Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda
PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA
SKRIPSI
OLEH:
Elita Kumianjani A B 100301159
PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA
SKRIPSI
OLEH:
ELITA KUMIANJANI A B 100301159
PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di Program Studi Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda Nama : Elita Kumianjani A B
NIM : 100301159
Minat : Pemuliaan Tanaman Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Revandy Damanik Msi, M.Sc , Ph.D.) (Luthfi Aziz M.Siregar SP, M.Sc, Ph.D. Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
)
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroekoteknologi (Prof. T. Sabrina, M. Agr, Sc, Ph.D)
(4)
ABSTRAK
Elita Kumianjani A B : IDENTIFIKASI KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) TERHADAP GENANGAN SECARA IN VITRO, dibimbing oleh Revandy Damanik dan Luthfi Aziz M.Siregar.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk, namun produksi belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan mengindentifikasi kedelai yang toleran terhadap genangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi kalus kedelai terhadap genangan secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari Agustus sampai Maret 2015, Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi auksin 2,4 D yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm. Faktor kedua adalah Penggenangan dan tanpa pengenangan. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan kalus, pertambahan berat bobot kalus, jumlah Klorofil a dan b, konsentrasi protein dan keadaan visual kalus kedelai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT 2,4 D dan Penggenangan berpengaruh nyata terhadap respon pertumbuhan kalus, pertambahan berat bobot kalus, kandungan klorofil dan konsentrasi protein, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukkan klorofil a pada fase penggenangan dan interaksi antara konsentrasi auksin dan penggenangan berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati.
(5)
ABSTRACT
Elita Kumianjani A B : Identification callus of soybean (Glycine max (L.) toward flooding by in vitro. Under the supervision of REVANDY DAMANIK AND LUTFI AZIZ M.SIREGAR.
Soybean demand continues to increase as the number of people , but the production has not be enable to meet the needs of national soybean. One effort to increase production is to indentificat soybean acreage of inundation. The aims of the research was to determine about Identification callus of soybean toward inundation by in vitro. This research was carried out in The Tissue Culture Laboratory, Agriculture’s Faculty Of North Sumatera University from August to March 2015. Completely Randomized Design with two factors was used, first
factor was auxin 2,4 D concentration consist of three leevels : 0 ppm; 2 ppm; 4 ppm. The second factor was Inundation and without Inundation. The parameters
measured were are visualization of callus, percentage of growth callus, percentage of weight callus , the amount of chlorophyll a and b, and concentration of protein.
The results showed that 2,4 D concentration and Inundation give significant effect on visualization of callus, percentage of growth callus, percentage of weight callus , the amount of chlorophyll a and b, and concentration of protein , but it have no significantly effect on the formation of chlorophyll a in the phase of inundation and interactions between as given significantly effect on all parameters.
(6)
RIWAYAT HIDUP
ELITA KUMIANJANI A B, lahir pada tanggal 13 Januari 1993 di Tanjung Morawa, anak kedua dari lima bersaudara, putri dari Bapak Drs T. Bawamenewi dan Ibu N. Simbolon S.Pd.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah lulus dari Taman Kanak-Kanak Pembina Tanjung Garbus Lubuk Pakam pada tahun 1998, lulus dari SD NEGERI 108306 Tanjung Garbus Lubuk Pakam pada tahun 2004, lulus dari
SMP NEGERI 2 Lubuk Pakam pada tahun 2007, lulus dari SMA NEGERI 2 Lubuk Pakam pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama lulus SNMPTN di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada Program studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi dan pernah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa KMK USU Fakultas Pertanian.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tanah Hitam Ulu di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara dari tanggal 18 Juli sampai 21 Agustus 2013.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Yang berjudul “Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda ” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Ir. Revandy Damanik Msi, M.Sc , Ph.D. selaku ketua komisi pembimbing dan Luthfi Aziz M.Siregar SP, M.Sc, Ph.D. selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukkan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis Menyadarin bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2015
(8)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Botani tanaman ... 4
Kultur jaringan ... ... 6
Eksplan ... 9
Media kultur ... ... 10
Lingkungan In Vitro ... 11
Zat Pengatur Tumbuh ... 12
Jenis Auksin yang Digunakan ... 13
Varietas ... 16
Penggenangan Tanaman Kedelai ... 17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN... 22
Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
Bahan dan Alat Penelitian ... 22
Metode Peneltian ... 22
PELAKSANAAN PENELITIAN... 25
Sterilisasi alat ... 25
Pembuatan media ... 25
Persiapan ruang kultur... 26
Sterilisasi eksplan ... 26
Penanaman ... 27
Pemeliharaan ... 27
Aplikasi Penggenangan Terhadap Kalus yang Tumbuh ... 28
Pengukuran Kadar Klorofil ... 28
Pengukuran Kosentrasi Protein (Uji kjeldahl) ... 28
Peubah amatan ... 30
Persentase pertumbuhan kalus (%)... 30
Bentuk dan warna kalus ... 30
Berat bobot kalus ... 30
(9)
Pengukuran Kosentrasi Protein (Uji kjeldahl) ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 32
Persentase eksplan membentuk kalus (%) ... 32
Keadaan Visual kalus ... 32
Berat Bobot Kalus ... ... 33
Jumlah klorofil a ... 34
Jumlah klorofil b ... 34
Konsentrasi Protein (Metode Kjeldahl) ... 34
Pembahasan ... 35
Respon pertumbuhan kalus kotiledon kedelai, pertambahan ... 35
berat bobot kalus, kandungan klorofil dan konsentrasi protein terhadap pemberian ZPT 2,4 D Respon kadar klorofil dan unsur protein kalus kedelai ... 40
akibat perlakuan penggenangan Respon interaksi antara perlakuan ZPT 2,4 D dan ... 42
perlakukan penggenangan terhadap kandungan klorofil a dan kandungan klorofil b serta konsentrasi protein KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA... 44
LAMPIRAN ... 47
(10)
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Persentase eksplan membentuk kalus ... 32
2. Berat bobot kalus ... 33
3. Jumlah klorofil a pada kalus kedelai ... 34
4. Jumlah klorofil b pada kalus kedelai ... 34
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Foto Perlakuan Kontrol 1 MST ... 32
2. Foto Perlakuan Kontrol 2 MST ... 32
3. Foto Perlakuan Kontrol 3 MST ... 32
4. Foto Perlakuan 2 ppm 1 MST ... 33
5. Foto Perlakuan 2 ppm 2 MST ... 33
6. Foto Perlakuan 2 ppm 3 MST ... 33
7. Foto Perlakuan 4 ppm 1 MST ... 33
8. Foto Perlakuan 4 ppm 2 MST ... 33
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan Penelitian ... 47
2. Deskripsi kedelai varietas Grobogan ... 48
3. Komposisi medium Murashige dan skoog (MS) ... 49
4. Data pengamatan berat bobot kalus 1 MST ... 50
5. Data transformasi pengamatan berat bobot kalus 1 MST √X+0,5 ... 50
6. Daftar sidik ragam berat bobot kalus 1 MST ... 50
7. Data pengamatan berat bobot kalus 2 MST ... 50
8. Data transformasi pengamatan berat bobot kalus 2 MST √X+0,5 ... 50
9. Daftar sidik ragam berat bobot kalus 2 MST ... 51
10. Data pengamatan berat bobot kalus 3 MST ... 51
11. Data transformasi pengamatan berat bobot kalus 3 MST √X+0,5 ... 51
12. Daftar sidik ragam berat bobot kalus 3 MST ... 51
13. Data pengamatan jumlah klorofil a ... 51
14. Data transformasi pengamatan jumlah klorofil a √X+0,5 ... 52
15. Daftar sidik ragam jumlah klorofil a ... 52
16. Data pengamatan jumlah klorofil b ... 53
17. Data transformasi pengamatan jumlah klorofil b √X+0,5 ... 53
18. Daftar sidik ragam jumlah klorofil b ... 54
19. Data pengamatan uji protein kalus kedelai ... 55
20. Data transformasi pengamatan uji protein kalus kedelai √X+0,5 ... 55
21. Daftar sidik ragam uji protein kalus kedelai ... 56
(13)
ABSTRAK
Elita Kumianjani A B : IDENTIFIKASI KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) TERHADAP GENANGAN SECARA IN VITRO, dibimbing oleh Revandy Damanik dan Luthfi Aziz M.Siregar.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk, namun produksi belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan mengindentifikasi kedelai yang toleran terhadap genangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi kalus kedelai terhadap genangan secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari Agustus sampai Maret 2015, Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi auksin 2,4 D yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm. Faktor kedua adalah Penggenangan dan tanpa pengenangan. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan kalus, pertambahan berat bobot kalus, jumlah Klorofil a dan b, konsentrasi protein dan keadaan visual kalus kedelai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ZPT 2,4 D dan Penggenangan berpengaruh nyata terhadap respon pertumbuhan kalus, pertambahan berat bobot kalus, kandungan klorofil dan konsentrasi protein, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukkan klorofil a pada fase penggenangan dan interaksi antara konsentrasi auksin dan penggenangan berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati.
(14)
ABSTRACT
Elita Kumianjani A B : Identification callus of soybean (Glycine max (L.) toward flooding by in vitro. Under the supervision of REVANDY DAMANIK AND LUTFI AZIZ M.SIREGAR.
Soybean demand continues to increase as the number of people , but the production has not be enable to meet the needs of national soybean. One effort to increase production is to indentificat soybean acreage of inundation. The aims of the research was to determine about Identification callus of soybean toward inundation by in vitro. This research was carried out in The Tissue Culture Laboratory, Agriculture’s Faculty Of North Sumatera University from August to March 2015. Completely Randomized Design with two factors was used, first
factor was auxin 2,4 D concentration consist of three leevels : 0 ppm; 2 ppm; 4 ppm. The second factor was Inundation and without Inundation. The parameters
measured were are visualization of callus, percentage of growth callus, percentage of weight callus , the amount of chlorophyll a and b, and concentration of protein.
The results showed that 2,4 D concentration and Inundation give significant effect on visualization of callus, percentage of growth callus, percentage of weight callus , the amount of chlorophyll a and b, and concentration of protein , but it have no significantly effect on the formation of chlorophyll a in the phase of inundation and interactions between as given significantly effect on all parameters.
(15)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman yang sangat penting, kedelai memiliki kandungan minyak yang tinggi, dan bijinya kaya akan protein. Kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, besi, potassium, dan magnesium diantara tanaman serealia, kegunaan lainnya untuk pembuatan tempe, tahu, susu, tepung, minyak, kosmetik, sabun, produk makanan, farmasi, pupuk, industri cat, pernis, plastik, dan lain-lain (Pandey, 2007).
Kebutuhan kedelai meningkat setiap tahunnya sehingga menimbulkan tantangan yang berat bagi pembangunan pertanian kedelai, tantangan ini semakin berat karena di satu sisi laju permintaan terus meningkat, akan tetapi disisi lain muncul berberapa permasalahan diantaranya keterbatasan lahan yang sempit. Hal ini disebabkan produktivitas kedelai yang masih rendah sehingga harus dilakukan perbaikan baik secara kuantitas maupun kualita ( Ilyas, 2005).
Upaya peningkatan produksi kedelai harus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Peningkatan produksi dilaku-kan antara lain dengan cara mengoptimalkan produktivitas lahan pertanian seperti lahan sawah yang luasnya sekitar 8,5 juta hektar yang merupakan lahan potensial untuk pengembangan kedelai (Sofia, 2007).
Dewasa ini lahan sawah tersebut baru sebagian kecil yang dimanfaatkan, karena terdapat beberapa kendala, seperti ke-jenuhan air atau genangan yang dapat menimbulkan rendahnya produktivitas. Kelebihan air tersebut dapat terjadi karena periode yang panjang dari musim hujan dan curah hujan yang tinggi Keadaan tersebut, juga disebabkan karena adanya lapisan kedap air pada
(16)
kedalaman 15-20 cm di bawah permukaan tanah. Genangan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman karena tanaman memerlukan adanya pertukaran gas yang cepat dengan lingkungannya dan adanya ketersediaan air yang me-menuhi kebutuhan pertumbuhan dan evapotranspirasi. (Komariah, 2008).
Untuk mengatasi pengaruh genangan, pemilihan varietas toleran terhadap keadaan tersebut perlu dilakukan, Menurut Adie, dkk (2010), metode seleksi untuk memilih varietas toleran terhadap genangan dapat dilakukan di lapang atau di laboratorium. Untuk mengetahui pertumbuhan benih pada kondisi yang sebenarnya dapat dilakukan pada fase perkecambahan, dengan menganalisis viabilitas benih. Viabilitas benih pada kondisi suboptimum dapat dideteksi dan dilakukan di rumah kaca atau di laboratorium dengan mengecambahkan benih pada media yang dapat dikontrol dan praktis seperti kertas, pasir atau media tanam lain.
Dengan cara in vitro, diharapkan dapat memberi solusi varietas yang tahan, toleransi ataupun peka terhadap genangan, misalnya dengan kultur meristem yang ditujukan untuk membantu perkecambahan dan diharapkan dapat mempertahankan integritasnya dan tumbuh menjadi tanaman lengkap. Menurut Yunita (2009), Pemuliaan tanaman melalui Kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan mempertahankan kestabilan genetik, Teknik in vitro merupakan metoda yang efektif dan efisien untuk perbanyakan tanaman dalam kondisi lingkungan aseptik dan dapat dikendalikan. (Widoretno dkk., 2003)
Kultur in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi potongan jaringan tanaman dari kondisi alami media pada kondisi aseptik, dimana potongan jaringan yang diambil mampu mengadakan persebaran, perpanjangan, pembelahan sel,
(17)
perubahan klorofil dan kandungan protein serta membentuk suatu massa sel yang belum terdiferensiasi yang disebut kalus serta membentuk shootlet (tunas), rootlet (akar), atau planlet (tanaman lengkap) (Yurmita., dkk, 2012).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap toleransi Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Respon Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda.
Hipotesa Penelitian
1. Ada pengaruh tingkat konsentrasi ZPT 2,4 D terhadap pertumbuhan kalus tanaman kedelai.
2. Terdapat pengaruh fase penggenangan terhadap kandungan klorofil dan konsentrasi protein pada kalus tanaman kedelai
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
(18)
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan ( taksonomi ) diklasifikasikan ke dalam Kingdom: Plantae ; Divisi : Magnoliophyta ; Kelas: Magnoliopsida;
Subkelas : Rosidae; Ordo: Fabales ; Famili: Fabaceae : Genus: Glycine ; Spesies :Glycine max (L.) Merrill (Irwan, 2006).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang
optimal, sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang,
sekitar 3-4 hari stelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan pembentukkan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).
Batang berbentuk pesergi dengan rambut coklat yang menjauhi batang atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua tipe yaitu determinate dan interdeterminate yang didasarkan keberadaan bunga pada pucuk batang (Steenis, 2005).
Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang
(19)
tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto, 2005).
Bentuk daun kedelai yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi (Irwan, 2006).
Bunga kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai panjangnya 3 cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga sangat pendek. Tinggi kelopak 5-77 mm, berambut panjang, bertaju 5 ; taju sempit dan runcing. Mahkota bewarna putih atau lila, dan panjang bendera 6-7 mm. Benang sari bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan bakal buah berambut tipis dan rapat (Steenis, 2005).
Polong biasanya bewarna hijau. Polongnya yang berkembang dalam kelompok, biasanya mengandung 2-3 biji yang berbentuk bundar atau pipih, dan sangat kaya akan protein dan minyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang kuning, hitam, hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi tergantung varietas. Di Indonesia besar biji bervariasi dari 6 gram – 30 gram (Suprapto, 2001).
Kotiledon merupakan endosperm yang dihasilkan dari pembuahan antara gamet jantan yang bersifat haploid dengan inti kandung lembaga yang bersifat
(20)
diploid, sehingga kotiledon akan bersifat triploid. Hasil yang diperoleh dalam kultur in vitro ini hanya berupa sel-sel kalus. Jadi penelitian ini mengindikasi perbedaan genetik yang akan mengakibatkan perbedaan kemampuan kompetensi regenerasi atau kondisi fisiologis dari jaringan eksplant (Fernando et al., 2002). Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian
tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media
kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh),
serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yusnita, 2003).
Kultur jarinngan memiliki 2 prinsip dasar yang jelas yaitu (1) bahan tanaman yang bersifat totipotensi dan (2) budidaya yang terkendali. Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kultur jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (Kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilisasi adalah hal mutlak yang harus terkendali (Santoso dan Nursandi, 2004).
Teknik-teknik in vitro mempunyai potensi yang sangat besar untuk membantu konservasi sumberdaya genetis. Teknik Pembibitan secara in vitro telah digunakan secara luas untuk perbanyakkan tanaman semenjak protocol
(21)
mikropropogasi dipublikasikan untuk lebih dari 1500 jenis spesies tanaman. (Tjokrokusumo, 2004)
Efektivitas penggunaan teknik kultur jaringan dalam melakukan eksploitasi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro tergantung dari tersedianya metode baku yang efesien untuk menginduksi terbentuknya kalus serta dapat meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap (planlet) Beberapa faktor penting yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu pemilihan jenis eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, mencakup tipe dan kuantitas zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin. Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan auksin merupakan hal yang krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro.
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau belum terdiferensiasi) yang terjadi dari sel – sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus secara in vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari dediferensiasi. Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah yang penting. Setelah terbentuknya kalus baru diberikan perlakuan rangsangan untuk berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Secara histologi, kalus berasal dari pembelahan berkali – kali sel – sel parenkim di sekitar berkas pengangkut dan beberapa elemen penyusun berkas pengangkut kecuali xilem. Dalam teknik kultur jaringan (in vitro), kalus dapat diinduksi dengan
(22)
menambahkan zat pengatur tumbuh yang sesuai pada media kultur. Selain zat pengatur tumbuh atau hormon pertumbuhan, penambahan vitamin dan protein juga diperlukan untuk pertumbuhan kalus. Induksi kalus dalam teknik kultur jaringan tanaman diperlukan untuk memunculkan keragaman sel somatik di dalam kultur in vitro dan meregenerasikan sel tersebut menjadi embrio somatik.
Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk suspensi sel yang tumbuh aktif.
Sifat kompetensi sel merupakan sifat yang dimiliki setiap sel untuk melakukan interaksi terhadap kondisi lingkungan dan menghasilkan proses fisiologis yang dapat memacu pertumbuhan sel. Sel - sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel – sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet. Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah – pisah menjadi
(23)
fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning – kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga – jingaan.
Untuk membantu proses uji coba varietas kedelai yang tahan terhadap fase penggenangan, Kultur jaringan merupakan teknik yang dipromosikan, karena dengan adanya metode melalui seleksi in vitro akan menghasilkan varietas baru yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan. Selain itu teknik ini lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen, tempatnya relatif lebih sedikit, dan efektif selesi lebih tinggi. Penggunaan teknik in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai (Yunita, 2009).
Eksplan
Organ atau sepotong jaringan tanaman yang akan dikulturkan disebut eksplan. Seleksi dan pemilihan sumber eksplan merupakan aspek penting keberhasilan mikropropogasi. Tiga aspek penting yang perlu diperhatikan antar lain (1) sumber karakteristik genetik dan epigenetik, (2) bebas patogen, dan (3) kondisi fisologi tanaman yang mampu berinisiasi sendiri dengan baik yang akan dikulturkan (Hartmann dkk, 2002).
Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan dalam kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi dibandinngkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih besar dan tumbuhnya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan berukuran kecil (meristem
(24)
atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasi jauh lebih kecil, tetapi tumbuh lebih lambat (Yusnita, 2003).
Embrio terdiri dari axis embrio dan kotiledon. Axis berhubungan dengan akar embrio (radikula), hipokotil berada diantara radikula dan kkotiledon, dan pucuk apeks pada daun pertama (plumula). Bentuk embrio dan ukuran pada struktur dalam biji beragam (Bewley and black, 1986).
Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagianbagian tanaman tersebut diatas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Sel-sel tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut, prosesnya disebut rediferensiasi, yaitu keadaan menjadi berdiferensiasi kembali untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk plantlet. Pembentukan struktur yang terorganisir pada kalus dimulai dengan pembentukan kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar.
Media Kultur
Media kultur jaringan terdiri dari bahan-bahan esensial dan komponen pengoptimal, bahan esensial terdiri atas garam-garam annorganik, sumber karbon dan energi, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan komponen pengoptimal yang berperan untuk optimalisasi pertumbuhan diantaranya adalah N-organik,
(25)
asam organik, substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain, hal ini lah menjadi faktor kesuksesan kegiatan Kultur jaringan (Santoso dan Nursandi, 2004).
Formulasi yang sering digunakan sebagai media kultur adalah media MS. Media ini merupakan kombinasi antara zat-zat yang mengandung hara makro, mikro, dan sumber ennergi, serta vitamin. Formulasi media dasar mineral MS dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada propogasi secara in vitro. (Wethrel, 1982).
Lingkungan In Vitro
Secara umum agar kegiatan kultur jaringan berjalan baik dan bahan tanaman dapat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan maka pada tahap inkubasi di ruang kultur pengendalian temperatur, cahaya, kelembapan, wadah kultur, dan faktor lingkungan lain yang menunjang merupakan hal yang perlu mendapat perhatian (Santoso dan Nursandi, 2004).
Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur tahap inisiasi kultur adalah 0 – 1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000 – 10000 lux, tahap pengakaran sebesar 10000 – 30000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar 30000 lux, suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.
Suhu yang umum digunakan untuk pengulturan berbagai jenis tanaman adalah 26 + 2 oC Namun, pada kultur tanaman yang biasanya memerlukan suhu rendah
untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).
Kelembapan relatif di dalam ruang kultur sekitar 70 %. Namun kebutuhan kelembaban di dalam media kultur mendekati 90 %. Pengaruh CO2 di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur jaringan tanaman
(26)
tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga dibutuhkan oleh kultur jaringan (Zulkarnain, 2009).
Kultivasi sel atau jaringan secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam wadah, mulai dari tabung reaksi, tabung Erlenmeyer, botol kultur, bahkan botol gelas sederhana. Hal yang paling penting dalam pemilihan wadah untuk kultur in vitro adalah kemudahan untuk menjaga sterilitasnya selama perbanyakkan sel atau jaringan (Zulkarnain, 2009).
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Selain auksin dan sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasus-kasus tertentu.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam teknik kultur sangat nyata berpengaruhnnya, teknik kultur pada upaya perbanyakan tanaman sulit diterapkan jika tidak melibatkan ZPT, dalam teknik kultur ada dua golongan ZPT yang sering digunakan yaitu auksin dan sitokinin. 2,4-Diklorofenoksiasetat acid (2,4 D) dan Benzylaminopurine (BAP) merupakan ZPT sintetis yang mempunyai sifat stabil
(27)
yakni tidak mudah terurai oleh pemanasan pada proses sterilisasi dan harganya relatif murah ( Nurfadilah, 2013).
Efek auksin terhadap tanaman adalah menyebabkan terjadinya pembesaran sel sehingga tanaman akan memanjang dan terjadilah pertumbuhan. Jika konsentrasi yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi optimum maka dapat mendorong pertumbuhan atau mengganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi auksin yang tinggi, pembesaran sel berlangsung cepat sehingga ukuran sel menjadi besar. Keadaan ini akan menyebabkan reaksi turgor sel dalam sehingga permiabilitas terganggu dan sel akan mengalami kekeringan.
Jenis Auksin Yang digunakan
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme, Pertumbuhan dan perkembangan biji juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan, nutrien, gen dan hormon. Hormon merupakan senyawa yang dihasilkan tanaman secara endogen, dalam jumlah sedikit dapat meningkatkan ataupun menghambat pertumbuhan tanaman. Rasio hormon pada setiap biji berbeda – beda, sehingga perlu ditambahkan hormon dari luar (ZPT) untuk mengetahui hormon dalam biji tersebut sudah cukup atau masih memerlukan tambahan hormon eksogen dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan biji Zat pengatur tumbuh auksin yang ditambahkan dalam media
(28)
kultur adalah asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), Penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami flavonoid (Hendaryono dan Wijayani., 1994)
Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat atau dikenal dengan 2,4 D merupakan auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman, auksin merupakn salah satu hormon tanaman yang dapat mengandung proses fisiologi seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein, ZPT 2,4 D memiliki kandungan N sebesar 8,9 mg. (Rahardja, 2012).
Auksin 2,4-D berperan terhadap pelonggaran dinding sel dengan melepaskan ikatan hidrogen yang terdapat pada dinding sel. Mekanisme pelonggaran dinding sel dipengaruhi oleh proses pengaktifan gen yang terlibat dalam seintesis protein. Pengontrolan sintesis protein sendiri diatur oleh gen pengatur, gen operator dan gen struktural. Kombinasi antara gen struktural dan gen operator disebut operon. Gen pengatur berperan dalam membentuk protein pengatur yang disebut reseptor. Reseptor ini berperan dalam menjaga operon dalam keadaan tertutup, dan keadaan ini menandakan operon tidak aktif. Ketika auksin 2,4 D bergabung dengan operon yang tidak aktif akan menonaktifkan reseptor sehingga akan mengaktifkan operon. Operon yang aktif menandakan dapat terjadinya transkripsi mRNA yang kemudian akan mengarahkan transisi protein enzim ATP-ase. Pemberian auksin dapat meningkatkan sintesis enzim ini sehingga H+ akan dipompakan keluar. Peristwa ini akan menyebabkan lingkungan menjadi asam. Pada kondisi asam, enzim-enzim yang dapat memotong ikatan dinding sel akan teraktifkan, diantaranya glukanase yang akan
(29)
menghidrolisis rantai utama hemiselulosa, xylosidase berperan dalam rantai cabang dari rantai utama xyloglukan, transglikosidase yang dapat memotong dan menggabungkan selulase dan pektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusun pektin. Proses ini menyebabkan pelonggaran dinding sel, sehingga air dapat masuk dan tekanan turgor naik. Tekanan turgor yang naik akan menyebabkan sel mengembang. Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya berkaitan dengan penambahan volume sel namun juga berkaitan dengan bertambahnya jumlah sel. Pertambahan jumlah sel tergantung pada kecepatan sel untuk membelah, yang dipengaruhi oleh adanya sitokinin (L. Taiz dan E. Zeiger., 1998).
ZPT 2,4 D mempunyai aktivitas seperti auksin, salah satunya mempengaruhi kerja α amylase sehingga pada konsentrasi rendah akan meningkatkan kadar amilosa, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi justru akan menghambat aktivitas enzim α amylase hal ini mengakibatkan kadar amilosa menurun, peran amilosa pada pertumbuhan tanaman adalah menyediakan energi secara cepat dalam proses pertumbuhan zat pengatur tumbuh dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. produksi auksin endogen memerlukan energi yaitu ATP dan ATPase aktif, sehingga untuk perkembangan sel yang mendapatkan pasokan energi yang rendah membutuhkan penambahan auksin sintetis. Pemilihan jenis auksin sintetik dan konsentrasinya bergantung dari tipe pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan mensintesa auksin, pengaruh golongan zat tumbuh lain. (Lestari., 2011).
(30)
Zat Pengatur tumbuh Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat mengandung unsur makro (N, P dan K) dan unsur mikro (Mg, Mn, S, Zn dan Cu) . Konsentrasi ZPT yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfungsi untuk merepon pertumbuhan kalus berberapa varietas kedelai , perbandingan konsentrasi 2,4-D 0 mg; 2,0 mg ; dan ; 4,0 mg digunakan untuk membandingkan konsentrasi 2,4 D yang optimum terhadap fase pengenangan yang akan diaplikasikan.
Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat tertentu. Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik
merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman (Liptan, 2000).
Varietas-varietas baru (unggul) ditemukan melalui seleksi galur atau persilangan (crossing), diharapkan sifat-sifat baru yang akan dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan, baik dalam hal produksi, umur produksi, maupun daya tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan keadaan tempat yang akan ditanami.
Program pemuliaan tanaman di Indonesia didasarkan atas petimbangan untuk mendapatkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, memiliki mutu yang baik serta mempunyai sifat-sifat unggul lainnya seperti toleran terhadap kekeringan, lahan masam, salinitas tinggi, tahan rebah, hama dan penyakit.
(31)
Kombinasi teknik seleksi dengan iradiasi secara in vitro telah terbukti dapat lebih efektif dan efisien untuk mendapatkan keragaman genetik yang inginkan. Dalam hal ini, iradiasi akan meningkatkan keragaman genetik populasi sel somatik, melalui seleksi menggunakan metode tertentu akan menyingkirkan mutasi yang tidak diinginkan sehingga populasi somaklon yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.
Varietas kedelai Grobogan merupakan varietas kedelai yang banyak dibudidayakan dewasa ini, karena memiliki potensi hasil yang cukup baik. Agar dapat dikembangkan pada lahan sawah, varietas tersebut harus toleran terhadap genangan, dan untuk itu perlu diuji tingkat toleransinya. Apabila toleransi terhadap genangan maka dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan dalam pengembangan kedelai pada lahan sawah.
Penggenangan Tanaman Kedelai
Genangan merupakan masalah utama di banyak daerah pertanian di dunia dan kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap genagan. Penggenangan menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman kedelai. Besarnya penghambat pertumbuhan dan penurunan hasil beragam, tergantung fase pertumbuhan tanaman saat penggenangan terjadi (Soedarsono., dkk, 1989).
Kondisi tergenang menyebabkan terjadinya penurunan proses pertukaran gas antara jaringan tanaman dan atmosfer disekitarnya, karena gas (khususnya oksigen) berdifusi 10.000 kali lebih lambat di dalam air dibandingkan dengan di udara. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hipoksia atau anoksia di sekitar perakaran. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme yang menghasilkan energi di dalam sel, sehingga konsentrasi oksigen yang sangat
(32)
rendah di perakaran menyebabkan terganggunya aktivitas metabolik dan produksi energi.
Oksigen berfungsi sebagai akseptor elektron dalam jalur fosforilasi oksidatif yang menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama dalam metabolisme seluler. Dalam kondisi anoksia, jaringan padi mensintesis lebih banyak solubel protein. Sebagian besar anaerobik protein ini adalah enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat (alkohol dehidrogenase, aldolase, glukosa phosphat isomerase, sukrosa synthase, piruvat decarboksilase, gliserol phosphat dehidrogenase). Protein tersebut akan diproduksi beberapa jam setelah anoksia. Seperti telah disebutkan di atas bahwa oksigen berfungsi sebagai akseptor penghasil energi dalam proses respirasi. Pada tanaman yang tidak toleran genangan atau bila tanaman terendam semua, kontak antara tanaman dengan oksigen menjadi terhambat sehingga proses respirasi tersebut tidak dapat dilangsungkan. (Fernando dkk., 2002)
Menurut Harborne, J.B. (1987) Respon tanaman terhadap kondisi tergenang juga menyebabkan adanya perubahan proses menuju terbentuknya protein dan enzym. Secara keseluruhan, terdapat tiga tahapan proses respon tanaman terhadap kondisi defisit oksigen
1. Tahap pertama (0 – 4 jam): terjadi proses induksi yang cepat atau aktivasi signal komponen transduksi,
2. Tahap kedua (4 – 24 jam): proses adaptasi metabolik. Pada tahap ini berlangsung induksi glikolisis dan gen fermentasi yang penting untuk menjaga keberlangsungan produksi energi. Respon metabolik pada tahap ini lebih kompleks dari yang diduga karena melibatkan perubahan dalam metabolisme
(33)
nitrogen. Pada tahap ini juga dihasilkan enzim yang berperan dalam biosintesis etilen, yaitu aminocyclopropane carboxylic acid synthase (ACC synthase).
3. Tahap ketiga (24 – 48 jam): Tahap ini sangat penting bagi keberlangsungan hidup tanaman akibat adanya oksigen yang rendah, dimana enzym yang berperan dalam pengendoran (loosening) dinding sel yaitu xyloglucan endotransglycosylase juga terbentuk, sehingga dinding sel menjadi lebih elastis. Pembentukan aerenchyma bukan merupakan pengaruh langsung dari kekurangan oksigen, tetapi dipacu oleh tahap 1 dan 2, serta adanya akumulasi hormon etilen.
Tingkat toleransi tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mengatasi keberlangsungan tiga tahapan tersebur di atas. Tanaman yang biasa hidup di air pada umumnya mempunyai kemampuan untuk membentuk jaringan aerenchima, sehingga oksigen di perakaran dapat disuplai dari bagian atas tanaman. Namun demikian, bila keseluruhan tanaman terendam maka tidak ada bagian tanaman yang dapat mensuplai oksigen. Nitrogen juga sangat berperan sebagai penyusun senyawa protein dalam sel. Nitrogen merupakan komponen utama protein sel yang merupakan bagian dasar kehidupan organisme danberfungsi untuk menyokong unsur dari sel alga serta membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein dan merupakan bagian penting dari klorofil (Prabowo, 2009).
Tanaman kedelai yang adaptif pada kondisi lahan sawah antara lain adalah genotip kedelai yang toleran terhadap genangan, yang dapat diperoleh melalui seleksi. Genotip yang toleran terhadap genangan adalah genotip yang mempunyai daya hasil tinggi pada kondisi tergenang. Daya hasil merupakan karakter kuantitatif dari tanaman yang dikendalikan banyak gen dan pewarisannya sulit, sehingga bila dijadikan kriteria seleksi akan memberikan nilai kemajuan yang kecil. Berdasarkan hal tersebut, maka
(34)
untuk memperoleh genotip kedelai yang toleran terhadap genangan harus dilakukan berdasarkan karakter penciri khusus yang memiliki hubungan yang erat dengan toleransi yang didasarkan atas stress tolerance index (STI) (Komariah, 2008).
Enzim yang aktivitasnya meningkat dalam kondisi anaerobik akibat kondisi genangan adalah enzim alkohol dehidro-genase (ADH). ADH berperan dalam respirasi untuk mempertahankan level ATP dalam kondisi anaerobik. Proses ini dilakukan dengan regenerasi NADH melalui pengubahan asam piruvat hasil glikolisis menjadi acetaldehid yang selanjutnya dengan aktivitas ADH diubah menjadi asam laktat. Proses ini akan menghasilkan NADH yang selanjutnya akan diubah menjadi ATP. Selain ADH, enzim malate dehidrogenase (MDH) yang meningkat aktivitasnya akan berperan dalam mereduksi oksaloasetat menjadi malate dan meregenerasi NAD untuk memelihara kelangsungan glikolisis (Komariah, 2008).
Menurut Bloom dalam Dennis et al. (2000) pada kondisi tergenang ketersediaan nitrogen dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses denitrifikasi, nitrat diubah menjadi Nitrogen (N2), nitrogen Oksida (NO), dinitrit oksida (N2O), atau nitrogen dioksida (NO2) yang menguap atau teroksidasi. Pada perlakuan penggenangan Nitrogen dapat dengan mudah hilang atau menjadi tidak tersedia lagi bagi tanaman apabila terjadi pencucian/terlindi, proses penggenangan mengakbatkan unsur kandungan Nitrogen hilang, Unsur hara Nitrogen berperan penting dalam pembentukkan klorofil karena Nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder.
Karakter penciri yang akan dijadikan dasar dalam seleksi toleransi harus memiliki kriteria mempunyai hubungan yang erat baik langsung maupun tidak langsung dengan karakter penciri to-leransi yang didasarkan atas daya hasil, yaitu
(35)
Stress tolerance index (STI) karena daya hasil tanaman merupakan tujuan yang ingin dicapai dari proses budidaya tanaman. .
Klorofil adalah pigmen hijau yang ada dalam kloroplastida. Pada umumnya klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun, yaitu pada sel-sel parenkim palisade dan atau parenkim bunga karang. Dalam kloroplas, klorofil terdapat pada membran thylakoid grana. Pada tumbuhan tingkat tinggi terdapat dua jenis klorofil yaitu klorofil-a dan klorofil-b. Pada keadaan normal, proporsi klorofil-a jauh lebih banyak dari pada klorofil-b. Selain klorofil, pada membran thylakoid juga terdapat pigmen-pigmen lain, baik yang berupa turunan-turunan klorofil-a maupun pigmen lainnya. Kumpulan bermacam-macam pigmen fotosintesis disebut fotosistem, berperan menjerap energi cahaya (foton, kuantum) pada reaksi terang untuk menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2. Aktivitas Alkohol Dehidrogenase, aktivitas Malat Dehidrogenase, rasio pupus akar dan bobot biji per tanaman berkorelasi nyata dengan STI, sehingga dapat dijadikan indikator dalam seleksi toleransi tanaman kedelai terhadap genangan. Gangguan terhadap metabolisme akibat anaerobik akan menghambat produksi ATP dan akhirnya akan menghambat produksi gibberelin dan sitokinin. Pengaruh CO2 juga di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur jaringan tanaman tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga dibutuhkan oleh kultur jaringan (Komariah., 2008).
Menurut Bidwell (1979) kloroil b terjadi dari klorofil a yang mengalami oksidasi sehingga gugus CH3 pada cincin II dalam klorofil a berubah menjadi gugus aldehida pada molekul klorofil b, metabolisme pertumbuhan kalus juga
(36)
berpengaruh terhadap pembentukkan pigmen, pembelahan dan pembesaran sel, Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk.
Menurut Kuswantoro (2010), Pada tanaman terdapat dua tipe marka molekuler yang sudah dikenal secara umum, yaitu marka protein (Isoenzim/isozim) dan marka DNA, perkembangan marka DNA saat ini sangat pesat dimana sudah dikembangkan untuk toleransi terhadap genangan/kelebihan air adalah RAPD dan SSR, oleh karena itu teknik fase penggenangan secara in vitro sangat efesien untuk mengidentifikasi marka toleran kelebihan air pada berberapa varietas kedelai.
Pengembangan kedelai toleran genangan tidak hanya bermanfaat bagi pengembangan kedelai dilahan sawah, tetapi juga propespektif bagi wilayah yang sering mengalami cekaman genangan seperti lahan pasang surut. Tersedianya varietas unggul kedelai toleran genagan memiliki arti penting bagi upaya peningkatan produksi kedelai. (Adie, 2010).
Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia yang ada dalam organisme/tanaman. Tanaman yang dikonservasi secara in vitro secara periodik mendapatkan asupan bahan kimia yang diberikan pada media kultur. Selain penampilan morfologi, dan kandungan bahan aktif, kemungkinan timbulnya perubahan pada tanaman hasil in vitro dapat diidentifikasi dengan cara analisis protein.
(37)
Analisis Protein dapat dilakukan dengan Metode Kjeldahl, Metode Kjeldahl merupakan Analisis protein dalam bahan pangan yang dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein). Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung 22 asam amino dengan berbagai proporsi yang berbeda. Bersama dengan karbohidrat dan lemak, asam amino mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi semua asam amino mengandung nitrogen
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
(38)
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
(39)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2014 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus dari tanaman kedelai Varietas kedelai Grobogan, ZPT 2,4 D, agar biotek, aquades steril, MS0 cair, aseton 80 %, dan bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur, autoklaf, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), steri box, tabung uji, timbangan analitik, rak kultur, hot plate dengan magnetik stirer, erlenmeyer, gelas ukur, kaca tebal, pipet ukur, gunting, scalpel, pinset, kertas plano, aluminium foil, lampu bunsen, pH meter, oven, kompor gas, minisar, mikropipet, tip, pipet tetes, mortar, spektrofotometri, dan alat-alat lainnya yang mendnukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial terdiri dari dua faktor yaitu sebagai berikut :
Faktor I : Konsetrasi ZPT 2,4 D A1 : 0 mg/l
A2 : 2,0 mg/l A3 : 4,0 mg/l
(40)
Faktor II : Proses Hypoxyda P1 : Tanpa Penggenangan
P2 : Perlakuan penggenangan Ms0 pada tiap botol Kultur dengan taraf dan konsentrasi yang sama
Kombinasi Perlakuan ada 6, yaitu A1P1 A1P2
A2P1 A2P2 A3P1 A3P2
Jumlah ulangan : 4 Ulangan Jumlah perlakuan : 6 Kombinasi Jumlah Varietas : 1 Varietas Jumlah eksplan tiap tabung uji 1 Tanaman Jumlah seluruh eksplan : 24 Eksplan Jumlah seluruh Botol : 24 Botol Kultur Jumlah sampel/Botol : 1 Sampel
Data hasil penelitian dianalisi dengan sidik ragam model sebagai berikut : Yijkl = µ + αi+ βj+ Ck+(βC)jk+€ijk
i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2
Dimana :
Yijkl = nilai pengamatan Konsentrasi Auksin ke- j, Penggenangan ke- k dan Ulangan ke- i
µ = rataan umum
αi = pengaruh Ulangan ke- i βj = pengaruh Auksin ke- j
(41)
Ck = pengaruh Penggenangan ke- k
βCjk = pengaruh interaksi taraf ke- j dari faktor auksin dan taraf ke- k dari faktor Penggenangan
€ijk = pengaruh sisa (galat percobaan) ulangan ke- i, Konsentrasi Auksin ke- j, dan Penggenangan ke- k
Jika perlakuan (konsentrasi ZPT 2,4 D dan interaksi) berbeda nyata dalam sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada α = 5% (Steel and Torrie, 1995). Analisi dilakukan menggunakan software Costat for Window.
(42)
PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat
Sterilisasi berguna untuk membersihkan alat-alat agar terhindar dari hal-hal yang menimbulkan kontaminasi yang akan digunakan dalam kultur jaringan. Semua alat seperti botol kultur, petridis, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, pipet ukur, pinset, skalpel, dan alat-alat gelasnya lainnya terlebih dahulu direndam dalam detergent dicuci bersih dan dibilas dengan air mengalir, selanjutnya dikeringkan, kemudian alat-alat seperti skapel, pipet ukur, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas sampul coklat, sedangkan untuk erlenmeyer, dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua botol kultur dan alat-alat dimasukkan kedalam autoclaf pada tekanan 17,5 psi, dengan suhu 121 oC selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam oven kecuali botol kultur.
Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS dengan menggunakan zat pengatur tumbuh yaitu 2,4 D dengan konsentrasi 2,4-D 0 ; 1,0 ; dan ; 2,0 mg. Perhitungan dilakukan seberapa banyak media yang akan dibuat, sehingga stock yang akan diambil untuk dicampurkan dapat diketahui dan dituliskan volume masing-masiing stock yang akan dipipet. Media dibuat dalam 1 liter semua stock media disiapkan diatas meja kerja yang dari porselin. Demikian juga wadah untuk Campuran (digunakan beaker glass 1000ml dari pinex ) karena akan dilakukan pemanasan, diisikan aquadest di wadah tersebut sekitar 900 ml untuk volume akhir 1 liter , lalu media di hot plate dengan magnetik stirer. Sambil mengaduk Aquadest perlahan Stock ZPT 2,4 D dicampurkan kedalam tiap
(43)
perlakukan dengan konsentrasi yang ditentukan dengan pipet ukur hingga benar-benar larut, lalu diatur PH media menggunakan NaOH.
Selanjutnya, Media di panaskan dalam Hotplane yang dilengkapi dengan stirer, kemudian Agar ditimbang 8 gram dan gula 30 gr, gula dimasukkan kedalam erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquadest sekitar 150 ml, diaduk hingga larut kemudian dimasukkan ke campuran secara perlahan. Didiamkan berberapa saat terlebih dahulu larutan media yang telah di hotplane, sambil menunggu larutan media dingin, Botol kultur yang sudah disterislkan disiapkan dan alumnium Foil dipotong sesuai dengan ukuran mulut botol , lalu larutan media yang sudah dingin dimasukkan kedalam botol kultur dan ditutup dengan alumnium foil. Media disterilisasi dengan menggautocllaf pada 15 psi, 121 oC selama kurang lebih 30 menit lalu setelah itu media didinginkan didalam laminar dan disimpan di refrigerator atau kulkas.
Persiapan Ruang Kultur
Seluruh Permukaan Air Flow Cabinet sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dan disemrot menggunakan alkohol 70% kemudian dilap. Lalu blower dihidupkan dan di sterilkan dengan sinar Ultra Violet selama 1 jam sebelum proses penanaman dilakukan, semua alat yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 70% sebelum dimasukkan ke Air Flow Cabinet yang berguna untuk menghindari alat-alat penelitian terkontaminasi
Sterilisasi Eksplan
Bahan Tanaman yang digunakan yaitu benih kedelai Grobogan, Kedelai yang digunakan sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi , Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Dan toleransi terhadap genangan
(44)
Biji kedelai tersebut direndam selama 50 menit. Biji-biji kedelai kemudian direndam 30 menit dengan deterjen sambil digojok, setelah itu dibilas dengan air mengalir sebanyak 3 kali. Pekerjaan selanjutnya dilakukan di Laminar Air Flow (LAF) yang sudah dibersihkan/disterilkan dengan alkohol 70%. Eksplan yang sudah bersih direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 2 g/l, kemudian digojok selama 30 menit, selanjutnya dibilas dengan aquadest steril minimal sebanyak 3 kali. Eksplan direndam dalam larutan Chlorox 10% selama 15 menit sambil di gojok, kemudian dibilas dengan aquadest steril minimal sebanyak 3 kali. Eksplan direndam dengan larutan Betadine 5 % selama 10 menit sambil digojok kemudian dibilas dengan aquadest steril minimal sebanyak 3 kali.
Penanaman
Penanaman eksplan dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan alkohol 70%. Eksplan yang akan di tanam adalah Kotiledon kedelai, Eksplan yang akan dikulturkan kedalam media tanam diletakkan di petridish, dimana Kotiledon dipisahkan dari bagian embrio. Kemudian eksplan ditanamkan ke dalam botol median sesuai dengan perlakuan. Setiap botol media sesuai dengan perlakuan. Setiap botol kultur terdiri dari 1 eksplan. Botol kultur diletakkan di Rak Kultur dibawah cahaya.
Pemeliharaan
Botol-botol kultur yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak kultur didalam ruang kultur. Setiap hari disemprot dengan alkohol 70% agar bebas dari mikroorganisme (Bakteri dan Jamur) yang menyebabkan terjadi kontaminasi. Suhu ruangan kultur yang digunakan 18 – 22 o C dan Intensitas cahaya 2000 lux.
(45)
Aplikasi Penggenangan Terhadap Kalus yang Tumbuh
Perlakuan penggenangan dilakukan dengan memberikan MS0 cair pada kalus yang tumbuh, sampai kalus tertutupi oleh media cair selama 48 jam.
Pengukuran Kadar Klorofil
Kandungan klorofil total dan karotenoid diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Daun tumbuhan air digerus dengan mortar, kemudian diukur beratnya sebanyak 1 g. Sampel yang sudah digerus (slurry) kemudian diekstraksi dengan 100 mL aseton 85%, diaduk hingga klorofil dan karotenoid larut. Ekstrak tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat ditempatkan dalam cuvet untuk selanjutnya diukur kandungan klorofil total dan karotenoidnya dengan alat spektrofotometer (spectronic 21 D, merk Milton Roy) pada panjang gelombang 645 nm, dan 663 nm.
Klorofil digunakan rumus sebagai berikut Klorofil a = 12,7 (OD 663) – 2,69 (OD 645) Klorofil b = 22,9 (OD 645) – 4,68 (OD 663)
Pengukuran Kosentrasi Protein (Metode Kjeldahl)
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 1. Tahap destruksi
(46)
atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
2. Tahap destilasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
3. Tahap titrasi
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam
(47)
khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Peubah Amatan
Persentase Eksplan Membentuk Kalus (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian degan menghitung jumlah eksplan membentuk tunas.
Persentase eksplan membentuk tunas = Jumlah eksplan membentuk kalus Jumlah eksplan per perlakuan
x 100%
Bentuk dan Warna Kalus
Diamati Bentuk/struktur dan warna kalus sejak kemunculan kalus pada tiap perlakuan dalam satu botol kultur.
Bobot Kalus
Bobot berat kalus di timbang sejak kemunculan kalus pada tiap perlakuan dalam satu botol kultur.
Kandungan Klorofil ( Arnon, 1949)
Klorofil a 12,7 (OD 663) - 2,69 (OD 645) (mg/l) Klorofil b 22,9 (OD 645) - 4,68 (OD 663) (mg/l)
Pengukuran kadar klorofil secara spektrofotometrik didasarkan pada hukum Lamber – Beer. Metode yang dilakukan untuk menghitung kadar klorofil pada penelitian ini adalah Metode Arnon (1949) yaitu dengan menggunakan
(48)
palarut aceton 85 % dan mengukur nilai absorbansi larutan klorofil pada panjang gelombang (λ) = 663 dan 645 nm.
Pengukuran Kosentrasi Protein (Metode Kjeldahl)
Prinsip Metode kjedahl yaitu protein dan komponen organik dalam sampel akan didestruksi dan hasil destruksi akan dinetralkan melalui proses destilasi. Destilat kemudian di tampung dan di titrasi dengan NaOH.
Proses selanjutnya perhitungan menggunakan rumus dibawah ini : %N =Volume Titrasi × N.HCl × 14,008
g Contoh x 1000
× 100 %
% Protein = % N x Faktor Konversi
Faktor yang Digunakan untuk Konversi Nitrogen menjadi Protein pada kalus kedelai sebesar 5,75 (Sumber : Andarwulan, 2011)
(49)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Persentase Eksplan Membentuk Kalus (%)
Data hasil pengamatan terhadap persentase pertumbuhan eksplan dapat dilihat pada Lampiran 8 Rataan persentase pertumbuhan eksplan akibat pemberian ZPT 2,4 D dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase Eksplan membentuk kalus (%)
Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST Rataan
Kontrol 0.00 0.00 0.00 0.00
2 PPM 100.00 100.00 100.00 100.00
4 PPM 100.00 100.00 100.00 100,00
Rataan 66,67 66,67 66,67 66,67
Berdasarkan Table 1 diatas, dapat diketahui bahwa persentase eksplan yang yang membentuk kalus pada perlakuan konsentrasi ZPT 2,4 D sebesar 100%.
Keadaan Visual Kalus
Data hasil pengamatan terhadap keadaan visual kalus dapat di lihat pada Gambar 1. Pengaruh pemberian ZPT 2,4 D terhadap keadaan visual kalus kedelai
Perlakuan Penampilan visual kalus umur 1 MST
Penampilan visual kalus umur 2MST
Penampilan visual kalus umur 3MST Kontrol
Tidak terdapat pertumbuhan kalus
Tidak terdapat pertumbuhan kalus
Tidak terdapat pertumbuhan kalus
(50)
2,4D (2PPM)
Kompak, hijau, kuning, tumbuh cepat
Semi friabel, putih kekuningan, tumbuh cepat Putih kekuningan, tumbuh cepat 2,4D (4PPM) Kompak, hijau, tumbuh agak lambat
Kompak, hijau, kekuningan, tumbuh agak lambat
Semi friabel, putih kekuningan, tumbuh cepat Ket : Gambar lebih jelas ada di lampiran 9.
Bobot Kalus
Data pengamatan dan sidik ragam dari berat bobot kalus dapat dilihat pada Lampiran 6, sidik ragam menunjukkan bahwa berat bobot kalus pada perlakuan Kontrol dan Auksin 2,4 D (2 ppm dan 4 ppm) berpengaruh nyata terhadap respon pertambahan bobot kalus. Hasil uji beda rataan berat bobot kalus dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Berat bobot kalus (gram)
Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST Rataan
Kontrol 0.000 0.000 0.000 0.000
2 PPM 4 PPM 1.285 0.482 2.006 1.158 2.49 1.873 1.927 a 1.171 b
Rataan 0.589 1.055 1.454
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 5% pada kolom atau baris yang sama
(51)
Jumlah Klorofil a dan b
Data pengamatan dan sidik ragam dari jumlah klorofil a dan jumlah klorofil b dapat dilihat pada Lampiran 6.1 dan Lampiran 6.2, sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan pemberian auksin 2,4 D berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil a dan jumlah klorofil b, rataan jumlah klorofil tertinggi terdapat pada pembentukkan klorofil b dengan konsentrasi 4 ppm, serta perlakuan penggenangan berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil b dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil a, pada penggenangan jumlah rataan klorofil b tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm , sedangkan interaksi 2,4 D dan Penggenangan berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil a dan jumlah klorofil b. Dengan jumlah rataan kandungan klorofil a dan b tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm. Hasil uji beda rataan jumlah klorofil a dan b dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3.Jumlah klorofil a pada kalus kedelai Penggenangan
2,4 D
P1
Tanpa Penggenagan
P2
Penggenangan Rataan
A1 (Kontrol) 0.000 0.000 0.000 b
A2 (2,4 D 2 ppm) 0.095 0.007 0,051 b
A3 (2,4 D 4 ppm) 0.056 0.247 0,151 a
Rataan 0,050 0,085
Tabel 4. Jumlah Klorofil b pada kalus kedelai Penggenangan
2,4 D
P1
Tanpa Penggenagan
P2
Penggenangan Rataan
A1 (Kontrol) 0.000 0.000 0.000 c
A2 (2,4 D 2 ppm) 0.271 0.397 0,334 b
A3 (2,4 D 4 ppm) 0.324 0.714 0,519 a
Rataan 0,198 0,370
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 5% pada kolom atau baris yang sama
(52)
Kosentrasi Protein (Metode Kjeldahl)
Data pengamatan dan sidik ragam dari jumlah konsentrasi protein dapat dilihat pada Lampiran 7, sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian Auksin 2,4 D konsentrasi 2 ppm dan 4 ppm serta perlakuan penggenangan dan interaksinya keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah konsentrasi protein. Dengan jumlah konsentrasi protein tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm tanpa
penggenangan. Hasil uji beda rataan konsentrasi protein dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji Protein Kalus Kedelai (%) Uji Protein P A Rataan A1 kontrol A2 2 ppm A3 4 ppm
P1 (Tanpa Penggenangan) 0.000 2.346 3.260 1.869 P2 (Penggenangan) 0.000 1.807 1.501 1.103
Rataan 0.000 c 2.077 b 2.380 a
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata pada uji DMRT pada taraf kepercayaan 5% pada kolom atau baris yang sama
Pembahasan
Respon pertumbuhan kalus kotiledon kedelai, pertambahan berat bobot kalus, kandungan klorofil dan konsentrasi protein terhadap pemberian ZPT 2,4 D
Berdasarkan hasil analisis data statistik yang menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi auksin 2,4 D (2 ppm dan 4 ppm) memiliki respon pertumbuhan 100 % dalam pembentukkan kalus dan pertambahan berat bobot kalus persample, Pengaruh perlakukan auksin 2,4 D mampu merespon pertubuhan dan pembentukkan kalus pada kotiledon kedelai dibandingkan dengan tanpa adanya perlakuan penambahan auksin 2,4 D (Kontrol), hal ini disebabkan karena pembentukan kalus pada eksplan, secara fisiologi dipengaruhi oleh perubahan genetik pada sel tanaman oleh auksin. Sel yang merespon auksin akan
(53)
menyebabkan dediferensiasi dan memacu pembelahan sel , senyawa auksin 2,4 D merupakan jenis auksin yang berperan dalam merangsang perbesaran dan sangat baik dalam pembelahan sel untuk untuk membentuk kalus. Hal ini sesuai dengan literatur Rahardja (2012) yang menyatakan bahwa penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus, Kemampuan kalus beregenerasi membentuk tunas selain dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh juga oleh ukuran kalus yang diregenerasikan, 2,4 D sendiri merupakan auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman, auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat mengandung proses fisiologi seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesisi protein, namun semakin besar konsentrasi 2.4-D yang diberikan, semakin menurun persentase kalus yang terbentuk, pada hasil analisis data statistik pada pada berat bobot kalus kedelai menunjukkan bahwa perlakuan penambahan auksin 2,4 D berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter yang diamati.
Pada pengamatan parameter berat bobot kalus menunjukkan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan ZPT 2,4 D (2 ppm) Sebesar 1.927 gram sedangkan pada perlakuan konsentrasi ZPT 2,4 D (4 ppm) memiliki berat bobot sebesar 1.171 gram, Hal ini disebabkan karena perbesaran sel dalam kalus, pembesaran sel mengakibatkann meningkatnya daya plastisitas dinding sel dan membentuk enzim selulase yang dapat melarutkan selulosa pada dinding sel, sehingga menyebabkan membran dinding sel lebih mudah dilalui oleh oksigen, air, dan garam mineral untuk proses pertumbuhan dan perbesaran sel, namun apabila konsentrasi terlalu tinggi akan meningkatkan toksis yang akan
(54)
menghambat pertumbuhan tanaman hingga pertumbuhan 4 ppm lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 2 ppm, Hal ini sesuai dengan literatur Lestari (2011) yang menyatakan bawha ZPT 2,4 D mempunyai aktivitas seperti auksin, salah satunya mempengaruhi kerja α amylase sehingga pada konsentrasi rendah akan meningkatkan kadar amilosa, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi justru akan menghambat aktivitas enzim α amylase hal ini mengakibatkan kadar amilosa menurun, peran amilosa pada pertumbuhan tanaman adalah menyediakan energi secara cepat dalam proses pertumbuhan.
Pada pengamatan dari hasil analisis data statistik pada perlakuan penambahan konsentrasi auksin 2,4 D menunjukkan pengaruh nyata terhadap pembentukkan kadar klorofil a dan klorofil b, kadar klorofil a dan b tertinggi terdapat pada A3P2 hal ini disebabkan karena auksin menyebabkan DNA menjadi lebih termetilasi sehingga menyebabkan sel yang terdiferensiasi melakukan perombakan dan penyusunan ulang dari struktur sel tersebut, Klorofil b berfungsi sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya. Peningkatan kadar klorofil b yang lebih tinggi dibandingkan klorofil a merupakan upaya tanaman untuk meningkatkan antena dalam penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis. Hal ini sesuai dengan literatur Lestari (2011) yang menyatakan zat pengatur tumbuh dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. produksi auksin endogen memerlukan energi yaitu ATP dan ATPase aktif, sehingga untuk perkembangan sel yang mendapatkan pasokan energi yang rendah membutuhkan penambahan auksin sintetis. Pemilihan jenis auksin sintetik dan konsentrasinya
(55)
bergantung dari tipe pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan mensintesa auksin, pengaruh golongan zat tumbuh lain.
Kalus dipacu dengan penambahan auksin dengan konsentrasi yang relatif tinggi, Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil dan sintesis protein maupun enzim. Enzim (rubisco) berperan sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Penurunan kadar nitrogen tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik.
Pada pengamatan dari hasil analisis data statistik pada perlakuan penambahan konsentrasi auksin 2,4 D menunjukkan pengaruh nyata terhadap pembentukkan unsur protein, pada unsur protein tertinggi terdapat pada A3P1 sebesar 3.260 hal ini disebabkan karena adanya induksi auksin ZPT 2,4 D yang mampu mendorong pembelahan sel dengan cara mempengaruhi dinding sel, dinding sel dapat mengaktivasi pompa proton yang terletak pada membran plasma Aktifnya pompa proton tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen diantara serat selulosa dinding sel, Putusnya ikatan hidrogen menyebabkan dinding mudah merenggang sehingga tekanan dinding sel akan menurun dan terjadilah pelenturan sel sehingga mengakibatkan tingginya metabolisme nitrogen dalam sel.
Nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder. Nitrogen sangat berperan sebagai penyusun senyawa protein dalam sel. Metabolisme Nitrogen membutuhkan energi yang diperoleh dari metabolisme karbohidrat, Hal ini berarti karbohidrat yang ada dapat dipakai sebagai sumber energi dan sumber karbon untuk membentuk metabolit sekunder. Hal ini sesuai dengan literatur L. Taiz and E. Zeiger (1998), yang
(56)
menyatakan Auksin 2,4-D berperan terhadap pelonggaran dinding sel dengan melepaskan ikatan hidrogen yang terdapat pada dinding sel. Mekanisme pelonggaran dinding sel dipengaruhi oleh proses pengaktifan gen yang terlibat dalam seintesis protein. Pengontrolan sintesis protein sendiri diatur oleh gen pengatur, gen operator dan gen struktural. Kombinasi antara gen struktural dan gen operator disebut operon. Gen pengatur berperan dalam membentuk protein pengatur yang disebut reseptor. Reseptor ini berperan dalam menjaga operon dalam keadaan tertutup, dan keadaan ini menandakan operon tidak aktif. Ketika auksin 2,4 D bergabung dengan operon yang tidak aktif akan menonaktifkan reseptor sehingga akan mengaktifkan operon. Operon yang aktif menandakan dapat terjadinya transkripsi mRNA yang kemudian akan mengarahkan transisi protein enzim ATP-ase. Pemberian auksin dapat meningkatkan sintesis enzim ini sehingga H+ akan dipompakan keluar. Peristwa ini akan menyebabkan lingkungan menjadi asam. Pada kondisi asam, enzim-enzim yang dapat memotong ikatan dinding sel akan teraktifkan, diantaranya glukanase yang akan menghidrolisis rantai utama hemiselulosa, xylosidase berperan dalam rantai cabang dari rantai utama xyloglukan, transglikosidase yang dapat memotong dan menggabungkan selulase dan pektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusun pektin. Proses ini menyebabkan pelonggaran dinding sel, sehingga air dapat masuk dan tekanan turgor naik. Tekanan turgor yang naik akan menyebabkan sel mengembang.
Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya berkaitan dengan penambahan volume sel namun juga berkaitan dengan bertambahnya jumlah sel. Pertambahan jumlah sel tergantung pada kecepatan sel untuk membelah, yang
(57)
dipengaruhi oleh adanya sitokinin. Hal ini diduga dengan penambahan ZPT tersebut dapat mempengaruhi metabolisme RNA yang berperan dalam sintesis protein melalui proses transkripsi molekul RNA. Kenaikan sintesis protein sebagai sumber tenaga dapat digunakan untuk pertumbuhan.
Respon kadar klorofil dan unsur protein kalus kedelai akibat perlakuan penggenangan
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa perlakuan penggenangan terhadap kalus kedelai berpengaruh nyata terhadap pembentukkan klorofil b Hal ini disebabkan karena kandungan klorofil b merupakan kandungan klorofil yang berpengaruh pada proses metabolisme tumbuhan. Hal ini sesuai dengan teori Bidwell (1979) bahwa klorofil b terjadi dari klorofil a yang mengalami oksidasi sehingga gugus CH3 pada cincin II dalam klorofil a berubah menjadi gugus aldehida pada molekul klorofil b. Metabolisme pertumbuhan kalus juga berpengaruh terhadap pembentukkan pigmen, pembelahan dan pembesaran sel, Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk, Peningkatan kadar klorofil b yang lebih tinggi dibandingkan klorofil a, merupakan upaya tanaman untuk meningkatkan antena dalam penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis. Klorofil b berfungsi sebagai antena yang mengumpulkan cahaya untuk kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan diubah menjadi energi kimia di pusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk proses reduksi dalam fotosintesis menunjukkan bahwa peningkatan kadar klorofil b, klorofil terdapat pada membran thylakoid grana. Pada keadaan normal, proporsi klorofil-a jauh lebih banyak dari pada klorofil-b. Selain klorofil, Kumpulan bermacam-macam pigmen fotosintesis
(58)
disebut fotosistem, berperan menjerap energi cahaya (foton, kuantum) pada reaksi terang untuk menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2.
Gangguan terhadap metabolisme akibat anaerobik akan menghambat produksi ATP, Pengaruh CO2 juga di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk kultur jaringan tanaman tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya.
Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa pada semua pengamatan perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter pembentukkan %protein, pada perlakuan tanpa genangan terdapat rataan %protein tertinggi sebesar 3.260 % dan pada kondisi tergenang hanya 1.103% Hal ini disebabkan karena terjadi proses denitrifikasi akibat perlakuan penggenangan sehingga %protein menjadi rendah, pada kondisi tergenang ketersediaan nitrogen dalam bentuk nitrat sangat rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Menurut Bloom dalam Dennis et al. (2000) yang menyatakan unsur hara nitrogen berperan penting dalam pembentukkan klorofil karena nitrogen merupakan unsur penyusun asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder. Proses denitrifikasi adalah proses dimana nitrat diubah menjadi Nitrogen (N2), nitrogen Oksida (NO), dinitrit oksida (N2O), atau nitrogen dioksida (NO2) yang menguap atau teroksidasi. Penyerapan nitrogen oleh tumbuhan bisa dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Keberadaan karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan penyerapan NH4+. karbohidrat yang ada dapat dipakai sebagai sumber energi dan sumber karbon untuk membentuk metabolit sekunder. Konsentrasi karbohidrat yang rendah menyebabkan penyerapan NH4+ menjadi terhambat sehingga sumber nitrogen yang banyak digunakan adalah NO3- .
(59)
Respon interaksi antara perlakuan ZPT 2,4 D dan perlakukan penggenangan terhadap kandungan klorofil a dan kandungan klorofil b serta konsentrasi protein
Dari Hasil analisis data statistik yang menunjukkan interaksi antara perlakuan ZPT 2,4 D dengan perlakuan penggenangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh parameter yang diamati. Hal ini disebabkan karena kemampuan auksin 2.4 D yang mampu merangsang perbesaran dan sangat baik dalam pembelahan sel untuk untuk membentuk kalus serta kemampuan tanaman kalus kedelai yang memiliki susunan genotip yang mampu beradaptasi pada kondisi tergenang. Hal ini sesuai dengan literatur Komariah (2008) yang menyatakan tanaman kedelai yang adaptif pada kondisi lahan sawah antara lain adalah genotip yang toleran terhadap genangan, yang dapat diperoleh melalui seleksi. Genotip yang toleran terhadap genangan adalah genotip yang mempunyai daya hasil tinggi pada kondisi tergenang. Daya hasil merupakan karakter kuantitatif dari tanaman yang dikendalikan banyak gen. genangan harus dilakukan berdasarkan karakter penciri khusus yang memiliki hubungan yang erat dengan toleransi yang didasarkan atas stress tolerance index (STI), Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk. Tanaman yang dikonservasi secara in vitro secara periodik mendapatkan asupan bahan kimia yang diberikan pada media kultur
(60)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Konsentrasi ZPT 2,4 D menunjukkan pengaruh nyata untuk persentase pertumbuhan kalus kedelai, berat bobot kalus kedelai, Pembentukkan Klorofil a dan b, Serta % Protein
2. Pada Penggenangan menunjukkan pengaruh yang nyata untuk pembentukkan klorofil b dan % Protein, namun tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukkan klorofil a
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan konsentrasi 2,4 D yang sama dengan perlakuan penggenangan pada kondisi lapangan agar dapat melihat perbandingan pertumbuhan kandungan klorofil dan protein antara kapasitas lapang dan invitro
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Adie, M. M. dan R. T. Hapsari. 2010. Peluang Perakitan dan Pengembangan Kedelai Toleran Genangan. Jurnal Litbang Pertanian. 29(2) : 51-53.
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Andarwulan, Nuri. 2011. Analisis Pangan. Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta.
Bewley, J. D. and M. Black. 1986. Physiology of Development and Germination. Plenum Press, New York.
Bidwell, R. G. 1979. Plant Physiology 2nd edition. New York Macmillan Publishing
Dennis, ES, R. Dolferus, M. Ellis, M. Rahman, Y. Wu, F.U. Hoeren, A. Grover, K.P. Ismond, A.G. Good, and W.J. Peacock. 2000. Molecular strategies for improving waterlogging tolerance in plants. J. Exp. Bot. 51(342):89-97 Fernando J.A., Carneiro M.L., Geraldi I.O., and Appezzato-da- Gloria B. 2002.
Anatomical Study of Somatic Embryogenesis in Glycine max (L.) Merill. Brazilian Archives of Biology and Technology 45 (3) : 277 – 286.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Dr. Kosasih Padmawinata dan Dr. Iwang Soediro.Penerbit ITB. Bandung
Hartmann, T., D. E. Kester, F. T. Davies. and R. L. Geneve. 2002. Plant Propagation: Principles and Practicea, 6th Ed. Prentice-Hall, Inc, New Jersey.
Hendaryono, D.P dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Ilyas, S. 2005. Kultur Embrio Sebagai Embryo Resque Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). Jurnal Komunikasi Penelitian. 17(6) : 44-51. Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril).
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Komariah, A. 2008. Identifikasi Varietas Kedelai Toleran Terhadap Genangan. Fakultas Pertanian Universitas Winajaya Mukti, Sumedang.
Kuswantoro. 2010. Strategis Pembentukan Varietas Unggul Kedelai Adaptif Lahan Pasang Surut. Diterbitkan di Buletin Palawijaya.
Lestari EG. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Jurnal Agro Biogen 7(1), 63-68.
(1)
Lampiran 3 Deskripsi Kedelai Varietas Grobogan Nama Varietas : Grobogan
SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008
Tahun : 2008
Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha
Potensi Hasil : 2,77 ton/ha
Karakter Khusus : polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen daun luruh 95–100% saat panen >95% daunnya telah luruh
Pemulia : Suhartina, M. Muclish Adie, T. Adisarwanto, Sumarsono, Sunardi, Tjandramukti, Ali Muchtar, Sihono, SB. Purwanto, Siti Khawariyah, Murbantoro, Alrodi, Tino Vihara, Farid Mufhti, dan Suharno Tipe pertumbuhan : Determinate
Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Ungu
Warna daun : Hijau agak tua Warna bulu batang : Cokelat Warna bunga : ungu
Warna kulit biji : Kuning muda Warna polong tua : Cokelat Warna hilum biji : Cokelat Bentuk daun : Lanceolate Umur bunga : 30-32 hari Umur polong masak : ± 76 hari Tingi tanaman : 50-60 cm Bobot biji : ± 18 g/100 biji Kandungan protein : 43,9%
Kandungan lemak : 18,4%
Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada musim hujan dan daerah beririgasi baik
Pengusul : Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan, BPSB Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(2)
Lampiran 4. Komposisi Medium Murashige dan skoog (MS)
Stok Senyawa Pemakaian per liter media (mg/l) A B C D Makronutrien NH4NO3 KNO3 CaCl3.2HO MgSO4.7H2O KH2PO4 Mikronutrien MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KI CuSO4. 5H2O CoCl2 . 6H2O Na2MoO4.2H2O Iron FeSO4.7H2O NaEDTA Vitamin Myo-inositol Nicotinic Acid Prydoxine HCl Thiamine HCl Glycine 1.650,000 1.900,000 400,000 370,000 170,000 22,300 8,600 6,200 0,830 0,025 0,025 0,250 440,000 27,000 37,300 0,100 0,005 0,005 0,100 0,002 Sukrosa Agar 30.000.000 7.000,000
(3)
Gambar 5.1. Kotiledon Kedelai Setelah ditanam
Gambar 5.2. Pertumbuhan Kotiledon Kedelai per MST Gambar 5.2.1 Perlakuan Kontrol
1 MST
2 MST
3 MST
Kotiledon kedelai Perlakuan Auksin
(4)
Gambar 5.2.1 Perlakuan 2ppm 2,4 D 1 MST
2 MST
(5)
Gambar 5.2.1 Perlakuan 4ppm 2,4 D 1 MST
2 MST
(6)
Gambar 5.3. Kalus tergenangi Ms 0 cair
Ms 0 Cair
Kalus Kedelai