HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

(1)

Oleh

FANI NUR FAJRI FAUZI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

NUTRITIONAL STATUS WITH LEARNING ACHIEVEMENT ON 22ND JUNIOR HIGH SCHOOL BANDAR LAMPUNG STUDENT.

By

Fani Nur Fajri Fauzi

Learning achievement is one of the way to assess quality of child. There are some factors that may affected learning achievement such as endogen factor (physiology and psychology) and exogen factor. Physhology factor consits of intelligence (IQ, EQ, SQ), aptitude, interest and motivation. Meanwhile, physiology factor consits of nutritional status and the five sense. The aim for this research is to determine the relationship of emotional quotient and nutritional status with learning achievement.

In this research, there are 107 student of VII, VIII, IX grade of 22nd Junior High School Bandar Lampung in 2013-2014 school year. The design of this study iscross sectional design with propotionate stratified random sampling as sampling technique. This research was held on Oktober-Desember 2013.

The result showed that46,7% of student have good emotional quotient, 29,9% of student have moderate emotional quotient and 23,4%of student have low emotional quotient. There are 18,7%of student have underweight nutritional status, 61,7% of student have normal nutritional status,19,6% of student have overweightnutritional status. There are 24,3%of student have high learning achievement, 50,5%of student have moderate learning achievement, 24,3% of student have low learning achievement.From bivariate statistic analysis showed that there are significant association between emotional quotient with learning achievement with p=0,006 and there are significant association between nutritional status with learning achievement with p=0,000.

This suggest that emotional quotient and nutritional status have significant association from statistic. Nutritional status and learning achievement also have significant association from statistic.

Keyword: Emotional quotient, Learning achievement, Nutritional status, Junior high school student/ teenager.


(3)

DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

Oleh

Fani Nur Fajri Fauzi

Prestasi belajar adalah salah satu cara untuk menilai kualitas seorang anak, adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar diantaranya adalah faktor endogen (fisologis dan psikologis) dan faktor eksogen. Faktor psikologis terdiri dari intelegensi (IQ, EQ, SQ), bakat, minat, motivasi, dll sedangkan faktor fisiologis terdiri dari status gizi dan panca indera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan status gizi dengan prestasi belajar.

Penelitian ini dilakukan pada 107 siswa kelas VII, VIII, X SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada bulan Oktober sampai Desember tahun ajaran 20132014 . Penelitian ini merupakan peneltian cross sectional sampel diambil dengan tehnik prpotionate stratified random sampling. Kecerdasan emosional diukur dengan kuisioner EQ (Emotional Quotient) ,status gizi diukur dengan menggunakan indeks IMT (Indeks Massa Tubuh)/ U (Umur) dan prestasi belajar menggunakan nilai midsemester. Data digunakan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chisquare.

Hasil penelitian menunjukan tingkat kecerdasan emosional siswa kategori baik sebanyak 46,7% siswa; kategori cukup 29,9% siswa; dan kategori kurang 23,4% siswa. Status gizi siswa dalam kategori kurus sebanyak 18,7% siswa; kategori normal 61,7% siswa; dan kategori gemuk 19,6% siswa. Prestasi belajar siswa dalam kategori tinggi sebanyak 24,3%; kategori sedang 50,5%; dan dalam kategori rendah 24,3%. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan hubungan bermakna antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa (p=0,006); OR 14,3. Ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan prestasi belajar siswa (p=0,00); OR 5,86.

Kesimpulan kecerdasan emosional dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermkana secara statistik. Status gizi dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik.

Kata kunci: Kecerdasan emosional, prestasi belajar, status gizi, siswa SMP/ remaja.


(4)

(5)

(6)

ix DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.5.1.Kerangka Teori ... 8

2.2.1.Kerangka Konsep ... 9

1.6 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Dasar Teori ... 10

2.1.1.Prestasi Belajar ... 10

2.1.1.1.Faktor- faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar ... 11

2.1.2.Kecerdasan Emosional ... 17

1.1.2.1.Aspek-aspek dalam Kecerdasan Emosional ... 19

1.1.2.2.Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar ... 22

1.1.3.STATUS GIZI ... 24

1.1.3.1.Penilaian Status Gizi ... 24

1.1.3.2.Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar ... 26

III. METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian ... 28

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

3.3.Populasi Penelitian ... 28

3.4.Sampel Penelitian ... 28

3.5. Identifikasi Variabel ... 31

3.6.Definisi Operasional ... 32


(7)

x

3.7.1.Alat Penelitian ... 33

3.7.2.Prosedur Penelitian ... 34

3.8.Pengolahan data dan Analisis Data ... 34

3.8.1.Pengolahan Data ... 34

3.8.2.Analisis Data ... 35

3.9.Etika Penelitian ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Profil Sekolah ... 37

4.2.Karakteristik Responden ... 37

4.3.Analisis Univariat ... 39

4.3.1.Kecerdasan Emosional Subyek Penelitian ... 39

4.3.2.Status Gizi Subyek Penelitian ... 39

4.3.3.Prestasi Belajar Subyek Penelitian ... 40

4.4.Analisis Bivariat ... 41

4.4.1.Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar ... 41

4.4.2.Hubungan Antara Status Gizi dengan Prestasi Belajar ... 42

4.5.Pembahasan... 43

4.5.1.Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar ... 46

4.5.2.Hubungan antara Status Gizi dengan Prestasi belajar ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 53

5.2.Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA


(8)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar ... 26 Gambar 2. Kerangka konsep hubungan kecerdasan emosi (EQ)

dan status gizi dengan prestasi belajar ... 27 Gambar 3. Prosedur Penelitian ... 34


(9)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi IMT usia 5-18 tahun berdasarkan Kemenkes (2010) 24

Tabel 2. Proporsi Sempel siswa ... 31

Tabel 3. Pengambilan Sampel Perkelas ... 31

Tabel 4. Definisi Operasional ... 32

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelas ... 37

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur ... 38

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

Tabel 8. Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek Penelitian ... 39

Tabel 9. Status Gizi Subyek Penelitian ... 39

Tabel 10. Prestasi Belajar Subyek Penelitian ... 40

Tabel 11. Distribusi dan hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Prestasi subyek penelitian ... 41

Tabel 12. Resiko hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar 41 Tabel 13. Distribusi dan hubungan antara Status Gizi dan Prestasi Belajar subyek penelitian ... 42


(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan suatu bangsa. Dinamika pembangunan di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang berusaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan cara meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Fokus pendidikan lebih diarahkan pada menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas pada berbagai disiplin ilmu (Rahayu, 2007).

Pendidikan yang berkualitas biasanya selalu disertai dengan kuantitas prestasi belajar yang baik sehingga prestasi belajar tidak bisa dipisahkan dari perbuatan belajar, karena belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasilnya. Salah satu cara menilai kualitas siswa adalah dengan melihat prestasi belajarnya (Wasis, 2001).

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal yaitu psikologi, jasmani, fisiologis, panca indra dan faktor eksternal meliputi lingkungan, sosial,


(11)

instrumental (Slameto; 2010; Wasis, 2001; Setiawati dkk., 2002). Sebagai salah satu faktor endogen yang penting, psikologis yang salah satunya adalah kecerdasan emosional memiliki sumbangan lebih besar dari pada Intelegence Quotient (IQ) dalam proses pembelajaran (Setiawati dkk, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goleman (1997) menunjukkan bahwa selain kecerdasan Intelektual (IQ), faktor kecerdasan Emosional (EQ) sangat berperan dalam hasil belajar. Pernyataan ini juga didukung oleh Thonthowi (Goleman, 2001) bahwa berhasil tidaknya pendidikan tidak semata–mata tergantung pada tingkat kecerdasan. Faktor emosi ternyata ikut serta mempengaruhi. Misalnya rasa takut, benci atau bosan terhadap bahan belajar, sifat mudah putus asa di dalam pekerjaan rumah, kekecewaan terus menerus akan sangat mempengaruhi hasil belajar siswa (Setiawati dkk, 2002).

Pada umumnya semakin tinggi Intelegensi Quotient (IQ) seseorang diharapkan pula semakin baik pula prestasi belajarnya, akan tetapi dalam kenyataanya sebagian orang yang ber-IQ tinggi memperoleh hasil belajar yang biasa saja atau relatif rendah. Sebaliknya seseorang dengan IQ rata-rata justru hasil belajarnya bisa lebih baik dari pada orang yang ber-IQ tinggi. Para ahli psikologi menyatakan hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain yang lebih berperan yaitu kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yang mempengaruhi sebanyak 80% sisanya 20% dari faktor IQ (Hamzah, 2008).

Kecerdasan emosional (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood),


(12)

berempati serta bekerjasama baik dalam berkelompok maupun untuk diri sendiri. Berbagai penelitian dari psikologi anak telah membuktikan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi adalah anak- anak bahagia, percaya diri, popular, dan lebih sukses di sekolah. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosi mereka, mengatasi hubungan yang manis dengan orang lain, menimbulkan suasana yang damai, mampu mengelola stres, dan memiliki kesehatan mental yang baik. Penelitian sekarang banyak yang menemukan bahwa kecerdasan emosional dan keterampilan sosial sangat lebih penting dalam kesuksesan seseorang dari pada kemampuan inlelektual (Goleman, 1994).

Selain dari kecerdasan emosional (EQ) ternyata status gizi juga sangat berpengaruh dalam proses belajar sehingga dapat menurunkan konsentrasi seseorang dalam proses belajar. Malnutrisi berhubungan dengan kecerdasan intelegensi dan perolehan hasil belajar yang rendah (Krisnawati, 2009).

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya peningkatan SDM yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik (Adisasmito, 2010). Pemberian gizi yang kurang baik akan menurunkan potensi sumber daya pembangunan masyarakat (Cakrawati dan Mustika, 2012).

Status gizi merupakan salah satu indikator penting dalam penilaian status kesehatan masyarakat. Dalam pengukuran status gizi, dapat menggunakan antropometris karena lebih mudah dilakukan dan biaya operasional yang tidak


(13)

terlalu mahal. Dengan tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometri adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini status gizi seseorang (Arisman, 2009). Menurut Supariasa dkk (2002) cara sederhana dilakukan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) yang merupakan salah satu parameter sederhana dari pemeriksaan antropometri tubuh untuk memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Melalui data yang tercatat pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, status gizi pada anak usia 6-18 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun. Prevalensi anak pendek pada ketiga kelompok umur masih tinggi, yaitu pada kelompok 6-12 tahun (35,8%), kelompok umur 13-15 tahun (35,2%) dan kelompok umur 16-18 tahun (31,2%). Prevalensi kurus pada kelompok umur 6-12 tahun dan kelompok umur 13-15 tahun hampir sama sekitar 11% sedangkan pada kelompok umur 16-18 yaitu 8,9% Anak yang mengalami malnutrisi tidak dapat dan berkembang dengan baik (Cyntia, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dkk, (2002) di Semarang pada siswa SLTP menyatakan bahwa terdapat hubungan dengan persentase 80% antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Pada penelitian yang lainya oleh Huwae (2005) di Kabupaten Nabire, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara status gizi dengan prestasi belajar yaitu, semakin baik status gizi siswa maka akan semakin baik pola berfikirnya.

Berdasarkan data-data tersebut diatas, peneliti merasa perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan kecerdasan emosional (EQ)


(14)

dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung. Bila ditinjau dari aspek psikologi siswa sekolah menengah tingkat pertama yang berusia antara 13-15 tahun merupakan masa dimana anak mulai memahami apa yang sedang mereka pelajari bukan sekedar mengetahui seperti siswa di sekolah dasar. Siswa SMP harus bisa mengelola emosi dalam proses pembelajaran (Setiawati dkk, 2002).

1.2 Rumusan Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Salah satu cara menilai kualitas seorang anak dengan melihat prestasi belajarnya. Prestasi belajar ini dipengaruhi oleh faktor endogen yaitu jasmani, fisiologis, dan psikologis dan eksogen meliputi lingkungan, sosial, dan instrumental (Wasis, 2001). Sebagai salah satu faktor endogen yang penting, yaitu kecerdasan emosional memiliki sumbangan lebih banyak daripada kemampuan intelegensi pada hasil belajar anak (Goleman, 2001).

Selain faktor dari psikologis anak, faktor fisologis yang salah satunya adalah status gizi dapat mempengaruhi prestasi belajar anak. Menurut penelitian Krisnawati (2009) terdapat hubungan antara malnutrisi dengan kecerdasan intelegensi yang rendah.

Dari uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung. Dalam


(15)

perumusan masalah tersebut dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran dari kecerdasan emosional (EQ) pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung?

2. Bagaimana gambaran status gizi pada siswa SMPN 22 Bandar Lampung? 3. Bagaimana gambaran hasil prestasi belajar pada siswa SMPN 22 Bandar

Lampung?

4. Adakah hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung?

5. Adakah hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran kecerdasan emosional (EQ) pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

2. Mengetahui gambaran status gizi pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

3. Mengetahui gambaran prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.


(16)

4. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dengan prestasi belajar siswa.

5. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung?

1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Dapat mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dan status gizi dengan prestasi belajar pada mahasiswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

2. Bagi Siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung

Dapat memahami bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kecerdasan emosional dan status gizi sehingga mereka mengetahui bahwa harus menjaga asupan nutrisi bagi tubuhnya agar selalu cukup dan seimbang.

3. Bagi Sekolah

Dapat turut mendukung segala faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa termasuk dalam aspek gizi.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah pengetahuan, kepustakaan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(17)

1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teori

(Sumber: Slameto, 2010 dan Wasis, 2001, Setiawati dkk., 2002) Gambar 1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. PRESTASI

BELAJAR

Internal

Eksternal

Fisiologis Psikologis

Intelegensi/ Kecerdasan Perhatian

Minat

Bakat Motivasi Kematangan

Panca indera Status gizi

Lingkungan Waktu Instrumental

Kesiapan

IQ

SQ EQ

Kesehatan


(18)

1.5.2. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel Terikat

Gambar 2. Kerangka konsep hubungan kecerdasan emosi (EQ) dan status gizi dengan prestasi belajar.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil hipotesis:

a. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

b. Terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

Kecerdasan emosional (EQ)

Prestasi Belajar


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Dasar Teori

2.1.1.Prestasi Belajar

Hasil belajar merupakan segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukan. Salah satu petunjuk dari keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar adalah prestasi belajar individu secara maksimal. Prestasi belajar di dalam pendidikan diidentikkan dengan hasil belajar atau output dari proses belajar (Setiawati dkk., 2002).

Menurut Syah (2006), prestasi belajar adalah hasil belajar setelah mengikuti program pembelajaran yang dinyatakan dengan skor atau nilai. Pengukuran akan pencapaian prestasi belajar siswa dalam pendidikan formal telah ditetapkan dalam jangka waktu tertentu yang sering disebut dengan istilah mid semester atau Ujian Tengah Semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS).

Untuk mengetahui prestasi belajar siswa perlu dilakukan pengukuran dan penilaian terhadap hasil pendidikan yang diberikan. Dalam pendidikan di sekolah, pengukuran dan penilaian yang dilakukan untuk


(20)

mengetahui prestasi belajar siswa dengan memberikan tes atau ujian (Wasis, 2001).

Menurut Suryabrata (2011) penilaian hasil pendidikan berguna untuk mengetahui sudah sejauh mana kemajuan anak didik. Prinsip penilaian pendidikan salah satunya dengan cara sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan pada kemampuan yang diukur (Permendiknas, 2007).

Prestasi belajar dapat disimpulkan bahwa merupakan hasil dari kemampuan seseorang pada bidang tertentu dalam mencapai kesuksesan yang dilakukan berdasarkan pengukuran dengan tes dan penilaian terhadap hasil pendidikan yang digambarkan berupa angka-angka dalam rapor (Slameto, 2010).

2.1.1.1. Faktor- faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar

Untuk meraih prestasi belajar yang baik, harus diperhatikan faktor-faktor yang cukup banyak yang bisa mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa. Menurut Suryabrata (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan manjadi dua bagian, faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa.


(21)

1. Faktor internal A.Kondisi Psikologis

a. Kecerdasan

Intelegensi atau kecerdasan merupakan faktor yang besar peranannya dalam menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam mengikuti program pendidikan (Syah, 2010). Adapun ciri-ciri mendasar kecerdasan yang baik dimana siswa mampu menilai, memahami secara keseluruhan dan memberi alasan dengan baik (Badarudin, 2013). Tingkatan inteligensi yang berperan dalam proses belajar yaitu:

1. IQ (Intelegence Quotient)

Menurut Marten Pali dalam Badarudin (2013) intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara logis, terarah serta mengelola dan menguasai lingkungan secara afektif.

2. EQ (Emotional Quotient)

Emosi adalah letupan perasaan seseorang atau efek yang meliputi perubahan fisiologis dengan tingkah laku nyata (Baharudin, 2009).

Orang yang mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan orang yang IQ nya rata-rata tapi EQ nya tinggi, artinya bahwa penggunaan EQ atau olah rasa


(22)

menjadi hal yang sangat berperan dalam pembelajaran (Goleman, 1994).

3. SQ (Spiritual Quotient)

Menurut Germanto dalam Baharudin (2009) kecerdasan spiritual adalah sumber yang ilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa batas waktu.

b. Perhatian

Perhatian menurut Gazali merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada suatu objek atau kumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya (Slameto, 2010).

c. Minat

Minat adalah keinginan yang kuat atau kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu (Fajri dan Senja, 2000). Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa cenderung tidak akan belajar sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 2010).

d. Bakat

Bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Seorang siswa yang berbakat dalam bidang


(23)

tertentu akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, keterampilan di bidang tersebut (Syah, 2010). e. Motivasi

Motivasi sangat berperan penting dalam prestasi belajar. Ada dua macam motivasi, yaitu: motivasi intrinsik (dari dalam) yang fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena memang dalam diri sendiri telah ada dorongan itu, misalnya dalam kebutuhan untuk belajar atau harapan untuk menggapai cita-cita motivasi dari dalamlah yang cenderung berperan. Motivasi ekstrinsik (dari luar) motivasi yang berfungsi karena ada rangsangan dari luar, misalnya karena adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik (Hamzah, 2012).

f. Kematangan

Kematangan adalah fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Anak yang sudah matang belum tentu dapat melaksanakan kecakapanya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika dilakukan latihan terus-menerus (Slameto, 2010).

g. Kesiapan

Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik (Slameto, 2010).


(24)

B.Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis umum dari siswa sangat berpengaruh dalam proses dan hasil belajar. Orang yang sehat jasmaninya akan berbeda cara belajarnya dibandingkan orang yang dalam kondisi lemah atau sakit. Anak yang kekurangan gizi, belajarnya tidak sebaik anak yang sehat (Wasis, 2001). Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi prestasi belajar, karena kondisi cacat dapat menganggu proses belajar misalnya cacat pada tangan atau bisu (Slameto, 2010).

Selain kondisi fisiologis umum, fungsi alat indera yang baik merupakan syarat yang memungkinkan proses belajar terjadi dengan baik. Dalam sistem pendidikan panca indera yang paling berperan dalam belajar adalah mata dan telinga, karena sebagian hal yang dipelajari oleh manusia, ditangkap melalui penglihatan dan pendengaran (Mendoza, 2007). Dengan demikian seorang anak yang memiliki cacat fisik atau cacat mental akan menjadi salah satu penghambat dirinya dalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi hasil prestasi belajar (Wasis, 2001).

C.Faktor Kelelahan

Kelelahan dibagi menjadi dua macam yaitu, kelelahan jasmani yang berupa lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh dan kelelahan


(25)

rohani berupa kebosanan atau minat yang hilang (Slameto, 2010).

2. Faktor Eksternal a. Bahan

Bahan merupakan komponen mentah yang bisa berpengaruh dalam proses dan prestasi belajar. Belajar mengenai keterampilan dan pemecahan soal tidaklah sama. Taraf kelengkapan hal yang harus dipelajari juga sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar (Wasis, 2001).

b. Lingkungan

1. Lingkungan alami misalnya keadaan suhu, kelembaban udara berpengaruh juga terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap (Setiawati dkk, 2002).

2. Keluarga siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, Susana rumah tangga dan ekonomi keluarga (Slameto, 2010).

3. Sekolah sarana dan prasarana di sekolah juga menjadi sangkut paut dalam proses dan hasil belajar siswa, selain itu dilihat dari kompetensi guru dan siswa dan metode kurikulum yang dipakai guru di sekolah (Wasis, 2001).


(26)

4. Faktor lingkungan masyarakat erat berkaitan dengan sosial budaya hal ini tentang bagaimana masyarakat menganggap pentingnya pendidikan dan bagaimana partisipasi masyarakat terhadap pendidikan untuk mencapai proses belajar yang baik dan prestasi belajar yang optimal (Wasis, 2001).

c. Instrumental

Instrumental yaitu faktor yang adanya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor ini misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat praktikum, dan fasilitas lainya. Dapat pula berupa faktor lunak seperti: kurikulum, program, pedoman belajar (Setiawati dkk., 2002).

2.1.2.Kecerdasan Emosional

Dua ahli psikologi yaitu Peter Salovey (Universitas Havard) dan John Mayer (Universitas New Hampshire) merupakan dua ahli yang pertama kali menemukan istilah Emotional Quotient (EQ) atau Kecerdasan Emosional. Istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman, penulis buku terlaris Emotional Intelegence: “why it Can Matter More Than IQ“ (Goleman, 1994).

Kecerdasan Emosional merupakan kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi, serta cara bekerja sama dengan mereka juga, kemampuan untuk membedakan dan menanggapai dengan tepat suasana hati, motivasi, dan hasrat orang lain (Howard Gardner, 2001).


(27)

Definisi dasar diperluas oleh Salovey dan Mayer dalam lima wilayah utama yaitu: 1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, 2. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, 3. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, 4. Kemampuan untuk mengenali orang lain, dan 5. Kemampuan untuk membina hubungan dngan orang lain (Setiawati dkk., 2002).

Melalui sebuah tes kecerdasan anak bisa dihitung dan dijabarkan dengan angka. Kecerdasan emosional belum atau tidak bisa diukur, sampai sekarang belum ada tes tunggal yang bisa mengukur kecerdasan emosional. Namun demikian, dengan menggunakan patokan “resiliensi

ego” (mirip dengan kecerdasan emosional karena mencakup

keterampilan emosional dan sosial), Jack Block, seorang ahli psikologi membandingkan tipe murni teoritis : orang ber-IQ tinggi dan orang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi. Kecerdasan kognitif dan emosional ini sebenarnya saling berhubungan (Goleman, 2001).

Joseph LeDoux, seorang ahli saraf di centre for neural Science melalui pemetaan otak yang sedang bekerja menentukan peran penting dari amigdala. Amigdala ialah sekelompok sel berbentuk kacang almond yang bertumpu di batang otak. Amigdala merupakan tempat gudang ingatan emosi. Amigdala merupakan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi, rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang, dan sebagainya. Bila amigdala menghilang dari tubuh kita, maka kita tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu


(28)

peristiwa. Jadi aspek perasaan menghilang dari diri seseorang. Hidup tanpa amigdala bagaikan hidup tanpa emosi (Setiawati dkk., 2002).

Idealnya, seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus sosial dan emosional. Barangkali perbedaan yang paling penting antara IQ dan EQ adalah EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para pendidik untuk memperbaiki atau melanjutkan apa yang sudah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih keberhasilan yang optimal. Dalam kecerdasan emosional ada lima wilayah utama yang penting. Kelimanya tak boleh diabaikan karena salah satu indikasi dalam melatih kecerdasan emosional (Gottman, 2004).

2.1.2.1.Aspek-aspek dalam Kecerdasan Emosional 1. Mengenali Emosi Diri Sendiri

Kesadaran diri untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu melanda merupakan dasar kecerdasan emosional. Ahli psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri sebagai metamood, yaitu kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri atau metamood berarti “waspada terhadap susasana hati maupun pikiran tentang suasana hati”. Kurangnya kewaspadaan akan perasaan diri sendiri memang membawa bahaya besar berupa mudah terlarut dalam aliran emosi, gampang dikendalikan emosi sehingga menjadi budak emosi (Setiawati dkk,. 2002).


(29)

2. Mengelola dan Mengekspresikan Emosi Diri Sendiri

Kemampuan untuk mengelola emosi yang sedang memuncak bukanlah sebuah hal yang mudah. Namun jika kemampuan mengelola emosi ini bisa dikuasai, bisa dikelola dengan baik, betapa banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan. Ciri seseorang yang tinggi kemampuanya pada pengelolaan emosi ini adalah cenderung menang dalam pertarungan melawan emosi dan mengontrol emosi. Ia mampu lebih cepat menguasai perasaan tersebut, bangkit kembali ke kehidupan emosi yang normal. Sementara, yang rendah kemampuanya mengelola emosi cenderung pesimis, murung terus menerus dan marah (Purwanto, 2001).

Agar mampu mengontrol emosi, menjaga agar tindakannya tidak dikendalikan emosi semata, anak harus memahami apa yang diharapkan dirinya. Ia juga harus mengerti bahwa setiap tindakan membawa konsekuensi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Tentu saja latihan merupakan hal yang sangat penting dalam berlatih emosi dengan cara mengelola emosi sampai meredakan emosi (Susanto, 2001).

3. Memotivasi Diri Sendiri

Penelitian Walter Mischel pada tahun 1960 tentang memotivasi diri (menunda keinginan), setelah diikuti selama 14 tahun terdapat hasil yang mengagumkan bahwa remaja yang secara sosial lebih cakap, secara pribadi lebih efektif, lebih tegas, lebih mampu mengatasi


(30)

kekecewaan hidup hingga tak mudah „hancur‟ , menyerah, mampu

melewati berbagai kesulitan, percaya diri dan yakin akan kemampuan, dapat dipercaya dan diandalkan, sering mengambil inisiatif dan terjun langsung menangani kegiatan. Selain kemampuan menunda keinginan, ada beragam emosi terlibat dalam kemampuan memotivasi diri, optimis serta memiliki harapan yang besar. Seseorang yang optimis menyandang kegagalan atau nasib buruk merupakan hal yang dapat diubah, sehingga mereka bisa berhasil di masa depan. Sementara, seseorang yang pesimis melihat kegagalan sebagai kondisi bawaan yang permanen. Tidak heran jika studi menunjukkan kaum optimis jauh lebih produktif dari mereka yang pesimis (Slameto, 2010).

Maka dari itu memotivasi diri sangat penting untuk mencapai suatu tujuan dengan cara menunda keinginan yang melenceng dari tujuan dan mampu mengabaikan sejumlah godaan (Mustoufa, 2003). 4. Mengenali Emosi Orang Lain

Seseorang dengan rasa empati yang tinggi lebih mampu menangkap sinyal emosi dalam pergaulan sosial. Kemampuan berempati ini merupakan kemampuan yang sangat penting dalam mengembangkan hidup sosial, berperan penting dalam menghadapi pergulatan kehidupan. Karena emosi jarang terungkap dalam kata (90 % emosi bersifat nonverbal), maka kunci dari empati adalah kemampuan membaca pesan non verbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. Studi yang dilakuakan ahli


(31)

psikologi Robert Rosenthal menujukkan, mereka yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul, lebih peka dan empati mampu menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan asmara (Goleman, 2001).

5. Membina Hubungan dengan Orang Lain

Dalam kondisi pergaulan emosi, ada orang- orang yang dikenal sebagai kawan popular dan menyenangkan. Untuk mengelola emosi orang lain seseorang harus mampu mengendalikan diri, mengendalikan emosi yang mungkin berpengaruh buruk terhadap hubungan sosial, menyimpan dulu kemarahan dan bebas stress tertentu, serta mengekspresikan perasaan sendiri (Slameto, 2003). Jika kita mampu melatih anak dengan cara yang benar, mampu menanamkan rasa aman, melatihnya mengenali serta mengekspresikan perasaan secara sehat, hal ini seperti membangun jalan menuju kemampuan yang tinggi dalam membina hubungan sosial. Ciptakan rasa percaya anak pada lingkungan, karena anak yang percaya pada lingkungan akan lebih mampu membina hubungan sosial (Goleman, 1994).

2.1.2.2.Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar

Tingkat kecerdasan emosional sangat berperan penting dalam keberhasilan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik mampu menyesuaikan diri, mengenali emosi orang lain, mudah


(32)

bergaul, percaya diri, bertanggung jawab dan tidak mudah putus asa. Sehingga kecerdasan emosional yang baik sangat berperan dalam proses belajar karena dalam proses belajar terdapat faktor psikologi yang berperan untuk memotivasi diri, bertanggung jawab, empati, tidak mudah putus asa dan memiliki pandangan moral yang tinggi untuk maju. Sedangkan seseorang dengan kecerdasan emosional rendah biasanya tidak dapat menstabilkan emosi diri sehingga mempunyai sifat egois, sangat mudah putus asa dan tidak percaya diri (Golman, 2001).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2001) menunjukkan bahwa selain kecerdasan Intelektual (IQ), faktor kecerdasan Emosional (EQ) sangat berperan dalam hasil belajar. Pernyataan ini juga didukung oleh Thonthowi (Goleman, 2001) bahwa berhasil tidaknya pendidikan tidak semata–mata tergantung pada tingkat kecerdasan.

Namun pernyataan tersebut tak sejalan dengan penelitian Setiawati dkk., (2002) tentang Hubungan Kecerdasan Emosional, Status Gizi dengan Prestasi Belajar studi kasus di SLTP II dan SLTP XIV Semarang yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara kecerdasan emosional dan prestasi belajar.


(33)

2.1.3.STATUS GIZI

Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi atau zat gizi (Beck, 2000). Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Almatsier, 2010).

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

2.1.3.1.Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi (nutritional assessment) adalah pengukuran yang bisa didasarkan pada data antropometri, biokimiawi, dan riwayat diet (Beck, 2000). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan


(34)

(BB/TB) dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan–perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan (BB) juga merupakan parameter antropometri yang sangat labil dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka BB berkembang mengikuti pertambahan umur (Supariasa dkk, 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematika yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dibagi dengan kwadrat tinggi badan (Arisman, 2010). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa dkk, 2002).

Berat badan (BB) dihubungkan dengan tinggi badan (TB), selain mencerminkan proporsi atau penampilan, juga memberikan gambaran tentang massa tubuh tanpa lemak dengan cara menghitung Indeks Massa Tubuh dengan cara formula berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan meter kuadrat (Sumber : Depkes, 2003).


(35)

Penilaian IMT dengan rumus :

Index Massa Tubuh (IMT) :

Tabel 1. Klasifikasi IMT usia 5-18 tahun berdasarkan Kemenkes (2010)

Indeks Kategori

Status Gizi

Ambang Batas (Z-score) Indeks Massa Tubuh

menurut Umur (IMT/U) Anak umur 5-18 tahun

Sangat Kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas >2 SD

Selain antropometri status gizi juga bisa dinilai secara langsung yang meliputi pemeriksaan klinis, biofisik, biokimia. Sedangkan penilaian status gizi yang tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk, 2002).

2.1.3.2.Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar

Status gizi merupakan faktor fisiologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar (Slameto, 2010). Status gizi dapat mempengaruhi kecerdasan anak sehingga dapat menurunkan daya kosentrasi dalam proses belajar (Syah, 2010).

Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi. Jika asupan makanan kurang akan mengakibatkan status gizi yang rendah sehingga mengakibatkan depresi jaringan pada otak yang menyebabkan terjadinya perubahan proses biokimiawi otak kemudian terjadi perubahan anatomi otak sehingga fungsi otak terganggu (Supariasa, 2002).


(36)

Kekurangan zat gizi juga berdampak pada aktifitas siswa dalam proses belajar yang mengakibatkan siswa lesu, mudah letih, lelah, hambatan pertumbuhan sehingga dapat menurunkan daya ingat dan konsentrasi (Syah, 2010)

Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdewi dkk., (2011) tentang hubungan perilaku makan dan status gizi terhadap prestasi belajar siswa program akselerasi SMP, mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan prestasi belajar.

Terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan dengan nilai anak (Lawlor, 2005). Anak berusia 3-6 tahun yang mengalami malnutrisi memiliki risiko 1,9 kali lebih besar untuk mengalami hambatan pertumbuhan dibandingkan anak yang status gizinya normal (Novita, 2007).

Anak malnutrisi memiliki rata-rata nilai IQ 22,6 poin lebih rendah dibandingkan anak berstatus gizi baik. Malnutrisi pada anak akan mengganggu sistem informasi di dalam otak (Fithia, 2011).

Akan tetapi tidak sejalan dengan penelitian yang diteliti oleh Wasis (2001) tentang Hubungan Intelegensi, Status Gizi Dengan Prestasi Belajar berkesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna anatara IQ dan prestasi belajar, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan lingkungan belajar dengan prestasi belajar.


(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada satu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan Kecerdasan Emosional dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar pada siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung (Notoatmodjo, 2010).

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2013 di SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

3.3.Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang berjumlah 829 orang.

3.4.Sampel Penelitian

Metode pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara menentukan karakteristik umum dari anggota populasi lalu menentukan strata dari jenis karakter


(38)

tersebut dan barulah sampel diambil secara acak dari masing-masing strata tersebut, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung usia 12-14 tahun yang bersedia mengikuti seluruh prosedur penelitian.

Kriteria eksklusi sebagai berikut:

1. Pernah mengalami cedera kepala berat.

2. Dalam 1 bulan terakhir, pernah mengalami batuk > 2 minggu, diare > 2 minggu, penurunan nafsu makan, terdiagnosa keganasan.

Besar sampel :

√ √

Keterangan :

Zα = deviat baku alfa (kesalahan) Zβ = deviat baku beta

= proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (0,3) penelitian sebelumnya

= 1-

= proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgment peneliti

=

= selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna P = proposi total = ( ) / 2

Q = 1-P

Menghitung Besar Sampel:

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah, sehingga =1,96.

Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka = 0,84.


(39)

Dengan memasukkan nilai OR pada penelitian sebelumnya yaitu 2,25 (Setiawati dkk. 2002)

OR =

2,25 = P1=

P1= 0,49

Memasukan ke dalam rumus:

√ √

n 1 = n 2 = ( √ √

)

=(9,89)²

=97,81 dibulatkan menjadi 98

Untuk mengantisipasi kesalahan dalam penelitian biasanya ditambahkan 10 % dari besar sampel yang diperoleh sebagai cadangan, hasilnya adalah 98 x 10% =107. Untuk memperoleh besar proporsi sampel pada masing-masing kelas di SMP Negeri 22 Bandar lampung, maka digunakan rumus sebagai berikut:

n =


(40)

Dengan rincian perhitungan sebagai berikut: 1. Kelas VII sebesar 273 siswa

2. Kelas VIII sebesar 249 siswa 3. Kelas IX sebesar 307 siswa

Jadi jumlah seluruh siswa SMP Negeri 22 adalah 829 siswa. Proporsi sempel siswa yang menjadi responden:

Tabel 2. Proporsi Sempel siswa

No Kelas Perhitungan

1. VII

X 107 = 35

2. VIII

X107 = 32

3. IX

X 107 = 40 Total: 107 siswa

Tabel 3. Pengambilan Sampel Perkelas

Kelas A B C D E F G H I J K Jumlah

VII 3 3 4 3 2 3 4 3 3 3 4 35

VIII 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 32

IX 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 40

Total: 107

3.5. Identifikasi Variabel

a. Variabel Terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar.

b. Variabel Bebas (independent variable) bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan status gizi.


(41)

3.6.Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Prestasi

Belajar

Prestasi belajar dapat diukur dengan mencari rata-rata dari nilai total hasil ujian (Pamularsih, 2009)

Arsip sekolah berupa nilai mid semester ganjil tahun ajaran 2013-2014 untuk semua mata pelajaran. Nilai Ketuntasan Kelulusan Minimal rata-rata A. 81-100 tinggi B. 65-80 sedang C. 64-50 rendah (Depdiknas, 2008). Ordinal Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan individu dalam mengenali, memahami perasaan dirinya dan orang lain, mengendalikan perasaannya sendiri, menjalin hubungan serta memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik (Goleman,2001) Kecerdasan Emosional diukur dengan menggunakan kuisioner Emotional Quotient. A. Baik: 70-100 B. Cukup: 69-50 C. Kurang: <50 (Darmawan, 2003). Ordinal

Status Gizi Status gizi yang akan diukur menggunakan penilaian

antropometri, yaitu tinggi badan dan berat badan disertai umur. Indikator yang dipakai adalah IMT/U 5-18 Tahun (Kemenkes, 20101).

Timbangan dan microtoice

A. Sangat Kurus: < -3SD B. Kurus : -3SD s/d -2SD C. Normal: -2SD s/d 1SD D. Gemuk: >1SD s/d >2SD (Kemenkes,2010)


(42)

3.7.Alat dan Cara Penelitian 3.7.1.Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai berikut:

a. Timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg untuk mengukur berat badan siswa.

b. Microtoice dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur tinggi badan

siswa.

c. Kuisioner identitas

d. Kuisioner kecerdasan emosional e. Alat tulis


(43)

3.7.2.Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

3.8.Pengolahan data dan Analisis Data 3.8.1.Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan software uji statistik. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah:

Gambar 3. Prosedur Penelitian

Melakukan cross check

dan memilah subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi

menganalisis data yang telah

diperoleh

Melakukan uji statistik terhadap variabel yang diteliti dengan

menggunakan perangkat lunak komputer.

Mengumpulkan data mengenai hasil mid semester ganjil tahun ajaran 2013-2014 semua mata

pelajaran dari arsip

sekolah pengukuran kecerdasan emosional dengan cara membagikan kuisioner

Pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan

menggunakan timbangan dan mikrotoise. Kemudian menghitung Indeks Massa Tubuh dengan rumus: IMT

= BB (Kg) : TB2(M)

untuk mencari IMT kemudian dibagi dengan umur siswa.

Wawancara menggunakan kuisioner yang berisi

identitas dan pertanyaan untuk

menyingkirkan kriteria ekslusi. dan

dilakukan Informed


(44)

a. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry, memasukan data kedalam komputer.

c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukan kedalam komputer.

d. Output computer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.8.2.Analisis Data

Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan software uji statistik di mana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat, dan bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel terkait, yaitu kecerdasan emosi, status gizi dan prestasi belajar pada populasi penelitian.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan satu variabel bebas dengan satu variabel terikat dengan menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan dan dipilih berdasarkan dari kategori variabel terkait. Pada penelitian ini variabel bebas maupun variabel terikat merupakan data kategorik berupa ordinal, yaitu variabel kategorik yang tidak sederajat atau


(45)

bertingkat, sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square apabila data memenuhi syarat uji chi-square, apabila data tidak memenuhi syarat akan dilakukan uji fisher atau kolmogorov-smirnov (Dahlan, 2012). Selanjutnya akan dihitung nilai OR atau Odds Ratio apabila OR >1, menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor resiko. Apabila OR <1 menggambarkan faktor protektif dan jika OR=1 atau mencakup angka 1 berarti bukan faktor resiko (Satroasmoro, 2010).

3.9.Etika Penelitian

Penelitian ini telah melewati ethical clearance dan dalam pelaksanaanya telah melewati informed consent.


(46)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap 107 siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung, dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat Kecerdasan emosional sebagian besar siswa memiliki kategori baik sebanyak 46,7%.

2. Status Gizi sebagian besar siswa memiliki kategori normal sebanyak 61,7%.

3. Prestasi Belajar sebagian besar siswa memiliki kategori sedang sebanyak 50,5%

4. Kecerdasan emosional dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik.

5. Status gizi dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik


(47)

5.2.Saran

1. Bagi sekolah

a) Perlu lebih memperhatikan prestasi belajar siswa dan faktor-faktor lain seperti perhatian atau pola asuh orang tua, minat, bakat, dll yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.

b) Hendaknya siswa, guru dan orang tua dapat memotivasi siwa untuk terus mengembangkan fungsi kecerdasan emosional dalam upaya peningkatan prestasi belajar

2. Bagi Institusi Kesehatan (Dinas Kesahatan, UKS, dan lain-lain)

Perlu mengadakan penyuluhan bagi siswa dan para orang tua wali murid tentang gizi seimbang sesuai usia remaja agar dapat mendukung prestasi belajar disekolah.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya kecerdasan emosional, status gizi dan hubunga nya dengan prestasi belajar siswa.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2012. Sistem Kesehatan. PT Gramedia Grafindo Persada. Jakarta Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC: Jakarta. Arum, P. 2012.Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi

Akademik Mahasiswa Psikologi Tingkat Satu Universitas Gunadarma. Skripsi. Universitas Gunadarma. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Badarudin, 2013. Peran IQ,EQ,SQ,CQ,dan AQ Dalam Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Badiuzzaman, 2010. Pengaruh Status Gizi Dengan Tingkat Prestasi Akademik Sekolah Dasar Kota Medan. Dipublish tanggal 21 mei 2011.

Budiyanto, M.A.K. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhamadyah Malang. Malang.

Beck, M.E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Yayasan Essential Medika. Jakarta Cakrawati, D dan Mustika, NH. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan.

Alfabeta. Bandung.

Cyntia. A. 2011. Hubungan Status Nutrisi dan Prestasi Belajar Siswa SD di Jatinangor. Skripsi. Universitas Padjajaran Bandung.

Dahlan, M. S. 2008. Statistik untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Darmawan, I. 2003. Kiat Jitu Taklukan Psikotes. Rineka Cipta. Jakarta. Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jendral Bina


(49)

Depkes RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Ketetapan Nilai KKM. Direktorat

Jendral Bina Pendidikan. Jakarta.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Fithia, 2011. Intellegensi Anak. Remaja Rosdakarya. Bandung..

Goleman, D. 1994. Apakah Kegunaan Emosi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. , D. 1996. Kecerdasan Emosional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. , D. 2001. Mengapa EQ lebih penting dari IQ. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Gottman J, & Clark JD. 2004. 5 Langkah Penting Untuk Melatih Emosi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadi H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Rapat terbuka Majelis Guru Besar UGM. Yogyakarta.

Hamzah B. U. 2011. Teori Motivasi dan Pengukuranya.. Bumi Aksara. Jakarta. Huwae. 2005. Hubungan antara Status Gizi dan Kadar Hb dengan Prestasi Belajar

Murid SD di Daerah Endemis Malaria. Tesis. Program Sarjana UGM. Yogyakarta.

Isdaryanti. 2007. Motivasi Diri. Dian Rakyat. Jakarta.

Karsin, ES. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Dalam Pembangunan dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Krisnawati. Soelisyowati, E. Itiyati, A. 2009. Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Kelas Satu SDN Trisobo 2 Sidoarjo. Jurnal Keperawatan 11(3).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kementrian Kesehatan RI. 2011.


(50)

Lestari. 2003. Mengenal Pola Hidup Anak. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Masdewi., Mazarina. D, dan T. Setiawati. 2011. Korelasi Perilaku Makan dan Status Gizi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Program Akselerasi di SMP. Jurnal Teknologi dan Kejuruan . 34(2):179-190.

Marlina, Y. 2011. Pengaruh Status Gizi, Asupan Energi dan Protein Terhadap Prestasi Belajar siswa SD Negeri 2 Bandar Lampung. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter. Universitas Lampung.

Mayer JD, Di Paolo M, Salovey P. 1990. Perceifing Affective Content in Ambigous Visual Stimuli: a compenent of emotional intelegence. Jurnal Pers. Summer; 54 (3-4) :772-81.

Mustoufa. 2003. Motivasi Untuk Percaya Diri. Karya Salemba. Jakarta. Mendoza-Salonga A. 2007. Nutrition and Brain Development. SA Fam Pract.

Philipines.

Narendra. 2002. Pengukuran Status Gizi. Salemba Empat. Jakarta.

Notoadmodjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Novita, M. 2012. Hubungan Derajat Stuntting, Asupan Zat Gizi dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Dan Perkembangan Motorik Usia 24-36 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bugangan Semarang. Jurnal of Nutrition

Collage,1 (1):327-336.

Pamularsih, A. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa di SDN 2 Selo Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Skripsi. Universitas Muhamadyah. Surakarta.

Purwanto. 2001. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Purwodarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Rahayu, S. 2007. Pengaruh Pengalaman Dalam Praktik Industri dan Prestasi

Belajar Akuntansi Terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas XII Program Keahlian Akuntasi SMK MuHAMADYAH 2 Klaten Utara. Skripsi. Pendidikan Akuntansi FISE UNY. Yogyakarta.

Sadler M, Strain JJ, Caballero B, editors. 1999. Encyclopedia of Human Nutrition- Academic Press (Harccourt Brace and Company Publisher); p.13-29, 190-197, 350-356


(51)

Sastroasmoro, S. & Ismail. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.

Setiawati, M. Wijayanto, P. Setiadi W. 2002. Hubungan Kecerdasan Emosional, Status Gizi dengan Prestasi Belajar. Tesis. Universitas Diponegoro

Semarang. Semarang

Siska, R. 2009. Hubungan Asupan Sarapan dan Tingkat Emosi Terhadap Prestasi Anak Pada SDN 835 Bingkawan Sibolangit. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung. Semarang.

Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Susanto.2001. Mengekspresikan Emosi Diri. Mizan Media Utama Bandung. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Jakarta.

Supariasa, IDN., Bakri, B. & Fajar, I. (2002) Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta Suryabrata, S. 2011. Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekirman. 2003. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Thontowi, A. Beberapa Tingkah Laku Anak Didik yang Penting Dalam Proses

Pendidikan. Dalam Psikologi Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Tjundjing, S. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan AQ dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Indonesian Physichological Journal 17(1);69-87.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Lampung.

Wahyuningsih, H. 2009. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Aktualisasi Diri Pada Remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Wasis D. 2001. Hubungan Intelegensi, Status Gizi dengan Prestasi Belajar siswa SLTP. Tesis.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap 107 siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung, dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat Kecerdasan emosional sebagian besar siswa memiliki kategori baik sebanyak 46,7%.

2. Status Gizi sebagian besar siswa memiliki kategori normal sebanyak 61,7%.

3. Prestasi Belajar sebagian besar siswa memiliki kategori sedang sebanyak 50,5%

4. Kecerdasan emosional dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik.

5. Status gizi dan prestasi belajar memiliki hubungan yang bermakna secara statistik


(2)

54

5.2.Saran

1. Bagi sekolah

a) Perlu lebih memperhatikan prestasi belajar siswa dan faktor-faktor lain seperti perhatian atau pola asuh orang tua, minat, bakat, dll yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.

b) Hendaknya siswa, guru dan orang tua dapat memotivasi siwa untuk terus mengembangkan fungsi kecerdasan emosional dalam upaya peningkatan prestasi belajar

2. Bagi Institusi Kesehatan (Dinas Kesahatan, UKS, dan lain-lain)

Perlu mengadakan penyuluhan bagi siswa dan para orang tua wali murid tentang gizi seimbang sesuai usia remaja agar dapat mendukung prestasi belajar disekolah.

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya kecerdasan emosional, status gizi dan hubunga nya dengan prestasi belajar siswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2012. Sistem Kesehatan. PT Gramedia Grafindo Persada. Jakarta Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC: Jakarta. Arum, P. 2012.Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Prestasi

Akademik Mahasiswa Psikologi Tingkat Satu Universitas Gunadarma.

Skripsi. Universitas Gunadarma. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Badarudin, 2013. Peran IQ,EQ,SQ,CQ,dan AQ Dalam Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Badiuzzaman, 2010. Pengaruh Status Gizi Dengan Tingkat Prestasi Akademik

Sekolah Dasar Kota Medan. Dipublish tanggal 21 mei 2011.

Budiyanto, M.A.K. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhamadyah Malang. Malang.

Beck, M.E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Yayasan Essential Medika. Jakarta Cakrawati, D dan Mustika, NH. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan.

Alfabeta. Bandung.

Cyntia. A. 2011. Hubungan Status Nutrisi dan Prestasi Belajar Siswa SD di

Jatinangor. Skripsi. Universitas Padjajaran Bandung.

Dahlan, M. S. 2008. Statistik untuk Kedokteran Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Darmawan, I. 2003. Kiat Jitu Taklukan Psikotes. Rineka Cipta. Jakarta. Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jendral Bina


(4)

Depkes RI. 2003. Beban Ganda Maslah Gizi. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Ketetapan Nilai KKM. Direktorat

Jendral Bina Pendidikan. Jakarta.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Fithia, 2011. IntellegensiAnak. Remaja Rosdakarya. Bandung..

Goleman, D. 1994. Apakah Kegunaan Emosi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. , D. 1996. Kecerdasan Emosional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. , D. 2001. Mengapa EQ lebih penting dari IQ. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Gottman J, & Clark JD. 2004. 5 Langkah Penting Untuk Melatih Emosi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadi H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan

Pembangunan Kesehatan Nasional. Rapat terbuka Majelis Guru Besar

UGM. Yogyakarta.

Hamzah B. U. 2011. Teori Motivasi dan Pengukuranya.. Bumi Aksara. Jakarta. Huwae. 2005. Hubungan antara Status Gizi dan Kadar Hb dengan Prestasi Belajar

Murid SD di Daerah Endemis Malaria. Tesis. Program Sarjana UGM. Yogyakarta.

Isdaryanti. 2007. Motivasi Diri. Dian Rakyat. Jakarta.

Karsin, ES. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Dalam Pembangunan dalam

Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Krisnawati. Soelisyowati, E. Itiyati, A. 2009.Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Kelas Satu SDN Trisobo 2 Sidoarjo. Jurnal

Keperawatan 11(3).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010.

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kementrian Kesehatan


(5)

Lawlor. 2005.Status Gizi dan Prestasi Belajar Anak. Dalam. Memaksimalkan

Prestasi Anak. Editor Suryani. Penerbit Agung Pustaka. Bandung.

Lestari. 2003. Mengenal Pola Hidup Anak. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Masdewi., Mazarina. D, dan T. Setiawati. 2011. Korelasi Perilaku Makan dan Status Gizi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Program Akselerasi di SMP.

Jurnal Teknologi dan Kejuruan . 34(2):179-190.

Marlina, Y. 2011. Pengaruh Status Gizi, Asupan Energi dan Protein Terhadap Prestasi Belajar siswa SD Negeri 2 Bandar Lampung. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter. Universitas Lampung.

Mayer JD, Di Paolo M, Salovey P. 1990. Perceifing Affective Content in Ambigous Visual Stimuli: a compenent of emotional intelegence. Jurnal Pers. Summer; 54 (3-4) :772-81.

Mustoufa. 2003. Motivasi Untuk Percaya Diri. Karya Salemba. Jakarta. Mendoza-Salonga A. 2007. Nutrition and Brain Development. SA Fam Pract.

Philipines.

Narendra. 2002. Pengukuran Status Gizi. Salemba Empat. Jakarta.

Notoadmodjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Novita, M. 2012. Hubungan Derajat Stuntting, Asupan Zat Gizi dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Dan Perkembangan Motorik Usia 24-36 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bugangan Semarang. Jurnal of Nutrition

Collage,1 (1):327-336.

Pamularsih, A. 2009. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa di SDN 2 Selo Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.Skripsi. Universitas Muhamadyah. Surakarta.

Purwanto. 2001. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Purwodarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta Rahayu, S. 2007. Pengaruh Pengalaman Dalam Praktik Industri dan Prestasi

Belajar Akuntansi Terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas XII Program Keahlian Akuntasi SMK MuHAMADYAH 2 Klaten Utara. Skripsi. Pendidikan Akuntansi FISE UNY. Yogyakarta.

Sadler M, Strain JJ, Caballero B, editors. 1999. Encyclopedia of Human Nutrition-

Academic Press (Harccourt Brace and Company Publisher); p.13-29,


(6)

Sanjaya, P. 2009. Hubungan Status Gizi dan Intelegensi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP N 2 Bandar Lampung. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter UNILA. Lampung.

Sastroasmoro, S. & Ismail. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.

Setiawati, M. Wijayanto, P. Setiadi W. 2002. Hubungan Kecerdasan Emosional, Status Gizi dengan Prestasi Belajar. Tesis. Universitas Diponegoro

Semarang. Semarang

Siska, R. 2009. Hubungan Asupan Sarapan dan Tingkat Emosi Terhadap Prestasi Anak Pada SDN 835 Bingkawan Sibolangit. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung. Semarang.

Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Susanto.2001. Mengekspresikan Emosi Diri. Mizan Media Utama Bandung. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Jakarta.

Supariasa, IDN., Bakri, B. & Fajar, I. (2002) Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta Suryabrata, S. 2011. Psikologi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekirman. 2003. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Thontowi, A. Beberapa Tingkah Laku Anak Didik yang Penting Dalam Proses

Pendidikan. Dalam Psikologi Pendidikan. Angkasa. Bandung.

Tjundjing, S. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan AQ dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Indonesian Physichological Journal 17(1);69-87.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Lampung.

Wahyuningsih, H. 2009. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Aktualisasi Diri Pada Remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Wasis D. 2001. Hubungan Intelegensi, Status Gizi dengan Prestasi Belajar siswa