Efektivitas Beauveria Bassiana (Bals.) Vuill Terhadap Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung D, M Syakir, Z Poeloengan, Syafaruddin dan W Rumini. 2010. Budidaya
Kelapa Sawit. Aska Media, Bogor.
Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common
Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet.
Progress Report. BSU Research In- House Review
Deciyanto, S dan I. Indriyani. 2009. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana : Potensi
dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau. Vol. 8 No. 2 / Desember
2008:65 - 73
Departemen Pertanian (Deptan). 2010. Pengendalian Ulat Grayak. Diunduh dari
http://www.Deptan.go.id. (12 November 2014)
Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari :
http:// www.Pikiran-rakyat.com/cetak/044/15/cakrawala/penelitian. Tanggal 24
maret 2009
Dirjen Perkebunan. 2013. Kelapa Sawit. Pusat data dan informasi Pertanian, Jakarta.
Djamilah, Nadrawati, dan M. Rosi. 2010. Isolasi Steinernema Dari Tanah Pertanaman
Jagung Di Bengkulu Bagian Selatan Dan Patogenesitasnya Terhadap
Spodoptera litura F. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu.
Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli
PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar
dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Herlinda S, Hartono dan C Irsan. 2008.
Kiswanto JH, Purwanta dan B Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi pertanian, Bogor.
Mahr S. 2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of Winconsin,
Madison. Diakses dari http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html.
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat
Grayak (spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27(4) 2008.
Universitas Sumatera Utara
Diunduh
dari
(12 November 2014).
http://www.Deptan.go.id/Publikasi/pdf.
Prayogo, Y. dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Penghisap Polong
Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium
lecanii. Jur. Litbang Pertanian 24 (4) : 123-130.
Prayogo, Y.W.Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen
Metarhizium anisopliae Pada Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan
Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 24(1) 2005. Diunduh dari
http://www.Deptan.go.id/publikasi.pdf
(12 November 2014).
Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B.Bassiana
Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat, Malang.
Suryadi, Y. dan T. S. Kadir. 2007. Pengamatan Infeksi Jamur Patogen
Serangga Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada Wereng Coklat.
Berita Biologi 8(6) : 501-507.
Tenrirawe, A & Pabbage, M. S. 2007. Pengendalian penggerek batang jagung (Ostrinia
Furnacalis G) dengan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L)”. Proseding
seminar ilmiah & pertemuan tahunan PEI & PFI XVIII komda sul-sel, 2007.
Thungrabeab, M. and S. Tongma. 2007. Effect of entomopathogenic fungi, Beauveria
bassiana (Balsamo) and Metarhizium anisopliae (Metsch) on non target insects.
KMITL Sci. Tech. J. 7 (S1): 8-12.
Townsend & Hueberger. 1948. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principle of
Crop Protection Fields Trials. Pflanzenshut z-Nachrichten Bayer AG.
Leverkusen.
Uenterstenhofer, G. 1963. Veterinary Parasitology. Department of Veterinary
Parasitology. Faculty of Veterinary Medicine, The University of Glasgow.
Scotland. Longman Scientific & Technical. Churchill Livingstone Inc. New
York.
Wahyudi, P. 2002. Uji patogenitas kapang entomopatogen Beauveria bassiana Vuill.
Terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Biosfera 19:1-5
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri di Kota Tebing Tinggi,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 15
m dpl . Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bibit tanaman kelapa
sawit berumur 5 bulan, larva Spodoptera litura, Beauveria bassiana, akuades, tissue,
label, serta bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hand sprayer, gelas ukur,
cork borer, petridish, kuas, termometer, wadah plastik, alat tulis, kamera, serta alat
pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
terdiri dari 2 faktor yaitu :
Faktor 1 : Konsentrasi B. bassiana
K0 = Kontrol
K1 = 10 g/l akuades
K2 = 15 g/l akuades
K3 = 20 g/l akuades
K4 = 25 g/l akuades
Faktor 2 : Instar larva
Universitas Sumatera Utara
I1 = larva instar 2
I2 = larva instar 3
I3 = larva instar 4
Dengan Kombinasi :
K0I1
K1I1
K2I1
K3I1
K4I1
K0I2
K1I2
K2I2
K3I2
K4I2
K0I3
K1I3
K2I3
K3I3
K4I3
Masing-masing perlakuan terdiri dari 2 ulangan, dengan rumus:
(t-1) (r-1)
≥ 15
(15-1) (r-1)
≥ 15
14 (r-1)
≥ 15
14r – 14
≥ 15
14r
≥ 29
r
≥ 2.07
Ulangan
:3
Model linier yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Yijk = µ + ρi +αj + βk + (αβ)jk + Eijk
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai tengah umum
αj
= efek perlakuan ke j
ρi
= efek blok ke i
βk
= efek perlakuan ke k
(αβ)jk = efek perlakuan ke j dan perlakuan ke k
Universitas Sumatera Utara
Eijk
= efek eror dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penyediaan Entomopatogen
Jamur B. bassiana diperoleh dari Balai Buah dan Sayuran Tongkoh
Brastagi dalam media PDA (Potato dextrose Agar). Dibuat media perbanyakan
jamur yang terbuat dari campuran beras dan jagung dengan perbandingan 2:1,
lalu dimasukkan ke dalam plastik berukuran 5kg. Dipotong B. bassiana yang
tumbuh di PDA dengan cork borer, lalu dimasukkan ke dalam plastik. Ditutup
plastik dengan corong yang telah ditutup kapas dibagian tengahnya. Selanjutnya
media perbanyakan di inkubasi selama 4-5 hari dengan suhu ruang, lalu
dimasukkan ke ruangan pengeringan selama 1 mingu.
Gambar 7. Jamur B. bassiana dalam media beras jagung
Penyediaan S. litura
Dikumpulkan koloni telur S. litura dari lapangan, lalu dimasukkan ke dalam
wadah plastik berdiameter 16cm dan tinggi 15cm. Dimasukkan pakan segar yaitu daun
kelapa sawit. Setelah telur menetas, dipisahkan larva instar 1 ke wadah lain dan diberi
pakan daun kelapa sawit. Makanan larva diganti setelah habis atau sudah tidak segar
lagi. Kotoran larva yang terkumpul di dalam wadah harus dibersihkan setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
Setelah larva berganti kutikula sampai instar 4, diambil larva dan diinokulasikan pada
bibit kelapa sawit sebanyak 10 ekor setiap tanaman.
Pembuatan suspensi B. bassiana
Jamur B. bassiana ditimbang sesuai perlakuan (10g, 15g, 20g, 25g) lalu
diitambahkan 1 liter akuades. Kemudian diaduk hingga homogen.
Aplikasi B. bassiana
Suspensi B. bassiana disemprotkan pada seluruh pelepah tanaman kelapa sawit
dengan handsprayer. Aplikasi B. bassiana dilakukan pada bibit tanaman berumur 5
bulan. Pada perlakuan kontrol, tanaman hanya disemprot dengan akuades. Selama
percobaan, suhu dan kelembaban diukur dengan thermohigrometer.
Pengamatan larva yang terinfeksi
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati setiap hari,
gejala kematian larva dan mengamati apakah larva mati karena terinfeksi jamur
entomopatogen. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah aplikasi hingga 7 hari setelah
aplikasi (hsa).
Parameter Pengamatan
1.
Tingkat Mortalitas Spodoptera litura (%)
Pengamatan mortalitas Spodoptera litura dilakukan setiap hari setelah aplikasi,
terhitung 6 hari pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang
mati. Persentase mortalitas larva dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
P=
a
b
x 100%
Keterangan :
P
= Persentase mortalitas
a
= Jumlah larva yang mati
b
= Jumlah total larva
Universitas Sumatera Utara
2.
Gejala Kematian
Pengamatan dilakukan setiap hari setelah aplikasi dan dicatat bagaimana
munculnya gejala infeksi.
3.
Intensitas serangan S. litura
Persentase serangan S. Litura dihitung setiap hari pengamatan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
�� =
∑ ��
�
��
%
n = jumlah daun dalam tiap kategori serangan (1–4)
v = nilai skala dari tiap kategori serangan
Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = jumlah daun yang diamati
Nilai skala untuk setiap kategori serangan hama S. litura :
serangan 0 = tidak ada serangan
serangan 1 = luas daun yang dimakan 1–25%
serangan 2 = luas daun yang dimakan 26–50%
serangan 3 = luas daun yang dimakan 51–75%
serangan 4 = luas daun yang dimakan 76–100%
(Townsend & Hueberger, 1976).
Untuk penilaian tingkat kerusakan dilakukan dengan
skoring
berdasarkan
kriteria klasifikasi Unterstenhofer (1963) dengan sedikit modifikasi, seperti disajikan
pada tabel.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat
Tanda Kerusakan yang Terlihat pada Daun
Nilai
Kerusakan
Sehat
Kerusakan daun > 5%
0
Ringan
Kerusakan daun > 5%->25%
1
Agak berat
Kerusakan daun > 25%->50%
2
Berat
Kerusakan daun > 50%->75%
3
Sangat berat
Kerusakan daun > 75%->100%
4
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Mortalitas S. litura.
Tabel 1. Persentase mortalitas (%) S.litura pada berbagai konsentrasi pada hari
1-7 hari setelah aplikasi (hsa)
hsa
Konsentrasi
1 2
3
4
5
6
7
K0
0
0
0,00 c
0,00 d
0,00 c
0,00 d
0,00 d
K1
0
0
2,22 b
14,44 c
27,78 b
32,22 c
41,11 c
K2
0
0
5,56 ab
17,78 bc
31,11 b
43,33 b
51,11 b
K3
0
0
7,78 a
27,78 a
45,56 a
53,33 a
54,44 ab
K4
0
0
5,56 ab
24,44 ab
46,67 a
54,44 a
57,78 a
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test.
hsi: hari setelah aplikasi.
K0: kontrol, K1: 10 g/l, K2: 15 g/l, K3: 20 g/l, K4:25 g/l
Dari tabel 1 dapat dilihat pada perlakuan konsentrasi berbeda nyata terhadap
mortalitas hama S. litura. Mortalitas tertinggi ditemukan pada konsentrasi B. bassiana
25gr/l sebesar 57,78%. Sedangkan pada perlakuan kontrol tidak ada yang mati hingga
hari ketujuh. Hal ini menunjukkan pemanfaatan jamur B. bassiana dengan konsentrasi
yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak konidia yang menempel pada inang
sasaran maka akan semakin cepat menginfeksi hama S. litura dan penetrasi ke tubuh
hama tersebut semakin cepat yang mengakibatkan mortalitas hama juga meningkat. Hal
ini didukung dengan pernyataan Indrayani et al. (2013) yang menyatakan bahwa
mortalitas larva Helicoperva armigera pada perlakuan konsentrasi B. bassiana
meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi konidia.
Dari tabel 1 diketahui bahwa larva mulai mati pada hari ketiga. Hal ini terjadi
karena jamur membutuhkan waktu mulai dari konidia jamur berkecambah hingga
miselium berkembang di tubuh larva. Deciyanto dan Indrayani (2009) menyatakan
bahwa perkecambahan konidia jamur terjadi dalam 1-2 hari kemudian dan
menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang terinfeksi biasanya
akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun, 3-5 hari kemudian
mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa larva yang diaplikasi B. bassiana dapat
mencapai mortalitas 57,78% pada perlakuan 25gr/l B. bassiana, sedangkan pada
perlakuan kontrol mortalitas 0% . Hal ini menunjukkan bahwa jamur B. bassiana efektif
dalam mengendalikan hama S. litura. Hal ini disebabkan karena jamur entomopatogen
dapat membunuh hama S. litura dengan merusak saluran pencernaan serangga sehingga
serangga malas makan. Mahr (2003) menyatakan bahwa B. bassiana juga menghasilkan
toksin seperti beauverisin, beauverolit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian.
Tabel 2. Persentase mortalitas (%) S. litura pada berbagai instar
hsa
Instar
larva
1
2
3
4
5
6
7
I1
0
0
8,00 a
24,00 a
36,67 a
42,00 a
48,00 a
I2
0
0
2,67 b
15,33 b
29,33 b
37,33 ab
40,00 b
I3
0
0
2,00 b
11,33 c
24,67 c
32,00 b
34,67 c
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test.
hsi: hari setelah aplikasi.
I1: larva instar 2,I2: larva instar 3, I2: larva instar 4
Pada tabel 2 diketahui bahwa instar larva terinfeksi tertinggi pada instar 2 yang
mencapai 48% dan terendah yaitu instar 4 mencapai 34,67%. Hal ini terjadi karena
lapisan kutikula larva instar 2 lebih tipis dibandingkan dengan larva instar 3 dan 4.
Jamur masuk ke tubuh larva melalui kutikula dan menepel di integumen larva. Hal ini
didukung dengan pernyataan Deciyanto dan Indrayani (2009) bahwa jamur masuk ke
tubuh serangga melalui kutikula dimana konidia jamur menempel pada integumen S.
litura lalu memproduksi beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi
hemolimfa dan inti sel.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa mortalitas pada instar 2 lebih tinggi
dibandingkan instar yang lain, hingga mencapai 48%. Hal ini terjadi karena
metabolisme tubuh larva instar 2 lebih rentan dan lemah sehingga penetrasi jamur di
dalam tubuh larva lebih efektif sehingga enzim kitinase, lipase dan proteinase yang
mampu menguraikan komponen penyusun kutikula dan melemahkan tubuh larva hingga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kematian. Hal ini didukung oleh pernyataan Mahr (2003) menyatakan
bahwa B. bassiana dapat mengeluarkan hifa yang menghasilkan beurerisin, beuveroloit,
bassialit, isorolit dan asam oksalat yang dapat menyebabkan kenaikan pH,
penggumpalan serta terhentinya peredaran darah serta merusak saluran pencernaan,
otot, system syaraf, dan pernapasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian.
Dari rataan tabel 1 diatas dapat dilihat pada perlakuan instar larva dan kombinasi
antara instar larva dan konsentrasi jamur tidak berbeda nyata terhadap mortalitas hama
S. litura. Dalam hal ini jamur B. bassiana menyerang hama S. litura pada semua stadia.
Hal ini menunjukkan jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama S. litura pada
semua stadia hama. Mahr (2003), Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang
dapat mengakibatkan paralis secara agresif pada larva dan imago serangga.
Keefektifan jamur B. bassiana dalam menginfeksi serangga hama dipengaruhi
banyak faktor diantaranya ialah faktor kelembapan lingkungan dan suhu. Jamur
memerlukan kelembapan yang tinggi untuk melakukan perkecambahan konidia dan
sporulasi pada permukaan tubuh serangga. Selama penelitian berlangsung kelembapan
lingkungan sekitar sekian dan suhu sekitar sekian. Herlinda dkk (2008), Suhu rata-rata
25,91 oC dan kelembaban nisbi udara relatif 84,42% di ruangan penelitian mendukung
kehidupan jamur B. bassiana dan Metarhizium sp. Kedua faktor ini sangat penting
dalam mempengaruhi kemampuan spora berkecambah dan menginfeksi nimfa S.
furcifera.
Gejala Kematian S.litura
a
b
c
d
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Gejala kematian larva S. litura (a= larva mati b=tubuh larva mengeras,
c=spora jamur mulai tampak pada bangkai larva, d=tubuh larva dipenuhi miselium
jamur)
Sumber : foto langsung
Hama S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya hama malas
bergerak (gerakannya lamban) untuk pindah tempat makan dan pada akhirnya tidak
dapat bergerak. Setelah itu tubuh S.litura akan memumifikasi dan ditumbuhi miseliummiselium jamur berwarna putih yang menyelimuti tubuh S. litura. Hal ini sesuai dengan
peryataan Wahyuni (2002), ciri khas serangga hama mati terinfeksi cendawan B.
bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula.
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. B.
bassiana mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhentinya peredaran darah dan
merusak organel sel larva. Hal ini didukung dengan pernyataan Wahyuni (2002), toksin
yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan
lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik
sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak
fungsi sel atau organel sel larva.
Intensitas Serangan S.litura
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan intensitas serangan S. litura mulai dari 1 Hsi hingga
7 Hsi.
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara
perlakuan konsentrasi, instar larva, dan kombinasi antar perlakuan.
Gambar 8. Intensitas serangan S. litura
Sumber : foto langsung
Dari tabel 2 dapat dilihat intensitas serangan hama S. litura dari satu hari setelah
introduksi hingga tujuh hari setelah introduksi sebesar 25%. Hal ini menunjukkan hama
S. litura dalam jumlah sedikit (dua ekor per daun) tidak menyebabkan kerusakan yang
berarti. Pernyataan ini didukung dengan pernyataan Tenrirawe dan Talanca (2008),
larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok
dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal
tulang-tulang daun saja.
Tabel 2. Rataan Intensitas serangan S. Litura 1 hsi-7 hsi(%)
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan
K0I1
K0I2
K0I3
K1I1
K1I2
K1I3
K2I1
K2I2
K2I3
K3I1
K3I2
K3I3
K4I1
K4I2
K4I3
Total
Rataan
Blok
1
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
2
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
Total
Rataan
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
750,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
3
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
16,67
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rataan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (25 gr
B. bassiana + 1
liter air ) yaitu 66,67%, sedangkan rataan mortalitas terendah terdapat pada
perlakuan K0 (kontrol) yaitu 0%.
2.
Faktor Instar stadia larva dan kombinasi kedua faktor tidak berpengaruh nyata
terhadap mortalitas larva.
3.
Adapun gejala kematia larva S. litura yang terinfeksi jamur entomopatogen yaitu
malas bergerak dan malas makan, hingga akhirnya larva mati. Setelah larva mati
akan tumbuh miselium jamur B. bassiana yang berwarna putih.
4.
Intensitas serangan yang diakibatkan oleh 10 larva yang diintroduksi pada tanaman
kelapa sawit dikategorikan ringan, karena serangan mencapai kurang dari 25%.
Saran
Perlu
dilakukan
penelitian
lanjutan
mengenai
uji
efektivitas
jamur
entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan Spodoptera litura yang
menyerang tanaman kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Biologi
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok
(masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya
(Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur
diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas
enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).
Gambar 1 : telur Spodoptera litura
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium
larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).
Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari,
instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5
antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4
antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)
Gambar 2 : larva Spodoptera litura
Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan
berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara
22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari
(Cardona et al., 2007) .
Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon)
berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara
30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari,
pupa 8 - 11 hari (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Gambar 3: Pupa S. litura
Universitas Sumatera Utara
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang
ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)
Gambar 4: Imago S. litura
Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak
berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun
(Tenrirawe dan Talanca, 2008).
Gambar 5: Gejala serangan S. litura
Universitas Sumatera Utara
Jamur entomopatogen Beauveria bassiana
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan
konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara
zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).
Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan
paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah
berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan
zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).
Karakteristik B. Bassiana
Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga
yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh
serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)
Jamur
entomopatogen
B.
Bassiana
memproduksi
beauvericin
yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti
umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu
dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 12 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang
terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun,
3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
(Deciyanto dan Indrayani, 2009)
Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin
panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.
Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang
pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa.
Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar
dkk, 2006).
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana
Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat
menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat
menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang
abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh
serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih,
mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri
khas
serangga
hama
mati
terinfeksi
cendawan
B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula(Wahyudi ,2002)
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana
Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur.
Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh
Universitas Sumatera Utara
serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul
jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh
serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora
yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk
menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh.
Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan
enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun
kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh
darah.
Disamping
itu,
B.
Bassiana
juga
menghasilkan
toksin
seperti
beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian (Mahr, 2003)
Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari
konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang
menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya
hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi
dan Kadir, 2007).
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis
golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit merupakan
kontributor penting dalam produksi di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan
yang cerah. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber
daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan
pemprosesan selanjutnya (Sunarko, 2009)
Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) 2011 dari Direktorat Jenderal
Perkebunan, luas areal kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat selama tahun
2000-2011. Perkebunan Besar Swasta (PBS) mendominasi luas areal kelapa sawit,
diikuti oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Tahun 2011
luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8,91 juta ha, dengan rincian luas areal PBS
sebesar 4,65 juta ha (52,22%), luas areal PR sebesar 3,62 juta ha (40,64%), dan luas
areal PBN sebesar 0,64 juta ha (7,15%) (Dirjen Perkebunan, 2013).
Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya organisme
pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama, penyakit dan
gangguan dari gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yang
harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit, mengingat
potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun kerugian adalah
Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V. Eecke, Setora nitens
Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena corbetti Tams sedangkan
jenis-jenis penyakit Ganoderma spp, Botryodiploidia palmarum, Glomerella cingulata,
Melanconium elaeidis dan Culvularia eragrostidis (Allorerung et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama penting yang banyak
menyerang tanaman budidaya. Ulat grayak bersifat polifag dan dapat menyerang daun
dan buah pada tanaman perkebunan, tanaman palawija serta tanaman pangan mulai dari
fase vegetatif sampai fase generatif. Larva yang masih muda umumnya menyerang
secara berkelompok (Djamilah et al., 2010)
Penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan resistensi,
resurjensi, dan musnahnya musuh alami. Kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen
sebagai pengendali hayati populasi serangga hama adalah memiliki spektrum yang luas
dan berpotensial untuk mengendalikan berbagai ordo serangan, mempunyai kapasitas
produksi yang tinggi, siklus hidup relatif pendek dan mampu membentuk spora yang
tahan terhadap pengaruh lingkungan (Prayogo et al., 2005).
Salah satu alternatif pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan patogen
serangga,
khususnya
jamur
entomopatogen
B.
bassiana.
Efektivitas
B. bassiana sebagai pengendali sejumlah serangga hama sudah banyak dibuktikan
melalui berbagai penelitian (Thungrabeab dan Tongma, 2007).
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium
dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh
secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Iga, 2007).
Jamur B. bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk
mengendalikan serangga. Jamur ini ternyata memiliki spektrum yang luas dan dapat
mengendalikan banyak spesies serangga hama tanaman (Dinata, 2006)
Sejak tahun 2011, Spodoptera litura menyerang tanaman kelapa sawit di Desa
Negeri lama, Kecamatan Bilah hilir, Kabupaten Labuhan batu, Provinsi Sumatera
Utara. Berdasarkan data dari PT. Hari Sawit Jaya, jumlah pokok terserang di Kebun
Universitas Sumatera Utara
Negeri Lama Selatan periode Januari sampai Oktober 2014 yaitu 33, 634, 274, 496, 281,
121, 314, 915, 453, 1686 pohon.
Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan pengujian B. bassiana terhadap S.
litura pada tanaman kelapa sawit. Penulis merasa tertarik untuk melakukan uji jamur
entomopatogen dalam mengendalikan S. litura.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jamur entomopatogen
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap Spodoptera litura pada tanaman kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
- Ada pengaruh perbedaan konsentrasi B. Bassiana terhadap mortalitas Spodoptera
litura
- Ada pengaruh perbedaan instar larva yang diaplikasi B. bassiana terhadap mortalitas
Spodoptera litura
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai
bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Biologi
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok
(masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya
(Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur
diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas
enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).
Gambar 1 : telur Spodoptera litura
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium
larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).
Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari,
instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5
antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4
antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)
Gambar 2 : larva Spodoptera litura
Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan
berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara
22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari
(Cardona et al., 2007) .
Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon)
berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara
30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari,
pupa 8 - 11 hari (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Gambar 3: Pupa S. litura
Universitas Sumatera Utara
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang
ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)
Gambar 4: Imago S. litura
Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak
berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun
(Tenrirawe dan Talanca, 2008).
Gambar 5: Gejala serangan S. litura
Universitas Sumatera Utara
Jamur entomopatogen Beauveria bassiana
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan
konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara
zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).
Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan
paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah
berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan
zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).
Karakteristik B. Bassiana
Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga
yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh
serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)
Jamur
entomopatogen
B.
Bassiana
memproduksi
beauvericin
yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti
umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu
dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 12 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang
terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun,
3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
(Deciyanto dan Indrayani, 2009)
Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin
panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.
Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang
pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa.
Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar
dkk, 2006).
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana
Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat
menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat
menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang
abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh
serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih,
mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri
khas
serangga
hama
mati
terinfeksi
cendawan
B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula(Wahyudi ,2002)
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana
Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur.
Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh
Universitas Sumatera Utara
serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul
jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh
serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora
yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk
menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh.
Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan
enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun
kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh
darah.
Disamping
itu,
B.
Bassiana
juga
menghasilkan
toksin
seperti
beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian (Mahr, 2003)
Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari
konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang
menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya
hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi
dan Kadir, 2007).
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra.
Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research
was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil
palm.
The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths
Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design
(BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of
B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar
(I) (2nd, 3rd, 4th ).
The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected
mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of
the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite,
hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest
damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae
instar (0,67%).
Keywords: Entomopathogen, Beauveria bassiana, mortality, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah
bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap
Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l)
dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh
nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l
yaitu
57,78%
pada
instar
2.
S.litura
yang
terinfeksi
jamur
B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras,
mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium
B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2
(22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).
Kata kunci : Entomopatogen, Beauveria bassiana, mortalitas, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
SKRIPSI
OLEH :
HANNA FRANSISCA. S
100301054
AGROEKOTEKNOLOGI/HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
SKRIPSI
OLEH :
HANNA FRANSISCA. S
100301054
AGROEKOTEKNOLOGI/HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama
Nim
Program Studi
: Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada
Tanaman Kelapa Sawit
: Hana Fransisca. S
: 100301054
: Agroekoteknologi
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS.)
Ketua
(Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si)
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr.Ir. T. Sabrina, M.Sc
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra.
Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research
was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil
palm.
The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths
Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design
(BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of
B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar
(I) (2nd, 3rd, 4th ).
The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected
mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of
the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite,
hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest
damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae
instar (0,67%).
Keywords: Entomopathogen, Beauveria bassiana, mortality, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah
bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap
Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l)
dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh
nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l
yaitu
57,78%
pada
instar
2.
S.litura
yang
terinfeksi
jamur
B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras,
mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium
B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2
(22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).
Kata kunci : Entomopatogen, Beauveria bassiana, mortalitas, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Hanna Fransisca S, dilahirkan di Kandis, pada tangal 23 Juni 1992 dari pasangan
Ayah Hasudungan Samosir dan Ibu Ros Swedy Bakara. Penulis merupakan anak
pertama dari 3 bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
Lulus dari SD Santo Yosef Duri pada tahun 2004
Lulus dari SMP Santo Yosef Duri pada tahun 2007
Lulus dari SMA Negeri 2 Mandau pada tahun 2010
Tahun 2010 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,
Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur UMB.
Selama masa kuliah, penulis aktif sebagai anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa
Kristen
Indonesia),
anggota
PEMA
(Pemerintahan
Mahasiswa)
FP USU, Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Sawit
Seberang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS., sebagai Ketua dan
Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si sebagai Anggota, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat digunakan
sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.
Medan, Desember 2015
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...................................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Spodoptera litura ..................................................................................
Biologi Hama............................................................................
Gejala Serangan .......................................................................
Beauveria bassiana ..............................................................................
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana .....................
4
4
6
7
8
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Pelaksanaan Penelitian .........................................................................
Penyediaan Entomopatogen .....................................................
Perhitungan Larva.....................................................................
Pembuatan Suspensi B. bassiana..............................................
Aplikasi.....................................................................................
Peubah Amatan .....................................................................................
Tingkat Mortalitas ...................................................................
Gejala Kematian .......................................................................
Persentase Serangan .................................................................
8
8
8
10
10
10
11
11
11
11
12
12
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No
Judul
Hlm
1
Rataan mortalitas (%) pada S.litura
18
2
Rataan Intensitas serangan S. Litura 1 hsi-7 hsi(%)
21
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Hlm
1
Telur Spodoptera litura
4
2
larva Spodoptera litura
5
3
Pupa S. litura
6
4
Imago S. litura
6
5
Gejala serangan S. litura
7
6
Konidia Beauveria bassiana
8
7
Jamur B. bassiana dalam media beras jagung
13
8
Gejala kematian larva S. litura
19
9
Intensitas serangan S. litura
20
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Hlm
1
Bagan penelitian
26
2
Lampiran 2.Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 1
hsa(%)
27
3
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 2 hsa(%)
28
4
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 3 hsa(%)
29
5
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 4 hsa(%)
31
6
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 5 hsa(%)
33
7
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 6 hsa(%)
35
8
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 7 hsa(%)
37
9
Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 1 hsa(%)
39
10
Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 2-7 hsa(%)
42
Universitas Sumatera Utara
Allorerung D, M Syakir, Z Poeloengan, Syafaruddin dan W Rumini. 2010. Budidaya
Kelapa Sawit. Aska Media, Bogor.
Cardona, E. V., C. S. Ligat., dan M. P. Subang. 2007. Life History Of Common
Cutworm, Spodoptera Litura Fabricius (Noctuidae ; Lepidoptera) In Benguet.
Progress Report. BSU Research In- House Review
Deciyanto, S dan I. Indriyani. 2009. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana : Potensi
dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau. Vol. 8 No. 2 / Desember
2008:65 - 73
Departemen Pertanian (Deptan). 2010. Pengendalian Ulat Grayak. Diunduh dari
http://www.Deptan.go.id. (12 November 2014)
Dinata, A. 2006. Insektisida Yang Ramah Lingkungan. Diakses dari :
http:// www.Pikiran-rakyat.com/cetak/044/15/cakrawala/penelitian. Tanggal 24
maret 2009
Dirjen Perkebunan. 2013. Kelapa Sawit. Pusat data dan informasi Pertanian, Jakarta.
Djamilah, Nadrawati, dan M. Rosi. 2010. Isolasi Steinernema Dari Tanah Pertanaman
Jagung Di Bengkulu Bagian Selatan Dan Patogenesitasnya Terhadap
Spodoptera litura F. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu.
Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli
PTPN II (Persero), Medan. Halm 1-2.
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar
dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta.
Herlinda S, Hartono dan C Irsan. 2008.
Kiswanto JH, Purwanta dan B Wijayanto. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi pertanian, Bogor.
Mahr S. 2003. The Entomopathogen Beauveria bassiana. University of Winconsin,
Madison. Diakses dari http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410.html.
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat
Grayak (spodoptera litura) Pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27(4) 2008.
Universitas Sumatera Utara
Diunduh
dari
(12 November 2014).
http://www.Deptan.go.id/Publikasi/pdf.
Prayogo, Y. dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Penghisap Polong
Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium
lecanii. Jur. Litbang Pertanian 24 (4) : 123-130.
Prayogo, Y.W.Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen
Metarhizium anisopliae Pada Kedelai. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan
Umbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 24(1) 2005. Diunduh dari
http://www.Deptan.go.id/publikasi.pdf
(12 November 2014).
Sutopo. D, dan Indriyani. IGAA., 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B.Bassiana
Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat, Malang.
Suryadi, Y. dan T. S. Kadir. 2007. Pengamatan Infeksi Jamur Patogen
Serangga Metarhizium anisopliae (Metsch. Sorokin) pada Wereng Coklat.
Berita Biologi 8(6) : 501-507.
Tenrirawe, A & Pabbage, M. S. 2007. Pengendalian penggerek batang jagung (Ostrinia
Furnacalis G) dengan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L)”. Proseding
seminar ilmiah & pertemuan tahunan PEI & PFI XVIII komda sul-sel, 2007.
Thungrabeab, M. and S. Tongma. 2007. Effect of entomopathogenic fungi, Beauveria
bassiana (Balsamo) and Metarhizium anisopliae (Metsch) on non target insects.
KMITL Sci. Tech. J. 7 (S1): 8-12.
Townsend & Hueberger. 1948. In Uenterstenhofer, G. 1976. The Basic Principle of
Crop Protection Fields Trials. Pflanzenshut z-Nachrichten Bayer AG.
Leverkusen.
Uenterstenhofer, G. 1963. Veterinary Parasitology. Department of Veterinary
Parasitology. Faculty of Veterinary Medicine, The University of Glasgow.
Scotland. Longman Scientific & Technical. Churchill Livingstone Inc. New
York.
Wahyudi, P. 2002. Uji patogenitas kapang entomopatogen Beauveria bassiana Vuill.
Terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Biosfera 19:1-5
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri di Kota Tebing Tinggi,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian tempat + 15
m dpl . Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bibit tanaman kelapa
sawit berumur 5 bulan, larva Spodoptera litura, Beauveria bassiana, akuades, tissue,
label, serta bahan pendukung lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain hand sprayer, gelas ukur,
cork borer, petridish, kuas, termometer, wadah plastik, alat tulis, kamera, serta alat
pendukung lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
terdiri dari 2 faktor yaitu :
Faktor 1 : Konsentrasi B. bassiana
K0 = Kontrol
K1 = 10 g/l akuades
K2 = 15 g/l akuades
K3 = 20 g/l akuades
K4 = 25 g/l akuades
Faktor 2 : Instar larva
Universitas Sumatera Utara
I1 = larva instar 2
I2 = larva instar 3
I3 = larva instar 4
Dengan Kombinasi :
K0I1
K1I1
K2I1
K3I1
K4I1
K0I2
K1I2
K2I2
K3I2
K4I2
K0I3
K1I3
K2I3
K3I3
K4I3
Masing-masing perlakuan terdiri dari 2 ulangan, dengan rumus:
(t-1) (r-1)
≥ 15
(15-1) (r-1)
≥ 15
14 (r-1)
≥ 15
14r – 14
≥ 15
14r
≥ 29
r
≥ 2.07
Ulangan
:3
Model linier yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Yijk = µ + ρi +αj + βk + (αβ)jk + Eijk
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
µ
= nilai tengah umum
αj
= efek perlakuan ke j
ρi
= efek blok ke i
βk
= efek perlakuan ke k
(αβ)jk = efek perlakuan ke j dan perlakuan ke k
Universitas Sumatera Utara
Eijk
= efek eror dari ulangan pada taraf ke i dan perlakuan ke j dan perlakuan ke k
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penyediaan Entomopatogen
Jamur B. bassiana diperoleh dari Balai Buah dan Sayuran Tongkoh
Brastagi dalam media PDA (Potato dextrose Agar). Dibuat media perbanyakan
jamur yang terbuat dari campuran beras dan jagung dengan perbandingan 2:1,
lalu dimasukkan ke dalam plastik berukuran 5kg. Dipotong B. bassiana yang
tumbuh di PDA dengan cork borer, lalu dimasukkan ke dalam plastik. Ditutup
plastik dengan corong yang telah ditutup kapas dibagian tengahnya. Selanjutnya
media perbanyakan di inkubasi selama 4-5 hari dengan suhu ruang, lalu
dimasukkan ke ruangan pengeringan selama 1 mingu.
Gambar 7. Jamur B. bassiana dalam media beras jagung
Penyediaan S. litura
Dikumpulkan koloni telur S. litura dari lapangan, lalu dimasukkan ke dalam
wadah plastik berdiameter 16cm dan tinggi 15cm. Dimasukkan pakan segar yaitu daun
kelapa sawit. Setelah telur menetas, dipisahkan larva instar 1 ke wadah lain dan diberi
pakan daun kelapa sawit. Makanan larva diganti setelah habis atau sudah tidak segar
lagi. Kotoran larva yang terkumpul di dalam wadah harus dibersihkan setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
Setelah larva berganti kutikula sampai instar 4, diambil larva dan diinokulasikan pada
bibit kelapa sawit sebanyak 10 ekor setiap tanaman.
Pembuatan suspensi B. bassiana
Jamur B. bassiana ditimbang sesuai perlakuan (10g, 15g, 20g, 25g) lalu
diitambahkan 1 liter akuades. Kemudian diaduk hingga homogen.
Aplikasi B. bassiana
Suspensi B. bassiana disemprotkan pada seluruh pelepah tanaman kelapa sawit
dengan handsprayer. Aplikasi B. bassiana dilakukan pada bibit tanaman berumur 5
bulan. Pada perlakuan kontrol, tanaman hanya disemprot dengan akuades. Selama
percobaan, suhu dan kelembaban diukur dengan thermohigrometer.
Pengamatan larva yang terinfeksi
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati setiap hari,
gejala kematian larva dan mengamati apakah larva mati karena terinfeksi jamur
entomopatogen. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah aplikasi hingga 7 hari setelah
aplikasi (hsa).
Parameter Pengamatan
1.
Tingkat Mortalitas Spodoptera litura (%)
Pengamatan mortalitas Spodoptera litura dilakukan setiap hari setelah aplikasi,
terhitung 6 hari pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang
mati. Persentase mortalitas larva dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
P=
a
b
x 100%
Keterangan :
P
= Persentase mortalitas
a
= Jumlah larva yang mati
b
= Jumlah total larva
Universitas Sumatera Utara
2.
Gejala Kematian
Pengamatan dilakukan setiap hari setelah aplikasi dan dicatat bagaimana
munculnya gejala infeksi.
3.
Intensitas serangan S. litura
Persentase serangan S. Litura dihitung setiap hari pengamatan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
�� =
∑ ��
�
��
%
n = jumlah daun dalam tiap kategori serangan (1–4)
v = nilai skala dari tiap kategori serangan
Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = jumlah daun yang diamati
Nilai skala untuk setiap kategori serangan hama S. litura :
serangan 0 = tidak ada serangan
serangan 1 = luas daun yang dimakan 1–25%
serangan 2 = luas daun yang dimakan 26–50%
serangan 3 = luas daun yang dimakan 51–75%
serangan 4 = luas daun yang dimakan 76–100%
(Townsend & Hueberger, 1976).
Untuk penilaian tingkat kerusakan dilakukan dengan
skoring
berdasarkan
kriteria klasifikasi Unterstenhofer (1963) dengan sedikit modifikasi, seperti disajikan
pada tabel.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat
Tanda Kerusakan yang Terlihat pada Daun
Nilai
Kerusakan
Sehat
Kerusakan daun > 5%
0
Ringan
Kerusakan daun > 5%->25%
1
Agak berat
Kerusakan daun > 25%->50%
2
Berat
Kerusakan daun > 50%->75%
3
Sangat berat
Kerusakan daun > 75%->100%
4
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Mortalitas S. litura.
Tabel 1. Persentase mortalitas (%) S.litura pada berbagai konsentrasi pada hari
1-7 hari setelah aplikasi (hsa)
hsa
Konsentrasi
1 2
3
4
5
6
7
K0
0
0
0,00 c
0,00 d
0,00 c
0,00 d
0,00 d
K1
0
0
2,22 b
14,44 c
27,78 b
32,22 c
41,11 c
K2
0
0
5,56 ab
17,78 bc
31,11 b
43,33 b
51,11 b
K3
0
0
7,78 a
27,78 a
45,56 a
53,33 a
54,44 ab
K4
0
0
5,56 ab
24,44 ab
46,67 a
54,44 a
57,78 a
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test.
hsi: hari setelah aplikasi.
K0: kontrol, K1: 10 g/l, K2: 15 g/l, K3: 20 g/l, K4:25 g/l
Dari tabel 1 dapat dilihat pada perlakuan konsentrasi berbeda nyata terhadap
mortalitas hama S. litura. Mortalitas tertinggi ditemukan pada konsentrasi B. bassiana
25gr/l sebesar 57,78%. Sedangkan pada perlakuan kontrol tidak ada yang mati hingga
hari ketujuh. Hal ini menunjukkan pemanfaatan jamur B. bassiana dengan konsentrasi
yang semakin tinggi menyebabkan semakin banyak konidia yang menempel pada inang
sasaran maka akan semakin cepat menginfeksi hama S. litura dan penetrasi ke tubuh
hama tersebut semakin cepat yang mengakibatkan mortalitas hama juga meningkat. Hal
ini didukung dengan pernyataan Indrayani et al. (2013) yang menyatakan bahwa
mortalitas larva Helicoperva armigera pada perlakuan konsentrasi B. bassiana
meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi konidia.
Dari tabel 1 diketahui bahwa larva mulai mati pada hari ketiga. Hal ini terjadi
karena jamur membutuhkan waktu mulai dari konidia jamur berkecambah hingga
miselium berkembang di tubuh larva. Deciyanto dan Indrayani (2009) menyatakan
bahwa perkecambahan konidia jamur terjadi dalam 1-2 hari kemudian dan
menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang terinfeksi biasanya
akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun, 3-5 hari kemudian
mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa larva yang diaplikasi B. bassiana dapat
mencapai mortalitas 57,78% pada perlakuan 25gr/l B. bassiana, sedangkan pada
perlakuan kontrol mortalitas 0% . Hal ini menunjukkan bahwa jamur B. bassiana efektif
dalam mengendalikan hama S. litura. Hal ini disebabkan karena jamur entomopatogen
dapat membunuh hama S. litura dengan merusak saluran pencernaan serangga sehingga
serangga malas makan. Mahr (2003) menyatakan bahwa B. bassiana juga menghasilkan
toksin seperti beauverisin, beauverolit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian.
Tabel 2. Persentase mortalitas (%) S. litura pada berbagai instar
hsa
Instar
larva
1
2
3
4
5
6
7
I1
0
0
8,00 a
24,00 a
36,67 a
42,00 a
48,00 a
I2
0
0
2,67 b
15,33 b
29,33 b
37,33 ab
40,00 b
I3
0
0
2,00 b
11,33 c
24,67 c
32,00 b
34,67 c
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti notasi yang sama pada kelompok kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut Duncan Multiple Range Test.
hsi: hari setelah aplikasi.
I1: larva instar 2,I2: larva instar 3, I2: larva instar 4
Pada tabel 2 diketahui bahwa instar larva terinfeksi tertinggi pada instar 2 yang
mencapai 48% dan terendah yaitu instar 4 mencapai 34,67%. Hal ini terjadi karena
lapisan kutikula larva instar 2 lebih tipis dibandingkan dengan larva instar 3 dan 4.
Jamur masuk ke tubuh larva melalui kutikula dan menepel di integumen larva. Hal ini
didukung dengan pernyataan Deciyanto dan Indrayani (2009) bahwa jamur masuk ke
tubuh serangga melalui kutikula dimana konidia jamur menempel pada integumen S.
litura lalu memproduksi beauvericin yang mengakibatkan gangguan pada fungsi
hemolimfa dan inti sel.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa mortalitas pada instar 2 lebih tinggi
dibandingkan instar yang lain, hingga mencapai 48%. Hal ini terjadi karena
metabolisme tubuh larva instar 2 lebih rentan dan lemah sehingga penetrasi jamur di
dalam tubuh larva lebih efektif sehingga enzim kitinase, lipase dan proteinase yang
mampu menguraikan komponen penyusun kutikula dan melemahkan tubuh larva hingga
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kematian. Hal ini didukung oleh pernyataan Mahr (2003) menyatakan
bahwa B. bassiana dapat mengeluarkan hifa yang menghasilkan beurerisin, beuveroloit,
bassialit, isorolit dan asam oksalat yang dapat menyebabkan kenaikan pH,
penggumpalan serta terhentinya peredaran darah serta merusak saluran pencernaan,
otot, system syaraf, dan pernapasan yang pada akhirnya menyebabkan kematian.
Dari rataan tabel 1 diatas dapat dilihat pada perlakuan instar larva dan kombinasi
antara instar larva dan konsentrasi jamur tidak berbeda nyata terhadap mortalitas hama
S. litura. Dalam hal ini jamur B. bassiana menyerang hama S. litura pada semua stadia.
Hal ini menunjukkan jamur B. bassiana efektif mengendalikan hama S. litura pada
semua stadia hama. Mahr (2003), Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang
dapat mengakibatkan paralis secara agresif pada larva dan imago serangga.
Keefektifan jamur B. bassiana dalam menginfeksi serangga hama dipengaruhi
banyak faktor diantaranya ialah faktor kelembapan lingkungan dan suhu. Jamur
memerlukan kelembapan yang tinggi untuk melakukan perkecambahan konidia dan
sporulasi pada permukaan tubuh serangga. Selama penelitian berlangsung kelembapan
lingkungan sekitar sekian dan suhu sekitar sekian. Herlinda dkk (2008), Suhu rata-rata
25,91 oC dan kelembaban nisbi udara relatif 84,42% di ruangan penelitian mendukung
kehidupan jamur B. bassiana dan Metarhizium sp. Kedua faktor ini sangat penting
dalam mempengaruhi kemampuan spora berkecambah dan menginfeksi nimfa S.
furcifera.
Gejala Kematian S.litura
a
b
c
d
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Gejala kematian larva S. litura (a= larva mati b=tubuh larva mengeras,
c=spora jamur mulai tampak pada bangkai larva, d=tubuh larva dipenuhi miselium
jamur)
Sumber : foto langsung
Hama S.litura yang terinfeksi jamur B. bassiana pada awalnya hama malas
bergerak (gerakannya lamban) untuk pindah tempat makan dan pada akhirnya tidak
dapat bergerak. Setelah itu tubuh S.litura akan memumifikasi dan ditumbuhi miseliummiselium jamur berwarna putih yang menyelimuti tubuh S. litura. Hal ini sesuai dengan
peryataan Wahyuni (2002), ciri khas serangga hama mati terinfeksi cendawan B.
bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula.
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh. B.
bassiana mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhentinya peredaran darah dan
merusak organel sel larva. Hal ini didukung dengan pernyataan Wahyuni (2002), toksin
yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat menghancurkan lapisan
lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat menghancurkan ion spesifik
sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang abnormal kemudian merusak
fungsi sel atau organel sel larva.
Intensitas Serangan S.litura
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengamatan intensitas serangan S. litura mulai dari 1 Hsi hingga
7 Hsi.
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara
perlakuan konsentrasi, instar larva, dan kombinasi antar perlakuan.
Gambar 8. Intensitas serangan S. litura
Sumber : foto langsung
Dari tabel 2 dapat dilihat intensitas serangan hama S. litura dari satu hari setelah
introduksi hingga tujuh hari setelah introduksi sebesar 25%. Hal ini menunjukkan hama
S. litura dalam jumlah sedikit (dua ekor per daun) tidak menyebabkan kerusakan yang
berarti. Pernyataan ini didukung dengan pernyataan Tenrirawe dan Talanca (2008),
larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok
dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan tinggal
tulang-tulang daun saja.
Tabel 2. Rataan Intensitas serangan S. Litura 1 hsi-7 hsi(%)
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan
K0I1
K0I2
K0I3
K1I1
K1I2
K1I3
K2I1
K2I2
K2I3
K3I1
K3I2
K3I3
K4I1
K4I2
K4I3
Total
Rataan
Blok
1
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
2
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
Total
Rataan
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
75,00
75,00
0,00
750,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
25,00
25,00
0,00
3
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
25
25
0
250,00
16,67
16,67
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rataan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K4 (25 gr
B. bassiana + 1
liter air ) yaitu 66,67%, sedangkan rataan mortalitas terendah terdapat pada
perlakuan K0 (kontrol) yaitu 0%.
2.
Faktor Instar stadia larva dan kombinasi kedua faktor tidak berpengaruh nyata
terhadap mortalitas larva.
3.
Adapun gejala kematia larva S. litura yang terinfeksi jamur entomopatogen yaitu
malas bergerak dan malas makan, hingga akhirnya larva mati. Setelah larva mati
akan tumbuh miselium jamur B. bassiana yang berwarna putih.
4.
Intensitas serangan yang diakibatkan oleh 10 larva yang diintroduksi pada tanaman
kelapa sawit dikategorikan ringan, karena serangan mencapai kurang dari 25%.
Saran
Perlu
dilakukan
penelitian
lanjutan
mengenai
uji
efektivitas
jamur
entomopatogen Beauveria bassiana untuk mengendalikan Spodoptera litura yang
menyerang tanaman kelapa sawit.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Biologi
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok
(masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya
(Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur
diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas
enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).
Gambar 1 : telur Spodoptera litura
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium
larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).
Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari,
instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5
antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4
antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)
Gambar 2 : larva Spodoptera litura
Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan
berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara
22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari
(Cardona et al., 2007) .
Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon)
berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara
30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari,
pupa 8 - 11 hari (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Gambar 3: Pupa S. litura
Universitas Sumatera Utara
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang
ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)
Gambar 4: Imago S. litura
Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak
berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun
(Tenrirawe dan Talanca, 2008).
Gambar 5: Gejala serangan S. litura
Universitas Sumatera Utara
Jamur entomopatogen Beauveria bassiana
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan
konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara
zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).
Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan
paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah
berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan
zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).
Karakteristik B. Bassiana
Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga
yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh
serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)
Jamur
entomopatogen
B.
Bassiana
memproduksi
beauvericin
yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti
umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu
dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 12 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang
terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun,
3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
(Deciyanto dan Indrayani, 2009)
Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin
panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.
Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang
pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa.
Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar
dkk, 2006).
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana
Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat
menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat
menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang
abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh
serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih,
mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri
khas
serangga
hama
mati
terinfeksi
cendawan
B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula(Wahyudi ,2002)
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana
Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur.
Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh
Universitas Sumatera Utara
serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul
jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh
serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora
yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk
menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh.
Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan
enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun
kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh
darah.
Disamping
itu,
B.
Bassiana
juga
menghasilkan
toksin
seperti
beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian (Mahr, 2003)
Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari
konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang
menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya
hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi
dan Kadir, 2007).
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis
golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Industri minyak sawit merupakan
kontributor penting dalam produksi di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan
yang cerah. Industri ini juga berkontribusi dalam pembangunan daerah, sebagai sumber
daya penting untuk pengentasan kemiskinan melalui budidaya pertanian dan
pemprosesan selanjutnya (Sunarko, 2009)
Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) 2011 dari Direktorat Jenderal
Perkebunan, luas areal kelapa sawit di Indonesia cenderung meningkat selama tahun
2000-2011. Perkebunan Besar Swasta (PBS) mendominasi luas areal kelapa sawit,
diikuti oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Tahun 2011
luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8,91 juta ha, dengan rincian luas areal PBS
sebesar 4,65 juta ha (52,22%), luas areal PR sebesar 3,62 juta ha (40,64%), dan luas
areal PBN sebesar 0,64 juta ha (7,15%) (Dirjen Perkebunan, 2013).
Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman adalah adanya organisme
pengganggu tanaman (OPT) seperti serangan beberapa jenis hama, penyakit dan
gangguan dari gulma. Jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit yang
harus mendapat perhatian lebih selama perkembangan kelapa sawit, mengingat
potensinya yang besar dalam menimbulkan kerusakan maupun kerugian adalah
Apogonia sp. dan kumbang Adoretus sp, Setothosea asigna V. Eecke, Setora nitens
Walker, Oryctes rhinoceros L, Tiratabaha sp dan Mahasena corbetti Tams sedangkan
jenis-jenis penyakit Ganoderma spp, Botryodiploidia palmarum, Glomerella cingulata,
Melanconium elaeidis dan Culvularia eragrostidis (Allorerung et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan hama penting yang banyak
menyerang tanaman budidaya. Ulat grayak bersifat polifag dan dapat menyerang daun
dan buah pada tanaman perkebunan, tanaman palawija serta tanaman pangan mulai dari
fase vegetatif sampai fase generatif. Larva yang masih muda umumnya menyerang
secara berkelompok (Djamilah et al., 2010)
Penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan resistensi,
resurjensi, dan musnahnya musuh alami. Kelebihan pemanfaatan jamur entomopatogen
sebagai pengendali hayati populasi serangga hama adalah memiliki spektrum yang luas
dan berpotensial untuk mengendalikan berbagai ordo serangan, mempunyai kapasitas
produksi yang tinggi, siklus hidup relatif pendek dan mampu membentuk spora yang
tahan terhadap pengaruh lingkungan (Prayogo et al., 2005).
Salah satu alternatif pengendalian yang dapat digunakan adalah dengan patogen
serangga,
khususnya
jamur
entomopatogen
B.
bassiana.
Efektivitas
B. bassiana sebagai pengendali sejumlah serangga hama sudah banyak dibuktikan
melalui berbagai penelitian (Thungrabeab dan Tongma, 2007).
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium
dan konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh
secara zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Iga, 2007).
Jamur B. bassiana merupakan spesies jamur yang sering digunakan untuk
mengendalikan serangga. Jamur ini ternyata memiliki spektrum yang luas dan dapat
mengendalikan banyak spesies serangga hama tanaman (Dinata, 2006)
Sejak tahun 2011, Spodoptera litura menyerang tanaman kelapa sawit di Desa
Negeri lama, Kecamatan Bilah hilir, Kabupaten Labuhan batu, Provinsi Sumatera
Utara. Berdasarkan data dari PT. Hari Sawit Jaya, jumlah pokok terserang di Kebun
Universitas Sumatera Utara
Negeri Lama Selatan periode Januari sampai Oktober 2014 yaitu 33, 634, 274, 496, 281,
121, 314, 915, 453, 1686 pohon.
Berdasarkan masalah diatas perlu dilakukan pengujian B. bassiana terhadap S.
litura pada tanaman kelapa sawit. Penulis merasa tertarik untuk melakukan uji jamur
entomopatogen dalam mengendalikan S. litura.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jamur entomopatogen
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap Spodoptera litura pada tanaman kelapa sawit.
Hipotesis Penelitian
- Ada pengaruh perbedaan konsentrasi B. Bassiana terhadap mortalitas Spodoptera
litura
- Ada pengaruh perbedaan instar larva yang diaplikasi B. bassiana terhadap mortalitas
Spodoptera litura
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai
bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
S. litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Biologi
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok
(masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang pada daun atau bagian tanaman lainnya
(Gambar 1). Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina (Deptan, 2010).
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur
diletakkan, kemudian beberapa hari setelah itu ulat berpencar. Stadium ulat terdiri atas
enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari (Prayogo et al., 2005).
Gambar 1 : telur Spodoptera litura
Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm (Gambar 2). Lama stadium
larva 10 – 14 hari (Erwin, 2000).
Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5 - 6 hari,
instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5
antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007) Lama stadia larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
larva instar 1 antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3 - 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4
antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5 hari (Cardona et al., 2007)
Gambar 2 : larva Spodoptera litura
Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang dan
berwarna cokelat mengkilat (Gambar 3). Tubuh pupa memiliki panjang dan lebar antara
22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm. Lama stadia pupa 9-14 hari
(Cardona et al., 2007) .
Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon)
berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara
30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari,
pupa 8 - 11 hari (Marwoto dan Suharsono, 2008).
Gambar 3: Pupa S. litura
Universitas Sumatera Utara
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Kemampuan terbang
ngengat pada malam hari mencapai 5 km (Marwoto dan Suharsono, 2008)
Gambar 4: Imago S. litura
Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak
berkelompok dengan meninggalkan sisa-sisa bagian atas epidermis daun, transparan dan
tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun
(Tenrirawe dan Talanca, 2008).
Gambar 5: Gejala serangan S. litura
Universitas Sumatera Utara
Jamur entomopatogen Beauveria bassiana
Jamur B. bassiana dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselium dan
konidium (spora) yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval, dan tumbuh secara
zig zag pada konidiofornya (Soetopo dan Indrayani, 2007).
Beauveria bassiana menghasilkan racun (toksin) yang dapat mengakibatkan
paralis secara agresif pada larva dan imago serangga. Beberapa jenis racun yang telah
berhasil diisolasi dari B. bassiana antara lain beauvericine, beauverolide, isorolide dan
zat warna serta asam oksalat (Mahr, 2003).
Karakteristik B. Bassiana
Miselia jamur B. Bassiana bersekat dan berwarna putih, di dalam tubuh serangga
yang terinfeksi terdiri atas banyak sel dengan diameter 4 ��, sedang diluar tubuh
serangga ukurannya lebih kecil dari 2 ��(Utomo dan Pardede, 1990)
Jamur
entomopatogen
B.
Bassiana
memproduksi
beauvericin
yang
mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan inti sel serangga inang. Seperti
umumnya jamur, B. bassiana menginfeksi serangga inang melalui kontak fisik, yaitu
dengan menempelkan konidia pada integumen. Perkecambahan konidia terjadi dalam 12 hari kemudian dan menumbuhkan miselianya di dalam tubuh inang. Serangga yang
terinfeksi biasanya akan berhenti makan sehingga menyebabkan imunitasnya menurun,
3-5 hari kemudian mati dengan ditandai adanya pertumbuhan konidia pada integumen
(Deciyanto dan Indrayani, 2009)
Pada konidia B. bassiana akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin
panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.
Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang
pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi
Universitas Sumatera Utara
lisis dinding sel (anastomosis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa.
Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni (Gandjar
dkk, 2006).
Gambar 6. Konidia Beauveria bassiana
Sumber : www.mycology.adelaide.edu.au/.../beauveria1.htm
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi B. bassiana
Toksin yang dihasilkan B. bassiana diantaranya beauverizin yang dapat
menghancurkan lapisan lemak dan meningkatkan permeabilitas sel yang dapat
menghancurkan ion spesifik sehingga dapat menyebabkan terjadinya transport ion yang
abnormal kemudian merusak fungsi sel atau organel sel larva. Pada permukaan tubuh
serangga yang telah mati dan menjadi mumi muncul miselium yang berwarna putih,
mula-mula hifa muncul pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Ciri
khas
serangga
hama
mati
terinfeksi
cendawan
B . bassiana tampak hifa atau spora berwarna putih yang tumbuh dipermukaan kulit /
kutikula(Wahyudi ,2002)
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana
Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh jamur.
Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh
Universitas Sumatera Utara
serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan perkecambahan propagul
jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi pada tubuh
serangga. Keempat adalah destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora
yang kemudian beredar ke dalam hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk
menyerang jaringan lainnya (Prayogo dan Suharsono, 2005).
B. bassiana masuk ke tubuh serangga melalui kulit diantara ruas-ruas tubuh.
Penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora dan kutikula. Hifa fungi mengeluarkan
enzim kitinase, lipase, dan protemase yang mampu menguraikan komponen penyusun
kutikula seragga. Di dalam tubuh, hifa berkembang dan masuk ke dalam pembuluh
darah.
Disamping
itu,
B.
Bassiana
juga
menghasilkan
toksin
seperti
beauverisin,beauverolit, bassianalit, isorolit, dan asam oksalat yang menyebabkan
terjadinya kenaikan pH, penggumpalan, dan terhentinya peredearan darah serta merusak
saluran pencernaan , otot, sistem syaraf, dan pernafasan yang akhirnya meyebabkan
kematian (Mahr, 2003)
Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari
konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa yang
menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda adanya
hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian abdomen (Suryadi
dan Kadir, 2007).
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra.
Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research
was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil
palm.
The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths
Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design
(BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of
B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar
(I) (2nd, 3rd, 4th ).
The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected
mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of
the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite,
hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest
damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae
instar (0,67%).
Keywords: Entomopathogen, Beauveria bassiana, mortality, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah
bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap
Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l)
dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh
nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l
yaitu
57,78%
pada
instar
2.
S.litura
yang
terinfeksi
jamur
B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras,
mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium
B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2
(22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).
Kata kunci : Entomopatogen, Beauveria bassiana, mortalitas, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
SKRIPSI
OLEH :
HANNA FRANSISCA. S
100301054
AGROEKOTEKNOLOGI/HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
EFEKTIVITAS Beauveria bassiana (Bals.) Vuill TERHADAP Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
SKRIPSI
OLEH :
HANNA FRANSISCA. S
100301054
AGROEKOTEKNOLOGI/HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
Judul
Nama
Nim
Program Studi
: Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura F (Lepidoptera: Noctuidae) Pada
Tanaman Kelapa Sawit
: Hana Fransisca. S
: 100301054
: Agroekoteknologi
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS.)
Ketua
(Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si)
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr.Ir. T. Sabrina, M.Sc
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Hanna Fransisca S, “Effectiveness Of Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Against
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Oil Palm”, supervised by Prof. Dr. Dra.
Maryani Cyccu Tobing, MS. and Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. The objective of research
was to determine the efectiveness B. bassiana against larvae Spodoptera litura on oil
palm.
The research was held in research field of Asian Agri Tebing Tinggi, Norths
Sumatera from April until September 2015. The methode used Randomized Block Design
(BRD) factorial with two factors and three replications. The first was concentration of
B. bassiana (K) (control, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l) and the second one was larvae instar
(I) (2nd, 3rd, 4th ).
The result showed that concentration of entomopathogen significantly affected
mortality of larvae. The highest concentration (25 g/ l) of the fungus killed 57,77% of
the 2nd larvae instar. The infected larvae going slow and lazy, decreasing apettite,
hardening, died, and finally covered by white mycelium of B. bassiana. The highest
damage intensity was found at 2nd larvae instar (22,67%) and the lowest was 4th larvae
instar (0,67%).
Keywords: Entomopathogen, Beauveria bassiana, mortality, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Hanna Fransisca S, “Uji Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” dibawah
bimbingan Prof. Dr. M. Cyccu Tobing, MS. dan Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daya efektivitas Beauveria bassiana terhadap
Spodoptera litura Pada Tanaman Kelapa Sawit.
Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Riset Asian Agri Tebing Tinggi,
Sumatera Utara, pada bulan April sampai dengan September 2015. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah konsentrasi B. bassiana (K) (kontrol, 10g/l, 15g/l, 20g/l, 25g/l)
dan Faktor kedua adalah instar larva (I) (instar 2, instar 3, instar 4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi entomopatogen berpengaruh
nyata terhadap mortalitas larva. Mortalitas tertinggi terdapat pada konsentrasi 25 g/l
yaitu
57,78%
pada
instar
2.
S.litura
yang
terinfeksi
jamur
B. bassiana pada awalnya bergerak lambat, selera makan menurun, tubuh mengeras,
mati, dan pada akhirnya tubuh S.litura akan diselimuti miselium
B. bassiana yang berwarna putih. Intensitas serangan tertinggi pada larva instar 2
(22,67%) dan intensitas serangan terendah pada larva instar 4 (0,67%).
Kata kunci : Entomopatogen, Beauveria bassiana, mortalitas, Spodoptera litura
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Hanna Fransisca S, dilahirkan di Kandis, pada tangal 23 Juni 1992 dari pasangan
Ayah Hasudungan Samosir dan Ibu Ros Swedy Bakara. Penulis merupakan anak
pertama dari 3 bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
Lulus dari SD Santo Yosef Duri pada tahun 2004
Lulus dari SMP Santo Yosef Duri pada tahun 2007
Lulus dari SMA Negeri 2 Mandau pada tahun 2010
Tahun 2010 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan,
Program Studi Agroekoteknologi melalui jalur UMB.
Selama masa kuliah, penulis aktif sebagai anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa
Kristen
Indonesia),
anggota
PEMA
(Pemerintahan
Mahasiswa)
FP USU, Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN II Kebun Sawit
Seberang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill Terhadap
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit” merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS., sebagai Ketua dan
Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si sebagai Anggota, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan skripsi ini dapat digunakan
sebagai bahan bacaan yang berguna bagi semua orang.
Medan, Desember 2015
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...................................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................
Kegunaan Penelitian ............................................................................
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Spodoptera litura ..................................................................................
Biologi Hama............................................................................
Gejala Serangan .......................................................................
Beauveria bassiana ..............................................................................
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran B. bassiana .....................
4
4
6
7
8
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Pelaksanaan Penelitian .........................................................................
Penyediaan Entomopatogen .....................................................
Perhitungan Larva.....................................................................
Pembuatan Suspensi B. bassiana..............................................
Aplikasi.....................................................................................
Peubah Amatan .....................................................................................
Tingkat Mortalitas ...................................................................
Gejala Kematian .......................................................................
Persentase Serangan .................................................................
8
8
8
10
10
10
11
11
11
11
12
12
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No
Judul
Hlm
1
Rataan mortalitas (%) pada S.litura
18
2
Rataan Intensitas serangan S. Litura 1 hsi-7 hsi(%)
21
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No
Judul
Hlm
1
Telur Spodoptera litura
4
2
larva Spodoptera litura
5
3
Pupa S. litura
6
4
Imago S. litura
6
5
Gejala serangan S. litura
7
6
Konidia Beauveria bassiana
8
7
Jamur B. bassiana dalam media beras jagung
13
8
Gejala kematian larva S. litura
19
9
Intensitas serangan S. litura
20
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Hlm
1
Bagan penelitian
26
2
Lampiran 2.Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 1
hsa(%)
27
3
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 2 hsa(%)
28
4
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 3 hsa(%)
29
5
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 4 hsa(%)
31
6
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 5 hsa(%)
33
7
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 6 hsa(%)
35
8
Rataan persentase Mortalitas S. litura pengamatan 7 hsa(%)
37
9
Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 1 hsa(%)
39
10
Rataan Intensitas serangan S. litura pengamatan 2-7 hsa(%)
42
Universitas Sumatera Utara