PROFESSIONALITY CIVIL SERVICE OF POLICE UNITS (Satpol PP) IN A ENFORCEMENT LOCAL LAW PRODUCTS Study in Regard to Enforcement Regional Regulation of The City of Bandar Lampung No.8 2000 About The Construction of Public Order, Security, Cleanliness, Health

(1)

PROFESSIONALITY CIVIL SERVICE OF POLICE UNITS (Satpol PP) IN A ENFORCEMENT LOCAL LAW PRODUCTS

Study in Regard to Enforcement Regional Regulation of The City of Bandar Lampung No.8 2000 About The Construction of Public Order, Security, Cleanliness,

Health and Grace in The Area of The City of Bandar Lampung

By

Ferdi Andika Septriono

Order and security is always problem encountered by developing area, including the City of Bandar Lampung. Violations of the security and order is generally done by street vendors (PKL) who sell on the sidewalks and the road. Minimize these circumstances then the implementation of the control and the maintenance of order made by a civil service of public units (Satpol PP) of Bandar Lampung. Fact happened, still many street vendors was invented keep sales and back again sell in a forbidden place.

The research and discussions show that the quality of professionalism or professionality hasn’t wholly owned. It was retrieved from the attitude shown by some members of the civil service of public unit (Satpol PP) of Bandar Lampung that hasn’t been fully to do the execution and guardianship order with responsibility, independence and equitable. The condition was motivated by several factors inhibiting both internal and external of Satpol PP, Among others: (a) the minimum wage earned by members when compared to the weight of the work, (b) lack of human resources, facilities and infrastructure tasks, (c) low awareness of the work; (d) Bandar Lampung City Government policies that relocate street vendors place that is not strategic; (e) the resistance against the arrogance of the street vendors of Pol PP members in the discipline.

The study recommends several things, among others: (a) creating employment rules, gives a penalties for who violate to discipline the performance of the members; (b) improvement the quality and quantity by providing skills trainings and work motivation; (c) government the city of bandar lampung must be resolute and clear in conveying information places that prohibited and permitted into selling; (d) government the city of bandar lampung must be gives a real solutions the form of strategic relocation place and free for small traders; (e) government the city of Bandar Lampung should fix any shortcomings resources, facilities and infrastructures as well as an increase in wages for the Satpol PP of Bandar Lampung.


(2)

ABSTRAK

PROFESIONALITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DALAM PENEGAKKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Studi Mengenai Penegakkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum Ketertiban,

Keamanan, Kebersihan, Kesehatan, dan Keapikan Dalam Wilayah Kota Bandar Lampung

Oleh

Ferdi Andika Septriono

Ketertiban dan keamanan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh daerah berkembang, termasuk Kota Bandar Lampung. Pelanggaran ketertiban dan keamanan umumnya dilakukan oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan diatas trotoar maupun badan jalan. Meminimalisir keadaan tersebut maka pelaksanaan penertiban dan penjagaan ketertiban dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung. Kenyataan yang terjadi, masih banyak ditemukannya PKL yang tetap berjualan dan kembali lagi berjualan ditempat yang dilarang.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kualitas keprofesionalan atau profesionalitas belum dimiliki sepenuhnya. Hal tersebut diperoleh dari sikap yang ditunjukkan oleh beberapa anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung yang belum sepenuhnya melakukan pelaksanaan dan penjagaan ketertiban dengan bertanggung jawab, berkebebasan dan berkeadilan. Kondisi tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penghambat baik dari internal maupun eksternal Satpol PP, antara lain: (a) upah minim yang diperoleh para anggota bila dibandingkan dengan bobot kerja; (b) minimnya sumberdaya manusia, sarana dan prasarana penunjang tugas; (c) kesadaran kerja yang rendah; (d) kebijakan Pemkot Bandar Lampung yang merelokasi PKL ditempat yang tidak strategis; (e) adanya perlawanan dari PKL terhadap sikap arogansi dari anggota Pol PP dalam menertibkan.

Penelitian ini merekomendasikan beberapa hal, antara lain: (a) menciptakan aturan-aturan kerja, memberikan hukuman bagi yang melanggar untuk mendisiplinkan kinerja para anggota; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas dengan memberikan pelatihan-pelatihan kemampuan dan motifasi kerja; (c) Pemkot Bandar Lampung harus tegas dan jelas dalam menyampaikan informasi tempat-tempat yang dilarang dan diperbolehkan dalam berjualan; (d) Pemkot Bandar Lampung harus memberikan solusi nyata berupa tempat relokasi strategis dan gratis bagi para pedagang kecil; (e) Pemkot Bandar Lampung harus membenahi segala kekurangan sumberdaya, sarana dan prasarana kerja serta peningkatan upah bagi Satpol PP Kota Bandar Lampung.


(3)

(4)

PROFESIONALITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA ( SATPOL-PP)

DALAM PENEGAKKAN PRODUK HUKUM DAERAH

(

Studi Mengenai Penegakkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.8

Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,

Kesehatan, dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung

)

( Skripsi )

OLEH

Ferdi Andika Septriono

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

(6)

(7)

(8)

MOTO

Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami

meminta pertolongan.”

(

QS. Al

Fathiha: 5

)

Aku lebih suka diberikan musibah dan ujian kemudian aku

bersabar daripada aku diberi kekayaan dan aku tidak bisa

bersyukur sebab bagiku, sikap bersyukur lebih berat dilaksanakan

daripada bersabar.”

(

Umar Bin Khattab

)

“Berbahagialah dia yang makan dari k

eringatnya sendiri, bersuka

karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya

sendiri.”

(

Pramoedya Ananta Toer

)

“Jadilah laki

-laki yang tegar, kuat, bertanggungjawab untuk segala

usahamu dan untuk keluargamu.”

(

Sudibyo

)

Serius dan setialah untuk setiap satu hal apapun itu, sebab hal

apapun itu kelak akan memberikan hal terindah dan terbahagia

dalam hidup”


(9)

PERSEMBAHAN

Untuk Keluarga ku yang tercinta

Kedua orang tua-ku, Ayahanda SUDIBYO dan Ibunda NURASIAH,

Mbak-ku SHINTA, Mas-ku LOFTY, adik-ku PENTI

Terimakasih atas segala kasih sayang, pengertian, dan kesabaran kalian

selama ini. Maaf telah menunggu lama untuk kelulusanku ini

Untuk Istri-ku DINA SELVIANI dan Putra-ku ZIQI ZIAVANDRA

yang terkasih dan tersayang

Maaf segala kekurangan dan keterlambatan-ku dalam menyelesaikan studi ini.

Semoga kebahagiaan akan kita raih

Untuk semua keluarga, sanak saudara dan handai taulan yang telah

mendukung dan membantu dalam penyelesaian studi-ku


(10)

SANWACANA

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Allhamdullillah Hirrobbil Allamin, puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita dalam menjalankan kehidupan ini. Tidak lupa salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman yang gelap ke zaman yang terang seperti saat ini. Segala puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi penelitian ini dan mempersembahkannya dalam segala keterbatasan.

Tentunya dalam proses penyelesaian penelitian ini, penulis menemui dan merasakan berbagai macam hambatan dan rintangan baik dari dalam maupun dari luar diri penulis. Beberapa hambatan dan rintangan tersebut penulis anggap sebagai pengetahuan, pengalaman serta motivasi yang sangat besar bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tentunya hal tersebut tidak akan ada dengan sendirinya tanpa bantuan dan motivasi tambahan yang secara ikhlas diberikan kepada penulis oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengutarakan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua (mama & papa), mbak, mas, dan adik, kedua orang tua mertua-ku, serta keluarga besar-ku. Terima kasih ku ucapkan untuk kedua orang tua-ku yang selalu sayang, sabar, berdoa, perhatian dan nasehat yang kalian berikan selama ini. Keyakinanku bahwa suatu saat kalian akan menangis bahagia, tertawa bahagia karena-ku


(11)

atas segala kasih sayang, perhatian, semangat dan doa yang kalian berikan kepadaku, maaf telah terlalu lama dalam meraih gelar ini. Semoga kebahagiaan dan kebersamaa akan selalu kita peroleh dan bina hingga kematian memisahkan kita

3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung, Pembimbing Akademik, Dosen Pembahas dan Penguji skripsi penelitian penulis

4. Bapak Dr. Noverman Duadji, Drs, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah membantu arahan dan bimbingan bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi penelitian ini. Terima kasih atas segala pemahaman yang bapak berikan melalui beberapa perumpamaan yang mampu membuat penulis menjadi lebih peka dalam berfikir

5. Ibu Dewie Brima Atika, S.IP, M.Si, selaku Dosem Pembimbing Pembantu yang dengan sabar mengarahkan dan membimbing serta menunggu hingga sekian tahun b/agi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi penelitian ini

6. Ibu Susana Indriyanti Caturiani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu, mendukung dan membimbing penulis selama melaksanakan studi hingga selesai. Terima kasih atas perhatian yang diberikan selama ini, maaf kalau penulis terlalu lama menyelesaikan studi

7. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

8. Bapak Drs. A. Husnan Aksa, MS, selaku dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih penulis ucapkan untuk beliau yang telah memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang logika dan etika dalam hidup.


(12)

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan FISIP Unila, khususnya Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membantu penulis selama masa perkuliahan

10.Seluruh Jajaran Pejabat dan staf Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP ) Kota Bandar Lampung dan para anggotanya yang telah membantu dengan memberikan kenyamanan dan kekeluargaan bagi penulis untuk mendapatkan berbagai informasi dari penelitian ini

11.Senior-senior Jurusan Ilmu Administrasi Negara dimulai dari angkatan 2000–2005. Terimakasih telah memberikan arahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan 12.Teman-teman seperjuangan ANDALAN 2006 yang selalu kompak dan setia: Felix, Gultom,

Doni, Fajrin, Viko, Panji, Puja, Zaldi, Mora, Mip, Iqbal, Erlangga, Anugrah, Herman, Resa, Fatimah, Eva, Aprina, Barita, Atus, Desi, Ayu, Heni, Mistalia, Dwi, Endah, Rensi, Risma, Ria, Yosye. Terimakasih atas dukungan kalian selama ini.

13.Junior-junior (adek tingkat) Ilmu Administrasi Negara dari angkatan 2007-2012. Terimakasih telah membantu dan mendukung saya selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.

14.Segenap orang-orang yang dikenal dan mengenal serta menyayangi penulis. Terima kasih atas segala doa yang kalian berikan

Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan kalian semua. Dan semoga karya sederhana ini dapat memberi manfaat.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, Januari 2014 Penulis


(13)

Halaman ABSTRAK

DAFTAR ISI…... i

DAFTAR GAMBAR…... iv

DAFTAR TABEL…... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………... 7

D. Manfaat Penelitian………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Etika Administrasi Negara...10

1. Pengertian Etika...10

2. Pengertian Etika Administrasi Negara...12

B. Tinjauan Tentang Profesionalitas...16

C. Tinjauan Tentang Profesionalitas...19

1. Profesi...19

2. Profesional………... 23

3. Profesionalisme………... 26

D. Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)... 29

1. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja... 29

2. Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Satpol PP... 30

3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP... 31

E. Tinjauan Tentang Ketertiban Umum………... 33

1. Pengertian Ketertiban... 33


(14)

ii

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian…………... 39

B. Fokus Penelitian... 40

C. Lokasi Penelitian………... 46

D. Sumber Data…………..…………... 47

E. Informan………... 48

F. Instrumen Penelitian………... 49

G. Teknik Pengumpulan Data……... 50

H. Teknik Pengolahan Data………... 53

I. Teknik Analisis Data………... 53

J. Teknik Keabsahan Data………... 55

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Kota Bandar Lampung... 57

B. Gambaran Mengenai Pasar Bambu Kuning... 60

1. Sejarah Singkat Pasar Bambu Kuning... 60

2. Letak dan Kondisi Pasar Bambu Kuning... 62

C. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung... 64

V. PEMBAHASAN A. Hasil………... 72

1. Pelaksanaan Penertiban…………... 72

2. Penjagaan Ketertiban………... 79

B. Pembahasan………...83

1. Tanggung Jawab... 84

2. Kebebasan... 93

3. Keadilan... 97

C. Penghambat Profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam Menjaga Ketertiban, Kenyamanan dan Keamanan Kota Bandar Lampung... 100

1. Hambatan Internal... 100


(15)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 106 B. Saran... 107 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nama Kecamatan se-Kota Bandar Lampung... 58 2. Walikota Bandar Lampung dari Tahun 1956-2009…………... 59 3. Jumlah Pedagang Berdasarkan Klasifikasi Tempat Berjualan... 63


(17)

Gambar Halaman

1. Proses Analisis Data…………... 54 2. Struktur Organisasi Satpol PP Kota Bandar Lampung…... 69


(18)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 jo. UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka desentralisasi pemerintahan mulai berjalan dengan tujuan kemandirian pemerintah daerah dalam memajukan daerahnya dan menyejahterakan rakyatnya. Selanjutnya, pemerintah daerah mulai mengurusi urusan pemerintahannya sendiri di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan minimnya intervensi dari pemerintah pusat. Dengan demikian, pemerintah daerah harus bisa membuat daerahnya berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang dimilikinya.

Berdasarkan undang-undang tersebut maka pemerintah daerah melakukan pembenahan diberbagai aspek. Untuk menjalankan pemerintahan yang berfokus pada sebuah pembangunan, maka pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan produk-produk hukum daerah. Kebijakan daerah dan produk-produk hukum daerah yang telah dikeluarkan harus segera diimplementasikan dan kepala daerah memerlukan lembaga-lembaga pembantu yang bertanggung jawab kepada kepala daerah, berupa perangkat daerah.


(19)

Salah satu perangkat daerah yang membantu penyelenggaraan pemerintahan daerah serta membantu pelaksanaan kebijakan-kebijakan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1, bahwa untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di setiap provinsi dan kabupaten/kota maka dibentuklah Satpol PP. Adapun kedudukan Satpol PP, sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat 2 PP No. 6 Tahun 2010, berada di bawah sekretaris daerah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah, yang dipimpin oleh seorang kepala satuan. Tugas yang dimiliki Satpol PP, diatur pada Pasal 4 PP No. 6 Tahun 2010, yaitu menegakkan perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Pembentukan Satpol PP sendiri di tiap-tiap daerah ditetapkan dalam perda masing-masing daerah berpedoman pada PP No. 6 Tahun 2010, sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat 2 PP No. 6 Tahun 2010 Tentang Satpol PP. Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Pemerintahan Kota Bandar Lampung, ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung.

Menurut Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) adalah salah satu perangkat


(20)

3

daerah yang berkedudukan di bawah sekretaris daerah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui sekretaris daerah Kota Bandar Lampung, sebagaimana diatur pada Pasal 24. Tugas pokok yang dimiliki Satpol PP Kota Bandar Lampung diatur pada Pasal 25 Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008, yakni memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan produk hukum daerah.

Berdasarkan Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung, yang mengatur tugas dan fungsi Satpol PP Kota Bandar Lampung, bahwa Satpol PP memiliki peranan penting dalam menjaga ketentraman dan ketertiban umum serta penegakkan produk hukum daerah. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki oleh Satpol PP, maka tindakan-tindakan penertiban akan dilaksanakan apabila terjadi pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum serta pelanggaran terhadap produk hukum daerah.

Salah satu contoh produk hukum yang ada di dalam lingkup sistem pemerintahan Kota Bandar Lampung adalah Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan umum ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung. Tujuan dari perda tersebut diatur dalam Bab I tentang Penjelasan Umum, yakni menginginkan keadaan Kota Bandar Lampung yang tertib, aman, dan teratur. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi kota yang tertib, aman dan teratur, perda tersebut memiliki beberapa ketentuan yang mengatur larangan. Salah satu ketentuan tersebut diatur pada Bab III tentang Larangan pasal 16 ayat 1 Perda No. 8 Tahun 2000, yakni


(21)

mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan pertokoan/bangunan pasar yang menghadap jalan umum untuk pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat yang telah ditentukan/ditunjuk oleh Walikota.

Ketentuan mengenai larangan untuk berjualan di pinggir jalan dan di atas trotoar, dilanggar oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tetap berjualan di pinggir jalan dan di atas trotoar. Adanya pelanggaran ketentuan tersebut yang dilakukan oleh PKL, menjadi tugas dari Satpol PP Kota Bandar Lampung untuk melaksanakan penertiban. Mengacu pada fungsi Satpol PP yang diatur pada Perda No. 4 Tahun 2008 pasal 27 huruf b yaitu pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di daerah, maka dilaksanakanlah penertiban PKL yang berjualan di pinggir jalan dan di atas trotoar. Tindakan penertiban yang dilakukan berawal dari peringatan lisan yang disosialisasikan, peringatan tertulis melalui pamflet-pamflet dan spanduk, berlanjut ke tindakan yang lebih tegas apabila ada PKL yang tetap melanggar.

Salah satu contoh pelaksanaan penertiban PKL, dilakukan pada tanggal 12 Januari 2010 disekitar Pasar Bambu Kuning, Jalan Imam Bonjol dan Pasar Smep. Peringatan secara lisan dan tertulis tetap dilanggar, dan ini berujung pada tindakan tegas Satpol PP. Perlawanan ditunjukkan oleh PKL, dengan alasan tidak adanya tempat yang strategis dan demi memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi penertiban dan penggusuran PKL yang melanggar tetap dilaksanakan tanpa ada pengecualian. (www.tribunlampung.com, diakses tanggal 27 Agustus 2010)


(22)

5

Pelaksanaan penertiban PKL yang melanggar ketentuan larangan pada Pasal 16 ayat 1 Perda No. 8 Tahun 2000, menginginkan kondisi yang lebih tertib dan aman. Penertiban dan pembongkaran lapak-lapak PKL dimulai dari sekitar Pasar Bambu Kuning, sekitar jalan-jalan di Pasar Tengah dan berakhir di Jalan Bengkulu. Dalam pelaksanaannya, beberapa pertentangan dan penolakan dilakukan oleh para PKL, melalui perwakilan dari masing-masing perhimpunan pasar.

Himpunan Pedagang Pasar Bawah (HPPB) menolak pemindahan pedagang. Sebenarnya HPPB mendukung rencana pemindahan tersebut, penolakan dilakukan karena tidak adanya sosialisasi dan perundingan terlebih dahulu terkait rencana tersebut. Sementara itu, Himpunan Pedagang Kaki Lima Pasar Tengah juga menolak perelokasian PKL ke Pasar Bawah. Sosialisasi yang tidak ada dan juga penyediaan lahan yang sempit menjadi penyebabnya. (SKHP Tribun Lampung, edisi Rabu 3 November 2010, Hal. 9). Seperti yang terjadi pada hari Selasa, 30 November 2010 di Pasar Bambu Kuning, dimana petugas Satpol PP yang membongkar paksa lapak dan gerobak pedagang yang melanggar, mendapatkan perlawanan dari pedagang yang berusaha mempertahankan tempat berjualan dan barang dagangannya (Observasi pada tanggal 30 November 2010)1.

Pelaksanaan penertiban, patroli dan pembangunan pos jaga di Pasar Bambu Kuning merupakan tindakan nyata Satpol PP untuk menjaga ketertiban umum, akan tetapi beberapa PKL sudah mulai kembali berjualan di pinggir jalan dan di atasa trotoar. Hal ini terjadi disekitaran lapangan parkir Bambu Kuning dan sekitaran Pasar Tengah (

1. Observasi tanggal 30 November 2010 di Pasar Bambu Kuning mengenai pembongkaran lapak


(23)

Observasi Tanggal 15 Januari 2011 )2. Kondisi tersebut bertolak belakang dari apa yang diharapkan oleh Pemkot Bandar Lampung, yang menginginkan situasi lokasi disekitar Pasar Bambu Kuning dan Pasar Tengah yang rapi, aman dan tertib. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kinerja yang dilakukan Satpol PP kurang optimal. Tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan fungsi harus di terapkan oleh Satpol PP, sehingga optimalisasi kinerja Satpol PP terus meningkat yang berimplikasi pada terciptanya kondisi Kota Bandar Lampung yang tertib, aman, dan teratur serta tegaknya produk hukum daerah Kota Bandar Lampung yakni Perda No.8 Tahun 2000.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsi Satpol PP Kota Bandar Lampung untuk menegakkan produk hukum daerah, didasari oleh sikap anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan dan penjagaan ketertiban serta keamanan kota. Apabila pelaksanaan untuk menjaga ketertiban yang dilakukan berjalan efektif, tentunya akan menciptakan suasana kota yang tertib, aman, dan teratur. Terciptanya kondisi yang tertib, aman, dan teratur, akan memudahkan peningkatan kenyamanan di Bambu Kuning Plaza yang mengusung konsep pasar tradisional modern yaitu pasar yang tetap menjual barang-barang dagangan dengan harga murah, yang sama seperti pasar tradisional lainnya dengan berjualan di tempat/bangunan yang lebih rapi, nyaman, teratur dan bersih. Diharapkan dengan nyamannya keadaan baik diluar maupun didalam Bambu Kuning Plaza, akan mengundang para wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke Kota Bandar Lampung, yang merupakan sasaran dari

adanya program “Visit Lampung”. Oleh karena itu, penelitian ini mengharapkan setelah

2. Observasi tanggal 15 Januari 2011 di Pasar Bambu Kuning dan Pasar Tengah mengenai


(24)

7

tercapainya profesionalitas Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat memberi kemudahan bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menjalankan program-program lainnya.

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota ?

C. Tujuan Penelitian

Apabila dilihat dari perumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan dan menganalisa profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung didasari oleh sikap anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota.


(25)

2. Menemukan faktor-faktor yang menjadi penghambat profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini telah menambah ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu Administrasi Negara, khususnya dalam bidang etika administrasi negara untuk menilai kualitas keprofesionalan tiap-tiap aparatur publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

2. Memberikan gambaran dan rekomendasi bagi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan optimalisasi kinerja untuk menjadi perangkat daerah yang profesional.

3. Menjadi bahan referensi tambahan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian dengan tema serupa dalam menganalisa dan menilai kualitas keprofesionalan tiap-tiap profesi.


(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Etika Administrasi Negara

1. Pengertian Etika

Kata etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos”, yang dalam bentuk tunggal mempunyai beberapa arti, yaitu norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Dalam bentuk jamak (ta etha) mempunyai arti adat kebiasaan. Arti dalam bentuk jamak ini pada akhirnya

menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika pada saat ini. Secara etimologis etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang ada kebiasaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 534-535).

Pengertian etika didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 271) adalah :

“Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika dapat dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.


(27)

Menurut Salam Burhanuddin (1997: 1), etika adalah :

“Sebuah cabang ilmu yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang

menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral. Etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok”.

Berbeda dari pendapat Solomon (1987: 5), yang berpendapat bahwa etika adalah

masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang disebut “menjadi orang baik”, tetapi

merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang disebut ethos-nya.

Pemahaman mengenai makna dari etika dikemukakan menjadi tiga arti oleh Bertens (2001:6), yakni :

Pertama, kata “etika” dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kedua, etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yaitu sebagai kode etik; ketiga, istilah “etika” sering digunakan untuk pengertian mengenai ilmu

tentang baik atau buruk”.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia manjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Etika juga membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Pada akhirnya, etika membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dan tidak perlu kita lakukan. Hal penting yang perlu dipahami, bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan.


(28)

11

Darmastuti (2006: 35-36) membagi etika sebagai kajian filsafat menjadi dua bagian, yaitu :

a. Etika Umum, merupakan prinsip-prinsip moral yang mengacu pada prinsip moral dasar sebagai pegangan dalam bertindak dan menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya suatu tindakan yang ada didalam suatu masyarakat. b. Etika Khusus, merupakan penerapan moral dasar dalam bidang khusus.

Aplikasi dari etika khusus ini misalnya keputusan seseorang untuk bertindak secara etis dalam suatu bidang tertentu baik itu dalam organisasi. Etika khusus kemudian dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu :

Etika Individual, lebih menekankan pada kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri untuk mencapai kesucian hidup, misalnya etika beragama, menjaga kesehatan dan etika yang berhubungan dengan dirinya.

Etika Sosial, lebih menekankan pada kewajiban, sikap dan perilaku sebagai anggota masyarakat dan tanggungjawab individu dengan lingkungannya, misalnya etika dalam bermasyarakat, etika dalam berorganisasi, etika profesi, etika keluarga, etika lingkungan hidup, termasuk etika administrasi negara.

Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Karena etika dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, maka etika ini kemudian diciptakan dalam bentuk aturan (code)

tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika dan rasional dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang

disebut dengan “self control” (mengontrol diri sendiri), karena segala sesuatunya

dibuat dan ditetapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.


(29)

Dari pemaparan beberapa pendapat dari pakar-pakar mengenai pemahaman makna etika, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan kajian dari ilmu filsafat yang lebih menekankan pada tindakan maupun perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Pemahaman mengenai etika akan memberikan gambaran dari kegiatan penertiban dan penjagaan ketertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melakukan tindakan yang didasari sikap yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut merupakan pedoman yang harus dipahami oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak produk hukum daerah.

2. Pengertian Etika Administrasi Negara

Etika adalah cabang filsafat yang membahas masalah dalam kehidupan manusia. Dalam etika dibedakan antara etika umum dan etika khusus. Etika umum mempersoalkan prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia. Sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya. Dalam etika khusus, selanjutnya dibedakan antara etika individual dan etika sosial. Etika sosial pemahamannya lebih luas dibandingkan etika individual, karena hampir semua kewajiban manusia berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia sebagai makhluk sosial. Dalam lingkup etika sosial ini, termasuk didalamnya etika administrasi pada umumnya dan khususnya etika administrasi negara.


(30)

13

Pemahaman mengenai etika administrasi negara, menurut Widodo (2001: 252) bermakna ganda, yakni :

“Etika administrasi negara merupakan bidang ilmu pengetahuan yang membahas

prinsip-prinsip etis (moral) yang mendasari perilaku para aparat birokrasi pemerintahan, khususnya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Disamping itu terdapat pengertian tentang etika administrasi negara sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi”.

Kartasasmita (1997: 24-25), menjelaskan bahwa :

“Etika administrasi negara sebagai hubungan antara dunia filsafat, nilai dan moral

dengan dunia administrasi sebagai dunia keputusan dan tindakan, yaitu bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan administrasi seperti ketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas dapat menjelaskan etika dalam prakteknya dan bagaimana gagasan-gagasan dasar etika mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk dapat menjelaskan hakekat administrasi”.

Pemahaman mengenai etika adminsitrasi negara selanjutkan dijelaskan oleh Kumorotomo (1996: 28) yang menyatakan bahwa :

“Etika administrasi negara berkaitan dengan luasnya ruang lingkup adminsitrasi

negara serta dilema-dilema yang dihadapi oleh administrator dalam mengelola organisasi publik. Etika administrasi negara menempatkan kaidah-kaidah moral dalam menghadapi berbagai dilema dan juga masalah-masalah yang menyangkut kedudukan pribadi seorang administrator dalam proses interaksinya dengan negara dan masyarakat”.

Etika administrasi negara sebagai bagian dari etika khusus memiliki arti dan peranan penting dalam birokrasi atau organisasi publik. Masalah etika dalam birokrasi menjadi keprihatinan yang sangat besar karena perilaku birokrasi mempengaruhi bukan hanya dirinya tetapi masyarakat banyak. Selain itu birokrasi juga bekerja atas dasar kepercayaan, karena seorang birokrat bekerja untuk negara dan berarti juga untuk rakyat. Wajar apabila rakyat mengharap adanya jaminan bahwa para birokrat


(31)

yang dibiayai negara harus mengabdi kepada kepentingan umum menurut standar etika yang selaras dengan kedudukannya. Selain itu, muncul keprihatinan bukan saja terhadap individu-individu para birokrat tetapi juga terhadap organisasi sebagai sebuah sistem yang selalu bertambah besar dan luas kewenangannya yang cenderung menyampingkan nilai-nilai dan norma-norma.

Keprihatinan tersebut memberikan sebuah pemahaman mengenai sejauh mana etika digunakan dalam sebuah organisasi administrasi negara. Dalam sistem administrasi pada dasarnya berpusat pada manusia, yang mempunyai hati (tata nilai), mempunyai otak (metodologi), dan tangan (kecekatan dan keterampilan). Oleh karena itu, kegiatan adminsitrasi dalam organisasi yang didalamnya termasuk juga organisasi adminsitrasi negara tidak lepas dari tata nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yaitu nilai-nilai moral atau nilai etis. Dengan demikian, dalam sebuah organisasi administrasi negara memerlukan peranan penting dari etika dalam menjalankan tugas dan kewenangannya demi kepentingan umum.

Menurut Widodo (2001: 263), dalam berorganisasi termasuk organisasi adminsitrasi negara setidak-tidaknya ada tiga macam etika, yaitu etika individu (pribadi), etika organisasi, dan etika profesi.

Etika individu atau etika pribadi tercermin dalam kepribadian seseorang, apa yang diyakininya dan dijadikan pedoman menentukan sikap dan perbuatannya dalam hubungan dengan dirinya atau hubungan dengan orang lain. Sedangkan etika organisasi adalah etika yang berlaku dalam lingkungan organisasi dimana individu yang bersangkutan itu berada. Dalam organisasi itu terdapat kewajiban-kewajiban apa


(32)

15

yang harus dilakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Etika profesi berkaitan ddengan pekerjaan. Etika profesi berlaku dalam suatu kerangka yang diterima oleh semua yang secara hokum atau secara moral mengikat mereka dalam kelompok profesi yang bersangkutan.

Ketiga macam etika tersebut idealnya dapat saling sesuai sehingga dapat diikitu dan dipatuhi dan sekaligus dijadikan pedoman bagi seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang lain dalam organisasi, dalam menjalankan tugas organisasi dan dalam menjalankan pekerjaan profesinya. Apabila terdapat keselarasan antara ketiga nilai moral dalam diri pribadi seorang anggota organisasi profesi, maka yang bersangkutan akan merasakan senang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Dari beberapa pemaparan dan pemahaman mengenai etika administrasi negara, dapat disimpulkan bahwa etika administrasi negara merupakan bagian dari etika khusus yang memberikan pedoman bagi para administrator yang terikat dalam sebuah organisasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya demi kepentingan umum/publik. Dalam etika administrasi negara atau etika organisasi publik termasuk Satpol PP Kota Bandar Lampung, terdapat tiga macam etika yakni etika individu, etika organisasi dan etika profesi yang akan sangat penting untuk menjadi pedoman bagi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung dalam menjalankan tugas dan kewenangannya apabila ketiga macam etika tersebut tertanam keharmonisannya didalam diri pribadi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung.


(33)

B. Tinjauan Tentang Etika Profesi

Etika profesi adalah bagian etika sosial yang merupakan kesatuan dan keharmonisan dari etika individu dan etika organisasi. Etika profesi yang berkaitan dengan pekerjaan memberikan pedoman bagi para pelaku profesi sebagai individu yang bernaung dalam organisasi profesi dalam menentukan sikap dan perbuatannya terhadap hubungan dengan dirinya maupun orang lain dimana didalam organisasi terdapat kewajiban-kewajiban apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut layaknya ada didalam organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung untuk menjadi sebuah organisasi publik yang mengabdi dan berorientasi pada kepentingan umum. Dengan menerapkan keselarasan ketiga etika tersebut, maka akan tumbuh dalam diri pribadi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung kesenangan dan kebanggaan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya untuk menertibkan dan menjaga ketertiban umum.

Satpol PP Kota Bandar Lampung merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi, maka dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan mekanisme perangkat yang dibuat berupa kode etik profesi, akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian.


(34)

17

Menurut Kansil (2003: 6), etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai anggota umat manusia.

Pendapat lain tentang etika profesi dijelaskan oleh Lubis Suhrawardi (1994: 6-7) :

“Etika profesi adalah sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan

pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas”.

Terdapat kaidah-kaidah dalam etika profesi, yakni :

a. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan yang bersifat tanpa pamrih.

b. Pelayanan profesional dalam mendahulukan klien atau pasien mengacu pada kepentingan nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.

c. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.

d. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi.

Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan diri masyarakat, apabila di dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa menerapkan etika profesi, maka sebuah profesi yang terhormat akan terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang sedikti pun tidak diikuti dengan nilai-nilai idealisme dan berakhir dengan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada para elit profesional ini. Oleh karena itu, dengan menerapkan prinsip-prinsip etika profesi, maka para elit profesional dapat meningkatkan kinerjanya agar kepuasan masyarakat dapat dicapai sebagai tujuan utama, serta kepercayaan dari masyarakat tetap terjaga.


(35)

Adapun prinsip-prinsip etika profesi menurut Salam Burhanuddin (1997: 140-142), antara lain:

a. Tanggung jawab. b. Keadilan.

c. Otonomi.

Sedangkan menurut Darmastuti (2006: 98), ada beberapa prinsip tentang etika profesi, yaitu:

a. Tanggung jawab

Tanggungjawab yang dimaksud disini adalah tanggungjawab pelaksanaan (by function) dan tanggungjawab dampak (by profession).

b. Kebebasan

Kebebasan yang dimaksud dalam konteks ini adalah kebebasan untuk mengembangkan profesi tersebut dalam batas-batas aturan yang berlaku dalam sebuah profesi.

c. Keadilan

Keadilan merupakan prinsip yang diinginkan dari setiap profesi. Adil berarti tidak memihak manapun dan siapapun. Dengan kata lain, prinsip keadilan ini ingin membangun satu kondisi yang tidak memihak manapun yang memungkinkan untuk ditunggangi pihak-pihak yang berkepentingan.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa etika profesi merupakan bagian dari etika sosial yang memberi batasan bagi para pelaku profesi untuk bekerja secara profesional dalam menjalankan profesi dan sebagai pengontrol diri sendiri dalam bertindak. Dengan demikian, etika profesi merupakan sebuah pegangan diri bagi para pelaku profesi untuk selalu bertindak profesional. Prinsip-prinsip yang ada dalam etika profesi apabila diterapkan secara optimal akan memberikan sebuah penilaian tentang kualitas keprofesionalan seseorang atau sebuah organisasi.


(36)

19

C. Tinjauan Tentang Profesionalitas

Profesionalitas apabila dilihat dari turunan kata, adalah turunan dari kata profesi.

Berdasarkan pemahaman makna katanya, profesionalitas merupakan kata benda yang memiliki makna sebagai kata yang menunjukkan kualitas keprofesian seseorang ataupun organisasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 532). Kata profesionalitas lazimnya

dapat diartikan sebagai kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu “keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.

Makna tentang profesionalitas akan lebih mudah dipahami, apabila pemahaman tentang profesi dan turunan kata dari kata profesi, seperti profesional dan profesionalisme, telah

dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu, pengertian tentang profesi, profesional, dan profesionalisme akan dijabarkan terlebih dahulu untuk memudahkan pemahaman tentang profesionalitas. Setelah pengertian tentang profesi, profesional, dan profesioanlisme dapat dipahami, kemudian akan didapat kesimpulan pemahaman mengenai profesionalitas.

1. Profesi

Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang, bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi


(37)

dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Hanya memiliki keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Kebingungan mengenai pengertian profesi itu hadir dengan sendirinya sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini ada karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.

De George dalam Salam (1997: 137) menyimpulkan bahwa, profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian. Seseorang yang profesional, apabila tidak menjalankan suatu pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tidak dapat disebut sebagai seorang yang berprofesi, sedangkan seseorang yang memiliki profesi tidak selalu disebut sebagai seorang yang profesional.

Salam Burhanuddin (1997: 137-138) memberikan persepsinya mengenai istilah profesi, yakni :

“Sesuatu yang berkaitan dengan bidang yang dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, akan tetapi dengan keahlian saja yang didapat dari pendidikan kejuruan belum cukup untuk disebut profesi. Jadi profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus dan standar layanan. Dalam perkembangannya profesi dipahami sebagai keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan jalur pendidikan atau keahlian”.

Menurut pandangan Keraf dalam Darmastuti (2006: 92-93), profesi sendiri berdasarkan maknanya dipahami sebagai :

“Suatu pekerjaan yang dapat digunakan sebagai kegiatan pokok untuk mencari nafkah hidup dengan keahlian tertentu.” Berdasarkan pemahaman ini, ada beberapa batasan-batasan terhadap profesi yang menjadi ciri-ciri profesi tersebut, yaitu :


(38)

21

a. Memiliki skill atau kemampuan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain.

b. Memiliki kode etik sebagai standar moral kode perilaku yang digunakan dalam profesi tersebut, yaitu by profession & by function. c. Memiliki tanggung jawab profesi (responsibility) dan integritas pribadi

(integrity).

d. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik dengan dedikasi profesi luhur. e. Otonominasi organisasi profesional yang ditunjukkan dengan adanya

manajemen organisasi.

f. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi dengan menjaga eksistensi.

Secara umum, ada beberapa ciri yang melekat pada profesi menurut Salam Burhanuddin, (1997: 139-140), yakni; Pertama, adanya pengetahuan khusus; Kedua,

adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi; Ketiga, mengabdi kepada

kepentingan masyarakat; Keempat, ada izin khusus untuk bisa menjalankan suatu

profesi; Kelima, kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi

profesi.

Pendapat lainnya dipaparkan oleh Muhammad (2001: 58), yang menyatakan bahwa : “Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu yang mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan”. Adapun kriteria dalam profesi adalah sebagai berikut :

a. Meliputi bidang tertentu.

b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan tertentu. c. Bersifat tetap atau terus menerus.

d. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan. e. Bertanggung jawab pada diri sendiri dan masyarakat. f. Terkelompok dalam suatu organisasi.


(39)

Sedangkan pengertian profesi menurut Kansil (2003: 4-6) adalah :

“Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu, sebagai tugas kegiatan seseorang yang mengerjakan sesuatu, bukan hanya untuk kesenangan, tetapi

merupakan mata pencaharian”. Adapun ciri-ciri yang ada dalam profei, yakni :

a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas.

b. Suatu teknis intelektual.

c. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis. d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.

e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.

f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.

g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota. h. Pengakuan sebagai profesi.

i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi.

j. Hubungan erat dengan profesi lain.

Dipahami dari beberapa pendapat di atas, bahwa profesi merupakan pekerjaan yang digunakan untuk mendapatkan nafkah hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan menerapkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Untuk menjalankan profesi memerlukan izin khusus, yang berfokus pada pengabdian kepada kepentingan masyarakat, dan biasanya orang yang memiliki profesi menjadi anggota dari suatu organisasi profesi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung adalah organisasi profesi, dimana anggota Satpol PP, yakni Polisi Pamong Praja melakukan pekerjaan sebagai anggota Satpol PP untuk mencari nafkah dan hidup dari pekerjaan tersebut, serta menjadi anggota organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung.


(40)

23

2. Profesional

Profesional merupakan turunan dari kata profesi, dimana kata profesi merupakan kata

benda. Apabila kata profesi ditambahkan akhiran – al akan membentuk kata sifat, sehingga kata profesi menjadi kata profesional yang merupakan kata sifat. Secara

harafiah, profesional dapat diartikan seseorang yang terampil, ahli, handal dan sangat

bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya. Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu dapat dikatakan profesional, akan tetapi istilah profesional terkadang digunakan untuk suatu aktifitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari

amatir (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 533).

Salam Burhanuddin ( 1997: 137) menyatakan tentang profesional, bahwa :

“Profesional adalah orang yang memiliki profesi yang melakukan pekerjaan purna

waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian yang tinggi. Jadi, seseorang yang profesional adalah seorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menuntut keahlian. Orang yang profesional adalah orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya, meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu, hidup dari situ, dan bangga akan pekerjaannya itu yang lebih menekankan pada pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat pada umumnya”.

Pendapat lain tentang profesional dikemukakan oleh Darmastuti (2006: 93), bahwa : “Profesional dipahami sebagai suatu sifat yang dimiliki seseorang secara teknis dan operasional yang ditetapkan dalam batas-batas etika profesi. Batas-batas etika profesi yang digunakan untuk mengatur profesional tidaknya seseorang dikaitkan dengan kode etik perilaku dan kode etik profesi sebagai standar moral yang berlaku dalam profesi tersebut. Secara ringkas dapat disimpulkan, untuk menjadi seorang profesional, ada beberapa sikap yang dituntut untuk dimiliki, yaitu; komitmen tinggi, tanggung jawab, berpikir obyektif, menguasai materi, berpikir sistematis”.


(41)

Sedangkan menurut Muhammad (2001: 58), profesional adalah profesi yang dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan.

Berbeda dengan Kansil (2003: 4) yang berpendapat bahwa, profesional adalah sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.

Darmastuti (2006: 95) memberikan beberapa kualifikasi yang sering digunakan untuk melihat kualitas keprofesionalan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

“Kualifikasi tersebut adalah:

a. Kemampuan untuk kesadaran etis (ethical sebsibility), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat segala sesuatu secara obyektif.

b. Kemampuan untuk berfikir secara etis, yaitu pertimbangan rasional yang dimiliki seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan.

c. Kemampuan berperilaku secara etis, yaitu kemampuan good moral dan

good manner yang dimiliki seseorang sehingga dapat menciptakan kontrol sosial (social control).

d. Kemampuan kepemimpinan yang etis, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengayomi dan menghargai pendapat orang lain.” Berdasarkan pendapat Darmastuti mengenai kualifikasi kualitas keprofesionalan, maka seseorang dapat dikatakan profesional dalam melakukan kegiatan profesinya apabila orang itu memiliki kesadaran untuk berfikir secara etis, berperilaku secara etis dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang etis. Oleh karena itu, seseorang dapat melakukan kegiatan profesinya secara profesional apabila orang tersebut cukup dewasa dan cukup mantap secara ilmu. Penguasaan terhadap ilmu merupakan suatu kewajiban yang harus dimiliki oleh seseorang agar orang itu dapat melakukan


(42)

25

kegiatan profesinya secara profesional dan dapat mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan itu harus diikuti dengan semangat menjunjung tinggi etika profesi dan integritas yang tinggi terhadap profesi yang dijalani.

Dari pemahaman beberapa pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa profesional adalah sebuah sikap dan sifat yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan tahu akan keterampilan dan kemampuannya, untuk melakukan pekerjaan, hidup dari pekerjaan itu, dan bangga akan pekerjaannya yang ditetapkan dalam batas-batas etika profesi. Sikap dan sifat profesional harus dimiliki oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung sebagai aparatur publik. Kebanggaan akan profesi sebagai Polisi Pamong Praja harus ditampilkan oleh tiap-tiap anggota Satpol PP. Oleh karena itu, Satpol PP Kota Bandar Lampung yang telah menjalani pelatihan khusus untuk mendapatkan kepandaian dan keterampilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, harus bersikap profesional agar kinerja yang dilaksanakan berjalan dengan optimal. Pencapaian optimalisasi kinerja tidak hanya sebatas dari sikap profesional yang ditunjukkan oleh tiap-tiap anggota Satpol PP, akan tetapi ketaatan terhadap batas-batas etika profesi harus dilaksanakan oleh seluruh anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung sebagai aparatur publik yang profesional.


(43)

3. Profesionalisme

Profesionalisme sama seperti halnya profesional, merupakan turunan kata dari

profesi. Kata profesional merupakan kata sifat; sedangkan kata profesionalisme

merupakan kata benda. Secara umum, kata profesionalisme dapat diartikan sebagai

konteks doktrin, prinsip, atau gerakan tertentu, dan juga berarti “paham”. Dengan

berkembangnya zaman yang ikut mengembangkan pikiran-pikiran dari semua orang, maka pemahaman dari kata profesionalisme iktu mengalami perkembangan.

Profesionalisme menurut Kusnadi (2002: 16-17) adalah :

“Sikap dan pendirian serta karakteristik seseorang atau organisasi didalam melakukan suatu pekerjaan atau didalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ada 6 unsur yang terkandung dalam profesionalisme, yakni; Pertama, penguasaan atas bidang kerja atau masalah yang dihadapi; Kedua, serius dan tekun dalam menangani sesuatu yang dihadapi; Ketiga, berpegang pada prinsip efektivitas dan efisien; Keempat, pantang menyerah (ulet); Kelima, terorganisir dan sistematis didalam menganalisis dan bertindak; Keenam, berfikir dan bertindak taktis dan strategis”.

Darmastuti (2006: 96) berpendapat bahwa, setiap pekerjaan dari semua profesi selalu ada kemungkinan perkembangan karir yang merupakan kesempatan dan diberikan oleh setiap profesi. Ada beberapa perkembangan yang terjadi dalam profesionalisme, yaitu; pengakuan, organisasi, kriteria, kreatif, konseptor.


(44)

27

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Abdulrahim dalam Lubis (1994: 10-11), bahwa : “Profesionalisme dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dimiliki setiap eksekutif yang baik. Ada empat (4) ciri didalam profesionalisme, yaitu :

a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta mahir dalam menggunakan fasilitas penunjang pelaksanaan bidang tertentu.

b. Mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa masalah, peka membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan.

c. Mempunyai sikap berorientasi kedepan, sehingga punya kemampuan mengatasi perkembangan lingkungan.

d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi.”

Menurut pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme berasal dari kata profesional yang mempunyai makna bukan hanya sebagai konteks doktrin dan sebuah “paham”, melainkan pemahaman yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi yang memiliki sikap dan karakterisitik sendiri, kualitas yang wajib dimiliki oleh setiap individu organisasi, dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan serta menyelesaikan tugasnya. Profesionalisme dalam organisasi Satpol PP Kota Bandar Lampung tidak hanya sebatas doktrin dan paham saja, akan tetapi profesionalisme harus diterapkan dan dilaksanakan oleh tiap-tiap anggota Satpol PP untuk menjadi anggota yang berkualitas dalam menjalankan profesinya.


(45)

Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian dari profesi, profesional dan profesionalisme, dapat disimpulkan bahwa profesionalitas adalah kemampuan para anggota suatu profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan kemampuannya secara terus menerus serta penilaian terhadap kualitas keprofesionalan seseorang ataupun sebuah organisasi dalam menjalankan sebuah profesi dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat secara profesional. Sebuah profesi akan dinilai sebagai profesi yang profesional apabila dalam kinerja yang ditunjukkan oleh profesi tersebut telah berjalan optimal yang kemudian kualitas dari profesional ini disebut profesionalitas.

Profesi yang bekerja profesional akan selalu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung, sebagai salah satu perangkat daerah harus selalu bersikap profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya apabila Satpol PP ingin selalu dipercaya oleh masyarakat. Profesionalitas Satpol PP menjalankan tugas dan fungsinya harus selalu diwujudkan, agar Satpol PP menjadi salah satu perangkat daerah yang profesional dalam bekerja. Dengan demikian, optimalisasi kinerja dapat dicapai yang berimplikasi pada terciptanya kondisi Kota Bandar Lampung yang tertib, aman dan rapi dan terjaganya pelaksanaan dari produk hukum daerah.


(46)

29

D. Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Dalam penelitian ini, adapun objek yang menjadi pengamatan dalam menilai kualitas keprofesionalan sebuah profesi aparatur publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal tersebut dikarenakan beredarnya kabar-kabar negatif dalam masyarakat mengenai sikap dari Satpol PP dan juga didasarkan pada hasil pengamatan peneliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan penilaian terhadap kualitas keprofesionalan dari Satpol PP, akan sedikit dipaparkan mengenai Satpol PP itu sendiri guna memahami Satpol PP secara mendalam.

1. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP ) adalah bagian perangkat daerah dalam penegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat 9 PP No.6 Tahun 2010.


(47)

2. Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Satpol PP

Pembentukan Satpol PP diatur pada Pasal 2 ayat 1 dan 2 PP No.6 Tahun 2010 tentang Satpol PP, bahwa Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam penegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat disetiap provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan berdasarkan perda berpedoman peraturan pemerintah tersebut.

Satpol PP merupakan salah satu perangkat daerah dalam menegakkan perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, yang dipimpin oleh seorang kepala satuan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat 1 dan 2. Adapun tugas utama Satpol PP diatur dalam Pasal 4 adalah menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP mempunyai fungsi yang diatur dalam Pasal 5, yakni :

a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat; b. Pelaksanaan kebijakan penegakkan perda dan peraturan kepala daerah;

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah;


(48)

31

e. Pelaksanaan koordinasi penegakkan perda dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;

f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati perda dan peraturan kepala daerah; dan

g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah

3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP

Polisi Pamong Praja memiliki wewenang sebagaimana diatur pada Pasal 6, yaitu :

a. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau peraturan kepala daerah;

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;

d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau peraturan kepala daerah.


(49)

Polisi Pamong Praja memiliki hak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mendapatkan sarana dan prasarana serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan, dan diberikan tunjangan khusus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah sebagaimana diatur pada Pasal 7 ayat 1 dan 2 PP No.6 Tahun 2010. Dalam melaksanakan tugasnya, polisi pamong praja memiliki kewajiban sebagaimana diatur pada Bab IV pasal 8 PP No.6 Tahun 2010, yakni :

a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;

b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja; c. Membantu menyelesaikan perselisihan warga yang dapat mengganggu

ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan

e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap perda dan/atau peraturan kepala daerah.


(50)

33

E. Tinjauan Tentang Ketertiban Umum

Sebagai salah satu aparatur publik yang memiliki tugas untuk menegakkan segala produk hukum daerah, maka Satpol PP dituntut untuk melaksanakannya. Adapun pelaksanaan tugas tersebut dilaksanakan dengan menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No.8 Tahun 2000, yang dijalankan dengan melaksanakan fungsinya dalam menjaga ketertiban umum. Oleh karenanya Satpol PP diharuskan dapat menciptakan suasana kota yang tertib, sebab ketertiban umum merupakan salah satu faktor utama yang menunjang jalannya setiap produk hukum yang ada. Dengan demikian akan dijabarkan beberapa penjelasan singkat mengenai ketertiban umum, baik penjelasan yang diutarakan oleh beberapa ilmuwan maupun konsep mengenai ketertiban umum yang ada didalam Perda Kota Bandar Lampung No.8 Tahun 2000.

1. Pengertian Ketertiban

Ketertiban merupakan suatu keadaan yang teratur mencakup struktur dan pola yang dapat menciptakan kondisi aman. Istilah ketertiban berkaitan dengan hubungan masyarakat lainnya, yang dalam berinteraksi terdapat peraturan yang mengatur ketertiban umum.

Yona (2008: 15) berpendapat mengenai ketertiban, yakni suatu keadaan yang terkondisikan sesuai dengan tujuan dari di berlakukannya suatu peraturan. Keadaan masyarakat yang heterogen dengan berbagai kepentingan, tujuan, dan pemikiran yang berbeda-beda memungkinkan timbulnya perselisihan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Oleh karena itu, demi mencegah timbulnya kekacauan


(51)

maka diperlukan suatu peraturan hukum yang bersifat mengikat guna terciptanya ketertiban.

Schuyt dalam Yona (2008: 15) mengatakan bahwa ketertiban memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Adanya sikap tindak yang memberikan harapan-harapan b. Adanya kerjasama

c. Adanya pengawasan terhadap kekerasan d. Adanya sikap yang konsisten

e. Adanya peraturan-peraturan yang sifatnya tahan lama f. Adanya keadaan yang stabil

g. Adanya kepatuhan terhadap pemerintah h. Adanya keseragaman

i. Adanya perintah

j. Tidak adanya pelanggaran terhadap peraturan k. Tidak adanya keterasingan

l. Tidak adanya kesewenang-wenangan m. Adanya keteraturan

n. Adanya keteraturan struktur atau pola o. Adanya keadaan yang aman

Sedangkan menurut Koswara dalam Yona (2008: 16), yang dimaksud penertiban adalah kegiatan untuk menjaga, memelihara, dan mencegah agar masyarakat tidak melakukan tindakan dan kegiatan melanggar peraturan dan ketentuan-ketentuan yang


(52)

35

sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, agar masyarakat taat dan tidak melakukan pelanggaran.

Menurut Kelana (1994: 39), ketertiban adalah suatu keadaan yang sesuai dengan dan menurut norma-norma serta hukum yang berlaku, yang dapat menjamin keselamatan sekumpulan orang-orang yang berada ditempat umum.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ketertiban adalah suatu keadaan yang kondusif dan baik, melalui peraturan yang dibentuk dan diberlakukan sehingga menciptakan rasa aman. Sedangkan penertiban adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara serta mencegah masyarakat melanggar peraturan yang telah ada.

2. Ketertiban Umum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), ketertiban umum adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur. Sedangkan di dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2000, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ketertiban umum tersebut mencakup juga masalah keamanan, kebersihan, keindahan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan.


(53)

Berikut ini konsep atau ukuran ketertiban umum yang diatur dalam Perda No.8 Tahun 2000 tentang Pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan dan keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung, khususnya ketertiban umum dilingkungan pasar yang menjadi konsentrasi penertiban dan penataan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung :

a. Bab II Tentang Kewajiban, Pasal 5

Setiap pedagang wajib membungkus sampah yang ditimbulkannya dan menyerahkan kepada petugas kebersihan atau meletakkan langsung pada tempat-tempat yang telah ditentukan.

b. Bab II Tentang Kewajiban, Pasal 12

(1) Setiap pedagang tenteng, pikulan, gerobak sorong, bakulan dan sebagainya wajib memiliki tempat sampah yang seimbang dengan sampah yang ditimbulkannya.

(2) Setiap pedagang kios/toko/ruko wajib menyediakan tempat sampah yang tidak permanen dengan ukuran yang seimbang dengan sampah yang ditimbulkannya.

c. Bab II Tentang Kewajiban, Pasal 15

(1) Membuang sampah atau benda di jalan, trotoar, gang-gang dalam pasar, tepi pantai, sungai, sumber air, parit/saluran air, selokan air, taman, lapangan, dan tanah kosong milik orang lain atau tempat-tempat umum lainnya.


(54)

37

d. Bab III Tentang Larangan, Pasal 16

(1) Mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan pertokoan/bangunan pasar yang menghadap pada jalan umum untuk pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat-tempat yang telah ditentukan/ditunjuk oleh Walikota.

(2) Mempergunakan pasar atau bangunan komplek pertokoan yang tidak bertingkat atau lantai 1 (satu) sebagai tempat bermukim.

(3) Mempergunakan halaman parkir pada komplek pasar/pertokoan/plaza-plaza untuk menitip atau menetap kendaraan atau gerobak dagangan. e. Bab III Tentang Larangan, Pasal 17

(1) Memarkir kendaraan beroda (empat) atau lebih di jalan umum lebih dari 6 (enam) jam kecuali pada ruas-ruas jalan yang telah ditentukan untuk itu.

Memahami pendapat ahli yang menjabarkan tentang ketertiban, serta pemahaman mengenai konsep ketertiban umum yang diatur dalam Perda No.8 Tahun 2000, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari beberapa konsep tentang ketertiban umum yang diatur dalam perda tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan konsep ketertiban umum pada Pasal 16 ayat 1-3. Pemilihan konsep tersebut tidak terlepas dari adanya pelarangan, pembongkaran, dan perelokasian PKL yang sedang terjadi sekarang ini. Konsep tersebut juga menjadi acuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dasar-dasar dari adanya tindakan penertiban PKL yang berjualan disekitaran pasar-pasar sentral di Kota Bandar Lampung, sehingga dapat diketahui pelaksanaan tugas dan fungsi Satpol PP dalam menegakkan produk hukum daerah.


(55)

Kualitas keprofesionalan, yang kemudian disebut dengan istilah profesionalitas, apabila berhasil dicapai oleh para pelaku profesi akan menambah kepercayaan dari masyarakat sebagai pengguna jasa profesi dan sasaran utama dari pelayanan yang diberikan oleh pelaku profesi. Dengan demikian, demi terciptanya profesionalitas bagi seseorang ataupun sebuah organisasi harus menerapkan prinsip-prinsip etika profesi. Adapun prinsip-prinsip etika profesi yang lebih efektif untuk diterapkan, adalah prinsip-prinsip etika profesi yang dijabarkan oleh Darmastuti, karena dilihat dari prinsip-prinsip tersebut apabila diterapkan secara benar dan konsisten akan berimplikasi pada kinerja yang baik.

Oleh karena itu, apabila Satpol PP Kota Bandar Lampung menginginkan perubahan kinerja dan pencapaian profesionalitas, harus menerapkan prinsip-prinsip etika profesi yang dikemukakan oleh Darmastuti. Adapun prinsip-prinsip tersebut yang menjadi indikator pencapaian profesionalitas, yakni tanggung jawab, kebebasan, dan keadilan.


(56)

III.

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2005: 4). Data yang dikumpulkan dapat berupa naskah-naskah wawancara, foto, catatan di lapangan, dokumen pribadi, ataupun memo.

Penelitian ini telah mendeskripsikan proses yang berkenaan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kinerja suatu individu atau organisasi, terkait kinerja Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam menegakkan produk hukum daerah, khususnya Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan umum ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung dengan menjaga ketertiban kota. Dikaitkan dengan jenis penelitian, maka dalam penelitian ini jenis penelitian deskriptif digunakan untuk melakukan representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat didalam masalah penelitian yaitu seputar pengetahuan, sikap dan perilaku kinerja Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam menegakkan produk hukum daerah untuk dapat menarik kesimpulan tentang pelaksanaan yang ditunjukkan oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung.


(57)

Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data atau fakta sebagaimana adanya. Kemudian dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, hal-hal yang menjadi fokus penelitiannya adalah :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisa profesionalitas Satpol PP dalam menegakkan produk hukum daerah Kota Bandar Lampung khususnya Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan umum ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung, yang lebih menekankan pada pengetahuan, sikap dan perilaku dari Satpol PP dalam menjaga ketertiban kota khususnya menjaga ketertiban PKL. Adapun indikator dalam mencapai profesionalitas dalam menjaga ketertiban kota adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip etika profesi. Prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut :

1) Tanggung jawab, adalah tanggung jawab Satpol PP sebagai organisasi profesi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tanggung jawab kemudian dibagi menjadi 2 bagian, yakni :

a. Tanggung jawab pelaksanaan (by function), merupakan tanggung jawab

Satpol PP dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya adapun tanggung jawab yang dilakukan Satpol PP dalam pelaksanaan penertiban dimulai dari perencanaan program penertiban, pelaksanaan/eksekusi penertiban terhadap PKL yang


(58)

41

melanggar hingga tanggung jawab secara sikap dan tindakan dalam melaksanakan penertiban.

Kegiatan penertiban yang dilakukan Satpol PP, tidak selalu terlaksana secara sempurna. Adanya PKL yang luput dari pelaksananaan penertiban salah satu kesalahan yang dilakukan Satpol PP. Hal tersebut yang memicu pendapat bahwa rasa tanggung jawab dari Satpol PP dalam pelaksanaan tugasnya belum sepenuhnya terpenuhi.

b. Tanggung jawab dampak (by profession), merupakan tanggung jawab

Satpol PP dalam menangani dampak yang mungkin terjadi setelah pelaksanaan kegiatan penertiban terhadap PKL yang melanggar. Tanggung jawab dampak ini ditunjukkan oleh Satpol PP dengan melakukan patroli secara mendadak untuk menghimbau dan merazia PKL yang melanggar, membangun pos jaga di area Pasar Bambu Kuning untuk meminimalisir pelanggaran ketertiban hingga penempatan anggota Satpol PP di sekitaran Pasar Bambu Kuning untuk mencegah adanya PKL yang mencari kesempatan berjualan ditempat yang dilarang.

Pelaksanaan patroli, penjagaan dan penempatan anggota Pol PP untuk mencegah terjadinya pelanggaran ketertiban umum jauh dari keadaan yang sempurna. Kegiatan patroli yang dilakukan tidak sepenuhnya dijalankan secara menyeluruh di tiap-tiap area vital kota yang memungkinkan PKL untuk kembali berjualan dipinggir-pinggir jalan.


(59)

Penjagaan diarea Pasar Bambu Kuning kerap dimanfaatkan oknum “nakal” yang mengatasnamakan Satpol PP untuk meminta iuran keamanan yang tentunya ilegal apabila PKL tidak ingin terkena razia dan PKL bisa mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan penertiban. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tanggung jawab anggota Pol PP dalam mengatasi dampak pelaksanaan penertiban belum sepenuhnya dilaksanakan.

2) Kebebasan, adalah kebebasan tanpa adanya intervensi dari pihak luar yang diberikan kepada Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam menciptakan aturan-aturan organisasi dan program-program yang dapat mengembangkan organisasinya agar menjadi perangkat daerah yang lebih baik dan profesional.

Kebebasan yang dilakukan oleh Satpol PP merujuk pada pengembangan secara kepribadian dan organisasi. Penciptaan aturan-aturan kerja dan program-program pengembangan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan kerja anggota, pemahaman mengenai tanggung jawab kerja dan prosedur kerja serta penanaman mengenai besarnya peran Satpol PP dalam pelaksanaan pemerintahan Kota Bandar Lampung. Kebebasan juga diberikan kepada Satpol PP untuk menangani permasalahan ketertiban umum yang tentunya didasarkan pada norma-norma perundangan yang berlaku.


(60)

43

Dalam melaksanakan penertiban dan penjagaan ketertiban, kebebasan yang diberikan dimulai dari perencanaan program penertiban hingga kebebasan bertindak secara nonyustisial apabila oknum PKL yang diperingati tetap

mengindahkan peringatan tersebut. Akantetapi, dalam pelaksanaan kebebasan tersebut dinodai dengan terlalu berlebihannya tindakan yang dilakukan oknum Satpol PP dalam penertiban PKL yang melanggar. Sikap kasar terhadap wanita/ibu-ibu, hingga pengrusakan terhadap barang dagangan PKL dinilai sangat merugikan pedagang kecil. Hal tersebut yang perlu diperhatikan oleh Satpol PP dalam mengelola anggota dan organisasinya untuk menjadi aparatur publik yang profesional.

3) Keadilan, adalah keadilan yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung dengan melaksanakan tugas dan fungsi dengan tidak memihak manapun dan siapapun agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan orang lain.

Sebagai salah satu aparatur publik, sikap adil adalah sikap utama yang harus dimiliki Satpol PP Kota Bandar Lampung. Dalam pelaksanaan penertiban, keadilan ditunjukkan dengan menertibkan setiap PKL yang melanggar tanpa adanya ketimpangan. Penertiban dilakukan dengan menyita setiap barang dagangan PKL yang melanggar dan pemnidahan tempat terhadap PKL secara menyeluruh disatu tempat sehingga kecemburuan sosial diantara pedagang dapat diatasi.


(1)

Adapun struktur organisasi dari Satpol PP Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Struktur Organisasi Satpol PP Kota Bandar Lampung WALIKOTA

WAKIL WALIKOTA

KEPALA SATUAN

SUB BAGIAN TATA USAHA

SEKSI

PENEGAKAN PERDA DAN

PERUNDANG-UNDANGAN

SEKSI

KESEMAPTAAN,KETENTRAMAN DANKETERTIBAN UMUM

SEKSI PEMBINAAN MASYARAKAT


(2)

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam menertibkan PKL dan menjaga ketertiban umum, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Kualitas keprofesionalan belum dimiliki Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terlihat dari sikap anggota Pol PP sebagai bagian organisasi publik apabila dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki serta perilaku yang ditunjukkan. Hal tersebut diperoleh dari tanggungjawab dan keadilan dalam menjalankan penertiban dan penjagaan ketertiban belum sepenuhnya dilaksanakan, dan juga sikap kebebasan dalam mengembangkan diri untuk menjadi disiplin dalam bekerja belum ditunjukkan secara baik.

2. Hambatan yang dihadapi Satpol PP Kota Bandar Lampung berupa: a. Hambatan internal, berupa:

1) Penghasilan hidup anggota Pol PP yang rendah

2) Kurangnya sumberdaya serta sarana dan prasarana tugas 3) Kesadaran kerja yang rendah.


(3)

b. Hambatan eksternal berupa:

1) Kebijakan Pemkot Bandar Lampung merelokasi PKL ke tempat yang tidak strategis

2) Adanya perlawanan PKL terhadap sikap arogansi anggota Pol PP dalam menertibkan.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Sebagai aparatur daerah Satpol PP Kota Bandar Lampung seharusnya:

a. Menciptakan aturan-aturan keja yang lebih menertibkan disiplin kerja para anggota nya

b. Memberikan penghargaan/reward dan hukuman/punishment terhadap para anggota untuk lebih meningkatkan kesadaran kerja.

c. Peningkatan kualitas dan kuantitas dengan memberikan pelatihan-pelatihan kemampuan dan pelatihan motivasi kerja.

2. Pemkot Bandar Lampung selaku pembuat kebijakan dan pelaksana pemerintahan seharusnya melakukan :

a. Ketegasan dan kejelasan dalam memberikan informasi mengenai tempat-tempat yang dilarang dan diperbolehkan dalam melakukan aktifitas perdagangan, serta tindakan dan hukuman yang akan diberikan terhadap pedagang yang tetap melanggar aturan tersebut.


(4)

108

b. Memberikan solusi nyata bagi pedagang yang ditertibkan, bukan hanya memerintahkan untuk ditertibkan dan dipindahkan dari tempat yang dilarang. Solusi yang harus diberikan berupa lokasi pasti yang strategis dan gratis bagi pedagang kecil sehingga mereka tidak akan lagi berjualan di pinggir-pinggir jalan dan diatas trotoar.

c. Pemkot Bandar Lampung seharusnya membenahi segala kekurangan sumberdaya serta sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung sebagai ujung tombak dalam menjalankan kebijakan Kota Bandar Lampung. Peningkatan upah dan jaminan hidup anggota Pol PP merupakan hal utama yang harus didahulukan demi meningkatnya semangat kerja, tanggungjawab kerja dan kesadaran kerja dari anggota Pol PP.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 2003. Etika. PT. Gramedia. Jakarta

Darmastuti, Rini. 2007. Etika PR dan E-PR. Gava Media. Yogyakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi

kedua. Balai Pustaka. Jakarta

Djojoesman, H.S. 1993. Polisi Lalu Lintas Dinas Lalintas Polri. Bandung

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. 2003. Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan, Perkembangan Pemikiran

dan Praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta

Kelana, Momo. 1994. Hukum Kepolisian. PT. Gramedia. Jakarta

Kumorotomo, Wahyudi. 1996. Etika Administrasi Negara. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Kusnadi, H, dkk. 2002. Pengantar Manajemen (Konseptual dan Perilaku). Unibraw. Malang

Lubis, Suhrawardi. 1994. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta

Mardalis. 2004. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Bumi Aksara. Jakarta Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Muhammad, Abdulkadir. 2001. Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bhakti. Bandung Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial (Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia).


(6)

Solomon, Robert. 1984. Etika Suatu Pengantar. PT. Erlangga. Jakarta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Graha Media. Yogyakarta

Suseno, Magniz Franz. 1987. Etika Dasar, Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Widodo, Joko. 2001. Good Governance Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendikia. Surabaya

Sumber Lain :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Kesehatan, dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung

SKHP Tribun Lampung, edisi Rabu 3 November 2010, Hal.9

SKHP Tribun Lampung, edisi Rabu 28 November 2012, Hal.1 dan 7

www.tribunlampung.co.id, diakses tanggal 27 Agustus 2010

Yona, Rizki. 2008. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima di Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung