Kawasan agroforestri Simpukng ETNOEKOLOGI DAN DINAMIKA LINGKUNGAN MASYARAKAT BENUAQ DI KECAMATAN MUARA LAWA

C. Kawasan agroforestri Simpukng

1. Agroforestri di pemukiman home garden a. Simpukng lou Pada budaya masyarakat Benuaq, tanah dan hutan disekitar rumah panjang ditetapkan sebagai simpukng lou yaitu tanah yang ditanami dengan tanaman keras, seperti kelapa, durian, lai, rambutan, mangga, duku, langsat dan berbagai jenis lainnya. Lazimnya simpukng ini bersifat umum komunal dan menjadi milik semua warga kampung. Dalam simpukng tidak saja terkandung nilai biofisik semata tetapi juga mengandung nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat Benuaq. Karena keberadaan simpukng terkait dengan sejarah masa lalu dan proses terbentuknya. Sarjono 1995 menyatakan bahwa pada masyarakat Benuaq dapat dikatakan budidaya simpukng telah menjadi bagian dari tradisinya dan oleh karenanya sangat penting bagi budaya mereka. Nilai- nilai dimaksud menyangkut pengfungsian kelembagaan adat dalam proses dan kasus-kasus pengelolaannya a.l. pemanfaatan, pewarisan, perselisihan. Menurut salah satu tokoh Dayak Benuaq Asy’arie 2004, simpukng adalah suatu lahan bekas ladang yang sudah beberapa tahun ditinggalkan oleh pemiliknya yang di dalamnya tumbuh pohon buah-buahan, rotan atau tumbuhan bernilai ekonomis lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa simpukng yang lebih lengkap biasanya terdapat bekas rumah atau lou serta kuburan, sehingga lahan tersebut harus dijaga tanam-tanamannya dari kemungkinan dijarah atau dijadikan lahan pertanian baru oleh orang yang tidak berhak. Apabila di sekitar lahan tersebut dimanfaatkan untuk membuat ladang baru, maka di sekeliling lahan yang ada tanam-tanaman dan bekas rumah atau kuburan tadi harus diupayakan tidak musnah atau terbakar saat membakar ladang karena sangsi denda adat akan sangat besar apabila hal tersebut terjadi akibat aktivitas penggarapan tanpa ijin. Secara holistik budaya simpukng erat hubungannya perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Benuaq. Pada zaman ketika tradisi mengayau masih aktif dilakukan, perladangan berikut rumah- rumah ladang seringkali dibangun secara berkelompok. Dari kebiasaan tersebut muncul perkampungan-perkampungan semi menetap. Setelah kampung ini ditinggalkan oleh penghuninya, maka disana akan terbentuk simpukng yang cukup luas. Hal ini sesuai dengan penelitian Sardjono 2003 bahwa terbentuknya simpukng atau lembo erat kaitannya dengan aktifitas tradisional masyarakat Benuaq dan Tunjung yaitu mengumpulkan dan meramu hasil hutan serta perladangan berpindah. Hal yang menarik dari studi ekologi simpukng adalah keanekaragaman jenis poho n yang tinggi di dalamnya. Pengamatan di lapangan secara umum ditemukan 64 jenis poho n yang tergolong ke dalam 28 marga dan 18 suku tumbuhan dalam agroforestri tradisional ini. Jenis-jenis yang penting umumnya dari suku Sapindaceae 9 jenis, Moraceae 9 jenis, Anacardiaceae 8 jenis, Euphorbiaceae 7 jenis, Bombacaceae 5 jenis dan suku-suku lainnya Tabel 1. Berdasarkan proses budidaya tumbuh- tumbuhan yang ada di dalamnya dibedakan atas dua kelompok yaitu tumbuhan yang dipelihara dari tegakan alami dan tumbuhan yang sengaja ditanam dan dipelihara sehingga dikenal dua tipe simpukng secara umum yaitu simpukng ulaq dan simpukng lati. Struktur dan komposisi penyusun vegetasi simpukng terdiri dari berbaga i lapisan kanopi jenis-jenis tumbuhan berkayu, pohon buah, pohon obat-obatan berselang-seling secara alami. Struktur tersebut menyerupai vegetasi hutan yang menyediakan lebih bayak relung ekologis bagi mikro- organisme serta habitat burung, terutama burung pemakan buah dan biji- bijian. Selain itu simpukng dapat dilihat sebagai “gene pool” yang menyediakan materi genetik berbagai jenis tumbuhan berkayu terutama buah-buahan dari suku-suku yang dominan yaitu Anacardiaceae, Bombacaceae, Euphorbiaceae, Meliaceae, Moraceae, dan Sapindaceae. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dari simpukng secara tidak langsung dalam memelihara sumber daya alam melalui perlindungan keanekaragaman genetik yang terdapat di dalamnya. b. Simpukng Belaai Simpukng belaai adalah lahan milik perseorangan yang merupakan tanah di sekitar rumah individual belaai yang ditumbuhi beraneka ragam pohon buah-buahan dan beberapa jenis tumbuhan berharga lainnya. Sebenarnya secara sederhana dan menurut masyarakat awam simpukng dapat disebut ‘kebun buah’. Namun menurut Sardjono 2003 bagi masyarakat Benuaq dan Tunjung, istilah kebun biasanya berkaitan dengan aspek budidaya tunggal dengan jenis-jenis eksotik dari luar yang berorientasi perdagangan komersial, misalnya kebun karet rubber plantation, kebun kelapa sawit oil-palm plantation, dan lain- lain. Hal ini didukung oleh Hadi dan Lung 1988 bahwa kelompok masyarakat asli yang mendiami pedalaman Kalimantan Timur lebih menunjukkan karakteristik masyarakat tradisional sedangkan migran atau pendatang yang mendiami area pantai, sepanjang sungai besar, dan area di sekitar daerah proyek pengembangan lebih responsif terhadap pasar komersil. Terjadinya perubahan pola tempat tinggal dari rumah panjang lou ke rumah tunggal belaai, maka para penghuni rumah tunggal ini pun meneruskan tradisi budaya simpukng mereka. Karena pada dasarnya simpukng adalah entitas yang terintegrasikan dengan sistem perladangan, rumah dan perkampungan. Simpukng belaai merupakan kebun pekarangan home gardens yang mempunyai kontibusi ekonomi secara langsung untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Tujuannya sangat praktis yaitu untuk dikonsumsi sendiri oleh para pemiliknya. Namun kemudian simpukng juga bisa berfungsi sebagai strategi alternatif ketika hasil padi ladang tidak berhasil dengan baik, maka hasil panen buah-buahan dari simpukng bisa dijual guna mendapatkan uang tunai sehingga simpukng telah mengalami transformasi dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar. Dengan berbagai produk yang dapat diha silkannya simpukng telah menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat, dalam arti untuk kebutuhan sendiri subsistensi ataupun diperdagangkan. Khusus untuk pendapatan tunai diperoleh dari berbagai produk yang dihasilkan oleh berbagai tanaman komersial cash crop seperti kelapa, kopi, durian, cempedak, rambutan, mangga- manggaan, rotan, aren, madu dan bahkan produk tidak langsung seperti kerajinan dan beberapa satwa liar yang hidup di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa budaya simpukng bukanlah Tabel 1 Jenis-jenis poho n yang umum ditemukan dalam agroforestri simpukng dan proses budidayanya No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status Pemeliharaan Tipe 1. Aput Dipterocarpus sp Dipterocarpaceae liar semi intensif Simpukng lati 2. Ayau Litsea spp Lauraceae liar semi intensif Simpukng lati 3. Benturukng Artocarpus odoratissimus Moraceae ditanam intensif Simpukng ulaq 4. Darak wani A. dadah Moraceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 5. Deraya besiq Knema latericia Myristicaceae liar semi intensif Simpukng lati 6. Deraya julung Horsfieldia grandis Myristicaceae liar semi intensif Simpukng lati 7. Empelam Mangifera indica Anacardiaceae liar ditanam intensif Simpukng ulaq 8. Encapm Bulau M. torquenda Anacardiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 9. Encapm Busur M. macrocarpa Anacardiaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 10. Encapm Kelauq M. quadrifida Anacardiaceae liar semi intensif Simpukng lati 11. Encapm Konyot M. decandra Anacardiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 12. Encapm Payang M. pajang Anacardiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 13. Engkarai Nephelium lappceum Sapindaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 14. Gemong Eugenia malaccensis Myrtaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 15. Gerik Aleurites moluccana Euphorbiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 16. Ihau Dimocarpus longan var. malesianus Sapindaceae liar ditanam semi intensif Simpukng lati dan ulaq 17. Jamuq Psidium guajava Myrtaceae ditanam intensif Simpukng uaq 18. Jengan Shorea laevis Dipterocarpaceae liar semi intensif Simpukng lati 19. Kalakng Durio zibethinus Bombacaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 20. Kelepapaq Vitex pinnata Verbenaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 21. Keliwatn Baccaurea pyriformis Euphorbiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan uaq 22. Ketungan Durio oxleyanus Bombacaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 23. Keramuq Dacryodes rostrata Burseraceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 24. Kopeq Nephelium lappceum Sapindaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 25. Kuini Mangifera odorata Anacardiaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 26. Kulur Artocarpus communis Moraceae ditanam intensif Simpukng ulaq 27. Laai Durio kutejensis Bombacaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan u laq 28. Lasak Eugenia polyantha Myrtaceae semi liar semi intensif Simpukng ulaq 29. Layukng D. dulcis Bombacaceae liar semi intensif Simpukng lati 30. Lemposu B. lanceolata Euphorbiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 31. Lenamun N. uncinatum Sapindaceae ditanam intensif Simpukng ulaq No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status Pemeliharaan Tipe 32. Lisatn Lansium domesticum Meliaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 33. Lomuq Canarium spp Burseraceae liar semi intensif Simpukng lati 34. Luwik Baccaurea edulis Euphorbiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 35. Manggis Garcinia mangostana Guttiferae ditanam intensif Simpukng ulaq 36. Mawooi Baccaurea puberula Euphorbiaceae liar semi intensif Simpukng lati 37. Menotn Meliosma sumatrana Sabiaceae liar semi intensif Simpukng lati 38. Merejakng Sindora leicocarpa Leguminosae liar semi intensif Simpukng lati 39. Monte Belolang Citrus maxima Rutaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 40. Monte Bintang C. aurantium subspec. aurantifolia Rutaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 41. Monte Mamih C. aurantium subspec. Sinensis Rutaceae ditanam intensif Simpukng ulaq 42. Nakatn nangka Artocarpus intiger Moraceae ditanam intensif Simpukng ulaq 43. Nakatn A. champeden Moraceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 44. Obeeq A. lanceifolius Moraceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 45. Pasi Baccaurea macrocarpa Euphorbiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 46. Pengo Sarcotheca macrophylla Oxalidaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 47. Pepuatn Artocarpus anisophyllus Moraceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq 48. Pudoq A. kemando Moraceae liar semi intensif Simpukng lati 49. Puti Koompasia excelsa Leguminosae liar semi intensif Simpukng lati 50. Rambai B. montleyana Euphorbiaceae ditanam intensif Simpukng ruyaq 51. Rekep N. cuspidatum var. ophiodes Sapindaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 52. Ridatn N. mainganyi Sapindaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 53. Saraap Arenga pinnata Palmae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 54. Selekop Lepisanthes amoena Sapindaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 55. Semayap Xerospermum noronhianum Sapindaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 56. Sepotn Areca catechu Palmae ditanam intensif Simpukng ulaq 57. Siwo Nephelium ramboutan-ake Sapindaceae liar ditanam semi intensif Simpukng lati dan ulaq 58. Sungkai Peronema canescens Verbenaceae liar semi intensif Simpukng lati dan ulaq 59. Tae Canarium sp Burseraceae liar semi intensif Simpukng lati 60. Teluyatn Eusideroxylon zwageri Lauraceae liar semi intensif Simpukng lati 61. Tempudou Dipterocarpus spp Dipterocarpaceae liar semi intensif Simpukng lati 62. Toyop Artocarpus elasticus Moraceae liar semi intensif Simpukng lati 63. Tuola Durio graveolens Bombacaceae liar semi intensif Simpukng lati 64. Wanyi M. caesia Anacardiaceae liar ditanam intensif Simpukng lati dan ulaq sesuatu yang statis karena perkembangannya dipengaruhi oleh perubahan sosial. Kehadiran jenis-jenis tersebut menandakan telah terjadi transformasi simpukng akibat pengaruh perdagangan dari luar. Perkembangan- perkembangan baru tentang inovasi teknologi, penerimaan pasar untuk jenis- jenis tertentu dan masuknya jenis-jenis eksotik sedikit demi sedikit mulai mempengaruhi pengelolaan tradisonal dan mengubah tradisi simpukng yang dulunya lebih bersifat subsisten. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa simpukng merupakan implementasi agroforestri tradisional yang dapat dijumpai secara luas di kalangan masyarakat di Kalimantan Timur, berupa sistem-sistem kebun hutan forest-gardens dan kebun pekarangan home-gardens seperti diuraikan oleh Sardjono 2003. Selanjutnya dalam konteks riset agroforestri Sardjono, 1995, pemahaman simpukng atau lembo dapat lebih dispesifikasikan sebagai berikut: “areal kebun tradisional Masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, di mana terdapat berbagai jenis tanaman berkayu bermanfaat, baik yang belum dibudidayakan wild-species, setengah dibudidayakan semi-cultivated species dan dibudidayakan cultivated species, didominir oleh jenis pohon dari suku penghasil buah-buahan, sebagian dikombinasikan dengan tanaman-tanaman bermanfaat lainnya atau hewan, serta berada tersebar tak teratur di bekas lahan ladang atau di sekitar tempat tinggal”. Tersebar tidak teratur maksudnya menggambarkan struktur praktek tradisional yang berbasis ‘pengalaman’ ini yang menyerupai ekosistem alami nature-like. Ketidak-teraturan dimaksud tidak hanya dalam kaitannya dengan distribusi komponen simpukng secara horizontal spatial distribution, tetapi juga dalam hal struktur vertikal dan umur tegakan temporal arrangement seperti terlihat pada gambar 12 di bawah ini: Gambar 12 Profil agroforestri simpukng belaai di Kampung Dingin Ket: Mangifera odorata Griff. = Mo:1, 2, 25, 27, 28, 39, 41, 54; Mangifera indica L. = Mi:10, 15, 47; Mangifera pajang Kosterm. = Mp: 24; Mangifera caesia Jack. = Mc: 23; Nephelium lappaceum L = Nl: 3, 4, 6, 8, 14, 17, 20, 29, 32, 37, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 52, 55; Dimocarpus longan var. malesianus Leenh. = Dl: 19, 21; Artocarpus integra Merr. = Ai: 5, 9, 13, 16, 22, 33, 38; Artocarpus odoratissimus = Ao: 50; Artocarpus communis Forst. = Ac: 51; Arenga pinnata Merr. :30, 31; Lansium domesticum Corr.:7, 18; Eugenia malaccensis L. = Em:11, 26; Coffea Arabica L.:12; Gigantochloa hasskarliana:34, 35, 36, 40; Durio zibethinus Murray = Dz:53. Tajuk pohon-pohon di dalam simpukng secara umum terbagi tiga strata. Lapisan atas atau strata teratas biasanya tajuk dari beberapa jenis Artocarpus, Dialium, Durio dan Koompasia. Pohon Koompasia merupakan tempat bersarangnya koloni lebah madu dan menjadi tradisi masyarakat Dayak Benuaq menyisakan tegakan pohon ini waktu membuka hutan untuk Jarak m 10 20 30 40 10 20 30 T i n g g i m perladangan. Lapisan ke dua merupakan tajuk dari beberapa jenis buah- buahan, seperti Artocarpus, Baccaurea, Sandoricum dan Mangifera spp yang sangat beragam jenisnya. Sedangkan lapisan paling bawah merupakan tajuk dari beberapa jenis buah-buahan yang lebih pendek pohonnya seperti Nephelium dan Syzygium serta jenis-jenis lainnya yang berguna sebagai tumbuhan obat-obatan. Tabel 2 Indeks Nilai Penting beberapa jenis pohon dalam simpukng belaai di Kampung Dingin Kecamatan Muara Lawa No. Jenis Σ F FR K KR D DR INP 1 Arenga pinnata 2 0,1 1,96 0,002 1,98 0,74 2,19 6,13 2 Artocarpus champeden 8 0,4 7,84 0,008 7,92 7,64 22,44 38,20 3 Artocarpus integra 8 0,4 7,84 0,008 7,92 1,23 3,62 19,38 4 Artocarpus odoratissimus 1 0,1 1,96 0,001 0,99 1,81 5,31 8,26 5 Artocarpus altilis 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,11 0,32 3,27 6 Dimocarpus longan var. malesianus 3 0,2 3,92 0,003 2,97 2,11 6,18 13,08 7 Durio kutejensis 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,07 0,21 3,16 8 Durio zibethinus 2 0,2 3,92 0,002 1,98 0,73 2,15 8,05 9 Lansium domesticum 3 0,3 5,88 0,003 2,97 0,08 0,25 9,10 10 Mangifera caesia 2 0,2 3,92 0,002 1,98 2,73 8,03 13,93 11 Mangifera decandra 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,11 0,33 3,28 12 Mangifera indica 3 0,2 3,92 0,003 2,97 0,69 2,03 8,92 13 Mangifera odorata 13 0,7 13,73 0,013 12,87 5,71 16,76 43,36 14 Mangifera pajang 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,04 0,13 3,08 15 Mangifera torquenda 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,14 0,41 3,36 16 Nephelium lappaceum 40 0,9 17,65 0,04 39,60 4,48 13,16 70,41 17 Pithecelobium lobatum 5 0,4 7,84 0,005 4,95 2,44 7,18 19,97 18 Sandoricum koetjape 1 0,1 1,96 0,001 0,99 0,71 2,08 5,03 19 Syzygium jambos 3 0,3 5,88 0,003 2,97 0,16 0,47 9,32 20 Xerospermum noronhianum 2 0,1 1,96 0,002 1,98 2,30 6,75 10,69 Jumlah 101 5,1 100,00 0,101 100,00 34,05 100,00 300,00 Hasil pencuplikan data pohon pada simpukng di dalam pemukiman pada simpukng belaai seluas 0,1 hektar diperoleh data secara umum tersusun oleh tanaman buah-buahan lokal yang bernilai ekonomi Tabel 2. Hasil pencuplikan diperoleh jenis-jenis yang menonjol adalah kopeq Nephelium lappaceum dengan INP 70,41, diikuti kuini Mangifera odorata INP 43,36, nakatn Artocarpus champeden INP 38,20, jaring Pithecelobium lobatum INP 19,97 dan nakatn nangka Artocarpus integra INP 19,38. Lima jenis tersebut merupakan jenis yang umum ditemukan dalam pemukiman Dayak Benuaq. c. Simpukng lalaq Simpukng lalaq merupakan bentuk agroforestri yang terdapat di sepanjang jalan menuju ke ladang atau ke sungai tepian yang seringkali seperti “tidak bertuan” dan “tidak terawat”. Simpukng ini juga menjadi milik komunal, namun penguasaan bersifat individu pohon dan temporer saat berbuah pohon diberi tanda. Walaupun simpukng ini terkadang seperti seperti kebun buah yang terbentuk dari terseraknya sisa biji buah-buahan yang dibiarkan tumbuh secara alami, namun pada pohon yang sedang berbuah biasanya dipasang tanda larangan memetik buah bagi orang lain yang disebut pupuh atau tempesaak. Pupuh dapat berupa kayu hidup yang diikatkan pada bagian pangkal pohon sedangkan tempesaak adalah sepotong kayu yang pada bagian ujungnya diraut, ditancapkan ke tanah dan mengarah ke pohon buah yang dimaksud. Pelanggaran terhadap tanda larangan ini dapat dijatuhkan denda adat. Walaupun demikian jika di dekat pohon tersebut masih terdapat rumah atau pondok yang berpenghuni, maka saat memanen pohon buah tersebut si pemasang tanda pupuh harus membagi kepada pemilik rumah atau pondok tersebut. 2. Agroforestri di luar pemukiman forest gardens a. Simpukng bua lati Pengertian simpukng bua lati adalah suatu hutan atau lahan yang di dalamnya tumbuh buah-buahan secara alami yang dimiliki secara bersama oleh warga kampung. Setiap warga kampung diperbolehkan untuk mengambil buah-buahan dari tempat tersebut dengan mengajak warga lainnya. Pemanenan buah secara bersama ini dikenal dengan istilah sempua. Namun kepemilikan simpukng bua lati dapat menjadi milik pribadi jika seseorang membuka ladang di hutan tersebut dengan meminta izin mantiq terlebih dahulu. Dengan demikian, pohon buah-buahan yang tumbuh dan dipelihara di sekitar atau di tengah ladangnya tersebut mutlak menjadi miliknya. Simpukng bua lati merupakan suatu kebun hutan forest gardens yang bersifat tradisional yang dimiliki suatu keluarga dan merupakan bagian penting dari sistem sumber daya masyarakat Dayak Benuaq yang berisi pohon buah-buahan, tanyut pohon madu dan tumbuhan berguna lainnya. Pada simpukng bua lati ini banyak sekali ditemukan kultivar-kultivar liar dari berbagai jenis buah-buahan. Buah-buahan tersebut juga mempunyai nilai ekonomi lokal karena pada musim buah-buahan banyak dijual di pasar- pasar tradisional di Kabupaten Kutai Barat. Masyarakat Dayak menerapkan beberapa cara dalam mengelola kebun hutan forest gardens untuk menghasilkan produk yang laku di pasaran seperti buah-buahan, karet, obat- obatan dan kayu, hal ini sesuai dengan Lawrence et al. 1995. Pada hutan agroforestri yang dikelola masyarakat keanekaragamannya sangat tinggi dan dalam jangka 30 tahun dapat dibedakan dari hutan primer dan hutan sekunder di sekitarnya, ditandai dengan tingginya kerapatan pohon buah- buahan bersama jenis-jenis pohon berharga lainnya. b. Simpukng ruyaq Simpukng ruyaq adalah suatu kawasan hutan yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon yang baik untuk dijadikan bahan bangunan. Terbentuknya simpukng ini berkaitan dengan sejarah zaman dahulu dimana kemegahan lou rumah panjang dibangun bukan dengan kontruksi baja dan beton melainkan dari kayu dan rotan sebagai pengikatnya. Komponen bahan bangunan tersebut dalam bahasa Benuaq disebut ruyaq. Namun tidak semua jenis kayu dapat dijadikan sebagai ruyaq karena hal ini dibatasi oleh pantangan-pantangan. Dalam memilih ruyaq banyak hal yang harus diperhatikan, diantaranya jenis pohon, nyahuq dan jariq. Oleh karena itu, kelestarian simpukng ruyaq senantiasa dijaga dengan baik. Masyarakat dilarang membuat ladang atau kebun di kawasan simpukng ruyaq. Luas simpukng ini disesuaikan dengan luas kawasan hutan yang mengandung pohon ruyaq. Dalam simpukng ruyaq dipelihara tegakan alami dan dibudidayakan kayu-kayuan yang berguna untuk bahan bangunan dan obat-obatan, seperti teluyan Eusideroxylon zwageri, tempudou Dipterocarpus spp, kapur Dryobalanops sp, kahoi Shorea balangeran, jengan Shorea laevis, mentewohok Shorea johoriensis, mengkorou Shorea leprosula. Bahkan di dalam simpukng ini masyarakat Benuaq juga menanam beberapa jenis rotan yang bernilai ekonomis seperti uwe jepukng Daemonorops crinita, uwe pelas Calamus javensis dan uwe ngono C. manan. Menurut Sardjono 2003 fungsi budidaya lembo atau simpukng terdiri dari dua aspek, yaitu aspek produksi dan ekologis. Aspek produksi melalui berbagai produk yang dihasilkannya yaitu bahan pangan, kayu pertukangan, rotan, kayu bakar, bahan obat-obatan, bahan racun, getah, madu, bahan pewarna, hewan buruan dan lain- lain. Sedangkan aspek ekologis dengan adanya keragaman struktur dan jenis di dalamnya simpukng tersebut amat penting peranannya bagi keseimbangan ekologi wilayah yang bersangkutan klimatis dan hidrologis, hingga kepentingan global adanya keanekaragaman jenis yang tinggi memiliki aspek perlindungan sumber daya genetik bagi kepentingan bioteknologi di masa depan. c. Simpukng berahatn hutan perburuan Suatu kawasan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berburu, menangkap ikan dan mencari rotan rotan, damar, sarang burung serta hasil hutan lainnya. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat Dayak Benuaq yang dikenal dengan istilah berahatn. Berahatn adalah pergi ke dalam hutan untuk berburu, mencari ikan atau mengumpulkan rotan dan damar dalam beberapa hari. Kegiatan ini biasanya dilakukan dalam kawasan yang disebut Simpukng Berahatn yang mempunyai kekayaan hewan dan tumbuhan cukup tinggi. Perburuan di hutan yang dipelihara secara teratur merupakan gambaran ekonomi subsisten, dengan hewan buruan mamalia besar maupun kecil dan berbagai jenis burung memenuhi secara berkala kebutuhan protein yang penting untuk bahan pangan sesuai dengan Colfer et al. 2000. d. Keletn tanyut Pohon-pohon tempat bersarang lebah madu Secara harfiah keletn berarti kelompok pohon-pohon yang sejenis, sedangkan tanyut berarti pohon tempat lebah madu bersarang. Jadi keletn tanyut merupakan kelompok pohon-pohon besar yang tumbuh di dalam hutan tempat lebah madu bersarang. Lebah madu biasanya bersarang pada pohon-pohon tertentu, sehingga secara adat masyarakat Dayak Benuaq memelihara dan melestarikan pohon-pohon tempat bersarangnya lebah madu tersebut. Pohon tanyut senantiasa dibersihkan dengan jalan menebang pepohonan yang ada di sekitarnya kecuali pohon yang berfungsi sebagai tangga untuk naik mengambil madu turaatn: Benuaq. Keletn tanyut milik kampung pengelolaannya langsung di bawah pengawasan kepala adat. Kepemilikan lahan oleh warga kampung secara komunal dan pengelolaannya yang diatur oleh kepala adat merupakan pembeda satuan lingkungan ini dari keletn tanyut yang tergolong ewei teweletn. Pada keletn tanyut yang tergolong ewei teweletn merupakan milik suatu keluarga dan pengelolaannya diatur oleh anggota tertua keluarga tersebut. Pohon madu memiliki nilai tradisional sehingga bagi banyak suku Dayak dianggap keramat. Lahjie dan Seibert 1988 mengemukakan ciri-ciri pohon lebah madu, yaitu lebih besar dibandingkan dengan pohon-pohon lain di sekitarnya, memiliki banyak cabang dan tidak terdapat epifit. Dari hasil inventarisasi di lapangan ditemukan jenis-jenis pohon yang biasanya tempat lebah madu bersarang adalah Aput Dipterocarpus spp., Itir Intsia palembanica, Jelemuq Canarium odontophyllum, Jengan Shorea laevis, Kawang Shorea seminis, Lelutukng metapm Alstonia pneumatophora, Merjaakng Sindora leiocarpa, Ngoiq Dryobalanops lanceolata, Puti Koompasia exelsa, Tempudou Dipterocarpus confertus, dan Tudak Artocarpus sp. Sejak lama masyarakat Dayak Benuaq mengenal madu sebagai pemanis. Madu biasanya diawetkan dengan dimasak yang dikenal dengan sebutan gontakng dan disimpan di dalam guci yang tertutup rapat sehingga dapat disimpan lama. Berdasarkan produktifitasnya masyarakat Dayak Benuaq membagi dua kelompok tanyut yaitu tanyut biasa, apabila dihinggapi kurang dari empat puluh sarang lebah dan tanyut peruha, apabila dihinggapi empat puluh atau lebih sarang lebah. Madu merupakan hasil hutan non kayu yang cukup penting bagi masyarakat Dayak Benuaq. Madu tersebut selain dikonsumsi sendiri juga sebagian dijual untuk mendapatkan uang, sehingga bagi beberapa rumah tangga hasil madu yang mereka kumpulkan dari hutan tersebut mempunyai peranan penting dalam pendapatan rumah tangga. e. Sopatn Sopatn merupakan suatu kawasan mata air berupa kolam atau telaga kecil di dalam hutan tempat hewan- hewan liar minum atau menjilati tanah pada kawasan tersebut. Kawasan sopatn ini dilindungi secara adat sehingga banyak pantangan dan tabu yang berlaku di tempat ini. Masyarakat tidak boleh sembarangan menebang pohon dan me mbuka kawasan ini untuk perladangan. Kawasan ini dijaga kelestariannya karena merupakan tempat masyarakat berburu dan mengintai hewan buruannya, bahkan air dari tempat ini dipercaya mempunyai kekuatan mistis sehingga digunakan untuk keperluan ritual guna- guna. Secara ekologi kawasan ini dikenal sebagai daerah sesapan salt lick, merupakan suatu daerah tertentu pada berbagai tipe habitat yang sering dikunjungi oleh hewan liar dengan tujuan untuk menjilati atau memakan tanah yang ada di sana Montenegro, 2004. Kehadiran hewan- hewan liar di sesapan adalah untuk menjilati air atau memakan tanah. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mineral tambahan, membantu proses pencernaan dan mengemulsikan racun yang masuk ke dalam sistem pencernaan Brightsmith, 2004. Sesapan merupakan salah satu faktor kunci yang menjamin tersedianya mineral essensial untuk hewan liar terutama di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi dan distribusi sesapan dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kelimpahan dan sebaran vertebrata di suatu daerah Primack, 1995. Beberapa kawasan sopatn di Kecamatan Muara Lawa telah terganggu vegetasinya menjadi relatif terbuka akibat kebakaran hutan sehingga hewan- hewan liar tidak lagi mendatangi tempat tersebut. Hal ini sangat merugikan bagi masyarakat karena hewan buruan menjadi semakin langka. Pada saat ini hanya beberapa sopatn yang masih di datangi oleh hewan liar, salah satunya yaitu sopatn loyun tekayo di Kampung Lambing. Menurut Barero 2006 kehadiran hewan- hewan liar di sesapan sangat ditentukan oleh kondisi alami daerah di sekelilingnya dan kondisi alami sesapan itu sendiri.

D. Kawasan konservasi