1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada pertemuan International Conference on Population and Development ICPD di Kairo, 1994, yang diadakan oleh
WHO dan lembaga dunia lainnya, diperoleh kesepakatan bahwa definisi dari kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam segala hal yang berhubungan
dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses- prosesnya. Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi
oleh aspek-aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak, remaja,
reproduktif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa-masa tersebut
akan terjadi
perubahan dalam
sistem reproduksi
Martaadisoebrata, 2011. Menurut kerangka kerja WHO ke IX, salah satu
masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari siklus kehidupan keluarga adalah sindrom pre dan post menopause. Salah satu
parameter yang menyatakan bahwa kondisi kesehatan reproduksi di Indonesia masih buruk yakni, Indonesia masih
belum mempunyai angka yang konkret tentang berapa besar masalah kesehatan perempuan menopause Martaadisoebrata,
2011. Menopause sebagai salah satu bagian dari kesehatan reproduksi yang pasti akan dialami oleh setiap wanita, dan jika
dilihat dari tanda, gejala, dan perubahan-perubahan yang akan dialami atau yang biasa disebut sindrom menopause, perlu
perhatian khusus. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan setiap wanita yang
mengalami menopause. Jika dikaitkan dengan gambaran demografi Indonesia,
permasalahan wanita menopause atau sindrom menopause mempunyai
kecenderungan untuk
meningkat Martaadisoebrata, 2011. Data WHO menunjukkan bahwa di
negara-negara bagian Asia pada tahun 2025 jumlah wanita yang menopause akan meningkat dari 107 juta jiwa menjadi
373 juta jiwa, sedangkan menurut BPS Badan Pusat Statistik tahun 2010 perkiraan kasar menunjukkan terdapat sekitar 30-
40 juta wanita dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 240
–250 juta jiwa pada tahun 2010 BPS, 2010. Selain itu, menurut Indonesia Demographic Health Survey
IDHS tahun 2012, dari 45.607 wanita dengan rentang usia antara 15-49 tahun yang menjadi responden, 25.417 wanita
diantaranya adalah wanita menopause dengan rentang usia 30-49 tahun BPS, 2013.
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian mengenai kesehatan reproduksi dengan dikeluarkannya Kebijakan dan
Strategi Nasional Program Kesehatan Reproduksi pada tahun 2005. Telah disepakati dua paket pelayanan kesehatan
reproduksi melalui kebijakan tersebut. Pertama, Paket Kesehatan Reproduksi Esensial PKRE, terdiri dari empat
komponen prioritas, yakni kesehatan ibu dan anak baru lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, dan
Pencegahan dan Penanganan PMS dan HIV. Paket yang kedua yakni Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif
PKRK yang mencakup pencegahan dan penanganan masalah
usia lanjut
termasuk mengenai
menopause Martaadisoebrata, 2011.
Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen sebagai akibat hilangnya aktivitas ovarium.
Menopause alami ini dikenal bila terjadi amenorhea selama 12 bulan berturut-turut, tanpa ditemukan penyebab patologi atau
fisiologi yang jelas Hidayat, 2011. Menopause dipersepsikan sebagai suatu kehilangan
dan menimbulkan perasaan tidak berharga. Wanita memiliki
keyakinan dalam dirinya bahwa sebagai wanita sudah tidak sempurna dengan berakhirnya proses menstruasi dan merasa
tidak subur
lagi. Pandangan
budaya dan
individual mempengaruhi persepsi wanita berhubungan dengan proses
menopause dan gejala yang ditimbulkan oleh menopause Kusmiran, 2011.
Menjelang menopause
wanita sering
tidak mengetahuinya, tetapi pada akhirnya mereka menyadari
adanya perubahan pada tubuh. Gejala yang sering dialami oleh wanita
menopause, diantaranya
adalah perdarahan
menstruasi yang tidak teratur, rasa panas hot flush, insomnia susah tidur, kerutan pada vagina, gejala
perkemihan, gejala kecemasan, gejala somatik, perubahan fisik lain dan sembelit Lestary, 2010.
Salah satu perubahan yang dialami oleh wanita menopause adalah perubahan dalam kehidupan seksual yang
disebabkan karena bertambahnya usia, ditunjang kemunduran kemampuan psikis dan fisik, serta menderita berbagai penyakit
Azizah, 2011. Seksualitas merupakan bagian dari kehidupan
manusia, baik pria maupun wanita. Seperti tubuh dan jiwa yang berkembang, seksualitas juga berkembang sejak masa anak-
anak, remaja, sampai dewasa. Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang ke arah perilaku seksual
yang rasional dan bertanggung jawab dan dapat membantu membuat keputusan pribadi yang sangat penting tentang
seksualitas. Sebaliknya, pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan persepsi yang salah tentang seksualitas
sehingga selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah
dengan segala
akibatnya Pangkahila
dalam Martaadisoebrata, 2011.
Identitas seksual tidak dapat dipisahkan dari konsep diri atau gambaran diri seseorang. Oleh karena itu, apabila
terjadi perubahan pada tubuh atau emosi individu, akan menyebabkan suatu perubahan dalam respons seksual
individu pula. Stresor pencetus utama meliputi; penyakit fisik dan emosional, efek samping dari pengobatan, kecelakaan
atau pembedahan, dan perubahan karena proses penuaan Andarmoyo, 2012.
Keinginan untuk melakukan aktivitas seksual menurun pada masa menopause. Hal ini disebabkan karena
pada wanita menopause mengalami perubahan yaitu kekurangan hormon estrogen yang mengakibatkan vagina
mengkerut dan produksi lendirnya berkurang sehingga vagina
menjadi kering dan muncul rasa perih saat senggama. Rasa perih saat bersenggama menyebabkan menurunnya libido
seorang wanita pada usia menopause. Hal ini juga menjadi salah satu gejala umum pada masa menopause, disamping
gejala lain seperti hot flushes semburat panas, gelisah, dan insomnia. Wanita yang mengalami hot flushes dapat
mengganggu tidur dan bila kurang tidur dapat mengurangi energi
dalam melakukan
aktivitas seksual
dengan pasangannya Northrup, 2006.
Perubahan aktivitas seksual pada masa menopause juga dipengaruhi oleh kelelahan fisik setelah beraktivitas,
jantung berdebar-debar, depresi, mudah tersinggung, nyeri otot, dan sebagainya. Akibat dari gangguan tersebut maka
tidak jarang wanita di usia menopause tidak dapat menikmati aktivitas dan hubungan seksual Baziad, 2003.
Akan tetapi bagi sebagian wanita lainnya, aktivitas seksual diusia
menopause merupakan hal yang menyenangkan dan menguntungkan, karena diusia menopause seorang wanita
dapat menikmati seksualitas secara utuh tanpa harus perlu takut akan terjadinya kehamilan dan keperluan akan alat
kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan,
tidak perlu
mencemaskan mengenai rasa sakit akibat premenstrual
syndrome, serta tidak dibebankan lagi dengan pemikiran tentang kebutuhan anak-anak yang sudah beranjak dewasa.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan waktu bercinta menjadi masa-masa yang lebih menyenangkan. Gangguan
seksual yang terjadi pada masa menopause dan andropause masih tetap bisa diatasi Lestary, 2010; Tagliaferri, 2006.
Hasil studi di Dusun Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang melalui wawancara
singkat dengan 5 wanita menopause pada minggu pertama bulan Maret 2013 tentang aktivitas seksual pada masa
menopause menunjukkan bahwa 1 orang menyatakan tidak ada masalah dalam aktivitas seksual, kehidupan seksual
dengan pasangan tidak mengalami perubahan, 2 orang menyatakan bahwa aktivitas seksual tetap dilaksanakan, tetapi
tidak sesering dulu, menjadi satu atau dua kali dalam satu minggu, 1 orang menyatakan mengalami perubahan aktivitas
seksual seperti sakit saat berhubungan sehingga merasakan cemas, 1 orang beranggapan bahwa aktivitas seksual sudah
tidak diperlukan setelah menopause, karena saru, sudah tidak layak lagi dilakukan karena sudah semakin tua.
Bagi masyarakat dusun Sumogawe, jika tidak benar- benar sakit, masyarakat tidak akan mengunjungi tempat
pelayanan kesehatan, termasuk jika hanya untuk sekedar berkonsultasi tentang masalah kesehatan, bahkan kesehatan
reproduksi atau masalah seksual, karena mereka merasa malu, dan menganggap tabu untuk membicarakannya. Masyarakat
dusun Sumogawe, terutama wanita dewasa yang sudah berpasangan, kurang memperhatikan kesehatan reproduksi
dan masalah seksual, ditambah dengan tingkat pendidikan yang rendah, dan kurangnya kemampuan dalam mengakses
teknologi informasi, menjadikan pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai menopause sangat kurang, termasuk
mengenai perubahan-perubahan kehidupan seksual selama menopause. Menurut kepala dusun Sumogawe, di dusun
Sumogawe juga belum pernah ada penelitian atau penyuluhan kesehatan bagi wanita menopause.
1.2. Fokus Penelitian