berupa keragaman karakter morfologi, agronomi, fisiologi, marka isozim maupun marka molekuler.
Karakterisasi berdasarkan karakter morfologi dapat mempermudah dan mempercepat dalam membedakan antar fenotip tanaman yang sedang diamati.
Sifat-sifat yang teramati merupakan sifat yang diwariskan dan mudah dilihat dengan menggunakan mata telanjang. Akan tetapi karakter morfologi sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga diperlukan penanda lainnya yang dapat mendukung data-data dari karakter morfologi. Karakterisasi berdasarkan
marka isozim memiliki arti dan peran yang akan menentukan nilai guna dari materi plasma nutfah yang bersangkutan. Kegiatan karakterisasi ini akan
menghasilkan sumber-sumber gen dan sifat-sifat potensial yang dapat mendukung program pemuliaan tanaman.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam penelitian ini akan dilakukan karakterisasi terhadap keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp
berdasarkan karakter morfologi dan marka isozim, sebagai salah satu upaya untuk menggali keanekaragaman tanaman kimpul yang diharapkan dapat
bermanfaat dalam koleksi plasma nutfah dan pemuliaan tanaman yang bersangkutan, sehingga nilai kemanfaatan tanaman ini dapat dimaksimalkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan karakter morfologinya?
2. Bagaimanakah keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan analisis isozimnya?
3. Bagaimana korelasi antara jarak genetik berdasarkan karakter morfologi dan kemiripan genetik berdasarkan pola pita isozim?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari
ketinggian berbeda berdasarkan karakter morfologi.
2. Mengetahui keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan analisis isozim.
3. Mengetahui korelasi antara jarak genetik berdasarkan karakter morfologi dan
kemiripan genetik berdasarkan pola pita isozim. D. Manfaat
1. Manfaat Praktis a. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah akurasi dalam identifikasi,
khususnya pada beberapa varietas kimpul Xanthosoma spp. 2. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber data yang berguna dalam koleksi plasma nutfah tanaman kimpul Xanthosoma spp.
b. Karakterisasi berdasarkan karakter morfologi yang didukung dengan marka isozim memberikan data yang lebih akurat sehingga menghasilkan
sumber-sumber gen dan sifat-sifat potensial yang dapat mendukung program pemuliaan tanaman.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Talas Kimpul Xanthosoma spp
Kimpul Xanthosoma spp menurut Tjitrosoepomo, 2002 diklasifikasikan
dengan sistematika sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta Sub Divisio
: Angiospermae Kelas
: Monocotyledoneae Ordo
: AralesSpadiciflorae Familia
: Araceae Genus
: Xanthosoma Spesies
: Xanthosoma spp Xanthosoma merupakan suatu tumbuhan daerah hutan hujan tropis,
membutuhkan rata-rata temperatur harian di atas 21° C, lebih menyukai suhu antara 25° - 29° C. Xanthosoma merupakan tanaman daerah dataran rendah
tetapi adakalanya tumbuh pada ketinggian 2000 m, dengan hasil lebih rendah. Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 1400 mm, tetapi lebih disukai 2000 mm,
merata di sepanjang tahun, dan kelembaban tanah cukup. Tidak seperti pada Colocasia, Xanthosoma tidak tahan terhadap kelebihan air. Di bawah naungan
penuh, tumbuhan ini sering hanya dengan umbi, yang akan mulai tumbuh ketika cahaya tersedia. Xanthosoma tumbuh dengan baik pada lahan yang subur
dengan drainasi baik, pada pH 5,5 – 6,5. Tumbuhan ini tahan terhadap naungan dan lahan yang bersifat garam.
Dua macam Xanthosoma yang sering dijumpai yaitu Xanthosoma nigrum atau nama lainnya Xanthosoma violaceum dan Xanthosoma sagittifolium.
Keduanya dapat dibedakan dari warna petiolnya yaitu berwarna ungu untuk Xanthosoma violaceum dan berwarna hijau untuk Xanthosoma sagittifolium
Chang, 1984. Terdapat keragaman warna pada beberapa sifat morfologi plasma nutfah kimpul seperti pinggiran daun, pertulangan daun, pelepah daun,
tangkai daun atas, tengah dan bawah serta daging tengah umbi. Variasi lebar daun berkisar antara 12-44 cm, panjang daun antara 20-63 cm, panjang tangkai
daun berpelepah antara 15-72 cm, dan panjang total tangkai daun antara 30-117 cm. Tinggi tanaman umumnya sedang 50-100 cm dan tinggi lebih dari 100
cm. Bobot umbi berkisar antara 125-563 g, panjang umbi antara 8,0-16,8 cm, dan diameter umbi antara 5,7-9,3 cm Somantri, 2001. Kimpul dapat mengahsilkan
umbi berdaging yang membesar sebagai tempat penimbunan pati. Akar yang berkembang dari bawah umbi adalah akar serabut dan agak dangkal. Umbi
induk merupakan bagian berdaging yang membesar dari pangkal batang yang mampat. Umbi anakan merupakan tunas aksiler yang membesar dari batang
atau umbi induk. Secara morfologi, umbi induk dan umbi anakan adalah jaringan batang Rubatzky et al., 1998.
Bunga kimpul merupakan suatu tongkol yang dikelilingi oleh seludang bunga. Bunga betina terletak pada bagian pangkal Goldsworthy et al., 1992.
Seludang bunga sebagai selubung bunga, mempunyai bentuk dan warna bervariasi antara lain berwarna putih, kuning, orange, merah sampai ungu,
maroon atau hijau Kusumo dkk, 2002. Bunga betina terdiri dari stigma berwarna kuning dan ovarium terbagi dalam lokulus dan di dalamnya terdapat sel
telur. Bunga jantan terdiri dari enam stamen pada anther yang menyatu.
Buahnya merupakan buah berry, tetapi buah dan biji pada kimpul jarang sekali muncul Onwueme, 1978.
Umbi induk biasanya bulat atau silindris, dengan berat mencapai 450 gram. Besar umbi induk dapat mencapai panjang 30 cm dan lebar 15 cm. Umbi
induk biasanya kurang layak santap sehingga umumnya digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan yang umum dikonsumsi manusia adalah umbi
anakannya. Warna daging umbi induk dan anakan bervariasi tergantung kultivarnya. Umumnya berwarna putih, beberapa berwarna krem, kuning dan
kadang-kadang berwarna pink Rubatzky et al., 1998. Kimpul atau Xanthosoma spp lebih besar daripada Talas Colocasia
esculenta yang salah satunya dikenal sebagai talas bogor Kusumo dkk, 2002. Perbedaan talas taro dengan kimpul adalah dari segi umbi, bentuk daun dan
letak tangkai daun. Kimpul yang dimakan adalah umbi anaknya sedangkan talas yang dimakan adalah umbi induknya. Kimpul memiliki daun berbentuk
panah, pangkal daunnya teriris dalam hingga mencapai tangkai daun, sedangkan talas mempunyai daun berbentuk perisai yang pangkalnya teriris berbentuk
segitiga. Ciri lain yang dimiliki oleh tanaman kimpul adalah sebagian batangnya berada diatas tanah. Tumbuhan ini jarang berbunga, bunga berbentuk bulir yang
diselubungi oleh seludang bunga, mempunyai bunga jantan, bunga mandul dan bunga betina. Getah berwarna putih agak kental, cormel banyak dan berkumpul
sehingga dinamakan kimpul Kusumo dkk, 2002. Diskripsi tanaman tersebut adalah sebagai berikut Prosea Kehati:
tumbuhan dengan rimpang pendek, berumbi banyak, umbi agak halus, ungu keabuan, dengan tunas mata merah keunguan, daging umbi ungu, merah,
merah jambu, kuning atau putih. Daun ungu hingga hijau kecoklatan, helaian
daun menganak panah-membundar telur, berwarna hijau gelap di bagian atasnya dengan tepian ungu, sedikit hijau pucat dengan ungu di bagian bawah, urat daun
hijau hingga ungu gelap. Perbungaan seperti tongkol, tabung seludang ungu atau hijau pucat di bagian luar, krem didalam, tongkol berwarna hijau-
kekuningan, bagian steril berwarna ungu-merah jambu menuju kelabu, bagian jantan berwarna kuning pucat, berakhir pada ekor pendek menumpul. Buah dan
biji tidak diketahui.
2. Karakterisasi Keragaman pada Tanaman
Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat- sifat penting yang bernilai ekonomi atau merupakan penciri dari varietas yang
akan diteliti. Trait yang diamati dapat berupa karakter morfologi yang meliputi: bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji dan sebagainya; karakter agronomi
yang meliputi: umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan dan sebagainya; karakter fisiologi yang meliputi: senyawa alelopati, fenol,
alkaloid, reaksi pencoklatan dan sebagainya; marka isozim dan marka molekuler Kurniawan, 2004.
Karakterisasi memiliki arti dan peran yang akan menentukan nilai guna dari materi plasma nutfah yang bersangkutan. Kegiatan karakterisasi ini akan
menghasilkan sumber-sumber gen dan sifat-sifat potensial yang dapat mendukung program pemuliaan tanaman. Karakterisasi dapat mempermudah
dan mempercepat dalam membedakan antar fenotip tanaman yang sedang diamati. Sifat-sifat yang teramati merupakan sifat yang diwariskan, mudah dilihat dengan
menggunakan mata telanjang dan muncul setara pada setiap lingkungan. Karakterisasi termasuk pada sifat-sifat yang diinginkan dan merupakan hasil konsensus antar
pengguna untuk tanaman tertentu Kusumo dkk, 2002.
Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi yang beragam dapat diukur berdasarkan kemiripan dari sejumlah karakter yang dimilikinya,
dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik. Karakter pada makhluk hidup dikendalikan oleh
gen. Gen merupakan segmen DNA yang aktivitasnya dapat diamati melalui perubahan karakter morfologi Kartikaningrum dkk, 2003.
a. Penanda Morfologis Penanda Fenotipik Penanda morfologi menggunakan sifat-sifat yang biasanya terekspresi
dalam fenotipe suatu jenis, misalnya: bentuk, letak, ukuran dan warna dari bagian vegetatif maupun generatif suatu tanaman Sriyono, 2006.
Morfologi tanaman merupakan salah satu dasar pendekatan dalam identifikasi Kurniawan, 2004. Identifikasi tanaman secara konvensional dilakukan berdasarkan
morfologi tanaman yang secara kasat mata dapat terlihat dan dapat pula menggunakan bantuan alat optik misalnya mikroskop dan dapat dilakukan
pembedaan antara satu populasi dengan populasi lainnya. Pendekatan ini digunakan untuk identifikasi maupun karakterisasi beberapa tanaman antara lain: Anggrek subtribe
sarcanthinae Kartaningrum dkk, 2003, Pamelo Citrus grandis L Rakhman dkk, 2005, Durian Durio zibethinus Sriyono, 2006, Padi Oryza sativa Widiyanti, 2007
dan Kamboja Jepang Adenium obesum Hastuti, 2008. Kekerabatan secara fenotipik merupakan kekerabatan yang didasarkan
pada analisis sejumlah penampilan fenotipik dari suatu organisme. Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan sejumlah
karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter yang tampak berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik Kartikaningrum dkk, 2003.
Kelemahan penggunaan penanda ini dalam karakterisasi adalah sulitnya mencari hubungan antara genotipe dan fenotipenya. Hal ini disebabkan karena
sifat-sifat morfologi pada umumnya dikontrol oleh gen majemuk dan faktor lingkungan yang kompleks. Disamping itu, gen resesif pada individu yang
heterozigot tidak diekspresikan. Fenotipe yang diperoleh biasanya dipengaruhi oleh dominasi sehingga menyulitkan dalam interprestasi genetik Na’iem, 1996.
Menurut Sitompul dan Guritno 1995 faktor lingkungan yang diyakini dapat mempengaruhi terjadinya perubahan morfologi tanaman antara lain iklim,
suhu, jenis tanah, kondisi tanah, ketinggian tempat dan kelembaban. Apabila faktor lingkungan lebih dominan mempengaruhi dari pada faktor genetik, maka
tanaman sejenis di tempat berlainan dengan kondisi lingkungan yang berbeda akan memiliki morfologi yang bervariasi Suranto, 2001. Tetapi apabila faktor genetik
lebih dominan mempengaruhi maka walaupun tanaman ditanam di tempat yang berlainan tidak akan menunjukkan variasi morfologi yang signifikan.
Agar diperoleh hasil studi yang diinginkan, maka diperlukan suatu penanda yang akurat. Penanda yang digunakan adalah marker biokimia seperti
isozim dan marker molekuler seperti analisis DNA, disamping penanda yang umum digunakan untuk mempelajari keragaman tanaman yaitu karakter
morfologi atau penanda fenotipik. b. Penanda Isozim
Karakter pada mahluk hidup dikendalikan oleh gen. Gen merupakan segmen DNA yang aktivitasnya dapat diamati melalui perubahan karakter
morfologi. Pengelompokan secara genotipik dilakukan menggunakan data yang berasal dari marka molekuler yang berkaitan langsung dengan fenotipe suatu
organisme.
Menurut Kusumo dkk 2002, salah satu marker biokimia yang dapat digunakan dalam karakterisasi tanaman adalah penanda isozim. Isozim
merupakan produk langsung dari gen, berupa protein dan enzim, terdiri dari berbagai molekul aktif yang mempunyai struktur kimia berbeda tetapi
mengkatalisis reaksi yang sama. Menurut Winarno 1993 isozim dapat digunakan sebagai penanda genetik untuk mempelajari keragaman individu
dalam suatu populasi. Isozim adalah protein-protein dengan karakteristik katalik mirip tetapi
berbeda sifat elektroforetiknya. Enzim merupakan hasil langsung dari bagian yang spesifik pada kode genetik dan berarti merupakan visualisasi dan ekspresi
dari gen Sugiyarto dan Murdiyatmo, 1992. Penanda biokimia seperti isozim merupakan salah satu alternatif yang
dapat digunakan untuk mengkarakterisasi dan mengklasifikasi koleksi plasma nutfah karena relatif stabil terhadap lingkungan. Menurut Brown dan Weir, 1983;
Pasteur et al., 1988; Brar, 1992 dalam Hadiati, 2002, isozim memiliki beberapa karakteristik dan keuntungan diantaranya bahwa produk dari alel yang berbeda
bergerak pada posisi yang berbeda dalam gel, sehingga adanya perbedaan kemunculan pita-pita pada gel dapat dijadikan sebagai indikator adanya produk
alel yang berbeda. Alel yang berbeda ini biasanya diwariskan secara kodomain, bebas dari apistasi sehingga individu homozigot dapat dibedakan dari individu
heterozigot. Seringkali posisi pita yang muncul merupakan produk dari suatu lokus, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi jumlah gen yang mengkode
suatu enzim dengan menganalisa pola pita dari enzim tersebut. Isozim dapat dilacak dan dipelajari dengan menggunakan teknik
elektroforesis, yaitu dengan mengamati dan menganalisis zimogram setelah
elektroforesis Wang, 1998 dan Chen et al., 2006. Menurut Sudarmono 2006 metode penelitian terhadap enzimisozim atau protein dapat dilakukan dengan
alat elektroforesis horisontal maupun vertikal yang bergerak dari arus negatif katoda ke positif anoda. Prinsip dasarnya yaitu bahwa setiap genom
tumbuhan enzim, protein dan DNA mempunyai berat yang berbeda-beda sehingga kecepatan bergeraknya pada media gel juga berbeda-beda. Hal ini
dapat dilihat setelah melalui proses pewarnaan atau trouble shooting. Menurut Arora 2003 elektroforesis adalah suatu cara pemisahan dalam
suatu larutan atas dasar proses perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Molekul-molekul biologis yang bermuatan listrik dalam
larutan akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul. Metode ini memisahkan nukleotida berbeda dari tiap protein
enzim yang dianalisis kedalam pola pita yang dapat dilihat melalui pewarnaan. Pola pita yang dihasilkan setelah proses pewarnaan tersebut merupakan
hasil dari reaksi enzimatik dari substrat dengan enzim yang diamati. Perbedaan jarak migrasi pada pita-pita merupakan wujud dari perbedaan muatan dan bentuk
molekul enzim Weier, 1982. Laju migrasi partikel bervariasi tergantung pada muatan listrik, ukuran partikel dan bentuk partikel Arora, 2003.
Bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk elektroforesis menurut Sudarmono 2006 adalah bagian daun muda, serbuk sari, rimpang atau
spesimen kering herbarium. Pemilihan bahan yang akan digunakan merupakan hal yang sangat penting. Isozim tertentu dijumpai pada jaringan tertentukhusus
seperti pada bagian tertentu dari sel atau mungkin pada tingkat perkembangan tertentu dari siklus hidup tanaman.
Sebelum digunakan,
bahan-bahan tersebut
diekstrak kemudian
diteteskan pada wick gel untuk elektroforesis vertikal dan dengan kertas filter pada elektroforesis horisontal. Sedangkan media yang dapat digunakan dalam
elektroforesis antara lain kertas, gel dan selulosa asetat Arora, 2003. Pada elektroforesis, gel dicatat sangat cocok untuk digunakan secara luas untuk tujuan
studi taksonomi tanaman. Pada umumnya gel yang sering digunakan adalah pati dan poliakrilamid.
Menurut Kusumo dkk 2002, enzim yang dapat digunakan dalam analisis isozim ini diantaranya adalah enzim peroxidase dan esterase. Selain itu dapat
digunakan pula
enzim Glutamat
Oksaloasetat Transaminase
GOT. Peroxidase adalah enzim oksidoreduktase yang berperan untuk oksidasi substrat
sambil mereduksi H
2
O
2
menjadi H
2
O. Rothe 1994 mengatakan bahwa isozim peroksidase tersebar luas khususnya pada tanaman dan terdapat dalam jumlah
yang banyak. Dengan adanya hidrogen peroksida H
2
O
2
mengkatalis oksidasi fenol AH
2
dan aromatic amines AH
2
sesuai reaksi berikut: Enzim - H
2
O
2
+ AH
2
enzim + A + 2 H
2
O Aktivitas enzim peroksidase mudah dideteksi karena aktivitasnya yang
luar biasa pada jaringan tanaman Touti, 1988. Bahan yang dapat digunakan untuk analisis ini antara lain akar, batang, daun dan bijinya. Analisis isozim
peroksidase telah digunakan oleh beberpa peneliti dalam pengujian beberapa tanaman diantaranya: padi Ito et al., 1991; Ranunculus Suranto, 2001; Annanas comosus
Hadiati, 2003; Kedelai Cahyarini, 2004; Lansium domesticum Vihara, 2005; Tribus alpine Lestari, 2005; jeruk besar Purwanto, 2002.
Peroksidase memiliki spektrum yang luas dan memiliki peran yang sangat penting dalam proses fisiologi tanaman. Enzim ini dapat diisolasi dan tersebar
pada sel atau jaringan tanaman terutama pada jaringan tanaman yang mengalami perkembangan Butt 1980 dalam Hartati, 2001. Peroksidase pada
tanaman merupakan protein yang mengkatalis oksidasi H
2
O
2
dengan berbagai macam substrat. Beberapa fungsi peroksidase pada tanaman diantaranya
adalah pada pembentukan kayu, metabolisme auksin Gaspar et al.,1991 dalam Groppa, 1999, respon terhadap stress lingkungan Castillo Reppin,1986;
Esaki et al.,1996 dalam Groppa, 1999 dan sebagai pertahanan dalam melawan patogen Lagrimi Rothstein, 1987; Mohan Kolattukudy, 1990 dalam Groppa,
1999. Esterase EST pada tanaman merupakan enzim hidrolitik yang berfungsi
melakukan pemotongan ester sederhana pada asam organik, asam anorganik alkohol dan fenol serta mempunyai berat molekul rendah dan mudah larut
Subronto 1986 dalam Cahyarini, 2004. Analisis isozim ini mudah dilakukan. Bahan yang dapat digunakan antara lain akar, batang atau daunnya. Para
peneliti juga telah banyak menggunakan analisis isozim esterase untuk mengkaji sifat genetik makhluk hidup antara lain: padi Iskandar dkk, 1992; manggis
Mansyah dkk, 1999; Ranunculus Suranto, 2001; jeruk besar Purwanto dkk, 2002; Achatina variegata Novianto dkk, 2004; kedelai Cahyarini, 2004;
Lansium domesticum Vihara, 2005; Tribus alpine Lestari, 2005. Karakterisasi organisme dan pengenalannya dalam rangka memahami
keanekaragaman di dalamnya sangat berhubungan dengan sistematika. Sistematika bertujuan untuk memahami dan mendiskripsikan keanekaragaman suatu organisme
dan merekonstruksikan hubungan kekerabatannya dengan organisme lain Gravendel, 2000. Metode yang digunakan untuk merekonstruksi hubungan evolusi dari sebuah
kelompok organisme biologi adalah fenetika dan kladistika.
Fenetika menaksirkan hubungan evolusi berdasarkan kepemilikan karakter atau ciri yang sama dari anggota-anggota suatu kelompok sedangkan
kladistika mendasari sebuah hubungan pada perjalanan evolusi karakter atau ciri dari setiap anggota suatu kelompok yang sedang dipelajari. Kladistika sering
disebut sebagai filogenetik dan merupakan metode yang umum digunakan dalam penelitian sistematika. Di dalam filogenetika, sebuah kelompok organisme yang
anggota-anggotanya memiliki banyak kesamaan karakter atau ciri dianggap memiliki hubungan yang sangat dekat dan diperkirakan diturunkan dari satu nenek
moyang. Nenek moyang dan semua turunannya membentuk sebuah kelompok monofiletik. Anggota-anggota dalam kelompok monofiletik diasumsikan membawa sifat
atau pola genetik dan biokimia yang sama Topik, 2008. Dalam analisis filogenetika kelompok outgroup sangat dibutuhkan dan
menyebabkan polarisasi karakter atau ciri, yaitu karakter apomorfik dan plesiomorfik. Karakter apomorfik adalah karakter yang berubah dan diturunkan,
terdapat pada ingroup, sedangkan karakter plesiomorfik merupakan karakter primitive yang terdapat pada outgroup. Karakter sinapomorfik merupakan
karakter yang diturunkan dan terdapat pada kelompok monofiletik Topik, 2008.
B. Kerangka Berfikir