Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja

(1)

GAMBARAN PERILAKU CYBERSEX PADA REMAJA SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

NONI NOVIKA SARI 051301027

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari

ABSTRAK

Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja, minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang seks (Hurlock, 1999)

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perilaku Cybersex Pada Remaja.

Kepada keluargaku tercinta, khususnya kedua orang tuaku yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil, perhatian, dan kasih sayang selama ini sehingga penulis dapat tetap semangat dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Terima kasih atas semuanya.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. kak Ridhoi E., M.Si selaku dosen pembimbing seminar yang dengan sabar,

telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran serta semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Bu Rika Eliana, M.Psi., psikolog, ibu Meutia Nauly, M. Si, dan bapak Ari Widyanta, M.Si. Terima kasih atas arahan, saran, pikiran dan petunjuk guna untuk dapat menyelesaikan skripsi.

3. Teman-teman, Ema, Qorin, Retno, Maria, Lenny, Mega, Dhebby, Ratna, Faradiah, Isha, Dewi. Terima kasih atas dukungan dan do’a kalian semua.


(4)

4. Buat teman-teman seperjuangan seminar di departemen sosial Krista, Via, dan Yeni. Terima kasih untuk semua kedekatan kita selama ini, masukan, dan dukungan yang diberikan. Tetap semangat skripsinya ya.

5. Kepada semua orang yang telah membantu tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis sangat berterima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat banyak kelemahan-kelemahan, baik dalam hal penulisan, isi maupun metode penelitiannya. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Agustus, 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... .... i

DAFTAR ISI ... ....ii

DAFTAR TABEL ... ....v

DAFTAR GAMBAR ... ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ..vii

BAB I PENDAHULUAN ... ....1

A. Latar Belakang ... ....1

B. Permasalahan Penelitian... ....9


(6)

D. Manfaat Penelitian ... ....10

E. Sistematika Penulisan ... ....11

BAB II LANDASAN TEORI ... ..12

A. Perilaku Cybersex...13

1. Definisi Perilaku Cybersex... ..13

2. Jenis-jenis Situs Internet ... ..13

3. Bentuk-bentuk Perilaku Cybersex... ..16

4. Klasifikasi Pengguna Cybersex... ..17

5. Penyebab Perilaku Cybersex...17

B. Remaja... ... 18

1. Pengertian Remaja... ... 18

2. Perkembangan Seksual Masa Remaja... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... ..22

A. Variabel Penelitian ... ..23

B. Definisi Operasional ... ..23

C. Permasalahan Penelitian...24

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... ..24


(7)

2. Sampel... ..25

E. Alat Ukur yang Digunakan...26

1. Angket Perilaku Cybersex...27

F. Pengumpulan Data ... ..28

1. Sumber data ... ..28

2. Waktu pengumpulan data... ..29

3. Instrumen penelitian... ..29

G. Metode Analisa Data... ..29

1. Distribusi frekuensi ... ..30

2. Grafik histogram ... ..30

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... ..31

A. Gambaran Subjek Penelitian ... ..31

B. Hasil Analisa Deskriptif... ..35

1. Jenis perilaku cybersex... ..35

2. Alasan melakukan perilaku cybersex ... ..39

3. Tujuan melakukan perilaku cybersex... ..41

4. Tempat melakukan perilaku cybersex... ..43

5. Sumber diperoleh materi untuk melakukan perilaku cybersex ..46


(8)

7. Banyaknya materi dikeluarkan...53

8. Media chatting...54

9. Aktivitas ketika atau setelah melakukan perilaku cybersex……55

C. Hasil Analisa Tambahan………..57

1. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan jenis kelamin………57

2. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan usia………...62

3. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan pendidikan………...70

4. Gambaran perilaku cybersex berdasarkan status tempat tinggal……….76

D. Pembahasan………...83

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... .91

A. Kesimpulan ... .91

B. Saran... .97


(9)

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Noni Novika Sari

ABSTRAK

Perilaku cyebersex merupakan ketikan orang menggunakan komputer atau internet utnuk tujuan kesenangan seksual yang terdiri dari tiga bentuk yaitu mengakses pornografi di internet, terlibat real-tima dengan pasangan online, dan multimedia software (Carners, Delmonici, & Griffin., 2001). Pada masa remaja, minat terhadap mesalah seks meningkat, sehingga semakin meningkatnya minat mereka terhadap seks maka mereka akan berusaha untuk mencari informasi tentang seks (Hurlock, 1999)

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

Penelitian ini mengambil sampel remaja sebanyak 370 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku cybersex yang disusun oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku cybersex dari Carners, Delmonici, dan Griffin ( 2001). Hasil analisa data penelitian memperoleh bahwa remaja pada umumnya lebih banyak mengakses pornografi di internet.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan teknologi komputer telah memberikan banyak kemudahan di dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu bentuk dari kecanggihan teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet berkembang sebagai media yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat di belahan dunia menjadikan setiap individu memperoleh kesempatan untuk mengakses informasi apapun secara cepat (Jufri, 2005).

Bagi orang-orang yang tinggal di kota, khususnya kota-kota yang ada di Indonesia, peran internet dijadikan kebutuhan informasi utama karena saat ini masyarakat kota cenderung haus akan informasi, apabila tidak mengenyam informasi satu hari saja rasa-rasanya hidup ini menjadi serba gelisah tak karuan dan takut dianggap ketinggalan zaman (Purwaningsih, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Andini (2006) bahwa internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari evolusi sosialisasi manusia. Semakin kuatnya peran internet terhadap kebutuhan manusia, maka fasilitas-fasilitas yang ada di internet bersaing secara ketat untuk menampilkan hal-hal atau info semenarik mungkin. Salah satu fasilitas yang paling fenomenal saat ini adalah cybersex (Cooper & Griffin-Shelley, 2002).

Cybersex terjadi ketika orang menggunakan komputer yang berisi tentang


(11)

seksual dan secara khusus mencakup dua atau lebih orang berinteraksi diinternet yang membangkitkan gairah seksual satu dengan yang lainnya (Maheu, 2001). Hal serupa diungkapkan oleh Cooper dan Griffin-Shelley (2002) bahwa cybersex merupakan penggunaan internet untuk terlibat dalam aktivitas yang berisi stimulasi dan kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, terlibat dalam chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar atau pesan email tentang seks yang terkadang diikuti oleh masturbasi.

Pengaruh internet terhadap seks memang menjadi signifikan yang akan dikenal dengan “revolusi seksual” (Cooper dkk., 2000). Berdasarkan hasil sebuah survei, 38% dari pengguna internet mengatakan bahwa mereka terlibat dalam

cybersex dan kurang lebih 3% dari mereka terlibat lebih sering bahkan hampir setiap

saat. Dalam hasil survei tersebut juga melaporkan bahwa 25% responden yang melakukan cybersex telah bertemu dengan pasangan online mereka untuk melakukan kencan atau melakukan seks di dunia nyata (Cooper dalam Weiten & Lloyd, 2006). Sedangkan dalam penelitian Egan (dalam Weiten & Lloyd, 2006) melaporkan bahwa 20% dan 33% pengguna internet terlibat dalam beberapa bentuk aktivitas cybersex.

Delmonico, Carnes, dan Griffin (2001) mengkategorikan beberapa bentuk aktivitas cybersex yaitu yang pertama, multimedia software yang diliputi oleh gambar, suara, dan videoklip seperti menonton video dan film porno, serta memainkan game porno. Kedua, terlibat real time dengan pasangan online seperti mengobrol yang memuat obrolan erotis dengan pasangan online secara real-time di


(12)

ruang chat. Terakhir, mengakses pornografi di internet seperti gambar, video, majalah, dan cerita porno.

Mengakses pornografi di internet adalah hal yang paling mudah diakses oleh siapapun, apalagi perkembangan situs porno yang semakin hari semakin meningkat di internet. Hal ini sejalan dengan apa yang dilaporkan oleh American Demograhics

Magazine bahwa situs-situs porno di internet dewasa ini meningkat dari 22.100 situs

pada 1997 menjadi 280.000 pada tahun 2000 atau melonjak lebih banyak dari kurun waktu tiga tahun, (Mudiarjo dalam Nainggolan, 2008). Cooper (1998) juga menegaskan bahwa seks ataupun hal-hal yang berbau porno menempati urutan pertama topik yang paling digemari dan dicari oleh para netter di Amerika.

Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika saja, namun kenyataannya di Indonesia sendiri tidak jauh berbeda (dalam Okezone, 2008). Hal ini didukung oleh Aziyz (2009) yang manyatakan bahwa berdasarkan internet pornography statistic, untuk mengakses situs porno di internet, Indonesia menempati peringkat ketujuh dunia setelah Pakistan, India, Mesir, Turki, Aljazair, dan Maroko. Namun kondisi ini terus meningkat menjadi peringkat kelima pada tahun 2007 dan menjadi peringkat ketiga pada tahun 2009.

Perkembangan situs porno di Indonesia memang semakin meningkat dan ramai akan pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari hasil situs Alexa.com tentang 100 situs dengan peringkat tertinggi yang paling banyak diakses oleh penduduk Indonesia. Adapun enam situs yang dimaksud adalah tu***.com (peringkat 51 – full) yang menyediakan video dan film porno gratis, dunia***.com (peringkat 52 –


(13)

medium), you***.com (peringkat 58 – full) dimana pengunjung dapat menonton

video dan men-upload video pribadinya, bluef***.com (peringkat 62 – medium), Beb***.info (peringkat 79 – full) dan p***hub.com (peringkat 89 – full). Medium dan

full merupakan kategori pornografi secara subjektif (kategori medium yaitu semi-full,

sedangkan kategori full yaitu benar-benar porno). Dari beberapa situs porno tersebut, dunia***.com merupakan situs yang asli buatan Indonesia (Situs, 2009).

Berdasarkan data yang dituliskan oleh Papu seorang psikolog (dalam Okezon, 2008) bahwa sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka situs porno. Hal ini diungkapkan oleh Richard Kartawijaya, Wakil Presiden Asosiasi Piranti Lunak dan Telematika Indonesia, dalam paparannya pada seminar dies natalis ke-46 Fisipol UGM di Gedung UC, Yogyakarta, Rabu 19/9/2001.

Pasti ada penyebab kenapa pengakses situs porno di internet terus bertambah, Cooper (1998) yang mengatakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu melakukan aktivitas cybersex yang disingkat dengan triple A engine yaitu:

accessibility, affordability, anonymity. Accessibility mengacu pada kenyataan bahwa

internet menyediakan jutaan situs porno dan menyediakan ruang mengobrol yang akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex. Affordability mengacu pada untuk mengakses situs porno yang disediakan internet tidak perlu mengeluarkan biaya mahal. Anonymity adalah individu tidak perlu takut dikenali oleh orang lain. Carners, Delmonico dan Griffin (2001) menambahkan 2 komponen yang menyebabkan individu tertarik untuk melakukan aktivitas cybersex yaitu isolation


(14)

dan fantasy. Isolation adalah individu memiliki kesempatan untuk memisahkan dirinya dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata. Sedangkan fantasy adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan fantasi seksual tanpa takut akan ditolak.

Selain mengakses pornografi di internet, bentuk aktivitas cybersex yang lagi banyak diperbincangkan saat ini adalah ruang mengobrol yang memuat obrolan erotis atau disebut juga dengan real time dengan pasangan online di ruang chat, bahkan beberapa orang sampai menggunakan kamera web untuk melihat pasangan mereka di ruang ngobrol (Carvalheira & Gomes, 2002). Pada beberapa kasus, mereka saling tukar menukar gambar mereka sendiri atau gambar-gambar erotis dan gambar-gambar bergerak yang mereka dapat dari web internet (Cooper & Griffin-shelley, 2002). Biasanya orang yang terlibat dalam kasus ini tidak pernah ketemu sebelumnya di dunia nyata. Percakapan yang di lakukan oleh mereka mulai dari godaan dan kata-kata kotor untuk memberikan gambaran bahwa mereka sedang melakukan hubungan seksual. Adapun tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk kesenangan seksual dan tak jarang dari mereka dapat merasakan orgasme, baik itu hanya dengan berfantasi melalui alam pikiran atau bisa juga diimbangi dengan melakukan onani atau masturbasi (Cooper, Daneback, & Mansson, 2005).

Goldberg (2004) mengatakan bahwa banyaknya orang yang menggunakan internet untuk cybersex yang telah meningkat secara dramatis 10 tahun terakhir ini, akan berdampak serius pada dorongan seksual pengguna, bahkan seringkali pengguna


(15)

tidak mampu menahan dorongan seksualnya karena sajian seks di ineternet tersebut. Bayangkan, faktor internal saja membuat manusia sulit mengendalikan dorongan seksualnya apalagi kalau dirangsang oleh faktor eksternal (Hurlock, 1994). Young (dalam Rahmawati, dkk., 2002) juga berpendapat bahwa tersedianya sajian seks di internet dengan segala kemudahan mengaksesnya, pada akhirnya dapat menjadi tempat pelarian dan memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan. Hal ini menurut Aram (dalam Rahmawati, dkk., 2002) disebabkan karena sajian seks di internet tersebut dapat meningkatkan neurotransmitter ketika terjadi rangsangan seksual yang menghasilkan efek menyenangkan bagi tubuh sehingga cenderung di ulang dan secara psikologis dapat menimbulkan ketagihan. Hal ini bukan berdampak pada diri individu saja, tapi untuk individu yang sudah memiliki pasangan akan berdampak pada pasangan dan keluarga besar mereka baik secara seksual maupun emosional (Schneider & Whitty dalam Cooper, dkk., 2005). Turkle (dalam Cooper, dkk., 2005) menambahkan bahwa penggunaan internet untuk cybersex juga dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas di kehidupan nyata, seperti mengasingkan diri dari orang lain, mengabaikan pekerjaan dan mengabaikan tugas-tugas lainnya.

Sejalan dengan pernyataan di atas, yang berpeluang besar untuk mengalami dampak penggunaan ineternet untuk cybersex di atas adalah laki-laki karena berdasarkan hasil penelitian Elmer-Dewit (dalam Rahmawati, dkk., 2002) mengatakan bahwa 98,9% orang yang melakukan cybersex adalah laki-laki dan 1,1% perempuan. Hal tersebut didukung oleh Cooper (dalam Daneback, Cooper, & Mansson, 2005) yang menyebutkan bahwa laki-laki menyukai stimulus visual,


(16)

sementara perempuan lebih tertarik menjalin persahabatan dan berinteraksi. Widyastuti (dalam Rahmawati, dkk.,2002) juga menyebutkan bahwa laki-laki terangsang oleh stimulus visual atau pengamatan, sedangkan perempuan terangsang oleh stimulus pendengaran.

Sedangkan hasil penelitian Carvalheira dan Gomes (2002) menyatakan bahwa usia 15 sampai 19 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Sejalan dengan hasil penelitian Cooper, Daneback, dan Mansson (2005) menemukan bahwa usia 18 sampai 24 tahun yang paling banyak melakukan cybersex. Apabila diperhatikan dari hasil penelitian tersebut bahwa remaja yang lebih banyak menggunakan internet untuk tujuan cybersex. Hal ini mengacu pada teori Monks (1999) bahwa usia 12 sampai usia 21 tahun dapat dikategorikan ke dalam usia remaja. Pada usia remaja, rasa ingin tahu yang tinggi terhadap seks membuat mereka selalu berusaha mencari lebih banyak informasi tentang seks (Purwaningsih, 2008). Hurlock (1994) menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam pendidikan.

Hurlock (1994) juga mengatakan bahwa pada kelompok remaja juga biasanya benteng pertahanan masih labil, terangsang sajian yang ada di internet yang berbau pornografi membuat remaja tidak mampu menahan dorongan seksualnya, karena tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melindungi diri dari kesulitan yang tidak diharapkan.

Berdasarkan uraian diatas, cybersex adalah fenomena seks yang baru dan fenomena yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan dalam perkembangan


(17)

teknologi internet, dimana cybersex tersebut semakin hari semakin banyak penggemarnya terutama pada remaja. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka mengetahui gambaran perilaku cybersex pada remaja.

B. PERMASALAHAN PENELITIAN

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, dan status tempat tinggal ?

2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ? 3. Apa alasan remaja melakukan perilaku cybersex ?

4. Apa tujuan remaja melakukan perilaku cybersex ?

5. Dimanakah biasanya remaja melakukan perilaku cybersex ?

6. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan perilaku

cybersex setiap minggu ?

7. Alamat situs yang sering di kunjungi oleh remaja untuk melakukan perilaku

cybersex.?

8. Berapa banyak materi yang di keluarkan remaja setiap bulan untuk melakukan perilaku cybersex.?

9. Media apa yang sering digunakan oleh remaja ketika melakukan perilaku


(18)

10.Aktivitas apa saja yang dilakukan remaja ketika atau setelah melakukan perilaku

cybersex.?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku cybersex yang terjadi pada remaja yang meliputi jenis perilaku cybersex, waktu yang dihabiskan untuk melakukan perilaku cybersex, tempat yang biasa digunakan untuk melakukan perilaku cybersex, alasan melakukan perilaku cybersex, dan hal-hal yang mendorong untuk melakukan perilaku cybersex.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah khasanah dalam pembelajaran mengenai gambaran perilaku cybersex pada remaja dan memberi sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan wacana dan informasi tentang fenomena cybersex pada remaja, dengan tujuan agar remaja yang sedang melakukan aktivitas cybersex maupun yang belum melakukan dapat mengetahui dampak dari perilaku cybersex tersebut. 2. Dari hasil penelitian ini kepada orang tua dapat memberikan pengawasan dan


(19)

3. Dari hasil penelitian ini kepada pemerintah agar mengetahui dampak dari perilaku

cybersex dan dapat membuat rancangan atau cara untuk mencegah dampak

tersebut terjadi, baik pada remaja maupun pada seluruh kalangan usia. 4. Menjadi acuan bagi yang tertarik dengan fenomena cybersex pada remaja

E. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun berdasarkan suatu sistematika penulisan yang teratur untuk memudahkan pembaca memahaminya.

Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Bab ini berisikan teori-teori yang di dalamnya dijelaskan teori mengenai

cybersex, perilaku cybersex dan remaja.

Bab III: Metode Penelitian

Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan, identifikasi variabel, defenisi operasional, pertanyaan penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, dan analisis data yang dilakukan. Selain itu dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai prosedur dan pelaksanaan penelitian.


(20)

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.


(21)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Perilaku Cybersex

1. Defenisi Perilaku Cybersex

Chaplin (1997) mengemukakan bahwa perilaku secara psikologi diartikan sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (individu). Menurut Walgito (1994), perilaku tersebut timbul sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai individu tersebut.

Cybersex didefenisikan sebagai penggunaan internet untuk terlibat dalam

aktivitas kesenangan seksual, seperti melihat gambar-gambar erotis, berpartisipasi dalam chatting tentang seks, saling tukar menukar gambar atau email tentang seks, dan lain sebagainya, yang terkadang diikuti oleh masturbasi (Cooper, 2002). Hal serupa diungkapkan oleh Carners, Delmonico dan Griffin (2001) bahwa cybersex adalah mengakses pornografi di internet, terlibat dalam real-time yaitu percakapan tentang seksual online dengan orang lain, dan mengakses multimedia software. Maheu (2001) juga mendefenisikan cybersex dimana terjadi ketika orang menggunakan komputer yang berisi tentang teks, suara dan gambar yang didapatkan dari software atau internet untuk stimulus seksual dan secara khusus mencakup dua atau lebih orang berinteraksi diinternet yang membangkitkan gairah seksual satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa


(22)

komputer atau internet digunakan untuk melihat gambar-gambar erotis, chatting erotis, bahkan sampai pada tukar menukar gambar atau email tentang seks, yang terkadang diikuti oleh masturbasi.

2. Jenis-jenis Situs Internet

Daneback (2006) menjelaskan bagian-bagian di jaringan internet yang digunakan untuk aktivitas cybersex

a. Web Communities

Pengguna memberikan identitas seperti jenis kelamin dan umur. Komunitas ini dapat berintegrasi dengan anggota komunitas yang lain dengan menggunakan

email atau web chat. Menurut Bauman (dalam Daneback, 2006), komunitas ini

dibedakan antara anggota kelompok dan bukan anggota kelompok.

b. Web chat rooms

Tempat dalam www dimana orang dapat berinteraksi dengan orang lain pada waktu yang sama. Web chat rooms juga memberikan kemungkinan pengguna berinteraksi dengan pengguna yang lain, walaupun tanpa menggunakan www.

Chat rooms juga dapat dibedakan yaitu chat rooms yang dpat diakses oleh

anggota komunitas dan chat rooms yang dapat diakses oleh siapa saja yang membuka chat rooms.


(23)

c. Web sites

Daneback (2006) mengatakan bahwa sejumlah web site memberikan materi seksual seperti situs pornografi, sex web shop dan situs informasi seks.

Menurut Daneback (2006), situs-situs di internet juga dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu interaktif dan non-interaktif.

a. Non-interaktif meliputi seks, gambar dan film yang pada dasarnya ditemukan dalam www dan juga termasuk web shops. Dalam situs non-interaktif, tidak diketahui siapa penggunanya sehingga pembuat situs memberikan keterangan jumlah pengunjung situs.

b. Interaktif meliputi www chat rooms, web communities dan instant massaging

software. Karakteristik dari situs ini adalah bertujuan untuk komunikasi dan

berinteraksi dengan yang lain. Pengguna web chat rooms dapat tidak diketahui identitasnya kecuali instant massaging sofware masih dapat diketahui identitas penggunanya, namun pengguna dapat memalsukan identitasnya.

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Cybersex

Carners, Delmonico dan Griffin (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga kategori umum perilaku cybersex, yaitu:

1. Mengakses pornografi di internet

Berbagaimacam pornografi yang tersedia di internet bervariasi secara luas. Ini dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, yang meliputi gambar, majalah, cerita video, film dan game. Ini sangat bervariasi dan mudah diakses. Materi porno


(24)

dapat ditemukan pada halaman web pribadi atau komersial, hanya dengan cara mengklik mouse.

2. Terlibat dalam real time dengan pasangan online

Chatting real time dapat disamakan dengan versi komputerisasi “Citizen Band

(CB) radio. Internet chat room mirip dengan CB, di saluran yang mereka tawarkan bervariasi, sejumlah orang berkesempatan untuk mendengarkan dan membahas topik tertentu. Setelah meninjau area topik ruangan chat, tidak sulit untuk memahami bagaimana seseorang dapat terlibat dalam percakapan seksual dengan orang lain secara online. Teknologi canggih juga menyediakan cara-cara untuk bertukar gambar dan file online saat percakapan berlangsung. Teknologi saat ini juga memungkinkan untuk pertukaran suara dan gambar video melalui internet. Dengan hanya memberikan nomor kartu kredit, anda dapat memanfaatkan kamera video langsung yang menangkap dan mengirimkan gambar-gambar laki-laki atau perempuan yang terlibat dalam segala hal dari kegiatan seksual. Namun, beberapa situs juga dapat diakses secara gratis. Beberapa situs video langsung menerima permintaan untuk perilaku seksual tertentu dari pengguna online, sehingga memungkinkan seorang individu untuk membuat dan memenuhi fantasi personalnya.

3. Multimedia software (tidak harus online)

Berdasarkan penemuan dari sistem multimedia modern, individu bisa memainkan film, terlibat dalam permainan seksual, atau melihat isu-isu terbaru di majalah


(25)

erotika dari komputer desktop atau laptop. Teknologi Compact disc read-only

memory (CD-ROM) memungkinkan perusahaan untuk menciptakan software

dengan suara dan video klip. Produksi multimedia juga dapat mencakup informasi erotis.

4. Klasifikasi Pengguna cybersex

Cooper, Delmonico, dan Burg (dalam Carners, Delmonico & Griffin, 2001) mengklasifikasikan tiga kategori individu yang menggunakan internet untuk tujuan seksual, ketiga kategori tersebut adalah:

1. Recreational users yaitu individu yang mengakses materi seksual karena

keingintahuan atau untuk hiburan dan merasa puas dengan ketersediaaan materi seksual yang diinginkan. Pada individu juga ditemukan adanya masalah yang berhubungan dengan perilaku mengakses materi seksual. Dari penelitian yang dilakukan maka ditemukan bahwa orang yang mengakses situs yang berkaitan dengan seksual kurang dari 1 jam per minggu dan sedikit konsekuensi negatif, tergolong menjadi Recreational users.

2. At-risk users yaitu ditujukan pada orang yang tanpa adanya seksual kompulsif,

tetapi mengalami beberapa masalah seksual setelah menggunakan internet untuk mendapatkan materi seksual. Individu menggunakan internet dengan kategori waktu yang moderat untuk aktivitas seksual dan jika penggunaan yang dilakukan individu berkelanjutan, maka akan menjadi kompulsif.


(26)

3. Sexual Compulsive users yaitu individu menunjukkan kecenderungan seksual

kompulsif dan adanya konsekuensi negatif, seperti merasakan kesenangan/keasikan terhadap pornografi, menjalin hubungan percintaan dengan banyak orang, melakukan aktivitas seksual dengan banyak orang yang tidak dikenal, karena menggunakan internet sebagai forum atau tempat untuk aktivitas seksual, dan yang lainnya berdasarkan DSM-IV.

Cooper, Delmonico, dan Burg (2000) juga mengatakan bahwa berdasarkan waktu mengakses materi seksual, maka individu dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Low users yaitu individu yang mengakses materi seksual kurang dari 1 jam setiap

minggu.

2. Moderate users yaitu individu yang mengakses materi seksual antara 1-10 jam

setiap minggu.

3. High users yaitu individu yang mengakses materi seksual 11 jam atau lebih

setiap minggu, individu ini menunjukkan perilaku kompulsif.

5. Penyebab Perilaku Cybersex

Cooper (1998) mengemukakan ada 3 komponen yang menyebabkan individu melakukan cybersex yang disebut dengan triple A engine, yaitu:

1. Accessibility yaitu individu dapat mengakses materi seksual melalui internet


(27)

2. Anonimity yaitu individu tidak merasa takut akan dikenali orang lain ketika

mengakses materi seksual, mendiskusikan masalah seksual, dan saling membandingkan kegiatan yang sama.

3. Affordability yaitu individu menemukan bahwa dengan mengakses melalui

internet biaya cukup murah dan banyak materi seksual yang didapatkan melalui situs diinternet dengan gratis

Carners, Delmolnico, dan Griffin (2001) menambahakan 2 komponen yang menyebabkan individu melakukan cybersex, yaitu:

1. Isolation yaitu individu memiliki kesempatan untuk memisahkan dirinya

dengan orang lain dan terlibat dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa resiko seperti infeksi secara seksual atau gangguan dari dunia nyata.

2. Fantasy adalah individu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan

fantasi seksual tanpa takut akan ditolak

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Piaget (Hurlock, 1999), secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.


(28)

Remaja merupakan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Papalia, 1995). Masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua (Monks, 1999).

Remaja dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah pada kematangan secara seksual, ketika seseorang mampu untuk berproduksi. Pada masa ini terjadi perubahan fisik yang dramatis (Papalia, 1995).

Monks (1999) juga membagi masa remaja ke dalam tiga tahap disertai karakteristiknya sebagai berikut:

a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang ini, remaja sudah mulai memperhatikan bentuk dan pertumbuhan seksual dan fisiknya. Hal ini disebabkan karena pada masa ini remaja mulai mengalami perubahan bentuk tubuh dan perubahan proporsi tubuh.

b. Remaja Madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Umumnya pada usia remja madya seseorang berintegrasi dengan sebayanya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian: 1. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek


(29)

2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru

3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

4. Egosentrisme (terlalu memutuskan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri snediri dengan orang lain

5. Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum

Mappiare (1982) mengatakan bahwa pertumbuhan kelenjar seks seseorang telah sampai pada taraf matang saat akhir masa remaja, sehingga fokus utama pada fase ini biasanya lebih diarahkan pada perilaku seksual dibandingkan pertumbuhan kelenjar seks itu sendiri. Cameron, Ybarra dan Mitchell (dalam Petter & Valkenburg, 2006) juga mengatakan bahwa remaja akhir lebih menyukai internet sebagai media yang memperlihatkan seksual daripada remaja awal.

2. Perkembangan Seksual Masa Remaja

Perkembangan seksual pada masa remaja dipengaruhi oleh hormon seks, baik pada laki-laki, maupun wanita, seperti testoteron, dan estrogen. Perkembangan seksual yang terjadi pada masa remaja mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja (Monks & Knoers, 1999).

Perubahan dari perkembangan yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi oleh hormon-hormon seksual. Hormon-hormon ini berpengaruh terhadap dorongan seksual seseorang. Dengan adanya perubahan hormononal pada remaja, baik pria maupun wanita, dapat meningkatkan dorongan seksual yang bisa muncul dalam


(30)

bentuk ketertarikan dengan lawan jenisnya, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual, dan sebagainya. Mereka akan melakukan berbagai tingkah laku tertentu, misalnya pacaran dan juga mulai timbul minat dalam keintiman secara fisik (Daccy & Kenny, 1997).


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan penelitian serta dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan fokus pada pengukuran dan deskripsi tentang gambaran perilaku cybersex pada remaja. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei, yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan yang terjadi (Umar, 2002). Salah satu karakteristik penelitian survei adalah umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan sampel yang representatif (Sugiono, 1994).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang merupakan metode yang menggambarkan dengan sistematik dan akurat fakta dengan tidak bermaksud menjelaskan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi Azwar (1999). Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi, tanpa bermaksud mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku


(32)

secara umum (Hadi, 2000). Menurut Black dan Champion (2009) metode deskriptif menyajikan sejumlah besar informasi mengenai berbagai keadaan sosial. Punch (1998) menyatakan ada dua tujuan penelitian deskriptif. Pertama, untuk mengembangkan teori baru dan belum banyak dikenal. Kedua, untuk membantu mempelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi suatu variabel untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor tersebut.

A.VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu variabel, yaitu perilaku dalam cybersex.

B. DEFENISI OPERASIONAL

Defenisi operasional adalah defenisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefenisikan yang dapat diamati atau diobservasi (Suryabrata, 2002).

Yang dimaksud dengan perilaku cybersex adalah perilaku ketika menggunakan internet untuk tujuan seksual seperti mengakses pornografi di internet (misalnya gambar, video, film, game, majalah, dan cerita teks), terlibat real time dengan pasangan fantasi (misalnya mengobrol tentang obrolan erotis dengan pasangan online), dan yang terakhir adalah multimedia software (misalnya menonton DVD/VCD film atau video porno, dan memainkan game porno yang didapat dari DVD/VCD).


(33)

Gambaran perilaku cybersex yang terjadi pada kalangan remaja diungkap melalui angket yang disusun oleh peneliti sesuai dengan pertanyaan penelitian dan bentuk-bentuk perilaku cybersex yang diungkapkan oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001) yaitu mengakses pornografi di internet, terlibat real-time dengan pasangan fantasi, dan multimedia software (tidak harus online). Pengukuran dilakukan dengan mengukur persentase dari pilihan responden.

C. PERMASALAHAN PENELITIAN

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Perilaku

Cybersex Pada Remaja”. Secara mendetail, operasionalisasi permasalahan dalam

penelitian ini bisa dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran perilaku cybersex pada remaja ditinjau berdasarkan jenis

kelamin, usia, pendidikan, orientasi seksual dan status tempat tingal ? 2. Apakah jenis-jenis perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja ?

3. Berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh remaja untuk melakukan aktivitas

cybersex setiap minggu ?

4. Dimanakah biasanya remaja melakukan aktivitas cybersex ? 5. Apa alasan remaja melakukan aktivitas cybersex ?

6. Apa tujuan remaja melakukan aktivitas cybersex ?


(34)

1. Populasi

Pada setiap penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam setiap penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi adalah individu yang bisa dikenai generalisasi dari pernyataan-pernyataan yang diperoleh dari sampel penelitian (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang berdomisili di kota medan. Karakteristk populasi dalam penelitian ini adalah remaja pengakses internet di warnet-warnet yang terdapat dibeberapa tempat di Medan.

2. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Tidak semua hal yang ingin dijelaskan atau diramalkan atau dikendalikan dapat diteliti. Penelitian ilmiah boleh dikatakan hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya mau diteliti. Jadi penelitian hanya dilakukan terhadap sampel, tidak terhadap populasi (Suryabrata, 2006). Pengambilan sampel atau sampling menurut Karlinger (dalam Hasan, 2003), berarti mengambil suatu bagian dari populasi atau semesta itu.

Teknik Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan


(35)

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili populasi (Hasan, 2003). Pada penelitian ini responden diperoleh melalui teknik non

probability sampling secara incidental yang berarti setiap anggota populasi tidak

mendapat kesempatan yang sama untuk dapat terpilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kebetulan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000). Penggunaan teknik ini bertujuan untuk memperoleh data dari daftar pertanyaan dalam jumlah yang besar dan lengkap secara cepat dan hemat, serta peneliti tidak memerlukan daftar populasi dalam pemilihan sampel penelitian (Kuncoro, 2003).

Penggunaan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan kurangnya data yang lengkap mengenai subjek penelitian sehingga sampel dipilih berdasarkan kemudahan ditemui dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah: 1. Pengguna internet

2. Pernah terlibat dalam aktivitas cybersex 3. Berusia 12-21 tahun

4. Bersedia dilibatkan sebagai responden

Dari seluruh individu yang melakukan aktivitas cybersex (populasi), jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 300 orang.


(36)

Alat ukur yang digunakan merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 1999).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode angket (koesioner). Metode angket mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri (self report) atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi (Hadi, 2000).

Angket digunakan untuk mengungkapkan data faktual atau yang dianggap fakta oleh subjek (Azwar, 2002). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket perilaku dalam cybersex. Angket ini terdiri dari item-item berupa pertanyaan langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap dan meminta responden untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan dan tersedia juga beberapa pertanyaan yang tidak terarah atau terbuka, dimana subjek mengisi sendiri jawaban mereka sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Angket ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku

cybersex yang dikemuka oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001).

Table 1 Blue print Angket Perilaku cybersex

No Aspek-Aspek

1 Mengakses pornografi di internet

2 Terlibat real time dengan pasangan fantasi

3 Multimedia software


(37)

Angket dalam penelitian ini disusun berdasarkan bentuk-bentuk perilaku

cybersex yang dikemukakan oleh Carnes, Delmonico, dan Griffin (2001). Pertanyaan

dalam angket ini dibuat peneliti berdasarkan berbagai macam hal yang berkaitan dengan perilaku cybersex tersebut berdasarkan teori yang ada dan wawancara singkat dengan beberapa mahasiswa atau individu yang pernah melakukan aktivitas cybersex.

Angket (kuesioner) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner langsung, karena daftar pertanyaannya dikirimkan langsung kepada orang yang dimintai pendapatnya atau diminta untuk menceritakan tentang keadaan dirinya sendiri (Hadi, 2000).

Pada pengisian angket (kuesioner) ini, subjek diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Sebagian pertanyaan diberikan dua alternatif, yaitu alternatif “ya” dan “tidak”, sedangkan sebagian lainnya diberikan lebih dari dua alternatif jawaban. Selain itu, dalam alternatif pilihan jawaban yang tersedia juga terdapat pilihan jawaban yang terbuka, sehingga subjek dapat dengan bebas mengutarakan pendapat ataupun jawaban yang dimaksudkan.

Sebelum angket (kuesioner) ini digunakan, dilakukan face validity terlebih dahulu kepada beberapa orang dosen dan mahasiswa untuk mengetahui apakah pertanyaan yang ada dalam angket tersebut dapat dimengerti atau tidak.

F. PENGUMPULAN DATA 1. Sumber Data


(38)

Sumber data utama dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari para responden. Kepada responden diberikan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk dijawab.

2. Waktu Pengumpulan Data

Secara keseluruhan pengumpulan data dilakukan pertengahan bulan juni 2010 mulai tanggal 17 sampai 21 Juni 2010.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen utama penelitian berupa daftar pertanyaan yang umumnya bersifat tertutup dan terbuka. Selain itu, pada pertanyaan tertutup disediakan juga pertanyaan terbuka untuk menjaring masukan responden tentang gambaran perilaku cybersex yang sering dilakukan oleh remaja.

G. METODE ANALISA DATA

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2004).

Azwar (2004) juga mengatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.


(39)

Pengujian hasil analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi dan persentase dari tabulasi data serta bentuk grafik histogram pada data yang bersifat kategorikal.

1. Distribusi Frekuensi

Perhitungan data dengan distribusi frekuensi ini dapat dilakukan dengan menghitung frekuensi data tersebut kemudian dipresentasekan. Sebaran persentase dari frekuensi dapat menggunakan rumus :

% 100

 

n FX N

2. Grafik Histogram

Histogram adalah grafik dari distribusi frekuensi dari suatu variabel. Tampilan histogram berupa petak-petak empat persegi panjang (Sugiarto, 2001).


(40)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan gambaran hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan dalam bab ini juga meliputi gambaran umum subjek penelitian serta analisa atas data yang ada.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 270 orang. Peneliti memperoleh gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan dan status tempat tinggal.

1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 2 berikut.

Tabel 2

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Subjek

Penelitian

Persentase (%)

Laki-laki 190 70,37

Perempuan 80 29,63 Jumlah 270 100


(41)

Berdasarkan data pada tabel 2, jumlah subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 190 orang (70,37%) dan subjek yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang (29,63%).

Gambar 1

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

2. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 3.

Tabel 3

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Usia Jumlah Subjek penelitian Persentase (%)

12-13 30 11,1

14-15 20 7,41

16-17 72 26,67

18-19 74 27,41


(42)

Total 270 100

Berdasarkan data pada tabel 3, jumlah subjek yang berusia 12 sampai 13 tahun sebanyak 30 orang (11,1%), usia 14 sampai 15 tahun sebanyak 20 orang (7,41%), usia 16 sampai 17 tahun sebanyak 72 orang (26,67%), usia 18 sampai 19 tahun sebanyak 74 orang (27,41%), usia 20 sampai 21 tahun sebanyak 74 orang (27,41%).

Gambar 2

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia 3. Pendidikan Subjek Penelitian

Berdasarkan pendidikan subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.

Tabel 4

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Jumlah Subjek

Penelitian

Persentase (%)


(43)

SMP 46 17,04

SMA 131 48,52

Perguruan Tinggi 93 34,44

Total 270 100

Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 46 orang (17,04%) yang berpendidikan SMP, 131 orang (48,52%) yang berpendidikan SMA, dan 93 orang (34,44%) yang berpendidikan perguruan tinggi.

Gambar 3

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Pendidikan 4. Status Tempat Tinggal Subjek Penelitian

Berdasarkan satatus tempat tinggal subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 5.

Tabel 5

Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Status Tempat Tinggal Jumlah Subjek

Penelitian

Persentase (%)


(44)

Kost 89 31,11 Di rumah teman/saudara 22 8,15

Lainnya 1 0,37

Total 270 100

Dari 270 subjek penelitian, diperoleh 178 orang (60,37%) yang tinggal bersama orang tua, 89 orang (31,11%) yang tinggal di kost, 22 orang (8,15%) yang tinggal di rumah teman atau saudara, dan 1 orang (0,37%) yang memiliki jawaban lainnya seperti asrama.

Gambar 4

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan status tempat tinggal

B. HASIL ANALISA DESKRIPTIF

Berikut ini adalah hasil analisis deskriptif dari data yang telah dikumpulkan :

1. Jenis Perilaku Cybersex

Berdasarkan jenis perilaku cybersex, dari 270 subjek penelitian diperoleh jumlah keseluruhan respon sebanyak 1171 respon, dimana rata-rata subjek memilih lebih dari lima jawaban jenis perilaku cybersex. Dari ketiga jenis perilaku cybersex,


(45)

masing-masing jenis perilaku terdiri lagi ke dalam beberapa bentuk, kecuali jenis perilaku terlibat realtime dengan pasangan online hanya terdiri dari satu bentuk perilaku. Adapun gambaran perilaku cybersex yang dilakukan oleh subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Jenis Perilaku Cybersex Secara Umum Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Mengakses pornografi di internet 631 53,88

2 Multimedia software 420 35,87

3

Terlibat real-time dengan pasangan

online 120 10,25

Total 1171 100

Berdasarkan data pada tabel 6, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak 631 respon (53,88%) mengakses pornografi di internet, sebanyak 420 respon (35,87%) melakukan perilaku cybersex dengan menggunakan multimedia software, dan sebanyak 120 respon (10,25%) terlibat real-time dengan pasangan online.

Gambar 5


(46)

Berdasarkan gambar histogram di atas, menunjukkan bahwa pada umumnya remaja mengakses pornografi di internet.

Pada tabel 6 sebelumnya, telah di jelaskan tentang perilaku cybersex secara umum. Pada perilaku mengakses pornografi di internet terdapat 631 respon yang diperoleh dari 270 subjek penelitian. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki lebih dari dua pilihan jawaban perilaku mengakses pornografi di internet. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 7

Jenis Perilaku Mengakses Pornografi di Internet Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Video Porno 171 27,11

2 Gambar porno 163 25,83

3 Film porno 102 16,16

4 Cerita porno 92 14,58

5 Game porno 62 9,82

6 Majalah porno 41 6,5

Total 631 100

Berdasarkan data pada tabel 7, dari 270 orang subjek penelitian, diperoleh 171 respon (27,11%) mengakses video porno di internet, 163 respon (25,83%) mengakses gambar porno di internet, terdapat 102 respon (16,16%) mengakses film porno di internet, sebanyak 92 respon (14,58%) mengakses cerita porno di internet , 62 respon (9,82%) mengakses game porno di internet, 41 respon (6,5%) mengakses majalah porno di internet.


(47)

Gambar 6

Jenis perilaku mengakses pornografi di internet

Berdasarkan gambar histogram di atas, dapat dilihat bahwa remaja pada umumnya mengakses video porno dan gambar porno di internet.

Pada jenis perilaku cybersex multimedia software terdapat 420 respon dari 270 subjek penelitian, hal ini menunjukkan bahwa dari beberapa subjek penelitian memilih lebih dari satu perilaku. Hal ini dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8

Jenis Perilaku Multimedia Software Pada Remaja

No Jenis Perilaku Frekuensi %

1 Menonton film porno 192 45,71 2 Menonton Video Porno 148 35,24 3 memainkan game porno 80 19,05


(48)

Berdasarkan data pada tabel 8, dari 270 subjek penelitian diperoleh 192 respon (45,71%) menonton VCD/DVD video porno, 148 respon (35,24%) menonton VCD/DVD film porno, 80 respon (19,05%) memainkan VCD/DVD game porno.

Gambar 7

Jenis perilaku multimedia software

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada umumnya menonton VCD/DVD film dan video porno.

2. Alasan Melakukan Perilaku Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 593 respon alasan melakukan perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memilih lebih dari dua respon. Adapun alasan-alasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(49)

Tabel 9

Alasan Remaja Melakukan Perilaku Cybersex

No Alasan Frekuensi %

1 Mudah untuk diakses 159 26,81

2 Biaya yang dikeluarkan sedikit 94 15,85 3 Tidak ada yang mengenali atau melihat 76 12,82

4 Tidak ada yang mengganggu 64 10,79

5 Aman dari penyakit 62 10,46

6 Cara yang mudah untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang sama

62 10,46

7 Bebas mengekspresikan fantasi seksual tanpa harus takut ditolak oleh orang lain

57 9,91

8 Lainnya 19 3,2

Total 593 100

Berdasarkan data dari tabel 9, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak 159 respon (26,81%) mudah untuk diakses sebagai alasan melakukan perilaku

cybersex, 94 respon (15,85%) karena biaya yang dikeluarkan sedikit, 76 respon

(12,82%) karena merasa tidak dikenal dan dilihat oleh orang lain, 64 respon (10,79%) merasa tidak ada yang mengganggu sebagai alasan melakukan aktivitas cybersex, jumlah respon aman dari penyakit sebanyak 62 respon (10,46%), cara yang mudah untuk menemukan orang yang memiliki pandangan dan ketertarikan seksual yang sama sebanyak 62 respon (10,46%), bebas mengekpresikan fantasi seksual tanpa harus takut ditolak oleh orang lain sebanyak 57 respon (9,61%), dan 19 respon (3,2%) lainnya seperti iseng, hobi, dan penasaran.


(50)

Gambar 8

Alasan melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram diatas maka dapat dilihat bahwa pada umumnya alasan remaja melakukan perilaku cybersex adalah karena mudah untuk diakses dan biaya yang dikeluarkan sedikit.

3. Tujuan Melakukan Aktivitas Cybersex

Dari 270 subjek penelitian terdapat sebanyak 566 respon tujuan melakukan perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memiliki dua respon atau lebih. Adapun tujuan-tujuan subjek melakukan perilaku cybersex akan digambarkan pada tabel 10 berikut ini:


(51)

Tabel 10

Tujuan Remaja Melakukan Cybersex

No Tujuan Frekuensi %

1 Menambah pengetahuan 186 32,86

2 Bersenang-senang 109 19,26

3 Memenuhi kebutuhan seksual 70 12,37

4 Mendapatkan rangsangan seksual 61 10,78

5 Mendapatkan cara baru tentang seks 49 8,66 6 Menyalurkan fantasi seksual yang tidak

terpenuhi di dunia nyata

46 8,13 7 Mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata 44 7,77

8 Lainnya 1 0,17

Total 566 100

Berdasarkan data diatas, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 186 respon (32,86%) untuk menambah pengetahuan, 109 respon (19,26%) untuk bersenang-senang, 70 respon (12,37%) untuk memenuhi kebutuhan seksual, 61 respon (10,78%) untuk mendapat rangsangan seksual, 49 respon (8,66%) untuk mendapatkan cara baru tentang seks, 46 respon (8,13%) untuk menyalurkan fantasi seksual yang tidak terpenuhi di dunia nyata, 44 respon (7,77%) melakukan cybersex untuk mendapatkan pasangan seksual di dunia nyata, dan 1 respon (0,17%) jawaban lainnya yaitu untuk mengenali diri melalui seks.


(52)

Gambar 9

Tujuan melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram di atas menunjukkan bahwa pada umumnya remaja melakukan perilaku cybersex bertujuan untuk menambah pengetahuan dan bersenang-senang.

4. Tempat Melakukan Perilaku Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh sebanyak 364 respon tentang tempat-tempat yang biasa digunakan subjek untuk melakukan perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memilih lebih dari satu jawaban. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 11

Tempat Responden Melakukan Perilaku Cybersex

No Tempat Frekuensi %

1 Warnet 215 59,07

2 Rumah 106 29,12


(53)

4 Lainnya 4 1,1

Total 364 100

Berdasarkan data pada tabel 11, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh 215 respon (59,07%) yang memilih warnet sebagai tempat yang biasanya digunakan untuk melakukan perilaku cybersex, sebanyak 106 respon (29,12%) yang memilih rumah, 39 respon (10,71%) yang memilih sekolah, dan 4 respon (1,1%) jawaban lainnya seperti tempat teman dan hotel.

Gambar 10

Tempat melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan gambar histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek penelitian pada umumnya melakukan perilaku cybersex di warnet.

Dari 270 orang subjek penelitian terdapat 270 respon tentang alasan-alasan subjek memilih tempat untuk melakukan perilaku cybersex, dimana masing-masing subjek memiliki satu respon. Alasan-alasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(54)

Tabel 12

Alasan Responden Memilih Tempat Melakukan Perilaku Cybersex

Alasan Frekuensi %

man 84 31,1

ebas 54 20

silitas yang dibutuhkan tersedia 34 12,59

udah 32 11,85

sa dimana saja 26 9,63

urah 17 6,29

dak tahu 14 5,18

ersama teman-teman 8 2,96

mbil mengerjakan tugas 1 0,4

Total 270 100

Pada tabel 12, diperoleh alasan-alasan subjek memilih tempat untuk melakukan perilaku cybersex seperti yang telah di jelaskan sebelumnya pada tabel 11. Adapun alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut: 84 respon (31,1%) karena merasa nyaman, 54 respon (20%) karena merasa bebas, 34 respon (12,59%) karena fasilitas yang dibutuhkan tersedia, 32 respon (11,85%) karena merasa mudah, 26 respon (9,63%) karena merasa bisa dimana saja, 17 respon (6,29%) karena merasa biayanya murah, 14 respon (5,18%) tidak tahu, 8 respon (2,96%) karena bisa bersama teman-teman, dan hanya 1 respon (0,4%) sambil mengerjakan tugas.


(55)

Gambar 11

Alasan memilih tempat melakukan perilaku cybersex

Gambar histogram di atas menunjukkan bahwa alasan remaja memilih tempat untuk melakukan perilaku cybersex pada umumnya adalah karena merasa aman dan bebas.

5. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada teori tentang bentuk-bentuk perilaku cybersex bahwa perilaku cybersex dapat dilakukan secara online dan offline. Perilaku mengakses pornografi di internet dan perilaku terlibat real-time dengan pasangan online masuk ke dalam kategori online dan multimedia software masuk ke dalam kategori offline.


(56)

a. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Secara Online

Dari 631 respon yang mengakses pornografi di internet dan 120 respon yang terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat 588 respon tentang alamat situs yang dikunjungi untuk melakukan perilaku cybersex. Beberapa alamat situs menyediakan berbagai macam materi porno. Adapun 10 alamat situs yang paling banyak dikunjungi oleh subjek penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 13

Daftar Alamat Situs Cybersex

No Nama Situs Frekuensi %

1 Mirc 90 15,3

2 Youtube 83 14,12

3 Playboy 62 10,54

4 Google 58 9,86

5 Youporn 32 5,44

6 Youtube8 27 4,59

7 Ceritapanas 25 4,25

8 Dewasa 23 3,91

9 Worldsex 18 3,06

10 Lalatx 18 3,06

11 Lainnya 152 25,85

Total 588 100

Berdasarkan data di atas, 10 alamat situs porno yang paling sering di akses oleh subjek penelitian adalah mirc (15,3%) yang menyediakan fasilitas chatting. Youtube.com(14,12%) yang menyediakan gambar porno, video porno, film porno, dan game porno. Playboy.com (10,54%) yang menyediakan majalah porno.


(57)

Google.com (9,86%) yang menyediakan berbagai informasi yang kita inginkan, dengan menuliskan kata kunci pada kolom yang telah disediakan lalu klik kata “cari”, maka akan muncul berbagai pilihan yang berkaitan dengan kata kunci yang telah di tuliskan sebelumnya. Youporn.com (5,44%) yang menyediakan video porno. youtube8.com (4,59%) yang menyediakan video dan film porno. Ceritapanas.com (4,25%) yang menyediakan cerita porno. Dewasa.com (3,91%) yang menyediakan fasilitas chatting seks, video porno, dan film porno. Lalatx.com (3,06%) yang menyediakan gambar porno. Worldsex.com (3,06%) yang menyediakan video dan film porno. Sedangkan jawaban lainnya (25,85%).

Gambar 12

Alamat situs untuk melakukan perilaku cybersex

Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya responden mengunjungi situs mirc untuk melakukan chatting tentang seks, youtube untuk


(58)

mengakses gambar, video, film, dan game porno, dan situs playboy untuk melihat majalah porno.

b. Sumber Diperoleh Materi untuk Perilaku Cybersex Ketika Offline

Mengenai sumber darimanakah subjek penelitian mendapatkan VCD/DVD porno, diketahui bahwa dari 420 respon perilaku multimedia software, terdapat 207 respon dari VCD/DVD video porno, 235 respon VCD/DVD dari film porno, dan 97 respon dari VCD/DVD dari game porno. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 14

Sumber Subjek Mendapatkan Video Porno, Film Porno, dan Game Porno

Video Film Game Sumber

Freku ensi

% Freku ensi

% Freku ensi

%

Teman 119 57,49 134 57,02 51 52,58

Beli 46 22,22 53 22,55 30 30,93

Pacar 41 19,81 47 20 15 15,46

Lainnya 1 0,48 1 0,43 1 1,03 Total 207 100 235 100 97 100

Dari data diatas diperoleh bahwa 119 orang (57,49%) yang mengatakan bahwa mereka memperoleh video porno dari teman, 46 orang (12,99%) yang membeli sendiri, 41 orang (22,22%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,48%) yang memilih jawaban lainnya seperti saudara. 134 orang (57,02%) yang mengatakan bahwa film yang mereka tonton diperoleh dari teman, 53 orang (22,55%) yang


(59)

membeli sendiri, 47 orang (20%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (0,43%) yang memilih jawaban lainnya seperti menyewa. 51 orang (52,58%) yang mengatakan bahwa mereka memperoleh game porno yang mereka mainkan diperoleh dari teman, 30 orang (30,93%) yang membeli sendiri, 15 orang (15,46%) memperolehnya dari pacar, dan 1 orang (1,03%) yang memilih jawaban lainnya seperti saudara.

Gambar 13

Sumber memperoleh Multimedia Software

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa subjek penelitian pada umumnya mendapatkan video porno, film porno dan game porno dari teman.

6. Intensitas Waktu Cybersex

Dari 270 subjek penelitian diperoleh 254 respon intensitas waktu untuk perilaku mengakses pornografi di internet, 240 respon untuk perilaku multimedia


(60)

software, dan 127 respon untuk perilaku terlibat real-time dengan pasangan online.

Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 15

Intensitas Waktu Melakukan Perilaku Cybersex Mengakses

Pornografi di internet

Multimedia Software Terlibat Real-time dengan Pasangan

Online Frekuensi

Waktu Perminggu

Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %

<1 jam 56 22,05 37 15,42 35 27,56

1 - 5 jam 145 57,09 161 67,08 65 51,18

6 – 10 jam 44 17,32 29 12,08 16 12,6

>11 jam 9 3,54 13 5,42 11 8,66

Total 254 100 240 100 127 100

Berdasarkan data di atas, dari 631 respon perilaku mengakses pornografi di internet diperoleh sebanyak 56 respon (22,05%) menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 145 respon (57,09%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 44 respon (17,32%) menghabiskan waktu mereka sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam perminggu, dan 9 respon (3,54%) menghabiskan waktu mereka lebih dari 11 jam perminggu.

Dari 420 respon perilaku multimedia software, sebanyak 37 respon (15,42%) menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 161 respon (67,08%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 29 respon (12,08%) menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam perminggu, dan 13 rspon (5,42%) menghabiskan waktu mereka lebih dari 11 jam perminggu.


(61)

Dari 120 respon perilaku terlibat real-time dengan pasangan online, terdapat sebanyak 35 respon (27,56%) menghabiskan waktu kurang dari 1 jam perminggu, 65 respon (51,18%) menghabiskan waktu 1 jam sampai dengan 5 jam perminggu, 16 respon (12,6%) menghabiskan waktu sebanyak 6 jam sampai dengan 10 jam perminggu, dan 11 respon (8,66%) menghabiskan waktu lebih dari 11 jam perminggu.

Gambar 14

Frekuensi melakukan perilaku cybersex dalam seminggu

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa pada umumnya remaja menghabiskan waktu sebanyak 1 jam sampai dengan 5 jam dalam 1 minggu untuk melakukan perilaku cybersex.


(62)

7. Banyaknya Materi Dikeluarkan

Dari 270 orang subjek penelitian, jumlah uang yang dihabiskan dalam satu bulan untuk melakukan perilaku cybersex adalah sebagai berikut:

Tabel 16

Nilai Nominal yang Dikeluarkan Untuk Melakukan Perilaku Cybersex

No Jumlah Uang Frekuensi %

1 <Rp. 100.000 198 73,33

2 Rp. 110.000 - Rp. 200.000 48 17,78

4 >Rp. 300.000 24 8,89

Total 270 100

Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa jumlah subjek yang menghabiskan uang kurang dari Rp.100.000 perbulan untuk melakukan perilaku

cybersex sebanyak 198 orang (73,33%), 48 orang (17,78%) yang menghabiskan uang

antara Rp.100.000 sampai dengan Rp.300.000 perbulan, dan 24 orang (8,89%) yang menghabiskan uang diatas Rp.300.000 perbulan untuk melakukan aktivitas cybersex.

Gambar 15


(63)

Berdasarkan histogram di atas, maka dapat dilihat bahwa remaja pada umumnya mengeluarkan uang mereka kurang dari Rp.100.000 dalam satu bulan untuk melakukan perilaku cybersex.

8. Media Chatting

Dari 120 orang subjek penelitian yang terlibat real-time dengan pasangan

online atau mengobrol tentang seks dengan teman chatting di ruang chat (lihat tabel

4), diperoleh 128 respon yang dipilih oleh subjek penelitian tentang media yang digunakan ketika terlibat real time dengan pasangan online, yaitu webcam atau telepon, hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa responden yang memiliki lebih dari satu respon. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 17

Media yang Digunakan Ketika Terlibat Real-time dengan Pasangan Online

No Media Frekuensi %

1 Telepon 77 60,16

2 Webcam 51 39,84

Total 128 100

Berdasarkan data pada tabel 17, dari 120 orang subjek penelitian diperoleh

77 respon (60,16%) menggunakan telepon dan 51 respon (39,84%) menggunakan


(64)

Gambar 16 Media Chatting

Berdasarkan gambar histogram di atas, menunjukkan bahwa remaja pada umumnya menggunakan media telepon ketika terlibat real-time dengan pasangan

online atau mengobrol tentang seks dengan teman chatting di ruang chat.

9. Aktivitas Ketika atau Setelah Melakukan Perilaku Cybersex

Dari 270 subjek peneltiain, diperoleh sebanyak 439 respon tentang aktivitas yang dilakukan ketika atau setelah melakukan perilaku cybersex, dimana rata-rata subjek memiliki 1 sampai 2 respon aktivitas yang dilakukan setelah atau ketika melakukan perilaku cybersex. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 18

Aktivitas yang Dilakukan Ketika atau Setelah Melakukan Perilaku cybersex

No Aktivitas Frekuensi %

1 Masturbasi 83 18,91

2 Meminta nomor HP 68 15,49

3 Biasa saja 60 13,67


(65)

5 Menghayal 45 10,25 6 Saling tukar menukar gambar, video,

cerita atau film porno 43 9,79

7 Saling tukar menukar foto 41 9,34

8 Saling menunjukkan organ intim 32 7,29

9 Tidak menjawab 11 2,51

10 Lainnya 4 0,91

Total 439 100

Berdasarkan data dari tabel 18, dari 270 orang subjek penelitian diperoleh sebanyak 83 respon (18,91%) mengalami masturbasi, sebanyak 68 respon (15,49%) meminta nomor HP teman chatting mereka, 60 respon (13,67%) biasa saja, 52 respon (11,84%) bertemu langsung di dunia nyata dengan teman chatting, 45 respon (10,25%) menghayal, 43 respon (9,79%) saling tukar menukar gambar, video, cerita, atau film porno, sebanyak 41 respon (9,34%) saling tukar menukar foto, 32 respon (7,29%) saling menunjukkan organ intim dengan teman chatting, ada 11 respon (2,51%) tidak menjawab, dan 4 respon (0,91%) jawaban lainnya seperti cerita ke teman dan mempraktekkan ke dunia nyata.

Gambar 17


(66)

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa remaja pada umumnya memilih masturbasi dan meminta nomor HP sebagai aktivitas yang dilakukan ketika atau setelah melakukan perilaku cybersex.

C. Hasil Analisa Tambahan

1. Gambaran Perilaku Cybersex Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada tabel 2, telah dijelaskan tentang gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Dari 190 subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki, diperoleh 885 respon tentang jenis perilaku cybersex yang pernah dilakukan secara umum, dimana rata-rata subjek penelitian memilih lebih dari 4 perilaku cybersex. Sedangkan dari 80 subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan, diperoleh sebanyak 286 respon tentang jenis perilaku cybersex yang pernah mereka lakukan. Dimana, rata-rata subjek penelitian memilih lebih dari 3 perilaku cybersex. Seperti yang telah dijelaskan juga sebelumnya bahwa dari ketiga bentuk perilaku cybersex, masing-masing bentuk akan terbagi lagi ke dalam beberapa bentuk, kecuali jenis perilaku terlibat real-time dengan pasangan online. Jenis-jenis perilaku cybersex yang dilakukan responden ditinjau dari jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 19

Gambaran Perilaku Cybersex Pada Remaja Berdasarkan Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

No Jenis Perilaku Frekuensi % Frekuensi %

1

Mengakses pornografi di


(67)

2 Multimedia software 314 35,48 106 37,06 3

Terlibat real-time dengan

pasangan online 94 10,62 26 9,09

Total 885 100 286 100

Pada subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki, dari 190 subjek diperoleh sebanyak 477 respon (53,9%) mengakses pornografi di internet, 314 respon (35,48%) perilaku multimedia software, dan 94 respon (10,62%) terlibat real-time dengan pasangan online. Sedangkan dari 80 orang subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan, diperoleh sebanyak 154 respon (53,85%) mengakses pornografi di internet, 106 respon (37,06%) perilaku multimedia software, dan 26 respon (9,09%) terlibat real-time dengan pasangan online.

Gambar 18

Gambaran perilaku cybersex secara umum pada remaja berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan histogram di atas, menunjukkan bahwa pada umumnya remaja laki-laki dan perempuan mengakses pornografi di internet.


(68)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tabel 19, bahwa dari 190 subjek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki, terdapat 477 respon tentang perilaku mengakses pornografi di internet. Sedangkan dari 80 subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan, diperoleh sebanyak 154 respon. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian pernah melakukan 2 sampai 3 jenis perilaku

cybersex. Perilaku mengakses pornografi di internet di bagi lagi ke dalam beberapa

bentuk perilaku, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 20

Jenis Perilaku Mengakses Pornografi di Internet Pada Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan No Jenis Perilaku Frekuensi % Frekuensi %

1 Video porno 133 27,88 38 24,68

2 Gambar porno 121 25,37 42 27,27

3 Film porno 83 17,4 19 12,34

4 Cerita porno 60 12,58 32 20,78

5 Game porno 33 6,92 8 5,19

6 Majalah porno 47 9,85 15 9,74

Total 477 100 154 100

Berdasarkan data pada tabel 20, dari 190 orang subjek yang berjenis kelamin laki-laki terdapat 133 respon (27,88%) mengakses video porno di internet, 121 respon (25,37%) mengakses gambar porno di internet, 83 respon (17,4%) mengakses film porno di internet, sebanyak 60 respon (12,58%) mengakses cerita porno di internet, 33 respon (6,92%) yang mengakses game porno di internet, dan 47 respon (9,85%) mengakses majalah porno di internet. Sedangkan dari 80 orang subjek peneltian yang


(69)

berjenis kelamin perempuan, terdapat sebanyak 38 respon (24,68%) mengakses video porno di internet, 42 respon (27,27%) mengakses gambar porno di internet, 19 respon (12,34%) mengakses film porno di internet, sebanyak 32 respon (20,78%) mengakses cerita porno di internet, 8 respon (5,19%) mengakses game porno di internet, dan 15 respon (9,74%) mengakses majalah porno di internet.

Gambar 19

Gambaran perilaku mengakses pornografi di internet pada remaja berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar histogram di atas, dapat dilihat bahwa remaja laki-laki pada umumnya mengakses video porno di internet, dan sedangkan remaja perempuan pada umumnya mengakses gambar porno di internet.

Pada jenis perilaku multimedia software, terdapat 314 respon yang diperoleh dari 190 subjek yang berjenis kelamin laki-laki, yang berarti bahwa rata-rata subjek penelitian memilih 1 sampai 2 jenis perilaku. Dan 106 respon yang diperoleh dari 80 orang subjek yang berjenis kelamin perempuan, yang berarti bahwa rata-rata subjek penelitian memilih 1 jenis perilaku. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(70)

Tabel 21

Jenis Perilaku Multimedia Software Pada Remaja Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

No Jenis Perilaku Frekuensi % Frekuensi %

1 Menonton film porno 136 43,31 56 52,83

2 Menonton Video Porno 114 36,31 34 32,07

3 Memainkan game porno 64 20,38 16 15,1

Total 314 100 106 100

Dari 190 orang subjek yang berjenis kelamin laki-laki, diperoleh sebanyak 136 respon (43,31%) menonton VCD/DVD film porno, 114 respon (36,31%) menonton VCD/DVD video porno, dan 64 respon (20,38%) memainkan game porno. Sedangkan dari 80 orang subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan, diperoleh sebanyak 56 respon (52,83%) menonton VCD/DVD film porno, 34 respon (32,07%) menonton VCD/DVD video porno, dan 16 respon (15,1%) yang memainkan game porno.

Gambar 20

Gambaran perilaku multimedia sofware pada remaja di tinjau berdasarkan jenis kelamin


(71)

Berdasarkan gambar histogram diatas, menunjukkan bahwa remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya menonton VCD/DVD film porno.

2. Gambaran Perilaku Cybersex Berdasarkan Usia

Dari 30 orang subjek penelitian yang berusia 12 sampai 13 tahun, diperoleh sebanyak 86 respon tentang jenis-jenis perilaku cybersex yang pernah di lakukan oleh subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata subjek penelitian dengan usia tersebut memiliki lebih dari 2 pilihan perilaku. Dari 20 orang subjek penelitian yang berusia 14 sampai 15 tahun, diperoleh 68 respon tentang jenis-jenis perilaku cybersex yang pernah di lakukan oleh subjek penelitian. Dimana, rata-rata subjek penelitian dengan usia tersebut memiliki lebih dari 3 respon. Dari 72 subjek penelitian yang berusia 16 sampai 17 tahun, terdapat 294 respon tentang jenis-jenis perilaku cybersex yang pernah di lakukan oleh subjek penelitian. Hal ini berarti bahwa rata-rata subjek penelitian dengan usia tersebut mengakui bahwa mereka pernah melakukan 4 atau bahkan lebih perilaku cybersex. Dari 74 subjek penelitian yang berusia 18 sampai 19 tahun, diperoleh sebanyak 361 respon jenis-jenis perilaku cybersex yang pernah di lakukan oleh subjek penelitian. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata dari subjek dengan usia tersebut memiliki lebih dari 4 jenis perilaku. Dan dari 74 subjek penelitian yang berusia 20 sampai 21 tahun, diperoleh sebanyak 362 respon tentang jenis-jenis perilaku yang pernah dilakukan subjek penelitian. hal ini berarti rata-rata subjek dengan usia tersebut memiliki lebih dari 4 respon. Untuk lebih jelasnya,


(72)

jenis-jenis perilaku cybersex yang dilakukan subjek penelitian ditinjau dari usia dapat dilihat pada tabel berikut ini .

Tabel 22

Gambaran Perilaku Cybersex Secara Umum Pada Remaja Berdasarkan Usia

Usia No Jenis

Perilaku

12-13 14-15 16-17 18-19 20-21

1 Mengakses pornografi di internet 47 (54,65%) 36 (52,94%) 157 (53,4%) 185 (51,25%) 206 (56,91%) 2 Multimedia software 26 (30,23%) 23 (33,82%) 108 (36,73%) 138 (38,23%) 125 (34,53%) 3 Terlibat real-time dengan pasangan online 13 (15,12%) 9 (13,24%) 29 (9,87%) 38 (10,52%) 31 (8,56%) Total 86 (100%) 68 (100%) 294 (100%) 361 (100%) 362 (100)

Berdasarkan tabel tersebut diatas, dari 30 orang subjek penelitian yang berusia 12 sampai dengan 13 tahun, jumlah respon mengakses pornografi di internet sebanyak 47 respon (54,65%), yang terlibat dalam perilaku multimedia software sebanyak 26 respon (30,23%), dan yang terlibat real-time dengan pasangan online sebanyak 13 respon (15,12%). Dari 20 orang subjek penelitian yang berusia 14 sampai dengan 15 tahun, terdapat 36 respon (52,94%) yang mengakses pornografi di internet, 23 respon (33,82%) yang melakukan perilaku multimedia software, dan 9 respon (13,24%) yang terlibat real-time dengan pasangan online. Dari 72 orang subjek penelitian yang


(1)

11. Secara umum, 10 alamat situs yang paling sering di akses oleh responden untuk aktivitas cybersex adalah mirc (34,06%) yang menyediakan fasilitas

chatting. Youtube.com (32,31%) yang menyediakan gambar porno, video

porno, film porno, dan game porno. Playboy.com (25,33%) yang menyediakan majalah porno. Google.com (21,83%) yang menyediakan berbagai informasi yang kita inginkan, dengan menuliskan kata kunci pada kolom yang telah disediakan lalu klik kata “cari”, maka akan muncul berbagai pilihan yang berkaitan dengan kata kunci yang telah di tuliskan sebelumnya. Youporn.com (13,54%) yang menyediakan video porno. youtube8.com (10,92%) yang menyediakan video dan film porno. Ceritapanas.com (8,73%) yang menyediakan cerita porno. Lalatx.com (7,86%) yang menyediakan gambar porno. Worldsex.com (7,86%) yang menyediakan video dan film porno. Dewasa.com (6,99%) yang menyediakan fasilitas chatting seks, video porno, dan film porno, dan lainnya (25,67%).

12. Jumlah nominal uang yang dikeluarkan adalah kurang dari Rp.100.000 sebanyak 69,43%, Rp.100.000 sampai dengan Rp.300.000 perbulan sebanyak 20,09, dan diatas Rp.300.000 perbulan sebanyak 24 10,48%. dibawah Rp.100.000 perbulan untuk melakukan aktivitas cybersex.


(2)

13. Media yang digunakan responden ketika mengobrol tentang seks dengan teman chatting mereka diruang chat adalah telepon sebanyak 40,87%, dan

web cam sebanyak 59,13%.

14. Beberapa bentuk aktivitas yang dilakukan responden setelah atau ketika melakukan aktivitas cybersex adalah masturbasi sebanyak 18,84%, meminta nomor HP teman chatting mereka sebanyak 15,83%, biasa saja sebanyak 14,07%, bertemu langsung di dunia nyata dengan teman chatting sebanyak 12,56%, salling tukar menukar foto sebanyak 10,05%, saling tukar menukar gambar, video, cerita,atau film porno sebanyak 9,8%, menghayal sebanyak 8,29%, saling menunjukkan organ intim dengan teman chatting 8,04%, tidak menjawab sebanyak 1,51%, dan yang memilih jawaban lainnya seperti biasa saja, menghayal, cerita ke teman, dan mempraktekkan ke dunia nyata sebanyak 4 1,01%.

15. Masturbasi adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan ketika atau setelah melakukan aktivitas cybersex.

16. Responden yang berjenis kelamin laki-laki pada umumnya melihat gambar porno, sedangkan responden perempuan pada umumnya menonton video porno dan film porno.

17. Responden yang berusia 15, 16, 17, 18, 19, dan 20 tahun pada umumnya menonton video porno, sedangakan usia 21 tahun pada umumnya menonton film porno.


(3)

B. SARAN

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perilaku

cybersex pada remaja.

1. Saran Metodologis

a. Penelitian selanjutnya dengan tema yang sama diharapkan lebih mengkhususkan pada jenis-jenis perilaku cybersex.

b. Penelitian berikutnya diharapkan meneliti lebih lanjut mengenai variabel-variabel yang berkaitan dengan perilaku cybersex di kalangan remaja. c. Peneliti selanjutnya menggali lebih banyak tentang gambaran karakteristik

responden seperti orientasi seksual, dan suku bangsa.

2. Saran Praktis

a. Bagi remaja diharapkan agar mengurangi kegiatan melakukan aktivitas

cybersex karena memberikan pengaruh terhadap diri sendiri, kehidupan

mereka sehari-hari dan lingkungan di sekitar seperti lebih sering mengasingkan diri dari orang lain, menghindari pekerjaan atau tugas-tugas di sekolah maupun di rumah.

b. Bagi orang tua diharapkan mengetahui dampak dari perilaku cybersex dan memberikan pengetahuan tentang seksual dan norma-norma agama serta


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andini, S. (2006). Perbedaan Sikap Terhadap Cybersex Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Dewasa Awal. Universitas Gunadarma: Fakultas Psikologi.

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, Robert A. & Donn Byrne (2000). Social Psychology (9th edition). USA: Allyn & Bacon.

Vibiz News.com. (2009). Perkembangan Pemakaian Internet di Indonesia.

http://www.vibiznews.com/journal.php?id=285&sub=journal&page=ict. [online]. FTP: 1 April 2009.

Cybersex. (2008). http://jembelisme.com/2008/07/09/cybersex/. [online]. FTP: 05

Februari 2009.

Carnes, P. J., Delmonico, D. L., & Griffin, E. J. (2001). In the Shadows of the Net.

Center City, MN: Hazelden. (800) 328- 9000

http://www.internetbehavior.com/pdf/Cybersex%20Unhooked%20article.pdf. [online]. FTP: 05 Februari 2009.

Daneback, Cooper, & Mansson (2004). An Internet Study of Cybersex Participants. Business Media, Inc.

e-psikologi. (2001). Situs Porno dan Kesehatan Mental. http://www.e-psikologi.com/dewasa/cybersex.htm. [online]. FTP: 05 Februari 2009.


(5)

Ferre, M.C. (2003). Women and the Web: Cybersex Activity and Implications. USA: Sexual and Relationship Therapy.

Golberg, P. D. (2004). An Exploratory Study About The Impacts That Cybersex (The

Use Of The Internet For Sexual Purposes) Is Having On Families And The Practices Of Marriage And Family Therapists. Virginia: Falls Church.

http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/etd-04262004-142455/unrestricted/PeterDGoldbergThesis.pdf. [online]. FTP: 26 Februari 2009.

Hadi, S. (2000). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Andi.

Leland. (2001). How cybersex addicts `cross the line online. http://infotrac-college.thomsonlearning.com/itw/infomark/467/804/62275041w16/purl=rc1_ WAD_0_A84341565&dyn=30!xrn_4_0_A84341565?sw_aep=olr_wad. [online]. FTP: 30 April 2009.

Myers, David. G. (2000). Social Psychology (5th ed). USA: Mc Graw Hill.

Nainggolan, M. (2008). Dampak Internet Terhadap Sosial Individu. http://munawarohnainggolan.blogspot.com/. [online]. FTP: 26 Februari 2009. Okezone. (2008, 11 Oktober). Cyber Sex: Sarana Ekspresi.

http://lifestyle.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/10/11/24/152914/24/c yber-sex-sarana-ekspresi. [online]. FTP: 19 Februari 2009.

Philaretou, A. G. & Mahfouz, A. Y. (2005). Sexuality and The Internet. http://t05.cgpublisher.com/proposals/5/index_html. [online]. FTP: 26 Februari


(6)

Raharjo, A & Sunaryo. (2002). CYBERPORN: Studi Tentang Aspek Hukum Pidana

Pornografi Di Internet, Pencegahan dan Penanggulangannya. Purwokerto:

FH UMP.

Sarafino, Edward. P. (1994). Health Psychology (2nd ed). New York: Jhon Wiley & Sons.

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Intervention. 5th Ed. USA: Jhon Wiley & Sons, INC.

Surabaya Post. (2000). Tengah Malam, Warnet Jadi Ajang “Swalayan”. http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=f27a0cac5e379821e29b ceef40e015d5&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c&PHPSESSID=5 60155527b75570065b163c2b4bb0299. [online]. FTP: 24 April 2009.

Surono, A. (2001). Majalah Intisari: Kumpulan Artikel Psikologi I: Kecanduan Seks

maya Renggangkan Kontak Seksual. Jakarta: PT Intisari Mediatama.

Suryabrata, S. (2006). Metodologi penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Weiten, W & Llyod, M. (2006). Psychology Applied To Modern Life: Adjustment in