PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER PADA KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. )

  

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN)

KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. )

Effect of the conbonation of plant growth regulator (2,4d and kinetine) on the

growth and secondary metabolite content of Phaleria macrocarpa (Scheff.)

  

Boerl. callus

Dewi Sartika dan Djoko Santosa

  Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Jl. Sekip Utara Yogyakarta 55281 e-mail:santosadjoko5346@yahoo.co.id

  

ABSTRAK

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) merupakan tumbuhan anggota Thymelaeaceae, berasal

dari Papua yang digunakan sebagai tanaman obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

kombinasi 2,4 D dan kinetin terhadap pertumbuhan kalus daun dan profil metabolit sekundernya berdasarkan

metode kromatografi lapis tipis (KLT). Sterilisasi eksplan daun mahkota dewa menggunakan larutan NaOCl

10 % v/v. Eksplan diinokulasi dalam media Murashige-Skoog (MS) padat yang ditambahkan 2,4D 2ppm

untuk menghasilkan kalus. Selanjutnya kalus disubkultur pada media MS padat yang telah ditambahkan 2,4

D-kinetin dengan perbandingan 1:1, 1:2 dan 2:1. Panen kalus dilakukan pada usia 5 minggu. Kalus dimaserasi

dengan metanol p.a dan kloroform p.a, kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fase diam silika gel

GF 254 dan fase gerak berupa campuran n-heksan:etil asetat (3:1v/v). Sebagai pembanding digunakan ekstrak

metanolik dan kloroformik daun mahkota dewa. Bercak pada pelat KLT dideteksi dengan lampu UV 254 dan

  

366 nm serta pereaksi anisaldehid asam sulfat. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata bobot kalus basah

tertinggi pada perlakuan D3, yaitu 1,2163 gram dan rata-rata bobot kalus kering tertinggi pada perlakuan D2,

yaitu 0,04686 gram, sedangkan profil kromatogram pada ekstrak kloroformik dan metanolik untuk semua

perlakuan menghasilkan fluoresensi biru di bawah sinar UV 366 pada hRf 60.

  Kata kunci: mahkota dewa, 2,4 D dan kinetin, kalus daun, KLT

ABSTRACT

  

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) is a member of Thymelaeaceae plant, native to Papua which

is used as a medicinal plant. This study aimed to determine the effect of the combination of 2,4 D and kinetin on

Volume 5 No 1 Agustus 2012

  53 Volume 5 No 1 Agustus 2012 Dewi Sartika dan Djoko Santosa leaf callus growth and secondary metabolite profiles by thin-layer chromatography (TLC) method. Sterilization of leaf explants using 10% v / v NaOCl solution. Explants were inoculated in Murashige-Skoog medium (MS) added 2.4 D solid 2 ppm to produce callus. Furthermore callus will subcultured on solid MS medium added 2.4 D:kinetin with the ratio of 1:1, 1:2 and 2:1 . Callus were harvested at 5 weeks since subculture. Callus macerated with methanol and chloroform pa, and then analyzed by TLC using silica gel GF 254 as stationary phase and mobile phase a mixture of n-hexane: ethyl acetate (3:1 v / v). For comparison used methanol and cloroform extracts of mahkota dewa. Spot detection using uv light of 254 and 366 nm as well as sulfuric acid reagent anisaldehid.

  The results showed an average wet weight of callus was highest in D3 treatment, ie 1.2163 gram and average dry weight of callus was highest in treatments D2, ie 0.04686 gram. while the extract chromatogram profile kloroformik and metanolik for all treatments produce fluorescence blue under UV light at 366 HRF 60.

  Key words: mahkota dewa, 2,4 D and kinetin, callus leaves, TLC PENDAHULUAN

  Salah satu tanaman obat tradisional di Indonesia yaitu mahkota dewa atau yang lebih dikenal dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. dibudidayakan sebagai tanaman hias dan juga sebagai tanaman peneduh, tetapi belakangan ini dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional yang dikenal merupakan obat asli Indonesia. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap mahkota dewa menunjukkan kandungan kimia pada bagian buah dan kulit daging buah mengandung alkaloid, terpenoid, saponin dan flavonoid, sedangkan pada daunnya ditemukan senyawa polifenol (Gangga dkk., 2007).

  Mahkota dewa mengandung senyawa- senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, resin, tannin dan sebagainya yang berkhasiat sebagai antihistamin, antioksidan, obat asam urat, liver, rematik, kencing manis, ginjal, tekanan darah tinggi sampai kanker. Saponin merupakan fitonutrien yang bersifat antibakteri dan antivirus. Hasil penelitian praklinis menunjukkan bahwa mahkota dewa dapat digunakan untuk pengobatan tumor dan penyakit kulit

  (Simanjuntak, 2008).

  Berdasarkan kandungan kimia diatas terjadi permintaan yang semakin tinggi maka dikhawatirkan kelestarian dari tanaman ini akan terancam. Diperlukan budidaya kultur jaringan (in vitro) untuk mengatasi permintaan yang semakin tinggi agar kelestarian tanaman ini tetap terjaga. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi kultur yang aseptik secara

  in vitro (Yusnita, 2004). Salah satu keunggulan

  kultur jaringan tanaman adalah menghasilkan jumlah bibit yang banyak dalam waktu relatif singkat. Selain itu kultur jaringan juga dapat mempertahankan sifat induk yang unggul dan dapat menghasilkan bibit yang bebas cendawan, bakteri, virus dan hama penyakit (Prihandana & Hendroko, 2006).

  Prinsip dari teknik kultur jaringan ini adalah bahwa semua bagian tanaman baik berupa sel, jaringan, dan organ tanaman, dapat menjadi tanaman baru apabila ditumbuhkan dalam kondisi yang aseptik, dengan cara steril. Teknik tersebut meliputi pemilihan eksplan

  Volume 5 No 1 Agustus 2012

  55 PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

  KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER PADA KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. ) Effect of the conbonation of plant growth regulator (2,4d and kinetine) on the growth and secondary metabolite content of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. callus

  sebagai bahan tanam, penggunaan medium yang udara yang baik (Hendaryono & Wijayani, 1994).

  Salah satu faktor keberhasilan kultur jaringan tanaman adalah penggunaan media. Media untuk jenis teknik in vitro ini pada umumnya terdiri atas komponen makro, mikro, zat besi, vitamin dan zat pengatur tumbuh dengan komposisi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tanaman (Santosa & Nursandi, 2002).

  Salah satu jenis media yang sering digunakan adalah media Murashige Skoog (MS), karena mudah dan relatif murah. Zat pengaruh tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa organik yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tanaman. Jenis ZPT yang biasa digunakan dalam kultur jaringan auksin yaitu dapat menginduksi terjadinya kalus, sementara sitokinin berfungsi untuk memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel. Golongan auksin yang sering digunakan antara lain 2,4 D sedangkan golongan sitokinin yang sering digunakan adalah kinetin. Jika kombinasi ke dua ZPT ini digunakan bersamaan, diharapkan dapat memberikan hasil pertumbuhnan kalus yang cepat dan jumlah yang besar (Dodds & Robert, 1982). Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh variasi 2,4 D-kinetin terhadap pertumbuhan kalus dan membandingkan profil metabolit sekunder kalus daun dengan tanaman induknya.

  Tabel I. Penelitian mengenai kultur in vitro mahkota dewa.

  No Jenis Hasil penelitian Pustaka

1. Kalus

  Phaleria macrocarpa Kombinasi konsentrasi ZPT 2,4-D dan BA mampu menginduksi terbentuknya kalus. Pada eksplan daun yaitu 2.5 mg/l 2,4-D + 0.5 mg/l BA dan 5.0 mg/l 2,4-D + 0.5 mg/l BA sedangkan pada eksplan biji yaitu 10.0 mg/l 2,4-D + 5.0 mg/l BA.

  Kombinasi konsentrasi NAA dan BA dapat juga menginduksi terbentuknya kalus. Pada eksplan daun yaitu 20.0 mg/l NAA tanpa BA dan 20.0 mg/l NAA + 0.5 mg/l BA sedangkan pada eksplan biji yaitu 20.0 mg/l NAA + 0.5 mg/l BA dan 20.0 mg/l NAA + 1.0 mg/l BA.

  M e n t a r y, 2006 METODE PENELITIAN Bahan

  Bahan utama yang dipakai adalah tanaman mahkota dewa diambil dari Kebun TOGA Bagian Biologi Fakultas Farmasi UGM. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun pada urutan ke 2-3 dari ujung tanaman daun mahkota dewa. Sampel tanaman telah diidentifikasi dan disimpan sebagai voucher sample penelitian No. 089/2011 di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi UGM. Bahan-bahan lain adalah untuk pembuatan media MS padat, bahan kimia berderajat pro analysis untuk ekstraksi kalus daun dan kromatografi lapis tipis (KLT).

  Alat

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Volume 5 No 1 Agustus 2012 Dewi Sartika dan Djoko Santosa

  ini antara lain peralatan yang terbuat dari gelas ekstraksi kalus daun dan seperangkat alat untuk analisis metabolit sekunder dengan metode KLT.

  Data yang diharapkan berupa bobot basah dan bobot kering serta profil kromatogram kultur kalus daun dianalisis secara deskriptif.

  93.33 Bayclin®20 ml/200 ml (35 menit)

  91.67 Bayclin® 20 ml/200 ml (30 menit)

  69.23 Bayclin® 20 ml/200 ml (25 menit)

  Bayclin® 20 ml/200 ml (20 menit)

  Tabel 2. Persentase keberhasilan sterilisasi eksplan daun mahkota dewa Jenis sterilan Persentase keberhasilan (%)

  Persentase keberhasilan sterilisasi eksplan ditentukan oleh jenis sterilan dan waktu sterilisasi serta perlakuan prasterilisasi. Tahap prasterilisasi dilakukan dengan mencuci bersih eksplan daun, perendaman dalam sabun cair dan pembilasan dengan air suling. Sterilisasi eksplan daun dilakukan dengan menggunakan natrium hipoklorit (Bayclin).

  HASIL DAN PEMBAHASAN Keberhasilan Sterilisasi Eksplan

  Analisis Data

  Cara Kerja Kultur Kalus Daun Mahkota Dewa

  Bercak pada pelat KLT dideteksi dengan lampu UV 254 dan 366 nm serta pereaksi penampak bercak anisaldehid asam sulfat.

  Kalus dimaserasi dengan metanol p.a dan kloroform p.a, kemudian dianalisis dengan KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak berupa campuran n-heksan:etil asetat (3:1 v/v). Sebagai pembanding digunakan ekstrak metanolik dan kloroformik daun mahkota dewa.

  Analisis Kualitatif dengan Kromatografi Lapis

  Kemudian kalus kering digerus dalam mortir hingga diperoleh serbuk kalus yang cukup halus.

  Masing-masing kalus basah daun mahkota dewa dikeringkan menggunakan oven 50 o C sampai kalus kering mencapai bobot tetap, yaitu selisih penimbangan bobot tidak lebih dari 0,25%.

  MS padat dengan 3 kombinasi perlakuan 2,4 D-kinetin, yaitu (1:1, 1:2 dan 2:1). Pemanenan dilakukan hingga kalus berumur 5 minggu.

  Daun mahkota dewa dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir selama 15 menit. Eksplan kemudian disterilkan dalam larutan natrium hipoklorit (Bayclin®) selama 25 menit. Dibilas sebanyak 3 kali dengan akuades steril 3, 5 dan 7 menit untuk menghilangkan sisa sterilan. Potongan eksplan yang telah steril ditanam di dalam botol kultur yang berisi media MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4 D 2 ppm. Hasil kultur diinkubasi pada suhu 25 ° C tanpa disinari lampu. Selanjutnya kalus disubkultur pada media

  75

  Volume 5 No 1 Agustus 2012

  57 PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

  KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER PADA KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. ) Effect of the conbonation of plant growth regulator (2,4d and kinetine) on the growth and secondary metabolite content of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. callus

  Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat kali penanaman menggunakan Bayclin® 20 ml dalam 200 ml, yang membedakan adalah waktu sterilisasi tiap penanaman. Dari empat kali penanaman terlihat bahwa waktu 30 menit adalah waktu yang efektif dalam menanam eksplan (tingkat keberhasilan 93,33%). Dalam penelitian ini, waktu sterilisasi eksplan lebih cepat menunjukkan persentase keberhasilan terkecil sedangkan jika waktunya lebih di perpanjang hasilnya pun tidak jauh berbeda dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa lama tidaknya waktu sterilisasi tidak menjamin keberhasilan dalam steriliasasi eksplan. Faktor dari kondisi eksplan (seperti kemampuan melindungi diri, ukuran eksplan, umur, fase fisiologis jaringan yang digunakan) juga (Nugrahani dkk., 2011).

  Inisiasi kalus

  Keberhasilan inokulasi eksplan adalah ditunjukkan dengan respon positif (Gambar 1) eksplan terhadap media sampai mulai munculnya benjolan-benjolan kecil di sekitar eksplan atau yang dikenal dengan inisiasi kalus (Gambar 2). Parameter inisiasi kalus adalah jumlah hari mulai munculnya benjolan di sekitar eksplan yang dihitung sejak inokulasi eksplan. Kecepatan inisiasi kalus tiap eksplan berbeda-beda karena kecepatan pembelahan sel tiap eksplan pun berbeda. Munculnya kalus merupakan reaksi penutupan jaringan akibat adanya luka pada jaringan tersebut

  Gambar 1. Respon positif eksplan daun makota dewa terhadap media MS Gambar 2. Inisiasi kalus daun mahkota dewa

  Respon positif eksplan terlihat dengan menggulungnya bagian-bagian tertentu dari eksplan daun. Adanya respon positif eksplan terhadap media merupakan titik awal keberhasilan pembentukan kalus. Sedangkan inisiasi pembentukan kalus ditandai dengan timbulnya tonjolan berupa titik putih pada irisan eksplan yang diamati dari hari pertama penanaman eksplan. Dari hasil penelitian ini diperoleh waktu inisiasi kalus adalah 14 hari.

  Menurut George (2008), untuk pembentukan kalus dibutuhkan fitohormon berupa auksin dan sitokinin. Senyawa auksin dan sitokinin secara endogen terdapat di dalam tanaman sehingga pada eksplan daun juga mengandung auksin dan sitokinin. Penambahan Volume 5 No 1 Agustus 2012 Dewi Sartika dan Djoko Santosa

  zat pengatur tumbuh sintetik untuk kedua kinetin dapat memacu pertumbuhan, yaitu dengan munculnya kalus. Pada kadar yang rendah, kalus daun mahkota dewa muncul pada umur 14-17 hari. Jika penambahan 2,4 D dan kinetin berlebihan justru akan menghambat kecepatan pembentukan kalus. Kuantifikasi kalus

  Suatu pertumbuhan dapat diamati dengan mengukur perbesaran volume (ukuran sel) dan mengukur pertambahan bobot. Perbesaran volume (ukuran sel) kalus dapat diamati berdasarkan pengamatan ukuran kalus yang bertambah besar sedangkan pertambahan bobot kalus tersebut dapat diketahui dengan mengukur bobot kering dan bobot basahnya (Salisbury & Ross, 1992).

  Bobot basah kalus diperoleh dengan cara menimbang kalus awal perlakuan dan akhir perlakuan. Bobot basah digunakan untuk mengukur pertumbuhan kalus namun kurang bisa dijadikan standar karena bobot basah dipengaruhi oleh status air yang berada dalam sel, metabolisme tanaman dan kondisi kelembaban tanaman (Sitompul & Guritno, 1995).

  Gambar 3. Pertumbuhan kalus berdasarkan mean berat basah kalus daun mahkota dewa Keterangan : DK : tanpa zat pengatur tumbuh 2,4 D dan kinetin, D1 : 2,4 D dan kinetin (1:1) D2 : 2,4 D dan kinetin (1:2) D3 : 2,4 D dan kinetin (2:1)

  Pertumbuhan dicirikan dengan bertambahnya berat yang irreversible, sehingga pengukuran bobot basah kalus dapat mewakili parameter pertumbuhan kalus yang berasal dari eksplan daun mahkota dewa. Gambar 3 menunjukkan bobot basah yang terendah pada perlakuan media DK. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksplan mampu membentuk kalus meskipun lambat pertumbuhannya. Di dalam jaringan yang dikulturkan masih tersimpan auksin endogen yang cukup untuk membentuk kalus.

  Bobot basah yang tertinggi pada perlakuan D3 (2:1). Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi 2,4 D yang digunakan maka semakin meningkat bobot basah kalus. Hal ini disebabkan karena kandungan airnya yang tinggi.Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan diduga menginduksi sekresi ion H

  • + keluar melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K +

  diambil, pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel, akibatnya air mudah masuk ke dalam sel dan sel akan membesar (Harjoko, 1999; Maftuchah dkk., 1998). Penambahan auksin (2,4D) yang efektif dapat memacu pembentukan kalus karena efektivitasnya yang kuat untuk memacu proses dediferensiasi sel untuk pembentukan kalus yang lebih cepat, menekan organogenesis serta menjaga pertumbuhan kalus (Gati dan Mariska, 1992). Sedangkan menurut Dixon (1985) Volume 5 No 1 Agustus 2012

  59 PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

  KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER PADA KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. ) Effect of the conbonation of plant growth regulator (2,4d and kinetine) on the growth and secondary metabolite content of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. callus

  penambahan sitokinin (kinetin) pada media akan rendahnya bobot basah kalus pada tiap perlakuan diduga disebabkan oleh kemampuan jaringan dalam menyimpan air dan unsur hara yang berbeda-beda. Menurut Sriyanti (2000), berat basah kalus juga dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam mengadakan proses difusi, osmosis dan tekanan turgor sel.

  Bobot kering merupakan parameter pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai ukuran pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) bahan kering merupakan manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam pertumbuhan tanaman. Bobot kering kalus didapatkan dengan proses pengurangan kadar air dan penghentian aktivitas metabolisme hingga mencapai berat konstan.

  Gambar 4. Pertumbuhan kalus berdasarkan berat kering kalus daun mahkota dewa

  Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa pemberian 2,4 D dan kinetin secara kombinasi memberikan pengaruh terhadap bobot yang berbeda jika dibandingkan pada media DK. Bobot tetap terendah pada media DK sedangkan bobot kering tertinggi pada media D2. 2,4-D dalam pertumbuhan kalus dari eksplan dan menghambat regenerasi pucuk tanaman. Sedangkan kinetin adalah salah satu sitokinin yang berperan untuk pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman. Perbandingan auksin dan sitokinin yang seimbang pada eksplan dapat menghasilkan pertumbuhan kalus. Menurut Gustian (2009), pembentukan kalus dapat distimulasi oleh penambahan auksin pada konsentrasi rendah. Sedangkan jika penambahan auksin pada konsentrasi tinggi maka cenderung menghambat daripada merangsang pertumbuhan (Hendaryono & Wijayani, 1994).

  Bobot basah kalus tertinggi terdapat pada media D3 sedangkan berat kalus kering tertinggi terdapat pada media D2. Hal ini bisa disebabkan karena besarnya berat kering juga berhubungan dengan proses fotosintesis dan respirasi. Penurunan bobot kering disebabkan oleh rendahnya laju fotosintesis dan meningkatnya respirasi untuk menyediakan prekursor dan energi dalam pembentukan metabolit sekunder. Menurut Gardner dkk. (1991), bobot kering tanaman merupakan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan bobot kering tanaman karena pengambilan karbondioksida. Pengukuran biomassa tanaman dapat juga dilakukan dengan menggunakan bobot kering tanaman. Pertambahan ukuran ataupun berat kering tanaman mencerminkan bertambahnya protoplasma yang terjadi karena bertambahnya ukuran dan jumlah sel (Harjadi, 1993; Hopkins, 1990). Dewi Sartika dan Djoko Santosa Profil Metabolit Sekunder

  Analisis kandungan kimia kalus daun mahkota dewa dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis kandungan kimia di dalam kalus daun mahkota dewa dilakukan secara kualitatif. Kromatogram ekstrak kloroform dan ekstrak metanol sel-sel kalus daun mahkota dewa dibandingkan dengan

  Gambar 5. Kromatogram kalus 5 minggu setelah disemprot dengan pereaksi anisaldehid

  ekstrak kloroform dan metanol daun mahkota

  asam sulfat dewa.

  Fase diam yang digunakan dalam analisis kandungan kimia dengan KLT adalah silika gel GF . Fase gerak yang digunakan adalah 254 campuran n-heksan-etilasetat (3:1) dengan jarak pengembangan 8 cm. Deteksi untuk hasil elusi dilakukan melalui sinar UV 254 nm dan 366 nm serta pereaksi penampak bercak anisaldehid.

  Keragaman metabolit pada kalus daun

  Gambar 6. Kromatogram kalus 5 minggu pada uv 366 nm setelah disemprot dengan pereaksi

  mahkota dewa merupakan hasil ekspresi

  anisaldehid asam sulfa

  genetik dari sel-sel kalus, demikian pula Profil kromatogram kalus daun mahkota keragaman metabolit di dalam daun mahkota dewa umur 5 minggu terlihat bahwa perlakuan dewa juga merupakan ekspresi genetik sel-sel kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan di dalam daun mahkota dewa. Perbandingan kinetin berbagai kombinasi menghasilkan bercak profil kromatogram pada kedua jenis ekstrak berwarna ungu setelah disemprot anisaldehid baik kalus maupun daun mahkota dewa pada hRf 60. Hal ini tidak dijumpai pada ekstrak akan dapat mengetahui besarnya kesamaan kloroformik dan metanolik daun mahkota metabolit yang dikandungnya. Kesamaan dewa sebagai pembanding. Bercak tersebut metabolit yang dikandung ataupun kesamaan pada UV 366 nm memberikan fluorosensi biru. profil kromatogram menunjukkan sifat lestari

  Menurut Wagner (1984), pereaksi vanilin asam perlakuan terhadap sel-sel kalus daun mahkota sulfat digunakan untuk mendeteksi golongan dewa terhadap sifat asli tumbuhan mahkota senyawa terpenoid, kukurbitasin dan lignan. dewa.

  Golongan terpenoid akan memberikan warna ungu kemerahan di bawah sinar tampak dan fluoresensi kebiruan di bawah sinar UV 366

  Volume 5 No 1 Agustus 2012

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

  Gangga E., Hernika A., & Linda N. 2007. Analisis Pendahuluan Metabolit Sekunder dari Kalus Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.), Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol.5 (1), 7-22.

  Pertanian UNS. Hendaryono DPS. & Wijayani A. 1994 Teknik

  terhapad Poliploidisasi kalusTanaman Semangka pada kultur in Vitro, Fakultas

  Gramedia. Jakarta. Harjoko, D. 1999. Pengaruh Macam-Macam Auksin

  Universitas Andalas. Padang. Harjadi, SS. 1993. Pengantar Agronomi. P.T.

  Gustian. 2009. Upaya Perbanyakan Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) secara In Vitro. Working Paper.

  Culture, 3 rd Ed., Exegetics Limitied.

  George, EF. 2008. Plant Propagation by Tissue

  Gati E. & Mariska I. 1992. Pengaruh Auksin dan Sitokinin Terhadap Kalus Mentha piperita Linn. Buletin Littri 3 : 1-4

  1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (diterjemahkan oleh Herawati Susilo). UI Press. Jakarta.

  Gardner FP., Pearce RB., dan Mitchell RI.

  Volume 5 No 1 Agustus 2012

  61 PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH (2,4 D DAN KINETIN) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

  in Plant Tissue Culture, 1 st

  Dodds JH. & Roberts LW. 1982. Experiments

  Farmasi UGM melalui Hibah Kompetitif Penelitian Berkualitas Prima Kategori Madya Tahun 2011. Oleh sebab itu kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dana tersebut.

  2. Terdapat bercak dengan hRf 60 pada kalus daun mahkota dewa yang tidak terdapat pada ekstrak daun mahkota dewa. Diduga bercak tersebut adalah golongan senyawa terpenoid.

  1. Kombinasi 2,4 D-kinetin berpengaruh pada bobot basah dan bobot kering dalam kultur kalus daun mahkota dewa. Bobot basah tertingi pada perlakuan D3, sedangkan bobot kering tertinggi pada perlakuan media D2.

  KESIMPULAN

  Ekstrak kloroformik kalus daun menghasilkan bercak pada pada hRf 83,75 dan 87,5. Sedangkan pada ekstrak metanolik kalus daun juga dijumpai bercak yang sama pada hRf 83,75 dan 87,5 meskipun tidak begitu jelas yang diduga masih merupakan hasil antara metabolit sekunder, karena diferensiasi kalus yang belum sempurna.

  pada semua perlakuan dan ekstrak kloroformik daun mahkota dewa. Sedangkan pada hRf 35 dari ekstrak metanolik kalus daun pada semua perlakuan dan ekstrak metanolik daun mahkota dewa. Warna bercak pada hRf 33,75 dan hRf 35 adalah fluoresensi hijau. Perbedaan jarak hRf pada ekstrak kloroformik dan metanolik merupakan tingkat kepolaran yang berbeda tetapi dengan warna bercak yang sama menunjukkan bahwa ekstrak kloroformik dan ekstrak metanolik kalus daun merupakan golongan senyawa yang sama.

  hRf 33,75 dari ekstrak kloroformik kalus daun

  Bercak lain yang terlihat adalah pada

  nm. Bercak pada hRf 60 menunjukkan ciri-ciri disemprot dengan anisaldehid bercak berwarna kebiruan.

  KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER PADA KALUS Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. ) Effect of the conbonation of plant growth regulator (2,4d and kinetine) on the growth and secondary metabolite content of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. callus

  Ed., 23-30 Cambridge University Press, USA Dewi Sartika dan Djoko Santosa Kultur Jaringan. Edisi II, Kanisius.

  Wagner, H., Bladt S., & Zganski E.M. 1984. Plant

  Drud Analysis, A Thin Layer Chromatography

  Hopkins, WG. 1999. Introduction to Plant

  Atlas, Translated by Th. A. Scott, Springer, Physiology. John Wiley and Sonc, Inc. New

  Verlag Heidelberg, New York. York.

  Yusnita. 2004. Kultur Jaringan. Cara Maftuchah, Ardiana HK. & Joko BS. 1998. Induksi Memperbanyak Tanaman Secara Efisisen. kalus Artemisia (Artemisia vulgaris L.) Cetakan Ketiga. Agro Media Pustaka. melalui kultur in vitro. Tropika, 6(2): 135- Jakarta. 141. Mentary M. 2006. Induksi Kalus dan Tunas secara

  in vitro Tanaman Mahkota Dewa dengan Manipulasi Zat Pengatur Tumbuh dan Eksplan. Tesis. Institut Pertanian Bogor Nugrahani P., Sukendah & Makziah. 2011. Teknik Propagasi Secara In Vitro. Fakultas Pertanian

  , Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur. Prihandana R. & Hendroko P. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka.

  Jakarta. Salisbury FB., & Ross CW. 1992. Plant Physiology, th 4 Ed., California. Wadsworth Publ.Co.

  Santosa, U. & Nursandi, F. 2002. Kultur Jaringan

  Tanaman

  , Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

  Simanjuntak, Partomuan. 2008. Identifikasi Senyawa Kimia dalam Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.),

  Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 6(1), 23-28.

  Sitompul, S.M. dan Guritno B. 1995. Analisisis

  Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

  Sriyanti, D.P. 2000. Pelestarian tanaman Nilam (Pogostemon heyneanus Benth.) Melalui Kultur Mikrorestek, Biosmart 2 (2): 19-22

  Volume 5 No 1 Agustus 2012

Dokumen yang terkait

PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP KANDUNGAN PIPERIN kaluS daun CaBe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) The effect of culture media on piperine content of Cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) leaves callus

0 1 5

PENGGUNAAN SALEP MINYAK ATSIRI KULIT BUAH JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI INFEKSI KULIT OLEH Staphylococcus aureus PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) The antibacterial effect of Lime peel (Citrus aurantifolia L.) essential oil o

0 0 9

EFEK SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOLIK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA T47D DAN MCF-7 Cytotoxic activity of Dewandaru (Eugenia uniflora L.) ethanolic extracts on T47D and MCF-7 cell lines

0 0 7

STUDI UMUR SIMPAN, SUHU DAN CAHAYA TERHADAP DAYA PERKECAMBAHAN BENIH Artemisia annua L. The effect of life storage, temperature and light on seed viability of Artemisia annua L.

0 0 8

PENGARUH GA3 TERHADAP PRODUKSI ARTEMISININ MELALUI KULTUR PUCUK Artemisia annua L. The effect of GA3 to artemisinin content of Artemisia annua L. by in vitro culture

0 0 6

KRANGEAN (Litsea cubeba (Lour.) Persoon): ASPEK AGRONOMI, PENGGUNAAN SECARA TRADISIONAL, BIOAKTIFITAS DAN POTENSINYA

0 3 13

EFEkTIVITAS ANTIBAkTERI SEDuHAN BuBuk DAuN lEGuNDI (Vitex trifolia) DAN DAuN PuluTAN (Urena lobata) SECARA IN VITRO In Vitro effectiveness of legundi (Vitex trifolia) and pulutan (urena lobata) leaves infussion as antibacterial

0 0 5

PENGARuH PEMBERIAN TEH HITAM SEBAGAI kANDIDAT TERAPHY ANTI- OBESITAS TERHADAP INSulIN lIkE GROWTH FACTOR-1 (IGF-1) SEBAGAI TARGET PENGHAMBATAN ADIPOGENESIS The effect of black tea as an antiobesity therapeutic agent candidate against IGF-1 as adypogenesis

0 0 7

EFEKTIVITAS EKSTRAK METHANOL DAUN Lantana camara var. nivea DAN Lantana sellowiana DALAM PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO In vitro inhibitory effect of Lantana camara var. nivea and Lantana sellowiana leaves methanolic extrac

0 0 7

PENGARUH SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata Linn) SEBAGAI PENURUN KADAR ASAM URAT TIKUS SPRAGUE DAWLEY Effect of Soursoup juice (Annona muricata Linn) on decreasing of uric acid of Sprague Dawley rat

0 0 10