PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH DI PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG (TAHUN 2001-2012)

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH DI

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG (TAHUN 2001-2012) Oleh

BANGUN PARULIAN SITORUS

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung. Data yang digunakan adalah realisasi PAD, DAU, DAK Provinsi Lampung. Data bersumber dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan tahun 2001-2012.

Analisis data dengan menggunakan analisa regresi berganda dan terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah di pemerintah

Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari DAU sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja daerah. Dan DAK memiliki kontribusi yang besar terhadap belanja daerah di Pemerintah Provinsi Lampung.

Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Daerah.


(2)

ABSTRACT

REGION ORIGINAL REVENUE, GENERAL FUND ALLOCATION, AND SPESIFIC FUND ALLOCATION TO REGIONAL EXPENDITURE IN

LAMPUNG PROVENCIAL GOVERNMENT (YEARS 2001-2012) By

BANGUN PARULIAN SITORUS

The purpose of this study is to demonstrate empirically the effect of region original revenue, General fund allocation, and specific fund allocation against expenditure in lampung provencial government. The data used is the realization of PAD, DAU, DAK Lampung Province. Data sourced from the Directorate general of sharing revenue years 2001-2012.

Analysis of data by using multiple regression analysis and first tested the classic assumption. Based on these results it can be concluded that the original income, general fund allocation, and specific fund allocation affect expenditure during the period 2001-2012. Region original revenue effect on regional expenditure in Lampung provencial government. General fund allocation positive effect on local spending, though still small funds obtained from DAU so has not contributed greatly to the regional expenditure. And DAK has contributed greatly to regional expenditure in Lampung provencial goverment.

Keyword: region original revenue, general fund allocation, specific fund allocation, regional expenditure.


(3)

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG (TAHUN 2001 – 2012)

Oleh

Bangun Parulian Sitorus

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis lahir di Bandar lampung pada tanggal 5 Januari 1989, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Budiman Sitorus dan Poibe Sianturi.

Penulis memulai pendidikan formal di TK Xaverius 2 Tanjung Karang pada tahun 1993 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar Fransiskus 1 Tanjung Karang yang

diselesaikan pada tahun 2001, kemudian melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Fransiskus Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 14 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Jurusan Manajemen Kehutanan melalui jalur SNMPTN. Dan pada tahun 2009, penulis diterima kembali sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan melalui jalur Mandiri. Pada tahun 2009 hingga 2010, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan (HIMEPA). Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Penulis juga

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2012 di Desa Margo Mulyo, Kecamatan Jati Mulyo, Kabupaten Lampung Selatan selama 40 hari.


(8)

“Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang

menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum” (Mahatma Gandhi)

“Sukses pasti tidak semuanya berjalan secara bersama-sama, tapi saya yakin kita pasti sukses semua”


(9)

Dengan segala ketulusan hati, doa, serta syukur kepada Tuhan, kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku dan saudara-saudariku yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa, dukungan moral, spiritual dan material yang tak pernah berhenti dan

takkan mampu terbalas yang akan terus hadir melengkapi perjalanan hidup ini.

Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dukungan dan semangat, terima kasih atas kebersamaan yang telah kita lalui selama ini. Perjuangan yang kita jalani

bersama akan menjadi cerita indah nantinya.

Almamater Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Lampung, sebagai langkah awal untukku belajar dan berkarya agar


(10)

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan yang telah melimpahkan segala berkah, rahmat dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadapa Belanja Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung (Tahun 2001-2012)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak M. Husaini, S.E., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 4. Bapak Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Tiara Nirmala, S.E., M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang


(11)

ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Para staf dan pengawai di Jurusan Ekonomi Pembangunan (Ibu Mar, Mas Kus, Ibu Yati dan Pakde Samiran) serta pengawai lain di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Mamaku Poibe Sianturi, Papaku Ir.Budiman Sitorus, Kedua adikku drg. Noryken Sitorus, dan Daniel Anggi Sitorus, keluarga dan Gita Sulistyaning Utami yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Hanya rasa syukur yang bisa terucap karena memiliki kalian.

9. Teman: Lintang Puspita Ramadhani, Suhezar Koko Wijaya, Renita K br Allagan, Aditia Rinaldi, Ryan Dolok, Lazuardi, Affuad Ridho, Poppy Novita terima kasih atas kebersamaan dalam berbagi energi positif, dukungan untuk saling menguatkan, canda dan tawa serta haru yang melengkapi hari-hari kita serta segala hal yang kita jalani selama ini.

10.Teman satu bimbingan, Ryan Dolok, Suhezar Koko, Aulia Apriyatman , Cicilia Maligia yang telah saling memberikan semangat dan bantuan satu sama lain dalam penyelesaian skripsi ini, perjuangan ini akan berakhir dengan indah.

11.Teman seperjuangan: Habriandi Bukit, Ryan Dolok, Taufiqurrahman, Suhezar, Khairani Syahfitri, Mira Mutia Rani, Geraldus, Mediansyah Resaputra, Andre Avatara, Afuad Ridho, Poppy Novita, Yeni, Lazuardi, terima kasih atas petemanan yang tulus dan selalu menjadi orang-orang yang berada disampingku dan teman-teman EP’09 yang tidak disebutkan satu


(12)

12.Teman KKN: Adit, Tody, Ary, Maria Ulfa, Rohmaniar, fifi, Martira, Lina, Tina, dan Riska yang telah berbagi pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN.

13.Keluarga Besar Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Ekonomi

Pembangunan (HIMEPA) serta keluarga besar Ekonomi Pembangunan. 14.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini namun tidak

dapat disebutkan oleh penulis satu persatu.

Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang indah untuk semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 18 Juli 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 16

C.Tinjauan Penelitian ... 17

D.Manfaat Penelitian ... 17

E. Kerangka Pemikiran ... 17

F. Hipotesis ... 19

II.TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori ... 20

1. Belanja Daerah ... 20

1.1.Belanja Operasi ... 21

1.2.Belanja Modal ... 21

1.3.Belanja Lain-Lain/Tidak Terduga ... 21

1.4.Belanja Transfer ... 22

2. Pendapatan Asli Daerah ... 24

2.1.Pajak Daerah ... 27

2.2.Retribusi ... 29

2.3.Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 32

2.4.Lain-Lain Pendapatan yang Sah ... 33

3. Dana Alokasi Umum ... 37

4. Dana Alokasi Khusus ... 40


(14)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian ... 44

B.Jenis dan Sumber Data ... 44

C.Batasan Variabel ... 44

D.Metode Analisis Data ... 47

1. Analisis Statistik Inferensial ... 47

2. Uji Asumsi Klasik ... 48

2.1.Uji Normalitas ... 48

2.2.Uji Heteroskedastisitas ... 48

2.3.Uji Autokorelasi ... 49

2.4.Uji Multikolinearitas ... 50

3. Uji Hipotesis ... 51

3.1.Koefisien Determinasi ... 51

3.2.Uji F ... 52

3.3.Uji t ... 53

E. Gambaran Umum Provinsi Lampung ... 54

1. Geografi ... 54

2. Topografi ... 55

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57

1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 58

1.1.Hasil Uji Normalitas ... 58

1.2.Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 58

1.3.Hasil Uji Autokorelasi ... 59

1.4.Hasil Uji Multikolinieritas ... 60

2. Hasil Uji Hipotesis ... 61

2.1.Uji t ... 61

2.2.Uji F ... 62

2.3.Uji Koefisien Determinasi ... 63

B.Pembahasan ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sumber Pendapaan Asli Daerah (PAD) di Pemerintah Provinsi

Lampung Tahun 2004-2008 ... 6

2. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung ... 7

3. Dana Alokasi Umum di Pemerintah Provinsi Lampung ... 10

4. Dana Alokasi Khusus di Pemerintah Provinsi Lampung ... 11

5. Belanja Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung ... 14

6. Objek dan Jenis Retribusi Daerah menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000 ... 30

7. Retribusi Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung ... 32

8. Pendapatan Lain-Lain di Pemerintah Provinsi Lampung ... 34

9. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 42

10. Luas Ibukota kabupaten/kota di Provinsi Lampung ... 56

11. Hasil Uji Heteroskeedastisitas dengan Cross term ... 59

12. Hasil Uji Heterosekdastisitas dengan no Cross term ... 59

13. Hasil Uji Autokorelasi ... 60

14. Hasil Uji Multikolinieritas ... 61

15. Hasil Uji t pada tingkat kepercayaan 95% ... 61


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 19 2. Pajak Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung Tahun

2001-2012 ... 29 3. Hasil Uji Normalitas Persamaan Belanja Daerah ... 58


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi fiskal. Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR No.XV/MPR/1998 tetang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Adanya

desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan


(18)

Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah. (Halim, 2009)

Menurut Ulum (2008), Otonomi daerah dewasa ini telah menjadi semacam new product dari sebuah “industri” bernama pemerintah yang begitu masuk di pasar langsung memperoleh tanggapan sangat tinggi. Otonomi daerah

menjadi sesuatu yang marketable dari berbagai sisi dan bidang kajian. Di satu pihak, otonomi daerah memberikan harapan baru terhadap tumbuhnya

kesadaran untuk membangun daerah secara lebih optimal, tidak lagi

terkonsentrasi di Pusat. Namun di pihak lain otonomi daerah menghadirkan kekhawatiran munculnya “desentralisasi masalah” dan “desentralisasi kemiskinan”. Artinya pelimpahan dari beberapa wewenang dari Pusat di daerah juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini tidak dapat ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat.

Menurut Mardiasmo (2002), pemberian informasi dan pengungkapan seluruh aktivitas dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pengamat ekonomi, pengamat politik, investor, hingga rakyat mulai memperhatikan setiap kebijakan dalam pengelolaan keuangan. Untuk mewujudkan transparansi telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2006 tentang Sistem informasi Keuangan Daerah yang pada intinya pemerintah daerah wajib menyajikan informasi keuangan daerah secara terbuka kepada masyarakat, konsekuensinya setiap pemerintah daerah harus membangun sistem informasi keuangan daerah. Tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik begitu sering ditujukan kepada para manajer pemerintah


(19)

di daerah. Seiring dengan itu semua Peraturan Pemerintah 105 Tahun 2000 juga mensyaratkan pertanggungjawaban keuangan dalam bentuk laporan keuangan yaitu berupa Neraca Daerah, Arus Kas, dan Realisasi Anggaran, bagi kepala daerah. Hal itu semua pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen daerah untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dan efektif.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diartikan sebagai rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 (Kawedar, dkk, 2008), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Berdasarkan teori Keyness, APBD merupakan salah satu mesin pendorong ekonomi. Dan belanja daerah adalah belanja yang terdapat dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda-agenda pembangunan tahunan.


(20)

APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan

pemeliharaan dan belanja modal/investasi.

Unsur- Unsur APBD menurut Halim (2004 :15-16) adalah sebagai berikut:

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutup biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran yang biasanya satu tahun.

Pesatnya pembangunan daerah yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yang membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah

mengakibatkan pembiayaan pada pos belanja yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan membutuhkan tersedianya dana yang besar pula mentransferkan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan tersebut terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari bagi hasil pajak pusat. Disamping Dana Perimbangan tersebut, pemerintah daerah juga memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pinjaman


(21)

Daerah, maupun Lain-lain Penerimaan Daerah yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah.

Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, kepada daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak/retribusi dan mengelola sumber daya alam. Sumber dana bagi daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK) dan Pinjaman Daerah, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui APBD, sedangkan yang lain

dikelola oleh Pemerintah Pusat melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Halim, 2009).

Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah kecilnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli Daerah. Pungutan Pajak dan Retribusi Daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah. Disamping Dana Perimbangan,


(22)

Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pembiayaan, dan Lain-lain Pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya Dana Transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan

pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

Tabel 1. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Pemerintahan Provinsi Lampung Tahun 2004-2008 (dalam juta rupiah)

Sumber PAD TAHUN

2004 2005 2006 2007 2008

Pajak Daerah 40.532,88 45.217,54 56.778,18 60.403,97 79.585,92

Retribusi 34.697,19 36.351,19 45.244,32 52.147,98 59.563,74

Bagian Laba Usaha 5.930,82 7.026,61 9.395,18 11.476,11 12.978,58

Pendapatan

Lain-Lain 16.632,16 22.873,89 56.121,62 103.520,58 79.535,49

TOTAL PAD 97.793,05 111.469,23 167.539,30 227.548,64 231.663,73 Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan.

Tabel 1 menjelaskan Realisasi pendapatan daerah Pemerintahan Provinsi Lampung selama tahun 2004 hingga 2008 berdasarkan data perkembangan realisasi penerimaan daerah menunjukkan bahwa sumber penerimaan asli daerah (PAD) yang berasal dari sektor pajak daerah masih merupakan sumber yang paling besar, sedangkan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah menempati urutan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah masih memegang peranan penting bagi sumber utama pendapatan daerah.

Selain data Pendapatan Asli Daerah (PAD) berikut ini disajikan pula data realisasi Realisasi Pendapatan Asli Daerah Lampung Tahun 2004-2008.


(23)

Tabel 2. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung Tahun 2004-2008

No. Tahun TARGET (Juta Rp.) REALISASI (Juta Rp.) PERSENTASE PENCAPAIAN %

1 2002 81.014 81.014 100

2 2003 85.244 86.156 101.06

3 2004 96.521 97.793 101.34

4 2005 101.915 111.469 109.37

5 2006 130.190 167.539 128.68

6 2007 171.677 227.549 132.54

7 2008 199.113 231.664 116.39

8 2009 225.98 289.469 128.09

9 2010 263.179 446.78 169.76

10 2011 373.751 499.04 133.52

11 2012 519.216 744.29 143.35

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Tabel 2 menunjukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintahan Provinsi Lampung tahun 2002-2012 selalu melampaui target yang ditetapkan. Hal ini tampaknya memberikan hasil yang kontradiktif dengan otonomi daerah yang semakin berkembang pada saat ini.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan di bidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Karena itu terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya karena memiliki


(24)

Pendapatan Asli Daerah yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki Pendapatan Asli Daerah yang rendah.

Menurut Halim (2009), permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber Pajak dan Retribusi Daerah yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah masih belum memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan serta kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Peranan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat

membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%. Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena basis pajak antar daerah sangat bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi terjadi hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis dan kemampuan masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi.

Penentuan besarnya alokasi dana untuk suatu kegiatan terutama yang dilaksanakan oleh unit-unit kerja daerah ditentukan dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar dalam menyesuaikan besarnya

penambahan atau pengurangan dengan jumlah atau persentase tertentu tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Suatu unit kerja dalam mengajukan usulan


(25)

program/proyek kurang memperhatikan kenyataan yang sesungguhnya, yaitu kenyataan yang dapat memprediksi kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya diperlukan. Unit-unit kerja malah berlomba-lomba mengajukan usulan program/proyek sebanyak-banyaknya dan menganggarkannya melebihi kebutuhan riil. Pengalokasian dana yang hanya berdasarkan data tahun sebelumnya dengan pengajuan program/proyek yang melebihi kebutuhan riil mengakibatkan kenaikan jumlah Belanja Daerah. Besarnya alokasi anggaran belanja daerah tersebut ternyata tidak didukung dengan alokasi pendapatan daerah sebagai sumber pendanaan bagi belanja. Kondisi ini mengakibatkan defisit anggaran bagi pemerintah daerah itu sendiri.

Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut,

Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

Menurut Darise (2009), Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan


(26)

rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk pemerataan dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

Tabel 3. Dana Alokasi Umum di Pemerintahan Provinsi Lampung. Nilai Besarnya Dana Alokasi Umum yang diterima dapat dilihat pada tabel berikut:

TAHUN DAU Persentase DAU Terhadap

Dana Perimbangan

2001 1.560.466 85,22

2002 1.889.656 83,53

2003 1.813.651 83,62

2004 1.857.348 82,57

2005 1.904.916 81,62

2006 3.800.622 80,58

2007 4.209.108 79,13

2008 4.632.021 78,62

2009 4.792.994 80,08

2010 4.460.040 59,50

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Dari Tabel 3 dapat dilihat Dana Alokasi Umum yang diterima oleh

Pemerintahan Provinsi Lampung. Data menjelaskan DAU yang diterima Provinsi Lampung mengalami kenaikan disetiap tahunnya. Namun, pada tahun 2006 DAU yang diterima cukup mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya sebesar 1.895.706,42 juta rupiah.

Permasalahan Dana Alokasi Umum terletak pada perbedaan cara pandang antara pusat dan daerah tentang Dana Alokasi Umum. Bagi pusat, Dana Alokasi Umum dijadikan instrument horizontal imbalance untuk pemerataan atau mengisi fiscal gap. Bagi daerah, Dana Alokasi Umum dimaksudkan untuk mendukung kecukupan. Permasalahan timbul ketika daerah meminta Dana Alokasi Umum sesuai kebutuhannya. Di sisi lain, alokasi Dana Alokasi


(27)

Umum berdasarkan kebutuhan daerah belum bisa dilakukan karena dasar perhitungan fiscal needs tidak memadai ( terbatasnya data, belum ada standar pelayanan minimum masing-masing daerah, dan sistem penganggaran yang belum berdasarkan pada standar analisis belanja). Ditambah total pengeluaran anggaran khususnya APBD belum mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan cenderung tidak efisien. (Darise, 2009)

Menurut Ulum (2008), Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

Tabel 4. Dana Alokasi Khusus di Pemerintahan Provinsi Lampung. Nilai Besarnya DAK yang diterima dapat dilihat pada tabel berikut:

TAHUN DAK Persentase DAK Terhadap

Dana Perimbangan

2001 12.212 0,67

2002 6.852 0,3

2003 42.100 1,94

2004 73.959 3,29

2005 73.870 3,17

2006 313.344 6,66

2007 464.575 8,73

2008 495.921 8,42

2009 630.328 10,53

2010 669.459 8,93

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Pada Tabel 4 menjelaskan Dana Alokasi Khusus yang diterima pada tahun 2002 amat kecil, daerah yang menerima DAK tersebut adalah Kab. Lampung Utara sebesar 6.852 juta rupiah. Dan mulai terjadi kenaikan Dana Alokasi


(28)

Khusus cukup tinggi pada tahun 2003 sejumlah 42.100 juta rupiah

dikarenakan kabupaten/kota di provinsi Lampung memerlukan Dana untuk mendanai pelayanan masyarakat yang diarahkan pada investasi

pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik. Dan kemudian dapat kita lihat pula dari tahun 2005 hingga 2010 DAK Provinsi Lampung mengalami peningkatan. Peningkatan yang cukup

signifikan terdapat di tahun 2006 sebesar 313.343 juta rupiah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dikatakan sebagai faktor-faktor yang

mempengaruhi Belanja Daerah dikarenakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang berkaitan langsung dengan pembiayaan Belanja Daerah, dan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sendiri merupakan sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana

pembangunan. Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Oleh karena itu faktor diatas

termasuk dalam anggaran pendapatan, yang kontribusinya mempengaruhi terhadap pembiayaan belanja daerah.

Sumber-sumber Pendapatan Daerah yang diperoleh dan dipergunakan untuk membiayai penyelenggaran urusan Pemerintah Daerah. Warsito, dkk (2008) mengatakan “ bahwa Belanja Daerah dirinci menurut urusan Pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja”. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai


(29)

pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Menurut Halim (2009) belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan Belanja Langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi Belanja


(30)

Tabel 5. Belanja Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung. Nilai Besarnya Belanja Daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tahun Total Belanja Daerah (Juta Rp.)

Persentase Pertumbuhan Belanja Daerah

1 2001 1.867.869 -

2 2002 2.305.324 23,42

3 2003 2.431.059 5,45

4 2004 2.447.659 0,68

5 2005 2.579.655 5,39

6 2006 4.880.601 89,20

7 2007 6.081.959 24,61

8 2008 6.473.804 6,44

9 2009 6.781.471 4,75

10 2010 8.104.322 19,51

11 2011 10.484.916 29,37

12 2012 12.148.672 18,87

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Pada Tabel 5 menjelaskan Belanja Daerah di Pemerintahan Provinsi

Lampung yang dipergunakan tiap tahunnya mengalami kenaikan. Ini

membuktikan bahwa pemerintah Provinsi Lampung menggunakan anggaran dengan baik untuk memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.


(31)

Menurut Halim (2009), belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

Lembang Simanjuntak (2011) meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatra Utara dan menemukan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah, realisasi Dana Alokasi Umum dan realisasi Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

Kesit Bambang Prakosa (2009) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY). Penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya Belanja Daerah dipengaruhi jumlah Dana Alokasi Umum yang diterima dari pemerintah pusat. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah.


(32)

Maimunah (2006) melakukan penelitian tentang Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera dan menemukan besarnya nilai Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah dan ada Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Di Pemerintah Provinsi Lampung. (Tahun 2001-2012)

B. Rumusan Masalah

Pentingnya belanja daerah untuk meningkatkan pelayanan publik oleh pemerintah daerah maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja daerah? 2. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja daerah? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap belanja daerah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah. 2. Mengetahui Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah. 3. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah.


(33)

4. Mengetahui Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus secara bersama-sama berpengaruh terhadap Belanja Daerah.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan tambahan literatur bagi mahasiswa ekonomi fakultas ekonomi khususnya mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Study Pembangunan. 2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya sekaligus juga sebagai

tambahan wawasan bagi penulis.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, khususnya yang berkaitan dengan bidang

peningkatan kualitas pelayanan publik demi kemajuan daerah.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum terhadap alokasi belanja daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembiayaan bagi

pemerintahan daerah dalam menciptakan infrastruktur daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) didapatkan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk itu, dalam masa desentralisasi seperti ini, pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan PAD-nya masing-masing dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki supaya bisa membiayai segala kegiatan penciptaan infrastruktur atau sarana prasarana


(34)

daerah melalui alokasi belanja daerah pada APBD. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin besar pula alokasi belanja daerahnya.

Dana Alokasi Umum merupakan salah satu dari Dana Perimbangan yang disediakan oleh pemerintah pusat yang bersumber pada APBN, yang bertujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Pemerintah daerah yang kemampuan keuangannya lemah akan mengandalkan DAU untuk membiayai segala kegiatan pemerintahan, karena DAU juga merupakan salah satu sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Oleh karena itu, semakin kecil DAU yang diperoleh semakin kecil pula alokasi belanja daerah tersebut.

Ketika Dana Aloaksi Khusus (DAK) meningkat maka anggaran untuk Belanja Daerah juga akan mengalami peningkatan karena ada penambahan alokasi dana dari DAK. Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas.


(35)

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dana Alokasi Umum (DAU)

Belanja Daerah

Dana Alokasi Khusus (DAK)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran F. Hipotesis

1. Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah.

2. Diduga Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah.

3. Diduga Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah.

4. Diduga Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah.


(36)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori 1. Belanja Daerah

Pengertian Belanja menurut PSAP No.2, (dalam Erlina, 2008) adalah “Semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi saldo Anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang, “Belanja Daerah didefenisikan sebagai kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih”. Istilah belanja terdapat dalam laporan realisasi anggaran, karena dalam penyusunan laporan realisasi anggaran masih menggunakan basis kas. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas. Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:


(37)

1.1.Belanja Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang member manfaat jangka pendek. Belanja Operasi meliputi:

1) Belanja Pegawai, 2) Belanja Barang, 3) Subsidi,

4) Hibah,

5) Bantuan Sosial.

1.2.Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja Modal meliputi:

1) Belanja Modal Tanah,

2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin, 3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan, 4) Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan, 5) Belanja Modal Aset Tetap Lainnya, 6) Belanja Aset Lainnya.

1.3.Belanja Lain-Lain/Belanja Tidak Terduga. Belanja lain-lain atau belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti


(38)

terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. 1.4.Belanja Transfer. Belanja Transfer. Belanja Transfer adalah

pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana

perimbangan oleh pemerintah provinsi ke kabupaten /kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa.

Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang belanja dikelompokkan menjadi:

1. Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari belanja:

1) Belanja Pegawai,

2) Belanja Barang dan Jasa, 3) Belanja Modal

2. Belanja Tidak Langsung. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:


(39)

2) Belanja bunga, 3) Belanja subsidi, 4) Belanja hibah,

5) Belanja bantuan sosial,

6) Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa.

Belanja Daerah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Daerah yang diperoleh baik dari Pendapatan Asli Daerah maupun dari dana

perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai Belanja Daerah.

Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan Republik Indonesia mengungkapkan bahwa pada dasarnya, pemerintahan daerah memiliki peranan penting dalam pemberian pelayanan publik. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa permintaan terhadap pelayanan publik dapat berbeda-beda antar daerah. Sementara itu, Pemerintah Daerah juga memiliki yang paling dekat dengan publik untuk mengetahui dan mengatasi perbedaan-perbedaan dalam permintaan dan kebutuhan pelayanan publik tersebut. Satu


(40)

hal yang sangat penting adalah bagaimana memutuskan untuk

mendelegasikan tanggung jawab pelayanan publik atau fungsi belanja pada berbagai tingkat pemerintahan.

Secara teori, terdapat dua pendekatan yang berbeda dalam fungsi belanja, yaitu pendekatan “pengeluaran” dan pendekatan “pendapatan”. Menurut pendekatan “pengeluaran”, kewenangan sebagai tanggung jawab antar tingkat pemerintahan dirancang sedemikian rupa agar tidak saling timpang tindih. Pendelegasian ditentukan berdasarkan kriteria yang bersifat obyektif, seperti tingkat lokalitas dampak dari fungsi tertentu, pertimbangan keseragaman kebijakan dan penyelenggaraan, kemampuan teknik dan manajerial pada umumnya, pertimbangan faktor-faktor luar yang berkaitan dengan kewilayahan, efiensi dan skala ekonomi, sedangkan menurut pendekatan “pendapatan” , sumber pendapatan publik dialokasikan antar berbagai tingkat pemerintah yang merupakan hasil dari tawar-menawar politik. Pertukaran politik sangat mempengaruhi dalam pengalokasian sumber dana antar tingkat pemerintahan. Selanjutnya, meskipun pertimbangan prinsip di atas relevan, namun kemampuan daerah menajadi pertimbangan yang utama.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk


(41)

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan

pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu, peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah.

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Penerimaan Bukan Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari

sumber ekonomi asli daerah. (Bastian, 2002)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan


(42)

mengusahakan dan mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. (Maimunah, 2006)

Dalam upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangganya. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan daerah tidak dapat dipisahkan dengan Belanja Daerah, karena adanya saling terkait dan merupakan satu alokasi anggaran yang disusun dan dibuat untuk melancarkan roda pemerintahan daerah (Rozali, 2002).

Sebagaimana halnya dengan Negara, maka daerah dimana masing-masing pemerintah daerah mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk

meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat dengan jalan

melaksanakan pembangunan disegala bidang sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa “Pemerintah daerah berhak dan berwenang menjalankan otonomi, seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”. Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan Kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, merupakan satu upaya untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya dengan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara efisien dan efektif khususnya Pendapatan Asli Daerah sendiri.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah


(43)

sendiri diberikan sumber-sumber pedapatan atau penerimaan keuangan Daerah untuk membiayai seluruh aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur.

Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu:

2.1. Pajak Daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak secara umum telah diajukan oleh para ahli, Rochmad Sumitro (1998), Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan sebagainya. Sedangkan Siagian (1990), Pajak negara yang

diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

Dengan demikian ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut:

1) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah;

2) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;

3) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;


(44)

4) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum public.

Jenis Pajak Daerah dibagi menjadi dua yaitu: a. Pajak Daerah Provinsi tingkat I yang terdiri dari:

1. Pajak Kendaraan Bermotor (5%)

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (10%) 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%)

b. Pajak Daerah Kabupaten/Kota tingkat II yang terdiri dari: 1. Pajak Hotel dan Restoran (10%)

2. Pajak Hiburan (35%) 3. Pajak Reklame (25%)

4. Pajak Penerangan Jalan (10%)

5. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C (20%) 6. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (20%)

Tarif pajak untuk daerah Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan penetapannya seragam diseluruh Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II, selanjutnya ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber Pendapatan Asli Daerah sebagaimana tersebut diatas, terlihat sangat bervariasi. (UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi)


(45)

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah) Gambar 2. Pajak Daerah Provinsi Lampung dari tahun 2001 – 2012

Dari gambar diatas dapat dillihat bahwa pajak daerah provinsi lampung mengalami peningkatan total selama kurung waktu 2001-2012. Pada tahun 2001 jumlah pajak daerah sebesar 24.441,86 juta rupiah. Dan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2012 pajak daerah mencapai 344.239,65 juta rupiah.

2.2. Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Kesit Bambang, 2004), mendapat balas jasa langsung. Retribusi dibagi atas tiga golongan:

1. Retribusi Jasa Umum, 2. Retribusi Jasa Usaha,


(46)

Tabel 6. Objek atau Jenis Retribusi Daerah menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000

1. Retribusi Umum

Adapun yang termasuk dalam jasa pelayanan umum antara lain : a) Pelayanan kesehatan,

b) Pelayanan kebersihan dan persampahan,

c) Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Akta Catatan Sipil,

d) Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, e) Pelayanan parkir di tepi jalan umum,

f)Pelayanan pasar, g) Pelayanan air bersih,

h) Pengujian kendaraan bermotor, i)Pemeriksaan alat pemadam kebakaran,

j)Penggantian biaya cetak peta yang dibuat Pemerintah Daerah, k) Pengujian kapal perikanan.

No. Objek atau Jenis Retribusi Daerah

Prinsip atau Kriteria Penentuan Tarif

1 Retribusi Jasa Umum 1.Besarnya Biaya penyediaan jasa yang bersangkutan

2.Kemampuan Masyarakat 3.Aspek Keadilan

2 Retribusi Jasa Usaha Tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak

3 Retribusi Perizinan Tertentu Tujuan untuk menutup semua/seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan


(47)

2. Retribusi Jasa Usaha

Adapun yang termasuk dalam jasa usaha antara lain : a) Pemakaian kekayaan daerah,

b) Pasar grosir dan atau pertokoan, c) Pelayanan terminal,

d) Pelayanan tempat khusus parkir, e) Pelayanan tempat penitipan anak, f)Penginapan/villa,

g) Penyedotan kakus, h) Rumah potong hewan, i)Tempat penyandaran kapal, j)Tempat rekreasi dan olah raga, k) Penyebrangan di atas air, l)Pengelolaan air limbah,

m)Penjualan usaha produksi daerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Perizinan tertentu yang retribusinya dipungut antara lain: a) Izin peruntukan penggunaan tanah,

b) Izin mendirikan bangunan,

c) Izin tempat penjualan minuman beralkohol, d) Izin gangguan,

e) Izin trayek,


(48)

Tabel 7. Retribusi Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung. Nilai Retribusi daerah yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

TAHUN Retribusi Persentase Retribusi

Daerah pada PAD

2001 23.596 39,31

2002 28.093 34,68

2003 29.129 30,55

2004 34.697 35,48

2005 36.351 32,61

2006 45.244 27,01

2007 52.148 22,92

2008 59.564 25,71

2009 70.508 31,2

2010 90.464 19,38

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Dari Tabel 7, dapat dilihat retribusi daerah yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Data menjelaskan dari tahun 2001-2010 retribusi daerah terjadi peningkatan.Namun, pada tahun 2010 Retribusi Daerah yang diterima mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 90.464 juta rupiah.

2.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang

dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai dan

dipertanggungjawabkan sendiri. Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan daerah yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk menambah penghasilan daerah


(49)

kegiatan usahanya dititikberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya serta

ketentraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat adil dan makmur. walaupun perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dapat memberikan kontribusinya hagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dan perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Atau dengan perkataan lain, perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus tetap terjamin keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan fungsi ekonomi.

Walaupun demikian hal ini tidak berarti bahwa perusahaan daerah tidak dapat memberikan kontribusi maksimal bagi ketangguhan keuangan daerah. Pemenuhan fungsi sosial oleh perusahaan daerah dan keharusan untuk mendapat keuntungan yang memungkinkan perusahaan daerah dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah, bukanlah dua pilihan yang saling bertolak belakang. Artinya bahwa pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonominya sebagai badan ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan. Hal ini dapat berjalan apabila

profesionalisme dalam pengelolaannya dapat diwujudkan (Riwu, 2005).

2.4. Lain-Lain Pendapatan yang Sah

Pengertian lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah penerimaan yang diperoleh daerah Kabupaten/Kota diluar pajak, retribusi, bagian laba


(50)

BUMD. Beberapa contoh penerimaan yang termasuk kategori penerimaan lain-lain misalnya penerimaan dan hasil penjualan asset milik pemerintah daerah dan jasa giro rekening pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

Tabel 8. Pendapatan Lain-Lain di Pemerintahan Provinsi Lampung. Nilai besarnya pendapatan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut: TAHUN Pendapatan Lain-Lain Persentase Pendapatan

Lain-Lain pada PAD

2001 10.585 17,63

2002 18.209 22,48

2003 24.972 26,19

2004 16.632 17,01

2005 22.874 20,52

2006 56.122 33,50

2007 103.521 45,49

2008 79.535 34,33

2009 48.758 21,58

2010 233.589 50,04

Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah), Data Diolah. Dari Tabel 8, dapat dilihat Pendapatan Lain-Lain yang diterima oleh

Pemerintah Provinsi Lampung. Data menjelaskan Pendapatan Lain-Lain mengalami naik dan turun hampir disetiap tahunnya, dan pada tahun 2010 Pendapatan Lain-Lain yang diterima Provinsi Lampung mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

1. Fungsi Pendapatan Asli Daerah

Salah satu pendapatan daerah adalah berasal dari pendapatan asli daerah. Dana-dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah tersebut merupakan salah satu faktor penunjang dalam melaksanakan kewajiban daerah untuk membiayai belanja daerah. Dan juga merupakan alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas daerah guna


(51)

menunjang pelaksanaan pembangunan daerah. Serta untuk mengatur dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi pemakai jasa tersebut. Tentu dalam hal ini tidak terlepas dari adanya badan yang menangani atau yang diberi tugas untuk mengatur hal tersebut.

2. Hubungan Antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Daerah

Studi tentang pengaruh pendapatan asli daerah terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Syukriy & Halim (2003), menyatakan pendapatan (terutama pajak) akan mempegaruhi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah. Dalam hal ini pengeluaran Pemerintah Daerah akan

disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan Pemerintah Daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran.

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan.


(52)

Syukriy dan Halim (2003), menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan kesehatan justru mengalami penurunan.menduga power legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak sesuai dengan preferensi publik.

Melihat beberapa hasil penelitian diatas telah menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan penting bagi sebuah daerah dalam memenuhi belanjanya. Dan Pendapatan Asli Daerah ini sekaligus dapat menujukan tingkat kemandirian suatu daerah. Semakin banyak Pendaptan Asli Daerah yang didapat semakin memungkinkan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan belanjanya sendiri tanpa harus tergantung pada Pemerintah Pusat, yang berarti ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah tersebut telah mampu untuk mandiri, dan begitu juga sebaliknya.

Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode anggaran.Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan

pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan


(53)

merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan

program-program pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta

menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap belanja langsung. (Puspita Sari, 2009)

3. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah

penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi Dana Alokasi Umum yang relatif kecil. Sebaliknya daerah yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh Dana Alokasi Umum relatif besar. Dengan maksud melihat kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah


(54)

dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai. (Halim, 2009)

Menurut Halim (2009), ketimpangan ekonomi antara satu Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi fiskal.

Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan Sumber Daya Alam yang kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan tersebut, Pemerintah Pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinanya lebih tinggi, akan diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penugasaan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut (Halim, 2009):

a. Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.


(55)

b. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas.

c. Dana Alokasi Umum (DAU) untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. (Kesit Bambang, 2004) Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam.

Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang


(56)

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

a. Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Alokasi Belanja Daerah Hampir sama dengan PAD, DAU merupakan salah satu sumber

pembiayaan untuk belanja daerah guna pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka pemberian pelayanan publik yang baik dari pemerintah daerah kepada masyarakat. Bedanya, kalau PAD berasal dari uang masyarakat sedangkan DAU berasal dari transfer APBN oleh pemerintah pusat untuk pemerintahan daerah.

4. Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dalam website direktorat jendral perimbangan keuangan kebijakan DAK bertujuan: a. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan

keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik.

b. Pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan

daerah.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/ terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.


(57)

c. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

d. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

e. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang

infrastruktur.

f.Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.

g. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD.

h. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.


(58)

Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK cenderung akan

menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.

B.Penelitian Terdahulu

Tabel 9. Hasil Penelitian Sebelumnya

PENELITI JUDUL VARIABEL HASIL

Lembang Simanjuntak (2011) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatra Utara.

Pendapatan Asli Daerah

Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Belanja Daerah

Secara simultan realisasi Pendapatan Asli Daerah, realisasi Dana Alokasi Umum dan realisasi Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara.

Fhino Andrea Christy dan Priyo Hari Adi (2009)

Hubungan antara dana alokasi umum, belanja daerah

Dana Alokasi Umum Belanja Daerah

Modal pemerintah daerah selama ini sangat ditentukan oleh faktor Dana Alokasi Umum

Kesit Bambang Prakosa (2009)

Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah

Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah

Belanja Daerah

Semakin besar Dana Alokasi Umum yang diterima oleh daerah dari pemerintah pusat dan Pendapatan Asli Daerah yang didapatakan menentukan besarnya alokasi Belanja Daerah


(59)

Noni Puspitasari, Idhar Yahya (2009)

Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemerintah Daerah pada Provinsi RIAU

Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah

Belanja Pemerintah

Didapati bahwa DAU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

Belanja.Sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap Belanja, bahwa PAD secara individual tidak mempengaruhi Belanja.

Maimunah (2006) Flaypaper effect

pada Dana Alokasi Umum dan

Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kab./Kota di Pulau Sumatra.

Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah

Belanja Daerah

Besarnya nilai DAU dan PAD

mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah (pengaruh positif).Telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah pada Kab/Kota di Sumatera.

Syukriy Abdullah dan Abdul Halim (2003) Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kab/Kota di Jawa dan Bali

Dana Alokasi Umum Pendapatan Asli Daerah

Belanja Daerah

Semuanya berpengaruh signifikan


(60)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar koofesien variabel.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data dari dokumen laporan realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui website

www.djpk.depkeu.go.id. Dari laporan realisasi APBD Lampung tahun 2001-2012 dapat diperoleh data mengenai jumlah anggaran Belanja Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

C. Batasan Variabel

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode dokumentasi dari sumber data sekunder dengan mengumpulkan, mencatat, dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian.


(61)

PAD = HPD + RD + PLPD + LPS 1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi adanya variabel independen / bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen yang

digunakan adalah belanja daerah. Menurut UU No.32 Tahun 2004, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 2. Variabel Independen

Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen, yaitu variabel bebas, variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

a. Variabel Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD terdiri dari Hasil Pajak Daerah (HPD), Retribusi Daerah (RD), Pendapatan dari Laba Perusahaan Daerah (PLPD) dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (LPS), yang dirumuskan :


(62)

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal b. Variabel Dana Alokasi Umum

Dana AlokasiUmum (DAU) merupakan salah satu transfer dana

Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuha daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum untuk daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota dapat dinyatakan sebagai berikut :

dimana

c. Variabel Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.


(63)

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan antara lain: 1. Analisis Statistik Inferensial

Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari data penelitian dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Daerah.

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik. Hubungan antar variabel dapat digambarkan dengan persamaan fungsional sebagai berikut:

Y = α + β

1PAD

t

+ β

2DAU

t

+

β

3DAK

t

+ e

dimana:

Y = Belanja Daerah

α

= Konstanta

βi = Koefisien regresi

PAD = PendapatanAsli Daerah (PAD) DAU = Dana Alokasi Umum (DAU) DAK = Dana Alokasi Khusus (DAK)

t = Tahun


(64)

Sedangkan Uji asumsi klasik yang digunakan meliputi:

2. Uji Asumsi Klasik 2.1 Uji Normalitas

Uji normal diperlukan untuk mengetahui kenormalan error term dan variabel-variabel baik variabel bebas maupun terikat, apakah data sudah menyebar secara normal. Uji normalitas dapat dilihat dengan metode Jarque-Berra. Jika residual terdistribusi secara secara normal maka diharapkan nilai statistik JB akan sama dengan nol.

Ho : data tersebar normal Ha : data tidak tersebar normal Kriteria pengujiannya adalah :

1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika P Value < P tabel 2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika P Value > P tabel

Jika Ho ditolak maka data tidak tersebar secara normal. Jika Ho diterima berarti data tersebar secara normal. (Sumber: Agus Widarjono)

2.2.Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain. Jika varians dari residual pengamatan satu ke residual ke pengamatan yang lain tetap, maka telah terjadi


(65)

heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas terjadi bila variabel gangguan mempunyai variabel yang sama untuk observasi, untuk mendeteksi ada/tidaknya

heteroskedestisitas digunakan uji White. Selanjutnya menentukan hipotesis yang menyatakan jika dari perhitungan menghasilkan nilai Chi Square hitung yang signifikan/ Chi Square hitung > Chi Square tabel, maka dapat dikatakan terdapat heteroskedestisitas, jika Chi Square hitung < Chi Square tabel dapat dikatakan dalam regresi tidak terdapat heteroskedestisitas. (Sumber: Agus Widarjono)

2.3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi antara anggota anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkain waktu (time series). Autokorelasi ini menunjukan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama.

Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Untuk menguji asumsi klasik ini, penulis menggunakan metode Breusch-Godfrey yang merupakan pengembangan dari metode Durbin-Watson. Dimana metode ini lebih dikenal dengan nama metode Lagrange Multiplier (LM). Autokorelasi terjadi jika:

1. Jika nilai Obs*R-squared > nilai X²- tabelatau nilai Probability Obs*Rsquared < 0.05, maka terjadi autokorelasi.


(66)

2. Jika nilai Obs*R-squared < nilai X²-tabel atau nilai Probability Obs*Rsquared > 0.05, maka tidak terjadi autokorelasi.

Metode Durbi-Watson (DW)

Autokorelasi Ragu-Ragu Tidak Ada Ragu-Ragu Autokorelasi Positif Korelasi Positif

0 dL dU 2 4- dU 4-dL 4

Dengan nilai masing-masing yaitu:

1. 0 < d < dL = Autokorelasi positif

2. dL ≤ d ≤ dU = Ragu-ragu, tidak ada keputusan 3. dU ≤ d ≤ 4 – dU = Tidak ada autokorelasi positif/negatif 4. 4 - dU ≤ d ≤ 4 – dL = Ragu-ragu, tidak ada keputusan 5. 4 - dL ≤ d ≤ 4 = Autokorelasi negatif

2.4.Uji Multikolinearitas

Tujuannya untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang

menjelaskan. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat ciri-ciri yaitu adanya R2yang tinggi. Klein mengatakan bahwa

multikolineritas dapat menjadi masalah bila derajat multikolinieritasnya tinggi. Jika derajatnya rendah maka multikolinieritas yang terjadi tidak terlalu serius dan tidak


(67)

dikemukakan oleh Klein, derajat kolinieritas dapat dilihat melalui koefisien determinasi parsial dari regresi antara variabel independen dengan variabel independen yang lain dipergunakan dalam metode penelitian. Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah dengan langkah pengujian terhadap masing-masing variabel independen untuk mengetahui seberapa jauh korelasinya (r2) kemudian dibandingkan dengan R2yang didapat dari hasil regresi secara bersama variabel independen dengan variabel dependen, jika ditemukan nilai melebihi nilai R2 pada model penelitian, maka dari model persamaan tersebut terdapat multikoinieritas, dan sebaliknya jika R2 lebih besar dari semua r2 maka ini menunjukan tidak

terdapatnya multikolinier pada model persamaan yang diuji.

3. Uji Hipotesis

Parameter-paremeter yang diestimasi dapat dilihat melalui dua kriteria. Pertama adalah statistik, yang meliputi uji signifikansi parameter secara individual (Uji - t), uji signifikansi parameter secara serempak (Uji-F) dan uji kebaikan sesuai (Goodness of Fit) atau R2)

3.1.Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) nilainya berkisar antara 0 dan 1. semakin besar R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Formula untuk mencari nilai R2adalah sebagai berikut:

R 2


(68)

Keterangan:

R2 = Koefisien determinansi berganda.

SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi, yaitu merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi.

SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan total variasi Y.

SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.

3.2.Uji Secara Bersama-sama (Uji – F)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Adapun tahap-tahap Uji F adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Dimana H0 artinya secara bersama variabel bebas tidak dapat digunakan dalam analisis regresi. Sedangkan H1 artinya secara bersama variabel bebas dapat digunakan dalam analisis regresi. 2) Menentukan tingkat signifikansi α sebesar 5% dan degree of

freedom (df) = (n-k-1) dalam menentukan F tabel. 3) Menghitung F hitung

4) Kriteria (F hitung < F tabel) = H0 diterima, Ha ditolak. 5) (F hitung > F tabel) = H0 ditolak, Ha diterima.


(1)

56

c. Administrasi Pemerintahan

Secara administratif pada tahun 2012, Provinsi Lampung terdiri dari 13 Kabupaten, 2 Kota, 212 Kecamatan. (Lampung dalam Angka 2012). Berikut akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 10. Luas Ibukota kabupaten/kota di Provinsi Lampung No Kabupaten Ibukota Luas

(km2) Kecamatan 1 Kab. Lampung Selatan Kalianda 3.319,04 19 2 Kab. Lampung Tengah Gunung Sugih 3.802,68 28 3 Kab. Lampung Utara Kotabumi 2.725,83 23

4 Kab. Lampung Barat Liwa 2.142,78 15

5 Kab. Lampung Timur Sukadana 5.325,03 24 6 Kab. Tanggamus Kota Agung 3.020,64 20 7 Kab. Tulang Bawang Menggala 3.196,32 15 8 Kab. Way Kanan Blambangan

Umpu 3.921,63 14

9 Kota BandarLampung BandarLampung 192,96 13

10 Pesawaran Gedung Tataan 2.243,51 7

11 Pringsewu Pringsewu 625 8

12 Mesuji Mesuji 2.184 7

13 Tulang Bawang Barat Panarangan Jaya 1.201 8

14 Kota Metro Metro 61,79 5

TOTAL KECAMATAN DI PROVINSI LAMPUNG 201 Sumber : Badan Pusat Statistik, Lampung Dalam Angka (2012)


(2)

69

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dijelaskan di Bab IV mengenai Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah maka dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji koefisien secara parsial, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung pada Tahun 2001-2012 dengan nilai koefisien sebesar 4.0571. 2. Berdasarkan uji koefisien secara parsial, Dana Alokasi Umum

berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung pada Tahun 2001-2012 dengan nilai koefisien 0.5537. 3. Berdasarkan uji koefisien secara parsial, Dana Alokasi Khusus

berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah di Pemerintahan Provinsi Lampung pada Tahun 2001-2012 dengan koefisien sebesar 4.279. 4. Berdasarkan Uji Serempak, variabel independen yaitu PAD, DAU dan

DAK secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu Belanja Daerah di Pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 2001-2012 sebesar 0.996541 dengan tingkat kepercayaan 95%.


(3)

70

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah :

Optimalisasi potensi penerimaan daerah dalam bentuk Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu alternatif sumber penerimaan utama dan hendaknya didukung upaya pemerintah dengan meningkatkan kualitas layanan publik. Untuk itu peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu mendapat perhatian pemerintah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Salemba 4: Jakarta Darise, Nurlan, 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Perangkat Kerja

Daerah (SKPD) dan BLU, PT Indeks, Jakarta.

Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Laporan dan Realisasi APBD, Tahun 2001-2012.

www.djpk.depkeu.go.id.

Erlina, 2008. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen, Edisi Kedua, USU Press, Medan.

Halim, Abdul, 2004, Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.

Halim, Abdul. 2009. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. Salemba 4: Jakarta

Kaho, Josef Riwu, 2005. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kawedar, warsito dkk, 2008. Akuntansi Sektor Publik, Semarang UNDIP. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi,

Yogyakarta

Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada

Kabupaten/Kota di Pulau Sumatra. Simposium Nasional Akuntansi IX


(5)

Prakosa, Kesit Bambang, 2004. Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Propinsi Jawa Tengah dan DIY, JAAI Vol. 8 No. 2, 101-118.

Priyo, Hari Adi dan Fhino Andrea Christy. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Daerah.

Puspita Sari, Noni dan Idhar Yahya. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Langsung.

Universitas Sumatra Utara, Medan

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Rozali, Abdullah. 2002. Pelaksanan Otonomi Luas & Isu Federalisme Sebagai Suatu alternative, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Siagian, Sondang P. Filsafat Administrasi. Gunung Agung. Jakarta. 1990. Syukriy dan Halim Abdullah. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Study Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI: 1140-1159, Surabaya 16-17 Oktober 2003

Soemitro, Rochmat. 1998. Asas dan Dasar Perpajakan 1, PT Refika Aditama, Bandung.

Ulum, Ihyaul. 2008. Akuntansi Sektor Publik, Edisi Revisi, UMM Pres, Malang Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Warsito Kawedar, Abdul Rohman, Sri Handayani. 2008. Akuntansi Sektor Publik

Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Widarjono, Agus, 2007, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Ekonosia. Jogjakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.


(6)

Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 56 Tahun 2006 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah

PSAP Nomor 2 Paragraf 7 Tentang Laporan Realisasi Anggaran.

TAP MPR Nomor XV/MPR/1998, Tentang Penyelanggaraan Otonomi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat Dan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera

3 155 93

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

5 68 181

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Aceh

5 75 107

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

The influence of original local government revenues, general allocation funds and special allocation funds to local government expenditures

0 12 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

PENGARUH BELANJA DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP Pengaruh Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia(Studi Empiris Pada Pemerint

2 6 19

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah (Tahun 2012)

0 3 12

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Anggaran Belanja Modal Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah (Tahun 2012)

0 2 14