BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tayub Pada Tradisi Saparan 2.1.1 Tradisi Saparan
Dalam Bausastra – Indonesia karangan S. Prawiroatmaja 1981:358 merti desa memiliki arti kenduri desa. Juga ada kata merdi desa yang berarti berkenduri
untuk keselamatan desa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002:1208 kata tradisi berarti 1adat kebiasaaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih
dijalankan di masyarakat, 2 penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.
Banyak desa di Jawa yang masih dengan setia melaksanakan upacara merti desa sesudah panen raya. Upacara merti desa dilakukan bisa berbeda setiap tahun,
maka itu pelaksanaan merti desa tidak mempunyai tanggal dan bulan yang pasti. Biasanya setiap desa melaksanakan tradisi ini berdasarkan penanggalan Bulan
Jawa Sapar, Dulkaidah dan pada hari dan pasaran misalnya Senin Wage, Sabtu Kliwon, atau Minggu Kliwon. Pemilihan hari tersebut semata-mata mengikuti
kebiasaan dari para leluhur desa sejak jaman dahulu dan sampai dengan saat ini penduduk desa tidak berani mengubah kebiasaan itu. Tradisi merti desa di Desa
Tegalrejo Kota Salatiga dilaksanakan pada Bulan Jawa Sapar, oleh karena itu masyarakat Desa Tegalrejo menyebutnya tradisi saparan.
Saparan adalah upacara tradisional dimana para warga desa menyatakan syukur atas hasil panen yang baik sehingga mereka bisa hidup dengan bahagia
8
9 mempunyai cukup sandang dan pangan, hidup selamat dan berkecukupan. Warga
masyarakat berharap tahun depan dan selanjutnya akan tetap bisa menikmati kehidupan ini atau bahkan bisa hidup lebih baik. Oleh karena itu merti desa
dipandang sangat penting untuk dilaksanakan. Tuhan telah memberikan kepada mereka kehidupan yang baik dan bahagia, para leluhur telah berhasil membangun
desa dimana sekarang para keturunannya bisa menikmati hidup yang baik dan berkecukupan.
Upacara ritual
saparan merupakan pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Dalam upacara ritual tersebut akan dijumpai berbagai macam sesaji yang
merupakan simbul rasa terima kasih dan permohonan kepada Gusti, menunjukkan rasa hormat kepada para leluhur, meminta supaya dhanyang menjalankan
kewajibannya dengan baik dan untuk mengusir makluk-makluk halus yang jahat. Supaya tercapai keinginannya, orang menyembah kepada Tuhan dengan
mengadakan upacara ritual tradisional dalam berbagai bentuk seperti kenduri, dengan mengadakan berbagai macam makanan dan sesaji, pagelaran wayang
kulit, tayuban, atau tarian ritual. Sebelum pelaksanaan tradisi saparan, penduduk desa mengadakan
persiapan yang cermat, yang dipimpin oleh Kepala Desa dibantu sebuah panitia. Penduduk desa bersama-sama akan membersihkan desanya secara fisik antara lain
memperbaiki irigasi atau sumber air dandan kali, membersihkan makam desa bersih kubur, dan membersihkan tempat-tempat yang dianggap memiliki sejarah
kusus dengan desanya, kemudian diteruskan dengan selamatan dan diakhiri dengan hiburan.
10 Panitia yang mewakili kepentingan seluruh penduduk akan menyiapkan
program yang sesuai. Beberapa pertunjukan kesenian bisa diadakan supaya rangkaian upacara saparan berjalan lebih menarik. Jenis pertunjukan yang
merupakan keharusan bagi desa untuk leluhur dalam upacara saparan harus didahulukan. Hal yang paling penting, upacara ritual saparan dilaksanakan
dengan sadar oleh penduduk desa berdasarkan prinsip tradisional gotong royong. Tempat dimana upacara diselenggarakan harus terlebih dahulu diputuskan oleh
panitia, dan biasanya diadakan di balai desa. Dari keterangan di atas dapat ditarik pengertian bahwa tradisi saparan
adalah kebiasaan turun-temurun untuk melaksanakan selamatan atau kenduri oleh masyarakat desa tertentu dalam waktu tertentu dan dalam tujuan tertentu, dalam
hal ini adalah Desa Tegalrejo Kota Salatiga.
2.1.2 Kesenian Tayub
Tayub atau tayuban mempunyai banyak penafsiran yang saling memperluas, memperdalam, dan memperjelas pengertiannya. Ada juga beberapa
pendapat yang secara tersurat mempertentangkan makna tayub atau tayuban. Namun secara tersirat justru saling memperkuat eksistensi makna tarian
tradisional Jawa itu sendiri. Tayub dalam kamus Bau Sastra Jawa - Indonesia, karangan
Prawiroatmodjo 1981:243 berarti bersenang-senang dengan mengibing bersama tandak. Bisa juga menari bersama ledek, joged atau ronggeng. Dalam naskah
11 berjudul “Tayuban: Kesenian Tradisional Khas Daerah Kabupaten Blora ,”
memberikan makna kata tayuban berasal dari kata dasar tayub. Menurut tradisi lisan kata tayub dijarwadhosokkan ditata cikben guyup,
maksudnya tariannya diatur dengan baik agar bisa menjadi kerukunan orang Hutomo1996 : 8.
Kata tayub menurut etimologi rakyat Pati dijarwadhosokkan dari kata dak
uyup saya minum . Menurut penalaran masyarakat Pati orang yang haus akan merasa segar kembali setelah mereka minum air. Tayub berfungsi sebagai
refreshing atau penyegaran kembali. Dengan tayuban untuk sementara masyarakat dapat melupakan hal itu semua. Dengan demikian setelah selesai mereka dapat
memecahkan berabagai masalah, karena pikiran dan tubuh sudah segar kembali. Sedangkan dari sebagian kalangan Islam Abangan, konon mengambil
penjelasan dari Kanjeng Syeh Sunan Kalijaga, mengartikan tayub agak sedikit dikaitkan dengan nilai-nilai islami, sekalipun persepsi penamaan hampir sama
dengan kedua makna di atas. Tayub berasal dari kata bahasa arab thoyibah baik atau bagus.Sebenarnya orang menayub itu untuk mencari kebaikan
kesempurnaan hidup dunia untuk mencari bekal di akhirat Kata thoyibah dihubungkan dengan sampur kain selendang tledek, yang berarti sampurnakna
uripmu sempurnakan hidupmu. Tayub atau thoyibah adalah suatu cara atau jalan seseorang dalam mencari
kesempurnaan hidup. Sebab hanya dengan melakukan hal-hal yang baikbagus seseorang akan mencapai kesempurnaan, sebagai bekal untuk mencapai
kebahagiaan di akhirat.
12 Beberapa pengertian di atas memang bertolak belakang dengan makna
kata tayub. Dalam kamus Bausastra Jawa kata tayub berarti sesukan jejogedan nganggo dijogedi ing tledhek hobby atau kesenangan berjoged bersama penari
ledhek tledhek Poerwodarminto1939:586. Dalam tari tayub, penari tayub disebut ronggeng atau tledek. Biasanya
penarinya merupakan penari bayaran. Dalam menari sambil menyanyi senantiasa melibatkan para penontonnya untuk diajak menari bersama. Tari yang sering
diadakan setelah panen ini banyak terdapat didaerah-daerah pulau Jawa, dan pertunjukannya di Jawa Tengah disebut tayuban Jazuli 2008:48.
Sekalipun pemaknaan antara tradisi lisan dan kamus bertolak belakang, bila dikaji lebih dalam keduanya memiliki maksud yang sama. Keduanya
memiliki indikasi yang sama terhadap tayub, yang mengacu pada pengertian tari. Kesenian tayub tidak bisa terlepas dari keberadaannya di masa lampau,
terutama yang berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan Jawa sebelum ada pengaruh berbagai agama yang masuk. Sampai saat ini kepercayaan Jawa kuna
masih tumbuh subur dan mendarah daging di kalangan masyarakat Jawa. Kepercayaan kuna yang dimaksud adalah hal-hal yang berkaitan dengan faham
asli sebelum adanya pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen di Pulau Jawa.
Adapun faham asli yang dimaksud misalnya 1 faham animisme,2 faham manisme, 3 faham dinamisme, 4 faham fetitisme Dahlan, 2005: 21.
Salah satu sikap dari pengaruh kepercayaan di atas adalah bahwa manusia tidak dapat terpisahkan dari alam tempat mencari kehidupan. Manusia selalu berupaya
13 untuk dapat diterima dan menyatu dengan alam demi kelangsungan hidupnya,
baik dilingkungannya maupun di dunia yang lebih luas. Dengan pemahaman mistis yang dimiliki dan untuk menghadapi gejala
alam yang penuh misteri, diperlukan media sebagai manifestasi dari ungkapan pikiran dan perasaannya, baik berupa gerak-gerakan tari, bunyi-bunyian
nyanyian, mantera-mantera, jampi dan lambang gaib. Dari sinilah awal timbulnya ritus atau upacara yang diungkapkan lewat simbol-simbol. Sedangkan
tarian tradisional adalah salah satu bentuk simbol-simbol tersebut, yang dijadikan sebagai ungkapan kesuburan dengan menampilkan hubungan pria dan wanita.
Sesuai dengan perubahan pola pikir dan perkembangan adat tarian berubah menjadi tari yang kita kenal dengan joged, tayub, gandrung Banyuwangi,
cokekan Jawa Timur, Ronggeng Jawa Barat. Oleh karena itu fungsi kesenian tayub ini sebagai sarana ritual yang mendukung bentuk tradisi yang lain. Pada
perkembangan selanjutnya fungsi kesenian tayub ini tidak hanya pada fungsi ritual saja tetapi juga memiliki fungsi sosial dan fungsi hiburan. Fungsi sosial
karena kesenian tayub dapat mengundang banyak orang untuk berkumpul, melihat dan menari bersama ledeknya. Fungsi hiburan karena kesenian tayub dapat
membuat orang penonton senang karena melihat bahkan bisa ikut menari bersama ledeknya. Penonton bisa melupakan masalah yang sedang dihadapi
meskipun bersifat sementara. Dari keterangan di atas dapat dirumuskan kesenian tayub adalah kesenian
tradisional yang berbentuk tari-tarian yang dilakukan oleh pria dan wanita sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan leluhurnya karena
14 telah memberikan keselamatan dalam kehidupannya dan panen yang melimpah
serta ungkapan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya pada waktu- waktu mendatang tetap dikaruniai keselamatan dan kesejahteraan.
2.2 Unsur Seni Rupa dalam Pertunjukan Tayub