PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG

RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN

REMAJA USIA 15

18 TAHUN DALAM MENGHADAPI

BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN

KIDUL KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Alif Purwoko

3201409064 Pendidikan Geografi

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 21 April 2015

Pembimbing I

Drs. Sunarko, M.Pd NIP. 195207181980031003

Pembimbing II

Drs. Saptono Putro, M.Si NIP. 196209281990031002


(3)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 28 April 2015

Penguji Utama

Penguji I Penguji II

Mengetahui, Dekan,


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis pada skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, April 2015

Alif Purwoko

NIM. 3201409064


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. 2:216)

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu

telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (QS. 94:6-7)

 Tetaplah menjadi diri sendiri, dan lakukan sesuatu dengan baik.

Percayalah Allah bersama mu (Penulis)

PERSEMBAHAN

Rasa syukur kepada Allah SWT atas selesainya skripsi ini, saya mempersembahkan kepada:

1. Ayah dan ibundaku, Wahyudi dan Mugiyem serta adik saya Isna Dwi Purwanti yang selalu mengingatkan, mendorong, dan mendoakan saya agar segera menyelesaikan studi saya

2. Teman-teman seperjuangan Jurusan Geografi FIS UNNES angkatan 2009. 3. Rekan-rekan berpetualang dan rekan futsal

4. Rekan-rekan kerja PT. Bintang Djaja group 5. Almamaterku


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayahNya serta kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, selaku ketua Jurusan Geografi Fakultas ILmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Sunarko, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Drs. Saptono Putro, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

6. Bapak dan Ibu dosen geografi yang telah memberikan ilmunya, terima kasih atas segala pengajarannya.

7. Teman-teman Pendidikan Geografi 2009 terima kasih atas dukungan, dan kerjasamanya.

8. Semua Pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu terima kasih.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dalam bidang pendidikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkualitas.

Semarang, April 2015


(8)

ABSTRAK

Purwoko, Alif. 2015. Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Geografi, FIS UNNES. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sunarko. M.Pd, Drs. Saptono Putro, M.Si.

Kata kunci: Pengetahuan, Resiko, Bencana Banjir.

Salah satu peran remaja saat terjadi bencana banjir adalah selalu terlibat dalam penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir. dan mengetahui besar kecil pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.

Lokasi penelitian di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael), sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah 206 sampel. Variable bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap remaja, sedangkan variabel terikat adalah kesiapsiagaan remaja. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan sikap, sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi besar kecil pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang resiko bencana banjir terbanyak pada kriteria pengetahuan tinggi yakni 39,8%, sedangkan persentase yang paling sedikit diperoleh pada kriteria pengetahuan sangat rendah yakni 12,1%. Hasil uji simultan menggunakan statistik F diperoleh nilai Fhitung sebesar 177,251. Pada

taraf kesalahan 5% dengan dk 1 = 2 dan dk 2 = 206-2-1 =15 diperoleh Ftabel = 3,04

yang berarti bahwa ada pengaruh secara signifikan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja. Besarnya pengaruh keduanya dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yaitu sebesar 0,636, yang artinya perubahan kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam menghadapi resiko bencana banjir sebesar 63,6% dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap remaja.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan saran yakni remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan


(9)

bencana banjir hendaknya mengikuti penyuluhan tentang penanggulangan bencana banjir yang diselenggarakan oleh BPBD guna meningkatkan pengetahuan teoritis tentang bencana banjir.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Penegasan Istilah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Ranah Kognitif ... 8

2.2 Sikap ... 10

2.3 Remaja ... 14

2.4 Resiko Bencana Banjir ... 16


(11)

2.4.3 Dampak Bencana Banjir ... 20

2.5 Pengertian Kesiapsiagaan ... 20

2.6 Mitigasi Dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 24

2.7 Tindakan-tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir ... 30

2.8 Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2 Desain Penelitian ... 36

3.3 Populasi ... 36

3.4 Sampel ... 37

3.5 Variabel Penelitian ... 38

3.6 Metode Perolehan Data ... 38

3.7 Instrumen Penelitian ... 49

3.8 Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 49

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 49

4.1.2 Kondisi Fisik ... 51

4.1.3 Kependudukan ... 52

4.1.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Pengetahuan Remaja tentang Resiko Bencana Banjir ... 55

4.2.3 Sikap Remaja terhadap Bancana Banjir ... 57

4.2.4 Kesiapsiagaan Remaja dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 50

4.2.5 Analisis Regresi Linier ... 61

4.3 Pembahasan ... 64

4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 64

4.3.2 Pengaruh Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 66

4.3.3 Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 67


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 73

Lampiran 2 Kisi-kisi Instrumen ... 81

Lampiran 3 Analisis Instrumen Tes Pengetahuan ... 84

Lampiran 4 Analisis Instrumen Angket Sikap ... 90

Lampiran 5 Analisis Instrumen Angket Kesiapsiagaan ... 93

Lampiran 6 Hasil Tes Pengetahuan ... 96

Lampiran 7 Hasil Angket Sikap ... 102

Lampiran 8 Hasil Angket Kesiapsiagaan ... 108

Lampiran 9 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Pengetahuan ... 114

Lampiran 10 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Sikap ... 120

Lampiran 11 Uji Parsial ... 126

Lampiran 12 Uji Simultan ... 128


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Populasi Penelitian (jiwa)... 37

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Perangkat Tes Pengetahuan ... 41

Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda Butir Soal Perangkat Tes Pengetahuan .. 43

Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 44

Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 45

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Variabel ... 46

Tabel 3.8 Kriteria Sikap ... 47

Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Pedurungan Kidul... 51

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Kelurahan Pedurungan Kidul ... 52

Tabel 4.3 Tingkatan Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul (dalam Jiwa) ... 53

Tabel 4.4 Kondisi Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul 54 Tabel 4.5 Karakteristik Responden ... 55

Tabel 4.6 Nilai Aspek-aspek Pengetahuan ... 56

Tabel 4.7 Pengetahuan Rata-rata Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 57

Tabel 4.8 Nilai Aspek-aspek Sikap ... 59

Tabel 4.9 Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 59 Tabel 4.10 Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 50

Gambar 4.2 Diagram Pengetahuan Responden tentang Resiko Banjir ... 57

Gambar 4.3 Diagram Sikap Responden tentang Resiko Banjir ... 60


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam/non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24, 2007). Banjir merupakan bencana besar di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir menempati ururan pertama di dunia yaitu mencapat 55%. Presentase kejadian banjir di Indonesia mencapai 38% dari seluruh kejadian bencana. Kejadian longsor mencapai 18% dari seluruh kejadian bencana (Bakornas, 2007).

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24, 2007). Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro- aktif, sebelum terjadinya suatu bencana (LIPI-UNESCO, 2006).


(17)

bahaya, sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam, kurangnya informasi peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan, dan ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi bencana (Bakornas, 2007). Kesiapsiagaan dikelompokkan menjadi empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi sumber daya (LIPI-UNESCO, 2006).

Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi yang rawan banjir, pada bulan Februari 2014 banjir melanda Kabupaten/Kota terutama yang terletak di bagian utara Jawa Tengah termasuk Kota Semarang. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) Kota Semarang tahun 2014, Kecamatan Pedurungan merupakan salah satu wilayah yang sering terjadi banjir dalam beberapa tahun ini. Kecamatan Pedurungan memiliki sejarah bencana banjir bandang pada tahun 1990 yang lalu dengan korban yang tidak sedikit serta menghanyutkan banyak rumah. Beberapa kelurahan yang sering mengalami banjir adalah Kelurahan Pedurungan Kidul, tercatat rata-rata ketinggian air di daerah tersebut mencapai 1 meter.

Pengetahuan tentang bencana sudah seharusnya diberikan kepada masyarakat terutama remaja karena remaja merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan keamanan terhadap bencana adalah mengembangkan pendidikan mengenai resiko bencana pada remaja. Program ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran dan kesiapan remaja yang tinggal di kawasan rawan bencana dalam menghadapi bencana melalui aktivitas-aktivitas


(18)

seperti pelatihan simulasi bencana, pembentukan organisasi Palang Merah Remaja, dan kegiatan sosialisasi tentang resiko bencana.

Peran remaja sebagai generasi muda dalam upaya antisipasi maupun menangani keadaan bencana dianggap sangat penting. Salah satu peran remaja saat terjadi bencana banjir adalah tanggap darurat, remaja selalu terlibat dalam penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Hasil penelitian Pangesti (2012:88) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tentang resiko bencana banjir siswa yang tinggal di daerah rawan banjir lebih baik dibandingkan siswa yang tinggal di daerah tidak rawan banjir. Firmansyah (2014:7) juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dan longsor pada remaja usia 15 – 18 tahun.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir dengan judul Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas memunculkan rumusan masalah sebagai berikut.


(19)

1. Bagaimana pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir? 2. Bagaimana sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir?

3. Bagaimana kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir?

4. Seberapa besar pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian antara lain yaitu:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir.

2. Mengetahui sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir.

3. Mengetahui kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.

4. Mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang bencana banjir serta fenomena alam yang menyangkut tentang hidrosfer.

b. Diharapkan dari apa yang diteliti dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana banjir.


(20)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang bencana yang ada di sekitar mereka sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, terutama bencana banjir.

b. Bagi Pemerintahan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagi

pemerintah dalam upaya pengembangan pendidikan bencana terutama dalam meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir.

1.5.Penegasan Istilah

Untuk mewujudkan suatu kesatuan berpikir serta menghindari salah tafsir maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul penelitian, adapun istilah yang harus dijelaskan dalam penegasan istilah ini adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002). Istilah pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan dalam domain kognitif yang meliputi tiga jenjang


(21)

proses berfikir antara lain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).

2. Sikap

Sikap merupakan respon baik positif maupun negatif terhadap sesuatu yang akan terjadi, artinya sikap belum sampai pada suatu tindakan (Notoadmojo (2005). Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap positif dan negatif remaja usia 15 – 18 tahun jika menghadapi bencana banjir.

3. Bencana banjir

Bencana banjir merupakan peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Limpasan yang terus meluap akan menimbulkan genangan-genangan yang semakin tinggi pada lahan yang lebih rendah sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).

4. Resiko Bencana Banjir

Resiko bencana banjir antara lain berupa kehilangan, kerusakan dan kerugian. Resiko kehilangan, kerusakan dan kerugian yang dimaksud yaitu dalam aspek penduduk, pemerintah, ekonomi, sarana dan prasarana, dan lingkungan (Mistra, 2007).


(22)

5. Remaja usia 15 – 18

Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun (Papalia dan Olds, 2001). Dalam penelitian ini remaja yang dimaksud adalah penduduk Kelurahan Pedurungan Kidul yang berusia 15, 16, 17, dan 18 tahun pada tahun 2014/2015.

6. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir

Kesiapan individu dalam mengatasi bencana banjir yang ditunjukkan dengan pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, rencana untuk keadaan darurat, dan kemampuan untuk memobilitas sumberdaya (UU RI No. 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persiapan remaja dalam upaya antisipasi jika terjadi bencana banjir, persiapan yang dilakukan meliputi menambah wawasan tentang antisipasi bencana, menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan seperti obat-obatan, dan mengatur harta benda agar mudah untuk diselamatkan, serta membuat kesepakatan atau peraturan dalam keluarga maupun lingkungan dalam menghadapi bencana banjir.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002 dalam Saputra, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:

1. Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1

Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai


(24)

dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan bencana banjir.

Contoh: apakah bencana banjir disebabkan oleh manusia? 2. Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2

Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami resiko yang dapat disebabkan bencana banjir.

Contoh : apakah bencana banjir dapat menimbulkan kerugian materi?

3. Penerapan (Aplication), yang disebut C3

Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi banjir.

Contoh: apakah persiapan obat-obatan diperlukan guna kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir?

Menurut Triutomo (2007 dalam Saputra, 2008), di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atau penanggulangannya.


(25)

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008).

Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan bisa mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan partisipan mengenai bencana berhubungan dengan tingkat kesiapannya menghadapi bencana. Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari banjir atau bencana lain (Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008)

Menurut Ma`mun (2007 dalam Saputra, 2008) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar mencintai alam, contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah kesungai, tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan permasalahan banjir dan lain-lain.

2.2.Sikap

Menurut Notoatmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup seseorang terhadap simulasi atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor


(26)

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu: Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu obyek; Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau obyek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Dari atasan-atasan sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954), (Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang


(27)

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek; (3) kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di media serta seminar.

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


(28)

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi mengenai suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko bencana yang ada didaerah masing-masing serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek.

Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).


(29)

Sikap yang baik untuk mencegah banjir yaitu: tidak membuang sampah/ limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai, tidak tinggal dalam bantaran sungai; tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya, menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, menghentikan praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi air dan tanah (Bakornas PB, 2007).

Menurut Yusuf (2005 dalam Saputra, 2008), ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor komunikasi dengan orang lain, (3) faktor modal yaitu dengan melalui mengimitasi, (4) faktor lembaga sosial (Instutional) yaitu sumber yang mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar, (2) pendekatan teori persepsi, (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori fungsi.

2.3.Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Gulinko, 1984 dalam Saputra, 2008). Banyak tokoh yang memberikan denfinisi mengenai remaja, seperti masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikis (Hurlock 1973, Saputra, 2008). Sulit untuk menentukan kapan masa remaja ini dimulai dan kapan masa remaja ini berhenti. Pada umumnya beberapa ahli menentukan awal atau


(30)

permulaan dari masa remaja terjadi pada saat puberitas, sedangkan akhir dari masa remaja terjadi pada saat individu sudah dapat memikul tanggung jawab orang dewasa seperti bekerja dan menikah (Cole, 1984 dalam Saputra, 2008).

Menurut Papalia dan Olds tahun 2001, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun, sedangkan Anna Freud (dalam Saputra, 2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan seperti perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Menurut WHO, definisi remaja lebih bersifat konseptual, dalam definisi tersebut terdapat tiga kriteria yang diantaranya adalah biologic, psikologik, dan sosial ekonomi. Ketiga definisi tersebut adalah:

1. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali dia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat dia mencapai kematangan seksual.

2. Remaja adalh suatu masa dimana individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. 3. Remaja adalah suatu masa dimana terjadi sesuatu peralihan dari

ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.


(31)

2.4.Resiko Bencana Banjir 2.4.1. Pengertian Banjir

Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007).

Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007)

Menurut Dibyosaputro (1998, dalam Gultom, 2012) Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:


(32)

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluransistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir. 4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai

akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

2.4.2. Faktor-faktor Penyebab Banjir

Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya


(33)

sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.

Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007 dalam Gultom, 2012).

Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008, dalam Gultom, 2012), dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan industri.

b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang kemudian mengganggu jalannya air.

c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan permungkiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi tidak lancar dan menimbulkan banjir.


(34)

d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air, terutama di perumahan-perumahan.

2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.

b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar, berkelok- kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol (bottle neck), dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau (ambal sungai)

3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu: a. Curah hujan yang tinggi

b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara sungai atau pertemuan sungai besar.

c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai Utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena sedimentasi yang cukup tinggi.

Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi, membahayakan, dan merusak lingkungan baik di darat, laut dan di udara.


(35)

Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya. 2.4.3. Dampak Bencana Banjir

Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini:

1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.

2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.

3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

2.5.Pengertian Kesiapsiagaan


(36)

tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan menurut Carter (1991, dalam Gultom, 2012), tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna, yang termasuk dalam tindakan kesiapsiagaan yaitu penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu.

Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencanan lebih diperioritaskan pada fase


(37)

prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana, sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.

Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: 1) kemampuan menilai resiko; 2) perencanaan siaga; 3) mobilitas sumberdaya; 4) pendidikan dan pelatihan; 5) koordinasi; 6) mekanisme respon; 7) manajemen informasi; 8) gladi/simulasi.

1. Kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi banjir

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu tangga tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.

2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan

Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.

3. Rencana Tanggap Darurat

Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :

a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi


(38)

b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana; adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sem entara dalam keadaan darurat.

c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan. 1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk

pertolongan pertama keluarga.

2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga 3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan

pertama

4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi.

5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat d. Pemenuhan kebutuhan dasar

e. Peralatan dan perlengkapan

f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana g. Latihan dan simulasi/gladi.

4. Sistim Peringatan Bencana

Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan


(39)

rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.

5. Mobilisasi Sumber Daya

a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/pertemuan/pelatihan kesiapsiagaan bencana

b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana

c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan

memantau tas siaga bencana secara reguler.

2.6.Mitigasi dalam Menghadapi Bencana Banjir

Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).


(40)

1. Rumah tidak bertingkat

Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai yaitu:

a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat.

b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat per mukaan air terus meninggi

c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke atas atap.

d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengam at banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.

e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.

f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar. g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.


(41)

i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goring bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.

j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.

k. Siapkan kantong plastic besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.

l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil air banjir, lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan mandi. Caranya, gunakan tawas dan kaporit untuk mem percepat pengendapan lu mpur dan membunuh bakteri.1 sendok teh dan setengah sendok teh untuk 20 liter air. Masukkan tawas yang telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk sampai merata. m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air mineral kemasan dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam sebuah galon.

n. Sediakan obat-obatan seperti obat gosok, obat sakit kepala, obat diare, obat masuk angin, obat batuk, obat flu, dan obat-obatan pribadi.


(42)

o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang bendera dari bambu. Bendera merah-putih adalah simbol siaga satu dan rumah masih ada penghuninya. Jika ketinggian air semakin tinggi (dapat dilihat dari pemantauan patok pengamat banjir), naikkan bendera merah di bawah bendera merah-putih, artinya penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our Soul). Dengan tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu berteriak-teriak melalui pengeras suara, tetapi langsung mendatangi dan mendata jumlah keluarga lalu membagikan sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda ada kehidupan di rumah yang terendam banjir.

p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.

2. Rumah bertingkat

Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan mem asak. Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika konstruksinya mengkhawatirkan, dianjurkan


(43)

untuk segera meninggalkan rumah. Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada tempat yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba -tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.

b. Naikkan alat- alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.

c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.

d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.

e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.

f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluar ga.

g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.


(44)

h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.

i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.

Persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulae lawati (2008), seperti di bawah ini:

a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.

b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.

c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam

plastik atau kotak tahan air.

e. Titipkan photocopy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.

f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.

g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca

i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada.


(45)

2.7.Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir

Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi rumah yang kotor, bau, dan berantakan. Prosedur membersihkan rumah pasca banjir menurut Mistra (2007) adalah :

1. Banjir sudah reda

Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada banjir susulan lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau tidaknya banjir susulan dapat ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti pemda dan istitusi terkait lainnya. Cara ini untuk mengantisipasi dan menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

2. Gunakan alat pengaman

Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan, dan masker. Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan rumah akibat banjir.

3. Padamkan listrik

Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam jumlah banyak, sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah dipadamkan. Jika perlu, sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa air dapat menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat rumah dibersihkan menggunakan air.


(46)

Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk, sebaiknya buka semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan ventilasi lainnya. Aliran udara dan sinar matahari yang masuk akan mengurangi kadar kelembaban dalam rumah. Cara ini akan mencegah timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih.

5. Buang semua makanan yang terkena air banjir

Biasanya banjir membawa“oleh-oleh” berupa sampah yang berceceran. Bersihkan semua sampah tersebut dan makanan yang terkena air banjir karena dikhawatirkan terkontaminasi kuman-kuman penyakit. 6. Keluarkan semua perabotan rumah

Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, sebaiknya barang- barang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu. Selain itu, perabotan yang basah dapat dijemur sehingga bisa kering seperti semula. Setelah barang dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur dengan menggunakan serokan karet.

7. Cat dinding rumah

Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika dinding berwarna putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat dibersihkan dengan lap basah. Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat ulang lagi.

8. Sterilkan dengan desinfektan

Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam kotoran dan noda bukan berarti terbebas dari kuman dan bakteri. Oleh


(47)

karena itu, lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah zat pembunuh kuman dan bakteri yang banyak digunakan untuk mensterilkan suatu ruangan.

Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat dilakukan keluarga adalah:

1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan cairan desinfektan.

2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.

3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak digunakan dulu, meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan. Check dahulu air yang akan digunakan secara fisik (warna, rasa, bau dll), sampai dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung yang beralas keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air 4. Tingkatkan daya tahan tubuh, minumlah supplemen vitamin, konsumsilah

makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup. 5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi

6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan. 7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air


(48)

9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya mandi dan cuci tangan yang bersih.

10.Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang ada.

Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat terjadinya banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:

1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri pertolongan pertama jika perlu.

2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti bayi, lanjut usia dan orang cacat.

3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air yang tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.

4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir 5. Dengarkan informasi darurat

6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda.

Menurut Efendi (2009), tindakan pada prabencana dalam menghadapi bencana meliputi hal-berikut:

1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga lainnya.

3. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan makanan dan penggunaan air yang aman.


(49)

4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulan.

5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana.

6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain 2.8.Kerangka Berpikir

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006).

Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka berpikir penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari pengetahuan dan sikap diasumsikan dapat mempengaruhi kesiapsiagaan remaja di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam menghadapi bencana banjir yang merupakan variabel terikat.


(50)

Gambar 2.1 Kerangka Brpikir Kesiapsiagaan remaja dalam

menghadapi bencana banjir

Angket/Wawancara Tes Pengetahuan

Sikap terhadap resiko bencana banjir Pengetahuan mengenai

resiko bencana banjir

Analisis Regresi Linier Potensi terjadinya bencana banjir

di Kelurahan Pedurungan Kidul

Upaya peningkatan tanggap diri dalam menghadapi bencana banjir

Pendidikan Penanggulangan Bencana Banjir


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.

3.2.Desain Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode ex post facto yaitu metode yang digunakan dalam penelitian yang meneliti hubungan sebab akibat yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan atas kajian teoritis, bahwa suatu variabel tertentu mengakibatkan variabel tertentu. Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang bertujuan menemukan penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang menyebabkan perubahan pada variable bebas yang secara keseluruhan sudah terjadi.

Penelitian ex post facto secara metodis merupakan penelitian eksperimen yang juga menguji hipotesis tetapi tidak memberikan perlakuan-perlakuan tertentu karena sesuatu sebab kurang etis untuk memberikan perlakuan atau memberikan manipulasi. Biasanya karena alasan etika manusiawi, atau gejala/peristiwa tersebut sudah terjadi dan ingin menelusuri faktor-faktor penyebabnya atau hal-hal yang mempengaruhinya.

3.3.Populasi


(52)

15 – 18 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, populasi remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang adalah 743 jiwa.

Tabel 3.1

Populasi Penelitian (jiwa)

No. Usia Laki-laki Perempuan Jumlah %

1 15 Tahun 95 95 190 25,5

2 16 Tahun 92 91 183 24,7

3 17 Tahun 95 94 189 25,5

4 18 Tahun 92 89 181 24,3

Total 374 369 743 100

Sumber: Monografi Kelurahan Pedurungan Kidul, 2014 3.4.Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009:81). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael dalam Sugiyono, 2009:87). Jumlah sampel yang diperoleh dari tabel penentuan sampel adalah 199, karena obyek penelitian mempunyai usia yang berstrata maka dilakukan teknik proportionate stratified random sampling agar sampel lebih proportional. Perhitungan sampel adalah sebagai berikut.

15 Tahun = 190/743 X 199 = 50,9 = 51 = 24,7% 16 Tahun = 183/743 X 199 = 49,0 = 49 = 23,7% 17 Tahun = 189/743 X 199 = 50,6 = 57 = 27,6% 18 Tahun = 181/743 X 199 = 48,5 = 49 = 23,7% Total Sampel = 206 = 100%


(53)

Berdasarkan perhitungan di atas maka yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 206 remaja yang terdiri dari 51 remaja usia 15 tahun, 49 remaja usia 16 tahun, 57 remaja usia 16 tahun, dan 49 remaja usia 18 tahun. 3.5.Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas / X

Variabel bebas atau independent variable adalah variabel yang diduga sebagai penyebab timbulnya variabel lain yaitu:

X1= Pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang resiko bencana banjir dalam ranah kognitif yang meliputi tiga proses berfikir antara lain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).

X2= Sikap remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir meliputi empat aspek sikap antara lain menerima, merespon, menghargai, dan bertanggungjawab.

2. Variabel terikat / Y

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kesiapsiagaan, yaitu persiapan yang dilakukan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi bencana banjir. Indikator dalam menentukan kesiapsiagaan yaitu persiapan, kebijakan keluarga, dan rencana tanggap darurat.

3.6.Metode Perolehan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang terpenting dalam penelitian, karena data yang diperoleh akan bermanfaat dalam penyajian hipotesis


(54)

yang telah dirumuskan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Metode Observasi

Metode observasi digunakan untuk mengamati kronologi kejadian banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul.

2. Metode Angket/Kuesioner

Metode angket atau kuesioner digunakan untuk memperoleh data data sikap remaja usia 15 -18 dalam menghadapi bencana banjir, dan data persiapan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi bencana banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul.

3. Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mengukur pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang resiko bencana banjir.

3.7.Instrumen Penelitian

Analisis instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji validitas instrumen. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:168). Pengujian validitas instrumen ini menggunakan pengujian validitas konstruk. Untuk menguji validitas konstruk, dalam penelitian ini digunakan pendapat ahli (judgment experts). Dalam penelitian ini ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing skripsi. Instrumen lembar observasi yang telah dikonsultasikan dan disetujui oleh dosen pembimbing tersebut dapat dikatakan valid.


(55)

Namun sebelum mengajukan pengesahan instrumen terhadap Dosen pembimbing, instrumen harus melalui tahap uji persyaratan, uji persyaratan dalam penelitian ini yaitu uji validitas dan reliabilitas.

1. Perangkat tes pengetahuan tentang bencana banjir a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006 : 168). Kevalidan suatu alat ukur berkenaan dengan ketepatannya dalam mengukur apa yang hendak diukurnya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini berupa validitas konstruk (bangun pengertian) yaitu validitas yang berhubungan dengan suatu teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya.

Pengukuran validitas instrument tes pengetahuan menggunakan rumus product moment sebagai berikut.

rxy = ∑ – ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑ (Arikunto, 2010: 213)

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi

N : banyaknya subyek ∑ : jumlah skor item ∑ : jumlah skor total

Hasil perhitungan jika koefisien rxy > rtabel pada α=5% maka

dikatakan butir soal valid. Item-item yang mempunyai koefesien korelasi lebih besar dari rtabel termasuk item yang valid dan yang kurang dari


(56)

rtabel termasuk item yang tidak valid. Item yang tidak valid perlu direvisi atau tidak digunakan (Arikunto, 2010:75). Perhitungan validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan program Microsoft Office Excel.

Berdasarkan perhitungan vasilditas menggunakan program Microsoft Office Excel, dapat diketahui bahwa 15 item soal pilihan ganda yang telah diujicobakan pada 22 remaja dan dianalisis menggunakan uji validitas, seluruh soal adalah valid dikarenakan seluruh soal tersebut mempunyai rxy lebih besar dari rtabel. Hasil perhitungan uji validitas

perangkat tes pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Perangkat Tes Pengetahuan

No Item Soal rxy rtabel Kriteria

1 Item 1 0,685 0,444 Valid 2 Item 2 0,679 0,444 Valid 3 Item 3 0,536 0,444 Valid 4 Item 4 0,496 0,444 Valid 5 Item 5 0,509 0,444 Valid 6 Item 6 0,509 0,444 Valid 7 Item 7 0,608 0,444 Valid 8 Item 8 0,599 0,444 Valid 9 Item 9 0,786 0,444 Valid 10 Item 10 0,485 0,444 Valid 11 Item 11 0,732 0,444 Valid 12 Item 12 0,703 0,444 Valid 13 Item 13 0,474 0,444 Valid 14 Item 14 0,732 0,444 Valid 15 Item 15 0,468 0,444 Valid Sumber: Analisis Instrumen Penelitian

b. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang sudah reliabel akan


(57)

menghasilkan data yang dapat dipercaya (Arikunto, 2006:178). Perhitungan reliabilitas instrumen tes pengetahuan dalam penelitian ini menggunakan rumus KR-20 sebagai berikut.

r 11 : realibilitas instrumen

k : banyaknya butir soal atau pertanyaan

S2 : Varians total

P : proporsi subyek yang menjawab benar pada suatu butir (proporsi subyek yang mendapat skor 1)

q : proporsi subjek yang mendapat skor 0

P = q = 1-p

Setelah r11 diketahui, kemudian dibandingkan dengan harga rtable, yang diperoleh dari r product moment taraf signifikan 5%. Apabila r11 >

rtabel maka instrument tersebut dapat dikatakan reliabel. Hasil perhitungan

reliabilitas dari 22 responden diperoleh nilai r11 = 0,875 sedangkan rtabel =

0,444. Karena rtabel < r11 maka dapat disimpulkan bahwa instrument tes

pengetahuan reliable, sehingga item soal tersebut dapat digunakan sebagai alat penelitian.

c. Daya Beda Soal

Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai atau berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (Arikunto, 2010: 211). Angka yang menunjukan daya pembeda disebut diskriminan dan

÷ ÷ ø ö ç ç è

æ - å

÷ ø ö ç è æ

= 2 2

11 S pq S 1 -k k r


(58)

disimbolkan dengan D yang nilainya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan terdapat nilai negatif (-) yang artinya yang pandai disebut bodoh dan yang bodoh disebut pandai. Dalam menghitung daya pembeda ini, seluruh peserta tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas (upper group) dan kelompok bodoh atau kelompok bawah (lower group). Rumus untuk menentukan daya pembeda pada suatu butir soal:

D =

Keterangan:

D : Daya pembeda

Ba : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab suatu soal dengan benar.

Bb : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab suatu soal dengan benar.

Ja : Banyaknya peserta kelompok atas Jb : Banyaknya peserta kelompok bawah

Tabel 3.3

Klasifikasi Daya Pembeda

Interval DP Kriteria

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik Sumber: Sudjana (2006: 218)

Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh hasil uji daya pembeda soal ditampilkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Hasil Uji Daya Beda Butir Soal Perangkat Tes Pengetahuan

Kriteria Nomor Item Soal Jumlah

Baik 1, 4, 8, dan 13 4

Cukup 2, 3, 7, 9, 10, 11, 12, dan 15 8


(59)

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda soal, diperolah data bahwa soal dengan kriteria soal baik sebanyak 4 butir soal, soal dengan kriteria cukup baik sebanyak 8 butir dan soal dengan kriteria kurang baik sebanyak 3 butir Data analisis daya beda pembeda butir soal dapat dilihat pada Lampiran.

d. Taraf Kesukaran

Menurut Arikunto (2010:207) taraf kesukaran soal adalah seberapa mudah soal atau sulit soal bagi kelompok siswa. Ditinjau dari tingkat kesukaran soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa cepat putus asa. Jadi soal baik adalah soal yang memiliki taraf kesukaran seimbang, artinya soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran suatu soal dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:

P =

( Arikunto, 2007 : 208) Dimana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya yang menjawab soal tersebut dengan benar JS = jumlah seluruh

Indeks kesukaran sering diklasifiasikan sebagai berikut. Tabel 3.5

Kriteria Tingkat Kesukaran Soal

Interval DP Kriteria

P= 0,00 Sangat sukar

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar 0,30 < P ≤ 0,70 Sedang 0,70 < P ≤ 1,00 Mudah Sumber: Sudjana (2006:218)


(60)

Perhitungan yang telah dilakukan dan diperoleh hasil uji tingkat kesukaran disajikan pada Tabel 3.6

Tabel 3.6

Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal

Kriteria Nomor Item Soal Jumlah

Sukar Tidak Ada 0

Sedang 1, 3, 8, 10, dan 13 5

Mudah 2, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 14, dan 15 10 . Sumber: Analisis Instrumen Penelitian

Berdasarkan perhitungan hasil uji coba pada kelas uji coba diperoleh tingkat kesukaran yang berbeda-beda, 5 soal termasuk ke dalam kriteria soal sedang, dan 10 soal termasuk ke dalam soal yang mudah, sedangkan soal dengan kriteria sukar tidak ada. Data anilisis tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat pada Lampiran.

3.8.Teknik Analisis

Analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan persentase. Data pada analisis ini diperoleh dari hasil tes dan skor angket yang telah diisi oleh responden.

1. Pengetahuan

Data pada analisis ini diperoleh dari hasil tes yang telah dilakukan, dari data tersebut kemudian dihitung frekuensi jawaban yang benar setiap responden. Setelah itu dilakukan analisis persentase dengan langkah berikut.

a. Mengumpulkan soal tes yang telah diisi oleh responden. b. Menghitung total skor jawaban seluruh responden.


(61)

c. Menghitung persentase menggunakan rumus seperti dikemukakan Sudjana (2001: 129) berikut:

Keterangan : = Persentase

= total skor jawaban = jumlah responden 100% = Bilangan tetap

Cara mengklasifikasikan persentase yaitu menggunakan Tabel Kriteria Pengetahuan berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Tingkat Variabel

No. Interval Kriteria

1 25,00 – 43,75 Sangat Rendah

2 43,76 – 62,50 Rendah

3 62,51 – 81,25 Tinggi 4 81,26 – 100 Sangat Tinggi Sumber: Romadhoni, 2010:73

2. Sikap

Data pada analisis ini diperoleh dari angket sikap yang telah diisi oleh responden. Dari data tersebut kemudian masing-masing pilihan akan dianalisis presentasinya. Setelah itu dilakukan analisis persentase dengan langkah berikut

a. Mengumpulkan angket yang telah diisi oleh responden. b. Menghitung total skor jawaban seluruh responden.


(62)

c. Menghitung persentase menggunakan rumus seperti dikemukakan Sudjana (2001: 129) berikut:

Keterangan : = Persentase

= total skor jawaban = jumlah responden 100% = Bilangan tetap

Cara menyusun Tabel Kriteria Sikap adalah sebagai berikut: a. Menetapkan persentase tertinggi = (4:4) x 100% = 100% b. Menetapkan persentase terendah = (1:4) x 100% = 25% c. Menetapkan rentangan persentase = 100% - 25% = 75% d. Menetapkan kelas interval (skala Likert) = 4

e. Panjang kelas interval = 75% : 5 = 15% Tabel 3.8

Kriteria Sikap

Interval Persentase (%) Kriteria Persentase

86% - 100% Sangat Baik

71% - 85% Baik

56% - 70% Cukup Baik

41% - 55% Kurang Baik

25% - 40% Tidak Baik


(63)

1. Analisis Statistik

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier. Untuk mengetahui hubungan variabel X dan variabel Y digunakan rumus regresi linier. sebagai berikut.

Y = a + bX1 + cX2

Keterangan:

Y = Variabel Kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi banjir a = Bilangan konstanta

b = Koefisien regresi pengetahuan remaja c = Koefisien regresi sikap remaja

Untuk mengetahui pengaruh antara variabel X dan Y dalam penelitian ini digunakan uji F, yaitu untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas yang digunakan mampu menjelaskan variabel terikat. Apabila hasil perhitungan hitung F dengan probabilitas > 0,05 maka pengetahuan remaja tidak berpengaruh positif terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir. Sebaliknya jika hitung F dengan probabilitas < 0,05 maka pengetahuan remaja berpengaruh positif terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir. Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (R²).


(64)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan Pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul yang memiliki pengetahuan tentang resiko bencana banjir dengan kriteria sangat tinggi sebanyak 22,8%, kriteria tinggi 39,8%, kriteria rendah 25,2%, dan kriteria sangat rendah 12,1%. Nilai rata-rata pengetahuan remaja tentang resiko bencana banjir sebesar 68,77, dengan kata lain remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul memiliki pengetahuan yang baik tentang resiko bencana banjir.

2. Remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul yang memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir dengan kriteria sangat tinggi sebanyak 22,8%, kriteria tinggi 42,2%, kriteria rendah 30,6%, dan kriteria sangat rendah 4,4%. Nilai rata-rata pengetahuan remaja tentang resiko bencana banjir sebesar 70,29, dengan kata lain remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul memiliki kesiapsiagaan yang baik dalam menghadapi resiko bencana banjir.

3. Analisis regresi menunjukkan bahwa pengetahuan tentang resiko bencana banjir memiliki pengaruh secara nyata sebesar 55,3% terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi resiko


(65)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan Pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut.

1. Remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul yang belum pernah mendapatkan pembelajaran teoritis tentang bencana banjir hendaknya mengikuti penyuluhan tentang penanggulangan bencana banjir yang diselenggarakan oleh BPBD guna meningkatkan pengetahuan teoritis tentang bencana banjir.

2. Pengetahuan terbukti memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir, oleh karena itu alangkah baiknya remaja meningkatkan pengetahuan tentang bencana banjir, karena seiring meningkatnya pengetahuan tentang bencana banjir, baik sikap maupun kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir akan turut meningkat.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Bakornas PB.2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BPBD Kabupaten Pati. 2013. Penyusunan Studi Analisis Resiko Bencana Alam Kabupaten Pati.

Carter, W. Nick. 1991. Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook.

Manila: ADB

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Akibat Bencana (Mengacu Pada Standar Internasional), Panduan bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja dalam Penanganan Krisis akibat Bencana di Indonesia. Jakarta.

Efendi, Fery dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Firmansyah, Iman. 2014. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku

Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir dan Longsor pada Remaja Usia 15 – 18 tahun di SMA Al-Hasan Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Gultom, Agustina Boru. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Tenaga Kesehatan Puskesmas Kampung Baru Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan Medan Maimun. Tesis. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

http;// dampak –yang – ditimbulkan oleh banjir.html. http;// bnpd.go.id/ dampak banjir.html.

LIPI – UNESCO/ISDR, 2006, Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami, Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.


(67)

Mistra. 2007. Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Depok: Penebar Swadaya

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Pangesti, Asih Dwi Hayu.2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Aplikasi Kesiapan Bencana pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tahun 2012. Tidak diterbitkan. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Saputra, Ginto. 2008. Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku Remaja terkait Penyakit HIV AIDS. Skripsi. Jakarta: FKMUI

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Soenaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Cetakan Pertama,EGC, Jakarta.

Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta.

Yulaelawati, Ella.Usman Shihab. 2008. Mencerdasi Bencana. PT.Grasindo, Jakarta.


(68)

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth.

Saudara/i ………. Dengan hormat,

Saya yang bertSaudara/i tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang,

Nama : Alif Purwoko NIM : 3201409064

Akan mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”. Untuk itu saya mohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Segala hal yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan saya gunakan hanya untuk kepentingan penelitian ini.

Apabila Saudara/i bersedia menjadi responden, maka saya bermohon untuk menSaudara/itangani lembar persetujuan yang tersedia. Atas perhatian dan kesediaan serta kerjasama yang baik dari Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,


(69)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM

MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN Yang bertSaudara/i tangan dibawah ini :

Nama : Umur : Alamat :

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dari pengumpulan data untuk penelitian tentang “Pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul”. Untuk itu secara sukarela saya menyatakan bersedia menjadi responden penelitian tersebut. Adapun bentuk kesediaan saya adalah :

1. Bersedia ditemui dan memberikan keterangan yang diperlukan untuk penelitian 2. Bersedia untuk mengisi kuesioner

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dengan penuh kesadaran tanpa paksaan.

Semarang, ………2015 Responden


(70)

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM

MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

Tanggal Pengisian : ………

A. Identitas Responden 1. Umur :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan B. Pengetahuan

Petunjuk Pengisian

Jawablah pernyataan dibawah ini sesuai dengan pengetahuan yang Saudara/i miliki dengan memberikan Saudara/i silang (x) pada pilihan jawaban benar/salah di bawah ini. 1. Bencana alam merupakan fenomena alam yang luar biasa yang menyebabkan korban

jiwa, lingkungan, dan tidak dapat diatasi oleh masyarakat. a. Benar

b. Salah

2. Menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif adalah bentuk kesiapsiagaan.

a. Benar b. Salah

3. Banjir merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor manusia a. Benar

b. Salah

4. Mengurangi bahaya yang terjadi akibat bencana banjir dengan serangkaian upaya-upaya yang dilakukan secara cepat dan tepat merupakan tujuan utama kesiapsiagaan terhadap bencana banjir.

a. Benar b. Salah


(1)

132


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 2 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JOYOSURAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.

1 1 17

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JOYOSURAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.

2 15 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR KELURAHAN SUMBER KECAMATAN BANJARSARI KOTA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

1 3 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR KELURAHAN SUMBER KECAMATAN BANJARSARI KOTA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 1 9

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN SEMANGGI KECAMATAN Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di kelurahan semanggi kecamatan pasar kliwon kota surakarta.

0 1 11

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN BANYUANYAR, KECAMATAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari Surakarta Tahun 2009.

0 1 16

SKRIPSI Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

0 0 13

PENDAHULUAN Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Kota Surakarta.

0 0 13

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN GANDEKAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 1 13