Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga T1 362010037 BAB II

(1)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Strategi Komunikasi

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendi, 2008:29).

2.1.1 Onong Uchjana Effendi

Menurut Effendi, (2008:29) dalam buku yang berjudul “Dinamika

Komunikasi” menyebutkanbahwa: “Strategi komunikasi merupakan panduan dari

perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi.” 2.1.2 Anwar Arifin

Sementara itu menutut Arifin (1984:10) dalam buku “strategi komunikasi” menyatakan bahwa: “Sesungguhnya suatu strategi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan,


(2)

7 guna mencapai efektifitas. Dengan strategi komunikasi ini berarti dapat ditempuh beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan mudah dan cepat”.

2.1.3 Totok Mardikanto

Menurut Mardikanto, (2010:196) “strategi” digunakan untuk mendefinisikan rancangan oprasionalnya yang akan dipilih untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan kegiatannya.

Bertolak dari pemahaman tentang pengertian “strategi” tersebut, strategi komunikasi pembangunan diartikan sebagai: “Perencanaan komunikasi yang dijadikan pedoman tentang arah dan langkah operasionalnya, dengan menggunakan metoda yang terpilih dalam rangka perubahan perilaku individu dan masyarakat, melalui interaksi yang setara antar pemangku kepentingan pembangunan, dalam guna perbaikan mutu hidup mereka sendiri dan perbaikan serta pelestarian lingkungan fisik (dan sosial) masyarakatnya.

Dari beberapa pengertian strategi komunikasi di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi komunikasi pada dasarnya menggunakan tahap yang harus dijalankan yakni, tahap perencanaan atau langkah-langkah awal dan tahap menejemen atau pelaksanaan yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan sesuai dengan situasi dan kondisi.

Perencanaan komunikasi adalah sebuah dokumen tertulis yang menggambarkan tentang apa yang harus dilakukan yang berhubungan dengan komunikasi dalam pencapaian tujuan, dengan cara apa yang dapat dilakukan sehingga tujuan tersebut dapat dicapai, dan kepada siapa program itu ditujukan,


(3)

8 dengan peralatan dan dalam jangka waktu berapa lama hal itu bisa dicapai, dan bagaimana cara mengukur (evaluasi) hasil-hasil yang diperoleh dari program tersebut (Cangara, 2013: 45).

Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya - sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan (Handoko, 2012:8).

Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama diperlukan manajemen(a) Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur, pelanggan, konsumen, supplier, serikat kerja, assosiasi perdagangan, masyrakat dan pemerintah; (c) Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan efektifitas (Handoko, 2012:6).

2.2 Komponen Strategi Komunikasi

Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam Rumus Lasswell (Effendy, 2008: 29-30). Lasswell menyatakan


(4)

9 bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan berikut:

a. Who (Siapakah komunikatornya?),

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender atau encoder (Cangara, 2007:24).

b. Say what (Pesan apa yang dinyatakan?),

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi nasihat atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content atau

information (Cangara, 2007:24).

c. In which channel (Media apa yang digunakannya?),

Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima (Cangara, 2007:25).

d. To whom (Siapa komunikannya?),

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau Negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah,


(5)

10 seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut

audience atau receiver. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber (Cangara, 2007:26).

e. With what effect (Efek apa yang diharapkan?),

Pengaruh atau efek adalah perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (Cangara, 2007:26).

Rumus Lasswell ini tampaknya sederhana saja, tetapi jika kita kaji lebih jauh, pertanyaan “Efek apa yang diharapkan”, secara implisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut ialah:

f. When (Kapan dilaksanakannya?),

g. How (Bagaimana melaksanakannya?),

h. Why (Mengapa dilaksanakan demikian?)

Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni:

Information (informasi), persuasion (persuasi), instruction (instruksi).

2.3 Komunikasi Persuasif

Dimuka telah dikemukakan bahwa komunikasi bersifat informatif dan persuasif, bergantung kepada tujuan komunikator. Dibandingkan dengan komunikasi informatif, komunikasi persuasif lebih sulit sebab, jika komunikasi


(6)

11 informatif bertujuan hanya untuk memberi tahu komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku. Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada perkataan Latin persuasio. Kata kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu (Effendy, 2008:21).

2.3.1 Perencanaan Komunikasi Persuasif

Agar komunikasi persuasif itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu dilakukakn perencanaan yang matang. Perencanaan dilakukan berdasarkan komponen-komponen proses komunikasi sebagaimana diutarakan dimuka.

Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif itu berikut ini adalah teknik-teknik yang dapat dipilih (Effendy, 2008:22-24):

a. Teknik asosiasi

Teknik asosiasi adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak.

b. Teknik integrasi

Yang dimaksud dengan integrasi disini ialah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Ini berarti bahwa, melalui kata-kata verbal atau nonverbal, komunikator menggambarkan bahwa ia “senasib” dan karena itu menjadi satu dengan komunikan.

c. Teknik ganjaran

Teknik ganjaran (pay-off technique) adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengiming-iming hal yang menguntungkan atau yang menjadikan harapan.


(7)

12 d. Teknik tataan

Yang dimaksudkan dengan tataan disini sebagai terjemahan dari icing adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak didengar oleh pesan tersebut.

Teknik tataan atau icing technique dalam kegiatan persuasi ialah seni menata pesan dengan imbauan emosional (emotional appeal) sedimikian rupa, sehingga komunikan menjadi tertarik perhatiannya.

e. Teknik red-herring

Istilah red-herring sukar diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sebab

red-herring adalah nama ikan yang hidup di Samudera Altantik Utara. Jenis ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak tipu ketika diburu oleh binatang lain.Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif, teknik red-herring adalah seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dengan menyerang lawan. Jadi teknik ini dilakukan pada saat komunikator berada dalam posisi yang terdesak.

2.3.2 Pentahapan Komunikasi Persuasif

Demi berhasilnya komunikasi perlu dilaksanakan secara sistematis. Tamaknya suatu formula yang biasa disebut AIDDA dapat dijadikan landasan pelaksanaan. Formula AIDDA merupakan kesatuan singkatan dari tahap-tahap komunikasi persuasif. Penjelasannnya adalah (Effendy, 2008:25) :


(8)

13 A - Attention -Perhatian

I - Interest -Minat D - Desire -Hasrat D - Decision -Keputusan A - Action -Kegiatan

Berdasarkan formula AIDDA itu, komunikasi persuasif didahului dengan upaya membangkitkan perhatian. Upaya ini tidak hanya dilakukan dalam gaya bicara dengan kata-kata yang merangsang, tetapi juga dalam penampilan (appearance) ketika menghadapi khalayak.

Apabila perhatian sudah berhasil dibangkitkan, kini menyusul upaya menumbuhkan minat. Upaya ini bisa berhasil dengan mengutarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan komunikan. Karena itu komunikator harus mengenal siapa komunikan yang menghadapinya.

Tahap berikutnya adalah memunculkan hasrat pada komunikasi untuk melakukan ajakan, bujukan, atau rayuan komunikator. Disini imbauan emosional (emotional appeal) perlu ditampilakan oleh komunikator, sehingga pada tahap berikutnya komunikan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan sebagaimana diharapkan daripadanya.

2.3.3 Sifat Komunikasi

Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate), kita bisa mengambil salah satu dari dua jenis komunikasi berdasarkan sifatnya (Effendy, 2008:31-32) :


(9)

14 Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Dengan saling melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat berkomunikasi, apakah komunikasi memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik komunikasi kita sehingga komunikasi kita berhasil.

b. Komunikasi bermedia (mediated communication),

Pada umumnya banyak digunakan untuk komunikasi informatif karena tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku. Lebih-lebih media massa. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa kurang sekali keampuhannya dalam mengubah tingkah laku komunikan. Walaupun demikian tetap ada untung-ruginya. Kelemahan komunikasi bermedia ialah tidak persuasif, sebaliknya kekuatannya dapat mencapai komunikan dalam jumlah yang besar.

2.3.4 Peran Komunikator

Keefektifan komunikasi tidak saja ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi, tetapi juga oleh diri si komunikator. Fungsi komunikator – sebagaimana ditegaskan di muka – ialah pengutaraan pikiran dan perasaannya dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, atau perilakunya (Effendy, 2008:16-21).


(10)

15 1. Etos Komunikator

Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran; afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar; dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan.

Dimuka telah disinggung bahwa ciri efektif-tidaknya komunikasi ditunjukkan oleh dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak behavioral yang timbul pada komunikan.

Etos tidak timbul pada seseorang dengan begitu saja, tetapi ada faktor–faktor tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Kesiapan (preparedness),

Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada khalayak, bahwa ia muncul didepan forum dengan persiapan yang matang. Kesiapan ini akan tampak pada gaya komunikasinya yang menyakinkan. b. Kesungguhan (seriousness),

Seorang komunikator yang berbicara dan membahas suatu topik dengan menunjukkan kesungguhan, akan menimbulkan kepercayaan pihak komunikan kepadanya.

c. Ketulusan (sincerity),

Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya. Ia harus berhati-hati untuk


(11)

16 menghindarkan kata-kata yang mengarah kepada kecurigaan terhadap ketidak-tulusan komunikator.

d. Kepercayaan (confidence),

Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus selalu muncul dengan penguasan diri dan situasi secara sempurna. Ia harus selamanya siap menghadapi segala situasi.

e. Ketenangan (poise),

Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata. Ketenangan ini perlu dipelihara dan selalu ditunjukkan pada setiap peristiwa komunikasi menghadapi khalayak.

Ketenangan yang ditunjukkan seorang komunikator akan menimbulkan kesan pada komunikan bahwa komunikator merupakan orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi khalayak dan menguasai persoalan yang akan dibicarakan.

f. Keramahan (friendship),

Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan kepadanya. Keramahan tidak berarti kelemahan, tetapi pengekspresian sikap etis. Lebih-lebih jika komunikator muncul dalam forum yang mengandung perdebatan. Ada kalanya dalam suatu forum, timbul tanggapan salah seorang di antara yang hadir berupa kritik pedas. Dalam situasi seperti ini, sikap hormat komunikator dalam memberikan jawaban


(12)

17 akan meluluhkan sikap emosional si pengritik, dan akan menimbulkan rasa simpati kepada komunikator.

Jadi, keramahan tidak saja ditunjukkan dengan ekspresi wajah, tetapi juga dengan gaya dan cara pengutaran paduan pikiran dan perasaannya.

g. Kesederhanaan (moderation).

Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga dalam hal penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaan dan dalam gaya mengkomunikasikannya.

2. Sikap Komunikator

Sikap (attitude) adalah sutau kesiapan kegiatan (preparatory activity). Suatu kecenderungan pada diri sendiri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial. Dalam hubungannnya dengan komunikasi yang melibatkan manusia-manusia sebagai sasarannya, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap, yakni:

a. Reseptif (receptive),

Sikap reseptif berarti kesediaan untuk menerima gagasan dari orang lain, dari staf pimpinan, karyawan, teman, bahkan tetangga, mertua, dan istri. Bagi komunikator tidak akan ada ruginya untuk menerima gagasan dari orang lain, sebab tidak jarang sebuah gagasan yang semula dinilai buruk dapat dikembangkan sehingga menjadi sebuah gagasan yang bermanfaat. b. Selektif (selective),

Seperti halnya dengan faktor reseptif, fakor selektif pun penting bagi komunikator dalam perannya selaku komunikan, sebagai persiapan untuk


(13)

18 menjadi komunikator yang baik. Jadi, untuk menjadi komunikator yang baik, ia harus menjadi komunikan yang terampil. Tetapi dalam menerima pesan dari orang lain dalam bentuk gagasan atau informasi, ia harus selektif dalam rangka pembinaan profesinya untuk diabdikan kepada masyarakat.

c. Dijestif (digestive),

Yang dimaksudkan dengan dijestif disini ialah kemampuan komunikator dalam mencernakan gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan. Ia mampu memahami makna yang lebih luas dan lebih dalam dari yang tersurat, ia mampu melihat intinya yang hakiki seraya dapat melakukan prediksi akibat dari pengaruh gagasan atau informasi tadi.

d. Asimilatif (assimilative),

Asimilatif berarti kemampuan komunikator dalam menggoreskan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya, yang merupakan hasil pendidikan dan pengalamannya.

Formulasi dari perpaduan kedua aspek tersebut dikembangkan sehinggga menjadi konsep, suatu bahan untuk dikomunikasikan.

e. Transmisif (tranmissive).

Transmisif mengandung makna kemampuan komunikator dalam mentramisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif, dan konatif kepada orang lain. Dengan kata lain perkataan, ia mampu


(14)

19 memilih kata-kata yang fungsional, mampu menyusun kalimat secara logis, mampu memilih waktu yang tepat, sehingga komunikasi yang ia lancarkan menimbulkan dampak yang ia harapkan.

2.4 Kerangka Pikir

STRATEGI KOMUNIKASI

GBMT

WAYANG KULIT BERTAHAN

FAKTOR KONDUSIF & PENGHAMBAT PERENCANAAN &

MANAJEMEN KOMUNIKASI

GBMT

WAYANG KULIT SAPARAN

RITUAL / UPACARA MEDIA


(1)

14 Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan. Dengan saling melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat berkomunikasi, apakah komunikasi memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik komunikasi kita sehingga komunikasi kita berhasil.

b. Komunikasi bermedia (mediated communication),

Pada umumnya banyak digunakan untuk komunikasi informatif karena tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku. Lebih-lebih media massa. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa kurang sekali keampuhannya dalam mengubah tingkah laku komunikan. Walaupun demikian tetap ada untung-ruginya. Kelemahan komunikasi bermedia ialah tidak persuasif, sebaliknya kekuatannya dapat mencapai komunikan dalam jumlah yang besar.

2.3.4 Peran Komunikator

Keefektifan komunikasi tidak saja ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi, tetapi juga oleh diri si komunikator. Fungsi komunikator – sebagaimana ditegaskan di muka – ialah pengutaraan pikiran dan perasaannya dalam bentuk pesan untuk membuat komunikan menjadi tahu atau berubah sikap, pendapat, atau perilakunya (Effendy, 2008:16-21).


(2)

15 1. Etos Komunikator

Keefektifan komunikasi ditentukan oleh etos komunikator. Etos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi (conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang bersangkutan dengan pikiran; afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh perangsang dari luar; dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan upaya atau perjuangan.

Dimuka telah disinggung bahwa ciri efektif-tidaknya komunikasi ditunjukkan oleh dampak kognitif, dampak afektif, dan dampak behavioral yang timbul pada komunikan.

Etos tidak timbul pada seseorang dengan begitu saja, tetapi ada faktor–faktor tertentu yang mendukungnya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Kesiapan (preparedness),

Seorang komunikator yang tampil di mimbar harus menunjukkan kepada khalayak, bahwa ia muncul didepan forum dengan persiapan yang matang. Kesiapan ini akan tampak pada gaya komunikasinya yang menyakinkan. b. Kesungguhan (seriousness),

Seorang komunikator yang berbicara dan membahas suatu topik dengan menunjukkan kesungguhan, akan menimbulkan kepercayaan pihak komunikan kepadanya.

c. Ketulusan (sincerity),

Seorang komunikator harus membawakan kesan kepada khalayak, bahwa ia berhati tulus dalam niat dan perbuatannya. Ia harus berhati-hati untuk


(3)

16 menghindarkan kata-kata yang mengarah kepada kecurigaan terhadap ketidak-tulusan komunikator.

d. Kepercayaan (confidence),

Seorang komunikator harus senantiasa memancarkan kepastian. Ini harus selalu muncul dengan penguasan diri dan situasi secara sempurna. Ia harus selamanya siap menghadapi segala situasi.

e. Ketenangan (poise),

Khalayak cenderung akan menaruh kepercayaan kepada komunikator yang tenang dalam penampilan dan tenang dalam mengutarakan kata-kata. Ketenangan ini perlu dipelihara dan selalu ditunjukkan pada setiap peristiwa komunikasi menghadapi khalayak.

Ketenangan yang ditunjukkan seorang komunikator akan menimbulkan kesan pada komunikan bahwa komunikator merupakan orang yang sudah berpengalaman dalam menghadapi khalayak dan menguasai persoalan yang akan dibicarakan.

f. Keramahan (friendship),

Keramahan komunikator akan menimbulkan rasa simpati komunikan kepadanya. Keramahan tidak berarti kelemahan, tetapi pengekspresian sikap etis. Lebih-lebih jika komunikator muncul dalam forum yang mengandung perdebatan. Ada kalanya dalam suatu forum, timbul tanggapan salah seorang di antara yang hadir berupa kritik pedas. Dalam situasi seperti ini, sikap hormat komunikator dalam memberikan jawaban


(4)

17 akan meluluhkan sikap emosional si pengritik, dan akan menimbulkan rasa simpati kepada komunikator.

Jadi, keramahan tidak saja ditunjukkan dengan ekspresi wajah, tetapi juga dengan gaya dan cara pengutaran paduan pikiran dan perasaannya.

g. Kesederhanaan (moderation).

Kesederhanaan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga dalam hal penggunaan bahasa sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaan dan dalam gaya mengkomunikasikannya.

2. Sikap Komunikator

Sikap (attitude) adalah sutau kesiapan kegiatan (preparatory activity). Suatu kecenderungan pada diri sendiri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan menuju atau menjauhi nilai-nilai sosial. Dalam hubungannnya dengan komunikasi yang melibatkan manusia-manusia sebagai sasarannya, pada diri komunikator terdapat lima jenis sikap, yakni:

a. Reseptif (receptive),

Sikap reseptif berarti kesediaan untuk menerima gagasan dari orang lain, dari staf pimpinan, karyawan, teman, bahkan tetangga, mertua, dan istri. Bagi komunikator tidak akan ada ruginya untuk menerima gagasan dari orang lain, sebab tidak jarang sebuah gagasan yang semula dinilai buruk dapat dikembangkan sehingga menjadi sebuah gagasan yang bermanfaat. b. Selektif (selective),

Seperti halnya dengan faktor reseptif, fakor selektif pun penting bagi komunikator dalam perannya selaku komunikan, sebagai persiapan untuk


(5)

18 menjadi komunikator yang baik. Jadi, untuk menjadi komunikator yang baik, ia harus menjadi komunikan yang terampil. Tetapi dalam menerima pesan dari orang lain dalam bentuk gagasan atau informasi, ia harus selektif dalam rangka pembinaan profesinya untuk diabdikan kepada masyarakat.

c. Dijestif (digestive),

Yang dimaksudkan dengan dijestif disini ialah kemampuan komunikator dalam mencernakan gagasan atau informasi dari orang lain sebagai bahan bagi pesan yang akan ia komunikasikan. Ia mampu memahami makna yang lebih luas dan lebih dalam dari yang tersurat, ia mampu melihat intinya yang hakiki seraya dapat melakukan prediksi akibat dari pengaruh gagasan atau informasi tadi.

d. Asimilatif (assimilative),

Asimilatif berarti kemampuan komunikator dalam menggoreskan gagasan atau informasi yang ia terima dari orang lain secara sistematis dengan apa yang telah ia miliki dalam benaknya, yang merupakan hasil pendidikan dan pengalamannya.

Formulasi dari perpaduan kedua aspek tersebut dikembangkan sehinggga menjadi konsep, suatu bahan untuk dikomunikasikan.

e. Transmisif (tranmissive).

Transmisif mengandung makna kemampuan komunikator dalam mentramisikan konsep yang telah ia formulasikan secara kognitif, afektif, dan konatif kepada orang lain. Dengan kata lain perkataan, ia mampu


(6)

19 memilih kata-kata yang fungsional, mampu menyusun kalimat secara logis, mampu memilih waktu yang tepat, sehingga komunikasi yang ia lancarkan menimbulkan dampak yang ia harapkan.

2.4 Kerangka Pikir

STRATEGI KOMUNIKASI

GBMT

WAYANG KULIT BERTAHAN

FAKTOR KONDUSIF & PENGHAMBAT PERENCANAAN &

MANAJEMEN KOMUNIKASI

GBMT

WAYANG KULIT SAPARAN

RITUAL / UPACARA MEDIA


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Scene Musik Indie “SOHC” dalam Mempertahankan Eksistensi di Kota Salatiga T1 362012079 BAB II

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Mobil Foxy Salatiga dalam Mempertahankan Nilai Kelompok T1 362009032 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga T1 362010037 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga T1 362010037 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga T1 362010037 BAB V

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga T1 362010037 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Mempertahankan Wayang Kulit Dalam Tradisi Saparan di Desa Warak RW VI Kota Salatiga

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Youth Krew Salatiga dalam Mempertahankan Eksistensi Kelompok T1 362007026 BAB VI

0 0 2

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyebab Kegagalan dalam Pemberian ASI Eksklusif: Studi Kualitatif di Desa Warak T1 BAB II

0 0 15

T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB VI

0 0 2