Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Perubahan Aktivitas Seksual Wanita Menopause di Dusun Sumogawe Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 462009045 BAB IV
51 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Dusun Sumogawe merupakan salah satu dusun dari 11 dusun yang ada di desa Sumogawe. Warga menyebut dusun ini dengan sebutan Gondang. Dusun Sumogawe terletak 7 km dari Salatiga ke arah Kopeng atau Magelang, di dusun ini dilalui jalan raya utama jalur Salatiga-Magelang, sehingga transportasi umum di dusun ini tergolong mudah.
Dusun Sumogawe dibagi menjadi 6 RT (Rukun Tetangga), dengan jumlah penduduk pada bulan Juli 2013 kurang lebih 1167 jiwa, jumlah penduduk laki-laki 615 jiwa, dan penduduk perempuan sekitar 552 jiwa. Mayoritas penduduk dusun Sumogawe merupakan penduduk asli daerah setempat dengan latar budaya Jawa, mata pencaharian mayoritas penduduk adalah petani, dan tingkat pendidikan mayoritas penduduk adalah SD. Jumlah penduduk perempuan yang memiliki status menikah, tinggal dengan suami, dan berusia antara 40 sampai dengan 60 tahun kurang lebih 112 orang, dengan tingkat pendidikan SD sekitar 77 orang, SMP 12 orang, SMA 7 orang, Perguruan Tinggi 9 orang, dan tidak pernah sekolah 7 orang.
(2)
Pelayanan kesehatan yang ada di desa Sumogawe antara lain Pos Kesehatan Desa (PKD) yang terletak di dusun Piji, dokter praktek swasta di dusun Pendingan, perawat praktik (mantri) yang terletak di dusun Piji, Posyandu ibu dan anak di setiap dusun, dan beberapa dukun pijat yang sudah mendapatkan beberapa kali pelatihan dari dinas kesehatan kabupaten Semarang. Di dusun Sumogawe hanya terdapat posyandu yang melayani kesehatan balita, ibu hamil dan program KB, dan 2 dukun pijat. Kegiatan promosi kesehatan yang pernah diadakan di dusun Sumogawe lebih kepada kesehatan ibu hamil dan balita, serta pelayanan akseptor KB. Untuk program promosi kesehatan bagi anak usia sekolah diadakan di setiap sekolah oleh puskesmas sesuai dengan agenda kegiatan puskesmas. Program Kesehatan bagi remaja, kesehatan seksual pasangan usia produktif, dan kesehatan lansia masih kurang, sehingga pengetahuan penduduk mengenai kesehatan juga masih terbatas.
(3)
4.2. Karakteristik Partisipan
Tabel 4.1 Tabel Karakteristik Partisipan
Kode Usia
(tahun) Pekerjaan Pendidikan
Usia suami (tahun)
Pekerjaan suami
Lama menikah
(tahun)
Jumlah anak (orang)
Lama menopause
(tahun)
P1 48 IRT SMP 56 PNS 24 2 1
P2 57 Petani Tidak
Sekolah 68 Petani 36 2 7
P3 53 IRT SMA 53 Wiraswasta 33 6 3
P4 55 PNS Perguruan
Tinggi 58
Pensiunan
PNS 26 3 3
P5 58 IRT SD 68 Petani 41 3 8
P6 57 IRT SD 63 Pensiunan
PNS 40 4 6
P7 54 Petani SD 59 Wiraswasta 37 3 1
(4)
4.3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian merupakan hasil analisis data yang mencakup deskripsi hasil wawancara mendalam kepada partisipan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 3 tema utama dengan beberapa sub tema yang pada setiap tema yang menjawab tujuan khusus terkait gambaran perubahan aktivitas seksual wanita menopause di Dusun
Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang.
Tujuan khusus 1 : Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause di Dusun
Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang
Beberapa hal seperti faktor fisik, faktor hubungan, faktor gaya hidup, faktor gaya hidup, dan lain-lain dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kehidupan seksualitas seseorang, dan pada setiap individu dapat berbeda satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi salah satu hal yang dapat mengakibatkan perubahan aktivitas seksual seseorang, yang juga dapat berbeda satu sama lain, terlebih setelah memasuki usia menopause. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas yang diungkapkan oleh partisipan
(5)
melalui wawancara mendalam, dapat diperoleh gambaran perubahan aktivitas seksual wanita menopause.
Tujuan khusus 2 : Mengidentifikasi hambatan aktivitas seksual wanita menopause di Dusun Sumogawe, Desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
Dengan mengidentifikasi hambatan aktivitas seksual wanita menopause baik berupa hambatan internal maupun hambatan eksternal, tujuan umum penelitian ini akan terjawab lebih kuat, selain mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual. Hambatan aktivitas seksual seseorang dapat mempengaruhi bagaimana perubahan aktivitas seksual orang tersebut.
Berikut skema yang menjelaskan proses analisis data hasil wawancara mendalam sehingga diperoleh tema yang tersusun dari kata kunci yang berasal dari pernyataan-pernyataan bermakna, dikelompokkan menjadi kategori, kemudian dikelompokkan kembali menjadi sub tema, dan diperoleh tema. Setiap skema menyusun 1 tema.
(6)
Skema Tema 1. Gambaran Diri Wanita Menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Sub tema 1.1. Pengetahuan tentang menopause
Pada penelitian ini, delapan partisipan terdiri dari empat wanita yang memiliki tingkat pendidikan SD, satu orang tidak pernah bersekolah,satu orang dengan tingkat pendidikan SMP, satu orang memiliki tingkat pendidikan SMA, dan satu orang perguruan tinggi. Dengan perbedaan tingkat pendidikan tersebut juga tidak memberikan pemahaman yang jauh berbeda. Partisipan mengatakan bahwa tidak mengetahui
Tidak tahu Pengetahuan sebelum mengalami
menopause Pengetahuan tentang menopause Wanita berhenti
haid pada usia lanjut
Pengetahuan setelah mengalami menopause Wanita yang tidak
subur lagi
Gambaran diri wanita menopause Wanita yang sudah
waktunya berhenti haid Menyenangkan suami Tujuan hubungan seksual setelah menopause Persepsi tentang tujuan hubungan seksual setelah menopause kewajiban Memenuhi kebutuhan Bentuk ungkapan sayang
(7)
secara jelas dan lengkap tentang menopause, tetapi menjadi lebih memahami ketika sudah mengalaminya sendiri.
Berikut jawaban yang diberikan salah satu partisipan mengenai pengetahuan sebelum mengalami menopause:
“Apa ya, mbak.. Soalnya dulu juga ga pernah mikir bakal ngalami gini. Ga mudeng apa itu. … Ya, kalau yang saya tau, dari yang saya alami ya…. berhenti haid itu wanita yang sudah usia tua, yang sudah habis masa suburnya.” (P6)
“Saya pernah denger mbak, tapi ya cuma pernah denger, kalau, apa itu menopause ga ngerti. …” (P3)
Berikut jawaban partisipan yang menunjukkan
pemahamannya sebelum dan setelah mengalami menopause:
“ya dulu ga terpikir mbak. Tapi ya tau kalo sudah tua nanti pasti akan mengalaminya, tapi ga tau kapan itu.” (tersenyum), hmm… Orang yang berhenti haid itu orang yang sudah lanjut usia mbak. … ya ternyata orang yang berhenti haid itu belum tentu kalo sudah lanjut usia, setua yang saya kira. Ya, nyatanya saya umur 46an kemarin sudah mulai ga haid lagi..” (P1)
Salah satu partisipan juga mengungkapkan
pengetahuannya setelah mengalami menopause seperti di bawah ini:
“Ya.. wanita itu memang diciptakan mengalami haid dan akan berhenti pada waktunya, nantinya akan berhenti entah itu kapan, setiap orang berbeda..” (P4)
(8)
Sub tema 1.2. Tujuan Hubungan Seksual setelah Menopause
Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan tujuan pasangan suami-istri melakukan hubungan seksual setelah mengalami menopause adalah untuk menyenangkan suami, sebagai kewajiban, memenuhi kebutuhan, dan sebagai bentuk ungkapan sayang. Berikut jawaban yang diungkapkan partisipan:
“… Buat nyenengin suami, kalau yang suaminya masih seger, masih mampu campur sering-sering. Juga melakukan kewajiban suami-istri, mbak….” (P5)
“Melakukan hubungan tu kewajiban mbak, tapi juga kebutuhan, kan kadang karena pengen..hehehehe..” (P6)
“Suami-istri itu punya kewajiban, mbak. Ya itu..hehe. selain itu, itu juga sebagai bentuk cinta kita pada suami.” (P8)
(9)
Skema Tema 2. Perubahan yang dialami setelah Menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Sub tema 2.1. Perubahan Fisik Wanita Menopause
Partisipan mengungkapkan hal-hal yang hampir sama mengenai perubahan fisik yang dirasakan. Ungkapan tersebut seperti yang dikatakan salah satu partisipan berikut ini:
“Yaaa…Sekarang tu mudah capek, mbak. Kaya gampang mau masuk angin gitu, mbak. ngapa-ngapa jadi males karena gampang lesu. Dulu kan enggak.”(P8)
Perubahan fisik wanita menopause Perubahan fisik yang dirasakan Badan mudah lelah Lesu, tidak fit
Tidak perlu memikirkan kontrol KB Perubahan yang dialami setelah menopause Perubahan psikologi wanita menopause Bebas beraktivitas dan
beribadah Perubahan sikap Menerima diri secara positif Menjadi tua Hubungan dengan keluarga Perubahan keluarga setelah menopause Tidak mempengaruhi kedekatan dengan keluarga
(10)
Salah satu partisipan juga mengungkapkan bahwa partisipan merasa lebih nyaman setelah mengalami menopause, berikut ungkapannya:
“Kalo saya sih nyaman sekarang, dulu pas menstruasi pegel-pegel terus, tiap bulan mules, sekarang uda ga pernah haid ya malah uda ga pernah mules-mules, jadi bebas.” (P3)
Sub tema 2.2. Perubahan Psikologi Wanita Menopause
Perubahan psikologi wanita menopause ditunjukkan dengan sikap partisipan dalam menghadapi menopause. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa sudah semakin tua, tetapi masing-masing dapat menyikapinya secara positif, karena sudah menyadari bahwa sudah waktunya mengalami menopause, dan bahkan menjadi lebih senang karena sudah tidak perlu kontrol KB secara rutin, serta dapat melakukan ibadah sholat lima waktu tanpa halangan. Berikut jawaban salah satu partisipan:
“Lebih bebas mbak, ya kalau merasa lebih tua itu emang udah umurnya, ya tetep merasa mbak.. tapi jadi bebas, mau sholat ga ada halangan.. Terus hemat juga mbak, ga KB ke bu bidan,…” (P6)
“Yaa…. Kalau tua itu pasti, la wong udah umurnya, … Ya…. bisa lebih menerima diri lah mbak, maksudnya bisa menyadari kalau memang sudah umur segini, sudah waktunya berhenti KB, berhenti haid, uda mulai gampang capek, lalu apa ya mbak,, ga menyalahkan keadaan gitu mbak..” (P5)
(11)
Sub tema 2.3. Hubungan dengan Keluarga
Hubungan antara partisipan dengan keluarga sangat dekat, dan menurut semua partisipan kondisi menopause tidak mempengaruhi kedekatan, dan perhatian dalam keluarga. Berikut ungkapan salah satu partisipan:
“Keluarga tahu, tetapi juga tidak menjadi masalah, keluarga menerima, yaa.. berjalan kaya biasa saja.” (P4)
Bagi P8, hubungan dengan keluarga sangat erat, bahkan ketika memutuskan untuk melepas KB karena ingin mengetahui apakah sudah menopause atau belum, P8 membicarakan dan mengambil keputusan bersama dengan keluarga. Berikut ungkapannya:
“Tahu, mbak. Saya ngomongin KB, terus keputusan nglepas KB tu juga sama anak perempuan saya, kebetulan kan udah nikah, jadi isa ngobrol-ngobrol bareng. Suami juga waktu itu aku ajak ngobrol tentang keputusan nglepas KB., jadi pasti tahu.” (P8)
(12)
Skema Tema 3. Perubahan aktivitas seksual setelah menopause
Kata kunci kategori sub tema tema
Ungkapan cinta melalui tindakan Bercanda, bermesraan Mulai enggan Perubahan fisik ketika berhubungan seksual Terkadang sakit Kemaluan kering dan lama basahnya Mudah lelah Tidak berubah Frekuensi hubungan seksual Penurunan frekuensi hubungan seksual Tidak pernah melakukan Jarang melakukan Mulai berkurang Ungkapan cinta melalui perhatian Mengingatkan makan dan mengingatkan istirahat Bentuk ungkapan cinta kepada pasangan Respon pasangan Perubahan aktivitas seksual setelah menopause Perubahan ketika berhubungan seksual Perubahan psikologi ketika berhubungan seksual
Tidak mengeluh tanggapan pasangan terhadap perubahan hubungan seksual Memberikan dukungan
(13)
Sub tema 3.1. Bentuk Ungkapan Cinta kepada Pasangan
Pada saat wawancara dilakukan, partisipan
mengekspresikan jawaban dengan malu-malu, saat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bentuk ungkapan cinta kepada pasangan. Beberapa partisipan mengungkapkan bahwa partisipan dan suami masih mengungkapkan cinta dan kasih sayang dengan cara bercanda, bermesraan dan bergurau. Seperti jawaban berikut:
“Masih, mbak. Mesra-mesraan masih..ahaha, bercanda-bercanda masih.” (P6)
Salah satu partisipan juga menungkapkan bahwa perhatian merupakan bentuk ungkapan rasa cinta dan sayang pada suami, seperti ungkapan berikut:
“… Paling kaya buatin minum, nyiapin makan, ngerokin waktu sakit. Apa lagi ya nduk, yang pasti saya sering mengingatkan bapak jangan sampai kecapekan kalo kerja, namanya uda tua, gampang capek, gampang sakit.” (P2)
Satu dari partisipan juga memberikan jawaban bahwa tidak pernah lagi mengungkapkan rasa sayang dan cinta kepada suami, partisipan lebih memilih untuk mengungkapkan sayang kepada anak-cucu, seperti pernyataan berikut:
“… Uda ga pernah, mbak. Bercanda ya sama cucu. Malu to mbak, udah tua.. Mesranya udah dihabisin, dipuasin waktu muda..hehehehe.” (P5)
(14)
Sub tema 3.2. Frekuensi Hubungan Seksual
Salah satu perubahan aktivitas seksual yang dialami partisipan adalah penurunan frekuensi dalam berhubungan seksual. Beberapa partisipan mengatakan bahwa frekuensi berhubungan seksual sudah berkurang dibandingkan pada saat sebelum mengalami menopause. Berikut ungkapan salah satu partisipan;
“Ya pasti mbak, uda makin tua, ya uda ga kaya dulu, uda berkurang.” (P3)
Salah satu partisipan memberikan jawaban bahwa sudah tidak pernah melakukan hubungan seksual bahkan sejak masih usia produktif, berikut jawabannya:
“… saya tu uda ga pernah campur sama sekali sejak anakku laki-laki habis sunat, kalo saya karena uda ga ingin punya anak lagi jadi uda ga minat berhubungan, kalo bapak bilang uda ga pantes, anaknya uda besar-besar, tidur berdua aja jarang-jarang nduk.” (P2)
Sub tema 3.3. Perubahan ketika berhubungan seksual
Perubahan aktivitas seksual pada partisipan juga terlihat pada ungkapan partisipan tentang perubahan yang dialami ketika melakukan hubungan seksual. Tiga partisipan menyatakan masih nyaman dan tidak ada perubahan ketika melakukan hubungan seksual, seperti ungkapan salah satu partisipan berikut:
(15)
Tidak ada, dik, masih nyaman, masih seperti dulu.” (P4)
Salah satu partisipan juga menyatakan bahwa terdapat perubahan, tetapi tidak menjadi masalah, seperti berikut:
”Ada perubahan, mbak. tapi, saya pikir memang itu yang pasti akan dialami seseorang ketika makin tua. itu loh, kayak kering gitu kalo buat hubungan, lama basahnya.” (P8)
“… Kan, kalo berhubungan jadi kaya gampang capek, gitu mbak. Ga tau kenapa mbak, karena uda mulai tua itu mungkin ya, mbak. Tapi ya masih baik-baik mbak, ga jadi masalah.”
(P6)
Lima partisipan lainnya mengatakan terdapat perubahan yang dialami ketika melakukan hubungan seksual tetapi tidak menjadi masalah atau hal yang mengkawatirkan dan tetap melakukan hubungan seksual. Berikut jawaban salah satu partisipan:
“ga gimana-gimana, mbak, rasanya juga ga berubah. (sambil tersenyum), ya cuma saya sebenarnya mulai enggan, la uda capek sama aktivitas, tapi ga ta bikin masalah, tetep berhubungan.” (P1)
Sub tema 3.4. Respon pasangan
Perubahan yang dialami dalam aktivitas seksual terutama ketika melakukan hubungan seksual, biasanya mendapatkan tanggapan dari suami. Seluruh partisipan mengatakan bahwa suami tidak pernah memberikan tanggapan atau respon dalam
(16)
perubahan yang dialami ketika berhubungan seksual. Para partisipan mengatakan bahwa suami tidak mengeluhkan adanya perubahan, seperti yang diungkapkan salah satu partisipan berikut ini:
“… Ga pernah ngobrolin kaya itu mbak. Bapak juga udah tua, udah menyadari kalau sudah ga mampu mungkin, udah ga pernah mengeluh juga, mbak. hehehe..” (P5)
Meskipun suami tidak pernah mengeluh, dua dari delapan partisipan mengatakan bahwa pernah membicarakan dengan suami tentang perubahan yang dialami ketika melakukan hubungan seksual, tetapi hal itu tidak merubah kebiasaan, dan
justru memperoleh dukungan dari suami. Berikut
pernyataannya:
“… Ya kalo saya pas sakit, ya saya bilang biar pelan-pelan, gitu.” (P7)
“… bapak juga selalu kasih dukungan, katanya ga usah dipikir, wong emang udah tua, gitu mbak.” (P8)
4.4. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan dalam penelitian ini berusia antara 48 tahun sampai dengan 58 tahun dan telah mengalami berhenti haid antara 1 tahun sampai dengan 8 tahun. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Kusmiran (2011), yang menyatakan bahwa menopause adalah
(17)
masa berakhirnya siklus menstruasi yang terdiagnosis setelah 12 bulan tanpa periode menstruasi. Secara umum dapat terjadi pada usia 40 sampai 58 tahun.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh tiga tema dengan sub tema masing-masing yang bersangkutan. Tema-tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan khusus penelitian. Berikut pembahasan mengenai masing-masing tema yang dihasilkan dari penelitian ini.
a. Gambaran Diri Wanita Menopause
Pada penelitian ini, tema gambaran diri wanita
menopause tersusun dari 2 sub tema, yang
menggambarkan antara lain mengenai bagaimana
pengetahuan wanita menopause, dan bagaimana tujuan hubungan seksual setelah menopause. Tema ini menjawab tujuan khusus yang pertama, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause. Pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai kesehatan reproduksi terutama tentang menopause, dan bagaimana persepsi mengenai tujuan hubungan seksual setelah
menopause termasuk dalam faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas seksual berkaitan dengan konsep diri, seperti yang dikemukakan Andarmoyo (2012) dalam
(18)
bukunya yang berjudul “Psikoseksual dalam Pendekatan Konsep dan Proses Keperawatan”. Andarmoyo
menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi seksualitas adalah konsep diri. Pandangan individu terhadap dirinya mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas. Seseorang yang merasa tidak berdaya, tidak berguna, merasa harga dirinya rendah, dan kurang percaya diri akan berdampak negatif terhadap fungsi seksualitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan wanita sebelum dan sesudah mengalami menopause tidak jauh berbeda, baik bagi wanita dengan pendidikan rendah atau berpendidikan tinggi. Sebelum mengalami menopause wanita kurang memahami tentang istilah ini, tetapi mereka mengerti bahwa setelah tua haid akan berhenti. Setelah mengalami menopause, baru menyadari bahwa wanita yang berhenti haid mengalami beberapa perubahan.
Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiaonarni (2010), yang menyatakan bahwa jika tingkat pendidikan kurang maka
tingkat pemahaman tentang menopause pun juga
(19)
Namun, hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurwahyuni (2012), dalam hasil penelitian yang telah dilakukannya disebutkan bahwa pemahaman yang kurang mengenai menopause, serta kurangnya informasi, dan penyuluhan atau kegiatan mengenai menopause bagi wanita, dianggap menjadi hal yang lumrah dan wajar.
Tujuan melakukan hubungan seksual bagi wanita menopause dalam penelitian ini diantaranya menjadi kewajiban, keinginan menyenangkan suami, memenuhi kebutuhan dan sebagai ungkapan kasih sayang. Pada dasarnya pemikiran wanita tentang hubungan seksual lebih berpegang pada norma agama yang menyatakan bahwa wanita memiliki kewajiban untuk melayani suami, sehingga wanita menopause cenderung melakukan hubungan seksual bukan atas keinginan sendiri.
Hal ini sesuai dengan salah satu dimensi seksual menurut Andarmoyo (2012), yaitu dimensi agama dan etik. Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual, spektrum sikap yang
(20)
ditunjukkan pada seksualitas di rentang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
b. Perubahan yang Dialami Wanita Menopause
Tema kedua dalam penelitian ini, menjawab tujuan khusus pertama, yakni mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual wanita menopause. Perubahan yang dialami wanita menopause yang telah dikelompokkan berdasarkan sub tema seperti perubahan fisik, perubahan psikologi dan perubahan hubungan dengan keluarga, secara umum dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas seksual seseorang.
Dalam penelitian ini perubahan fisik yang dialami wanita setelah menopause berupa mudah lelah, badan menjadi lesu, tidak fit lagi, tidak segar lagi seperti sebelum mengalami menopause.
Perubahan fisik yang dialami wanita dalam penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nurwahyuni pada penelitiannya tahun 2012 yang mengungkapkan bahwa
(21)
perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi, otomatis terjadi perubahan organ reproduksi wanita. Perubahan fungsi indung telur akan mempengaruhi hormon dalam yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya. Tidak heran apabila kemudian muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya.
Pada penelitian ini, perubahan psikologi yang dialami wanita setelah menopause diketahui berdasarkan pada perubahan sikap yang telah diungkapkan oleh wanita menopause. Perubahan sikap tersebut meliputi pandangan diri setelah mengalami menopause menjadi tua, tetapi pada umumnya dapat menyikapi dengan menerima secara positif terhadap kondisi bahwa sudah mengalami menopause. Wanita menopause juga tidak merasakan kecemasan karena bagi mereka berhenti haid adalah hal yang wajar dialami oleh setiap manusia, mereka berpandangan dengan berhenti haid berarti mereka akan terbebas dari beban untuk selalu menggunakan alat kontrasepsi setiap bulannya. Selain itu, wanita menopause menjadi lebih nyaman karena dapat lebih bebas melaksanakan ibadah tanpa ada gangguan dan bisa beraktivitas dengan bebas di masyarakat.
(22)
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan menurut Lestary (2010) dalam bukunya “Seluk Beluk Menopause”, tidak semua wanita akan mengalami gangguan psikologis dalam menghadapi menopause, seperti kecemasan dan ketakutan. Jadi, ada juga wanita yang tidak merasakan adanya gangguan pada kondisi psikisnya. Berat ringannya stres yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi
menopause sangat dipengaruhi oleh bagaimana
penilaiannya terhadap menopause.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tidak merasakan adanya pengaruh kondisi menopause dengan kedekatan keluarga, kedekatan dengan anak dan suami tetap terjaga dan selalu ada komunikasi yang baik. Hal ini sangat membantu wanita menopause untuk beradaptasi terhadap perubahan yang dialami. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wulandari (2009)
dalam penelitiannya, yang mengungkapkan bahwa
hubungan suami istri yang harmonis akan memberikan ketenangan dan mengurangi beban yang dirasakan karena pada saat istri menghadapi tekanan dan kesulitan hidup
maka istri membutuhkan suami untuk berbagi,
(23)
c. Perubahan Aktivitas Seksual setelah Menopause
Tema ketiga dalam penelitian ini menjawab tujuan khusus penelitian yang kedua yakni mengidentifikasi hambatan-hambatan aktivitas seksual wanita menopause. Hambatan aktivitas seksual teridentifikasi dari sub tema yang menyusun tema ini, diantaranya bentuk ungkapan cinta wanita menopause kepada pasangan, frekuensi hubungan seksual, perubahan ketika berhubungan seksual, dan respon pasangan. Keempat sub tema tersebut dapat menjadi hambatan aktivitas seksual baik secara internal maupun eksternal.
Bentuk ungkapan kasih sayang wanita menopause kepada pasangan jarang dilakukan dengan ucapan, tetapi lebih kepada adanya perhatian dan canda gurau dengan keluarga. Hal ini disebabkan karena wanita menopause merasa sudah tua dan tidak pantas lagi mengumbar kemesraan dengan ucapan-ucapan mesra.
Pada hasil penelitian ini, merasa sudah tua menjadi hambatan aktivitas seksual yang berasal dari diri sendiri atau hambatan internal psikologi. Dalam teori yang disebutkan oleh Varney (2004), menyebutkan bahwa seringkali seseorang yang sudah mengalami menopause
(24)
sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya. Hambatan internal psikologik di usia menopause disebabkan karena kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual masa menopause, yang sebenarnya dapat diperoleh melalui program pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas kesehatan, sehingga mengakibatkan terjadinya kecemasan, depresi, dan stres saat menghadapi usia menopause.
Perasaan tidak pantas lagi mengumbar kemesraan dengan ucapan-ucapan mesra, juga menjadi bagian dari hambatan aktivitas seksual eksternal seperti yang dikemukakan oleh Azizah (2011), yang menyatakan bahwa hambatan eksternal merupakan hambatan aktivitas seksual yang datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan sosial (mitos negatif), yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan setelah mengalami menopause. Dalam hal ini, aktivitas seksual yang dimaksud adalah ucapan-ucapan mesra.
Wanita menopause dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadi penurunan frekuensi hubungan seksual. Diungkapkan oleh wanita menopause, hal ini terjadi karena
(25)
adanya penurunan kemampuan baik dari diri sendiri maupun pasangan. Penurunan frekuensi hubungan seksual yang terjadi disertai dengan perubahan ketika berhubungan seksual. Perubahan tersebut berupa perubahan fisik ketika berhubungan seksual, seperti sakit dan nyeri saat berhubungan, dan vagina kering. Perubahan psikologi seperti sudah mulai enggan untuk melakukan hubungan seksual juga terjadi. Hal ini karena kemampuan yang sudah mulai menurun, keadaan fisik yang sudah mulai mudah lelah, dan perasaan malu karena sudah tua.
Penurunan kemampuan baik diri sendiri maupun pasangan tentunya menjadi hambatan dalam aktivitas seksual sehingga mengalami penurunan frekuensi melakukan hubungan seksual. Penurunan kemampuan ini juga menimbulkan perubahan ketika berhubungan seksual, perubahan fisik dan psikologi yang diungkapkan oleh wanita menopause dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahayuni (2007), bahwa perubahan fisik merupakan variabel yang mempengaruhi aktivitas seksual wanita.
Aktivitas seksual di usia menopause bagi sebagian wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktivitas seksual. Hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual
(26)
yang berupa kekeringan vagina, dyspareuni (sakit/nyeri saat bersenggama), berkurangnya elastisitas vagina, berkurangnya lubrikasi (perlendiran) saat bersenggama. Penurunan fungsi tersebut akan menimbulkan penolakan untuk melakukan aktivitas seksual yang pada umumnya timbul oleh rasa nyeri saat berhubungan seksual, ketidaknyamanan saat berhubungan seksual yang timbul karena ketakutan oleh rasa sakit saat bersenggama dan menurunnya dorongan/hasrat seksual (Northrup, 2006).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Qomariyati (2013) dalam penelitiannya, yakni bahwa penurunan fungsi organ reproduksi pada wanita menopause menimbulkan gejala-gejala yang berpengaruh pada kesehatan reproduksi khususnya dalam melakukan aktivitas seksual. Perubahan fisiologis akibat menopause kadang-kadang mengganggu aktivitas dan gairah seksual pada sejumlah wanita, karena perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan kegiatan seksual menjadi kurang menyenangkan.
Wanita menopause dalam penelitian ini cenderung enggan membicarakan dengan pasangan mengenai perubahan ketika berhubungan seksual, karena tidak ada keluhan dari pasangan tentang perubahan hubungan seksual, tetapi beberapa pasangan juga memberikan
(27)
dukungan yang baik kepada wanita menopause. Tidak adanya keluhan dari suami mengakibatkan wanita tidak melakukan upaya apapun untuk meningkatkan gairah seksual.
Menurut Spencer, dalam penelitian yang dilakukan Wulandari (2009), dukungan yang diberikan oleh suami sebagai orang terdekat dengan istri seperti dukungan emosional, instrumental, informasi dan penilaian dapat mengurangi rasa cemas yang dihadapi istri saat memasuki masa menopause. Menurut Matt & Dean dalam penelitian yang sama, hubungan pasangan suami istri yang harmonis akan memberikan ketenangan dan mengurangi beban yang dirasakan karena pada saat istri menghadapi tekanan dan kesulitan hidup maka istri membutuhkan suami untuk berbagi, mendengarkan atau memberikan solusi yang relevan.
Penelitian yang dilakukan Rohmah (2012) juga menyimpulkan bahwa konseling pasangan suami-istri berpengaruh terhadap aktifitas seksual pada wanita menopause yang meliputi pengetahuan, sikap positif dan peningkatan tindakan dalam mengatasi perubahan aktifitas seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilyah
(28)
Intan tersebut, alangkah baiknya jika pasangan suami-istri dalam penelitian ini juga melakukan konseling untuk meningkatkan kualitas kehidupan seksualitas pasangan menopause.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Andarmoyo (2012), salah satu dimensi seksual adalah dimensi sosiokultural. Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang berada dalam lingkungan masyarakat. Norma dan peraturan ini akan menjadi batasan apakah perilaku yang dijalankan bisa diterima di dalam komunitas kultur tersebut ataupun tidak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan seksual adalah budaya, nilai dan keyakinan. Jika budaya di wilayah tempat tinggal wanita menopause membentuk suatu keyakinan bahwa wanita setelah menopause sudah sewajarnya mengalami penurunan gairah seksual maka wanita akan berkeyakinan yang sama. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas, dapat mempengaruhi individu. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual. Budaya juga turut berkontribusi dalam menentukan lamanya berhubungan seksual, cara stimulasi seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual (Andarmoyo, 2012).
(29)
4.5. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses pelaksanaan penelitian, didapatkan beberapa keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini sebagai berikut:
1. Penentuan partisipan pada wanita menopause yang memiliki tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi terbatas, karena wanita usia menopause di dusun setempat lebih banyak memiliki tingkat pendidikan SD dan tidak pernah sekolah.
2. Penentuan partisipan dengan kriteria sudah tidak menjadi akseptor KB terbatas, karena wanita usia lebih dai 50 tahun masih banyak yang menjadi akseptor KB, dan kader posyandu tidak memiliki data nama akseptor KB yang lengkap dan terbaru.
3. Pengetahuan partisipan tentang menopause masih kurang, sehingga peneliti harus mendalami dan mengajukan pertanyaan berulang dengan penjelasan.
4. Latar belakang budaya bahwa pembicaraan mengenai seksualitas adalah hal yang tabu mempengaruhi partisipan enggan menjawab pertanyaan secara lebih detail, sehingga penelitian ini kurang mendapat jawaban yang lebih bervariasi dari setiap partisipan.
(1)
sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa menarik lawan jenisnya. Hambatan internal psikologik di usia menopause disebabkan karena kurangnya informasi dan pengetahuan tentang dampak penurunan fungsi reproduksi terhadap penurunan respon seksual masa menopause, yang sebenarnya dapat diperoleh melalui program pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas kesehatan, sehingga mengakibatkan terjadinya kecemasan, depresi, dan stres saat menghadapi usia menopause.
Perasaan tidak pantas lagi mengumbar kemesraan dengan ucapan-ucapan mesra, juga menjadi bagian dari hambatan aktivitas seksual eksternal seperti yang dikemukakan oleh Azizah (2011), yang menyatakan bahwa hambatan eksternal merupakan hambatan aktivitas seksual yang datang dari lingkungan, biasanya berupa pandangan sosial (mitos negatif), yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan setelah mengalami menopause. Dalam hal ini, aktivitas seksual yang dimaksud adalah ucapan-ucapan mesra.
Wanita menopause dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadi penurunan frekuensi hubungan seksual. Diungkapkan oleh wanita menopause, hal ini terjadi karena
(2)
adanya penurunan kemampuan baik dari diri sendiri maupun pasangan. Penurunan frekuensi hubungan seksual yang terjadi disertai dengan perubahan ketika berhubungan seksual. Perubahan tersebut berupa perubahan fisik ketika berhubungan seksual, seperti sakit dan nyeri saat berhubungan, dan vagina kering. Perubahan psikologi seperti sudah mulai enggan untuk melakukan hubungan seksual juga terjadi. Hal ini karena kemampuan yang sudah mulai menurun, keadaan fisik yang sudah mulai mudah lelah, dan perasaan malu karena sudah tua.
Penurunan kemampuan baik diri sendiri maupun pasangan tentunya menjadi hambatan dalam aktivitas seksual sehingga mengalami penurunan frekuensi melakukan hubungan seksual. Penurunan kemampuan ini juga menimbulkan perubahan ketika berhubungan seksual, perubahan fisik dan psikologi yang diungkapkan oleh wanita menopause dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahayuni (2007), bahwa perubahan fisik merupakan variabel yang mempengaruhi aktivitas seksual wanita.
Aktivitas seksual di usia menopause bagi sebagian wanita mengalami perubahan berupa penurunan aktivitas seksual. Hal ini dikaitkan dengan penurunan fungsi seksual
(3)
yang berupa kekeringan vagina, dyspareuni (sakit/nyeri saat bersenggama), berkurangnya elastisitas vagina, berkurangnya lubrikasi (perlendiran) saat bersenggama. Penurunan fungsi tersebut akan menimbulkan penolakan untuk melakukan aktivitas seksual yang pada umumnya timbul oleh rasa nyeri saat berhubungan seksual, ketidaknyamanan saat berhubungan seksual yang timbul karena ketakutan oleh rasa sakit saat bersenggama dan menurunnya dorongan/hasrat seksual (Northrup, 2006).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Qomariyati (2013) dalam penelitiannya, yakni bahwa penurunan fungsi organ reproduksi pada wanita menopause menimbulkan gejala-gejala yang berpengaruh pada kesehatan reproduksi khususnya dalam melakukan aktivitas seksual. Perubahan fisiologis akibat menopause kadang-kadang mengganggu aktivitas dan gairah seksual pada sejumlah wanita, karena perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan kegiatan seksual menjadi kurang menyenangkan.
Wanita menopause dalam penelitian ini cenderung enggan membicarakan dengan pasangan mengenai perubahan ketika berhubungan seksual, karena tidak ada keluhan dari pasangan tentang perubahan hubungan seksual, tetapi beberapa pasangan juga memberikan
(4)
dukungan yang baik kepada wanita menopause. Tidak adanya keluhan dari suami mengakibatkan wanita tidak melakukan upaya apapun untuk meningkatkan gairah seksual.
Menurut Spencer, dalam penelitian yang dilakukan Wulandari (2009), dukungan yang diberikan oleh suami sebagai orang terdekat dengan istri seperti dukungan emosional, instrumental, informasi dan penilaian dapat mengurangi rasa cemas yang dihadapi istri saat memasuki masa menopause. Menurut Matt & Dean dalam penelitian yang sama, hubungan pasangan suami istri yang harmonis akan memberikan ketenangan dan mengurangi beban yang dirasakan karena pada saat istri menghadapi tekanan dan kesulitan hidup maka istri membutuhkan suami untuk berbagi, mendengarkan atau memberikan solusi yang relevan.
Penelitian yang dilakukan Rohmah (2012) juga menyimpulkan bahwa konseling pasangan suami-istri berpengaruh terhadap aktifitas seksual pada wanita menopause yang meliputi pengetahuan, sikap positif dan peningkatan tindakan dalam mengatasi perubahan aktifitas seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hilyah
(5)
Intan tersebut, alangkah baiknya jika pasangan suami-istri dalam penelitian ini juga melakukan konseling untuk meningkatkan kualitas kehidupan seksualitas pasangan menopause.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Andarmoyo (2012), salah satu dimensi seksual adalah dimensi sosiokultural. Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang berada dalam lingkungan masyarakat. Norma dan peraturan ini akan menjadi batasan apakah perilaku yang dijalankan bisa diterima di dalam komunitas kultur tersebut ataupun tidak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan seksual adalah budaya, nilai dan keyakinan. Jika budaya di wilayah tempat tinggal wanita menopause membentuk suatu keyakinan bahwa wanita setelah menopause sudah sewajarnya mengalami penurunan gairah seksual maka wanita akan berkeyakinan yang sama. Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas, dapat mempengaruhi individu. Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual. Budaya juga turut berkontribusi dalam menentukan lamanya berhubungan seksual, cara stimulasi seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual (Andarmoyo, 2012).
(6)
4.5. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses pelaksanaan penelitian, didapatkan beberapa keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini sebagai berikut:
1. Penentuan partisipan pada wanita menopause yang memiliki tingkat pendidikan tidak pernah sekolah, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi terbatas, karena wanita usia menopause di dusun setempat lebih banyak memiliki tingkat pendidikan SD dan tidak pernah sekolah.
2. Penentuan partisipan dengan kriteria sudah tidak menjadi akseptor KB terbatas, karena wanita usia lebih dai 50 tahun masih banyak yang menjadi akseptor KB, dan kader posyandu tidak memiliki data nama akseptor KB yang lengkap dan terbaru.
3. Pengetahuan partisipan tentang menopause masih kurang, sehingga peneliti harus mendalami dan mengajukan pertanyaan berulang dengan penjelasan.
4. Latar belakang budaya bahwa pembicaraan mengenai seksualitas adalah hal yang tabu mempengaruhi partisipan enggan menjawab pertanyaan secara lebih detail, sehingga penelitian ini kurang mendapat jawaban yang lebih bervariasi dari setiap partisipan.