Pengunaan Surfaktan Polivinil Alkohol Sebagai Bahan Aditif Dalam Pembuatan Aspal Emulsi

(1)

PENGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL

SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL

EMULSI

SKRIPSI

TRI SAHPUTRA RAMADANI

100822010

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL

SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL

EMULSI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

TRI SAHPUTRA RAMADANI

100822010

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL

ALKOHOL SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL EMULSI

Kategori : SKRIPSI

Nama : TRI SAHPUTRA RAMADANI

Nomor Induk Mahasiswa : 100822010

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di,

Medan, Juni 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Amir Hamzah Siregar M.Si Prof. Dr. Tamrin, M.Sc

NIP. 19610614199103002 NIP. 196007041989031003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL EMULSI

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar .

Medan, Juni 2014


(5)

PENGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL EMULSI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang aspal emulsi dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol (PVA).Aspal emulsi dapat dibuat dengan mencampurkan variasi perbandingan aspal yang terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 120oC dengan variasi air yang dipanaskan pada suhu 55oC dan variasi surfaktan Polivinil Alkohol ditambahkan secara perlahan-lahan dan diaduk dengan agitator selama 5menit dengan komposisi maksimumperbandingan aspal, air dan surfaktan (75:15:10).Penggunaan surfaktan Polivinil Alkohol sebagai aditif dalam campuran aspal emulsi dapat meningkatkan viskositas dimana viskositas dari variasi perbandingan Aspal emulsi 75:15:10 dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol tertinggi 20000 cP dan terendah 4000 cP sementara untuk aspal murni tertinggi 9100 cP dan terendah 1000 cP. Pada penentuan % padatan, jumlah padatan yang diperoleh meningkat dengan penambahan surfaktan yaitu menggunakanPoilivinil Alkohol (PVA) 84.88% .Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan antara aspal dengan surfaktan dan adanya gugus yang bertambah setelah aspal dicampurkan dengan surfaktan.


(6)

THE USE OF SURFACTANT POLYVINYL ALCOHOL AS ADDITIVES IN THE MANUFACTURE OF ASPHALT EMULSION

ABSTRACTS

It has been done the research about asphalt emulsion by using Surfactant Polyvinyl alcohol (PVA). Asphalt emultion can be made by mixing asphalt ratio

variation, heated first at 1200C with water variation heated at temperature 550C,

and then the Surfactant Polyvinyl alcohol variation added slowly and stirred with agiator for 5 minutes at maximum comparison of asphalt, water and Surfactant ratio (75:15:10). The use of Surfactant Polyvinyl alcohol as additives in asphalt emulsion mixture can increase the viscosity, wherein the viscosity of asphalt emultion comparison variation at 75:15:10 is using the highest Surfactant Polyvinyl alcohol is 20000 cP and the lowest is 4000 cP, and while the highest pure asphalt is 9100 cP and the lowest is 1000 cP. In defining the % solid, the obtained amount of solids increased by addition of 84.64 % of Surfactant Polyvinyl alcohol (PVA). FTIR spectrum shows the bond between asphalt and Surfactant ang the group that grew after mixing asphalt and Surfactant.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai patron insan terbaik ; Rasulullah Muhammad sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

Skripsi ini berjudul “PENGGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL (PVA) SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL EMULSI”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universias Sumatera Utara Medan.Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Orangtua penulis, buat Ayahanda Sunardi dan Ibunda Retnawati yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup kami. Kepada kakak saya Sunarti Utami Ningsih S.pd dan Dwi Febvia Nora SS yang selalu memotivasi dan menginspirasi . 2. Bapak Prof.Dr.Thamrin,M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs.

Amir Hamzah Siregar M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr.Rumondang Bulan Nasution,MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc selaku ketua dan sekertaris Departemen Kimia yang telah mensahkan skripsi .

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Kimia yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Seluruh staf Kimia Fisika dan Kimia Polimer FMIPA USU : Bang Edi, Kak Diza dan juga teman-teman asisten laboratorium Kimia Fisika dan Kimia Polimer FMIPA USU

6. Sahabat terbaik yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka, Sigit Surya Arbi, Nurdiansyah Siregar dan Awaluddin Nainggolan

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin.

Medan, Juni 2014 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Aspal 6

2.1.1 Sumber Aspal 7

2.1.2 Kandungan Aspal 9

2.1.3 Jenis-jenis Aspal 10

2.2 Aspal Emulsi 12

2.2.1 Jenis-jenis Aspal Emulsi 12

2.2.2 Emulsi 14

2.3 Emulsifier/Surfaktan 14

2.3.1 Jenis-jenis surfaktan 15

2.4 Polivinil Alkohol (PVA) 17

2.5 Viskositas 19

2.6 Karakterisasi dengan FT-IR 22

BAB 3 METODOLOGI 24

3.1 Bahan-Bahan 24

3.2 Alat-Alat 24

3.3 Prosedur Penelitian 25

3.3.1 Preparasi Aspal, air dan surfaktan 25

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Emulsi 25

3.3.3 Karakterisasi Aspal Emulsi 25

3.3.3.1 Karakterisasi Dengan Uji Viskositas 25


(9)

3.3.3.3 Karakterisasi Uji % Padatan 26

3.4 Bagan Penelitian 28

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Hasil dan Analisis Pengujian Viskositas 29

4.2 Hasil dan Analisis Pengujian % Padatan 34

4.4 Hasil dan Analisis Dengan Spektroscopy FT-IR 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 40

5.1. Kesimpulan 40

5.2. Saran 40 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal grade 60/70 11

Tabel 2.2 Tingkatan Aspal Emulsi Berdasarkan ASTM dan AASHTO 13

Tabel 2.3 Aktivitas dan Harga HLB Surfaktan 19

Tabel 2.4 Karakter fisik Polivinil Alkohol 19

Tabel 2.5 Perbedaan antara Viskositas Cairan dengan Viskositas Gas 21

Tabel 3.1 Bahan – Bahan 24

Tabel 3.2 Alat – Alat 24

Tabel 4.1 Viskositas Aspal Murni 29

Tabel 4.2 Viskositas Aspal : Air : Polivinil Alkohol 30

Tabel 4.7 Penentuan % Padatan Variasi Perbandingan Aspal : Air : 35 Surfaktan


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1.Struktur Aspal 7

Gambar 2.2. Produksi Aspal dari Hasil Penyulingan Minyak Bumi 8

Gambar 2.3. Struktur Asphaltenes 9

Gambar 2.4. Struktur Saturate 9

Gambar 2.5. Contoh Aplikasi Aspal Emulsi 12

Gambar 2.6. Struktur Polivinil Alkohol 18

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi 31

Perbandingan Aspal Emulsi 55:35:10 dan Aspal Murni Gambar 4.2.Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada variasi 31

Perbandingan Aspal Emulsi 60:30:10 dan Aspal Murni Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada variasi 32

Perbandingan Aspal Emulsi 65:25:10 dan Aspal Murni Gambar 4.4. Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada variasi 32

Perbandingan Aspal Emulsi 70:20:10 dan Aspal Murni Gambar 4.5. Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada variasi 33

Perbandingan Aspal Emulsi 75:15:10 dan Aspal Murni Gambar 4.6. Grafik % Padatan Variasi Perbandingan Aspal, Air dan 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamipran 1. Foto Pengujian Viskositas Aspal Emulsi menggunkan 52

Surfaktan Polivinil Alkohol Lampiran 2. Foto Pengujian Jumlah % Padatan 53

Lampiran 3. Tabel Viskositas Faktor 54

Lampiran 4. Tabel spesifikasi aspal emulsi anionik 55


(13)

PENGUNAAN SURFAKTAN POLIVINIL ALKOHOL SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL EMULSI

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang aspal emulsi dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol (PVA).Aspal emulsi dapat dibuat dengan mencampurkan variasi perbandingan aspal yang terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 120oC dengan variasi air yang dipanaskan pada suhu 55oC dan variasi surfaktan Polivinil Alkohol ditambahkan secara perlahan-lahan dan diaduk dengan agitator selama 5menit dengan komposisi maksimumperbandingan aspal, air dan surfaktan (75:15:10).Penggunaan surfaktan Polivinil Alkohol sebagai aditif dalam campuran aspal emulsi dapat meningkatkan viskositas dimana viskositas dari variasi perbandingan Aspal emulsi 75:15:10 dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol tertinggi 20000 cP dan terendah 4000 cP sementara untuk aspal murni tertinggi 9100 cP dan terendah 1000 cP. Pada penentuan % padatan, jumlah padatan yang diperoleh meningkat dengan penambahan surfaktan yaitu menggunakanPoilivinil Alkohol (PVA) 84.88% .Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan antara aspal dengan surfaktan dan adanya gugus yang bertambah setelah aspal dicampurkan dengan surfaktan.


(14)

THE USE OF SURFACTANT POLYVINYL ALCOHOL AS ADDITIVES IN THE MANUFACTURE OF ASPHALT EMULSION

ABSTRACTS

It has been done the research about asphalt emulsion by using Surfactant Polyvinyl alcohol (PVA). Asphalt emultion can be made by mixing asphalt ratio

variation, heated first at 1200C with water variation heated at temperature 550C,

and then the Surfactant Polyvinyl alcohol variation added slowly and stirred with agiator for 5 minutes at maximum comparison of asphalt, water and Surfactant ratio (75:15:10). The use of Surfactant Polyvinyl alcohol as additives in asphalt emulsion mixture can increase the viscosity, wherein the viscosity of asphalt emultion comparison variation at 75:15:10 is using the highest Surfactant Polyvinyl alcohol is 20000 cP and the lowest is 4000 cP, and while the highest pure asphalt is 9100 cP and the lowest is 1000 cP. In defining the % solid, the obtained amount of solids increased by addition of 84.64 % of Surfactant Polyvinyl alcohol (PVA). FTIR spectrum shows the bond between asphalt and Surfactant ang the group that grew after mixing asphalt and Surfactant.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini infrastruktur jalan raya di Indonesia masih merupakan masalah besar karena sebahagian jalan raya ini perlu peremajaan atau perbaikan setiap tahunnya dan ini sangat memerlukan dana yang tidak sedikit dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Oleh karena itu perlu dicari solusi untuk dapat mengurangi pengeluaran tersebut. Salah satu yang sangat memungkinkan untuk menghindari kerugian negara adalah dengan mengkaji parameter ketahanan aspal dan kualitasnya. Jika dilihat kekuatan atau ketahanan dari jalan yang dibuat begitu cepat rusak, tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Hal ini jika dipandang dari sudut sains kimia boleh jadi akibat kurang kuatnya ikatan kimia antara aspal dengan agregatnya (Tamrin, 2011).

Aspal konvensional dengan penetrasi 60/70 yang biasa digunakan sebagai bahan campuran panas (hotmix) cenderung memiliki viskositas dan titik lembek yang rendah, mudah dipengaruhi oleh suhu dan beban yang melintas diatasnya. Suhu yang tinggi disiang hari dan ditambah dengan adanya beban dari lalu lintas yang besar akan semakin memperbesar kemungkinan perkerasan jalan mengalami kerusakan yang permanen. Sementara itu, terkait dengan curah hujan yang tinggi, air hujan akan sering menggenangi permukaan jalan. Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung didalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula kecil dapat membesar lebih cepat. Selain itu, kerusakan pada jalan aspal umumnya berkaitan dengan roda yang berat, peningkatan tekanan ban,eskalasi atau meningkatnya jumlah lalu lintas (Brown, 1990).

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan dari aspal konvensional penetrasi 60/70 adalah dengan menggunakan aspal modifikasi sebagai material campuran.Para peneliti aspal telah memfokuskan perhatian pada sifat–sifat pemodifikasi aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dan aditif polimer.Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai


(16)

kedalam campuran aspal dapat dipersiapkan sifat – sifat yang dibutuhkan untuk meningkatkan kontribusi pengikat aspal untuk kinerja pengaspalan (Terrel, 1986).

Penggunaan aspal emulsi untuk campuran perkerasan jalan meningkat secara luas di negara-negara yang sedang berkembang.Keuntungan-keuntungan aspal emulsi dapat terjadi karena tidak diperlukannya pemanasan waktu pencampuran dengan batuan bahan jalan, dan relatif bebas polusi.Meskipun penerapan aspal emulsi lebih banyak berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan jalan, pada hakekatnya pengunaan aspal emulsi sebagai bahan perekat lapis pondasi atas untuk kondisi Indonesia dapat dianggap sebagai penelitian yang berguna (Muharabanta, 2007).

Penggunaan campuran polimer aspal merupakan tren yang semakin meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan kualitas aspal yang lebih baik dan tahan lama.Modifikasi polimer aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dengan bahan aditif polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari aspal tersebut.(Pei-Hung, 2000).

Tujuan modifikasi aspal adalah untuk memperluas daya guna, meningkatkan kualitas dan memudahkan pemakaian.Modifikasi dapat dilakukan dengan penambahan material tertentu seperti karet, polimer, resin, fiber dan lain-lainnya. Disamping itu dapat juga dibuat dalam bentuk emulsi dengan penambahan emulsifier (Daswiyanto, 1998).

Emulsifier atau zat pengemulsi merupakan senyawa yang mempunyai aktifitas permukaan (surface-active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem.Kemampuan menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik disebabkan oleh struktur kimianya yang mampu menyatukan dua senyawa yang berbeda polaritasnya (Sibuea, 2003).

Surfaktan digunakan secara luas dan ditemukan dalam berbagai aplikasi seperti pada industri perminyakan karena kemampuannya yang baik sekali dalam mempengaruhi sifat-sifat permukaan dan antarmuka.Sifat yang luar biasa dari


(17)

larutan encer surfaktan berasal dari keberadaan gugus hidrofilik (kepala) dan gugus hidrofobik (ekor) pada molekulnya.Gugus polar atau ionik biasanya berinteraksi kuat dengan lingkungan berair melalui interaksi dipol-dipol (Schramm, 2000).

Berdasarkan gugus hidrofilik, surfaktan dibagi menjadi tiga, yaitu ionik (kationik dan anionik), nonionik (gugus hidrofilik tidak bermuatan), dan amfoterik (dapat bermuatan positif dan negatif). Umumnya surfaktan nonionik mengandung rantai poli(etilen oksida) sebagai gugus hidrofilik. Poli(etilen oksida) adalah polimer yang larut dalam air (Tharwat 2005). Rantai poli(etilen oksida) dari surfaktan non ionik biasanya sangat panjang sedangkan rantai yang sedang dan lebih pendek dimiliki oleh surfaktan kationik (Holmberg,2003).

Polivinil alkohol dapat membentuk film yang sangat baik,bersifa penguat dalam beton.PVA juga tahan terhadap minyak, lemak da berbau dan tidak beracun.Memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan fleksibilitas, serta oksigen yang tinggi dan sifat aromanya sebagai penghalang.Namun sifat ini tergantung pada banyak menyerapair, yang bertindak sebagai peliat, sehingga mengurangi kekuatan tarik, tetapi meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek. PVA memiliki titik leleh 230°C dan 180–190°C (356-374oF) untuk nilai hidrolisis penuh dan hidrolisissebagianmasing-masing terurai dengan cepat di atas 200

°C.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pembuatan aspal emusi dengan penambahan surfaktan Polivinil Alkohol.Diharapkan dalam penelitian ini penggunaan surfaktan tersebut dapat meningkatkan sifat-sifat fisik dan kimia dari aspal emulsi yang dihasilkan.


(18)

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. ApakahPolivinil Alkoholdapat digunakan sebagai surfaktan dalampembuatan aspal emulsi.

2. Apakah surfaktanPolivinil Alkohol efektif dalam meningkatkan Viskositas, Jumlah% padatan dan sifat morfologi dari campuran aspal emulsi.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal Iran dengan type grade 60/70 diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51 Medan Sumatera Utara

2. Surfaktan yang digunakan adalah Polivinil Alkohol dengan kemurnian 99% 3. Analisis dan karakterisasi yang dilakukan adalah Uji Viskositas, Uji %

Padatan, dan Uji FTIR

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Polivinil Alkohol dapat digunakan sebagai surfaktan dalampembuatan aspal emulsi sehingga dapat mengikat agregat dengan baik. 2. Untuk mengetahui Apakah surfaktan Polivinil Alkohol efektif dalam

meningkatkan Viskositas, % Jumlah padatan dan sifat morfologi dari campuran aspal emulsi, sehingga dapat memberikan data modifikasi aspal emulsi yang paling baik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai informasi tambahan mengenai penggunaan surfaktan Polivinil Alkohol Sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal emulsi.

2. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan lalu lintas agar kualitas aspal sebagai bahan dasar jalan raya lebih baik dan lebih tahan lama.


(19)

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Tahapan Preparasi Aspal dan Surfaktan 2. Tahapan Pembuatan Aspal Emulsi

Pada tahapan ini ditimbang variasi aspal dan dipanaskan 120oC dan variasi air dipanaskan 55oC dan ditambah surfaktan kemudian dicampurkan secara bertahap dan diaduk dengan agitator sampai homogen .

3. Tahapan Karakterisasi Aspal Emulsi

Untuk karakterisasi yaitu dengan Uji Viskositas,Uji % Padatan,Ujigugus fungsi dengan FTIR

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

- Variabel Bebas : Aspal, Air danSurfaktan dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 55:35:10; 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10;75:15:10.

- Variabel Tetap: Penambahan surfaktan 10 g, dan pengadukan dengan agitator dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit.

- Variabel Terikat : Viskositas,% Padatan, Gugus fungsi dengan FTIR

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer dan Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU Medan, Analisis Uji Viskositas di lakukan di PT. Smart, Tbk (Sinarmas Group) Belawan – Medan.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen.Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi.Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal.Pada suhu ruang, aspal adalah material yang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga temperatur 350oC dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil. (Wignall, 2003).

Aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pemeriksaan sifat kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur perlu dilakukan sehingga diperoleh informasi rentang temperatur yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan.


(21)

Aspal yang mengandung lilin (wax) lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi, tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak/mengeras. Parameter pengukur kepekaan aspal terhadap temperatur adalah indeks penetrasi (penetration index = PI) (Sukirman, 2003).Struktur Aspal ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Aspal

2.1.1 Sumber Aspal

Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai refinery bitumen, residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitilah aspal kilang minyak atau refinery bitumen merupakannama yang tepat dan paling umum digunakan.


(22)

Jenis-jenis aspal dan proses pemisahannya dari bahan dasar (minyak bumi) ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Produksi Aspal dari Hasil Penyulingan minyak Bumi

Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350 oC di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah) dan oil (Wignall, 2003).


(23)

2.1.2 Kandungan Aspal

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene.Asphaltenes merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin, dengan struktur ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan 2.4. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Gambar 2.3.Struktur Asphaltenes


(24)

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak (Nuryanto, A. 2008).

2.1.3 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

a) Aspal Alamiah

Aspal alamiah ini berasal dari berbagai sumber, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting (Oglesby, 1996) b) Aspal Batuan

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil, tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah-daerah tertentu saja (Oglesby, 1996)

c) Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi perrtama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).

Aspal pabrik, merupakan aspal yang terbentuk oleh proses yang terjadi dalam pabrik, sebagai hasil samping dari proses penyulingan minyak bumi. Aspal


(25)

pabrik ini, mempunyai kualitas standard. Aspal pabrik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu :

1)Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%), air (35%-45%) dan bahan emulsi 1% sampai 2%. Di pasaran ada dua macam aspal emulsi, yaitu jenis aspal emulsi anionik (15%) dan jenis aspal emulsi kationik (di pasaran lebih banyak, yaitu sebesar 85%).

2) Aspal cair, disebut juga aspal cut-back, yang dibagi-bagi menurut proses fraksinya. Misalnya Slow Curing (SC), Medium Curing (MC) dan Rapid Curing (RC).

3) Aspal beton, disebut juga Asphalt Concrete (AC) yang dibagi-bagi menurut angka penetrasinya. Misal : AC 40/60, AC 80/100, dan seterusnya. Umumnya aspal beton yang digunakan dalam proyek-proyek konstruksi jalan terbagi atas beberapa jenis yaitu jenis aspal beton campuran panas atau dikenal dengan Hot Mix Asphalt Concrete (HMAC) merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam jalan raya, sedangkan jenis lainya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70 Sifat Ukuran Spesifikasi Standart

Pengujian

Densitas pada T 25 oC K/m3 1010 -

1060 ASTM-D71/3289 Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan padapenetrasi setelah

pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4


(26)

2.2 Aspal Emulsi

Aspal emulsi merupakan hasil dispersi bahan aspaldalam air secara merata dengan menggunakan emulsifier yang berfungsi mengikat molekul aspal dengan molekul air. Dalam suatu campuran emulsi, kandungan aspal umumnya berkisar ± 55-75% dan kandungan bahan pengemulsi (emulsifier) ± 3 %.

Gambar 2.5 Contoh aplikasi aspal emulsi (sumber: Ertech.com, 2000).

2.2.1 Jenis-Jenis Aspal Emulsi

Aspal emulsi dapat dikelompokan menurut jenis muatan listriknya dan menurut kecepatan pengerasannya. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi (Martens, 1985).

1. Aspal emulsi kationik

Aspal cair yang dihasilkan dari aspal keras dengan cara mendefersikan kedalam air dengan bantuan bahan pengemulsi. Aspal emulsi kationik mengikat cepat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah cepat dengan air setelah kontak dengan batuan. Aspal emulsi kationik mengikat sedang adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah dengan air sedang setelah kontak dengan batuan. Aspal emulsi kationik mengikat lambat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah dengan air lambat setelah kontak dengan batuan (SNI 03-4798-1998).


(27)

Aspal emulsi yang termasuk jenis aspal emulsi kationik tersebut yang cocok digunakan untuk membuat campuran dingin adalah CSS-1,CSS-1h, CMS-2, dan CMS-2h. Tingkatan aspal emulsi pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tingkatan aspal emulsi berdasarkan ASTM dan AASHTO Aspal Emulsi Anionik Aspal Emulsi Kationik

RS-1 RS-2 MS-1 MS-2 MS-2h H FMS-1 H FMS-2 H FMS-2h H FMS-2s SS-1 SS-2 CRS-1 CRS-2 -CMS- 2 CMS-2h - - - - CSS-1 CSS-1 h Sumber: (Departemen Pekerjaan Umum, 1991)

2. Aspal emulsi Anionik

Aspal emulsi yang mengandung elmugator anionik sehingga partikel – partikel aspal bermuatan elektro negativ. Aspal emulsi anionik mempunya tiga jenis, aspal emulsi mengikat cepat, mengikat sedang dan mengikat lambat ( SNI 03-6832-2002).

3. Aspal emulsi monionik

Aspal emulsi monionik merupakan aspal emulsi yang tidak bermuatan lsitrik karena tidak mengalami ionisasi.

Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dibedakan menjadi 3 yaitu : (Hendarsin, 2000):

a. Aspal emulsi RS (Rapid Setting), direncanakan mempunyai tingkat reaksi yang cepat dengan agregat penyertanya dan berubahnya emulsi ke aspal. Jenis RS akan menghasilkan lapisan film yang relatif tebal.

b. Aspal emulsi MS (Medium Setting), direncanakan memiliki tingkat pencampuran medium dengan sasaran agregat kasar. Karena jenis ini tidak akan memecah jika


(28)

berhubungan dengan agregat, maka campuran yang menggunakan jenis ini akan tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.

c.Aspal emulsi SS (Slow Setting), jenis ini direncanakan untuk hasil pencampuran yang memiliki stabilitas tinggi. Jenis ini digunakan dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi.

2.2.2 Emulsi

Emulsi adalah campuran dua cairan immiscible, dimana salah satu cairan terdispersi sebagai droplet pada cairan yang lain oleh adanya zat ke tiga sebagai penyetabil. Pada dasarnya emulsi terdiri dari tiga fase yaitu internal, eksternal dan interface. Fase internal atau fase dispersi berada dalam bentuk droplet halus sementara fase eksternal atau fase kontinyu membentuk matriks dimana droplet tersuspensi. Agar sistem menjadi stabil dalam jangka waktu yang lama perlu ditambahkan zat ketiga yang aktif pada interface yang disebut emulsifier. Definisi - definisi lain tentang emulsi telah dijelaskan oleh Clayton atau Becher (Shinoda, 1986).

Secara umum, jenis emulsi dapat digolongkan dalam dua kelompok ”air” dan ”minyak”. Semua air atau fase fase yang larut dalam air diklasifikasikan sebagai air sedangkan yang lain diklasifikasikan sebagai minyak. Jika air terdispersi dalam minyak maka disebut jenis emulsi air-dalam-minyak (W/O), dengan demikian air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase kontinyu. Sebaliknya jika minyak terdispersi ke air maka emulsi tersebut merupakan jenis emulsi minyak-dalam-air (O/W). Dibandingkan dengan emulsi minyak-dalam-air, jenis emulsi air-dalamminyak kurang sensitif terhadap pH, tetapi sensitif terhadap panas, peka pada perlakuan elektrik, mempunyai konduktifitas (Holmberg, 2003).

2.3 Emulsifier / Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitassurfaktan


(29)

diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Jatmika, 1998).

Permintaan surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pada tahun 2004, permintaan surfaktan sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per-tahun (Widodo, 2004). Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak (Genaro, 1990).

2.3.1 Jenis – Jenis Surfaktan.

a. Surfaktan anionik

• Jenis surfaktan yang paling besar (jumlahnya) • Tidak kompatibel dengan jenis surfaktan kationik


(30)

• Sensitif terhadap air sadah atau hard water. Derajat sensitifitasnya : carboxylate > phosphate > sulfate (sulfonate)

• Rantai pendek polyoxyethylene antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan toleransi terhadap garam

• Rantai pendek polyoxypropylene antara gugus anionik dan hidrokarbon meningkatkan kelarutan dalam solven organik.

• Jenis sulfate mudah terhidrolisa oleh asam-asam dalam proses autocatalytic. Jenis yang lain stabil, asalkan tidak digunakan pada kondisi ekstrim.

Contoh surfaktan anionik : - Carboxylat soap RCOO – - Sulphonate RSO3

- Sulfate RO SO3

- Phosphate ROPO(OH)2O flotation collector (mineral ores); dispersant

(inorganic pigment); anticaking agent (fertilizers); conditioner (hair) dll. Contoh surfaktan kationik

• Diamine Hydrochloride • Polyamine Hydrochloride

• Dodecyl dimethylamine Hydrochloride • Imidazoline Hydrochloride

• Alkyl imidazoline ethylenediamine Imidazoline b. Surfaktan kationik

• Jenis surfaktan yang banyak jumlahnya setelah anionik dan nonionik. • Pada umumnya tidak kompatibel dengan jenis anionik.

• Mempunyai sifat indeks yang lebih tinggi dibanding surfaktan jenis lain • Mempunyai sifat adsorpsi permukaan yang baik; penggunaan utama

berhubungan dengan in situ surface modification : anticorrosion agent (steel)


(31)

c. Surfaktan non-ionik

• Merupakan surfaktant kedua terbesar • Kompatibel dengan semua jenis surfaktan • Sensitif terhadap hard water

• Berbeda dengan surfaktan ionik, sifat fisik-kimia surfaktan nonionik tidak terpengaruh oleh penambahan elektrolit

• Sifat fisik-kimia senyawa ethoxylated sangat tergantung pada temperatur Contoh surfaktan nonionik

- Alkohol ethoxylates

- Mono alkanolamide ethoxylates - Fatty amine ethoxylates

- Fatty acid ethoxylates

- Ethylene oxyde / propylene oxide copolymers - Alkyl phenol ethoxylates

d. Surfaktan ampoterik (Zwiter ion)

Surfaktan zwiter ion mengandung dua muatan yang berbeda dan dapat membentuk surfaktan amfoter. Perubahan muatan terhadap pH pada surfaktan amfoterik mempengaruhi pembentukan busa, pembasahan, sifat deterjen dan lainnya.

Contoh dari zwiter ion adalah : - Lauryldimethyl betaine - Cocoamidopropyl betaine - Oleyl bis (hydroxyethyl) betaine - Carboxy glycinate

- Alkylampodiacetate

2.4 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol memiliki film yang sangat baik, membent da dan tidak beracun. Memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan fleksibilitas, serta


(32)

oksigen yang tinggi dan sifat aromanya penghalang. Namun sifat ini tergantung pada menyerap air, yang bertindak sebagai peliat, sehingga mengurangi kekuatan tarik, tetapi meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek. PVA memiliki titik leleh 230 °C dan 180 – 190 °C (356 - 374 oF) untuk nilai hidrolisis penuh dan hidrolisis sebagian, masing-masing terurai dengan cepat di atas 200 °C (http://en.wikipedia.org/wiki/Polyvinyl_alcohol)

Gambar 2.6. Struktur Polivinil Alkohol

Polivinil alkohol adalah plastik yang larut dalam air yang paling banyak digunakan secara komersial saat ini. Polivinil alkohol memiliki beberapa singkatan yang umum dipakai yaitu, PVOH, PVA, dan PVAL. Polivinil alkohol (PVOH) merupakan zat yang tidak berasa, tidak berbau, dapat terurai oleh alam dan biokompatibel. Selain dapat terlarut dalam air, Polivinil alkohol juga dapat larut dalam etanol. Namun, zat ini tidak dapat larut dalam pelarut organik.

PVOH dikembangkan pertama kali oleh Hermann dan Haehnel pada tahun 1924. Proses pembuatan PVOH dilakukan dengan menghidrolisis polivinil asetat (PVAc). Tingkat konsumsi PVOH di dunia telah mencapai beberapa ratus ribu ton per tahun dan diprediksi akan meningkat sekitar 2,5% per tahun antara tahun 2006 dan 2011. Terdapat sejumlah produsen PVOH di seluruh dunia yang mayoritas berbasis di negara-negara Asia. Cina memiliki pangsa pasar terbesar dengan porsi 45% pada tahun 2006 dan nilai ini diperkirakan akan terus berkembang. Selain Cina, Jepang dan Amerika merupakan dua negara yang berperan baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen (Ogur, 2005).

Salah satu pemanfaatan PVOH sebagai bahan sekali pakai adalah aplikasi PVOH pada kantong kotoran hewan yang akan terurai setelah dibuang. Selain itu,


(33)

PVOH juga dapat diaplikasikan pada bola golf, sehingga pegolf tidak perlu mencari bolanya setelah dipukul karena bola tersebut akan terurai di alam. Di dalam industri pangan, PVOH digunakan sebagai bahan pelapis karena sifatnya kedap terhadap uap air. PVOH mampu menjaga komponen aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan oksigen.

Secara komersial, PVOH adalah plastik yang paling penting dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya. PVOH memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik. Berikut ini adalah tabel 2.6 yang menjelaskan karakter fisik PVOH. Tabel 2.4 Karakter fisik Polivinil Alkohol

Karakter Nilai

Densitas 1.19-1.31 g/cm3

Titik Leleh 180-240 oC

Titik Didih 228 o

Suhu Penguraian 180 oC

Sumber: (Ogur, 2005)

2.5 Viskositas

Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan sebaliknya bahan – bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Pada hukum aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya – gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai : Geseran dalam ( viskositas ) fluida adalahkonstan sehubungan dengan gesekannya. Hubungan tersebut berlaku untuk fluidaNewtonian, dimana perbandingan antarategangan geser (s) dengan kecepatan geser (g) nya konstan. Parameter inilah yang disebut dengan viskositas. Aliran viskos dapat digambarkan dengan dua buah bidang sejajar yang dilapisi fluida tipis diantara kedua bidang tersebut. Suatu bidang permukaan bawah yang tetap dibatasi


(34)

oleh lapisan fluida setebal h, sejajar dengan suatu bidang permukaan atas yang bergerak seluas A. Jika bidang bagian atas itu ringan, yang berarti tidak memberikan beban pada lapisan fluida dibawahnya, maka tidah ada gaya tekan yang bekerja pada lapisan fluida. Suatu gaya F dikenakan pada bidang bagian atas yang menyebabkan bergeraknya bidang atas dengan kecepatan konstan v, maka fluida dibawahnya akan membentuk suatu lapisan – lapisan yang saling bergeseran.Setiap lapisan tersebut akan memberikan tegangan geser (s) sebesar F/A yang seragam, dengan kecepatan lapisan fluida yang paling atas sebesar v dan kecepatan lapisan fluida paling bawah sama dengan nol. Maka kecepatan geser (g) pada lapisan fluida di suatu tempat pada jarak y dari bidang tetap, dengan tidak adanya tekanan fluida.

Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer. Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain :

1. Viskosimeter kapiler / Ostwald

Viskositas dari cairan yang ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat 2 tanda tersebut (Moechtar,1990).

2. Viskosimeter Hoppler

Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel (Moechtar,1990).


(35)

Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi di sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi. Penurunan konsentras ini menyebabkab bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut aliran sumbat (Moechtar,1990).

4. Viskosimeter Cone dan Plate

Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang semitransparan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar (Moechtar,1990).

Tabel 2.5 Perbedaan antara viskositas cairan dengan viskositas gas. Jenis Perbedaan Viskositas Cairan Viskositas Gas

Gaya gesek Lebih besar untuk

mengalir

Lebih kecil dibanding viskositas cairan

Koefisien viskositas

Lebih besar Lebih kecil

Temperatur Temperatur

naik,viskositas turun

Temperatur naik,viskositas naik

Tekanan Tekanan naik,viskositas naik

Tidak tergantung tekanan

5. Viskosimeter Brookfield

Viskometer Brookfield Termosel, yang diuraikan dalam prosedur ini, digunakan untukmengukur viskositas aspal minyak pada berbagai temperatur.Torsi pada spindel yang berputar pada temperatur tertentu digunakan untuk mengukur ketahanan relatif terhadap perputaran dalam tabung benda uji. Nilai viskositas aspal dalam milipascal sekon (MPa.s) diperoleh dengan mengalikan hasil pembacaan torsi dengan suatu factor. Sistem pengukuran Viskositas temperatur tinggi dari


(36)

Brookfield Termosel menggunakan Brookfield Sinkroelektrik Termosel Standar, yang terdiri atas model- model LV, RV, HA atau HB yang penggunaannya tergantung pada rentang viskositas (SNI-03-6441-2000).

2.6 Karakterisasi dengan FT-IR

Intrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofometer infra merah. Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak, yaitu terdiri dari sumber sinar, monokromator berikut alat-alat optik seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detektor amplifier dan alat dengan skala pembacaan atau alat perekam spektra (recorder) akan tetapi disebabkan kebanyakan bahan dalam menstransmisikan radiasi infra merah berlainan dengan sifatnya dalam menstransmisikan radiasi ultra lembayung, sinar tampak, sifat dan kemampuan komponen alat tersebut diatas berbeda untuk kedua jenis alat spektrofotometer itu. Keuntungan pemakaian sistem berkas rangkap pada alat spektrofotometer adalah :

1. Memperkecil pengaruh penyerapan sinar infra meraholehCO2 dan uap airdari

udara

2. Mengurangi pengaruh hamburan (scattering) sinar infra merah oleh partikel-partikel debu yang ukurannya mendekati nilai rata-rata panjang gelombang infra merah.

3. Kalau blanko yang digunakan adalah pelarut dari cuplikan dengan sistem berkas rangkap itu pita-pita serapan pelarut tidak akan timbul pada spektra yang direkam.

4. Sistem berkas rangkap mengurangi pengaruh ketidak stabilan pancaran sumbersinardan detektor.

5. Perekaman otomatis dapat dilakukan (scanning) (Noerdin, 1985).

Sistem analisis spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisis


(37)

infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektra yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektra infra merah (IR) adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 yang sampai 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung suatu analisis material (Hummel, 1985)


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Bahan–bahan

Adapun bahan – bahan yang duguakan disusun dalam table 3.1 :

Tabel 3.1. Bahan – bahan penelitian

Bahan Spesifikasi Merek

Aspal Type Grade 60/70 Iran

Polivinil Alkohol (PVA) - E.Merck

3.2Alat-alat

Sedangkan alat – alat yang digunakan disusun dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2. Alat – alat penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merek

Gelas Beaker 500 mL Pyrex

Gelas Beaker 250 mL Pyrex

Gelas Beaker 100 mL Pyrex

Hot Plate 30 – 600 oC Corning PC 400 D

Mixer 0 – 1200 rpm Fisher Scientific

Neraca Analitis (presisi ± 0.0001 g) Mettler Toledo

Gelas Ukur 50 mL Pyrex

Statif Dan Klem -

-Thermometer 2600C Fisher Scientifik

Spatula - -

Pipet Tetes - -

Brookfielld Viskosimetr LVF Torsee/Type SC-2DE Spektroskopi FT-IR IR-Prestige-21 Shimadsu


(39)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Bahan–bahan

Adapun bahan – bahan yang duguakan disusun dalam table 3.1 :

Tabel 3.1. Bahan – bahan penelitian

Bahan Spesifikasi Merek

Aspal Type Grade 60/70 Iran

Polivinil Alkohol (PVA) - E.Merck

3.2Alat-alat

Sedangkan alat – alat yang digunakan disusun dalam tabel 3.2. Tabel 3.2. Alat – alat penelitian

Nama Alat Spesifikasi Merek

Gelas Beaker 500 mL Pyrex

Gelas Beaker 250 mL Pyrex

Gelas Beaker 100 mL Pyrex

Hot Plate 30 – 600 oC Corning PC 400 D

Mixer 0 – 1200 rpm Fisher Scientific

Neraca Analitis (presisi ± 0.0001 g) Mettler Toledo

Gelas Ukur 50 mL Pyrex

Statif Dan Klem -

-Thermometer 2600C Fisher Scientifik

Spatula - -

Pipet Tetes - -

Brookfielld Viskosimetr LVF Torsee/Type SC-2DE


(40)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi Aspal, Air dan Surfaktan Adapun Bahan-bahan yang dipreparasi adalah :

1. DitimbangAspal 350 g kemudian dipanaskan sampai 120oC

2. Distirer dengan kcepatan 500 rpm selama 5 menit.

3. Disring dengan saringan kawat.

4. Ditimbang Air dengan variasi 10g.

3. Ditimbang surfaktan Polivinil Alkohol dengan variasi 10 ,15,20,25,30g.

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Emulsi

Adapun Proses Pembuatan Aspal emulsi sebagai berikut :

1. Ditimbang 55 g Aspal kedalam beaker glass dan dipanaskan sampai suhu

120oC.

2. Ditimbang35 g air dan 10 g Polivinil Alkohol dan diaduk dengan agitator

dengan kecepatan 500 rpm sampai homogen

3. Ditambahkan secara perlahan-lahan antara variasi aspal dengan variasi air

ditambah dengan surfaktan Polivinil Alkohol dan diaduk dengan agitator dengan kecepatan 500 rpm sampai homogen

4. Dilakukan proses yang sama pada Polivinil Alkohol dengan variasi

perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10.

3.3.3 Karakterisasi Aspal Emulsi

Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat fisik dan kimia dari pembuatan aspal emulsi yaitu dengan Pengujian Viskositas danUji % Padatan, Uji FTIR .

3.3.3.1 Karakterisasi dengan Uji Viskositas

1. Dimasukkan aspal emulsi dengan variasi perbandingan 55 g Aspal dan 35 g surfaktan Polivinil Alkohol dan 10 g Air kedalam beaker glass 100 ml.


(41)

3. Dipasang spindel ke viskosimeter dan turunkan viskosimeter sehingga masuk ke dalam beaker glass yang berisi aspal emulsi yang telah dipanaskan pada suhu

80oC sampai dengan 120oC.

4. Dijalankan viskosimeter dengan kecepatan 30 rpm dan menggunkan spindel LV 4 dan dicatat hasil pembacaannya.

5. Dilakukan proses yang sama pada Polivinil Alkohol dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10 dan dihitung nilai viskositas dengan menggunakan persamaan:

Viskositas (η) = Hasil Pembacaan Torsi x Factor 3.3.3.2 Karakterisasi Uji % Padatan

1. Ditimbang 55 g Aspal dan 35 g surfaktan Polivinil Alkohol dan 10 g Air

kedalam beaker glass yang telah diketahui berat kosongnya.

2. Dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan pada suhu 105oC sampai kadar

airnya hilang lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali.

3. Dilakukan proses yang sama pada Polivinil Alkohol dengan variasi

perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10.

4. Dihitung kadar air dan % Padatan dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air = x100%

a b

c b

− −

dimana : a = berat beaker kosong

b = berat sampel + beaker sebelum dikeringkan c = berat beaker + sampel setelah dikeringkan Total (%) Padatan = 100% - Kadar air

3.3.3.3 Karakterisasi dengan FTIR

Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel yang dianalisis terlebih dahulu dipotong dalam ukuran kecil kemudian dipanaskan hingga meleleh.


(42)

3. Kemudian di uji dengan FT-IR.

Hasil yang diperoleh berupa kurva yang menampilkan puncak (peak) yang


(43)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi

Dipanaskan sampai suhu 120oC

10 g Polivinil Alkohol

Ditambahkan secara perlahan-lahan antara variasi aspal dengan variasi air ditambah surfaktan Polivinil Alkohol

Hasil

Uji Viskositas

Uji % Padatan

Uji FT-IR 55 g Aspal

Ditambahkan 35 g air

Distirer dengan kecepatan 500 rpm sampai homogen

Distirer dengan kecepatan 500 rpm sampai h

Dilakukan proses yang sama pada Polivinil Alkohol dengan variasi (b/b) dalam

100 gram : 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisis Pengujian Viskositas

Proses pengujian viskositas mengacu pada ASTM D 4402-95 atau SNI 03-6441-2000 mengenai standart prosedur pengujian aspal.Pengujian ini mengunakan Viskosimeter Brookfield yang bertujuan untuk mengukur viskositas aspal pada berbagai temperatur. Torsi pada spindel yang berputar pada temperatur tertentu digunakan untuk mengukur ketahanan relatif terhadap perputaran dalam tabung benda uji. Satuan viskositas dalam Standar Internasional (SI) adalah Pascal detik (Pa.s). Satuan viskositas dalam sistem centimeter gram detik (cgs) adalah poise

(dyne.s/cm2) dan nilai ini setara dengan 0,1 Pascal detik (Pa.s). Biasanya satuan

viskositas dinyatakan dalam centipoise (cP), dimana 1 cP sama dengan 1 milipascal detik (mPa.s). Nilai Viskositas aspal dalam (MPa.s) diperoleh dengan mengalikan Hasil Pembacaan Torsi dengan suatu factor.

Berikut ini hasil nilai perhitungan viskositas aspal murni 100 gr dan aspal emulsi dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 55:35:10; 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10 menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol (PVA)

Tabel 4.1 Viskositas Aspal Murni

Variasi Perbandingan

Aspal

Suhu (oC)

No spindle Kecepata (rpm) Faktor Viskositas Nilai Pembacaan Viskositas (cP)

100 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 45.5 22.5 12 7 5 9100 4500 2400 1400 1000


(45)

Tabel 4.2 Viskositas Aspal : Air: Polivinil Alkohol

Variasi Perbandingan

Aspal emulsi

Suhu (oC)

No spindle Kecepatan (rpm) Faktor Viskositas Nilai Pembacaan Viskositas (cP)

55 : 35 : 10 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 41.5 20 13 9 7 8300 4000 2600 1800 1400

60 : 30 : 10 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 60 28 20 14 9 12000 5600 4000 2800 1800

65 : 25 : 10 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 74 39 22 15 10 14800 7800 4400 3000 2000

70 : 20 : 10 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 89 52 30 20 11.5 17800 10400 6000 4000 2300

75 : 10 : 10 80

90 100 110 120 4 4 4 4 4 30 30 30 30 30 200 200 200 200 200 100 85 56 30 12 20000 17000 11200 6000 2400


(46)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi Perbandingan Aspal emulsi 55:35:10 dan Aspal murni 100 g.

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi

Perbandingan Aspal emulsi 60:30:10 dan Aspal Murni 100 gr.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

80 90 100 110 120

V is k os it a s ( cP)

Suhu (0C)

Aspal emulsi Aspal Murni 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

80 90 100 110 120

V is k os it a s ( cP)

Suhu (0C)

aspal Emulsi Aspal Murni


(47)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi Perbandingan Aspal emulsi 65:25:10 dan Aspal murni 100 g.

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi

Perbandingan Aspal emulsi 70:20:10 dan Aspal murni 100 g.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

80 90 100 110 120

V is k os it a s ( cP)

Suhu (0C)

Aspal Emulsi Aspal Murni 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000

80 90 100 110 120

V is k os it a s ( cP)

Suhu (0C)

Aspal Emulsi Aspal Murni


(48)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi Perbandingan Aspal emulsi 75:15:10 dan Aspal murni 100 g.

Untuk pengukuran viskositas dengan metode Brookfield ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi emulsi, kecepatan putar spindel, lama waktu pengukuran, maupun suhu. Penambahan surfaktan pun dapat mempengaruhi viskositas suatu emulsi, jadi semakin banyak surfaktan yang ditambahkan semakin besar pula nilai

viskositasnya.

Pada Tabel 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 diatas terlihat jelas bahwa nilai viskositas dari variasi perbandingan Aspal emulsi 75:15:10 dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol mempunyai nilai viskositas yang lebih besar dibandingkan dengan variasi yang lainnnya maupun viskositas Aspal murni 100 gr,nilai viskositas yang menggunakan Polivinil Alkohol tertinggi sebesar 20000 cP dan terendah 4000 cP sementara untuk aspal murni tertinggi 9100 cP dan terendah 1000 . Hal ini disebabkan Polivinil alkohol adalah pengemulsi dan perekat yangmempunyai kemampuan menyerap air pada kelembaban yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan elongasi dan kekuatan sobek setelah dicampurkan dengan aspal tetapi Polivinil alkohol ini menghasilkan emulsi yg kurang stabil . Pada gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 memperlihatkan Grafik Hubungan Antara Viskositas dengan Suhu pada Variasi Perbandingan Aspal emulsi 55:35:10, 60:30:10,

0 5000 10000 15000 20000 25000

80 90 100 110 120

V

is

k

os

it

a

s (

cP)

Suhu (0C)

Aspal Emulsi Aspal Murni


(49)

65:25:10, 70:20:10, 75:15:10 dan Aspal Murni 100 gr terlihat jelas bahwa viskositas berbanding terbalik dengan suhu.

Pada uji viskositas ini terlihat jelas bahwa pengujian pada suhu rendah hasil viskositasnya cenderung lebih tinggi dibandingkan pada suhu tinggi ini disebabkan

pemanasan pada suhu diatas 100oC menyebabkan emulsi rusak dan kadar air akan

menguap sehingga viskositas aspal emulsi lebih rendah. Hal ini dikarenakan aspal adalah material yang termoplastik, berati akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis aspal berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspalnya, walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Pengetahuan tentang kepekaan aspal terhadap temperatur adalah suatu hal yangpenting dalam pembuatan campuran dan perkerasan beraspal. Pengetahuan iniberguna untuk mengetahui pada temperatur berapa aspal dan agregat dapat dicampurdan dipadatkan.

Menurut SNI 03-6441-2000 untuk persyaratan nilai viskositas aspal menggunakan viskositas Brokfild adalah 1000 cP – 20000 cP. Ini bebarti semua variasi campuran aspal emulsi yang sudah diujikan memnuhi standar untuk uji viskositas Brokfield menurut Standar nasional Indonesia.

4.2 Hasil dan Analisis Pengujian % Padatan

Penentuan % Padatan ini mengacu pada AOAC (1995) didasarkan pada perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan. Sampel aspal emulsi ditimbang kedalam beaker glass yang terlebih dahulu diketahui berat kosongnya

kemudian di panaskan pada 105oC sampai airnya benar-benar hilang lalu

didingankan dalam desikatordan ditimbang, dan % padatan merupakan kelanjutan dari penentuan kadar air. Berikut ini contoh perhitungan kadar air dan % padatan dari aspal emulsi dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 gram : 55:35:10; 60:30:10; 65:25:10; 70:20:10; 75:15:10 dengan menggunkan emulsifier Polivinil Alkohol .


(50)

% Kadar air = x100% a b c b − −

% Kadar air = 100% 926 . 127 96 . 227 93 . 192 96 . 227 x − −

% Kadar air = 35.03 %

Jumlah % Padatan = 100% – Kadar Air = 100 – 35.03 = 64.97%

Tabel 4.3 Penentuan % Padatan Variasi perbandingan Aspal : Air : Surfaktan Variasi

Perbandingan

a b c Kadar

Air

Padatan

(gr) (gr) (gr) (gr) (%) (%)

Aspal : Air : PVA 55:35:10 60:30:10 65:25:10 70:20:10 75:15:10 127.96 108.02 105.92 122.61 107.26 227.96 208.02 205.92 222.61 207.26 192.93 177.92 180.51 202.1 192.14 35.03 30.10 25.41 20.51 15.12 64.97 69.90 74.59 79.49 84.88

Gambar 4.6 Grafik % padatan Variasi perbandingan Aspal : Air : Surfaktan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

55:35:10 60:30:10 65:25:10 70:20:10 75:15:10

% P ad at an Variasi Perbandingan 55:35:10 60:30:10 65:25:10 70:20:10 75:15:10


(51)

Penentuan % padatan ini merupakan kelanjutan dari penentuan kadar air dimana kadar air diuji dengan cara memanaskan sampel aspal emulsi untuk menghilangkan kadar airnya sehingga dapat dihitung berapa % kadar air yang hilang setelah itu jumlah % padatan dapat dihitung dengan cara mengurangkannya dengan % kadar air yang diperoleh.

Pada table 4.3 memperlihatkan jumlah % padatan dari variasi perbandingan diperoleh nilai % padatan tertinggi pada variasi 75:15:10yaitu 84.88% karena memiliki kadar air terendah, sedangkan % padatan terendah yaitu pada variasi 55:35:10 karena memiliki kadar air tertinggi, dimana dalam hal ini % padatan dengan kadar air berbanding terbalik . Dari variasi perbandingan yang berbeda diperoleh hasil % padatan tidak melebihi 5% pada setiap Variasi perbandingan ini terlihat jelas dalam grafik 4.6 . Hal ini disebabkan bahwa Molekul-molekul aspal memiliki ikatan dan berikatan secara kimia satu dengan yang lainnya. Ikatan ini sangat lemah dan sangat dipengaruhi oleh panas. Ikatan ini akan putus pada saat aspal dipanaskan sehingga aspal akan mencair. Ikatan ini akan segera terbentuk kembali dengan struktur yang berbeda apabila aspal tersebut telah dingin. Putus dan terbentuknya kembali ikatan kimia inilah yang memberikan sifat viskoelastis pada aspal.Karena struktur molekulnya yang kompleks dan susunan kimianya yangselalu berubah menyebabkan sulitnya memprediksi kinerja dan sifat-sifat fisik aspalberdasarkan analisa kimianya seperti dalam penentuan jumlah padatan aspal dan uji lainnya.

4.3 Hasil dan Analisis Dengan Spektroskopi FT- IR

Pengujian dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi yang terdapat pada campuran aspal sebelum dansetelah penambahan emulsifier dan air. Pengujian ini dilakukan terhadap campuran aspal emulsi dan dengan variasi perbandingan (75:15:10) menggunakan emulsifier Polivinil Alkohol dan campuran aspal tanpa penambahan emulsi dan air.


(52)

Pada gambar spektrum menunjukkan adanya serapan melebar dan intensitas

lemah pada bilangan gelombang 3300.20 cm-1 menandakan adanya gugus hidroksil


(53)

-1

adanya ikatan C-O. Dan serapan melebar dan intensitas lemah juga ditunjukkan

pada bilangan gelombang 1598.99 cm-1 menandakan adanya ikatan C=C alkena.

Selanjutnya serapan melebar dan intensitas kuat terlihat pada bilangan gelombang

2962.66 cm-1 menandakan adanya vibrasi regangan simetris C-H alifatis, yang

didukung pemunculan C-H yang terlihat dari serapan melebar dengan intensitas

rendah pada bilangan gelombang 1463,97 cm-1. Dan serapan melebar dan intensitas

lemah juga ditunjukkan pada bilangan gelombang 2866.22 cm-1didukung adanya

peak intensitas lemah pada bilangan gelombang 731.02 cm-1 menandakan adanya

ikatan CH2Alifatis.


(54)

Pada Spektrum pencampuran Aspal : Air : PVA (75:35:15) tersebut

menunjukkan adanya bilangan gelombang 2968.45 cm-1 menandakan adanya

vibrasi regangan simetris C-H alifatis dan yang didukung pemunculan C-H yang terlihat dari serapan melebar dengan intensitas rendah pada bilangan gelombang

1473.62 cm-1. Dan serapan melebar dan intensitas lemah juga ditunjukkan pada

bilangan gelombang 2868.15 cm-1didukung adanya peak intensitas lemah pada

bilangan gelombang 731.02 cm-1 menandakan adanya ikatan CH2 alifatis.Serapan

pada gelombang 964.41 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-C yang tersubsitusi

pada ikatan alifatis vinil alkohol. Dan serapan pada bilangan gelombang 1700.18 menunjukkan adanya ikatan C=O dari gugus Asetat yang tidak terkonjugasi dengan ikatan Alifatis PVA. Selanjutnya serapan melebar dan intensitas rendah pada

bilangan gelombang 3200-3400 cm-1 yang menunjukkan adanyagugus O-H dan

diperkuat dengan adanya ikatan C-O terlihat dari serapan melebar dan intensitas

lemah pada bilangan gelombang 1091.71 cm-1. Dan serapan melebardan intensitas


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulanbahwa :

1. Aspal emulsi dapat dibuat dengan mencampurkan variasi perbandingan aspal

yang terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 120oCdengan variasi air yang

dipanaskan pada suhu 55oC dan variasi surfaktan Polivinil Alkohol ditambahkan

secara perlahan-lahan dan diaduk denganagitator selama 5menit dengan komposisi maksimumperbandingan aspal, air dan surfaktan (75:15:10)

2. Penggunaan surfaktan Polivinil Alkohol sebagai aditif dalam campuran aspal emulsi dapat meningkatkan viskositas, dan % padatan, dimana viskositas dari variasi perbandingan Aspal emulsi 75:15:10 dengan menggunakan surfaktan Polivinil Alkohol tertinggi 20000 cP dan terendah 4000 cPsementara untuk aspal murni tertinggi 9100 cP dan terendah 1000 cP.Pada penentuan % padatan jumlah padatan yang diperoleh meningkat dengan penambahan surfaktan yaitumenggunakanPolivinil Alkohol (PVA) 84.88%.Dan hasil morfologi memperlihatkan adanya perubahan struktur setelah penambahan surfaktan. Dan spektrum FTIR menunjukan adanya ikatan antara aspal dengan surfaktan dan adanya gugusyang bertambah setelah aspal dicampurkan dengan surfaktan.

5.2 Saran

1. Untukpenelitian selanjutnya sebaiknya hasil penelitian ini di coba denganmencampurkan dengan agregat pasir maupun batu kerikil untuk mengetahui daya lekat aspal emulsi dengan agregat, dan di uji dengan parameter lainnya seperti uji kuat tekan, daya serap air, uji DTA, uji Mekanis dan perlu

dilakukan Penentuan nilai CMC (Critcal Missle Consentration) terhadap aspal

emulsi yang dihasilkan.

2. Masi perlu dilakukan penelitian dengan memanfaatkan surfaktan alam dalam pembuatan aspal emulsi .


(56)

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO,1998,Standard Specification for Transportation Materials and Methods

of Sampling and Testing.Washington, D.C.

Al-Sabagh, A.M.,2001,The relevance HLB of surfactants on the stability

ofAsphaltEmulsion. Department of Petroleum Applications, Egyptian

Petroleum Research Institute, Nasr City, Cairo 11727, Egypt

Asiyanto, 2008,Metode Konstruksi Proyek Jalan. Jakarta : Universitas Indonesia

Press.

Atkins, H.N.,1997,Highway Materials, Soils, and Concretes. Prentice Hall, New

Jersey.

Badan Penelitian dan Pengembangan Jalan,2007,Kajian Penanganan Deformasi

Plastis dan Retak Akibat Beban Lalu Lintas. Jakarta : Departemen

Pekerjaan Umum.

Brown, E.R., Rowlet, R.D., Boucher, J.L, 1990,Highway Research: Shearing The

Benefits. Proceeding of The United States Strategic Highway Research

Program Conference. London.

Daswiyanto, 1999,Pembuatan Aspal Emulsi, tesis magister materials science.

Universitas Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum, 1991,Spesifikasi Khusus (Suplemen Buku 3), untuk

Campuran Aspal Emulsi, Ditjend Bina Marga Jakarta.

Genaro, R.A., 1990,Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th edition, Mack

Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, :267.

Ginting, C.H., 2012, Sintesis etanolamida dan dietanolamida campuran dari metil

ester asasssm lemak bebas minyak kelapa dengan senyawa etanolamina

dan dietanolamina menggunakan katalis Natrium Metoksida. USU-Medan.

Herawan,1999,Penggunaan Asam Lemak Sawit Destilat Sebagai bahan baku Superpalmida. Jurnal Penilitian Kelapa Sawit 7.

Hummel, D.O., 1985,Infrared Spectra Polymer in The Medium and The Long

Wavelenght Region. Jhon Willey and Sons. London.

Holmberg, K., Jönsson, B., Kronberg, B., Lindman, B., 2003,Surfactants and


(57)

http://145-bitumi.html, Diakses tanggal 05 Januari 2012.

http://belajarkimia.com/2009/10/energi-aktifasi-dan-persamaanarrhenius/, Diakses

5 januari 2012.

http://Ertech.com/2000/asphalt Emulsion, Diakses 5 januari 2012.

Diakses 5 januari 2012.

januari 2012.

http://reflitepe08.blogspot.com/2011/03/pemisahan-mekanis-dan-ekstraksi.html.

Diakses 6 januari 2012.

Jatmika, A., 1998,Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan

Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa

Sawit, 6 (1), :31 - 37.

Moechtar, 1990,Farmasi Fisika Bagian Srtuktur Atom dan Molekul Zat Padat dan

Mikromeretika. Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Martens, E.W., Borgfeldt, M.J, 1985,Cationic Asphalt Emulsion, California

Research Corporation, California.

Muharabanta, M., 2007, Laboratory Evalution of a catonic Asphalt Emulsion

For use as’ a road base binder. Tesis Magister Sistem dan Teknik Jalan

Raya, Institut Teknologi Bandung.

Mutohar, Y., 2002,Evaluasi Pengaruh Bahan Filler Fly Ash Terhadap

Karkateristik Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR).Tesis

Magister, UniversitasDiponegoro, Semarang.

Noerdin,D., 1985,Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara

SpektroskopiUltra lembayung dan Infra Merah. Angkasa. Bandung.

Nuryanto, A., 2008,Aspal Buton dan Propelan Padat. Jakarta.

Oglesby, C.H., 1996,Teknik Jalan Raya. Edisi Keempat. Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Pei-Hung, Y., 2000,A Study of Potential Use of Asphalt Containing Synthetic


(58)

Quintero, J. C., Moreira, M. T., Feijoo, G., 2005,Effect of surfactant on the soil desorption of hexacyclohexane (HCH) isomers and their anaerobic

biodegradation. J Chem Technol Biotechnol80:1005-1015.

Schramm, L.L., 2000,Surfactants: Fundamentals and Applications in

The Petroleum Industry. Cambridge: Cambridge University Press.

Sibuea, P., 2003,Emulsifier : Senyawa Ajaib dalam Industri Makanan. Kompas

14 Mei 2003.

Sukirman, S., 2003,Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit.

Supriyo, E., 2007,Pengaruh Konsentrasi Surfaktant Pada Formulasi

Propuxure 20 EC dan Efektivitasnya dalam Membasmi Nyamuk Aedes

Aegypti. Tesis Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.

Semarang.

Stevens, M.P., 2001,Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita.

Jakarta

Wignall, A., 2003,Proyek Jalan Teori Dan Praktek. Edisi Keempat. Jakarta :


(59)

(60)

Lampiran 1. Foto Pengujian Viskositas Aspal emulsi menggunakan Surfaktan Polivinil Alkohol

Lampiran 2. Pengujian Jumlah % Padatan


(61)

Dipanaskan dalam Oven Didinginkan dalam Desikator Lampiran 3. Tabel Viskositas Faktor

Putaran (rpm)

Viskometer/ No.Spindel

LV LV LV LV

1 2 3 4

.3 200 1M 4M 20M

.6 100 500 2M 10M

1.5 40 200 800 4M

3 20 100 400 2M

6 10 50 200 1M

12 5 25 100 500

30 2 10 40 200

60 1 5 20 100

Catatan : Untuk Mendapatkan Viskositas dalam bentuk centipoise (cP), kalikan pembacaan dengan viskositas factor sesuai pembacaan diatas.


(62)

(63)

(1)

Quintero, J. C., Moreira, M. T., Feijoo, G., 2005,Effect of surfactant on the soil desorption of hexacyclohexane (HCH) isomers and their anaerobic biodegradation. J Chem Technol Biotechnol80:1005-1015.

Schramm, L.L., 2000,Surfactants: Fundamentals and Applications in The Petroleum Industry. Cambridge: Cambridge University Press. Sibuea, P., 2003,Emulsifier : Senyawa Ajaib dalam Industri Makanan. Kompas

14 Mei 2003.

Sukirman, S., 2003,Beton Aspal Campuran Panas. Jakarta : Granit. Supriyo, E., 2007,Pengaruh Konsentrasi Surfaktant Pada Formulasi

Propuxure 20 EC dan Efektivitasnya dalam Membasmi Nyamuk Aedes Aegypti. Tesis Magister Teknik Kimia. Universitas Diponegoro. Semarang.

Stevens, M.P., 2001,Kimia Polimer. Cetakan Pertama. Pradnya Paramita. Jakarta

Wignall, A., 2003,Proyek Jalan Teori Dan Praktek. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.


(2)

(3)

Lampiran 1. Foto Pengujian Viskositas Aspal emulsi menggunakan Surfaktan Polivinil Alkohol

Lampiran 2. Pengujian Jumlah % Padatan


(4)

Dipanaskan dalam Oven Didinginkan dalam Desikator Lampiran 3. Tabel Viskositas Faktor

Putaran (rpm)

Viskometer/ No.Spindel

LV LV LV LV

1 2 3 4

.3 200 1M 4M 20M

.6 100 500 2M 10M

1.5 40 200 800 4M

3 20 100 400 2M

6 10 50 200 1M

12 5 25 100 500

30 2 10 40 200

60 1 5 20 100

Catatan : Untuk Mendapatkan Viskositas dalam bentuk centipoise (cP), kalikan

pembacaan dengan viskositas factor sesuai pembacaan diatas. M = 10


(5)

(6)