Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS

BaNi

x

Al

6-x

Fe

6

O

19

UNTUK BAHAN ABSORBER

GELOMBANGELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

PRAHMADYANA

110801070

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIKBERBASIS

BaNi

x

Al

6-x

Fe

6

O

19

UNTUK BAHAN ABSORBER

GELOMBANGELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains

PRAHMADYANA

110801070

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber

Gelombang Elektromagnetik

Kategori : Skripsi

Nama : Prahmadyana

Nomor Induk Mahasiswa : 110801070

Program Studi : Sarjana (S1) Fisika

Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juni 2015 Disetujui Oleh

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

(Dr. Wisnu Ari Adi) (Prof.Dr.Zuriah Sitorus, MS) NIP. 197112131998031003 NIP. 195607261984032001 Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua,

(Dr.Marhaposan Situmorang) NIP. 195510301980031003


(4)

PERNYATAAN

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIK BERBASIS BaNixAl6-xFe6O19 UNTUK BAHAN ABSORBER

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, yang di dalammya terdapat beberapa kutipan dan ringkasan sebagai referensi yang masing - masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2015

Prahmadyana NIM. 110801070


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Pengembangan Bahan Magnetik Berbasis BaNixAl6-xFe6O19 Untuk Bahan Absorber Gelombang Elektromagnetik.

Laporan tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana fisika. Penelitian skripsi ini dilakukan di Pusat Sains Dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) BATAN, Serpong, Tangerang Selatan, LIPI Bandung ( Karakterisasi VNA), dan P2F LIPI Serpong, Tangerang Selatan.

Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Prof.Dr. Zuriah Sitorus, MS dan Bapak Dr. Wisnu Ari Adi M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya dan telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing saya untuk menyempurnakan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc sebagai dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) USU. Bapak Dr.Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika FMIPA USU, Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU beserta seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

3. Orang tua saya tercinta Bapak Darmansah S.Pd MA dan Ibu Sawani Harahap yang telah bersusah payah, dan senantiasa memberikan dukungan dan perhatian kepada saya. Adik saya beserta keluarga besar yang memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Seluruh teman- teman saya Furqon, Ryan, Lutfi, Lisa, Kak Pipin, Agrin, Dikadi Pusat Sains Dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) BATAN yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(6)

5. Sahabat-sahabat satu Angkatan “PHYSIC PROLIXS (Putri, Henni, Sri Handika, William, Russell, Wahyu, Trisno, Lilis, Widya, Tabita, David, Ancela, Juliana, Bg Hendra Gabe, Fahmi, Jefri, Jerry, Ilham, Intan, Tri Mala, Fitri, Rusti, Togar, Bg Jansius, Nensi, dkk) dan IMF USU”, dan adik-adik junior2012(Lyana, Eko, Hani, dkk), 2013, 2014 (Tri Gunaria, Windy, Yola, Gestin, Ivana, Devi, Wiwid, dkk) yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh teman- teman saya di PURITHAKARINA (Kak Carol, Mei, Uum, Bg Ricky, Bg Yogi, Bg Eka, Ria, Bg Lamhot) yang selalu memberikan semangat kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIK BERBASIS BaNiXAl6-XFe6O19 UNTUK

BAHAN ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ABSTRAK

Bahan absorber gelombang elektromagnetik berbasis Barium Heksaferit BaNixAl6-xFe6O19 (x=0; 0,5; 1; 2; 3) dari bahan baku lokal pasir besi daerah

Sukabumi telah berhasil dibuat. Disintesis dengan metode kopresipitasi dan pencampurannya menggunakan solid state reaction. Bahan-bahan dimilling selama 5 jam, dan disintering dengan suhu 1000˚C selama 5 jam. Selanjutnya sampel dikarakterisasi dengan alat XRD, VSM, VNA dan SEM/EDS . Identifikasi fasa dilihat melalui XRD. Struktur morfologi yang homogen dan komposisi paling optimum dilihat melalui SEM/EDS.Dari pengujian VSM dapat dilihat peningkatan substitusi Ni dan Al membuat sifat magnet yang awalnya adalah hard

magnetic berhasil dibuat menjadi soft magnetic. Namun variasi optimum

diperoleh pada x=1 yang ditandai dengan nilai medan koersivitas (Hc) yang kecil yaitu 473 oe, dan memiliki nilai magnetic remanent (Mr) besar yaitu 4,4 emu/gr. Dari pengujian VNA (Vector Network Analyzer) didapatkan kemampuan absorpsi gelombang elektromagnetiknya sebesar -36 dB dengan frekuensi 11,24 GHz. Artinya bahan dapat menyerap hingga 95% dengan ketebalan bidang absorps sebesar 2 mm.

Kata kunci : Barium Hexaferrite, Substitusi Ni-Al, Struktur, sifat magnetik, absorpsi gelombang elektromagnetik.


(8)

DEVELOPMENT BASED MAGNETIC MATERIALS BaNixAl6-xFe6O19 FOR THE ELECTROMAGNETIC WAVE

ABSORPTION MATERIAL

ABSTRACT

Material absorber based of Barium Hexaferrite BaNixAl6-xFe6O19 (x=0; 0,5; 1; 2;

3) made by iron from Sukabumi was finished. Using copresipitation method for synthesis, mixed by solid state reaction. The process is milling for 5 hours, and sintering for 5 hours. XRD, SEM/EDS, VSM, VNA use for characterization. Phase identification visible by XRD. The structure of morphology has been homogeneous and the best material indicated by SEM/EDS. VSM characterization show step-up the substitution of Ni and Al made the material of based hard magnetic hence soft magnetic. The best material lead to x=1 because coersivity field (Hc) small 473 oe and the magnetic remanent (Mr) big there are 4,4 emu/gr.

VNA characterization show the ability of materials to absorp electromagnetic waves -36 dB with the frequency 11,24 GHz. Means, that the material can absorp up to 95% with the thickness of the field absorp 2 mm.

Keyword: Barium Hexaferrite, Substitution Ni-Al, structure, magnetic properties, electromagnetic wave absorption


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xv

Daftar Singkatan xvi

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Batasan Masalah 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Sintesis Fe2O3 Dari Pasir Besi 6

2.2 Absorpsi Gelombang Elektromagnetik 7

2.3 Barium Heksaferit 9

2.4 Alumina (Al2O3) 11

2.5 Nikel Oksida (NiO) 12

2.6 Sifat-Sifat Magnet 13

2.7 Jenis Kemagnetan 16

2.7.1 Diamagnetik 16


(10)

2.7.3 Ferromagnetik 18

2.7.4 Antiferromagnetik 19

2.7.5 Ferrimagnetik 20

2.8 Kurva Histerisis 20

2.9 Bahan Soft Magnetic 21

2.10 Bahan Hard Magnetic 22

Bab 3 Metode Penelitian

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 24

3.1.1 Tempat Penelitian 24

3.1.2 Waktu Penelitian 24

3.2 Alat Dan Bahan 24

3.2.1 Alat Penelitian 24

3.2.2 Bahan Penelitian 25

3.3 Proses Pengendapan Fe3O4 26

3.4 Anneling 27

3.5 Mixing 27

3.6 High Energy Milling (HEM) 28

3.7 Proses Sintering 31

3.8 Karakterisasi 32

3.8.1 XRD (X-Ray Diffraction) 32

3.8.1.1 Sampel Dan Preparasi 32

3.8.1.2 Cara Penggunaan Dan Prinsip Kerja 32

3.8.2 SEM-EDS 34

3.8.2.1 Sampel Dan Preparasi 34

3.8.2.2 Cara Penggunaan Dan Prinsip Kerja 34 3.8.3 VSM (Vibrating Sampel Magnetometer) 37

3.8.3.1 Sampel Dan Preparasi 37

3.8.3.2 Cara Penggunaan Dan Prinsip Kerja 37 3.8.4 VNA (Vector Network Analyzer) 39 3.9 Diagr Diagram Alir Penelitian 41


(11)

Bab 4. Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil karakterisasi Fasa Sampel BaNixAl6-xFe6O19 (x=0;

0,5; 1; 2; 3) Dengan Menggunakan Difraksi Sinar-X

42 4.1.1 Sampel BaAl6Fe6O19 (x=0) 42

4.1.2 Sampel BaNi0,5Al5,5Fe6O19 (x=0,5) 44

4.1.3 Sampel BaNiAl5Fe6O19 (x=1) 46

4.1.4 Sampel BaNi2Al4Fe6O19 (x=2) 49

4.1.5 Sampel BaNi3Al3Fe6O19 (x=3) 51

4.2 Hasil analisa Magnetik Dengan Menggunakan Vibrating

Sample Magnetometer (VSM)

53 4.2.1 Sampel BaAl6Fe6O19 (x=0) 54

4.2.2 Sampel BaNi0,5Al5,5Fe6O19 (x=0,5) 55

4.2.3 Sampel BaNiAl5Fe6O19 (x=1) 56

4.2.4 Sampel BaNi2Al4Fe6O19 (x=2) 56

4.2.5 Sampel BaNi3Al3Fe6O19 (x=3) 57

4.3 Hasil analisa Absorpsi Gelombang Elektromagnetik Dengan Menggunakan Vector Network Analyzer (VNA)

57 4.3.1 Sampel BaAl6Fe6O19 (x=0) 58

4.3.2 Sampel BaNi0,5Al5,5Fe6O19 (x=0,5) 59

4.3.3 Sampel BaNiAl5Fe6O19 (x=1) 59

4.3.4 Sampel BaNi2Al4Fe6O19 (x=2) 60

4.3.5 Sampel BaNi3Al3Fe6O19 (x=3) 60

4.4 Diskusi 61

4.4.1 Gabungan Hasil Karakterisasi XRD Pada Sampel BaNixAl6-xFe6O19

61 4.4.2 Gabungan Hasil Karakterisasi VSM

Pada Sampel BaNixAl6-xFe6O19

62 4.4.3 Gabungan Hasil Karakterisasi VNA

Pada Sampel BaNixAl6-xFe6O19

64 4.4.4 Hasil Komposisi Optimal BaNixAl6-xFe6O19 66


(12)

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 70

5.2 Saran 71

Daftar Pustaka 72


(13)

DAFTARTABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Tabel 3.1 Stokiometri komposisi BaNixAl6-x Fe6O19 28

Tabel 4.1 Puncak Puncak Difraksi Sinar-X BaAl6Fe6O19 43

Tabel 4.2 Puncak Puncak Difraksi Sinar-X BaNi0,5Al5,5Fe6O19 46

Tabel 4.3 Puncak Puncak Difraksi Sinar-X BaNiAl5Fe6O19 48

Tabel 4.4 Puncak Puncak Difraksi Sinar-X BaNi2Al4Fe6O19 50

Tabel 4.5 Puncak Puncak Difraksi Sinar-X BaNi3Al6Fe6O19 52

Tabel 4.6 Parameter Intrinsik Sifat Magnetik BaAl6Fe6O19 54

Tabel 4.7 Parameter Intrinsik Sifat Magnetik BaNi0,5Al5,5Fe6O19 55

Tabel 4.8 Parameter Intrinsik Sifat Magnetik BaNiAl5Fe6O19 56

Tabel 4.9 Parameter Intrinsik Sifat Magnetik BaNi2Al4Fe6O19 56

Tabel 4.10 Parameter Intrinsik Sifat Magnetik BaNi3Al6Fe6O19 57

Tabel 4.11 Pengujian Serapan Gelombang Elektromagnetik 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 11

Gambar 2.2 Difraktogram: (a) CaF2, (b) 2,5% NiO/CaF2, (c) 5%

NiO/CaF2, (d) 7,5% NiO/CaF2, (e) 10% NiO/CaF2

dan (f) 15% NiO/CaF2

13

Gambar 2.3 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar

17 Gambar 2.4 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah

diberi medan magnet luar

20

Gambar 2.5 Histerisis bahan ferromagnetic 19

Gambar 2.6 Arah domain (a) diamagnetik (b) paramagnetik (c) ferromagnetik (d) antiferromagnetik

(e) ferrimagnetik

20

Gambar 2.7 Kurva Induksi Normal 20

Gambar 2.8 Kurva Histerisis Magnetik 21

Gambar 2.9 Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hardmagnetic

23 Gambar 3.1 (a) Proses pengendapan Fe3O4 (b) Fe3O4 setelah di

oven dan dihaluskan (c) Hasil Furnance mineral magnetik (Fe3O4) yang diambil dari pasir besi

menjadi mineral hematit (α-Fe2O3) melalui proses

sintering

27

Gambar 3.2 Mixing bahan pada vial HEM 28

Gambar 3.3 Alat HEM (High Energy Milling) TOSHIBA 31

Gambar 3.4 Alat Furnance AdvancedKL-600 31

Gambar 3.5 Alat XRD (X-Ray Diffraction) PHILIPS Panalytical Empyrean PW1710

34 Gambar 3.6 (a) Preparasi sampel pada hand blower

(b) Sampel diletakkan pada sample chamber


(15)

Gambar 37 Alat SEM-EDS (Scanning Electron Microscopy)SU3500 HITACHI

36

Gambar 3.8 Preparasi Sampel VSM 37

Gambar 3.9 Alat VSM (Vibrating Sample Magnotemeter) 38 Gambar 3.10 Alat VNA ADVANTEST R3770 300 kHz-20 GHz 40

Gambar 4.1 BaAl6Fe6O19 42

Gambar 4.2 Pola difraksi sinar-X sampel BaAl6Fe6O19 43

Gambar 4.3 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaAl6Fe6O19

43

Gambar 4.4 BaNi0,5Al5,5Fe6O19 44

Gambar 4.5 Pola difraksi sinar-X BaNi0,5Al5,5Fe6O19 45

Gambar 4.6 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaNi0,5Al5,5Fe6O19

45

Gambar 4.7 BaNiAl5Fe6O19 47

Gambar 4.8 Pola difraksi sinar-X BaNiAl5Fe6O19 47

Gambar 4.9 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaNiAl5Fe6O19

48

Gambar 4.10 BaNi2Al4Fe6O19 49

Gambar 4.11 Pola difraksi sinar-X BaNi2Al4Fe6O19 49

Gambar 4.12 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaNi2Al4Fe6O19

50

Gambar 4.13 BaNi3Al3Fe6O19 51

Gambar 4.14 Pola difraksi sinar-X BaNi3Al3Fe6O19 52

Gambar 4.15 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaNi3Al3Fe6O19

52

Gambar 4.16 Kurva histerisis BaAl6Fe6O19 54

Gambar 4.17 Kurva histerisis BaNi0,5Al5,5Fe6O19 55

Gambar 4.18 Kurva histerisis BaNiAl5Fe6O19 55

Gambar 4.19 Kurva histerisis BaNi2Al4Fe6O19 56

Gambar 4.20 Kurva histerisis BaNi3Al3Fe6O19 57

Gambar 4.21 Reflection loss BaAl6Fe6O19 58


(16)

Gambar 4.23 Reflection loss BaNiAl5Fe6O19 59

Gambar 4.24 Reflection lossBaNI2Al4Fe6O19 60

Gambar 4.25 Reflection loss BaNi3Al3Fe6O19 60

Gambar 4.26 Hasil karakterisasi XRD bahan BaNixAl6-xFe6O19 62

Gambar 427 Kurva histerisis material ferromagnetik 63 Gambar 4.28 Ilustrasi sifat magnetik hasil rekayasa struktur dari

bahan BaNiAlFeO19

64 Gambar 4.29 Kurva histerisis sampel BaNixAl6-xFe6O19 64

Gambar 4.30 Skematik proses absorpsi gelombang elektomagnetik

65 Gambar 4.31 Kurva RL gelombang EM pada sampel

BaNixAl6-xFe6O19

66 Gambar 4.32 Identifikasi fasa pola difraksi Sinar-X sampel

BaNiAl5Fe6O19

67 Gambar 4.33 Foto hasil pengamatan morfologi partikel sampel

BaNiAl5Fe6O19

67 Gambar 4.34 Kurva histerisis sampel BaNiAl5Fe6O19 68

Gambar 4.35 Hasil uji absorpsi gelombang elektromagnetik sampel BaNiAl5Fe6O19


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lamp

Judul Halaman

1. Lampiran A Gambar Bahan Dan Alat Penelitian 79 2. Lampiran B Stokiometri wt% Sampel

BaNixAl6-xFe6O19

82 3. Lampiran C Hasil XRD Menggunakan MATCH

Sampel BaNixAl6-xFe6O19

84 4. Lampiran D HasilSEM/EDS Sampel BaNiAl5Fe6O19 87

5. Lampiran E Hasil VSM Kurva Histerisis Sampel BaNixAl6-xFe6O19

88 6. Lampiran F Hasil VNA Sampel BaNixAl6-xFe6O19 90


(18)

DAFTAR SINGKATAN

HEM : High Energy Milling XRD : X-Ray Diffraction

SEM : Scanning Electron Microscopy VSM : Vibrating Sample Magnetometer VNA : Vector Network Analyzer

RL : Refflection Loss


(19)

PENGEMBANGAN BAHAN MAGNETIK BERBASIS BaNiXAl6-XFe6O19 UNTUK

BAHAN ABSORBER GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ABSTRAK

Bahan absorber gelombang elektromagnetik berbasis Barium Heksaferit BaNixAl6-xFe6O19 (x=0; 0,5; 1; 2; 3) dari bahan baku lokal pasir besi daerah

Sukabumi telah berhasil dibuat. Disintesis dengan metode kopresipitasi dan pencampurannya menggunakan solid state reaction. Bahan-bahan dimilling selama 5 jam, dan disintering dengan suhu 1000˚C selama 5 jam. Selanjutnya sampel dikarakterisasi dengan alat XRD, VSM, VNA dan SEM/EDS . Identifikasi fasa dilihat melalui XRD. Struktur morfologi yang homogen dan komposisi paling optimum dilihat melalui SEM/EDS.Dari pengujian VSM dapat dilihat peningkatan substitusi Ni dan Al membuat sifat magnet yang awalnya adalah hard

magnetic berhasil dibuat menjadi soft magnetic. Namun variasi optimum

diperoleh pada x=1 yang ditandai dengan nilai medan koersivitas (Hc) yang kecil yaitu 473 oe, dan memiliki nilai magnetic remanent (Mr) besar yaitu 4,4 emu/gr. Dari pengujian VNA (Vector Network Analyzer) didapatkan kemampuan absorpsi gelombang elektromagnetiknya sebesar -36 dB dengan frekuensi 11,24 GHz. Artinya bahan dapat menyerap hingga 95% dengan ketebalan bidang absorps sebesar 2 mm.

Kata kunci : Barium Hexaferrite, Substitusi Ni-Al, Struktur, sifat magnetik, absorpsi gelombang elektromagnetik.


(20)

DEVELOPMENT BASED MAGNETIC MATERIALS BaNixAl6-xFe6O19 FOR THE ELECTROMAGNETIC WAVE

ABSORPTION MATERIAL

ABSTRACT

Material absorber based of Barium Hexaferrite BaNixAl6-xFe6O19 (x=0; 0,5; 1; 2;

3) made by iron from Sukabumi was finished. Using copresipitation method for synthesis, mixed by solid state reaction. The process is milling for 5 hours, and sintering for 5 hours. XRD, SEM/EDS, VSM, VNA use for characterization. Phase identification visible by XRD. The structure of morphology has been homogeneous and the best material indicated by SEM/EDS. VSM characterization show step-up the substitution of Ni and Al made the material of based hard magnetic hence soft magnetic. The best material lead to x=1 because coersivity field (Hc) small 473 oe and the magnetic remanent (Mr) big there are 4,4 emu/gr.

VNA characterization show the ability of materials to absorp electromagnetic waves -36 dB with the frequency 11,24 GHz. Means, that the material can absorp up to 95% with the thickness of the field absorp 2 mm.

Keyword: Barium Hexaferrite, Substitution Ni-Al, structure, magnetic properties, electromagnetic wave absorption


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Material magnet oksida BaO(6Fe2O3) merupakan jenis keramik yang banyak

dijumpai disamping material magnet lain, seperti SrO.6(Fe2O3) dan PbO.6(Fe2O3).

Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal) sebagai bahan

magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relatif tinggi, nilai koersifitas, saturasi magnetik dan anisotropi magnetik tinggi serta stabilitas kimia yang sangat baik dan murah serta mudah didapat. Salah satu aplikasi material magnet permanen barium heksaferit yang menjadi perhatian saat ini adalah sebagai alat penyerap gelombang mikro (RAM). Hal ini karena sifat listrik dan magnetik dari material ferrimagnetik ini sangat mendukung dalam aplikasi tersebut, yaitu memiliki permeabilitas dan resistivitas yang tinggi (Silviana, 2013).

Radar (Radar Detection And Ranging) adalah suatu sistem pendeteksi obyek yang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk identifikasi jarak (range), arah (direction) atau kecepatan (speed) baik obyek bergerak maupun diam seperti pesawat terbang, kapal, kendaraan, keadaan cuaca, dan lain-lain. Istilah radar digunakan pertama kali oleh US Navy pada tahun 1940 sebagai akronim (Radio

Detection And Ranging). Radar aslinya disebut RDF (Range And

Directin Finding) di UK. Kemudian digunakan akronim nama sebagai

Radio Direction Finding untuk menunjukkan kemampuan penentuan

jarak (Ranging Capability). Sistem radar terdiri dari transmitter dan

receiver yang letaknya pada lokasi yang sama atau dapat terpisah.

Transmitter akan mengemisikan radio wave pada frekuensi dan daya


(22)

obyek akan dipantulkan ke semua arah (scattered). Sebagian dipantulkan kembali (reflected back) ke receiver dan mempunyai sedikit perubahan panjang gelombang (wavelength) bahkan frekuensi apabila target bergerak. Energi sinyal yang kembali biasanya sangat lemah sehingga perlu diperkuat menggunakan teknik elektronika

direceiver dan dikonfigurasi antenna (Rustamaji, Elan, 2012).

Ponsel adalah salah satu alat komunikasi nirkabel, yang memanfaatkan gelombang radio, yang merupakan salah satu gelombang elektromagnetik, sebagai media transfer data, maka akan terjadi paparan gelombang elektromagnetik pada benda-benda di sekitar ponsel tersebut (I Putu, dkk 2012). Pesawat radar sejauh ini telah diduga mempunyai dampak terhadap manusia yang berada pada sekitar instalasi radar. Dampak tersebut adalah kemampuan radar mengagitasi molekul air yang ada dalam tubuh manusia. Kalau intensitas radiasi elektromagnetiknya cukup kuat, maka molekul-molekul air terionisasi, dampak yang ditimbulkan mirip dengan dampak yang ditimbulkan oleh radiasi nuklir (Wisnu, 2000). Untuk mengatasi dampak perkembangan teknologi informasi tersebut, diperlukan suatu material yang mampu mengabsorpsi radiasi gelombang elektromagnetik guna memperkecil atau mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang tersebut.

Material magnetik barium heksaferit memiliki keunggulan antara lain nilai koersivitas (Hc) dan saturasi magnet (Ms) tinggi, suhu

transisi (Tc = suhu curie) tinggi serta sifat kimia yang stabil dan tahan korosi (Sebayang, Muljadi 2011).

Pasir merupakan bahan alam yang tersedia sangat melimpah di Indonesia. Pasir biasa dimanfaatkan untuk bahan bangunan sebagai campuran semen dalam pembuatan tembok sebagai pelapis batu bata. Pasir besi pada umumnya mempunyai komposisi utama besi oksida (Fe2O3 dan Fe2O3) (Sholihah, 2010).


(23)

Pasir besi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pasir besi daerah sukabumi. Pada tahap awal penelitian ini menggunakan metode kopresipitasi (pengendapan) untuk mendapatkan Fe3O4. Metode

kopresipitasi merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik yang didasarkan pada proses pengendapan. Proses selanjutnya menggunakan metode reaksi padatan (solid state reaction). Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan material penyerap gelombang dari campuran Oksida besi (Fe2O3) dari bahan lokal pasir besi yang

ditambahkan dengan BaCO3, Al2O3, NiO.

1.2. RumusanMasalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Belum adanya variasi konsentrasi Ni-Al (x = 0; 0,5; 1; 2; 3) yang paling optimum untuk membuat barium heksaferit bersifat soft magnetic sebagai bahan absorber gelombang elektromagnetik.

2. Belum diketahuinya karakteristik struktur kristal, struktur mikro dan sifat magnetik barium heksaferit dengan penambahan Ni-Al (x = 0; 0,5; 1; 2; 3). 3. Belum diketahuinya karakteristik absorpsi gelombang elektromagnetik pada

bahan barium heksaferit dengan penambahan Ni-Al (x = 0; 0,5; 1; 2; 3).

1.3. TujuanPenelitian

1. Membuat material barium heksaferit dengan konsentrasi penambahan Ni-Al yang berbeda (x = 0; 0,5; 1; 2; 3).

2. Karakterisasi struktur dan sifat magnetik barium heksaferit dengan penambahan Ni-Al (x = 0; 0,5; 1; 2; 3).

3. Menentukan karakteristik absorpsi gelombang elektromagnetik pada barium heksaferit dengan penambahan Ni-Al (x = 0; 0,5; 1; 2; 3).

1.4. BatasanMasalah

Agarpermasalahanyangakandibahasdapatmenjaditerarah,makapenulis


(24)

konsentrasi Al2O3 dan NiO terhadap struktur kristal, struktur mikro, sifat

magnetik dan absorpsi gelombang elektromagnetik pada bahan barium heksaferit dengan perlakuan sintering pada suhu 1000˚C selama 5 jam. 1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitianyangdiambildari penelitian iniadalah : Diharapkanakanmemberikaninformasi dan berperan dalam pengembangan teknologi serta aplikasi bahan magnetik absorber dan dapat digunakan sebagai rujukan untuk riset penelitian selanjutnya tentang pemanfaatan pasir besi dan absorber berbasis M-Tipe heksaferit.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan padamasing-masingbab adalah sebagai berikut: BabI Pendahuluan

Bab inimencakup latar belakangpenelitian, batasan masalahyangakan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematikapenulisan. BabII Tinjauan Pustaka

Babinimembahastentanglandasanteoriyangmenjadiacuanuntuk proses pengambilan data,analisadata sertapembahasan.


(25)

Babinimembahastentangperalatandanbahanpenelitian,diagram alir penelitian,prosedur penelitian, pengujian sampel.

BabIV Hasildan Pembahasan

Babinimembahastentangdatahasilpenelitiandananalisadatayan g diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab iniberisikan tentang kesimpulanyangdiperoleh daripenelitian dan memberikan saran untukpenelitianyanglebih lanjut.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sintesis Fe2O3 Dari Pasir Besi

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe3O4) yang diambil dari pasir besi menjadi

mineral hematit (α-Fe2O3) melalui proses oksidasi. Hasil oksidasi mempunyai

susceptibility magnetik yang lebih kecil jika dibandingkan dengan mineral

magnetit awalnya. Dikarenakan semakin tingginya suhu oksidasi. Beberapa produk industri untuk berbagai keperluan ternyata dibuat dengan bahan dasar magnetit yang banyak terdapat pada pasir besi. Sebagai contoh mesin photo copy dan printer laser terbuat dari magnetit. Sementara untuk maghemit adalah bahan dasar utama untuk pita kaset. Baik magnetit, maghemit, hematit juga digunakan sebagai pewarna serta campuran (filler) untuk cat (Yulianto, 2007). Senyawa Barium Heksaferit memiliki anisotropi uniaksial jauh lebih besar memiliki nilai konstan dan saturasi yang tinggi oleh karena itu menjadi potensi untuk aplikasi magnet permanen. Selain itu, karena senyawa magnet ini tebuat dari bahan berbasis oksida dan nilai resistivitas lebih besar dari magnet permanen lainnya. Ferit dapat diaplikasikan terutama pada teknologi seperti gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi berkisar seperti Radar. Namun Penyerapan gelombang membutuhkan subsitusi Fe kation dengan rasio tetap. Pada tingkat subsitusi yang lebih tinggi anisotropi uniaksial berubah menjadi planar magnetocystalline (Wisnu, Azwar, 2012).

Magnetit dan maghemit memiliki fasa kubus sedangkan hematite memiliki fasa hexagonal. Fasa maghemit dan hematit diperoleh melalui proses oksidasi pada temperature sintering yang berbeda. Transisi fasa maghemitmenjadi hematittelah terjadi pada suhu 550 ˚C. Ini bisa disebabkan karena kondisi

furnanceyang tidak vakum memudahkan oksigen keluar masuk pada

furnanceyang mempercepat proses terjadinya oksidasi pada sampel. Pemanasan


(27)

550 ˚C selama1 jam dalam furnancetidak vakum, sehingga terdapat cukup oksigen yang mendukung terjadinya oksidasi secara cepat. Pada saat suhu pemanasan 250

˚C dan terus meningkat hingga suhu 350 ˚C dimana pada keadaan tersebut,

maghemitmerupakan fasa yang mendominasisampel. Sedangkan pada suhu 550

˚C, telah muncul hematityaitu fasa Fe2O3 (Mashuri dkk, 2007).

2.2. Absorpsi Gelombang Elektromagnetik

Teknologi penyerapan gelombang elektromagnetik merupakan salah satu teknologi yang perlu dikembangkan untuk mengontrol masalah yang ditimbulkan oleh elctromagnetic interference (EM). Teknologi ini telah melahirkan sebuah material baru yaitu radar absorpsing material (RAM). Material ini bersifat meredam pantulan atau penyerap gelombang mikro, sehingga benda yang dilapisi dengan RAM tidak terdeteksi oleh radio detection and ranging (RADAR). Material nanokomposit merupakan material yang terdiri dari dua komponen yaitu matriks dan material pengisi (filler) yang berukuran kurang dari 100 nm. Batuan besi yang disintesis digunakan sebagai material filler pada material komposit penyerap gelombang mikro. Batuan besi tersebut disintesis menjadi nanopartikel magnetik, seperti Fe3O4. Besi yang teroksidasi tersebut mempunyai permeabilitas

yang sangat tinggi (Erika, Astuti, 2012).

Menurut Alvin lie, seorang pemerhati penerbangan, dampak gangguan pesawat terbang sebenarnya sangat kecil. Dengan catatan hanya satu ponsel saja yang aktif. Dikarenakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari satu ponsel masuk dalam skala mikro. Alvin menyimpulkan bahwa cukup berpengaruh bagi keselamatan penerbangan berpotensi mengganggu komunikasi dan navigasi (Dessy, dkk, 2013). Pada dasarnya analisis jaringan pemancar frekuensi yang dipancarkan pada material akan direfleksikan dan ditransmisikan sepanjang jalur transmisinya. Ketika panjang gelombang dan sinyal gelombang mikro berbeda, maka dengan prinsip yang sama jaringan akan membaca secara akurat frekuensi yang datang kemudian direfleksikan dan ditransmisikan. Energi atau sinyal yang ditransmisikan akan dipantulkan kembali ke bawah jalur transmisi menuju sumber


(28)

(impedansi yang tidak cocok) dan ditransmisikan ke perangkat akhir. Pengukuran sifat absorpsi material dikarakterisasi menggunakan alat VNA (vector Network Analyzer ) yang membutuhkan kemampuan koreksi vector daan kesalahan akurasi pengukuran. Karakteristik suatu material absorber yang baik yaitu memiliki magnetic dan listrik yang baik pula. Material tersebut harus memiliki nilai impedansi tertentu yang nilai permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatifnya (εr) sesuai dengan nilai µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi, sehingga nilai dari reflection loss yang yang dihasilkan bahan cukup besar. Selain permeabilitas, permetivitas dan magnetisasi spontan, material absorber harus memiliki nilai resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik (Elwindari, 2012).

Mekanisme serapan gelombang elektromagnetik pada material secara umum dipengaruhi oleh dua factor yaitu ketebalan dan jenis material. Faktor ketebalan terjadi pada semua material dan semakin tebal material absorbsinya juga semakin besar. Sedangkan serapan radiasi elektromagnetik pada material magnetic disamping karena faktor ketebalan juga terjadi interaksi lain yaitu gelombang elektromagnetik dari luar akan memutar dipol magnetik sehingga terjadi impedansi material. Interaksi juga dapat terjadi bila frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut sesuai dengan frekuensi yang dihasilkan sehingga material magnetik akan menyerap gelombang elektromagnetik hanya pada frekuensi yang spesifik (Priyono, Musni, 2010).

Keefektifan terhadap kamuflase radar bergantung pada seberapa besar energi gelombang elektromagnetik yang diserap oleh material absorber yang digunakan. Faktor dominan yang mempengaruhi performa material absorber adalah sifat magnetik dan dielektriknya.Barium hexaferrite yang memiliki sifat lossy material, mempunyai faktor loss dieletrik dan loss magnetik yang tinggi sehingga membuat material tersebut mempunyai sifat yang baik untuk absorpsi gelombang elektromagnetik(Sulistyo, 2012).


(29)

Barium Heksaferit merupakan tipe-M, yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya (Darminto, dkk. 2011). Tipe ferit yang berbeda memiliki karakteristik frekuensi yang berbeda, dan perbedaan karakterisasinya bias dibentuk dengan memilih struktur kimia yang sesuai, penambahan ion doping, dan proses sintesis. Magnet permanen isotropi adalah magnet dimana pada proses pembentukan arah dominan magnet partikel-partikelnya masih acak, sedangkan yang anisotropi pada pembentukan dilakukan di dalam medan magnet sehingga arah dominan magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanansi magnet yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi (Efhana P.D, dkk, 2013).

Heksaferit memiliki kristal anisotropi yang besar dan lokasi resonansi yang dapat dimodifikasi pada rentang frekuensi yang luas melalui substitusi ion dalam heksaferit. Selain itu, heksaferit adalah bahan magnetik lunak dengan permeabilitas yang relatif besar. Oleh karena itu, heksaferit sangat menjanjikan untuk pengembangan material anti radar. Material Barium M-Heksaferit (BaFe

12O19) mempunyai polarisasi magnet saturasi tinggi (78 emu/g), yang terdiri

dari kristal uniaxial anisotropi yang kuat, temperatur Curie tinggi (450°C) dan medan koersivitas yang besar (6700 Oe), terkait dengan sangat baik dalam stabilitas kimia dan ketahanannya terhadap korosi. Oleh karena memiliki medan koersivitas yang sangat besar menyebabkan sifat anisotropik material semakin meningkat sehingga sifat absorpsinya menjadi semakin lemah.Untuk mereduksi sifat anisotropik tersebut maka diperlukan pendopingan (Findah, Zainuri, 2012).

Magnet ferit disamping memilikipermeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsikantara sifatmagnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkanmaterialmagnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang


(30)

mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR(Priyono, Manaf, 2007).

Untuk mendapatkan single phase dari bahan magnet berbasis ferrite ini tidak mudah dilakukan. sintesis barium hexaferrite dapat menghasilkan fasa pengotor, yaitu: hematite(Fe2O3) dan monoferrite (BaFe2O4) (Wisnu,

2011).Barium hexaferrite sebagai magnet ferrit, disamping memiliki permeabilitas, permitivitas dan magnetisasi spontan yang relatif tinggi, juga tersusun oleh komponen-komponen oksida sehingga juga memiliki resistivitas listrik yang tinggi atau isolator yang baik. Kombinasi sifat intrinsik antara sifat magnetik dan sifat listrik dari ferit seperti itu menempatkan material magnet ferit sebagai penyanggah gelombang-gelombang mikro termasuk gelombang dengan frekuensi yang digunakan dalam RADAR (Priyono, Manaf, 2007).

Magnet pemanen BaFe12O19 sering digunakan dalam aplikasi sebagai

perekam magnetik dan absorber material. Subtitusi ion Fe dengan divalen kation seperti Co, Mn dan Ti banyak dilakukan untuk meningkatkan sifat magnetiknya. Subtitusi tersebut dapat mempengaruhi perubahan struktur dan sifat magnetik BaFe12O19 (widiyanto, 2010). Menurut (priyono, 2010) Barium Heksaferit

memiliki kelebihan yaitu anisotropi magnetokristalin dan temperatur currie yang tinggi serta saturasi magnetisasi yang besar. Kelebihan lain material tersebut adalah memiliki stabilitas kimia yang baik serta tahan terhadap korosi. Material tersebut masuk ke dalam kelas ferrimagnetik dimana ion Fe menempati kisi yang berbeda. Ferrimagnetik ini memiliki saturasi magnetik total dan koersivitas magnetik yang paling tinggi diantara kelas ferit lainnya. Secara kovensional dapat digunakan dengan metode serbuk menggunakan senyawa BaCO3 dan Fe2O3

(priyono, 2010).

Barium heksaferit BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a =

5,8920Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.1


(31)

Gambar 2.1. Struktur kristal BaO.6Fe2O3(E.Afza, 2011).

2.4. Alumina (Al2O3)

Alumina adalah penyangga yang paling banyak digunakan karena harganya yang tidak mahal, stabil secara struktur dan dapat dipreparasi dengan ukuran pori dan distribusi pori yang bervariasi. Katalis komersial yang tersedia dengan luas permukaan dari 100 hingga 600 m2/g adalah alumina nonporos. Beberapa Kristal yang berbeda terdapat dalam material ini. Disamping itu, alumina mempunyai sifat yang relatif stabil pada suhu tinggi, mudah dibentuk, memiliki titik leleh yang tinggi, struktur porinya yang besar dan relatif kuat secara fisik. Karakteristik ini menyebabkan alumina digunakan sebagai absorben, katalis, dan pendukung katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dan meningkatkan laju reaksi melalui peningkatan konstanta laju. Oleh karena itu, katalis sangat penting dalam industri kimia, penanganan gas buang dan reaksi kimia lain. Sintesis katalis baik organik maupun anorganik perlu dikembangkan dan dimodifikasi, sehingga kegunaannya dapat ditingkatkan dan efek samping terhadap lingkungan dapat diminimalisir(Indah, dkk, 2012).

Biasanya alumina di preparasi melalui dehidrasi berbagai aluminium hidroksida, bahkan jika bentuk dari hidroksidanya merupaka gel, sudah dapat dikonversi menjadi bentuk kristalin dengan cara heating. Bentuk kristalin khusus yang diproleh bergantung pada cara yang kompleks pada waktu temperature lingkungan dimana hidroksida diletakkan, dan hal ini cukup susah untuk dikontrol, khususnya pada skala besar.


(32)

Alumina pada penggunaan sebagai penyangga adalah alumina transisi γ -Al2O3 adalah material yang paling banyak digunakan karena memiliki luas area

yang besar dan stabil pada interval temperatur pada sebagian besar reaksi

katalitik. Dahulu, α- Al2O3 juga diminati karena memiliki kesamaan yang lebih

tinggi daripada γ-Al2O3sehingga dapat menjadi support yang sangat berguna

untuk reaksi catalytic reforming (Ayuko, 2011). Penggunaan alumina sebagai penyangga dapat meningkatkan kinerja kitalis yang dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan inti aktif dan untuk menambah fungsi katalis itu sendiri (Dora, 2010).

2.5. Nikel Oksida (NiO)

Nikel merupakan logam yang mempunyai sifat asam lewis sehingga logam inicocok digunakan sebagai katalis asam seperti alkilasi friedel-craft. Selain itupadatan NiO juga dapat diaplikasikan sebagai penyimpan energy danelectrochromic windows. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh (Akda, Irmina, 2012) sintesis padatan NiO/CaF2 denganmetode impregnasi. Variasi

loading Ni juga dilakukan untukmengetahui pengaruh loading terhadap struktur padatan.Puncak dominan yang terlihat pada difraktogram NiO/CaF2adalah

puncak-puncak yang dimiliki CaF2. Intensitas puncak NiOsangat kecil

dibandingkan dengan puncak CaF2. Berdasarkan difraktogram tersebut terlihat

jelas bahwa semakin besar jumlah loading Ni maka semakin tinggi intensitas puncak-puncak khas NiO, seperti yang ditunjukkan puncak pada 2θ : 43,38°. Hal tersebut menunjukkan bahwa intensitas pada difraktogram dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi NiO yang ditambahkan.Tiga puncak khas NiO dengan

intensitas tertinggi munculpada difraktogram NiO/CaF2 antara lain daerah 2θ


(33)

Gambar. 2.2. Difraktogram: (a) CaF2, (b) 2,5% NiO/CaF2, (c) 5% NiO/CaF2,

(d) 7,5% NiO/CaF2, (e) 10% NiO/CaF2 dan (f) 15% NiO/CaF2 (akda, 2012).

Kombinasi Fe2O3dan NiO akan memiliki fase yang jenisnya tergantung pada

konsentrasi NiO sebagai aditif. Fase-fase yang terjadi pada keramik kombinasi Fe2O3dan NiO hasil pembakaran dapat berbeda-beda sesuai konsentrasi NiO yang

ditambahkan. Tiga fase yang mungkin terbentuk adalah, pertama, Fe2O3sebagai

matriks dan NiFe2O4sebagai fase kedua. Kedua, NiO sebagai matriks dan

NiFe2O4sebagai fase kedua dan ketiga, NiFe2O4sebagai matriks utama tanpa fase

kedua atau dengan sedikit fase kedua Fe2O3atau NiO (Suhendi,dkk, 2015).

2.6. Sifat-sifat Magnet

Sifat-sifat yang terdapat dalam benda magnetic antara lain adalah : • Induksi remanen (Br)

Induksi magnetik yang tertinggal dalam sirkuit magnetik (besi lunak) menghilangkan pengaruh bidang magnetik. Ketika arus dialirkan pada sebuah kumparan yang melilit besi lunak maka terjadi orientasi pada partikel- partikel yang ada dalam besi. Orientasi ini mengubah/ mengarahkan pada kutub utara dan selatan.

• Permeabilitas magnet (μ)

Daya hantar atau permeabilitas magnet (diberi lambang μ) merupakan parameter bahan yang menentukan besarnya fluks magnetik. Bahan feromagnetik memiliki permeabilitas yang tinggi.


(34)

μ = μo x μr (2.1) dimana μo = 1,256 G.cm/A

Untuk bahan ferromagnetik, permeabilitas relatif μr jenis bahan

tersebut lebih besar daripada 1.Permeabilitas dari beberapa media yang hendak diukur pada prinsipnya adalah dengan menempatkannya dalam suatu kawat yang lurus dan panjang atau dalam gulungan yang melingkar atau solenoida, kemudian diukur resultan induksi kemagnetannya, sehingga diperoleh sebuah tetapan baru μ dan diturunkan menjadi suseptibilitas relatif.

Dengan nilai suseptibilitas inilah maka akan dapatdiketahui jenis bahan magnet .

χm =

μ

(2.2)

μ

0

χµ = 1 untuk vakum

> 1 untuk bahan paramagnetik < 1 untuk bahan diamagnetik

>> 1 untuk bahan ferromagnetik • Gaya koersif (Hc)

Medan daya yang diperlukan untuk menghilangkan induksi remanen setelah melalui proses induksi elektromagnetik. Pada besi lunak atau soft magneticalloys besarnya gaya koersif yang diperlukan lebih kecil daripada magnet permanen.

• Gaya gerak magnetis (Θ)

Gaya gerak magnetis ialah jumlah dari semua arus dalam beberapa penghantar yang dilingkupi oleh medan magnet (atau oleh garis fluks magnet).

• Fluks magnetik (Φ) Fluks magnetik total ialahjumlah dari semua garis

fluks magnetik, ini berartibahwa fluks sama besar disebelah dalam dalam dandi sebelah luar kumparan.


(35)

• Reluktansi magnet (Rm)

Relukstansi magnet tergantung dari panjang jejak fluks magnetik, bidang penampang lintang A yang ditembus fluks magnetik dan sifat magnet bahan, tempat medan magnet.

• Suseptibilitas Magnetik

Suatu solenoida panjang dengan n lilitan perpanjang satuan, mengalirkan arus I. Medan magnetik akibat arus dalam solenoida tersebut disebut sebagai medan yang dikerahkan, Bo. Bahan berbentuk silinder kemudian ditempatkan di dalam solenoida. Medan yang dikerahkan solenoida ini akan memagnetkan bahan tersebut sehingga bahan tersebut memiliki magnetisasi M. Medan magnet resultan B di suatu titik di dalam solenoida dan di tempat yang jauh dari ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan ini ialah :

B = B0+ μ0 M (2.3)

B = μ0H + μ0 M (2.4)

Untuk bahan paramagnetik dan ferromagnetik menghasilkan penyearahan dipol magnetik dalam bahan tersebut. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :

M = χm

��

��

(2.5)

denganχm merupakan bilangan tanpa dimensiyang disebut suseptibilitas

magnetik. Sehingga dapat dituliskan

B = Bo + µoM = B(1 + χm) (2.6)

Suseptibilitas magnetik adalah ukuran dasarbagaimana sifat kemagnetan suatu bahan yangmerupakan sifat magnet bahan yang ditunjukkandengan adanya respon terhadap induksi medanmagnet yang merupakan rasio antara magnetisasidengan intensitas medan magnet. Denganmengetahui nilai suseptibilitas magnetik suatubahan, maka dapat diketahui sifat-sifat magnetiklain dari bahan tersebut. Suseptibilitasmagnetiksebagian besar material tergantung padatemperatur, tetapi beberapa material (ferromagnetikdanferit) tergantung pada H.Secara umum dapat ditulis sebagai berikut:


(36)

B = µo(H+M) =µoH + µoχmH = µo (1+χm)H (2.7)

dan

µr = 1 + χm (2.8)

sehingga dari persamaan 2.1 ; 2.7 dan 2.8 didapatkan :

B = μ H

(2.9)

µ0adalah permeabilitas ruang hampa 1,256 gauss.cm/Ampere. Logam feromagnetik memiliki permeabilitas magnetik sangat tinggi, mineral dan batuan memiliki suseptibilitas kecil dan permeabilitas magnetik µ~ 1.

Untuk bahan paramagnetik, berupaχm bilangan positif kecil yang bergantung pada temperatur. Untuk bahan diamagnetik χm berupa konstanta negatif kecil yang tidak bergantung pada temperatur.

2.7. Jenis Kemagnetan

Semua bahan dapat diklasifikasikan jenis kemagnetannya menjadi lima kategori yaitu ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik. Semuanya dibedakan dari keteraturan arah domain pada bahan magnet tersebut.

2.7.1. Diamagnetik

Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom atau molekulnya nol, tetapi orbit dan spinnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan berubah gerakannya sedemikian hingga menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan.


(37)

2.7.2. Paramagnetik

Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masing-masing atom/molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total seluruh atom/molekul dalam bahan nol. Hal ini disebabkan karena gerakan atom/molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan ( Dyah,Ratih, 2010).

Gambar 2.3Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi medan magnet luar

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, maka elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan ini, efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya) dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil.Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalamrentang 5 sampai 10-3 m10-3/Kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μ 0.

Gambar 2.4Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi medan magnet luar


(38)

2.7.3. Ferromagnetik

Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomik besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih besar. Medan magnet dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksidiantara atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain. Domain-domain dalam bahan ferromagnetik, dalam ketiadaan medan eksternal, momen magnet dalam tiap domain akan paralel, tetapi domain-domain diorientasikan secara acak, dan yang lain akan terdistorsi karena pengaruh medan eksternal. Domain dengan momen magnet paralel terhadap medan eksternal akan mengembang, sementara yang lain mengerut. Semua domain akan mensejajarkan diri dengan medaneksternal pada titik saturasi, artinya bahwa setelah seluruh domain sudah terarahkan, penambahan medan magnet luar tidak memberi pengaruh karena tidak ada lagi domain yang perlu disearahkan, keadaan ini disebut dengan penjenuhan (saturasi). Bahan ini juga mempunyai sifat remanensi, artinya bahwa setelah medan magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini sangat baik sebagai sumber magnet permanen (E.Afza, 2011).

Bahan ferromagnetik mula-mula memiliki magnetisasi nol pada daerah yang bebas medan magnetik, bila mendapat pengaruh medan magnetik yang lemah saja akan memperoleh magnetisasi yang besar. Jika diperbesar medan magnetnya, akan makin besar pula magnetisasinya. Bila medan magnetik ditiadakan, magnetisasi bahan tidak kembali menjadi nol. Jadi bahan ferromagnetik itu dapat mempunyai magnetisasi walaupun tidak ada medan, sehingga bahan dikatakan memiliki magnetisasi spontan. Di atas temperatur Curie, ferromagnetik berubah menjadi paramagnetik.


(39)

Apabila kurva magnetisasi dilanjutkan dengan mengurangi besarnya medan magnet H maka rapat fluk magnetik B akan turun, tetapi turunnya rapat fluk magnetik B tidak mengikuti kurva naiknya. Rapat fluk magnetik B turun membentuk kurva baru menuju titik Br ketika medan magnet H sama dengan nol, sehingga pada gambar jelas sekali terlihat bahwa ketika medan magnet H = 0, rapat fluk magnetik B tidak sama dengan nol, akan tetapi berada pada titik Br, hal ini menunjukkan bahwa pada bahan tersebut masih terdapat rapat fluk magnetik yang tertinggal. Titik Br disebut sebagai kerapatan fluk remanensi atau remanensi bahan yaitu besarnya rapat fluk magnetik B yang tertinggal pada bahan pada saat medan magnet H samadengan nol. Ketika medan magnet H dibalik arahnya maka rapat fluk magnetik B akan mencapai nilai nol di titik Hc. Titik Hc ini disebut sebagai gaya koersif atau koersivitas bahan yaitu besarnya medan magnet atau intensitas H yang diperlukan unrtuk mengembalikan rapat fluk magnetik menjadi nol. Apabila siklus ini diteruskan maka akan didapat kurva dengan bentuk simetris yang dikenal dengan fenomena hysteresis(Istiyono, 2009).Histeresis adalah suatu sifat yangdimiliki oleh sistem dimana sistem tidak secara cepat mengikuti gaya yang diberikan kepadanya, tetapi memberikan reaksi secara perlahan, atau bahkan sistem tidak kembali lagi ke keadaan awalnya.Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik spontan walaupun berada padamedanmagnet eksternal nol. Keberadaan magnetisasi spontan ini menandakan bahwa spin elektron dan momen magnetik bahanferomagnetik tersusun secara teratur (Ahmad Yani, 2002).

Gambar 2.5 Histerisis bahan ferromagnetic (Istiyono, 2009)

2.7.4. Antiferromagnetik

Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal. Contohnya MnO, MnS, dan FeS. Pada unsur dapat ditemui pada unsur Cromium,


(40)

tipe ini memiliki arah domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature Curie yang rendah sekitar 37º C untuk menjadi paramagnetik.

2.7.5. Ferrimagnetik

Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium adalah jenis paramagnetik dan Fe adalah jenis unsur yang masuk ferromagnetik.

Gambar 2.6. arah domain (a) diamagnetik (b) paramagnetik (c) ferromagnetik (d) antiferromagnetik (e) ferrimagnetik(Dyah, Ratih, 2010)

2.8 Kurva Histerisis

Untuk bahan ferromagnetik magnetisasi bahan M tidaklah berbanding lurus dengan intensitas magnet H. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa harga suseptibilitas magnetik bergantung dari harga intensitas magnet H. Bentuk umum kurva medan magnet B sebagai fungsi intensitas magnet H terlihat pada Gambar 2.3 kurva B(H) seperti ini disebut kurva induksi normal.


(41)

Gambar 2.8 Kurva Histerisis Magnetik

Pada Gambar 2.6 tampak bahwa setelah mencapai nol harga intensitas magnet H dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk membuat rapat fluks B=0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas magnet Hc ini disebut koersivitas bahan. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. Bahan yang mempunyai koersivitas tinggi kemagnetannya tidak mudah hilang. Bahan seperti itu baik untuk membuat magnet permanen (E.Afza, 2011).

2.9 Bahan Soft Magnetic

Ukuran dan bentuk kurva hysterisis untuk bahan ferromagnetic adalah cukup praktis. Daerah dalam lingkaran akan kehilangan energi magnetik per satuan volume bahan per siklus magnetisasi-demagnetisasi kehilangan energi sebagai panas yang dihasilkan dalam spesimen magnetik dan mampu menaikkan suhu. Bahan feromagnetik identik lembut atau keras atas dasar karakteristik histerisis.Bahan magnetik lunak yang digunakan dalam perangkat yang mengenai medan magnet di mana kerugian energi menjadi rendah . Untuk alasan ini daerah relatif dalam lingkaran hysterisis harus kecil. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus memiliki permeabilitas yang tinggi dan koersivitas rendah. Bahan yang memiliki sifat-sifat ini dapat mencapai magnetisasi saturasi dengan bidang terapan yang relatif rendah dan masih memiliki energi yang hilang histeresis rendah. bidang saturasi atau magnetisasi hanya ditentukan oleh komposisi bahan. misalnya, dalam ferit kubik, penggantian ion logam divalen seperti Ni2 + untuk


(42)

Fe2 + di FeO-Fe2O3 akan mengubah saturasi magnetisasi.Penggolongan ini

berdasarkan kekuatan medan koersifnya dimana soft magnetic atau material magnetik

lemah memiliki medan koersif yang lemah sedangkan material magnetik kuat atau hard magnetic materials memiliki medan koersivitas yang kuat.

Namun, kerentanan dan koersivitas (Hc) yang juga mempengaruhi bentuk kurva histerisis, sensitif terhadap variabel struktural lebih untuk komposisi. misalnya rendahnya nilai koersivitas sesuai dengan mudah pergerakan sebagai medan magnet perubahan besar atau arah. cacat struktural seperti partikel dari fase nonmagnetik atau void dalam bahan magnetik cenderung membatasi gerak domain dan dengan demikian meningkatkan koersivitas tersebut. Akibatnya, bahan magnetik lunak harus bebas dari cacat struktural tersebut. karakteristik histerisis bahan magnetik lunak dapat ditingkatkan untuk beberapa aplikasi oleh perlakuan panas yang tepat di hadapan medan magnet.

2.10 Bahan Hard Magnetic

Bahan Hard magnetik menggunakan magnet permanen yang harus memiliki resistensi yang tinggi terhadap demagnetisasi. Dalam hal ini perilaku histerisis bahan magnetik keras memiliki remanen tinggi, koersivitas dan saturasi fluks kepadatan, serta permeabilitas yang rendah dan tinggi akan merugikan energi histerisis. Nilai produk energi merupakan perwakilan dari energi yang dibutuhkan untuk demagnetisasi magnet permanen adalah lebih besar (BH) max keras materi dalam hal karakteristik magnet.

Diamagnetisme adalah bentuk yang sangat lemah magnet yang tidak tetap dan tetap hanya sementara pada bidang eksternal sedang diterapkan. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam gerakan orbital elektron melewati medan magnet. Besarnya momen magnetik induksi sangat kecil, dan dalam arah yang berlawanan dengan medan yang diterapkan. Dengan demikian, permeabilitas μr relatif kurang dari kesatuan (namun hanya sangat sedikit) dan kerentanan magnet negatif yang besarnya bahan diamagnetik adalah di urutan 10-5. Ketika


(43)

ditempatkan di antara kutub dari eletromagnet yang kuat, bahan diamagnetik tertarik ke daerah lemah. Diamagnetisme ditemukan di semua bahan, tetapi karena begitu lemah, dapat diamati hanya ketika jenis magnet sama sekali tidak ada(William D. C, 2011).

(a) Soft Magnetic (b)HardMagnetic

Gambar 2.9.Skematik kurva magnetisasi untuk bahan soft dan hardmagnetic Material lunak pada gambar (a) dan material magnetik keras pada gambar (b). H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen tersisa magnetisme residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya. Magnet lunak mudah dimagnetisasi serta mudahpula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.5 Nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Magnet keras adalah material yang sulit dimagnetisasi dan sulit didemagnetisasi. Karena hasil kali medan magnet (A/m) dan induksi (V.det/m2) merupakan energi per satuan volume, luas daerah hasil integrasi di dalam loop histerisis adalah sama dengan energi yang diperlukan untuk satu siklus magnetisasi mulai dari 0 sampai +H hingga –H sampai 0. energi yang dibutuhkan magnet lunak dapat dapat diabaikan; medan magnet keras memerlukan energi lebih banyak sehingga pada kondisi-ruang, demagnetisasi dapat diabaikan. Dikatakan, magnetisasi permanen (E.Afza, 2011).


(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Pada proses penelitian, pembuatan sampel dan pengujian/ karakterisasi dilakukan di PSTBM (Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju) BATAN Serpong, Tangerang Selatan, LIPI Bandung (Karakterisasi VNA), dan P2F LIPI FISIKA Serpong, Tangerang Selatan.

3.1.2. Waktu Penelitian

Proses penelitian ini, dari pengujian sampel dan pengolahan data. Data hasil pengujian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

3.2. Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Furnance Advanced KL-600

2. Neraca digital OHAUSS nst 0,05 gr model ER-180A 3. Crusible (dluar =6,4 cm, ddalam = 2,5 cm, tebal= 4,5 cm


(45)

4. Kertas Timbang 5. Mortal

6. Magnet Permanen 6000 Gauss 7. Spatula

8. Kertas label 9. Tissue

10.Magnetic stirrer 11.PH indicator 12.Sendok pengaduk 13.Thermometer

14.Beaker Glass 1000 ml, 1800 ml, 2000 ml 15.Pompa peristaltik

16.Oven MAMMERT 17.Hot Plate

18.Magnetic Stirrer 19.Vial HEM

20.HEM (High Energy Milling)

21.XRD (X-Ray Diffraction PHILIPS Panalytical Empyrean PW1710 PTBIN-BATAN Serpong

22.VSM (Vibrating Sample Magnetometer) tipe OXFORD VSM 1,2 H, PSTBM-BATAN Serpong

23.VNA (Vector Network Analyzer) ADVANTEST R3770 300 kHz-20 GHz LIPI Bandung

24.SEM-EDX (Scanning Electron Microscope) SU3500 HITACHI LIPI Serpong

3.2.2 Bahan Penelitian

1. Larutan FeClx 2. Larutan NaOH 3. Fe2O3


(46)

5. Alumina (Al2O3)

6. Nikel Oxide (NiO) 7. Aquadest

8. Etanol

3.3 Proses pengendapan Fe3O4

Membuat larutan NaOH 5M per 1000 ml menggunakan hot plate dan diletakkan

magnetic stirrer. Setelah NaOH melarut kemudian didinginkan. Pasir besi

dipanaskan diatas hot plate sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer hingga suhunya 70˚C, kemudian diukur me ngggunakan termometer. Setelah suhunya mencapai 70 ˚C ditambahkan larutan NaOH secara perlahan menggunakan pompa peristaltik kecepatan 5-9 tetes per menit.

Penggunaan NaOH sebagai zat pelarut karena zat tersebut terionisasi sempurna dalam larutan sehingga ion OH- terlepas dan mengikat ion logam yang menyebabkan terbentuknya endapan Fe3O4. Setelah semua larutan NaOH

tercampur dan identik dengan warna hitam kemudian diukur PH nya, didapatkan PH 12. Kemudian larutan tersebut didinginkan. Setelah dingin magnetic stirrer yang ada di dalam larutan tersebut diambil menggunakan magnet agar magnetic

stirrer mudah terangkat dan mudah untuk diambil. Kemudian ditambahkan

dengan aquadest sampai beaker glass terisi penuh. Campuran larutan tersebut dibiarkan mengendap dan didekatkan dengan magnet permanen agar pasir besi terpisah dengan aquadest. Kemudian aquadest tersebut dibuang. Usahakan ketika membuang aquadest, magnet permanen tetap dipegang sambil membuang air tersebut. Agar larutan Fe3O4 tidak ikut terbuang bersamaan dengan air. Kemudian

ditambahkan lagi dengan aquadest sampai beaker glass terisi penuh. Diulangi proses pencucian ini sampai PH 7 dengan menggunakan PH indicator.

Setelah PH mencapai 7 didapatkan, kemudian Fe3O4 yang masih basah di

masukkan ke dalam oven mammert dengan suhu 110˚C selama 10 jam hingga Fe3O4 benar-benar kering dan berwarna cokelat kehitaman. Kemudian dilakukan


(47)

penggerusan menggunakan mortal hingga halus dan hasilnya ditimbang. Setelah selesai, kemudian dimasukkan ke dalam furnance dengan suhu 750 ˚C selama 5 jam. Kemudian setelah difurnance terbentuklah Fe2O3 dari pasir besi yang

ditandai dengan warna cokelat. Setelah di furnance kemudian dilakukan penggerusan kembali hingga berbentuk serbuk halus.

(a) (b) (c)

Gambar 3.1 (a) Proses pengendapan Fe3O4 (b) Fe3O4 setelah di oven dan

dihaluskan (c) Hasil Furnance mineral magnetik (Fe3O4) yang diambil dari pasir

besi menjadi mineral hematit (α-Fe2O3) melalui proses sintering

3.4 Annealing

Proses annelingadalah proses laku panas dimana bahan mengalami pemanasan yang mendadak disusul dengan pendinginan secara pelan-pelan pula. Ada dua / Analisis Sifat Magnetik macam annealing, yakni: annealingisotermal dan annealingisokronal. Annealingisotermal jika annelingdilakukan pada temperatur yang sama sedangkan waktunya berubah-ubah. Annealingisokronal adalah

annealingyang dilakukan pada temperatur yang berubah-ubah namun waktunya

tetap (Istiyono, 2009). Fe3O4 diannealing di dalam furnance dengan suhu 750˚C

selama kurang lebih 5 jam. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah Fe3O4 yang

terkandung dalam pasir besi menjadi α-Fe2O3. Kemudian dilakukan penggerusan

agar Fe3O4 bebentuk serbuk halus.

3.5. Mixing (Pencampuran)

Proses pencampuran yang dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan dengan massa yang ditentukan wt%. Bahan-bahan yang diperlukan ditimbang sesuai


(48)

dengan stokiometri fasa BaNixAl6-xFe6O19 dengan x = 0 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3.

Pencampuran bahan dilakukan dengan menggunakan vial HEM. Pencampuran tersebut ditambah dengan etanol sampai semua campuran terendam merata. Penambahan etanol dimaksudkan agar sampel yang akan di milling tidak terlalu menempel pada vial HEM ketika dikeluarkan.

Gambar 3.2Mixing bahan pada vial HEM

Masing-masing serbuk bahan dasar dengan komposisi tertentu dicampur melalui pencampuran padat menggunakan mechanicalmilling selama 5 jam dengan komposisi sebagai berikut :

1. BaAl6Fe6O19

2. BaNi0,5Al5,5Fe6O19

3. BaNiAl5Fe6O19

4. BaNi2Al4Fe6O19

5. BaNi3Al3Fe6O19

Berdasarkan perhitungan stokiometri dari masing-masing komposisi didapatkan wt% sebagai berikut :

Material Massa bahan (gram)

x=0 x=0,5 x=1 x=2 x=3

BaCO3 2,1031 2,0682 2,0343 1,9848 1,9094

NiO - 0,3817 0,7509 1,4543 2,1144

Al2O3 3,1785 2,8652 2,5621 1,96994 1,4429

Fe2O3 4,9783 4,8955 4,8155 4,6629 4,5198


(49)

3.6. High- Energy Milling (HEM)

Bahan yang telah tercampur pada vial, kemudian dimasukkan ke dalam milling. Proses milling berlangsung selama 5 jam dengan kecepatan 1000 rpm. Dengan running alat selama 60 menit dilanjutkan rest alat selama 30 menit. Vial HEM terdiri dari tempat sampel berukuran 2 inci dengan diameter 3 inci, isi maksimum 3-10 gram untuk pencampuran isi maksimum 25 gram, tutup o-ring yang memungkinkan pengahalusan basah atau kering, bola besi seberat 1,003 gram, pemberian bola besi pada sampel adalah 1:5. Setelah proses milling selesai sampel dibiarkan mendingin sekitar 30 menit. Akibat penambahan etanol hasil milling campuran bahannya basah. Untuk mengeringkan, campuran tersebut di oven dengan suhu 110˚C selama kurang lebih 5 jam. Setelah itu dilakukan penggerusan hingga berbentuk serbuk halus. Kemudian dimasukkan ke dalam crusible untuk dilakukan proses sintering.

Tekologi untuk mendapatkan suatu bahan dalam skala nanometer dapat dibagi mejadi 2 bagian yaitu :

1. Proses top down yakni bahan dasar awal yang pada mula berukuran beberapa millimeter dihaluskan dalam suatu proses milling yang panjang sehingga diperoleh bahan serbuk yang sangat halus. Proses milling ini dapat menyebabkan rusaknya sistem struktur bahan sehingga dapat menurunkan sifat fisis bahan, dalam hal ini sifat kemagnetikan bahan. Oleh sebab itu suatu pemrosesan lebih lanjut seperti perlakuan panas yang sistematis akan sangat menentukan agar diperoleh sifat magnetik bahan yang baik dengan ukuran kristalit yang kecil (berskala nanometer).

2. Proses bottom up, yakni proses pembentukan paduan dengan jalan mereaksikan beberapa bahan baik secara padatan maupun cairan. Namun untuk mendapatkan ukuran partikel yang sangat halus proses yang banyak digunakan adalah dengan melalui proses kimia basah (wet chemistry), seperti proses pengendapan, ataupun gel. Tinjauan mengenai proses rekristalisasi dikaitkan dengan sistematika perlakuan panas (annealing)


(50)

terhadap serbuk magnet hasil milling, yang dapat memberikan gambaran secara rinci hubungan antara sifat magnet dengan ukuran kristalitnya. Koersivitas magnet (Hc) bahan M-heksaferit sangat bergantung pada ukuran partikel. Semakin halus ukuran partikel bahan, maka koersivitas magnet yang diperoleh akan semakin tinggi. Berbagai teknik telah dilakukan untuk mendapatkan partikel halus M-heksaferit.

Pendekatan top-down untuk mendapatkan partikel dalam ukuran nanometer dengan metode high-energy milling, dipandang lebih praktis dibandingkan dengan metoda lainnya, dan mempunyai prospek untuk dikembangkan dalam skala besar. Hampir semua paduan yang terbuat dari metal maupun keramik dapat dihaluskan dengan metoda high-energy milling ini. Problem utama yang sering dihadapi dalam proses milling ini adalah terjadinya kerusakan struktur kristal (crystallographic damage), serta adanya unsur pengotor yang berasal dari wadah yang digunakan pada waktu proses milling adapun kontaminasi dari vial ataupun bola-bola yang digunakan sangat kecil (Akmal Johan, 2010).

Kecepatan milling akan memberikan energi yang besar kepada serbuk, karena kecepatan yang tinggi akan menyebabkan temperatur pada vial akan meningkat sehingga akan terjadi difusi untuk menghasilkan homogenesis dari paduan serbuk. Namun pada kasus lain pertambahan temperatur akan memberikan kerugian karena pertambahan temperatur dapat mempercepat proses transformasi dan menyebabkan dekomposisi larutan padat super jenuh dan juga dapat mengkontaminasi serbuk. Waktu

milling adalah parameter yang sangat penting untuk mencapai keadaan

yang tetap antar penghancuran dan pengelasan dingin dari partikel. Waktu

milling yang lama dari waktu yang diperlukan akan meningkatkan

kontaminasi dan beberapa fasa yang tidak diinginkan akan terbentuk sehingga ketika memilling serbuk gunakan waktu yang diperlukan saja dan jangan terlalu lama (Irfan, 2010).


(51)

Gambar 3.3. Alat HEM (High Energy Milling) TOSHIBA

3.7. Proses Sintering

Proses Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik leburnya sehingga terjadi pemadatan. Semakin tinggi suhu sintering nilai densitas semakin menurun. selama proses reaksi dan densifikasi dapat terjadi proses sintering reaktif yang biasanya menghasilkan porositas tambahan. Berbagai reaksi yang mungkin terjadi pada saat sintering reaktif seperti reaksi oksidasi - reduksi dan tahap transisi. Dengan cara ini reaksi yang disebabkan oleh kotoran, aditif atau produk lainnya terbentuk selama proses sintering (Silviana, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Agus Sukarto (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu penahanan, kecepatan penyusutan juga semakin tinggi. kecepatan penyusutan dimungkinkan mempengaruhi karakteristik fisik dari produk hasil sintering, dimana distribusi suhu sinter yang kurang merata dapat menimbulkan tegangan residu yang menjadi sumber keretakan (Agus, 2013). Proses sintering dilakukan pada suhu 1000˚ C selama 5 jam dan dilanjutkan dengan proses pendinginan selama 4 jam. Setelah dingin sampel kemudian dihaluskan untuk dilakukan karakterisasi dalam bentuk serbuk.


(52)

3.8 Karakterisasi

3.8.1 XRD (X-Ray Diffraction)

3.8.1.1 Sampel dan Preparasi

Sampel berupa serbuk ditempelkan pada sampel holder yang kemudian siap diuji coba sebagai sampel uji pada mesin XRD. Spesimen serbuk lebih menguntungkan karena berbagai arah difraksi dapat diwakili oleh partikel-partikel yang halus tersebut. Ukuran partikel harus lebih kecil dari 10 micron agar intensitas relatif sinar difraksi dapat dideteksi dengan teliti. Kalau ukuran partikelnya besar, maka akan timbul efek penyerapan linear seperti halnya permukaan yang kasar pada spesimen pelat.

Spesimen serbuk dapat dipasang pada pemegangnya dengan memadatkannya terlebih dahulu atau dicampur dengan pengikat kemudian dipasang ke dalam pemegang spesimen.

3.8.1.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja XRD

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik bertenaga tinggi berkisar antara sekitar 200eV sampai dengan 1 MeV, terletak antara ultra-ungu dan sinar-γ. Sinar ini dihasilkan ketika partikel bermuatan listrik, misalnya elektron, yang bergerak dengan kecepatan tinggi ditumbukkan pada logam berat. Komponen utama XRD yaitu terdiri dari tabung katoda (tempat terbentuknya sinar-X), sampel holder dan detektor. Pada XRD yang berada di lab PTBIN-BATAN Serpong ini menggunakan sumber Cu dengan λ = 1,5406 Å, dan daerah pengukuran 2: 10°-

100°dengan komponen lain berupa cooler yang digunakan untuk mendinginkan,

karena ketika proses pembentukan sinar-X dikeluarkan energi yang tinggi dan menghasilkan panas. Kemudian seperangkat komputer dan CPU.


(53)

X-Ray Diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi dari suatu bahan. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji

XRD memberikan data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang diperoleh dari XRD berupa intensitas difraksi sinar-X yang terdifraksi dan sudut-sudut 2θ. Suatu kristal yang dikenai oleh sinar-X tersebut berupa material (sampel), sehingga intensitas sinar yang ditransmisikan akan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Berkas sinar-X yang dihamburkan ada yang saling menghilangkan (interferensi destruktif) dan ada juga yang saling menguatkan (interferensi konstrktif) (Riana, 2012). Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,… (3.1)

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi (Dina, dkk, 2009). Metode difraktometri serbuk ialah untuk mencatat difraksi sampel polikristal. Pada analisis struktur material berbasis bahan alam ini, digunakan alat difraktometer, yang prinsip kerjanya yaitu ketika sampel serbuk dengan permukaan rata dan mempunyai ketebalan yang cukup untuk menyerap alur sinar-X yang menuju keatasnya. Puncak-puncak difraksi yang dihasilkan dengan menggunakan alat pencacah. Umumnya menggunakan pencacah Geiger dan sintilasi. Alat monitor dapat diputar mengelilingi sampel dan diatur pada sudut 2terhadap alur datang. Alat monitor dijajarkan supaya


(54)

sumbunya senantiasa melalui dan bersudut tepat dengan sumbu putaran sampel. Intensitas sinar-X yang terdifraksi sebagai fungsi sudut 2฀฀฀ Munasir, dkk,

2012).

Gbr 3.5 Alat XRD (X-Ray Diffraction) PHILIPS Panalytical Empyrean PW1710

3.8.2 SEM-EDX (Scanning Electron Microscope)

3.8.2.1 Sampel dan Preparasi

Sample diambil secukupnya menggunakan spatula kemudian dilakukan dehidrasi pada sample yang bertujuan untuk memperkecil kadar air sehingga tidak mengganggu proses pengamatan. Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya sample yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampel. Kemudian sampel diberi tanda agar pada saat dimasukkan ke dalam SEM sampel tidak tertukar dan mempermudah ketika melakukan pengamatan.

(a) (b)

Gambar 3.6 (a) Preparasi sampel pada hand blower (b) Sampel diletakkan pada sample chamber


(55)

3.8.2.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja SEM-EDX

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk penggambaran sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel yang ditembak akan menghasilkan penggambaran dengan ukuran hingga ribuan kali lebih besar (Yosmarina, 2012). Analisis SEM juga bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan (Budi, Citra, 2010).

SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Data yang diperoleh dari SEM-EDX antara lain dapat diketahui jenis atau unsur-unsur mineral yang terkandung dalam sampel yang diperoleh dari analisis SEM dan grafik antara nilai energi dengan cacahan yang diperoleh dari analisis EDX (Findah, Zainuri, 2012).

Magnetit [Fe3O4] adalah salah satu mineral magnetik yang paling dominan

ditinjau dari sifat-sifat magnetik dan kelimpahannya di alam. Dalam persamaan kimia sederhana, jika magnetit [Fe3O4] dioksidasi, maka akan menjadi hematit

[Fe2O3]. Menarik untuk diamati adalah proses oksidasi magnetit menjadi hematit.

Untuk menganalisa proses oksidasi magnetitmenjadi hematit, maka digunakan serangkaian metoda non-magnetik. Metoda non-magnetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda SEM (scanning electron microscopy) dan EDS

(energy dispersive spectroscopy). Melalui metoda SEM ini, dapat diketahui

komposisi bahan dan morfologi dari proses transisi magnetitmenjadihematit.

Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel


(56)

timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak dan sinar-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikumpulkan oleh sebuah sintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier. Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda.

Penentuan komposisi dilakukan dengan menggunakan Energy Dispersive

Spectrometry (EDS) yang tergabung pada SEM dengan menggunakan tegangan

akselerasi 25 KeV dan ukuran berkas electron 100, dan 200 nm. Prinsip kerja EDS adalah jika ada satu elektron berinteraksi dengan bahan, maka elektron tersebut dihamburkan oleh elektron lain yang mengelilingi inti atom bahan. Elektron yang terhambur disebut elektron primer dan elektron yang berada di orbit akan terpantul keluar dari sistem, sehingga terjadi kekosongan yang akan diisi oleh elektron dari kulit yang diluarnya. Karena elektron yang diluar mempunyai energi yang lebih besar, maka pada waktu berpindah orbit ke energi yang lebih rendah akan melepaskan energi dalam bentuk foton, yang dikenal sebagai sinar-X. Spektrum enegi sinar-X yang dipancarkan tersebut mempunyai energy spesifik yang tegantung dari nomor atom bahan. Dengan mengetahui energy sinar-X yang dipancarkan, dapat diketahui nomor atom bahan yang memancarkan sinar-X tersebut, dan juga kandungan relatif masing-masing bahan di dalam paduannya berdasarkan sinar-X yang dipantulkan (Nuha, 2008).


(57)

3.8.3 VSM(Vibrating Sample Magnetometer)

3.8.3.1 Sampel dan Preparasi

Sampel yang digunakan dalam bentuk serbuk. Dipersiapkan peralatan yang digunakan untuk preparasi. Kemudian tatakan mikro tube dan mikro tube ditimbang menggunakan neraca digital. Jika nilai yang tertera pada neraca digital sudah konstan kemudian ditare. Dikeluarkan micro tube kemudian dimasukkan sampel menggunakan pipet kapiler sedikit demi sedikit sampai micro tube terisi setengahnya. Pada saat memasukkan sampel ke dalam micro tube tidak boleh ada udara yang masuk agar hasil yang ditampilkan pada VSM akan maksimal. Setelah sampel terisi padat kemudian sampel yang ada di dalam micro tube ditutup dengan lilin. Kemudian ditimbang dengan neraca digital dan diukur sebanyak 5 (lima) kali pengukuran untuk setiap sampel. Kemudian micro tube diletakkan pada sampel holder untuk dimasukkan ke dalam uniform magnetic field.

Gambar 3.8 Preparasi sampel VSM 3.8.3.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja VSM

Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metode untuk mengukur besar magnetisasi, yaitu metode induksi (induction method) dan metode gaya (force method). Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/ diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang


(58)

kumparan. Sedangkan pada metode gaya pengukuran dilakukan pada besarnya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang berada dalam dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer) adalah merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja pada metode induksi. Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur magnetisasinya dipasang pada ujung bawah batang kaku yang bergetar secara vertical dalam lingkungan medan magnet luar H. Jika cuplikan termagnetisasi, secara permanen ataupun sebagai respon dari adanya medan magnet luar, getaran ini akan mengakibatkan perubahan garis gaya magnetik. Perubahan ini akan menginduksikan/ menimbulkan suatu sinyal tegangan AC pada kumparan pengambil (pick up coil atau sense coil) yang ditempatkan secara tepat dalam sistem medan magnet ini. Dalam proses pengukuran, medan magnet luar yang diberikan, suhu cuplikan, sudut dan interval waktu pengukuran dapat divariasikan melalui kendali komputer. Komputer akan merekam data tegangan kumparan sebagai fungsi medan magnet luar, suhu, sudut ataupun waktu (Mujamilah, 2000).

Sifat kemagnetan Barium M-Heksaferit dapat diindentifikasi dengan pengujian VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Besarnya sifat magnet suatu bahan dapat diketahui melalui kurva histeris. Dari kurva histeris tersebut dapat diketahui magnetisasi remanansi (Mr) dan medan koersivitas (Hc). Pada pengujian ini menggunakan besar magnetisasi sebesar 1 gauss saturasi (Ms) sampel. Pada kurva histeris berikut juga dapat diketahui magnetisasi tertinggi (Ariza, Zainuri, 2012).


(59)

3.8.4 VNA (Vector Network Analyzer)

VNA (Vector Network Analyzer) digunakan untuk mengetahui besarnya

penyerapan gelombang mikro (Dessy, dkk, 2012). Dari uji VNA akan dihasilkan nilai reflection loss (dB) seberapa besar daya serap spesimen terhadap gelombang elektromagnetik. Kurva reflection loss akan semakin turun seiring dengan semakin besarnya nilai reflection loss. Semakin besar nilai reflection loss maka akan semakin besar nilai penyerapan yang dapat dilakukan oleh spesimen tersebut. RAM (Radar Absorbern Material) bekerja dengan dengan beberapa cara yaitu mengubah gelombang elektromagnetik yang masuk (medan listrik) menjadi panas oleh bahan dielektrik dan dengan menyerap (medan magnet) oleh material magnetik. Ketebalan lapisan juga berpengaruh terhadap reflection loss. Dengan semakin tebalnya spesimen maka gelombang elektromagnetik akan semakin terserap (Adelia, dkk, 2011). Impedansi karakteristik merupakan konsekuensi dari permeabilitas relatif (µr) dan permitivitas relatif (εr) yang mempunyai nilai kompleks pada suatu bahan. Sehingga diperlukan bahan yang memiliki µr dan εr yang sesuai dengan µ dan ε udara atau vakum agar terjadi resonansi impedansi sehingga dihasilkan reflektansi loss yang cukup besar. Untuk mendapatkan nilai µ

dan ε dapat diketahui dengan cara mengukur besarnya Reflektansi dan

Transmitansi yang terjadi bila sampel diberikan gelombang elektromagnetik. Menurut metode pengukuran sifat dielektrik material pada proses konversi Nicholson-Ross-Weir parameter yang didapat dari pengukuran adalah :

S11* = S11’ + S11’ (3.2)

S21* = S21’ + S21’ (3.3)

dimana S11* dan S21* merupakan bilangan kompleks dari parameter hamburan

(Scattering parameter) yaitu parameter reflektansi dan parameter transmitansi. Dengan S11’ dan S21’ sebagai bilangan riilnya, serta S11” dan S21” sebagai bilangan

imajinernya. Dari parameter-parameter tersebut, dapat diperoleh koefisien refleksi ( Γ ) sebagai berikut :

Γ = �11 2−�21 2 2�11 ±��

112−�21 2 +1 2�11 �


(60)

Setelah mendapatkan koefisien refleksi ( Γ ), koefisien transmisi (T) bias didapat dengan cara :

Γ = �11 +�21 +1−Γ

1−��11−�21�Γ

(3.5)

Dengan menggunakan bantuan :

1

˄2 = � 1 2��ln�

1

���

2 (3.6)

Dari persamaan (3.5) dimana L adalah tebal sampel. Permeabilitas suatu bahan dapat dihitung :

= 1+�1

˄(1−�)1

λ02

− 1 λ �2

(3.7)

dengan λ0 adalah panjang gelombang elektromagnetik pada udara dan

λ� adalah panjang gelombang cutoff, sehingga diperoleh permitivitas relatif suatu bahan adalah :

��= �

�(1(1+−ΓΓ ))2�1− λ02 λ2�+

λ02 λ2

1

�� (3.8)

dengan rumus tersebut akan didapatkan kurva permitivitas dan permeabilitas suatu bahan sehingga mendapatkan impedansi bahan dengan menggunakan rumus

���= �0

�� �� �tanh�� �

2��

λ0� ���−��� (3.9)

dimana Zin adalah impedansi masukan ketika gelombang elektromagnetik yang

datang tegak lurus terhadap bahan dan Z0 adalah impedansi udara (free space)

~367,73031346177. Setelah mendapatkan nilai-nilai impedansi bahan, selanjutnya digunakan untuk menghitung Reflektansi loss terhadap frekuensi penyerapan gelombang mikro dengan menggunakan rumus berikut :

RL = 20 log

����� −�0

��+ �0��

(3.10) (Subiyanto, 2011).


(61)

BAB 4

HASILDAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi Fasa Sampel Sistem BaNixAl6-xFe6O19 (x = 0; 0,5; 1; 2; 3) Dengan Menggunakan Difraksi Sinar-X

Sintesis sampel sistem BaNixAl6-xFe6O19 (x = 0; 0,5; 1; 2, dan 3) dilakukan

dengan menggunakan reaksi padatan (solid state reaction) dari prekusor bahan oksida-oksida : Barium carbonat (BaCO3), Nikel oksida (NiO), Alumunium

oksida (Al2O3), dan Besi oksida (Fe2O3). Adapun hasil sintesis dari

masing-masing komposisi adalah sebagai berikut : 4.1.1 Sampel BaAl6Fe6O19 (x = 0)

Komposisi stokiometri dari sampel BaAl6Fe6O19 disintesis berdasarkan persamaan

reaksi sebagai berikut :

3Al2O3 + BaCO3 + 3Fe2O3 ---> BaAl6Fe6O19 + CO2

Sedangkan hasil dari sintesis sampel BaAl6Fe6O19 diperlihatkan seperti pada

Gambar 4.1.

Gambar 4.1 BaAl6Fe6O19

Hasil pengukuran pola difraksi sinar-X yang bertujuan untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk setelah proses pemanasan 1000˚C dengan menggunakan difraktometer sinar-X pada sampel BaAl6Fe6O19 diperlihatkan pada Gambar 4.2.


(62)

Gambar 4.2 Pola difraksi sinar-X sampel BaAl6Fe6O19

Hasil identifikasi fasa sampel BaAl6Fe6O19 menunjukkan bahwa sampel

memiliki fasa tunggal berdasarkan pencocokan pola difraksi sinar-X menurut hasil penelitian BaAl6Fe6O19seperti diperlihatkan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Identifikasi fasa pola difraksi sinar-X sampel BaAl6Fe6O19

Sedangkan data puncak-puncak difraksi sinar-X sampel BaAl6Fe6O19disajikan

pada Tabel 4.1.

No. Sudut Intensitas Bidang (hkl) Fasa

h K L

1. 17.985 784.28 1 0 1 Barium Heksaferit

2. 23.2751 1511.63 1 0 4 Barium Heksaferit 3. 30.6663 4548.18 1 1 0 Barium Heksaferit

4. 31.166 3600.8 1 1 2 Barium Heksaferit


(1)

4. LAMPIRAN D

Hasil SEM/EDS Sampel BaNiAl5Fe6O19

Komposisi Sampel BaNiAl5Fe6O19

No. Elemen Kimia % Berat % Atom

1. Carbon C 9.47 18.73

2. Oksigen O 41.76 62.01

3. Natrium Na 0.34 0.35

4. Magnesium Mg 0.55 0.54

5. Alumunium Al 5.72 5.04

6. Silikon Si 0.26 0.22

7. Titanium Ti 2.95 1.46

8. Besi Fe 14.01 5.96

9. Nikel Ni 5.91 2.39


(2)

5. LAMPIRAN E

Hasil VSM Kurva HIsterisis Sampel BaNixAl6-xFe6O19


(3)

BaNiAl5Fe6O19 BaNi2Al4Fe6O19


(4)

6. LAMPIRAN F

Hasil VNA Sampel BaNixAl6-xFe6O19


(5)

BaNi0,5Al5,5Fe6O19


(6)

BaNi2Al4Fe6O19