KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGAN DENGAN SISA LEBIH DAN KURANG PERHITUNGAN ANGGARAN (SiLKPA) KOTA BANDARLAMPUNG TAHUN 2008-2013
ABSTRAK
KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGAN DENGAN SISA
LEBIH DAN KURANG PERHITUNGAN ANGGARAN (SiLKPA)
KOTA BANDARLAMPUNG TAHUN 2008-2013
Oleh
INDRI ARRAFI JULIANNISA
Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja di
masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi
keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang
akan berlanjut . Salah satu aspek penting dalam otonomi daerah adalah
kemampuan daerah untuk membiayai kebutuhan keuangannya sendiri, untuk
itu setiap daerah dituntut untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri
yang lebih dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) .
Selain dari PAD dan transfer dari pusat untuk membiayai kegiatannya,
pemerintah daerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah selisih lebih realisasi
pendapatan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Pada
anggaran juga terdapat SiKPA , SiKPA adalah sisa kurang perhitungan
(2)
adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terbentuknya SiLKPA
setiap tahunnya , melihat bagaimana kinerja keuangan daerah kota
Bandarlampung dan hubungan pendapatan daerah dan belanja daerah
terhadap SiLKPA kota Bandarlampung tahun 2008-2013.
Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kuantitatif dan
menggunakan metode korelasi Karls Pearson untuk mengetahui hubungan
pendapatan dan belanja daerah terhadap SiLKPA, dengan menunjukan
berkorelasi linier positif sedang untuk pendapatan dan lemah untuk belanja
daerah . Pada penelitian ini memberitahukan
secara keseluruhan faktor yang
menjadi penyebab timbulnya SiLPA atau SiKPA .
(3)
ABSTRACT
REGIONAL FINANCIAL PERFORMANCE AND RELATIONSHIP WITH
THE REST OF LESS MORE AND CALCULATION OF BUDGET
(SiLKPA) BANDARLAMPUNG CITY ON 2008-2013
By
INDRI ARRAFI JULIANNISA
Analysis of financial performance basically was done to assess the
performance in the past to perform various analyzes in order to obtain the
financial position of an entity that represents the reality and potential
performance will continue. One important aspect of local autonomy is the
ability to fund its own financial needs, for it every area required to dig their
own financial resources, better known by revenue (PAD).
Aside from the PAD and the transfer of the center to finance its activities,
local governments can also take advantage of Financing Budget Surplus
(SiLPA) the previous year. SiLPA is the excess of actual revenue and
expenditure budget during the budget period. In the budget also contained
SiKPA, SiKPA is less residual budget calculation, where the deficit in the
budget, then it can be called with SiKPA
(4)
formation of SiLKPA each year, to see how the financial performance
Lampung city area and the relationship of income to the local shopping area
and Lampung city SiLKPA 2008-2013.
This study uses quantitative and descriptive method using Pearson
correlation Karls to determine the relationship of income and expenditure
against SiLKPA, with a positive linear correlation showed moderate to weak
revenue and shopping areas. In this research tells overall factors which cause
or SiKPA SiLPA.
(5)
KOTA BANDARLAMPUNG TAHUN 2008-2013
Oleh
INDRI ARRAFI JULIANNISA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
(6)
(7)
(8)
(9)
Penulis dilahirkan di kota Bandarlampung pada hari senin tanggal 13 juli
1993 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Indra Muhitta dan Ibu Dra.Yetti Yuningsih .
Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1996 di Taman Kanak
–
Kanak
(TK) Trisula II Palapa Bandarlampung , kemudian melanjutkan pendidikan
formal di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sukarame Bandarlampung pada tahun
1997 , kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1
Pahoman Bandarlampung pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) pada tahun 2008 di SMA N 2 Bandarlampung , dan pada tahun 2011
penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung .
Selama menjadi siswi Sekolah dasar (SD ), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis berprestasi dalam bidang
akademik dan non akademik dan aktif berorganisasi , pada jenjang Sekolah
Dasar (SD) penulis aktif dalam bidang paduan suara , seni musik dan bidang
olah raga , lalu pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) penulis
berprestasi dengan menjuarai dalam bidang seni menulis puisi dan seni tari
yang diadakan Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung , begitu pula pada saat
menempuh pendidikan di SMA N 2 Bandarlampung penulis aktif
(10)
Bandarlampung dan meraih juara 2 pada lomba HONDA DBL pada tahun
2010 .
Keaktifan penulis pada bidang organisasi di jenjang Universitas yakni pada
organisasi Paduan Suara Mahasiswa Unila , sejak tahun 2011 penulis banyak
mencurahkan waktunya di organisasi ini dan menjadi divisi latihan pada
tahun 2012 sampai tahun 2013 . Pada tahun 2012 , penulis bersama
team
paduan suara memulai kompetisi di Bali International Choir Competition dan
meraih 2 medali emas , lalu berkompetisi di Pesta Paduan Suara Mahasiswa
di Ambon dan meraih 1 medali emas dan 2 medali perak . Pada tahun 2014
penulis terpilih sebagai bendahara pada panitia pelaksana keberangkatan
lomba international Canta Al-Mar di Barcelona Spanyol dan meraih 2 medali
emas .
Semasa kuliah penulis menjadi survayor konsumen di Bank Indonesia pada
tahun 2014 , dan pada mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Buah
Beghak , Kalianda Lampung Selatan.
(11)
PERSEMBAHAN
Dengan rahmat Allah SWT dan segenap kerendahan hati
sebentuk karya ini ku persembahkan kepada :
Ibu ku yang tercinta, yang selalu mengerti , menyayangi
dan merawatku dengan penuh kasih sayang yang begitu
tulus . Tiada hentinya beliau mendoakan ku agar aku
berhasil di dunia maupun di akhirat kelak , tiada
hentinya beliau bekerja untuk memenuhi kebutuhan
anak-anaknya. Sungguh tak terbalas jasa dan kasih
sayang mu .
Kakak ku tercinta yang kini menggantikan posisi ayah ,
kakak ku yang selalu menjaga ku dan memberiku
semangat .
Keluarga besar Paduan Suara Unila.
Sahabat-sahabat tercinta.
(12)
MOTO
Agungkanlah ibumu maka Allah akan memberikan
tempat yang agung kepada kamu .
Selalu fokus terhadap apa yang ingin engkau capai ,
jangan pernah menoleh kebelakang hanya untuk
meratapi kesalahan dan apa yang terjadi biarlah terjadi
karna tidak pantas untuk disesali namun semua yang
terjadi hanya untuk dikoreksi.
Jika tidak ada bahu untuk bersandar disaat lelah dan
hilang arah , maka masih ada sajadah sebagai tempat
(13)
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Lampung dengan judul “ Kinerja Keuangan Daerah
dan Hubungan Dengan Sisa Lebih atau Kurang Perhitungan Anggaran
(SiLKPA) di Kota Bandarlampung tahun 2008-
2013 “ .
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., Selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2.
Bapak Muhammad Husaini , S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Lampung.
3.
Bapak Saimul, S.E.,M.Si., selaku Pembimbing Akademik .
4.
Ibu Asih Murwiati , S.E., M.E , selaku Pembimbing Utama , yang telah
sabar membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dan selalu
memberikan saran dan motivasi .
5.
Bpak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si selaku penguji utama.
6.
Seluuruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas ilmu yang diberikan.
7.
Seluruh staf akademik di Jurusan Ekonomi Pembangunan, terimakasih
(14)
9.
Ibu Dra. Yetti Yuningsih selaku ibunda tercinta yang telah mengandung
saya dan membesarkan saya sampai saat ini , dan memberikan petuah
hidup yang tidak dapat terlupakan.
10.
Kakak ku tersayang Sandez Thira H.A , yang telah menggantikan sosok
ayah dalam keluarga . Terima kasih telah memberikan motivasi dalam
hidup .
11.
Keluarga besar Bapak A. Rohi , selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materil.
12.
Keluarga Besar Paduan Suara Mahasiswa Universitas lampung , terima
kasih atas rasa kekeluargaan dan pengalaman organisasinya .
13.
Sahabat tersayang Hiday Utami , Nala Tri Kusuma , Nila Ayu Ariesta,
Faisal Oktori yang telah memberikan semangat dan selalu memberikan
pengertiannya .
14.
Adik
–
adik anggota PSM Unila 2012, 2013 , dan 2014 yang telah
memberikan dukungan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini .
15.
Sahabat seperjuangan Ekonomi Pembangunan 2011 , yang selalu
membantu dalam setiap perkuliahan .
(15)
pembaca .
Bandarlampung , 16 Maret 2015
Penulis
(16)
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN Halaman
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Rumusan Masalah ...
11
C.
Tujuan Penulisan ...
12
D.
Manfaat Penelitian ...
12
E.
Kerangka Pemikiran ...
13
F.
Hipotesis ... ...
15
G.
Sistematika Penulisan ...
15
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kinerja Keuangan Daerah ...
17
1.
Rasio kemandirian keuangan daerah ...
19
2.
Rasio efektivitas keuangan daerah ...
20
3.
Rasio efisiensi keuangan daerah ...
21
B.
Pengelolaan Keuangan Daerah ...
22
C.
Sistem Keuangan Daerah ...
25
D.
Dasar Hukum Keuangan Daerah ...
26
E.
Ruang Lingkup Keuangan Daerah ...
28
F.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ...
29
1.
Pengertian APBD ...
29
2.
Struktur APBD ...
32
3.
Mekanisme penyusunan APBD ...
45
G.
Sisa Lebih Atau Kurang Perhitungan Anggaran (SiLKPA) ...
47
H.
Hubungan Defisit/Surplus dan SiLKPA ...
49
I.
Pengaruh SiLKPA terhadap Belanja ...
50
J.
Hubungan PAD dengan SiLKPA ...
51
K.
Penelitian Terdahulu ...
52
III.
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian ...
56
B.
Analisis Data ...
60
C.
Jenis Data dan sumber data ...
64
(17)
1.
Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya SiLPA & SiKPA ...
65
2.
Analisis Hubungan SiLKPA, Pendapatan Daerah dan Belanja
Daerah ...
67
3.
Analisis Kinerja Keuangan Daerah Kota Bandarlampung ...
68
B.
Pembahasan ...
71
1.
Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya SiLPA & SiKPA ...
71
2.
Analisis Hubungan SiLKPA, Pendapatan Daerah dan Belanja
Daerah ...
74
3.
Analisis Kinerja Keuangan Daerah Kota Bandarlampung ...
80
V.
SIMPULAN& SARAN
A.
Simpulan ...
84
B.
Saran ...
85
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data APBD provinsi lampung ... 5
2. Nama,luas wilayah per-kecamatan dan jumlah kelurahan Kota
Bandarlampung ...
6
3. Data APBD Kota Bandarlampung tahun 2008-2013(dalam miliar) ...
7
4. Tabel Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan
Keuangan Daerah ...
20
5. Tabel Efektivitas Keuangan Daerah ...
21
6. Tabel Efisiensi Keuangan Daerah ...
22
7. Pertumbuhan APBD Kota Bandarlampung ...
68
8. Rasio Kemandirian kota Bandarlampung tahun 2008-2013 ...
69
9. Rasio Efektifitas kota Bandarlampung tahun 2008-2013 ...
96
10. Rasio Efisiensi kota Bandarlampung tahun 2008-2013 ...
70
11. PAD kota Bandarlampung tahun 2009(dalam miliar) ...
72
12. Belanja daerah kota Bandarlampungtahun 2008,2009, 2012, 2013 ...
73
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis hubungan SiLKPA, Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah ... L1
2. Hasil perhitungan rasio-rasio kinerja keuangan daerah ... L2
(20)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Grafik belanja daerah kota Bandarlampung tahun 2008,2009,2012 &
(21)
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu aspek pemerintah daerah yang harus diatur adalah masalah
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.Pengelolaan keuangan
daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah
dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan
kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola
keuangannya
.Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah
daerah.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud
pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kuncoro (2000) .
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plapon Anggaran
Sementara (PPAS) yang merupakan rencana program prioritas dan patokan
batas maksimum anggaran yang diberikan kepada Surat Keputusan
Pendapatan Daerah (SKPD).Setiap program untuk tahun kedepan yang
pembahasannya dimulai bulan Juli sebelum tahun anggaran dan pada bulan
Oktober Raparda APBD telah dibahas
(22)
bersama eksekutif dengan legislatif, dengan demikian penerimaan yang
bersumber dari dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) , Dana
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dan Dana Alokasi Khusus belum diketahui
angkanya secara pasti kondisi ini berdampak terhadap kurang akuratnya
perkiraan penerimaan yang menyebabkan tingginya angka SiLPA atau
SiKPA dari tahun ke tahun.
Tingginya angka surplus (SiLPA) dan juga defisit (SiKPA) dalam satu
anggaran , akan mempengaruhi kinerja pemerintah . Pemerintah akan
mengkoreksi kinerjanya melalui hasil akhir anggaran yang diperoleh pada
akhir tahun , sebuah anggaran menghasilkan sisa lebih pada akhir tahunnya ,
bisa dijadikan sebagai tabungan ditahun yang akan datang , namun jika
menghasilkan sisa kurang maka pemerintah harus kembali berfikir untuk
menutupi hutang defisit tersebut .
Suatu anggaran yang baik adalah sebaik-baiknya mampu menyeimbangkan
antara apa yang daerah tersebut butuhkan (pengeluran) terhadap kemampuan
daerah untuk membiayainya (pendapatan) , Kuncoro (2000) .
Teori yang diungkapkan Kuncoro (2000) tentang keseimbangan anggaran
kini telah diperbaharui oleh aturan pemerintah yang dituangkan di UU no 17
tahun 2003 dan UU no 20 tahun 2003 yang berisikan tentang anggaran defisit
yang disahkan dan diberlakukan di Indonesia .
(23)
Hal ini diperuntukan kepada daerah-daerah yang sedang ingin
mengembangkan pembangunan daerahnya , sehingga daerah-daerah tersebut
bisa memberlakukan defisit dalam anggarannya untuk memenuhi
pembangunan manusia dan pembangunan daerahnya .
Namun pemerintah memberlakukan batas defisit untuk setiap anggaran
daerah , peraturan ini disahkan berdasarkan UU no 23 tahun 2003 pasal 7
yakni Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD , dengan
jumlah defisit yang ditetapkan pemerintah adalah 3,25%-6,25 % dari jumlah
PAD.Oleh sebab itu pemerintah daerah memberlakukan perubahan anggaran
belanja pada pertengahan tahun yang dikenal sebagai APBD-P , hal ini
bertujuan untuk meminimalisir jumlah defisit dari batas yang ditentukan dan
pemerintah mengkoreksi lagi pengeluaran yang harusnya ditiadakan.
Berkaitan dengan hal ini Bastian (2001) menyatakan anggapannya kedepan
dari sistem keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan antara
keuangan pusat dan daerah yang mencerminkan pembagian tugas
kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah yang transparan.
Halim (2008: 25) menyatakan keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang
terdiri atas keuangan yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Yang termasuk keuangan daerah yang dikelola langsung adalah
Anggaran Pendapatan dan
(24)
Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Di lain
pihak, keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).
Sejalan dengan terus bergulirya reformasi,pemerintah pusat
mengantisipasinya dengan dikeluarkannya paket kebijakan bagi perubahan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.Perubahan peran dari lembaga
pemerintah daerah adalah bagi pelayanan publik
(public services)
secara
efektif dan efisien melalui otonomi daerah (otda).Setiap provinsi telah
menjalankan otonomi daerahnya masing-masing dalam mengelola daerahnya
begitupun halnya dengan Provinsi Lampung.
Adapun tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal menurut
UU No. 32 Tahun 2005 adalah untuk meningkatkan kemandirian dan
mengurangi ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah
pusat dalam otonomi daerah terdapat dua aspek kinerja keuangan yang
dituntut agar lebih baik dibandingkan sebelum otonomi daerah. Aspek
pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan
daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah
(Desentralisasi Fiskal).Aspek kedua yaitu disisi manajemen pengeluaran
daerah,bahwapengelolaan keuangan daerah harus lebih
akuntabel
dan
transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan efektifdalam
pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai reformasi
pembiayaan atau
Financing Reform.
(25)
APBD Provinsi LampungTA 2008, sebesar Rp 1.597 milyar meningkat pada
tahun 2013 sebesar Rp 2.599 miliar. Namun pada tahun 2010 mengalami
penurunan sebesar Rp 240 miliar dari tahun sebelumnya, hal ini disebabkan
tingginya belanja daerah pada tahun tersebut. Peningkatan APBD yang
terjadi dari tahun 2008-2013, selain disebabkan oleh adanya dana
perimbangan juga karena penerimaaan PAD meningkat cukup tajam.Khusus
mengenai PAD, pemprov telah memberlakukan 15 jenis retribusi , dari 5 jenis
pada TA 1999/2000 menjadi 20 jenis pada TA 2002. Perkembangan APBD
Provinsi Lampung dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1 . APBD Provinsi Lampung tahun 2008-2013(dalam miliar)
No Uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Pendapatan Daerah
1.597
2.261
2.021 2.162 2.380
2.599
1. Pendapatan Asli
Daerah
309
451
550
500
813
987
2. Dana Perimbangan
1.189
1.726
1.391 1.600 1.497
1.521
3. Lain-lain pendapatan
yang sah
99
84
80
62
70
91
2 Belanja
1.587
2.314
2.001 2.162 2.580
2.515
1. Belanja Langsung
574
1.245
1.125 1008
1.245
1.335
2. Belanja tidak
langsung
1.003
1.096
876
1154
1.574
1.100
SURPLUS/DEFISIT
ANGGARAN
10
-53
20
0
-38
80
Sumber: Bag.Keu Daerah
Kota Bandarlampung yang merupakan ibukota dari Provinsi Lampung,
sebagai daerah otonom mempunyai kewajiban untuk mengelola keuangan
daerahnya, pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada kebutuhan daerah
dan pembangunan daerah yang sedang dikembangkan dan didasarkan
anggaran yang telah ditetapkan pemerintah setempat. Saat ini kota
Bandarlampung merupakanpusat jasa,
(26)
perdagangan, dan perekonomian di provinsi Lampung, dan secara
administratif pula, kota Bandarlampung terdiri dari 13 Kecamatan, 98
Kelurahan, 246 Lingkungan, serta 2.672 RT. Berikut data administratif
mengenai nama, luas wilayah perkecamatan dan jumlah kelurahan kota
Bandarlampung:
Tabel 2. Nama,luas wilayah per-kecamatan dan jumlah kelurahan
Kota Bandarlampung
No Kecamatan Luas Wilayah
(Ha) Jumlah Kelurahan Jumlah Lingkungan Jumlah RT Prosentase Luas Wilayah
1 Teluk betung barat 2,099 8 23 163 11%
2 Teluk betung selatan 1,007 11 26 313 5%
3 Panjang 2,116 7 18 210 11%
4
Tanjung karang
timur 2,111 11 25 271 11%
5 Teluk betung utara 1,038 10 21 238 5%
6 Tanjung karang pusat 668 11 26 254 3%
7 Tanjung karang barat 1,514 6 15 162 8%
8 Kemiling 2,765 7 20 259 14%
9 Kedaton 1,088 8 23 258 6%
10 Rajabasah 1,302 4 8 102 7%
11 Tanjung seneng 1,163 4 10 102 6%
12 Sukarame 1,687 4 10 102 9%
13 Sukabumi 1,164 5 14 172 6%
14 Jumlah 19,722 6 17 166 100%
Sumber : BPS kota Bandarlampung
Pada sisi perekonomian melihat jumlah pendapatan kota Bandarlampung
untuk tahun 2008 sebesar Rp 1.096 miliar dan meningkat pada tahun 2013
sebesar Rp1,793 miliar. Selama kurun waktu tahun 2008
–
2013 kota
Bandarlampung lebih banyak mengalami defisit (SiKPA) , yakni pada tahun
2008,2009,2012, dan 2013, sedangkan keadaan surplus (SiLPA) hanya
ditemui pada tahun 2010 dan 2011 .
(27)
Keadaan defisit yang mendominan selama kurun waktu enam tahun ini ,
disebabkan kota Bandarlampung yang sedang mengalami pembangunan
daerah guna untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi . Keadaan
perekonomian kota Bandarlampung yang sedang mengalami resesi , yakni
dimana penurunan GDP saat perekonomian riilsedang mengalami kenaikan ,
keadaan ini sejalan dengan perekonomian daerah kota Bandarlampung yang
mengalami defisit dikarenakan peningkatan pembangunan daerah.
Dari data Laporan Realisasi Keuangan APBD Kota Bandar Lampung, maka
terlihat pendapatan asli daerah (PAD) mengalami peningkatan rata-rata
berkisar 18 % per tahun.Sedangkan DAU maupun DAK yang masuk dalam
pendapatan transfer meningkat rata-rata 73 % pertahun. Berikut data APBD
kota Bandarlampung 2008-2013:
Tabel 3. Data APBD Kota Bandarlampung tahun 2008-2013(dalam
miliar)
no uraian 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Pendapatan Daerah
1.097
1518
1.444 1.759 1881
1.793
1. Pendapatan Asli
Daerah
164
169
145
419
1267
152
2. Dana Perimbangan
910
1011
1.249 1.006 354
1.291
3. Lain-lain pendapatan
yang sah
25
7
0
0
426
44,3
2 Belanja
1.245
1.678
1.434 1.745 2.021
1.957
1. Belanja Langsung
127
730
527
932
747
574
2. Belanja tidak
langsung
1073
948
918
813
1.274
1.384
SURPLUS/DEFISIT
ANGGARAN
-148
-161
5,2
14,7
-140,7
-164.4
(28)
Agar terciptanya anggaran dan pengelolaan keuangan yang baik , perlu
dilakukan analisis kinerja keuangan. Apabila pencapaian sesuai dengan yang
direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik.Kinerja
keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator
keuangan.Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai
kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh
posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang
akan berlanjut.
Menurut
Halim
(2001)
analisis
kinerja
keuangan
adalah
usaha
mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang
tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada
beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio
efisiensi.
Kinerja keuangan dalam penelitian ini berupa rasio kemandirian, rasio
efektifitas, dan rasio efisiensi. Untuk menghasilkan kinerja yang baik untuk
aparat pemerintahan , perlu adanya peningkatan pelayanan prima , yang harus
didukung pula dengan pembiayaan terhadap aparat, dimana harus didukung
pula dengan penerimaan khususnya penerimaan asli daerah. Salah satu aspek
penting dalam otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk membiayai
kebutuhan keuangannya sendiri, untuk itu setiap daerah dituntut untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang lebih dikenal dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
(29)
Selain dari PAD dan transfer dari pusat untuk membiayai
kegiatannya,pemerintahdaerah juga dapat memanfaatkan Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah selisih
lebih realisasi pendapatan dan pengeluaran anggaran selama satu periode
anggaran.Selain adanya SiLPA dalam struktur APBD juga terdapat SILPA
yang terdapat struktur APBD. SILPA tahun berjalan merupakan selisih
antara surplus atau defisit APBD dengan pembiayaan neto.Bicara tentang S I
LPA maupun SILPA akan selaluberhubungan denganpemb i ayaan.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
bersangkutan maupun tahun
–
tahun anggaran berikutnya, yang dalam
penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
memanfaatkan surplus
anggaran .
Selain adanya SiLPA dalam perhitungan anggaran , juga terdapat SiKPA .
SiKPA adalah sisa kurang perhitungan anggaran , dimana terjadinya defisit
dalam suatu anggaran , maka dapat disebut dengan SiKPA . Untuk sebuah
anggaran baik SiLPA maupun SiKPA menjadi dua hal yang sangat dihindari ,
sebab walaupun adanya surplus atau SiLPA dalam satu tahun anggaran ,
nantinya akan dinilai kinerja yang tidak berjalan dengan baik , sebab
pemerintah kurang bisa mengalokasikan anggaran dengan yang sudah
ditargetkan .
(30)
Begitu pula jika terjadinya defisit dalam suatu anggaran atau SiKPA ,
diartikan bahwa pemerintah pun kurang cermat dalam menggunakan
anggaran yang ada , sebab tidak bisa menyesuaikan dengan yang telah
ditargetkan . Atau apakah terdapat kesalahan pada sistem perencanaan yang
sehingga mengakibatkan ada dana-dana yang tidak terealisasikan , atau
adanya peningkatan penerimaan dari target semula .
Maka berdasarkan uraian latarbelakang , pada penelitian ini dapat dilihat
faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terbentuknya SiLKPA setiap
tahunnya , melihat bagaimana kinerja keuangan daerah kota Bandarlampung
dan hubungan pendapatan daerah dan belanja daerah terhadap SiLKPA kota
Bandarlampung tahun 2008-2013.
Penelitian ini sangat penting dilakukan, karena dapat menghasilkan output
karena dengan adanya penelitian ini yang berfokus pada SiLKPAmaupun
SILPA di kota Bandarlampung , pemerintah dapat mengetahui faktor-faktor
yang menjadi penyebab timbulnya SiLKPA, dan diharapkan bisa
meminimalisir faktor-faktor tersebut untuk pengelolaan anggaran tahun
selanjutnya , serta meningkatkan kinerja keuangan daerah kota
Bandarlampung guna untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Dan
melihat seberapa besar pengaruh pendapatandan belanja daerah dapat
mempengaruhi besar kecilnya SiLKPA.
(31)
B.
Rumusan Masalah
Keadaan dimana timbulnya sisa lebih atau kurang anggaran yang terjadi ,
membuat pertanyaan akan hal-hal yang dapat menyebabkannya , dan sebagai
dasar pemikiran untuk penyusunan anggaran kedepannya agar tidak terjadi
lebih atau kurang anggaran dalam susunan anggaran pemerintahan . Untuk
membuat suatu anggaran menjadi sama dengan yang ditargetkan merupakan
pekerjaan yang tidak mudah , sebab akan banyak faktor-faktor yang harus
mensukseskan pelaksanaan maupunpengawasannya .
Maka haruslah diperhatikan pada penelitian ini hal-hal yang menyebabkan
terjadinya SiLKPA tersebut , dan harus melihat kinerja keuangan yang ada
selama ini . Sebab terbentuknya SiLKPA setiap tahunnya bukanlah hal wajar
dalam suatu keuangan daerah, perlu diteliti mengapa hal tersebut bisa terjadi .
Dan sebagai koreksi terhadap kinerja keuangan daerah tersebut . Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah :
1.
Faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan SiLKPA?
2.
Bagaimanakah hubungan SiLKPA dengan pendapatan daerah dan belanja
daerah ?
3.
Bagaimana kinerja keuangan daerah kota Bandarlampung tahun
2008-2013 ?
(32)
C.
Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya SiLKPA pada
kota Bandarlampung tahun 2008-2013 .
2.
Mengetahui hubungan SiLKPA dengan pendapatan daerah dan belanja
daerah.
3.
Mengetahui kinerja keuangandaerah kota Bandarlampung tahun
2008-2013.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan baik secara praktis maupun
teoritis dan ilmu yang didapatkan dan menjelaskan pentingnya tentang
kinerja.
2.
Bagi Pemerintah Kota
Memberikan sumbangan pemikiran sesuai teori yang didapat, yang
mungkin dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
pemecahan masalah, khususnya masalahrendahnya penyerapan anggaran
pendapatan belanja daerah yang terjadi di pemerintahan kota
Bandarlampung.
3.
Bagi Universitas Lampung
Untuk menambahreferensi kepustakaan dan dapat berguna sebagai dasar
pemikiran bagi kemungkinan adanya penelitian sejenis di masa mendatang
yang berkenaan dengan kinerja.
(33)
E.
Kerangka Pemikiran
Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana disatu sisi
menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain
menggambarkan penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah
dianggarkan.
Berdasarkan pasal 64 ayat 2 undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah, maka pada orde baru APBD dapat
didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemda dimana pada satu
pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna
membiayaikegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun
anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang
dimaksud (Mamesa: 2005).
Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi
maupun organisasi.Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,
maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik.Apabila pencapaian
melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat
bagus.
(34)
Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang
dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya tidak baik. Kinerja keuangan
adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan.
Disamping dana bagi hasil pajak dan bukan pajak juga menjadi sumber
pendanaan yang harus mendapat perhatian khusus karena dana tersebut
berasal dari potensi-potensi yang berasal dari daerah.Hasil Pajak dan Bukan
Pajak dan Dana Alokasi Khusus belum diketahui angkanya secara pasti
kondisi ini berdampak terhadap kurangnya akuratnya perkiraan penerimaan
yang menyebabkan tingginya angka SiL/KPA dari tahun ke tahun.
Faktor – faktor penyebab timbulnya SiLKPA
Hubungan pendapatan dan belanja daerah
(35)
F.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah tentang hubungan PAD dan belanja daerah
terhadap
SiLKPA , maka hipotesis korelasi sebagai berikut :
1.
Diduga Pendapatan Asli Daerah mempunyai hubungan korelasi signifikan
terhadap SiLKPA .
2.
Diduga Belanja Daerah mempunyai hubungan korelasi signifikan terhadap
SiLKPA.
G.
Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam menyusun penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I
: Pendahuluan
Bab ini merupakan bagian dari pendahuluan yang berisis mengenai latar
belakang yang mendasari pemilihan masalah adalah penelitian ini, rumusan
masalah, tujuan penelitia, uji hipotesis, dan sistematika penulisan.
BAB II
: Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi
penelitian ini.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenaivariabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian , dan definisi operasional, jenis serta sumber data, metode
pengumpulan serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian.
(36)
BAB IV: Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai uraian tentang gambaran umum objek
penelitian.Bagian pembahasan menerangkan interpretasi dan pembahasan
hasil penelitian secara komprehensif.
BAB V
: Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan yang
diperoleh dari hasil pembahasan di bab IV.
(37)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi
maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,
maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik.Apabila pencapaian
melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat
bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau
kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja keuangan
adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan.
Pengertian kinerja seperti yang dikemukakan oleh Bastian (2001) adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan
misi organisasi terutang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi.
Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang
dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu, sedangkan menurut
Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
kinerja adalah
(38)
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi.
Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja di
masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi
keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang
akan berlanjut Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan adalah usaha
mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang
tersedia.
Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa
ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio efisiensi, rasio
pertumbuhan, dan rasio keserasian.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio
keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya
Halim(2007).
Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan
secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat
komersial,sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah
masih sangaterbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan
keuangan daerahyang transparan, jujur,
(39)
demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka analisis rasio keuangan
terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan Mardiasmo( 2002).
Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur
akuntabilitas pemerintah daerah Halim(2007) yaitu rasio kemandirian, rasio
efektivitas, rasio efisiensi keuangan daerah.
1.
Rasio kemandirian keuangan daerah
Menurut Suyana Utama (2008), rasio kemandirian keuangan daerah
menunjukkan kemampuanpemerintah daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan,pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
Rasio kemandiriandihitung dengan membagi total PAD dengan total belanja
daerah dalam satuan persen . Semakin tinggi rasio ini berarti tingkat
ketergantungan daerahterhadap bantuan pihak pemerintah pusat dan provinsi
semakin rendah,demikian pula sebaliknya. Rasio ini juga menggambarkan
tingkatpartisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi
rasioini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar
pajakdan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.Secara
sederhana rasio kemandirian dapat diformulasikan sebagai berikut
Mahsun(2006) :
Pendapatan Asli Daerah
Rasio Kemandirian = --- x 100%
Total Belanja Daerah
Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkatkemandirian dan
kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalammatriks seperti tampak
pada Tabel berikut ini Mahsun (2006).
(40)
Tabel 4.Tabel Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan
KemampuanKeuangan Daerah
Kemampuan Keuangan
Rasio Kemandirian (%)
Pola Hubunggan
Rendah Sekali
0
–
25
Instruktif
Rendah
> 25
–
50
Konsultatif
Sedang
> 50
–
75
Partisipatif
Tinggi
> 75
–
100
Delegatif
Sumber : Mahsun Moh(2006)
2.
Rasio efektivitas keuangan daerah
Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilansuatu operasi
pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektifjika kegiatan
tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuanmenyediakan
pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telahditetapkan
sebelumnya. Rasio efektivitas merupakan tingkat pencapaianpelaksanaan
suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintahdaerah yang diukur
dengan membandingkan realisasi pendapatan dengananggaran pendapatan,
dalam satuan persen Suyana Utama, (2008).Rasio efektivitas diukur dengan :
Suyana Utama (2008):
Realisasi Pendapatan
Rasio Efektivitas = --- x 100%
Anggaran Pendapatan
Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagaimana tersebutdiatas,
diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan Mahsun (2006).
(41)
Tabel 5. Tabel Efektivitas Keuangan Daerah
Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
dan Kemampuan Keuangan
Rasio Efektivitas (%)
Sangat Efektif
>100
Efektif
>90
–
100
Cukup Efektif
>80
–
90
Kurang Efektif
>60
–
80
Tidak Efektif
≤60
Sumber : Mahsun Moh(2006).
3.
Rasio efisiensi keuangan daerah
Rasio efisiensi merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah daerah yang diukur
dengan membandingkan realisasi belanja dengan anggaran belanja yang telah
ditetapkan, dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:30). Semakin kecil
rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Pada sektor
pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dan
pengorbanan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan
secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil
(
output
) dengan biaya (
input
) yang terendah atau dengan biaya minimal
diperoleh hasil yang diinginkan Mahsun (2006).
Rasio efisiensi diukur dengan (Suyana Utama, 2008: 33) :
Realisasi Belanja Daerah
Rasio Efisiensi = --- x 100%
Anggaran Belanja Daerah
(42)
Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi belanja dan
anggaran belanja daerah dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut,
maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan Mahsun (2006).
Tabel 6.Tabel Efisiensi Keuangan Daerah
Efisiensi Keuangan Daerah Otonom
dan Kemampuan Keuangan
Rasio Efisiensi (%)
Sangat Efisien
≤60
Efisien
>60
–
80
Cukup Efisien
>80
–
90
Kurang Efisien
>90
–
100
Tidak Efisien
≥100
Sumber: Mahsun (2006).
B.
Pengelolaan Keuangan Daerah
Keuangan Daerah haruslah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat. Sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara
mendasar berubah sejak kehadiran peraturan perundang-undangan tentang
perimbangan keuangan pusat- daerah. Selain memperoleh anggaran yang
lebih besar, pemerintah daerah diberi kebebasan untuk menggunakannya
berdasarkan pedoman umum yang diatur di dalam peraturan
perundang-undangan.Pemberian anggaran yang lebih besar kepada pemerintah daerah
tersebut harus diimbangi dengan pembaharuan manajemen
keuangannya.Pemerintah daerahtidak hanya dituntut
mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran melainkan juga
akuntabilitasnya.
(43)
Berkaitan dengan manajemen keuangan daerah, Tadao Chino (1999)
mengemukakan bahwa diantara berbagai pengembangan area sektor
pemerintah, penguatan manajemen keuangan khususnya manajemen
pengeluaran publik merupakan sesuatu yang utama. Tantangannya adalah
meningkatkan disiplin fiskal, membawa sumber-sumber alokasi pada jalur
skala prioritas pembangunan, menciptakan dan mendorong lingkungan yang
kondusif bagi manajer keuangan publik serta melindungi proses-proses yang
sedang berjalan.
Berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, dalam Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 ditegaskan bahwa pendanaan penyelenggaraan
pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah
tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang
pemerintahan, diatur sebagai berikut:
a.
Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dalam
rangka desentralisasi dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
b.
Penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung
jawab Pemerintah Pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan
kepada Gubemur atau ditugaskan kepada Pemenntah Daerah danatau
Desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan.
Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan
daerah itu sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas (1999 )
adalah sebagai berikut:
(44)
1.
Tanggung jawab
{accountability).
Pemerintah daerah dalam
mempertanggung jawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang
yang berkepentingan sah, lembaga atau orang itu adalah Pemerintah
Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.
2.
Mampu memenuhikewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata
dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua
kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang
maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan.
3.
Kejujuran. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada
prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan
dapat dipercaya.
4.
Hasil guna
(effectiveness)
dan dayaguna
(efficiency).
Menempakan tata
cara mengurus keuangan daerahharus sedemikian rupa sehingga
memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang
serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
5.
Pengendalian aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas
pengawasan harus melakukanpengendalian agar semua tujuan tersebut
dapat tercapai.
(45)
C.
Sistem Keuangan Daerah
Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut yang dimaksud
daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Karena
pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan
daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut
menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit.Hal itu harus diikuti dengan adanya
suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya.Pengelolaan
keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem
pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan
keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah.
(46)
D.
Dasar Hukum keuangan daerah
Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang.
Lebih lanjut pada pasal 18 A dijelaskan bahwa hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Berkenaan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di atas
setidaknya terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
menjelaskan lebih lanjut adapun . Peraturan tersebut antara lain :
UU No 17 tahun 2003 tetang Keuangan Negara
UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung jawab
pengelolaan Keuangan Negara
UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional
UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
Undang-undang tersebut diatas menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah.
Peraturan perundang-undangan diatas terbit atas dasar pemikiran adanya
(47)
keinginanuntuk mengelola keuangan negara dan daerah secara efektif dan
efisien.Ide dasartersebut kemudian mengilhami suatu pelaksanaan tata kelola
pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama, yaitu transparansi,
akuntabilhas, dan partisipatif.Banyaknya Undang-Undang yang menjadi
acuan dalam pengelolaan anggaran mengakibatkan perlunya akomodasi yang
baik dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan dibawahnya yang berwujud
peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang berwujud peraturan
pemerintah tersebut harus
komprehensif
dan terpadu (
omnibus regulation
) dari
berbagai undang-undang tersebut diatas.
Hal ini bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaanya dan tidak
menimbulkan multi tafsir dalam penerapanya.Peraturan tersebut memuat
berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan
dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Beberapa permasalahan yang
dipandang perlu diatur secara khusus diatur dalam Peraturan menteri Dalam
Negeri terpisah. Beberapa contoh Permendagriyang mengatur masalah
pengelolaan keuangan daerah secara khusus antara lain :
Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan prasarana
kerja pemerintahan daerah permendagri No 11 tahun 2007.
Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan
Rancangan Peraturan Kepala daerah tentang Penjabaran Angaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(48)
Barang Milik Daerah.
Permendagri NO 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan
KeuanganBadan Layanan Uraian Daerah.
E.
Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban
daerah, penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan
kekayaan pihak lain yang dikuasai daerahsecara lebih rinci dapat dijelaskan
bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi hal-hal dibawah ini:
Hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
Kewajiban daerahuntuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
daerah danmembayar tagihan pihak ketiga;
Penerimaan daerah. Adalah keseluruhanuang yang masuk ke kas daerah.
Pengertianini harus dibedakan dengan pengeitian pendapatan daerah
karena tidak semua penerimaan merupakan pendapatan daerah. Yang
dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih;
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali
istilah pengeluaran daerah tertukar dengan belanja daerah. Yang
dimaksud dengan belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah
yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
(49)
Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
daerah;
Kekayaan pihak pun yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan
umum. UU keuangan Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
kekayaan pihak lain adaiah meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang
atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
F.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
1.
Pengertian APBD
Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana disatu sisi
menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain
menggambarkan penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah
dianggarkan.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No 2 paragraf 8
AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Mursyidi (2009).
(50)
APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh rencana
penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan
pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan demikian APBD
dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam
membiayaidan mengelola penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan
pembangunan di daerah masing-masing pada satu tahun anggaran Moito
dalam Kifliansyah (2009).
Berdasarkan pasal 64 ayat 2 Undang-undanga nomor 5 tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah, maka pada orde baru APBD dapat
didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan Pemda dimana pada satu
pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna
membiayai
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran
tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber
penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud
Mamesa (2005).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir
8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran
Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.Penerimaan dan pengeluaran
daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi.Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan
pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat
(51)
dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah
dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam
tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan
untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun
anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari
dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehinggapengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat
dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan
pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input
yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk
setiap sumber pendapatan.Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah
anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja
yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan.Penganggaran pengeluaran harus didukung
(52)
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup.Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat yang memegang
peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab.Dengan demikian maka APBD harus
benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan
potensi dan keanekaragaman daerah.Atas dasar tersebut, penyusunan APBD
hendaknya mengacu pada norma-norma dan prinsip anggaran sebagai berikut
Nirzawan (2001).
2.
Struktur APBD
Adapun Struktur APBD berdasarkan Kepmendagri nomor 13 tahun 2006
terdiri dari 3 bagian yaitu:
1) Pendapatan Daerah,
2) Belanja Daerah
3) Pembiayaan.
Selisih antara Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dapat mengakibatkan
terjadinya surplus atau defisit anggaran.Surplus anggaran terjadi apabila
anggaran pendapatan dan belanja daerah lebih besar dari anggaran belanja
daerah.Sedangkan
(53)
defisit anggaran terajdi apabila anggaran pendapatan dan belanja daerah
lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Surplus dan defisit merupakan unsur
dari pembiayaan . Mamesa (2005)
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas
Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh
Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:
a)
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam
membiayai kegiatannya. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
1. Pajak daerah Pungutan yang dilakukan Pemerintah Daerah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku. Pajak daerah ini dapat dibedakan dalam
dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh peraturan daerah dan
pajak negara yang pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan kepada
daerah.
2. Retribusi daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
(54)
dan/atau diberikan oleha pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan Simanjuntak (2009).
3. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Adalah penerimaan
yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air
Minum, bagian laba lembaga keuangaan bank, bagian laba lembaga keuangan
non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya dan bagia laba atas
penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Meliputi hasil penjualan
kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga
dan komisi, potong ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
b) Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah,
dana perimbangan terdiri dari:
1.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai
(55)
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi
Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
2. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan
Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
3. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
c) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-lain pendapatan yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain
PAD dan dana perimbangan yang meliputi:
1.
Hibah Tidak Mengikat Hibah tidak mengikat diartikan bahwa pemberian
hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan
daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hibah berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga,organisasi swasta dalam
negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang
tidak mengikat.
(56)
2. Dana Darurat Dari Pemerintah Dana Darurat adalah dana yang berasal dari
APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana
nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Dana darurat
dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan
akibat bencana alam. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang
berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh
bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD.
3. Dana Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi Ke Kabupaten Atau Kota
Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi
kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah
desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah
daerah lainnya .
4. Dana Penyesuaian Dan Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian dan
Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam
undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi
Provinsi Papua, dan penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang
menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
(57)
5. Bantuan Keuangan Dari Propinsi Atau Dari Pemerintah Daerah Lainnya.
Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dapat
menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan
kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi
kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah
yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan
masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan
bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk
mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain
variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan
sesuai dengan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan
bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh
pemberi bantuan .
2. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
(58)
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah , menurut Halim (2007). Belanja Daerah dibagi atas dua yaitu: 1. Belanja tidak langsung
Belanja tidak langsung adalah belanja yang penganggarannya tidak dipengaruhi
secara langsung oleh adanya usulan program atau kegiatan. Belanja tidak
langsung merupakan belanja yang dianggarakan setiap bulan dalam satu
tahun anggaran sebagai konsekuensi dari kewajiban pemerintah daerah
secara periodik kepada pegawai yan bersifat tetap dan atau kewajiban
untuk pengeluaran belanja lainnya yang umumnya diperlukan secara
periodik menurut Halim (2007).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Kelompok belanja tidak langsung terdiri dari:
a. Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan
tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai
negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
b.
Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.(59)
c.
Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi dianggarkan sesuai dengan keperluanperusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturanpelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala daerah.d. Belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus
menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
dalam naskah perjanjian hibah daerah.
e. Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam
bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak
secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan
memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.
f. Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang
bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau
pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan
pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
g. Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan
yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari
(60)
pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah
lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan
penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang
bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh
pemerintah daerah pemberi bantuan.
h. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya
tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam dan
bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah
ditutup.
2. Belanja langsung
Belanja langsung adalah belanja yang penganggarannya dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program atau kegiatan ,menurut Halim
(2007). Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat
dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari:
(61)
a. Belanja pegawai, untuk pengeluaran honorarium atau upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
b. Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua
belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor,
cetak/penggandaan, sewa
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas
dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu,
perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
c
. Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangkapembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset. Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh setiap aset yang dianggarkan
pada belanja modal dianggarkan
pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa. Dalam Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 pasal 6 ayat 2, format
(62)
(APBD) meliputi: belanja administrasi umum, belanja operasi dan
pemeliharaan serta belanja modal.
a. Belanja Administrasi Umum
Belanja administrasi umum adalah belanja tidak langsung yang
dialokasikan pada kegiatan non investasi dan tidak menambah aset daerah.
b. Belanja Operasional dan Pemeliharaan Belanja operasional dan
pemeliharaan adalah belanja langsung yang dialokasikan pada kegiatan
non investasi dan tidak menambah aset daerah.
c. Belanja Modal
Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai investasi dan menambah aset daerah/modal daerah yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, yang mengarah pada perbaikan pelayanan masyarakat.
3. Pembiayaan daerah
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun1 anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran
berikutnya , menurut Halim(2007) pembiayaan daerah tersebut terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
1.
Penerimaan Pembiayaan
a. Sisa lebih perhitungan anggaran TA sebelumnya (SiLPA) Sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup
pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana
(63)
sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja,
kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum
terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
b. Pencairan Dana Cadangan Pencairan dana digunakan untuk
menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang
dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam
peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
c.Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan digunakan antara lain untuk
menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan
penjualan aset milik pemerintahdaerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.
d. Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan pinjaman daerah digunakan
untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan
atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun
anggaran berkenaan.
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman. Penerimaan kembali pemberian
digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman
yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah
lainnya.
(1)
V. SIMPULAN& SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil Analisis menunjukan secara keseluruhan faktor yang menjadi penyebab timbulnya SiLPA atau SiKPA yaitu tidak mampu menyesuaikan antara target dan realisasi pendapatan dan belanja daerah , hal ini sangatlah tidak mudah untuk dilakukan , dikarenakan pembangunan daerah yang meningkat setiap tahunnya guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan , sehingga terjadinya ketidakefisiensinya anggaran . Dan kota Bandarlampung termasuk dalam daerah yang masih rendah dalam kemandirian daerahnya , peran pemerintah pusat masih dibutuhkan.
2. Hasil analisis menunjukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya SiLPA atau SiKPA dalam APBD kota Bandarlampung dalam kurun waktu 2008 sampai 2013 adalah ; realisasi pendapatan daerah yang kurang, Realisasi belanja daerah yang melebihi target ,dan Realisasi belanja daerah kurang dari yang ditargetkan.
(2)
3. Hasil analisis ini menunjukan bahwa dari hasil perhitungan menggunakan analisis korelasi Karls pearson , mendapatkan r sebesar 0,5 untuk
hubungan variable X1(Pendapatan) dan Y (SiLKPA) yang berarti korelasi
linier positif dan berkorelasi sedang.
4. Hasil analisis menunjukan bahwa dari hasil perhitungan menggunakan analisis korelasi Karls pearson , mendapatkan r sebesar 0,257 yang artinya korelasi linear positif untuk variableX2 (Belanja Daerah ) dan Y
(SiLKPA). Memiliki hubungan korelasi lemah.
5. Hasil analisis menunjukan bahwa pada kinerja keuangan daerah kota Bandarlampung selama tahun 2008 sampai tahu 2013 , rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah adalah 18% pertahun , memiliki rasio kemandirian 92,70%,rasio efektivitas 109,38%, rasio efisiensi 105,83%.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dengan mengacu hasil analisis, penulis mengemukakan sejumlah saran , yakni ;
1. Sebaiknya sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dapat diminimalisir dengan menaikkan belanja daerah baik anggaran untuk belanja modal, belanja pegawai maupun belanja barang dan jasa.
2. Sebagai bentuk pengendalian, penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus sering dimonitor, yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang
(3)
dicapai. Untuk itu diperlukan analisis varians (selisih) agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya SiLPA ataupun SiKPA dan tindakan antisipasi ke depan.
3. Proporsi alokasi anggaran untuk belanja publik dalam APBD perlu lebih ditingkatkan dan diupayakan agar jumlahnya signifikan dengan pos-pos, belanja daerah lainnya, dalam upaya meningkatkan akuntabilitas dan pelayanan publik secara maksimal sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan lagi.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto . 2006. Statistika Ekonomi . Salemba Empat . Jakarta Bastian, Indra. 2001. Sistem Akuntansi . Salemba empat . Jakarta.
Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik . Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Devas Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly. 1999, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri Maris) UI – Press,
Jakarta.
Dombush dan Fisher, 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Edgar M.Hoover, 1975.Regional Economics. Terjemahan. Erlangga. Jakarta. Firman, T. 1985. Regional In equities dan Pengembangan Wilayah. ITB Bandung.
Friedman, I & W. Alonso. 1985. Regional Development and Planning. MIT Press Massachusset.
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paul Sihotang. LPFE-UI. Jakarta.
Habibi, 1986, Pemikiran dan Arah Kebijakan Pembangunan Seminar Nasional. Unpad. Bandung.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.
Halim, Abdul .2008. Akuntansi Keuangan Daerah . PT Raja Grafindo .Jakarta Hamzah, Ardi, 2007. analisa kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi,
pengangguran dan kemiskinan : pendekatan analisis jalur (studi pada 29 kabupaten dan 9 kota di provinsi Jawa Timur. Simposium Nasional Akuntansi X.
Isard, W. 1960. Methods of Regional Analysis an Introduction to Regional ScienceMIT Press. Massachusset.
(5)
Jhingan, M.L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Diterjemahkan oleh D. Guritno. Rajawali Press. Jakarta.
Kadariah.1985. Ekonomi Perencanaan, LPFE-UI, Jakarta.
Kamaluddin, Rustian. 1987. Pengantar Ekonomi Pembangunan dilengkapi dengan
Analisis Beberapa Aspek Kebijakan Pembangunan Nasional. LPFE-UI, Jakarta.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996.Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Seminar Nasional. LP FE-UI. Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad .2000. Ekonomi Pembangunan. UPP YKPN. Yogyakarta. Mahsun, Mohamad. 2006, dalam Suyana, Utama M. 2007. Pengaruh Kinerja
Keuangan Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2001 – 2006. Studi Kasus Pada 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. (tidak dipublikasikan).
Mamesa. 2005. Analisis Kinerja Keuangan daerah .Universitas Muhammadiah. Malang.
Mangkusobroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. LP FE-UI. Jakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mursidi . 2009 . Akuntansi Pemerintahan Di Indonesia. Refika Aditama . Jakarta. Moito . 2009. Studi Pembangunan . Gramedia Buku Utama. Jakarta.
Musgrave dan Richard, A. 1989.Keuangan Negara, Teori dan Praktek. LP FE-UI. Jakarta.
Nirzawan . 2001 . Ekonomi Daerah . Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.
Nizfiannor,Moh. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial . Salemba Humanika. Jakarta
Richardison, H.W. 1991. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan Paul Sihotang. LPFE-UI. Jakarta.
Sagir, Soeharsono.1982.Kerangka Kebijaksanaan perluasan Kesempatan Kerja Dalam Dasa Warsa 1983-1993. editor Hendra Esmara. LP FE UI. Jakarta.
Sahara, 1999. Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Perekonomian Daerah. Khususnya Ibukota Jakarta. IPB.Bogor.
(6)
Sugiono. 2012 . Metode Untuk Penelitian . Alfabeta. Bandung
Soemitro Djoyohadikusumo,1994.Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.
Soepono, P. 1993. Analisis Shift Share Perkembangan dan Penerapan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBI) No. I Tahun III.
Soelistyo, 1986. Ekonomi Makro, Analisa Pendapatan Nasional. LP3ES,Jakarta. Sofian, Efendi . 2010. Metode Penelitian Survei. IKAPI. Jakarta
Sukirno, 2004, Ekonomi Pembangunan. Penerbit LP FE-UI, Jakarta.
Syahroni, 1998. Studi Identifikasi Sektor ekonomi Potensial Bagi Pengembangan Wilayah Jawa Barat. Pasca Sarjana ITB.Bandung.
Tadao, Chino . 1999. Asian Development Bank. Salemba Empat. Jakarta Tarigan, R. 2000. Analisa Wilayah untuk Perencanaan Draft ke IX.Medan.
Tjiptoherijanto, Prijono. 1989. Keseimbangan Penduduk, Manajemen Sumber Daya
Manusia dan Pembangunan Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Todaro, M.P. 1997. Pembangunan ekonomi di Dunia Ketiga edisi Keenam. Alih Bahasa oleh Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Utama, Suryana . 2008. Sistem Sosial Neraca Ekonomi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3995/1/08E00460.pdf?origin=publicati on_detail
https://kuliahekonomimodern.wordpress.com/2013/03/09/defisit-anggaran-mengapa-kalau-semakin-membesar/
https://drummerfan.wordpress.com/2010/01/18/pembiayaan-defisit-anggaran/ file:///C:/Users/M21/Downloads/S2-2015-355141-chapter5.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16787/4/Chapter%20II.pdf