berupa keragaman karakter morfologi, agronomi, fisiologi, marka isozim maupun marka molekuler.
Karakterisasi  berdasarkan  karakter  morfologi  dapat  mempermudah  dan mempercepat  dalam  membedakan  antar fenotip  tanaman  yang  sedang  diamati.
Sifat-sifat  yang  teramati  merupakan  sifat  yang  diwariskan  dan  mudah  dilihat dengan  menggunakan  mata  telanjang.    Akan  tetapi    karakter  morfologi  sangat
dipengaruhi  oleh  faktor  lingkungan,  sehingga  diperlukan  penanda  lainnya  yang dapat  mendukung  data-data  dari  karakter  morfologi.    Karakterisasi  berdasarkan
marka  isozim  memiliki  arti  dan  peran  yang  akan  menentukan  nilai  guna  dari materi  plasma  nutfah  yang  bersangkutan.    Kegiatan  karakterisasi  ini  akan
menghasilkan  sumber-sumber  gen  dan  sifat-sifat  potensial  yang  dapat mendukung program pemuliaan tanaman.
Berdasarkan  latar  belakang  diatas,  dalam  penelitian  ini  akan  dilakukan karakterisasi  terhadap  keragaman  tanaman  kimpul  Xanthosoma  spp
berdasarkan  karakter  morfologi  dan  marka  isozim,  sebagai  salah  satu  upaya untuk  menggali  keanekaragaman  tanaman  kimpul  yang  diharapkan  dapat
bermanfaat  dalam  koleksi  plasma  nutfah  dan  pemuliaan  tanaman  yang bersangkutan, sehingga nilai kemanfaatan tanaman ini dapat dimaksimalkan.
B.  Rumusan Masalah
1.  Bagaimanakah keragaman  tanaman kimpul Xanthosoma  spp  yang  berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan karakter morfologinya?
2.  Bagaimanakah keragaman  tanaman kimpul Xanthosoma  spp  yang  berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan analisis isozimnya?
3.  Bagaimana korelasi antara jarak genetik berdasarkan karakter morfologi dan kemiripan genetik berdasarkan pola pita isozim?
C.  Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: 1.  Mengetahui keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari
ketinggian berbeda berdasarkan karakter morfologi.
2.  Mengetahui keragaman tanaman kimpul Xanthosoma spp yang berasal dari ketinggian berbeda berdasarkan analisis isozim.
3.  Mengetahui korelasi antara jarak genetik berdasarkan karakter morfologi dan
kemiripan genetik berdasarkan pola pita isozim. D.  Manfaat
1.  Manfaat Praktis a.  Penelitian  ini  bermanfaat  untuk    menambah  akurasi  dalam  identifikasi,
khususnya pada beberapa varietas kimpul Xanthosoma spp. 2.  Manfaat Teoritis
a.  Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber data yang berguna dalam  koleksi plasma nutfah tanaman kimpul  Xanthosoma spp.
b.  Karakterisasi  berdasarkan  karakter  morfologi  yang  didukung  dengan marka isozim memberikan data yang lebih akurat sehingga menghasilkan
sumber-sumber  gen  dan  sifat-sifat  potensial  yang  dapat  mendukung program pemuliaan tanaman.
BAB II LANDASAN TEORI
A.  Tinjauan Pustaka 1.  Talas Kimpul Xanthosoma spp
Kimpul  Xanthosoma  spp  menurut  Tjitrosoepomo,  2002  diklasifikasikan
dengan sistematika sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta Sub Divisio
: Angiospermae Kelas
: Monocotyledoneae Ordo
: AralesSpadiciflorae Familia
: Araceae Genus
: Xanthosoma Spesies
: Xanthosoma spp Xanthosoma  merupakan  suatu  tumbuhan  daerah  hutan  hujan  tropis,
membutuhkan  rata-rata  temperatur  harian  di  atas  21°  C,  lebih  menyukai  suhu antara  25°  -  29°  C.    Xanthosoma  merupakan  tanaman  daerah  dataran  rendah
tetapi  adakalanya  tumbuh  pada  ketinggian  2000  m,  dengan  hasil  lebih  rendah. Rata-rata  curah  hujan  tahunan  sekitar  1400  mm,  tetapi  lebih  disukai  2000  mm,
merata  di  sepanjang  tahun,  dan  kelembaban  tanah  cukup.    Tidak  seperti  pada Colocasia,  Xanthosoma tidak  tahan  terhadap kelebihan  air.    Di  bawah  naungan
penuh, tumbuhan ini sering hanya dengan umbi, yang akan mulai tumbuh ketika cahaya  tersedia.    Xanthosoma  tumbuh  dengan  baik  pada  lahan  yang  subur
dengan drainasi baik, pada pH 5,5 – 6,5.  Tumbuhan ini tahan terhadap naungan dan lahan yang bersifat garam.
Dua macam Xanthosoma yang sering dijumpai yaitu Xanthosoma nigrum atau  nama  lainnya  Xanthosoma  violaceum  dan  Xanthosoma  sagittifolium.
Keduanya  dapat  dibedakan  dari  warna  petiolnya  yaitu  berwarna  ungu  untuk Xanthosoma  violaceum  dan  berwarna  hijau  untuk  Xanthosoma  sagittifolium
Chang,  1984.    Terdapat  keragaman  warna  pada  beberapa  sifat  morfologi plasma  nutfah  kimpul  seperti  pinggiran  daun,  pertulangan  daun,  pelepah  daun,
tangkai  daun  atas,  tengah  dan  bawah  serta  daging  tengah  umbi.    Variasi  lebar daun berkisar antara 12-44 cm, panjang daun antara 20-63 cm, panjang tangkai
daun berpelepah antara 15-72 cm, dan panjang total tangkai daun antara 30-117 cm.    Tinggi  tanaman  umumnya  sedang  50-100  cm  dan  tinggi  lebih  dari  100
cm.  Bobot  umbi  berkisar  antara  125-563  g,  panjang  umbi  antara  8,0-16,8  cm, dan diameter umbi antara 5,7-9,3 cm Somantri, 2001.  Kimpul dapat  mengahsilkan
umbi  berdaging  yang  membesar  sebagai  tempat  penimbunan  pati.    Akar  yang berkembang  dari  bawah  umbi  adalah  akar  serabut  dan  agak  dangkal.    Umbi
induk  merupakan  bagian  berdaging  yang  membesar  dari  pangkal  batang  yang mampat.    Umbi  anakan    merupakan  tunas  aksiler  yang  membesar  dari  batang
atau umbi induk.  Secara morfologi, umbi induk dan umbi anakan adalah jaringan batang Rubatzky et al., 1998.
Bunga  kimpul  merupakan  suatu  tongkol  yang  dikelilingi  oleh  seludang bunga.    Bunga  betina  terletak  pada  bagian  pangkal  Goldsworthy  et  al.,  1992.
Seludang  bunga  sebagai  selubung  bunga,  mempunyai  bentuk  dan  warna bervariasi  antara  lain  berwarna  putih,  kuning,  orange,  merah  sampai  ungu,
maroon  atau  hijau  Kusumo  dkk,  2002.    Bunga  betina  terdiri  dari  stigma berwarna kuning dan ovarium terbagi dalam lokulus dan di dalamnya terdapat sel
telur.  Bunga  jantan  terdiri  dari  enam  stamen  pada  anther  yang  menyatu.
Buahnya  merupakan  buah  berry,  tetapi  buah  dan  biji  pada  kimpul  jarang  sekali muncul Onwueme, 1978.
Umbi  induk  biasanya  bulat  atau  silindris,  dengan  berat  mencapai  450 gram.  Besar umbi induk dapat mencapai panjang 30 cm dan lebar 15 cm.  Umbi
induk  biasanya  kurang  layak  santap  sehingga  umumnya  digunakan  sebagai pakan  ternak,  sedangkan  yang  umum  dikonsumsi  manusia  adalah  umbi
anakannya.    Warna  daging  umbi  induk  dan  anakan  bervariasi  tergantung kultivarnya.    Umumnya  berwarna  putih,  beberapa  berwarna  krem,  kuning  dan
kadang-kadang berwarna pink Rubatzky et al., 1998. Kimpul  atau  Xanthosoma  spp  lebih  besar  daripada  Talas  Colocasia
esculenta yang salah satunya dikenal sebagai talas bogor Kusumo dkk, 2002. Perbedaan  talas  taro  dengan  kimpul  adalah  dari  segi  umbi,  bentuk  daun  dan
letak  tangkai    daun.    Kimpul  yang  dimakan  adalah  umbi  anaknya  sedangkan talas  yang    dimakan  adalah  umbi  induknya.    Kimpul  memiliki  daun  berbentuk
panah, pangkal daunnya teriris dalam hingga mencapai tangkai daun, sedangkan talas  mempunyai  daun  berbentuk  perisai  yang  pangkalnya  teriris  berbentuk
segitiga. Ciri lain  yang dimiliki oleh tanaman kimpul adalah sebagian batangnya berada diatas tanah.  Tumbuhan ini jarang berbunga, bunga berbentuk bulir yang
diselubungi oleh seludang bunga, mempunyai bunga jantan, bunga mandul dan bunga betina.  Getah berwarna putih agak kental, cormel banyak dan berkumpul
sehingga dinamakan kimpul Kusumo dkk, 2002. Diskripsi  tanaman  tersebut  adalah  sebagai  berikut  Prosea  Kehati:
tumbuhan  dengan  rimpang  pendek,  berumbi  banyak,  umbi  agak  halus,  ungu keabuan,  dengan  tunas  mata  merah  keunguan,  daging  umbi  ungu,  merah,
merah  jambu,  kuning  atau  putih.    Daun  ungu  hingga  hijau  kecoklatan,  helaian
daun menganak panah-membundar telur, berwarna hijau gelap di bagian atasnya dengan tepian ungu, sedikit hijau pucat dengan ungu di bagian bawah, urat daun
hijau  hingga  ungu  gelap.    Perbungaan  seperti  tongkol,  tabung  seludang  ungu atau  hijau  pucat  di  bagian  luar,  krem  didalam,  tongkol  berwarna  hijau-
kekuningan,  bagian  steril  berwarna  ungu-merah  jambu  menuju  kelabu,  bagian jantan berwarna kuning pucat, berakhir pada ekor pendek menumpul.  Buah dan
biji tidak diketahui.
2.  Karakterisasi Keragaman pada Tanaman
Karakterisasi  merupakan  kegiatan  dalam  rangka  mengidentifikasi  sifat- sifat  penting  yang  bernilai  ekonomi  atau  merupakan  penciri  dari  varietas  yang
akan  diteliti.    Trait  yang  diamati  dapat  berupa  karakter  morfologi  yang  meliputi: bentuk  daun,  bentuk  buah,  warna  kulit  biji  dan  sebagainya;  karakter  agronomi
yang meliputi: umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan dan  sebagainya;  karakter  fisiologi  yang  meliputi:  senyawa  alelopati,  fenol,
alkaloid, reaksi pencoklatan dan sebagainya; marka isozim dan marka molekuler Kurniawan, 2004.
Karakterisasi  memiliki  arti  dan  peran  yang  akan  menentukan  nilai  guna dari  materi  plasma  nutfah  yang  bersangkutan.    Kegiatan  karakterisasi  ini  akan
menghasilkan  sumber-sumber  gen  dan  sifat-sifat  potensial  yang  dapat mendukung  program  pemuliaan  tanaman.    Karakterisasi  dapat  mempermudah
dan  mempercepat  dalam  membedakan  antar  fenotip  tanaman  yang  sedang  diamati. Sifat-sifat  yang  teramati  merupakan  sifat  yang  diwariskan,  mudah  dilihat  dengan
menggunakan mata telanjang dan muncul setara pada setiap lingkungan. Karakterisasi termasuk  pada  sifat-sifat  yang  diinginkan  dan  merupakan  hasil  konsensus  antar
pengguna untuk tanaman tertentu Kusumo dkk, 2002.
Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi  yang beragam dapat  diukur  berdasarkan  kemiripan  dari  sejumlah  karakter  yang  dimilikinya,
dengan  asumsi  bahwa  karakter-karakter  berbeda  disebabkan  oleh  adanya perbedaan  susunan  genetik.    Karakter  pada  makhluk  hidup  dikendalikan  oleh
gen.    Gen  merupakan  segmen  DNA  yang  aktivitasnya  dapat  diamati  melalui perubahan karakter morfologi Kartikaningrum dkk, 2003.
a.  Penanda Morfologis Penanda Fenotipik Penanda  morfologi  menggunakan  sifat-sifat  yang  biasanya  terekspresi
dalam  fenotipe  suatu  jenis,  misalnya:  bentuk,  letak,  ukuran  dan  warna  dari bagian vegetatif maupun generatif suatu tanaman Sriyono, 2006.
Morfologi tanaman merupakan salah satu dasar pendekatan dalam identifikasi Kurniawan, 2004.  Identifikasi tanaman secara konvensional dilakukan berdasarkan
morfologi  tanaman  yang  secara  kasat  mata  dapat  terlihat  dan  dapat  pula menggunakan  bantuan  alat  optik  misalnya  mikroskop  dan  dapat  dilakukan
pembedaan antara satu populasi dengan populasi lainnya.  Pendekatan ini digunakan untuk identifikasi maupun karakterisasi beberapa tanaman antara lain: Anggrek subtribe
sarcanthinae  Kartaningrum  dkk,  2003,  Pamelo  Citrus  grandis  L  Rakhman  dkk, 2005, Durian Durio zibethinus Sriyono, 2006, Padi Oryza sativa Widiyanti, 2007
dan Kamboja Jepang Adenium obesum Hastuti, 2008. Kekerabatan  secara  fenotipik  merupakan  kekerabatan  yang  didasarkan
pada  analisis  sejumlah  penampilan  fenotipik  dari  suatu  organisme.    Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan sejumlah
karakter  dengan  asumsi  bahwa  karakter-karakter  yang  tampak  berbeda  disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik Kartikaningrum dkk, 2003.
Kelemahan penggunaan penanda ini dalam karakterisasi adalah sulitnya mencari hubungan antara genotipe dan fenotipenya.  Hal ini disebabkan karena
sifat-sifat  morfologi  pada  umumnya  dikontrol  oleh  gen  majemuk  dan  faktor lingkungan  yang  kompleks.    Disamping  itu,  gen  resesif  pada  individu  yang
heterozigot  tidak  diekspresikan.  Fenotipe  yang  diperoleh  biasanya  dipengaruhi oleh dominasi sehingga menyulitkan dalam interprestasi genetik Na’iem, 1996.
Menurut  Sitompul  dan  Guritno  1995  faktor  lingkungan  yang  diyakini dapat  mempengaruhi  terjadinya  perubahan  morfologi  tanaman  antara  lain  iklim,
suhu,  jenis  tanah,  kondisi  tanah,  ketinggian  tempat  dan  kelembaban.    Apabila faktor  lingkungan  lebih  dominan  mempengaruhi  dari  pada  faktor  genetik,  maka
tanaman  sejenis  di  tempat  berlainan  dengan  kondisi  lingkungan  yang  berbeda akan memiliki morfologi yang bervariasi Suranto, 2001.  Tetapi apabila faktor genetik
lebih  dominan  mempengaruhi  maka  walaupun  tanaman  ditanam  di  tempat  yang berlainan tidak akan menunjukkan variasi morfologi yang signifikan.
Agar  diperoleh  hasil  studi  yang  diinginkan,  maka  diperlukan  suatu penanda yang akurat.  Penanda yang digunakan adalah marker biokimia seperti
isozim  dan  marker  molekuler  seperti  analisis  DNA,  disamping  penanda  yang umum  digunakan  untuk  mempelajari  keragaman  tanaman  yaitu  karakter
morfologi atau penanda fenotipik. b.  Penanda  Isozim
Karakter  pada  mahluk  hidup  dikendalikan  oleh  gen.    Gen  merupakan segmen  DNA  yang  aktivitasnya  dapat  diamati  melalui  perubahan  karakter
morfologi.  Pengelompokan secara genotipik dilakukan menggunakan data yang berasal  dari  marka  molekuler  yang  berkaitan  langsung  dengan  fenotipe  suatu
organisme.
Menurut  Kusumo  dkk  2002,  salah  satu  marker  biokimia  yang  dapat digunakan  dalam  karakterisasi  tanaman  adalah  penanda  isozim.    Isozim
merupakan  produk  langsung  dari  gen,  berupa  protein  dan  enzim,  terdiri  dari berbagai  molekul  aktif  yang  mempunyai  struktur  kimia  berbeda  tetapi
mengkatalisis  reaksi  yang  sama.    Menurut  Winarno  1993  isozim  dapat digunakan  sebagai  penanda  genetik  untuk  mempelajari  keragaman  individu
dalam suatu populasi. Isozim  adalah  protein-protein  dengan  karakteristik  katalik  mirip  tetapi
berbeda  sifat  elektroforetiknya.    Enzim  merupakan  hasil  langsung  dari  bagian yang spesifik pada kode genetik dan berarti merupakan visualisasi dan ekspresi
dari gen Sugiyarto dan Murdiyatmo, 1992. Penanda  biokimia  seperti  isozim  merupakan  salah  satu  alternatif  yang
dapat  digunakan  untuk  mengkarakterisasi  dan  mengklasifikasi  koleksi  plasma nutfah karena relatif stabil terhadap lingkungan.  Menurut Brown dan Weir, 1983;
Pasteur  et  al.,  1988;  Brar,  1992  dalam  Hadiati,  2002,  isozim  memiliki  beberapa karakteristik  dan  keuntungan  diantaranya  bahwa  produk  dari  alel  yang  berbeda
bergerak  pada  posisi  yang  berbeda  dalam  gel,  sehingga  adanya  perbedaan kemunculan  pita-pita  pada  gel  dapat  dijadikan  sebagai  indikator  adanya  produk
alel yang berbeda.  Alel yang berbeda ini biasanya diwariskan secara kodomain, bebas  dari  apistasi  sehingga  individu  homozigot  dapat  dibedakan  dari  individu
heterozigot.    Seringkali  posisi  pita  yang  muncul  merupakan  produk  dari  suatu lokus,  sehingga  memungkinkan  untuk  mendeteksi  jumlah  gen  yang  mengkode
suatu enzim dengan menganalisa pola pita dari enzim tersebut. Isozim  dapat  dilacak  dan  dipelajari  dengan  menggunakan  teknik
elektroforesis,  yaitu  dengan  mengamati  dan  menganalisis  zimogram  setelah
elektroforesis Wang, 1998 dan Chen et al., 2006.  Menurut Sudarmono 2006 metode  penelitian  terhadap  enzimisozim  atau  protein  dapat  dilakukan  dengan
alat  elektroforesis  horisontal  maupun  vertikal  yang  bergerak  dari  arus  negatif katoda  ke  positif  anoda.    Prinsip  dasarnya  yaitu  bahwa  setiap  genom
tumbuhan  enzim,  protein  dan  DNA  mempunyai  berat  yang  berbeda-beda sehingga  kecepatan  bergeraknya  pada  media  gel  juga  berbeda-beda.    Hal  ini
dapat dilihat setelah melalui proses pewarnaan atau trouble shooting. Menurut Arora 2003 elektroforesis adalah suatu cara pemisahan dalam
suatu larutan atas dasar proses perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh  medan  listrik.    Molekul-molekul  biologis  yang  bermuatan  listrik  dalam
larutan  akan  bergerak  ke  arah  elektroda  yang  polaritasnya  berlawanan  dengan muatan  molekul.    Metode  ini  memisahkan  nukleotida  berbeda  dari  tiap  protein
enzim yang dianalisis kedalam pola pita yang dapat dilihat melalui pewarnaan. Pola pita yang dihasilkan setelah proses pewarnaan tersebut merupakan
hasil dari reaksi enzimatik dari substrat dengan enzim yang diamati.  Perbedaan jarak migrasi pada pita-pita merupakan wujud dari perbedaan muatan dan bentuk
molekul  enzim  Weier,  1982.    Laju  migrasi  partikel  bervariasi  tergantung  pada muatan listrik, ukuran partikel dan bentuk partikel Arora, 2003.
Bahan-bahan  yang  biasanya  digunakan  untuk  elektroforesis  menurut Sudarmono  2006  adalah  bagian  daun  muda,  serbuk  sari,  rimpang  atau
spesimen kering herbarium.  Pemilihan bahan yang akan digunakan merupakan hal yang sangat penting.  Isozim tertentu dijumpai pada jaringan tertentukhusus
seperti  pada  bagian  tertentu  dari  sel  atau  mungkin  pada  tingkat  perkembangan tertentu dari siklus hidup tanaman.
Sebelum digunakan,
bahan-bahan tersebut
diekstrak kemudian
diteteskan  pada  wick  gel  untuk  elektroforesis  vertikal  dan  dengan  kertas  filter pada  elektroforesis  horisontal.    Sedangkan  media  yang  dapat  digunakan  dalam
elektroforesis  antara  lain  kertas,  gel  dan  selulosa  asetat  Arora,  2003.    Pada elektroforesis, gel dicatat sangat cocok untuk digunakan secara luas untuk tujuan
studi taksonomi tanaman.  Pada umumnya gel yang sering digunakan adalah pati dan poliakrilamid.
Menurut Kusumo dkk 2002, enzim yang dapat digunakan dalam analisis isozim  ini  diantaranya  adalah  enzim  peroxidase  dan  esterase.  Selain  itu  dapat
digunakan pula
enzim Glutamat
Oksaloasetat Transaminase
GOT. Peroxidase adalah enzim oksidoreduktase yang berperan untuk oksidasi substrat
sambil mereduksi H
2
O
2
menjadi H
2
O. Rothe 1994 mengatakan bahwa isozim peroksidase tersebar luas khususnya pada tanaman dan terdapat dalam jumlah
yang banyak.  Dengan adanya hidrogen peroksida H
2
O
2
mengkatalis oksidasi fenol AH
2
dan aromatic amines AH
2
sesuai reaksi berikut: Enzim - H
2
O
2
+ AH
2
enzim + A + 2 H
2
O Aktivitas  enzim  peroksidase  mudah  dideteksi  karena  aktivitasnya  yang
luar  biasa  pada  jaringan  tanaman  Touti,  1988.    Bahan  yang  dapat  digunakan untuk  analisis  ini  antara  lain  akar,  batang,  daun  dan  bijinya.    Analisis  isozim
peroksidase telah digunakan oleh beberpa peneliti dalam pengujian beberapa tanaman diantaranya:  padi  Ito  et  al.,  1991;  Ranunculus  Suranto,  2001;  Annanas  comosus
Hadiati, 2003; Kedelai Cahyarini, 2004; Lansium domesticum Vihara, 2005; Tribus alpine Lestari, 2005; jeruk besar Purwanto, 2002.
Peroksidase memiliki spektrum yang luas dan memiliki peran yang sangat penting  dalam  proses  fisiologi  tanaman.  Enzim  ini  dapat  diisolasi  dan  tersebar
pada  sel  atau  jaringan  tanaman  terutama  pada  jaringan  tanaman  yang mengalami  perkembangan  Butt  1980  dalam  Hartati,  2001.  Peroksidase  pada
tanaman  merupakan  protein  yang  mengkatalis  oksidasi  H
2
O
2
dengan  berbagai macam  substrat.    Beberapa  fungsi  peroksidase  pada  tanaman  diantaranya
adalah pada pembentukan kayu, metabolisme auksin Gaspar et al.,1991 dalam Groppa,  1999,  respon  terhadap  stress  lingkungan  Castillo    Reppin,1986;
Esaki et al.,1996 dalam Groppa, 1999 dan sebagai pertahanan dalam melawan patogen Lagrimi  Rothstein, 1987; Mohan  Kolattukudy, 1990 dalam  Groppa,
1999. Esterase EST pada tanaman merupakan enzim hidrolitik yang berfungsi
melakukan  pemotongan  ester  sederhana  pada  asam  organik,  asam  anorganik alkohol  dan  fenol  serta  mempunyai  berat  molekul  rendah  dan  mudah  larut
Subronto  1986  dalam  Cahyarini,  2004.    Analisis  isozim  ini  mudah  dilakukan. Bahan  yang  dapat  digunakan  antara  lain  akar,  batang  atau  daunnya.    Para
peneliti juga telah banyak menggunakan analisis isozim esterase untuk mengkaji sifat  genetik  makhluk  hidup  antara  lain:  padi  Iskandar  dkk,  1992;  manggis
Mansyah  dkk,  1999;  Ranunculus  Suranto,  2001;  jeruk  besar  Purwanto  dkk, 2002;  Achatina  variegata  Novianto  dkk,  2004;  kedelai  Cahyarini,  2004;
Lansium domesticum Vihara, 2005; Tribus alpine Lestari, 2005. Karakterisasi  organisme  dan  pengenalannya  dalam  rangka  memahami
keanekaragaman  di  dalamnya  sangat  berhubungan  dengan  sistematika.  Sistematika bertujuan  untuk  memahami  dan  mendiskripsikan  keanekaragaman  suatu  organisme
dan merekonstruksikan hubungan kekerabatannya dengan organisme lain Gravendel, 2000.    Metode  yang  digunakan  untuk  merekonstruksi  hubungan  evolusi  dari  sebuah
kelompok organisme biologi adalah fenetika dan kladistika.
Fenetika  menaksirkan  hubungan  evolusi  berdasarkan  kepemilikan karakter  atau  ciri  yang  sama  dari  anggota-anggota  suatu  kelompok  sedangkan
kladistika mendasari sebuah hubungan pada perjalanan evolusi karakter atau ciri dari  setiap  anggota  suatu  kelompok  yang  sedang  dipelajari.    Kladistika  sering
disebut sebagai filogenetik dan merupakan metode yang umum digunakan dalam penelitian sistematika.  Di dalam filogenetika, sebuah kelompok organisme yang
anggota-anggotanya  memiliki  banyak  kesamaan  karakter  atau  ciri  dianggap memiliki  hubungan  yang  sangat  dekat  dan  diperkirakan  diturunkan  dari  satu  nenek
moyang.    Nenek  moyang  dan  semua  turunannya  membentuk  sebuah  kelompok monofiletik.  Anggota-anggota dalam kelompok monofiletik diasumsikan membawa sifat
atau pola genetik dan biokimia yang sama Topik, 2008. Dalam  analisis  filogenetika  kelompok  outgroup  sangat  dibutuhkan  dan
menyebabkan  polarisasi  karakter  atau  ciri,  yaitu  karakter  apomorfik  dan plesiomorfik.  Karakter apomorfik adalah karakter yang berubah dan diturunkan,
terdapat  pada  ingroup,  sedangkan  karakter  plesiomorfik  merupakan  karakter primitive  yang  terdapat  pada  outgroup.    Karakter  sinapomorfik  merupakan
karakter yang diturunkan dan terdapat pada kelompok monofiletik Topik, 2008.
B.  Kerangka Berfikir