincangan dengan cara pemerhatian, member maklum balas dan membuat teguran jika perlu. Galakan dan dorongan daripada guru juga perlu bagi member semangat kepada pelajar agar menjadikan pembelajaran matematik satu pembelajaran yang menyeronokkan (Zakaria, 2007: 20-21).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah, dkk.. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Ihsan, Fuad. 2010. Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Rahman Getteng, Abd.. 2012. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Yogyakarta: Grha Guru.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers.

Slavin, Robert E.. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Warsono dan Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Zakaria, Effandi, dkk.. 2007. Trend Pengajaran dan Pembelajaran Tematik. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd.