KAJIAN HUBUNGAN ANTARA CURAH HUJAN, POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.), DAN KETERJADIAN PENYAKIT KUNING PADA PERTANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN TANGGAMUS
KAJIAN HUBUNGAN ANTARA CURAH HUJAN, POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.), DAN KETERJADIAN PENYAKIT
KUNING PADA PERTANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN TANGGAMUS
(Skripsi)
Oleh
LILIS NURHAYATI. R
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(2)
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Akin, M.H. 2006. Virologi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.
Anonim. 2011. Kutu Kebul (Bemisia tabaci). http://ditlin.hortikultura.go.id/opt/ tomat/kt_kebul.htm. Diakses 20 Agustus 2011, 22.34 WIB.
Artati, H. 2009. Pertanian dan Pemanasan Global (Artikel). http://sekitarkita.com /2009/ 06/pertanian-dan-pemanasan-global/. Diakses pada tanggal 06 Januari 2012, 08.55 WIB.
Ashari. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Cara Menghindar Dari Serangan Virus Cabai. Buletin Sinar Tani Edisi 2-8 Februari 2011, No. 3390. https://docs. google.com/litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 11 Maret 2012, 18.50 WIB.
Badan Pusat Statistik. 2009. Tanggamus Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Provinsi Lampung.
Ermawati, Y. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah. https://docs.google.com/jateng. litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 11 Maret 2012, 15.12 WIB. Fitriasari, E.D. 2010. Keefektifan Kutu Kebul dalam Menularkan Virus Penyebab
Penyakit Kuning pada Tanaman Tomat (Tesis). Institut Pertanian Bogor.
Ginting, C. 2006. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Buku Ajar). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Hidayat, Hendrastuti dan Satriami. 2006. Kajian Ciri Morfologi dan Molekuler Kutu kebul (Homoptera:Aleyrodidae) Sebagai Dasar Pengendalian Penyakit Geminivirus pada Tanaman Sayuran. Institut Pertanian Bogor. http://web.ipb.ac.id/. Diakses pada tanggal 25 Januari 2012, 09.05 WIB.
(4)
Kumoro, K. 2003. Lembar Informasi Pertanian (LIPTAN). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. http://docs.google.com/ litbang.deptan.go.id. Diakses 22 Februari 2011, 17.07 WIB.
Lukmana, A. 2004. Agribisnis Cabai (Seri Agribisnis). Penebar Swadaya. Jakarta. 183 halaman.
Muhyidin. 2011. Keadaan Curah Hujan. Dinas Pertanian Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Nawangsih, A. 2003. Cabai Hot Beauty (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta. Permadi, A dan Kusandriani, Y. 2004. Agribisnis Cabai (Seri Agribisnis).
Penebar Swadaya. Jakarta. 183 halaman.
Rubatzky, Vincent E dan Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia Jilid 3 (Prinsip, Produksi, dan Gizi). ITB. Bandung. 320 Halaman.
Rusli, Hidayat, Suseno dan Tjahjono. 1999. Virus Gemini pada Cabai:Variasi Gejala dan Studi Cara Penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(1):26-31. https://docs.google.com/journal.ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 29 April 2012, 13.56 WIB.
Setiawati, Udiarto, Soetiarso. 2008. Pengaruh Varietas dan Sistem Tanam Cabai Merah terhadap Penekanan Populasi Hama Kutu Kebul. J.Hortikultura 18(1):55-61.
Semangun, H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia (Edisi Kedua). Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta. 845 halaman.
Sudiono dan Purnomo. 2009. Hubungan Antara Populasi Kutu Kebul dan (Bemisia tabaci Genn.) dan Penyakit Kuning pada Cabai di Lampung Barat. J. HPT Tropika 9(2):115-120.
Suharto. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Pangan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 120 halaman.
Sulandari. S, Suseno. R, Hidayat. H.S, Harjosudarmo, J dan Sosromarsono. S. 2006. Deteksi dan Kajian Kisaran Inang Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. J. Hayati 13(1):1-6.
Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. 184 halaman.
Tarigan, S dan Wiryanta. 2003. Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 halaman.
(5)
Walpole, Ronald E. 1997. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 514 halaman.
Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman (Makalah). Institut Pertanian Bogor. http://www.docstoc.com/ docs/Perubahan-Iklim-dan-Ledakan-Hama-dan-Penyakit-Tanaman. Diakses pada tanggal 10 Januari 2012, 08.41 WIB.
(6)
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1Kesimpulan
1. Penyakit kuning yang disebabkan oleh dominasi virus gemini tersebar pada pertanaman cabai di 4 pekon pengamatan yaitu Pekon Campang dengan keterjadian penyakit sebesar 83,33%, populasi kutu kebul sebesar 5,53
ekor/tanaman, Margoyoso sebesar 84,11% dengan populasi kutu kebul sebesar 6,61 ekor/tanaman, Gisting Bawah sebesar 79,61% dengan populasi kutu kebul sebesar 4,63 ekor/tanaman, dan Gisting Atas sebesar 84,33% dengan populasi kutu kebul sebesar 7,48 ekor/tanaman.
2. Populasi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) berpengaruh terhadap keterjadian penyakit kuning, semakin tinggi populasi kutu kebul maka semakin tinggi keterjadian penyakit kuning pada pertanaman cabai.
3. Curah hujan berpengaruh terhadap populasi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.), semakin tinggi curah hujan maka populasi kutu kebul akan menurun.
1.2Saran
Melihat tingginya keterjadian penyakit pada tanaman cabai, maka diperlukan penelitian lanjutan yang mengidentifikasi virus pada tanaman cabai. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui secara pasti virus lain yang menyerang tanaman cabai selain virus gemini.
(7)
I. METODE PENELITIAN
1.1Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli-November 2011, dan dilaksanakan pada pertanaman cabai di daerah-daerah sentra produksi cabai di Kabupaten Tanggamus yaitu Pekon Gisting Atas, Pekon Gisting Bawah, Pekon Campang, dan Pekon Margoyoso.
1.2Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuas, botol kecil, kalkulator, kamera, spidol, alat penghitung (hand counter) dan GPS (Global Positioning System). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol dan literatur tentang cabai, virus gemini dan kutu kebul.
1.3Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui survei. Lokasi yang disurvei adalah areal pertanaman cabai di Kabupaten Tanggamus yang dipilih berdasarkan hasil produksi dan luas areal tanam. Dari masing-masing lokasi tersebut diamati 3 petak yang berbeda. Jumlah tanaman yang diamati 10% dari jumlah seluruh tanaman tiap petaknya.
Pengamatan yang dilakukan terdiri dari pengamatan tanaman yang terserang penyakit dan jumlah populasi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) serta curah hujan yang terjadi di sekitar areal pertanian.
(8)
Data hasil pengamatan tentang keterjadian penyakit kuning, jumlah populasi kutu kebul, dan curah hujan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi dan koefisien korelasi.
1.4Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan pengamatan dilakukan sebanyak 6 kali dengan interval 3 minggu. Pengamatan dilakukan pada pertanaman cabai di Pekon Gisting Atas, Gisting Bawah, Campang, Margoyoso dengan jumlah petak yang berbeda setiap Pekon. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah:
1. Keterjadian Penyakit
Penghitungan keterjadian penyakit yang disebabkan oleh virus Gemini diukur berdasarkan rumus keterjadian penyakit yaitu:
n
KP = ─ x 100%
N
Keterangan:
KP = keterjadian penyakit
n = jumlah tanaman yang terserang penyakit N = jumlah tanaman yang diamati
(9)
Pengamatan populasi kutu kebul dilakukan dengan menghitung jumlah populasi yang ada pada setiap tanaman yang diamati. Pengamatan dilakukan pada tanaman inang yaitu tanaman cabai.
3. Data Curah Hujan
Selain data keterjadian penyakit dan jumlah populasi kutu kebul, pada penelitian ini diperlukan juga data tentang curah hujan yang terjadi di daerah pengamatan. Data curah hujan didapatkan dari Dinas Pertanian Provinsi Lampung.
3.5 Analisis Data
Setelah melakukan pengamatan selama 4 bulan (sebanyak 6 kali) diperoleh data yang dilakukan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh yaitu keterjadian penyakit, populasi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.), dan data curah hujan yang terjadi di daerah tersebut.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear,
kemudian koefisien korelasi dilanjutkan dengan Anova pada taraf nyata 5%.
Dalam menganalisis data antara keterjadian penyakit dan populasi kutu kebul digunakan rumus regresi linear sebagai berikut:
(10)
Y = a + bx Keterangan:
Y = keterjadian penyakit x = jumlah populasi kutu kebul
a = intersep (perpotongan garis dengan sumbu Y) b = koefisien regresi baku
Sedangkan untuk menganalisis data antara populasi kutu kebul dan curah hujan digunakan rumus regresi linear sebagai berikut:
Y = a + bx Keterangan:
Y = populasi kutu kebul x = curah hujan
a = intersep (perpotongan garis dengan sumbu Y) b = koefisien regresi baku
(11)
Puncak KEGAGALAN adalah saat Anda berusaha menata kehidupan orang di sekitar Anda, namun membiarkan diri Anda sendiri berantakan (Musthafa Shadiq ar-Rafi’i)
Butuh BELAJAR, BERUSAHA dan BERDOA dalam menjalani semua proses kehidupan.
Sikapmulah dan bukan kecerdasanmu yang menentukan MARTABATmu (Zig Ziglar).
Apa yang terjadi pada Anda tidaklah penting, yang PENTING adalah apa yang Anda lakukan terhadap apa yang terjadi pada Anda
(12)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman cabai adalah tanaman asli wilayah tropika dan subtropika Amerika. Bukti budidaya awal ditemukan dalam tapak galian sejarah Peru, dan sisaan biji yang telah berumur lebih dari 5000 tahun sebelum masehi (SM) ditemukan dalam gua di Tehuacan, Meksiko (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai pertama dibawa ke Indonesia oleh seorang pelaut Portugis, Ferdinand Magelhaes (1480-1521) yang melakukan pelayaran atas dukungan Spanyol. Selain Magelhaes, tanaman cabai juga masuk ke Indonesia karena dibawa oleh pedagang-pedagang India melalui Pulau Sumatera.
Cabai (Capsicum sp) merupakan salah satu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai (Ermawati, 2010).
Banyak jenis cabai yang dibedakan berdasarkan bentuk buah, ukuran, warna serta rasa (Ashari, 2006). Dalam perdagangan internasional, cabai dibedakan
(13)
1. Cabai yang sangat pedas
2. Cabai dengan kepedasan pertengahan (kurang pedas) 3. Paprika
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak ditanam, baik dalam kebun pekarangan ataupun dalam areal lahan pertanian yang luas. Dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen dan produksi tanaman cabai di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2007 yaitu 831 ha dan 6.045 ton. Berikut ini adalah luas panen dan produksi tanaman cabai di Kabupaten Tanggamus.
Tabel 1. Luas panen dan produksi tanaman cabai di Kabupaten Tanggamus tahun 2005-2007.
Tahun Luas Panen
(ha)
Produksi Cabai (ton)
2005 712 5.147,73
2006 802 5.744,00
2007 831 6.045,00
Total 2.345 16.936,73
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2009).
Cabai mempunyai nilai ekonomis yang baik karena penggunaannya yang cukup luas. Selain itu, cabai juga merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup potensial. Di pasaran internasional, setiap tahunnya diperdagangkan sekitar 30.000-40.000 ton cabai (Lukmana, 2004).
Meskipun cabai adalah tanaman yang menduduki tempat yang penting dalam makanan orang Indonesia, namun penyakit-penyakit cabai baru mulai diteliti di Indonesia pada tahun 1970-an. Penyakit yang menyerang tanaman cabai antara
(14)
lain bercak daun cabai, antraknosa, busuk buah, layu bakteri dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus (Semangun, 2007). Salah satu virus yang menyerang tanaman cabai yaitu virus gemini dan menyebabkan penyakit daun keriting kuning.
Menurut Ermawati (2010), virus gemini merupakan salah satu yang menyebabkan penyakit pada berbagai jenis tanaman seperti tomat, cabai, labu, kacang-kacangan, dan tembakau. Beratnya frekuensi serangan dan epidemik penyakit pertahun dapat menurunkan hasil tanaman antara 30% sampai 100%.
Virus gemini dapat menular dari satu tanaman ke tanaman lain melalui beberapa cara. Cara yang paling sering terjadi adalah dengan vektor, yang menjadi vektor virus ini adalah kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Selain melalui vektor, virus ini dapat ditularkan melalui penyambungan. Virus gemini tidak dapat ditularkan secara mekanik dan tidak terbawa benih (Semangun, 2007).
1.2Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui penyebaran penyakit kuning yang disebabkan oleh virus gemini pada pertanaman cabai merah di Kabupaten Tanggamus
2. Mengetahui hubungan populasi kutu kebul dengan keterjadian penyakit kuning 3. Mengetahui hubungan curah hujan dengan populasi kutu kebul.
1.3Kerangka Pemikiran
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu penyakit daun keriting kuning yang disebakan oleh Tomato Yellow Leaf Curl Virus, dengan partikel
(15)
kembar yang termasuk ke dalam kelompok virus gemini (Semangun, 2007). Virus gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb berupa utas tunggal DNA yang melingkar, dan terselubung dalam virion ikosahedra kembar (geminate) (Rusli et al., 1999).
Virus ini dapat menyerang cabai rawit, cabai besar, dan paprika. Pada tahun 2001 penyakit ini, yang oleh petani setempat disebut “penyakit bule” timbul di Tanah Karo, Lampung dan Bengkulu, yang menyebabkan ribuan hektar (ha) cabai dan tomat gagal panen (Semangun, 2007).
Penularan virus ini melalui cairan pada tanaman yang terkena virus, kemudian dibawa oleh hama sebagai vektor (pembawa), dimana hama tersebut menyerang tanaman yang terkena virus kemudian pindah ke tanaman yang sehat. Vektor virus ini yaitu kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Kutu kebul adalah serangga hama yang dapat menyebabkan kerusakan langsung pada tanaman dan sebagai media penular (vektor) penyakit tanaman. Hama ini umumnya menyerang berbagai macam tanaman sayuran. Namun demikian kerusakan yang disebabkan oleh penyakit virus yang ditularkannya lebih merugikan dibandingkan dengan kerusakan yang disebabkan oleh hama kutu kebul sendiri (Hidayat et al., 2006).
Virus gemini menyebabkan menguningnya helai daun dan tepi-tepi daun membelok ke atas atau ke bawah. Sebagian atau seluruh daun menguning, diawali dari daun bagian atas. Daun mengeriting dan tanaman kerdil. Bunga dan buah rontok, sedangkan buah yang tidak rontok bentuknya menyimpang
(16)
Judul Skripsi : KAJIAN HUBUNGAN ANTARA CURAH HUJAN, POPULASI KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.), DAN KETERJADIAN PENYAKIT KUNING PADA PERTANAMAN CABAI (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN TANGGAMUS
Nama Mahasiswa : Lilis Nurhayati. R Nomor Pokok Mahasiswa : 0714041039 Program Studi : Agroteknologi Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing
Ir. Sudiono, M. Si. Ir. Muhammad Nurdin, M. Si.
NIP 196509271994021001 NIP 196107201986031001
2. Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P. NIP 196411181989021002
(17)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Sudiono, M. Si.
Sekretaris : Ir. Muhammad Nurdin, M. Si.
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001
(18)
(19)
Dengan mengucapkan syukur kepada ALLAH SWT, karya ilmiah ini kupersembahkan kepada :
Papa dan Mama
yang tidak pernah lelah dalam berdoa dan mendukung ku, adik serta keluarga besar ku atas dorongan dan perhatiannya
Teman dan sahabat yang setia mendampingi ku dalam suka atau duka
Serta
(20)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Panjang, Kota Bandar Lampung pada tanggal 26 Desember 1989, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Lilik Ruswandi dan Ibu Miyati.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Dwi Warna, Panjang pada tahun 2001 ; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2004 ; dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2007.
Tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008 diintegrasikan pada Program Studi Agroteknologi. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Karantina Pertanian Panjang, Bandar Lampung.
(21)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Kajian Hubungan Antara Curah Hujan, Populasi Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.), dan Keterjadian Penyakit Kuning Pada Pertanaman Cabai (Capsicum annuum L.) di Kabupaten Tanggamus” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papa dan Mama tercinta, serta adikku atas doa dan dukungan yang telah diberikan
2. Bapak Ir. Sudiono, M.Si., selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik sejak penelitian dimulai hingga penyelesaian skripsi ini
3. Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, saran dan kritik sejak penelitian dimulai hingga penyelesaian skripsi ini
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku penguji atas saran dan koreksi yang telah diberikan pada usul penelitian terdahulu sampai penyelesaian skripsi ini
(22)
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas pengetahuan dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa
8. Febriana Lestari (Mpeb), Juwita Suri Maharani (Jumi), Oviana Suri A (Ovi), Yantingsih atas keceriaan, bantuan, semangat yang telah diberikan
9. Dedi Setiadi atas doa dan motivasinya selama ini
10. Teman-teman HPT angkatan 07 untuk kebersamaannya selama ini
11. Mas Iwan, Mas Rahmat, Mba Uum atas bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa
12. Bapak Kurnain atas bantuannya dalam pengumpulan data curah hujan 13. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Juni 2012
(23)
I. TINJAUAN PUSTAKA
1.1Cabai
1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Tubiflorae (Solanales) Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum annuum L.
Tanaman cabai atau lombok termasuk ke dalam famili Solanaceae. Tanaman lain yang masih sekerabat dengan cabai antara lain kentang (Solanum tuberosum L.), terung (Solanum melongena L.), leunca (Solanum nigrum L.), takokak (Solanum torvum), dan tomat (Lycopersicon esculentum) (Tarigan dan Wiryanta, 2003).
(24)
1. Tipe tegak, misalnya pada cabai LC sedang dan MC-4. 2. Tipe menyebar, misalnya pada varietas jatilaba dan tit super. 3. Tipe kompak, misalnya pada cabai rawit.
Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun. Jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas, tergantung spesiesnya.
a. C. annuum (cabai besar) mempunyai 1 bunga per ruas. b. C. frutescens (cabai rawit) mempunyai 1-3 bunga per ruas. c. C. pubescent (cabai gendot) mempunyai 1-5 bunga per ruas. d. C. baccatum (cabai ubatuba) mempunyai 1-5 bunga per ruas.
e. C. chinense mempunyai 2-5 bunga per ruas (Permadi dan Kusandriani, 2004).
Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu batang utama dan percabangan (batang sekunder). Batang utama berwarna coklat hijau dengan panjang antara 20-28 cm. Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5-7 cm (Nawangsih, 2003).
Daun tanaman ini terdiri dari alas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai daun antara 2-5 cm, berwarna hijau. Helaian daun bagian bawah
berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua. Daun mencapai panjang 10-15 cm, lebar 4-5 cm. Bagian ujung dan pangkal daun meruncing dengan tepi rata (Nawangsih, 2003).
(25)
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, dan pH tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil dari buah tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu (Sunarjono, 2006). Temperatur yang sesuai untuk
pertumbuhannya antara 16-23o C. Temperatur malam di bawah 16o C dan temperatur siang di atas 23o C menghambat pembungaan (Ashari, 2006).
1.1.3 Kandungan Buah Cabai
Tanaman cabai merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas (Lukmana, 2004).
Tabel 2. Kandungan gizi buah cabai setiap 100 gram.
Kandungan Cabai Merah Cabai Hijau
Air (%) 90,00 93,30
Energi (kal) 32,00 23,00
Protein (g) 0,50 0,70
Lemak (g) 0,30 0,20
Karbohidrat (g) 7,80 5,40
Serat (g) 1,60 1,50
Abu (g) 0,50 0,40
Kalsium (mg) 29,00 12,00
Fosfor (mg) 45,00 18,00
Besi (mg) 0,50 0,40
Vitamin A (IU) 470,0 260,0
Vitamin C (mg) 18,00 84,00
Tiamin (mg) 0,05 0,05
Riboflavin (mg) 0,06 0,03
Niasin (mg) 0,90 0,50
Asam askorbat (mg) 18,00 84,00
Sumber: Ashari (2006). 1.1.4 Varietas Cabai
(26)
Banyak pilihan varietas apabila hendak membudidayakan tanaman cabai. Berikut beberapa varietas cabai, yaitu:
1. Varietas Tit Super Lv merupakan varietas cabai yang cocok ditanam sepanjang tahun pada musim hujan.
2. Varietas Maraton merupakan varietas cabai yang tahan terhadap penyakit layu antraknosa dan bercak daun bakteri, baik ditanam pada musim hujan.
3. Varietas Tanjung Moderat merupakan varietas cabai yang resisten terhadap penyakit virus kuning (Badan Litbang Pertanian, 2011).
1.2Virus Gemini
1.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Akin (2006), virus gemini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Famili : Geminiviridae
Genus : Begomovirus
Virus gemini termasuk dalam kelompok virus tanaman dengan genom berukuran 2,6-2,8 kb berupa utas tunggal DNA yang melingkar, dan terselubung dalam virion ikosahedra kembar (geminate). Kelompok virus gemini dibedakan dalam tiga subgrup, yaitu:
1. Subgrup pertama memiliki genom yang monopartit, menginfeksi tanaman-tanaman monikotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun
2. Subgrup kedua memiliki genom yang monopartit dan juga ditularkan oleh vektor wereng daun, tetapi menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon 3. Subgrup ketiga memiliki anggota yang paling banyak dan beragam, dengan
genom bipartit, menginfeksi tanaman-tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh vektor kutu kebul (Rusli et al., 1999).
(27)
1.2.2 Tanaman Inang
Virus gemini memiliki vektor kutu kebul yang mempunyai daerah persebaran yang luas terutama di daerah-daerah tropik dan subtropik tempat kutu kebul berkembang dengan baik. Virus gemini dapat menyerang tanaman tomat, cabai, kacang-kacangan, labu, tebu, singkong, tembakau dan jagung.
1.2.3 Gejala Kerusakan
Pada tanaman yang terserang virus akan terjadi penurunan fotosintesis yang menunjukkan gejala mosaik atau menguning (yellowing) merupakan akibat dari menurunnya efisiensi kloroplas. Pada daun yang terinfeksi virus akan terjadi perubahan bentuk, ukuran, dan penggumpalan kloroplas, serta penumpukan pati (Akin, 2006).
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut: 1. Tipe gejala 1
Gejala penyakit tipe ini diawali dengan pucuk mengkerut dan cekung, berwarna mosaik hijau pucat. Gejala lanjut menampakkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun mengkerut dan menebal, berwarna mosaik hijau pucat disertai tonjolan berwarna hijau tua.
2. Tipe gejala 2
a. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda. b. Gejala kuning lanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai. 3. Tipe gejala 3
a. Gejala awal pada urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga nampak seperti jala.
(28)
b. Gejala melanjut menjadi belang kuning cerah, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
4. Tipe gejala 4
a. Gejala awal daun muda atau pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan.
b. Gejala lanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, dan pertumbuhan terhambat (Kumoro, 2003).
1.2.4 Penyebaran Virus Gemini
Virus gemini ditularkan oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Kutu kebul menularkan virus gemini secara persisten. Menurut Akin (2006), virus yang ditularkan secara persisten mempunyai sifat yaitu:
1. Mempunyai waktu makan akuisisi yang relatif lebih lama.
2. Setelah mendapatkan virus, vektor dapat menularkan virus sedikitnya satu minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor.
3. Vektor dapat menularkan virus setelah berganti kulit dan melalui anaknya.
1.3Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) 1.3.1 Klasifikasi
(29)
Menurut Hidayat et al., (2006), kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas : Insekta Ordo : Hemiptera Famili : Aleyrodidae Genus : Bemisia
Spesies : Bemisia tabaci Genn.
Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Hama ini tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis atau subtropis. Di Afrika, India, dan Amerika Selatan dikenal sebagai vektor penyakit pada kapas (Suharto, 2007).
1.3.2 Morfologi
Telur Bemisia tabaci Genn. berbentuk elips dengan panjang sekitar 0,2-0,3 mm. Telur dimasukkan ke dalam jaringan tanaman. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun. Stadia telur tergantung pada keadaan lingkungan, terutama suhu. Pada suhu dari 26-32oC masa inkubasi berlangsung selama 4-6 hari, sedangkan pada suhu 18-22o C meningkat menjadi 10-16 hari. Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat.
Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir (Suharto, 2007).
(30)
Bemisia tabaci memiliki tiga instar nimfa yang perkembangannya secara
keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari. Panjang tubuh nimfa berkisar antara 0,2-0,4 mm. Pupa B. tabaci berbentuk bulat panjang dengan torak agak melebar dan cembung serta ruas abdomen terlihat jelas (Anonim, 2011a).
Serangga dewasa panjangnya lebih kurang 1-1,5 mm dan sayapnya tertutup tipis dengan tepung, seperti lilin. Ukuran tubuh jantannya lebih kecil daripada yang betina. Warna tubuhnya keputihan sampai kekuningan, tertutup dengan bahan seperti tepung dan bersayap putih. Imago B. tabaci yang baru menjadi dewasa akan mengembangkan sayapnya selama 8-15 menit dan kemudian tubuh serangga mulai tertutupi tepung lilin (Suharto, 2007).
Lama hidup imago bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan faktor-faktor lain. Lama hidup imago B. tabaci di Indonesia berkisar enam hari, lama hidup serangga jantan umumnya lebih pendek dibandingkan dengan serangga betina yaitu 9-17 hari, sedangkan serangga betina mencapai 37-74 hari (Suharto, 2007) .
(31)
Gambar 1. Siklus hidup Bemisia tabaci Sumber: Anonim (2011).
1.3.3 Tanaman Inang
Tanaman inang dari Bemisia tabaci Genn. antara lain keluarga Malvaceae (rosela, kenaf, kapas), Papilionaceae (kacang tanah, buncis, kapri), Solanaceae (cabai, tembakau, dan tomat), Convolvulaceae (ubi jalar), Cucurbitaceae (labu siam, mentimun), Euphorbiaceae (singkong), Compositae (bunga matahari, wedusan bandotan, Eupatorium odoratum), Cruciferae (kubis), Myrtaceae (jambu biji), Pedaliaceae (wijen), Verbenacea (jarong), dan lain-lain (Semangun, 2007).
1.3.4 Gejala Kerusakan
Gejala serangan Bemisia tabaci Genn. berupa bercak nekrotik dan klorosis pada daun, yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul
(32)
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu yang dikeluarkannya dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam, menyerang pada berbagai stadia tanaman. Kerusakan yang diakibatkannya adalah:
1. Kerusakan secara langsung akibat dari cairan sel daun dihisap oleh hama, daun menjadi klorosis dan gugur, tanaman menjadi kerdil sehingga mengurangi pertumbuhan dan hasil.
2. Kerusakan secara tidak langsung, embun madu yang dikeluarkan oleh hama dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam dapat mengurangi laju proses fotosintesis (Setiawati et al., 2008).
1.3.5 Virus yang Ditularkan
Sebagai vektor, kutu kebul dapat menularkan sekitar tujuh kelompok virus yaitu Closterovirus, Geminivirus, Carlavirus, Potyvirus, Nepovirus, Luteovirus dan virus DNA yang berbentuk batang (Markham, 1994 dalam Fitriasari, 2010). Di antara kelompok virus tersebut yang paling banyak ditularkan adalah
Closterovirus (Famili Closteroviridae, Genus Crinivirus) dan Geminivirus (Famili Geminiviridae, Genus Begomovirus) (Muniyappa dan Reddy, 1983 dalam
(1)
1.2.2 Tanaman Inang
Virus gemini memiliki vektor kutu kebul yang mempunyai daerah persebaran yang luas terutama di daerah-daerah tropik dan subtropik tempat kutu kebul berkembang dengan baik. Virus gemini dapat menyerang tanaman tomat, cabai, kacang-kacangan, labu, tebu, singkong, tembakau dan jagung.
1.2.3 Gejala Kerusakan
Pada tanaman yang terserang virus akan terjadi penurunan fotosintesis yang menunjukkan gejala mosaik atau menguning (yellowing) merupakan akibat dari menurunnya efisiensi kloroplas. Pada daun yang terinfeksi virus akan terjadi perubahan bentuk, ukuran, dan penggumpalan kloroplas, serta penumpukan pati (Akin, 2006).
Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut: 1. Tipe gejala 1
Gejala penyakit tipe ini diawali dengan pucuk mengkerut dan cekung, berwarna mosaik hijau pucat. Gejala lanjut menampakkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun mengkerut dan menebal, berwarna mosaik hijau pucat disertai tonjolan berwarna hijau tua.
2. Tipe gejala 2
a. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda. b. Gejala kuning lanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai. 3. Tipe gejala 3
a. Gejala awal pada urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga nampak seperti jala.
(2)
b. Gejala melanjut menjadi belang kuning cerah, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
4. Tipe gejala 4
a. Gejala awal daun muda atau pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan.
b. Gejala lanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, dan pertumbuhan terhambat (Kumoro, 2003).
1.2.4 Penyebaran Virus Gemini
Virus gemini ditularkan oleh vektor yaitu vektor kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Kutu kebul menularkan virus gemini secara persisten. Menurut Akin (2006), virus yang ditularkan secara persisten mempunyai sifat yaitu:
1. Mempunyai waktu makan akuisisi yang relatif lebih lama.
2. Setelah mendapatkan virus, vektor dapat menularkan virus sedikitnya satu minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor.
3. Vektor dapat menularkan virus setelah berganti kulit dan melalui anaknya.
1.3Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) 1.3.1 Klasifikasi
(3)
Menurut Hidayat et al., (2006), kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas : Insekta Ordo : Hemiptera Famili : Aleyrodidae Genus : Bemisia
Spesies : Bemisia tabaci Genn.
Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Hama ini tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis atau subtropis. Di Afrika, India, dan Amerika Selatan dikenal sebagai vektor penyakit pada kapas (Suharto, 2007).
1.3.2 Morfologi
Telur Bemisia tabaci Genn. berbentuk elips dengan panjang sekitar 0,2-0,3 mm. Telur dimasukkan ke dalam jaringan tanaman. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun. Stadia telur tergantung pada keadaan lingkungan, terutama suhu. Pada suhu dari 26-32oC masa inkubasi berlangsung selama 4-6 hari, sedangkan pada suhu 18-22o C meningkat menjadi 10-16 hari. Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat.
Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir (Suharto, 2007).
(4)
Bemisia tabaci memiliki tiga instar nimfa yang perkembangannya secara
keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari. Panjang tubuh nimfa berkisar antara 0,2-0,4 mm. Pupa B. tabaci berbentuk bulat panjang dengan torak agak melebar dan cembung serta ruas abdomen terlihat jelas (Anonim, 2011a).
Serangga dewasa panjangnya lebih kurang 1-1,5 mm dan sayapnya tertutup tipis dengan tepung, seperti lilin. Ukuran tubuh jantannya lebih kecil daripada yang betina. Warna tubuhnya keputihan sampai kekuningan, tertutup dengan bahan seperti tepung dan bersayap putih. Imago B. tabaci yang baru menjadi dewasa akan mengembangkan sayapnya selama 8-15 menit dan kemudian tubuh serangga mulai tertutupi tepung lilin (Suharto, 2007).
Lama hidup imago bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan faktor-faktor lain. Lama hidup imago B. tabaci di Indonesia berkisar enam hari, lama hidup serangga jantan umumnya lebih pendek dibandingkan dengan serangga betina yaitu 9-17 hari, sedangkan serangga betina mencapai 37-74 hari (Suharto, 2007) .
(5)
Gambar 1. Siklus hidup Bemisia tabaci Sumber: Anonim (2011).
1.3.3 Tanaman Inang
Tanaman inang dari Bemisia tabaci Genn. antara lain keluarga Malvaceae (rosela, kenaf, kapas), Papilionaceae (kacang tanah, buncis, kapri), Solanaceae (cabai, tembakau, dan tomat), Convolvulaceae (ubi jalar), Cucurbitaceae (labu siam, mentimun), Euphorbiaceae (singkong), Compositae (bunga matahari, wedusan bandotan, Eupatorium odoratum), Cruciferae (kubis), Myrtaceae (jambu biji), Pedaliaceae (wijen), Verbenacea (jarong), dan lain-lain (Semangun, 2007).
1.3.4 Gejala Kerusakan
Gejala serangan Bemisia tabaci Genn. berupa bercak nekrotik dan klorosis pada daun, yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul
(6)
dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu yang dikeluarkannya dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam, menyerang pada berbagai stadia tanaman. Kerusakan yang diakibatkannya adalah:
1. Kerusakan secara langsung akibat dari cairan sel daun dihisap oleh hama, daun menjadi klorosis dan gugur, tanaman menjadi kerdil sehingga mengurangi pertumbuhan dan hasil.
2. Kerusakan secara tidak langsung, embun madu yang dikeluarkan oleh hama dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam dapat mengurangi laju proses fotosintesis (Setiawati et al., 2008).
1.3.5 Virus yang Ditularkan
Sebagai vektor, kutu kebul dapat menularkan sekitar tujuh kelompok virus yaitu Closterovirus, Geminivirus, Carlavirus, Potyvirus, Nepovirus, Luteovirus dan virus DNA yang berbentuk batang (Markham, 1994 dalam Fitriasari, 2010). Di antara kelompok virus tersebut yang paling banyak ditularkan adalah
Closterovirus (Famili Closteroviridae, Genus Crinivirus) dan Geminivirus (Famili Geminiviridae, Genus Begomovirus) (Muniyappa dan Reddy, 1983 dalam