7
dalam pembawa serta mengurangi jumlah pelarut yang digunakan dibandingkan dengan metode penguapan pelarut.
Verifikasi Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode analisis kurkumin dengan spektrofotometri UV-Visibel yang divalidasi oleh
Sharma
et al.
2012.
1. Linearitas
Pengukuran linearitas dilihat dengan koefisien korelasi r. Pengukuran dilakukan dengan membuat 14 seri konsentrasi baku kurkumin
dengan konsentrasi 0,01 µgmL; 0,02 µgmL; 0,04 µgmL; 0,09 µgmL; 0,17 µgmL; 0,22 µgmL; 0,43 µgmL; 0,53 µgmL; 1,07 µgmL; 2,15
µgmL; 3,23 µgmL; 4,31 µgmL; 5,38 µgmL; 6,46 µgmL. Hasil uji linearitas yang didapat r untuk kurkumin pada medium disolusi sebesar
0,998, hal tersebut telah memenuhi persyaratan AOAC 2002 tentang linearitas yang baik yaitu 0,99.
Gambar 1. Kurva korelasi konsentrasi dengan absorbansi n=3
y = 0.1307x + 0.0015 R² = 0.9963
r = 0,998 0.2
0.4 0.6
0.8 1
2 4
6 8
A bso
rba nsi
Konsentrasi µgmL Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi
8
2. Akurasi dan presisi
Pengukuran akurasi dapat dilihat dari kedekatan konsentrasi terukur dengan konsentrasi sebenarnya, sedangkan pengukuran presisi dapat dilihat
dari nilai
coefficient of variation
CV. Kedekatan konsentrasi dihitung dengan cara menghitung banyaknya analit yang didapatkan kembali setelah
9 kali pengukuran pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda, sedangkan presisi diukur dari analisis 9 kali pengukuran kadar dengan 3 konsentrasi
yang berbeda. Konsentrasi yang digunakan untuk mengukur akurasi dan presisi yaitu 0,54; 3,23 dan 5,38 µgmL.
Tabel I. Hasil Perhitungan Parameter Akurasi dan Presisi
Keterangan Konsentrasi
teoritis µgmL
Konsentrasi perhitungan
µgmL Perolehan
kembali CV
Rendah
Rep I 0,54
0,53 98,84
0,83 Rep II
0,54 0,54
100,26 Rep III
0,54 0,53
98,84
Sedang
Rep I 3,23
3,29 102,01
1,83 Rep II
3,23 3,35
103,67 Rep III
3,23 3,42
105,80
Tinggi
Rep I 5,38
5,58 103,71
2,42 Rep II
5,38 5,82
108,11 Rep III
5,38 5,83
108,26
Berdasar hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel I, dapat dilihat nilai perolehan kembali berada pada rentang 98,84-108,26. Hasil tersebut
masih memenuhi persyaratan yang diberikan oleh AOAC 2016 tentang perolehan kembali untuk sampel dengan konsentrasi 1 µgmL, yaitu 80-
110. Nilai CV yang didapat menunjukkan hasil sebesar 0,83-2,42. Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan dari AOAC 2016 tentang nilai CV
yaitu sebesar 11 untuk konsentrasi 1 µgmL. Setelah didapatkan nilai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
linearitas, akurasi dan presisi, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan valid dan dapat dipakai untuk penelitian ini.
Uji
Drug Load
Campuran Fisik dan Dispersi Padat
Pengujian
drug load
dilakukan untuk mengetahui kadar kurkuminoid sebenarnya pada rasio yang digunakan serta mengetahui kehilangan obat pada
proses pembuatan sistem. Hasil dari uji
drug load
dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Hasil Uji
Drug Load
Campuran Fisik CF dan Dispersi Padat DP
Sampel n=3
CF 1:2 CF 1:4
CF 1:9 DP 1:2
DP 1:4 DP 1:9
112,79 104,97
94,46 105,51
84,72 66,26
106,47 93,87
91,77 103,09
105,17 68,71
101,87 97,24
100,58 107,22
91,81 66,26
x̄ ± SD
107,01 ± 5,49
98,69 ± 5,69
95,60 ± 4,52
105,27 ± 2,08
93,90 ± 10,38
67,08 ± 1,41
CV 5,13
5,76 4,73
1,97 11,06
2,11
Tabel II menunjukkan nilai persen perolehan kembali
recovery
dari uji
drug load.
Nilai
recovery
yang diharapkan yaitu sebesar 100. Pada tabel terdapat ketidaksesuaian nilai
drug load
dengan
drug load
sebenarnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya kehilangan saat proses pembuatan sediaan. Selain
itu dapat dilihat bahwa rasio 1:9 lebih kecil dibandingkan dengan
drug load
lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan terjadinya ketidakstabilan pada kurkumin karena
pengaruh hidrolisis yang terjadi karena sediaan masih mengandung molekul air. Semakin tinggi PEG yang digunakan maka semakin mudah sediaan menyerap
molekul air di sekitarnya karena PEG bersifat higroskopis.
Uji Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat
Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan antara kelarutan campuran fisik dengan dispersi padat pada dapar fosfat pH 6,0 tanpa ada
10
penambahan
sodium lauryl sulphate
SLS 0,5. Hasil dari uji kelarutan dapat dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Hasil Uji Kelarutan Campuran Fisik CF dan Dispersi Padat DP Sampel n=3
DP 1:2 CF 1:2
DP 1:4 CF 1:4
DP 1:9 CF 1:9
0,75 0,38
0,86 0,07
1,44 0,44
0,71 0,30
0,88 0,07
1,34 0,39
0,65 0,30
0,88 0,04
1,34 0,40
x̄ ± SD
0,70 ± 0,05
0,33 ± 0,04
0,87 ± 0,01
0,06 ± 0,02
1,37 ± 0,06
0,41 ± 0,03
CV 6,56
13,48 1,34
26,57 6,74
4,35
Peningkatan 2,1 kali
14,5 kali 3,3 kali
Keterangan: SD = standar deviasi, CF = campuran fisik, DP = dispersi padat
Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan kelarutan antara dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Peningkatan yang terjadi masing-
masing sebesar 2,1 kali, 14,5 kali dan 3,3 kali untuk rasio 1:2, 1;4 dan 1:9. Perbandingan hasil kelarutan antara dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik
Peningkatan kelarutan paling besar terjadi pada rasio 1:4. Setelah diuji statistik dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kelarutan yang signifikan pada
0.70 0.87
1.37 0.33
0.06 0.41
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
1.2 1.4
1:2 1:4
1:9 Ko
n sen
tr asi
µ g
m L
Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik
Dispersi Padat Campuran Fisik
11
dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik p0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dari
kurkumin. Uji statistik juga dilakukan pada hasil uji kelarutan antar rasio dispersi padat. Hasil dari uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil uji kelarutan tiap rasio dispersi padat p0,05. Selain itu dilakukan uji statistik pada peningkatan tiap rasio. Setelah dilakukan uji statistik
didapatkan bahwa peningkatan tiap rasio berbeda secara signifikan dengan nilai p sebesar 0,02 p0,05.
Uji Disolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat
Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui pelepasan kurkumin pada medium disolusi secara
in vitro
. Metode uji disolusi yang digunakan adalah USP tipe IImetode dayung
paddle
. Medium disolusi yang digunakan adalah dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5. Menggunakan dapar fosfat pH 6,0 karena kurkumin paling
stabil pada pH 6,0 Wang
et al.,
1997. Pada penelitian ini medium disolusi menggunakan surfaktan yaitu
sodium lauryl sulphate
SLS. Penggunaan surfaktan didasarkan oleh
British Pharmacopeia
2011 untuk obat golongan BCS
class
II. Penggunaan surfaktan dalam medium disolusi akan lebih mencerminkan kondisi
saluran pencernaan dibandingkan penggunaan pelarut organik. Penggunaan SLS dengan konsentrasi 0,5 didasarkan pada penelitan Rahman
et al
2009 karena konsentrasi tersebut sudah melebihi nilai
Critical Micelle Concentration
CMC SLS sebesar 0,03. Rahman juga mencoba menggunakan beberapa konsentrasi
SLS pada disolusi kurkumin, yaitu dari konsentrasi 0,1-3 dan didapatkan bahwa konsentrasi 0,5 merupakan konsentrasi yang efektif digunakan pada disolusi
kurkumin. Volume medium yang digunakan sebanyak 500 mL dan suhu yang digunakan 37±0,5
o
C. Laju disolusi dapat dinyatakan dengan persamaan Noyes- Whitney. Persamaan Noyes-Whitney dinyatakan sebagai berikut:
12
Persamaan Noyes-Whitney menunjukkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan laju disolusi obat dengan kelarutan yang rendah, dimana dMdt
adalah laju disolusi. Pada persamaan tersebut, S menunjukkan luas permukaan zat padat, kemudian h yang menunjukkan tebal lapisan difusi, Cs adalah konsentrasi
senyawa pada larutan dengan kondisi jenuh pada suhu uji sedangkan C merupakan konsentrasi zat terlarut dalam
bulk solution
pada waktu t Sinko, 2006. Pada penelitian ini pembuatan dispersi padat berperan pada peningkatan
pembasahan zat aktif sehingga konsentrasi jenuh akan meningkat. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi akan meningkat. Selain itu, pembuatan dispersi
padat juga dapat mengecilkan ukuran partikel sehingga laju disolusi juga akan meningkat. Hasil uji disolusi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kurva Rata-Rata Persen Terdisolusi vs Waktu menit A. Rasio 1:2; B. Rasio 1:4; C. Rasio 1:9; dan D. Nilai
Dissolution efficiency
Menit ke-120
Keterangan : Uji statistik tidak berbeda secara signifikan p0,05
Pelepasan obat terjadi ketika kapsul mulai pecah pada menit ke-4 hingga menit ke-120. Waktu yang digunakan sesuai dengan penelitian Tran
et al
2015 yaitu dari menit ke-0 hingga 120 menit.
13
Kurva pada gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan disolusi pada ketiga rasio dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Profil disolusi
antara 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan yaitu pada menit ke-10 obat telah terlepas ± 87. Berdasarkan hasil tersebut pelepasan obat terjadi secara
fast release
. Berdasarkan kurva pada gambar 3 juga dapat diihat bahwa terjadi penurunan pada
dispersi padat 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tercapainya titik jenuh pada sediaan sehingga tidak dapat terdisolusi lebih tinggi lagi. Selain itu, sudah tidak ada
lagi sampel yang tersisa dalam
chamber
disolusi sehingga disolusi tidak dapat meningkat lebih tinggi lagi.
Pada penelitian Singh
et al.
2013 hasil dari uji disolusi dispersi padat kurkumin dan PEG 6000 menggunakan metode
hot melt
dengan rasio 1:6 menunjukkan obat telah terlepas sebanyak 98,78 pada menit ke-10 namun
mengalami penurunan drastis hingga mencapai 10 pada menit ke-90. Hal tersebut
menunjukkan tercapainya kondisi jenuh dalam medium disolusi. Rasio 1:6 merupakan rasio yang paling baik pada penelitian tersebut. Pada penelitian ini rasio
1:4 da 1:9 menunjukkan kondisi yang sama yaitu tercapainya kondisi jenuh. Namun yang membedakan adalah pada rasio 1:9 persen terdisolusi mulai turun pada menit
ke-120. Mekanisme peningkatan laju disolusi dipengaruhi oleh konsentrasi dalam kondisi jenuh. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi semakin tinggi.
Pada peneitian Madhavi
et al.
2011 menunjukkan terjadi peningkatan disolusi kurkumin dari 16 menjadi 70 setelah dibuat dispersi padat dengan metode
penguapan pelarut. Berdasarkan penelitian tersebut PEG 6000 terbukti dapat meningkatkan laju disolusi. Pada penelitian ini, yang membedakan adalah metode
yang digunakan, yaitu metode pelelehan pelarutan. Profil yang didapatkan berbeda dikarenakan metode yang digunakan berbeda. Pada metode pelelehan-pelarutan
didapatkan nilai persen terdisolusi yang lebih besar dibandingkan metode yang digunakan oleh penelitian lain tersebut karena obat dilarutkan pada pelarut yang
sesuai lebih dulu. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai
Dissolution Efficiency
DE pada menit ke-120.
Dissolution efficiency
adalah perbandingan antara luas di bawah kurva profil disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif larut dalam
14
medium pada waktu tertentu Fudholi, 2013. Nilai DE
120
kemudian diuji statistik untuk mengetahui signifikansi. Pada penelitian didapatkan nilai DE
120
untuk dispersi padat masing-masing 60,40; 89,02 dan 92,23 untuk rasio 1:2, 1:4 dan
1:9. Peningkatan
dissolution efficiency
antara dispersi padat dengan campuran fisik masing-masing 1,4 kali, 1,6 kali dan 1,6 kali untuk rasio 1:2, 1:4 dan 1:9. Setelah
dilakukan uji statistik didapatkan bahwa antara dispersi padat dan campuran fisik terdapat perbedaan yang signifikan p0,05. Perbandingan nilai DE
120
dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat pada Gambar 3.
Nilai
dissolution efficiency
paling besar terjadi pada rasio 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada rasio 1:9 memiliki jumlah pembawa paling banyak,
sehingga pembasahan partikel akan lebih baik. Nilai
dissolution efficiency
rasio 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan sehingga perlu dilakukan uji statistik untuk melihat
perbedaan antara kedua rasio tersebut. Setelah dilakukan uji analisis didapatkan bahwa nilai
dissolution efficiency
dispersi padat rasio 1:4 dan 1:9 tidak berbeda secara signifikan p0,05. Pada rasio 1:4 ekstrak yang digunakan lebih banyak
dibandingkan rasio 1:9. Oleh karena itu rasio 1:4 dipilih sebagai rasio yang dapat dikembangkan lagi karena rasio 1:4 memiliki nilai
drug load
yang lebih besar dibandingkan dengan rasio dispersi padat 1:9.
Untuk mengetahui pengaruh proporsi ekstrak terhadap disolusi kurkumin maka dilakukan uji statistik pada nilai DE antar formula dispersi padat. Nilai DE
antar dispersi padat diuji dengan Uji Kruskal-Wallis dan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan P0,05. Dapat disimpulkan bahwa rasio ekstrak
temulawak dan PEG 6000 berpengaruh secara signifikan terhadap disolusi kurkumin sehingga perbedaan rasio mempengaruhi hasil uji disolusi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai
drug load
yang didapatkan tidak sesuai dengan
drug load
yang sebenarnya dilihat dari nilai
recovery
yang belum 100. Hasil yang didapat pada uji kelarutan dapat disimpulkan bahwa pembuatan dispersi padat dengan pembawa PEG 6000 terbukti
dapat meningkatkan kelarutan kurkumin dengan perbedaan kelarutan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
signifikan dibandingkan dengan campuran fisik p0,05. Hasil dari uji disolusi dilihat dengan nilai
dissolution efficiency
. Hasil yang didapat menunjukkan pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin secara signifikan
dilihat dari perbandingan
dissolution efficiency
dispersi padat dan campuran fisik p0,05. Nilai
dissolution efficiency
tertinggi terdapat pada rasio dispersi padat 1:9 yaitu 92,23 ± 0,40. Pengaruh rasio ekstrak dan pembawa terbukti berpengaruh
terhadap disolusi kurkumin secara signifikan p0,05.
SARAN
Pembuatan dispersi padat perlu memperhatikan kondisi kelembapan ruangan agar hasil dispersi padat yang didapat lebih cepat kering. Diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dari dispersi padat ekstrak dan pembawa. Beberapa karakteristik yang dapat diteliti lebih lanjut adalah
distribusi molekul obat pada pembawa menggunakan
Differential Scanning Calorimetry
, pengukuran partikel menggunakan
X-Rays Diffraction
, serta interaksi obat dengan pembawa menggunakan
Fourier Tra nsform Infrared Spectroscopy
. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
DAFTAR PUSTAKA
Afifi, S., 2015. Solid Dispersion Approach Improving Dissolution Rate of Stiripentol: A Novel Antiepileptic Drug.
Iranian Journal of Pharmaceutical Research
, 14 4, 1001 –1014.
AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Method for Dietary Supplements and Botanicals.
AOAC, 2016, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals.
Bley, H., Fussnegger, B., and Bodmeier, R., 2010. Characterization and Stability of Solid Dispersions Based on PEGPolymer Blends.
International Journal of Pharmaceutics
, 390 2, 165 –173.
British Pharmacopeia, 2011, British Pharmacopeia, The British Pharmacopeia Commission, London
Devaraj, S., Ismail1, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S., and Fei, Y.M., 2010. Evaluation of The Hepatoprotective Activity of Standardized Ethanolic
Extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb.
Journal of Medicinal Plants Research
, 4 23, 2512
–2517. Ferreira, V.H., Nazli, A., Dizzell, S.E., Mueller, K., and Kaushic, C., 2015. The
Anti-Inflammatory Activity of Curcumin Protects The Genital Mucosal Epithelial Barrier from Disruption and Blocks Replication of HIV-1 and HSV-
2.
PLoS ONE
, 10 4, 1 –18.
Fudholi, A., 2013, Disolusi Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 137- 143.
Goel, A., Kunnumakkara, A.B., and Aggarwal, B.B., 2008. Curcumin as ‘Curecumin’: From Kitchen to Clinic.
Biochemical Pharmacology
, 75 4, 787
–809. Kharwade, M., Mahitha, K., Subrahmanyam, C.V.S., and Babu, P.R.S., 2012.
Cosolvency – An Approach for the Solubility Enhancement of Lornoxicam, 5
8, 4204 –4206.
Leuner, C. and Dressman, J., 2000. Improving Drug Solubility For Oral Delivery Using Solid Dispersions.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics
. Mogal, S.A., Gurjar, P.N., Yamgar, D.S., and Kamod, A.C., 2012. Solid Dispersion
Technique for Improving Solubility of Some Poorly Soluble Drugs.
Der Pharmacia Lettre
, 4 5, 1574 –1586.
Mohammed, N. a and Habil, N.Y., 2015. Evaluation of Antimicrobial Activity of Curcumin Against Two Oral Bacteria.
Science P ublishing Group
, 3 17, 18 –
21. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Patil, M.P. and Gaikwad, N.J., 2011. Characterization of Gliclazide-Polyethylene Glycol Solid Dispersion and Its Effect on Dissolution.
Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences
, 47 1, 161 –166.
Prasanthi, N.L., Rao, N.R., and Manikiran, S.S., 2010, Studies on Dissolution Enhancement of Poorly Water Soluble Drug Using Water Soluble Carriers,
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research
, 32, 95-97 Rahman, S., Telny, T., Ravi, T.,
and
Kuppusamy, S., 2009, Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin,
Indian Journal of Pharmaceutical Sciences
, 712, 139.
Rosidi, A., Khomsan, A., Setiawan, B., Riyadi, H., and Briawan, D., 2016. Antioxidant Potential of Temulawak Curcuma xanthorrhiza roxb.
Pakistan Journal of Nutrition
, 15 6, 556 –560.
Serajuddin, A.T.M., 2007. Salt Formation to Improve Drug Solubility.
Advanced Drug Delivery Reviews
, 59 7, 603 –616.
Sharma, K., Agrawal, S.S., and Gupta, M., 2012. Available online http:www.ijddr.in Covered in Official Product of Elsevier , The Netherlands
Development and Validation of UV Spectrophotometric Method for The Estimation of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Dosage Forms, 4
2, 375 –380.
Singh, D.P., Jayanthi, C., Hanumanthachar, K.J., and Bharathi, G., 2013. Enhancement of Aqueous Solubility of Curcumin by Solid Dispersion
Technology. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 25, 4109-4120
Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445.
Sumiwi, S.A. and Sidik, 2008. Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb. botany, etnobotany, chemistry, pharmacology and there benefit, 27
–28. Tonnesen, H.H., Masson, M.,
and
Loftsson, T., 2002, Studies of Curcumin and Curcuminoid. XXVII. Cyclodextrin Complexation: Solubility, Chemical and
Photochemical Stability,
International Journal of Pharmaceutics
, 2441-2, 127-135
Tran, K.A., Tran, T., Vo, T.V., Tran, T.V., Tran, P.H., 2015, Investigation of Solid Dispersion Methods to Improve the Dissolution Rate of Curcumin,
International Conference on Biomedical Engineering in Vietnam
, 46, 293-297 Wang, Y., Yu, C., Gan, Z., and Xie, Z., 2015. Preparation and in Vitro Dissolution
of Curcumin Tablets, Ic3me, 516 –522.
Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsieh, C.Y., and Lin, J.K., 1997. Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization of Its
Degradation Products.
Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis
, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
15 12, 1867 –1876.
Yao, E.C. and Xue, L., 2014. Therapeutic Effects of Curcumin on Alzheimer ’ s Disease, December, 145
–159. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Certificate of Analysis
COA ekstrak temulawak dari PT. Phytochemindo Reksa
20
Lampiran 2.Penentuan panjang gelombang maksimum 1.
Hasil
overlay spectrum scanning
panjang gelombang maksimum
21
2.
Scanning
panjang gelombang maksimum pada konsentrasi rendah 0,5382 µgmL
22
3.
Scanning
panjang gelombang maksimum pada konsentrasi sedang 3,2292 µgmL
23
4.
Scanning
panjang gelombang maksimum pada konsentrasi tinggi 6,4584 µgmL
24
Lampiran 3. Verifikasi metode analisis: akurasi dan presisi
25
Lampiran 4.
Summary output regression statistics
untuk kurva baku medium disolusi
Lampiran 5. Kurva baku metanol
dengan: a = -0,006
b = 0,1591 r = 0,998
y = 0,1591x – 0,006
y = 0.1591x - 0.006 R² = 0.9973
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9 1
2 4
6
A bsorbansi
Konsentrasi µgmL
Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol
26
Lampiran 6.
Summary output regression statistics
untuk kurva baku metanol
Lampiran 7. Perhitungan bahan pada pembuatan dispersi padat dan campuran fisik tiap rasio
Tiap rasio akan dibuat dispersi padat dan campuran fisik sebanyak total 5 gram. Rincian jumlah ekstrak temulawak dan PEG
6000 yang digunakan dapat dilihat pada tabel:
Rasio Ekstrak temulawak g
PEG 6000 g
1:2 1,667
3,333 1:4
1,000 4,000
1:9 0,500
4,500
Lampiran 8. Pembuatan dispersi padat 1.
Penimbangan bahan dalam pembuatan dispersi padat tiap rasio
Rasio Ekstrak temulawak g
PEG 6000 g
1:2 1,680
3,342 1:4
1,008 4,002
1:9 0,493
4,509
27
2. Perhitungan rendemen dispersi padat tiap rasio