PENGARUH PENAMBAHAN GLUKOMANAN KOMERSIAL TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BASAH YANG DISUBSTITUSIKAN DENGAN TEPUNG CASSAVA

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GLUCOMANNAN COMMERCIAL ADDITION TOWARD THE ORGANOLEPTIC CHARACTERISTICS OF WET NOODLES SUBSTITUTED

BY CASSAVA FLOUR

By

Fillia Zuraida

Glukomannan are polysaccharide compounds which are widely used as materials food for gel maker and coagulated food as well as dietary fiber which helps to overcome constipation. Addition of glucomannan as a food ingredient manufacture is worth considered to improve such food products. One product that can be created with the addition of glucomannan is a wet noodle. Wet Noodle is a food product made from wheat with or without the addition of other food ingredients and food additives are permitted, typically shaped noodle that is not dried. This research aimed to get the amount of substitution of cassava flour and glucomannan which can produce wet noodle with the best organoleptic quality.

This research is divided into two steps. First step is a preliminary research and the second step is primary research. Preliminary studies are arranged in Completely Randomized Design (CRD) with 2 replicates. The treatments were five formulas of wheat flour that are substituted with cassava flour in a row that is 100%:0% (TC1), 80%:20% (TC2), 60%:40% (TC3), 40%:60% (TC4), and 20%:80% (TC5). The result data of the research were analyzed with ANOVA to get a variety of error estimators. Then the data obtained were tested in common manifold with Barlett test and the addition of data were tested with Tuckey and significance test to determine whether there is a difference between treatment with Least Significant Difference test (LSD). All tests are carried out at level 1% and 5%. The main research was arranged in Completely Randomized Design (CRD) with 2 replicates. Treatment of 7


(2)

formulas best organoleptic test results of preliminary research and glukomannan respectively were 0% (F1), 0.5% (F2), 1% (F3), 1.5% (F4), 2% (F5) , 2.5% (F6), and 3% (F7). Data were analyzed with ANOVA for a variety of error estimators. Then the data obtained were tested in common manifold with Barlett test and tested with the addition of data were tested with Tuckey and significance test to determine whether there is a difference between treatment with Least Significant Difference test (LSD). All tests are carried out at level 1% and 5%.

The results of research showed that wet noodle with formulations of cassava flour that were substituted with wheat flour by 20% (TC2) is a wet noodle of the most preferred. The treatment is to produce wet noodle with a rating panelists include taste with the highest score is 3.40 with the criterion of sufficient acceptable, suppleness with the highest score of 3.57 with the criterion of sufficient chewy, and overall acceptance by the highest value of 3.35 with the criterion rather liked. The result of organoleptic assessment toward the wet noodle formulation with the addition of glucomannan did not show differences between the treatments.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN GLUKOMANAN KOMERSIAL TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK MIE BASAH

YANG DISUBSTITUSIKAN DENGAN TEPUNG CASSAVA

Oleh

Fillia Zuraida

Glukomannan adalah senyawa polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuat gel dan pengental makanan serta sebagai dietary fiber yang membantu mengatasi konstipasi. Penambahan glukomanan sebagai bahan pembuatan makanan layak dipertimbangkan untuk meningkatkan produk makanan tersebut. Salah satu produk yang dapat dibuat dengan penambahan glukomanan adalah mie basah. Mie basah adalah produk makanan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jumlah substitusi tepung cassava dan glukomanan yang dapat menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu penelitian pendahuluan dan tahap kedua yaitu penelitian utama. Penelitian pendahuluan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Perlakuan berupa 5 formula tepung terigu yang disubstitusikan dengan tepung singkong berturut-turut yaitu 100%:0% (TC1), 80%:20% (TC2), 60%:40% (TC3), 40%:60% (TC4), dan 20%:80% (TC5). Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat. Kemudian data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Semua pengujian dilakukan pada taraf 1% dan 5%. Penelitian utama disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan.


(4)

Perlakuan berupa 7 formula hasil uji organoleptik terbaik dari penelitian pendahuluan dan glukomannan berturut-turut yaitu 0% (F1), 0,5% (F2), 1% (F3), 1,5% (F4), 2% (F5), 2,5% (F6), dan 3% (F7). Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat. Kemudian data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Semua pengujian dilakukan pada taraf 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mie basah dengan formulasi tepung cassava yang disubstitusikan dengan tepung terigu sebesar 20% (TC2) adalah mie basah yang paling disukai. Perlakuan tersebut menghasilkan mie basah dengan penilaian panelis meliputi rasa dengan nilai tertinggi yaitu 3,40 dengan kriteria agak diterima, kekenyalan dengan nilai tertinggi yaitu 3,57 dengan kriteria agak kenyal, dan penerimaan keseluruhan dengan nilai tertinggi yaitu 3,35 dengan kriteria agak suka. Hasil penilaian organoleptik terhadap formulasi mie basah dengan penambahan glukomanan tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan.


(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil uji organoleptik bahwa perlakuan tepung terigu yang dsubstitusi dengan tepung cassava dengan perbandingan 80:20 (TC2) menghasilkan mie basah dengan sifat organoleptik terbaik.

2. Pada semua perlakuan, penambahan glukomannan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji organoleptik.

B. Saran

1. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan tepung lain selain tepung cassava sebagai pensubstitusi mie basah.

2. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan glukomanan konjak komersial dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke dalam mie basah.


(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mie merupakan salah satu bentuk pangan yang sudah cukup populer dan banyak dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Tingginya konsumsi mie ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah bila ditinjau dari nilai gizinya mie memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan nasi putih. Sehingga mie sering digunakan untuk mengganti nasi, makanan tambahan ataupun sebagai cadangan pangan darurat (Astawan, 2005).

Mie yang beredar di Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering, dan mie instan. Banyak makanan daerah di Indonesia yang menggunakan bahan baku mie, seperti soto mie (Bogor), taoge goreng (Jawa Barat), mie celor (Palembang), dan mie juhi (Bogor). Jenis makanan lain yang terbuat dari mie, seperti mie goreng, mie pangsit, mie ayam, ifu mi, dan lomi (Astawan, 2005). Khusus mie basah, banyak digunakan pada berbagai produk makanan seperti mie bakso, mie ayam, mie goreng, soto mie, dan lain-lain yang digemari oleh berbagai lapisan masyarakat (Imansyah, 2006).

Glukomanan adalah senyawa polisakarida yang mudah larut dalam air. Tepung glukomanan dapat dimanfaatkan baik untuk bahan baku industri pangan maupun untuk industri non pangan. Glukomanan mempunyai beberapa sifat fisik, antara lain daya kembang glucomannan di dalam air dapat mencapai 138-200 persen yang terjadi secara cepat (Boelhasrin et al., 1970). Glukomanan juga memiliki beberapa manfaat, antara lain sebagai suplemen untuk tindakan medis bagi penderita obesitas, kolesterol tinggi, diabetes, dan konstipasi (Husniati, dkk, 2009).


(7)

Penelitian ini mengkaji pengaruh penilaian organoleptik terhadap penambahan glukomanan konjak komersial dalam pembuatan mie basah yang disubstitusikan dengan tepung cassava. Penambahan tepung cassava dalam pembuatan mie basah menyebabkan mie sulit terbentuk karena tepung cassava tidak mempunyai kandungan gluten. Tepung terigu mengandung protein yang berfungsi sangat prinsip yaitu gluten. Gluten mempunyai sifat penting, ketika ditambahkan air dan dikenai gaya mekanis akan membentuk adonan yang elastis. Adonan dapat membentuk gelembung akibat pengembangan gas. Kemudian apabila gluten dipanaskan, gluten akan terkoagulasi dan membentuk struktur yang semirigid. Gluten mengandung protein yang khas yaitu gliadin dan glutenin. Fraksi gliadin terhidrasi bersifat kental (viskos), tetapi fraksi glutenin memperlihatkan kohevisitas dan elastisitas tinggi yang merupakan faktor utama yang berperan dalam kekuatan adonan (Gracia et al., 2009, dalam Kurniasih, 2008). Penambahan glukomanan dalam penelitian ini diharapkan mampu mengikat adonan sehingga adonan lebih mudah dibentuk dengan sifat organoleptik yang disukai.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah berapa jumlah substitusi tepung cassava dan glukomanan yang tepat sehingga dapat membentuk mie basah dengan sifat organoleptik yang disukai.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. memperoleh jumlah substitusi tepung cassava yang dapat menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.

2. memperoleh jumlah penambahan glukomanan terbaik yang dapat menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.


(8)

Menurut Azman (1999, dalam Baliara, 2005) singkong di samping sebagai sumber karbohidrat juga memiliki rasa netral. Oleh karena itu tepung singkong dapat dipakai sebagai bahan substitusi terigu dalam pembuatan produk pangan. Produk dari tepung singkong ini digunakan untuk industri roti, mie, dan produk-produk makanan lainnya dan menjadi produk pangan alternatif paling luas. Penelitian yang dilakukan Niba (2001) menyimpulkan bahwa total serat pangan tepung singkong sebesar 3,00 6,62 g/100 g. Serat ini mempunyai efek yang menguntungkan bagi tubuh manusia dan sangat dianjurkan untuk kelancaran fungsi pencernaan.

Mie basah merupakan jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Mie basah di Indonesia dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso. Mie basah memiliki cita rasa yang khas dan penyajiannya dapat dicampurkan dengan makanan lain sehingga mie basah banyak disukai orang (Desriani, 2003).

Menurut Dekker (1979, dalam Lubis, dkk, 2000), glukomanan bisa berkhasiat dalam kesehatan karena berperan sebagai dietary fiber yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dapat mengganti sel-sel tubuh yang rusak, membersihkan dan mempercepat kelancaran peredaran darah dan mengobati kencing manis.

Penelitian terhadap efek glukomanan terhadap kesehatan antara lain mendapatkan hasil bahwa glukomanan merupakan tambahan makanan yang efektif menurunkan kadar kolesterol (Arvil and Bodin, 1995), memiliki manfaat dalam perawatan sembelit anak-anak (Baucke, et al, 2004), glukomanan serta kombinasi dengan sterol tanaman memperbaiki konsentrasi plasma kolesterol LDL (Yoshida, et al, 2005), makanan yang tinggi kandungan glukomanan memperbaiki kontrol glisemik dan profil lemak (Vuksan,et al, 2000), penurunan berat badan dengan konsumsi glukomanan (Vita,et al,1992).


(9)

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. terdapat jumlah substitusi tepung cassava yang tepat sehingga akan menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.

2. terdapat jumlah penambahan glukomanan komersial yang tepat sehingga akan menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.


(1)

Perlakuan berupa 7 formula hasil uji organoleptik terbaik dari penelitian pendahuluan dan glukomannan berturut-turut yaitu 0% (F1), 0,5% (F2), 1% (F3), 1,5% (F4), 2% (F5), 2,5% (F6), dan 3% (F7). Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat. Kemudian data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Semua pengujian dilakukan pada taraf 1% dan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mie basah dengan formulasi tepung cassava yang disubstitusikan dengan tepung terigu sebesar 20% (TC2) adalah mie basah yang paling disukai. Perlakuan tersebut menghasilkan mie basah dengan penilaian panelis meliputi rasa dengan nilai tertinggi yaitu 3,40 dengan kriteria agak diterima, kekenyalan dengan nilai tertinggi yaitu 3,57 dengan kriteria agak kenyal, dan penerimaan keseluruhan dengan nilai tertinggi yaitu 3,35 dengan kriteria agak suka. Hasil penilaian organoleptik terhadap formulasi mie basah dengan penambahan glukomanan tidak menunjukkan perbedaan antar perlakuan.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil uji organoleptik bahwa perlakuan tepung terigu yang dsubstitusi dengan tepung cassava dengan perbandingan 80:20 (TC2) menghasilkan mie basah dengan sifat organoleptik terbaik.

2. Pada semua perlakuan, penambahan glukomannan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap uji organoleptik.

B. Saran

1. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan tepung lain selain tepung cassava sebagai pensubstitusi mie basah.

2. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan glukomanan konjak komersial dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke dalam mie basah.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mie merupakan salah satu bentuk pangan yang sudah cukup populer dan banyak dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Tingginya konsumsi mie ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah bila ditinjau dari nilai gizinya mie memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan nasi putih. Sehingga mie sering digunakan untuk mengganti nasi, makanan tambahan ataupun sebagai cadangan pangan darurat (Astawan, 2005).

Mie yang beredar di Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering, dan mie instan. Banyak makanan daerah di Indonesia yang menggunakan bahan baku mie, seperti soto mie (Bogor), taoge goreng (Jawa Barat), mie celor (Palembang), dan mie juhi (Bogor). Jenis makanan lain yang terbuat dari mie, seperti mie goreng, mie pangsit, mie ayam, ifu mi, dan lomi (Astawan, 2005). Khusus mie basah, banyak digunakan pada berbagai produk makanan seperti mie bakso, mie ayam, mie goreng, soto mie, dan lain-lain yang digemari oleh berbagai lapisan masyarakat (Imansyah, 2006).

Glukomanan adalah senyawa polisakarida yang mudah larut dalam air. Tepung glukomanan dapat dimanfaatkan baik untuk bahan baku industri pangan maupun untuk industri non pangan. Glukomanan mempunyai beberapa sifat fisik, antara lain daya kembang glucomannan di dalam air dapat mencapai 138-200 persen yang terjadi secara cepat (Boelhasrin et al., 1970). Glukomanan juga memiliki beberapa manfaat, antara lain sebagai suplemen untuk tindakan medis bagi penderita obesitas, kolesterol tinggi, diabetes, dan konstipasi (Husniati, dkk, 2009).


(4)

Penelitian ini mengkaji pengaruh penilaian organoleptik terhadap penambahan glukomanan konjak komersial dalam pembuatan mie basah yang disubstitusikan dengan tepung cassava. Penambahan tepung cassava dalam pembuatan mie basah menyebabkan mie sulit terbentuk karena tepung cassava tidak mempunyai kandungan gluten. Tepung terigu mengandung protein yang berfungsi sangat prinsip yaitu gluten. Gluten mempunyai sifat penting, ketika ditambahkan air dan dikenai gaya mekanis akan membentuk adonan yang elastis. Adonan dapat membentuk gelembung akibat pengembangan gas. Kemudian apabila gluten dipanaskan, gluten akan terkoagulasi dan membentuk struktur yang semirigid. Gluten mengandung protein yang khas yaitu gliadin dan glutenin. Fraksi gliadin terhidrasi bersifat kental (viskos), tetapi fraksi glutenin memperlihatkan kohevisitas dan elastisitas tinggi yang merupakan faktor utama yang berperan dalam kekuatan adonan (Gracia et al., 2009, dalam Kurniasih, 2008). Penambahan glukomanan dalam penelitian ini diharapkan mampu mengikat adonan sehingga adonan lebih mudah dibentuk dengan sifat organoleptik yang disukai.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah berapa jumlah substitusi tepung cassava dan glukomanan yang tepat sehingga dapat membentuk mie basah dengan sifat organoleptik yang disukai.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. memperoleh jumlah substitusi tepung cassava yang dapat menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.

2. memperoleh jumlah penambahan glukomanan terbaik yang dapat menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.


(5)

Menurut Azman (1999, dalam Baliara, 2005) singkong di samping sebagai sumber karbohidrat juga memiliki rasa netral. Oleh karena itu tepung singkong dapat dipakai sebagai bahan substitusi terigu dalam pembuatan produk pangan. Produk dari tepung singkong ini digunakan untuk industri roti, mie, dan produk-produk makanan lainnya dan menjadi produk pangan alternatif paling luas. Penelitian yang dilakukan Niba (2001) menyimpulkan bahwa total serat pangan tepung singkong sebesar 3,00 6,62 g/100 g. Serat ini mempunyai efek yang menguntungkan bagi tubuh manusia dan sangat dianjurkan untuk kelancaran fungsi pencernaan.

Mie basah merupakan jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Mie basah di Indonesia dikenal sebagai mie kuning atau mie bakso. Mie basah memiliki cita rasa yang khas dan penyajiannya dapat dicampurkan dengan makanan lain sehingga mie basah banyak disukai orang (Desriani, 2003).

Menurut Dekker (1979, dalam Lubis, dkk, 2000), glukomanan bisa berkhasiat dalam kesehatan karena berperan sebagai dietary fiber yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dapat mengganti sel-sel tubuh yang rusak, membersihkan dan mempercepat kelancaran peredaran darah dan mengobati kencing manis.

Penelitian terhadap efek glukomanan terhadap kesehatan antara lain mendapatkan hasil bahwa glukomanan merupakan tambahan makanan yang efektif menurunkan kadar kolesterol (Arvil and Bodin, 1995), memiliki manfaat dalam perawatan sembelit anak-anak (Baucke, et al, 2004), glukomanan serta kombinasi dengan sterol tanaman memperbaiki konsentrasi plasma kolesterol LDL (Yoshida, et al, 2005), makanan yang tinggi kandungan glukomanan memperbaiki kontrol glisemik dan profil lemak (Vuksan,et al, 2000), penurunan berat badan dengan konsumsi glukomanan (Vita,et al,1992).


(6)

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. terdapat jumlah substitusi tepung cassava yang tepat sehingga akan menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.

2. terdapat jumlah penambahan glukomanan komersial yang tepat sehingga akan menghasilkan mie basah dengan kualitas organoleptik terbaik.