Hakikat Foklor PENGKAJIAN FOLKLOR

dan penelitian. Sejalan dengan pengertian pengkajian, pemeriksaan, penelaahan dan penelitian tersebut, ada istilah: penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan di bidang hukum. Maksudnya, untuk memperjelas pengertian pengkajian, penelaahan dan penelitian di bidang ilmiah tersebut, perlu disampaikan perbedaannya dengan penyelidikan, pemeriksaan dan penyidikan di bidang hukum. Di bidang ilmiah kalau pengkajian, penelaahan, dan penyelidikan itu dilakukan maksudnya untuk mendapatkan sebuah gambaran tentang konsep dan tentang teori sesuatu, tetapi kalau di bidang penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan itu dilakukan untuk mendapatkan hasil ketetapan terhadap seseorang menjadi tersangka, tertuduh, dan terpidana, hingga akhirnya akan dipenjara dan atau didenda.

B. Hakikat Foklor

Hakikat folklor, adalah sebagai identitas masyarakat lokal. Identitas adalah ciri yang melekat pada manusia, baik secara fisik, maupun non fisik. Identitas secara fisik itu misalnya: orangnya pendek, gemuk, kulit sawo matang, muka oval, hidung mancung, mata sipit, tubuh atletik, jangkung, besar, kecil, dan sebagainya. Identitas secara non fisik, misalnya seperti dalam KTP: nama: Paimin, alamat: Kalibuntu, tanggal lahir: 31, april, 1964, agama: Islam, perilakunya: kasar, lembut, sopan-santun, dan sebagainya termasuk di dalamnya adalah budaya dan sebagainya 3 . Hakikat folklor karena sebagai identitas masyarakat, maka: 1. emosional masyarakat tersebut terhadap foklor itu menyatu manunggal, 2. seakan bergantung atau berhajat kepadanya, 3. foklor itu jika diusik, masyarakat tidak akan rela dan marah. 3 . Wataknya orang Madura kasar: anakku sing no lara wetenge loro, sebab mangan radiator. Watak orang Jawa lembut: mantuku wedhus, nulis Latin saka kiwa, yen Arab macane saka ngendi ? saka ngalas. Emosinya masyarakat terhadap folklor menyatu manunggal dadi siji, seperti misalnya: penjual bakso namanya Paimin, tetapi ketika mendorong bakso kemudian dipanggil “bakso ”, Paimin menoleh. Seakan bergantung atau berhajat kepadanya itu misalnya: masyarakat merasa tidak bisa hidup nyaman kalau tidak dekat dengan Bathok Bolu, tidak dekat dengan Tuk Si bedhug, tidak dekat dengan masyarakat jawa yang ada foklor ungkapannya: parikan, paribasan, dan sebagainya. Yang lain pula seperti masyarakat ketika marah, masyarakat tersebut mengatakan: “bajingan”, atau “asu”, ketika masyarakat sedih, maka masyarakat itu akan datang pada Bathok Bolu untuk berdoa disitu, dan sebagainya, hingga foklor itu termasuk sebagai hobby lihat konsep hobbi orang Jawa: 1. kisma, 2. wisma, 3. curiga, 4. turangga, 5. wanita, 6. Kukila, atau orang Bali: 1. mamah, 2. Amah wanita, 3. umah Foklor itu jika diusik, masyarakat tidak akan rela dan marah, misalnya: bathok Bolu kok dirusak oleh orang, maka masyarakat tidak akan rela, reog kok di aku, milik Malaisia, demikian juga angklung sudah mendapatkan penghargaan dunia sepertimana wayang , dan nyanyian “Rasa Sayang- Sayang He” “Rasa sayang he, rasa saying-sayang he, ku lihat dari jauh rasa sayang-sang he 2x Satu dua tiga dan empat, lima enam tuju delapan, siapa yang rajin belajar kelak jadi anak yang pintar ” Rasa sang-sayang he, rasa saying-sayang he, sekolah sudah selesai rasa sayang sayanghe. Kalau ada sumur di lading boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang boleh kita berjumpa lagi

C. Fungsi Folklor