Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

(1)

PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DENGAN BELANJA PELAYANAN DASAR SEBAGAI

MODERATING VARIABEL

(Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)

TESIS

OLEH :

ATANASIUS WIDARWANTO 097017078 / AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DENGAN BELANJA PELAYANAN DASAR SEBAGAI

MODERATING VARIABEL

(Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)

TESIS

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Magister Akuntansi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ATANASIUSWIDARWANTO 097017078 / AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)

Nama Mahasiswa : Atanasius Widarwanto Nomor Induk : 097017078

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) Ketua

(Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak) (Anggota)

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak.)

Dekan

Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak., CA


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak. Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak.

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak. 3. Prof. Dr. Ramli, MS


(5)

Judul Tesis

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA BAGI HASIL (DBH) DAN

BANTUAN KEUANGAN PROVINSI (BKP) TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DENGAN BELANJA

PELAYANAN DASAR SEBAGAI MODERATING VARIABEL

(Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 29 Januari 2015 Penulis,


(6)

BELANJA PELAYANAN DASAR (BPD) SEBAGAI MODERATING VARIABEL.

(Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan. Selain itu penelitian ini menganalisis pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan BPD sebagai moderating variabel.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi pooled data panel fixed effect method dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP sebagai variabel independen, BPD sebagai moderating variabel dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel dependen. Jumlah sampel 30 Pemerintah Kabupaten/Kota dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Hasil riset ini menunjukkan secara simultan menunjukkan variabel DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAK dan BKP tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Setyowati dan Suparwati (2012) bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Selain itu juga penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel Belanja Pelayanan Dasar (BPD) berperan sebagai moderating variabel turut memperkuat dan memperlemah hubungan antara varaibel DAU, DAK, PAD, DBH, DBDB terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provinsi (BKP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Belanja Pelayanan Dasar (BPD).


(7)

(HUMAN DEVELOPMENT INDEX) WITH BPD (BASIC SERVICE EXPENDITURES AS MODERATING

VARIABLE

(An Empirical Study at District/Town Administrations of North Sumatera)

ABSTRACT

The objective of the study was to analyze the influence of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP on IPM partially and simultaneously. Besides that, the research analyzed the influence of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP on IPM with BPD as moderating variable. The data were analyzed quantitatively by using generalized linear regression analysis, pooled data panel fixed effect method, and classic assumption test before the best research model was obtained. Independent variables were DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP, while BPD was moderating variable and IPM was dependent variable. The samples consisted of 30 District/Town Administrations in the period of 2009-2012. The result of the research showed that, simultaneously, the variables of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP influenced IPM; partially, DAK and BKP did not have any influence on IPM. This was in line with the result of the research conducted by Setyowati and Suparwati (2012) which pointed out that DAU, DAK, and PAD had positive influence on IPM through PABM (Allocation of Capital Expenditures). It was also concluded that BPD played its role as moderating variable in strengthening and weakening the correlation of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP with IPM. Keywords: DAU (Block Grant), DAK (Special Grant), PAD (Regional Generated

Revenues), DBH (Profit Sharing Fund), BKP (Provincial Financing Aid), IPM (Human Development Index), BPD (Basic Service Expenditures).


(8)

yang telah menyertai dan memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini berisi penelitian mengenai bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) terhadap IPM dengan Belanja Pelayanan Dasar (BPD) Sebagai Moderating Variabel. Hasil analisis dan pengujian hipotesis akan dijabarkan dalam tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga memerlukan perbaikan berupa kritik dan saran yang membangun.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera


(9)

5. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D,Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA,Ak, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, CA selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini

8. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hingga penyelesaian tesis ini.

9. Seluruh staf pengajar Program Magister Akuntansi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister Akuntansi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

10.Teristimewa kepada istri tercinta Herlina Sembiring yang telah memberikan dorongan semangat serta doanya dan kepada putra dan putriku tersayang, Louis, Ratu dan Enders. Mohon maaf sayang, karena hari libur untuk kalian telah digantikan dengan kesibukan dalam mengikuti dan menyelesaikan


(10)

11.Kedua orang tua dan mertua penulis yang telah memberikan dorongan semangat serta doa kepada penulis.

12.Teman-teman di Program Magister Akuntansi Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan restu-Nya serta berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Medan, 29 Januari 2015 Penulis


(11)

1. NAMA : ATANASIUS WIDARWANTO

2. TEMPAT/TGL LAHIR : KULON PROGO, YOGYAKARTA

02 MEI 1974

3. AGAMA : KATHOLIK

4. ORANG TUA

a. AYAH : A. WARTOWIYONO

b. IBU : A. SIAMI

5. ALAMAT : JL. KAPAS RAYA NO 13 PERUMNAS

SIMALINGKAR, MEDAN

6. PENDIDIKAN

a. SD : SD PL II BORO, YOGYAKARTA

b. SMP : SMP PL I BORO, YOGYAKARTA

c. SMU : SMA NEGERI 3 (PADMANABA)

YOGYAKARTA

d. DIPLOMA III : SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI

NEGARA (STAN)

e. DIPLOMA IV : SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI

NEGARA (STAN)

7. PENDIDIKAN PROFESI

a. AUDITOR AHLI PERWAKILAN BPKP PROVINSI SUMATERA

UTARA

b. AKUNTAN/CHARTERED ACCOUNTANT (CA) INDONESIA


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Originalitas ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Landasan Teori... ... 16

2.1.1 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 16

2.1.2 Dana Alokasi Khusus (DAK) ... 17

2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 18

2.1.4 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 19


(13)

2.2 Review Peneliti Terdahulu ... 31

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 39

3.1 Kerangka Konseptual ... 39

3.2 Hipotesis Penelitian ... 47

BAB IV METODE PENELITIAN ... 48

4.1 Jenis Penelitian ... 48

4.2 Lokasi Penelitian ... 48

4.3 Populasi dan Sampel ... 49

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 50

4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51

4.6 Model dan Teknik Analisis Penelitian ... 54

4.6.1 Perumusan Model ... 54

4.6.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 58

4.6.2.1 Uji Normalitas ... 58

4.6.2.2 Uji Multikolinieritas ... 59

4.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 60

4.6.2.4 Uji Autokorelasi ... 60

4.6.3 Pengujian Hipotesis ... 61

4.6.3.1 Uji Simultan (Uji F) ... 63

4.6.3.2 Uji Parsial (Uji t) ... 63


(14)

5.1.1 Diskripsi Data Penelitian ... 66

5.1.2 Uji Asumsi Klasik ... 71

5.1.2.1 Pengujian Normalitas Data ... 71

5.1.2.2 Pengujian Multikolinieritas ... 73

5.1.2.3 Pengujian Autokorelasi ... 76

5.1.2.4 Pengujian Heterokedastisitas ... 79

5.1.2.5 Pengujian Normalitas Data Setelah Transformasi .. 82

5.1.2.6 Pengujian Multikolinieritas Setelah Transformasi .. 83

5.1.2.7 Pengujian Autokorelasi Setelah Transformasi ... 85

5.1.2.8 Pengujian Heterokedastisitas Setelah Transformasi ... 90

5.1.3 Pemilihan Estimasi Model Regresi Data Panel ... 92

5.1.3.1 Uji Chow ... 93

5.1.3.2 UJi Hausman ... 97

5.1.3.3 Hasil Estimasi Model Regresi Data Panel ... 99

5.1.4 Pengujian Hipotesis ... 104

5.1.4.1 Uji Statistik F ... 104

5.1.4.2 Uji Statistik t ... 105

5.1.4.3 Koefisien Determinasi ... 113

5.1.4.4 Uji Residual Variabel Moderating ... 114


(15)

5.2.3 Pengaruh PAD terhadap IPM ... 125

5.2.4 Pengaruh DBH terhadap IPM ... 125

5.2.5 Pengaruh BKP terhadap IPM ... 126

5.2.6 Pengaruh BPD terhadap IPM ... 126

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

6.1 Kesimpulan .. ... 128

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 129

6.3 Saran ... 129


(16)

Nomor Judul Halaman

1.1 Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Terdahulu ... 15

2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ... 31

2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 37

4.1 Definisi Operasional Variabel ... 53

5.1 Statistik Deskriptif ... 67

5.2 Hasil Pengujian Normalitas ... 72

5.3 Hasil Regresi Dengan Pooled Least Square ... 74

5.4 Hasil Estimasi Nilai R-Squared (R2), VIF dan TOL ... 76

5.5 Hasil Regresi CEM ... 76

5.6 Hasil Regresi FEM ... 77

5.7 Hasil Regresi REM ... 78

5.8 Hasil Pengujian Heterokekastisitas Uji Park... 79

5.9 Hasil Pengujian Heterokekastisitas Uji Glejser ... 80

5.10 Hasil Pengujian Normalitas Data Setelah Transformasi ... 82

5.11 Hasil Regresi Dengan Pooled Least Square Setelah Transformasi ... 83

5.12 Hasil Estimasi Nilai R-Squared (R2), VIF dan TOL Setelah Transformasi ... 85


(17)

5.16 Hasil Regresi FEM Pooled EGLS Setelah Transformasi ... 89

5.17 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Setelah Transformasi Uji Park ... 90

5.18 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Setelah Transformasi Uji Glesjer ... . 91

5.19 Chow test/likehood Ratio Test ... 94

5.20 Estimasi Regresi Data Panel Common Effect Model (CEM) ... 95

5.21 Estimasi Regresi Data Penel Fixed Effect Model (FEM) ... 97

5.22 Correlated Random Effet-Hausman Test ... 98

5.24 Estimasi Model Regresi Data Panel Statis ... 100

5.25 Estimasi Model Regresi Data Panel ADL ... 102

5.26 Perhitungan Respon Jangka Panjang (Λ) ... 103

5.27 Uji t Model Statis ... 105

5.28 Uji t Model Dinamis ... 109

5.29 Hasil Regresi Data Panel Variabel BPD dengan FEM ... 115


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 IPM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2012 ... 6 1.2 Perkembangan DAU, DAK, PAD, dan DBH Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2009-2012 ... 10 2.1 indikator capaian kinerja berdasarkan aspek fokus dan

indikator kinerja kegiatan ... 25 3.1 Kerangka Konseptual ... 39 4.1 Langkah Menentukan Data Panel ... 56


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Sumatera

Utara ... 134

2 Aspek, Fokus dan Indikator Kinerja Kunci EKPOD ... 135

4.1 Tabel Waktu Penelitian ... 137

4.2. Sampel Penelitian ... 138

5.1 Data Observasi……… ... 139

5.2 Hasil Pengolahan Data Dengan Eviews ……… .... 144

6 Hasil Estimasi Model Statis dan Dinamis dengan Eviews ……… ... 157


(20)

BELANJA PELAYANAN DASAR (BPD) SEBAGAI MODERATING VARIABEL.

(Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisis pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan. Selain itu penelitian ini menganalisis pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan BPD sebagai moderating variabel.Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi pooled data panel fixed effect method dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP sebagai variabel independen, BPD sebagai moderating variabel dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel dependen. Jumlah sampel 30 Pemerintah Kabupaten/Kota dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Hasil riset ini menunjukkan secara simultan menunjukkan variabel DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAK dan BKP tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Setyowati dan Suparwati (2012) bahwa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM). Selain itu juga penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel Belanja Pelayanan Dasar (BPD) berperan sebagai moderating variabel turut memperkuat dan memperlemah hubungan antara varaibel DAU, DAK, PAD, DBH, DBDB terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provinsi (BKP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Belanja Pelayanan Dasar (BPD).


(21)

(HUMAN DEVELOPMENT INDEX) WITH BPD (BASIC SERVICE EXPENDITURES AS MODERATING

VARIABLE

(An Empirical Study at District/Town Administrations of North Sumatera)

ABSTRACT

The objective of the study was to analyze the influence of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP on IPM partially and simultaneously. Besides that, the research analyzed the influence of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP on IPM with BPD as moderating variable. The data were analyzed quantitatively by using generalized linear regression analysis, pooled data panel fixed effect method, and classic assumption test before the best research model was obtained. Independent variables were DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP, while BPD was moderating variable and IPM was dependent variable. The samples consisted of 30 District/Town Administrations in the period of 2009-2012. The result of the research showed that, simultaneously, the variables of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP influenced IPM; partially, DAK and BKP did not have any influence on IPM. This was in line with the result of the research conducted by Setyowati and Suparwati (2012) which pointed out that DAU, DAK, and PAD had positive influence on IPM through PABM (Allocation of Capital Expenditures). It was also concluded that BPD played its role as moderating variable in strengthening and weakening the correlation of DAU, DAK, PAD, DBH, and BKP with IPM. Keywords: DAU (Block Grant), DAK (Special Grant), PAD (Regional Generated

Revenues), DBH (Profit Sharing Fund), BKP (Provincial Financing Aid), IPM (Human Development Index), BPD (Basic Service Expenditures).


(22)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan mampu memberikan hasil nyata yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Job dan Pro Environment yang artinya menciptakan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini sejalan dengan strategi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di bidang kesejateraan rakyat melalui pelaksanaan kebijakan pembangunan manusia, penurunan kemiskinan dan pengangguran dan penanganan mitigasi bencana yang efektif. Kendala utama pembangunan suatu negara yang sedang berkembang adalah kurangnya optimalisasi pendataan dan penggunaan sumber-sumber pendapatan. Kalau masalah kekurangan sumber pendapatan ini bisa diatasi dengan baik, maka proses pembangunan di negara-negara sedang berkembang akan lebih cepat mencapai sasaran.

Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1999, pembangunan di Indonesia memasuki era otonomi. Otonomi diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi.


(23)

Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.

Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut pemerintah daerah diberikan kewenangan menyelenggarakan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pembagian kewenangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki sumber pendapatan yang cukup. Pemerintah daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, sehingga diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.

Tujuan akhir pembangunan adalah kesejahteraan rakyat. Manusia bukan hanya merupakan obyek pembangunan tetapi diharapkan dapat menjadi subyek, sehingga dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi kemajuan suatu wilayah yang secara makro menjadi kemajuan suatu negara. Keberhasilan pembangunan diukur dengan beberapa parameter, dan yang paling populer saat ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI ). Alat ukur ini diluncurkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dalam


(24)

bukunya yang berjudul Reflections on Human Development (1995), dan telah disepakati dunia melalui United Nation Development Program (UNDP).

Menurut United Nations Development Program, IPM Indonesia tahun 2012 berada pada nilai 62,9 di urutan 121 dari 187 negara, sedangkan IPM Indonesia tahun 2011 di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 61,7. Peringkat IPM Indonesia dua tahun ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010, (http://www.wartaekonomi.co.id, diakses pada tanggal 16 April 2014).

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia untuk tahun 2012 apabila dibandingkan dengan Negara di kawasan ASEAN masih sangat rendah. Di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dan hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 61,7, Kamboja dengan nilai IPM 54,3, Laos dengan nilai IPM 54,3, dan Myanmar dengan nilai IPM 49,8. Hal ini tidak jauh berbeda dengan keadaan tahun 2011 dimana Indeks Pembangunan Manusia Indonesia apabila dibandingkan dengan Negara di kawasan ASEAN juga masih sangat rendah. Kondisi tahun 2011 di kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 59,3, Laos dengan nilai IPM 52,4, Kamboja dengan nilai IPM 52,3, dan Myanmar dengan nilai IPM 48,3, (http://nasional.kompas.com/, diakses pada tanggal 16 April 2014).

Walaupun dari sisi peringkat masih rendah, namun berdasarkan data UNDP, IPM Indonesia mengalami kemajuan dalam 40 tahun terakhir. Antara tahun 1980 hingga 2012, nilai IPM Indonesia meningkat sebesar 49 persen atau peningkatan rata-rata 1,3 persen per tahun dari 42,2 menjadi 62,9. Pada periode yang sama, harapan hidup orang Indonesia naik 12,2 tahun dari 57,6 tahun menjadi 69,8 tahun untuk saat ini. Peningkatan juga terjadi pada harapan lama sekolah


(25)

sebesar 4,6 tahun dari 8,3 tahun pada 1980 menjadi 12,9 tahun pada tahun 2012. Sedangkan PDB per kapita tahun 2012 sebesar 4,154 atau naik sebesar 225 persen. IPM Indonesia dengan kategori menengah senilai 62,9, mengalami kemajuan secara terus menerus selama 3 tahun terakhir, namun saat ini IPM Indonesia masih berada di bawah rata-rata IPM negara-negara yang berada di kawasan Asia Pasifik. Kenaikan IPM Indonesia disebabkan oleh pencapaian pada komitmen nasional terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, program pengentasan kemiskinan yang inovatif dan keterlibatan strategis dengan ekonomi dunia, (http://www.voaindonesia.com/, diakses pada tanggal 16 April 2014).

Untuk wilayah Sumatera Utara, kondisi ekonomi tahun 2012 membaik, namun masih menghadapi berbagai persoalan serius di bidang kesehatan dan kondisi infrastruktur. Karenanya, perlu diambil berbagai tindakan dengan kerjasama dan sinkronisasi bersama pihak yang terlibat, salah satunya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Sumatera Utara akan mengalami persoalan serius jika tidak segera dilakukan upaya untuk mengatasinya. Permasalahan yang dihadapi selama ini antara lain angka kematian ibu melahirkan yang masih relatif tinggi yaitu 268/100.000 kelahiran hidup, sedangkan capaian nasional angka kematian ibu 226/100.000 kelahiran hidup. Untuk angka kematian bayi masih lebih baik yaitu 23/1.000 kelahiran dan capaian nasional masih 34/1.000 kelahiran. Untuk kasus gizi buruk di Sumatera Utara juga masih cukup tinggi yaitu 21,4%, jauh dari capaian nasional 12,9. Untuk kondisi infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Sumatera Utara juga masih mengkhawatirkan. Dari total 32.000 kilometer (km), yang mengalami kerusakan berat, sedang dan ringan sekitar 13.500


(26)

km, terdiri dari 600 km jalan negara, 900 km jalan provinsi dan 12.000 jalan kabupaten/kota. Sementara 350 ribu hektar (ha) irigasi yang ada di Sumatera Utara sekitar 30% diantaranya mengalami kerusakan. Penentuan prioritas terhadap penanganan permasalahan yang ada, baik itu oleh pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dengan mengalokasikan dana yang relatif besar dan tepat sasaran menjadi hal yang penting. Sinkronisasi rencana pembangunan provinsi dan kabupaten/kota harus dirancang lebih terintegrasi, (http://www.waspada.co.id/, diakses tanggal 18 Maret 2014).

Di Sumatera Utara, secara umum pertumbuhan ekonomi makronya membaik, karena pada 2011 pertumbuhannya mencapai 6,58% dan lebih tinggi dari nasional 6,5%. Pergerakan sektor rill dengan angka loan to deposit ratio mencapai 81,25%, meningkat dari tahun sebelumnya 68,21%. Begitu juga dengan Pendapaan Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan pendapatan perkapita yang semula Rp 22,43 juta/tahun kini meningkat menjadi 28,19 juta/tahun. Angka pengangguran juga mengalami penurunan dari 7,60% menjadi 6,37%. Sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berhasil mencapai peningkatan sebesar 0,39 atau 0,53% menjadi 74,19 dari sebelumnya 73,80.

Terkait pembangunan yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial di Sumatera Utara capaiannya masih belum lebih baik dari nasional. Terutama yang berhubungan langsung dengan grass root (masyarakat bawah) seperti angka kematian ibu melahirkan dan gizi buruk. Hal itu harus menjadi catatan di tengah pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran serta IPM yang membaik.

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia untuk Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 1.1.


(27)

Gambar 1.1. IPM Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2012

Dari gambar 1.1. tersebut dapat dilihat bahwa IPM di Sumatera Utara untuk tahun 2010 meningkat sebesar 1,00 atau 0.02 % dari tahun 2009, untuk tahun 2011 meningkat sebesar 0,46 atau 0.01 % dari tahun 2010 dan untuk tahun 2012 meningkat sebesar 0,48 atau 0.01 % dari tahun 2011. Dengan demikian selama kurun waktu 2009-2012 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0.6467 atau 0,012%.

Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan indikator IPM, pemerintah daerah di Sumatera Utara harus berusaha untuk merencanakan struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang Pro Rakyat. Sesuai denngan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Daerah diberi kewenangan untuk mengoptimalkan sumber daya yang diperoleh untuk merencanakan target-target capaian kinerja melalui pengeluaran yang efektif dan efisien. Hal ini merupakan konsekuensi diadopsinya sistem

2009 2010 2011 2012

IPM 73.8 74.19 74.65 75.13

73 73.5 74 74.5 75 75.5

IPM


(28)

desentralisasi (otonomi daerah) menggantikan model sentralisasi yang telah dijalankan sekitar 14 tahun. Desentralisasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada daerah harus disertai dengan sumber pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan tersebut. Dengan kata lain pemerintah pusat berkewajiban untuk menjamin sumber keuangan atas pendelegasian tugas dan wewenang dari pusat ke daerah. Mulai tahun 2001 muncul konsep dana perimbangan sebagai instrumen sumber pembiayaan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai salah satu instrumen fiskal dana perimbangan selain Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH), bertujuan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah (horizontal imbalance). Sumber pembiayaan lainnya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi, laba perusahaan/BUMD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Selain itu, pemerintah provinsi juga mengalokasikan sumber pembiayaan kepada pemerintah kabupaten dan kota baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun bantuan keungan provinsi.

Salah satu sumber pembiayaan yang menjadi sorotan publik di Sumatera Utara adalah bantuan keuangan provinsi atau lebih dikenal di media masa adalah bantuan keuangan kepada daerah bawawan (BDB) dimana sebagian besar akan digunanan untuk sumber pembiayaan belanja modal di pemerintah kabupaten atau kota. Sorotan publik tersebut cukup beralasan karena, setiap alokasi sumberdaya keuangan merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini merupakan pencerminan dari kepercayaan publik atau masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola dana publik. Dalam hal ini teori keagenan (agency theory) secara tegas menjelaskan hubungan antara


(29)

prinsipal (principal) dan agen (agency) yang tercermin dari kontrak antara individu dengan individu lain atau antara satu kelompok dengan kelompok lain, menjadi salah satu rujukan utama dalam hal pertanggungjawaban dana publik. Kontrak yang dilakukan menunjukkan kesepakatan antara prinsipal selaku pemberi amanah dan agen selaku penerima amanah, hubungan ini dibangun atas dasar kepercayaan. Dalam organisasi sektor publik, khususnya pada pemerintah daerah, daerah bertindak sebagai agen selaku pihak yang menerima amanah rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan, dan rakyat yang diwakili oleh dewan perwakilan rakyat diposisikan sebagai prinsipal yang memiliki salah satu tugas utama untuk mengawasi aktivitas organisasi yang dijalankan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Salah satu wujud nyata dari hubungan keagenan dan prinsipal yang menjadi perhatian publik saat ini adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yaitu desentralisasi, termasuk desentralisasi fiskal. Sidik (2002) menegaskan tujuan pelaksanaan desentralisasi fiskal harus dapat: (1) meningkatkan efisiensi pengalokasian sumberdaya nasional maupun kegiatan pembangunan daerah; (2) dapat memenuhi aspirasi daerah; (3) meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah; (4) memperbaiki keseimbangan fiskal antar daerah dan memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah; (5) meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan kemandirian pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya. Dengan kemandirian daerah dalam mengelola sumber daya daerah, baik sumberdaya keuangan maupun non keuangan, menunjukkan pemerintah memiliki


(30)

komitmen yang tinggi dalam mensejahterakan rakyat. Artinya bila pemerintah daerah memiliki kepekaan yang tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan daerah, maka pemerintah daerah berusaha melakukan penghematan dalam penggunaan anggaran dan berusaha untuk melakukan pengeluaran, terutama belanja pelayanan dasar yang berorientansi pada upaya peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat. Sayangnya fungsi dan kewenangan yang diserahkan kepada daerah kurang didukung oleh kesiapan daerah dalam membiayai pembangunan, karena kemampuan keuangan daerah yang satu dengan yang lain tidak sama. Untuk itu, pemerintah menindaklanjuti dengan seperangkat perundang-undangan yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah untuk membiayai pelaksanaan fungsi dan kewenangannya, yaitu desentralisasi fiskal. Hal ini menandakan bahwa hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan yang jelas dan tegas, sehingga sumber-sumber pendapatan daerah dapat dioptimalkan sesuai untuk kebutuhan publik. Sejalan dengan pembagian kewenangan, daerah diberi kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assigment) dan hak atas hasil penerimaan (revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) dalam bentuk dana perimbangan yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berbagai sumber penerimaan tersebut diharapkan dapat mendorong pendapatan perkapita daerah melalui peningkatan berbagai jenis pengeluaran atau belanja pemerintah yang dapat merangsang aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan peningkatan pengeluaran pemerintah, khususnya belanja pelayanan dasar diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang dapat memacu pertumbuhan pendapatan perkapita dan meningkatkan kesejahteraan


(31)

masyarakat yang konsekuensinya meningkatkan pembangunan manusia. Sebagai gambaran perkembangan perkembangan DAU, DAK, PAD, DBH Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Perkembangan DAU, DAK, PAD, dan DBH Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009-2012

me

Gambar 1.2. menunjukkan bahwa DAU, DAK, PAD, DBH Pemerintah Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2009-2012 mengalami peningkatan jumlahnya. Riyanto (1999) memperkenalkan sebuah metode yang merupakan pengembangan dari pendekatan interaksi bivariat yaitu pendekatan residual yang memungkinkan para peneliti untuk menggabungkan beberapa faktor kondisional dalam model kontinjensi akutansi. Dalam penelitian ini, pendekatan tersebut akan digunakan sebagai alat analisis untuk menguji secara empiris pengaruh variabel kontinjensi Belanja Pelayanan Dasar sebagai variabel moderating terhadap pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

727.9 792.12 894.56

1103.39

0 0 29.14 41.63

2181.3 2226.5

3181.89

4052.1

311.1 383.14 347.43 460.16

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500

2009 2010 2011 2012


(32)

Berdasarkan pada penjelasan di atas, penelitian ini akan melakukan pengujian kembali pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia untuk melihat konsistensinya dengan penelitian-penelitian sebelumnya dan pengujian terhadap Belanja Pelayanan Dasar yang berfungsi sebagai variabel moderating dengan sampel yang berbeda.

Istilah variabel moderating digunakan dalam pengertian bahwa Belanja Pelayanan Dasar mempengaruhi tingkat hubungan DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Dipilihnya Belanja Pelayanan Dasar sebagai variabel moderating karena dengan memiliki Belanja Pelayanan Dasar yang tinggi, pemerintah kabupaten/kota diharapkan dapat membuat kebijakan pengeluaran untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Pemerintah kabupaten dan kota yang mengalokasikan Belanja Pelayanan Dasar, masyarakat di wilayahnya seharusya memiliki kualitas hidup yang lebih baik karena tidak semua pemerintah kabupaten dan kota mengalokasikan Belanja Pelayanan Dasar sebagai prioritas.

Untuk memahami sejauh mana pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja Pelayanan Dasar sebagai moderating variabel, perlu dilakukan pengkajian yang mendalam tentang sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan, baik berupa dana perimbangan, pendapatan asli daerah maupun sumber-sumber pendapat lain yang diperoleh daerah. Hal ini terkait dengan pernyataan tersebut Setyowati dan Suparwati (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, DAU, DAK, dan PAD


(33)

berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) melalui pengalokasian anggaran belanja modal.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian kembali dengan judul ”Pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja Pelayanan Dasar sebagai Moderating Variabel (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah DAU, DAK, PAD, DBH, BKP berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan?

2. Apakah Belanja Pelayanan Dasar memoderasi hubungan DAU, DAK, PAD, DBH, BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH, BKP terhadap Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan

2. Untuk menganalisis pengaruh Belanja Pelayanan Dasar (BPD) apakah memperkuat atau memperlemah terhadap hubungan variabel DAU, DAK, PAD, DBH, BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

1.4 Manfaat Penelitian


(34)

1. Masukan bagi perencana pembangunan di kabupaten/kota se-Sumetera Utara yang menjadi lokasi penelitian, agar dapat mengoptimalkan alokasi DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP untuk sumber pendanaan kegiatan, sehingga pembangunan manusia mengarah kepada pembangunan yang lebih Pro Growth, Pro Poor, Pro Job dan Pro Environment.

2. Informasi dan masukan bagi peneliti selanjutnya, untuk melanjutkan pengembangan penelitian terkait Indeks Pembangunan Manusia.

3. Memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi bagi pembaca mengenai perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara.

1.5 Originalitas Penelitian

Penelitian yang peneliti lakukan ini, merupakan pengembangan ide dari penelitian sebelumnya terutama yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah).

Perbedaan penelitian terdahulu oleh Setyowati dan Suparwati (2012) dengan replikasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Objek Penelitian

Obyek penelitian Setyowati dan Suparwati (2012) adalah Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah dengan metode purposive sampling, dengan total sampel 23 kabupaten dan 3 kota dari populasi keseluruhan 35 pemerintah kabupaten dan kota. Periode pengamatan Setyowati dan Suparwati (2012) adalah antara tahun 2005-2009. Sedangkan peneliti akan meneliti obyek


(35)

penelitian di 33 kabupaten dan kota se-Sumatera Utara dengan periode pengamatan tahun 2009-2012.

2) Variabel Penelitian

Variabel independen terdahulu adalah pertumbuhan ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP). Peneliti menambahkan variabel independen DBH karena DBH merupakan sumber pendapatan terbesar ketiga setelah DAU dan PAD dan lebih besar dari sumber pendapatan DAK bagi pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Penambahan DBH sebagai variabel independen juga perupakan pengembangan dari hasil penelitian terdahulu oleh Ubar Harahap (2010) dimana DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Selain itu menurut penelitian Wandira (2013) DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal yang menurut Setyowati dan Suparwati (2012) berpengaruh signifikan terhadap IPM. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak digunakan sebagai variabel independen karena menurut hasil penelitian Setyowati dan Suparwati (2012) tidak berpengaruh positif terhadap IPM.

Penambahan variabel Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) sejalan dengan adanya kebijakan pemerintah provinsi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 serta perubahannya, untuk mengurangi ketimpangan pendapatan di wilayah regional dan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan


(36)

sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan dan agar keluaran yang dihasilkan lebih bermanfaat dan dapat langsung dinikmati oleh rakyat di kabupaten dan kota yang bersangkutan.

Setyowati dan Suparwati (2012) mengamati sebanyak 4 (empat) variabel independen, 1 (satu) variabel dependen dan 1 variabel intervening, yaitu pertumbuhan ekonomi, DAU, DAK dan PAD sebagai variabel independen, Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel dependen dan pengalokasian anggaran belanja modal sebagai variabel intervening. Sedangkan penelitian ini mengamati sebanyak 5 (lima) variabel independen, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bantuan Keuangan Provinsi BKP, 1 (satu) variabel dependen yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan 1 (satu) variabel moderating yaitu realisasi belanja pelayanan dasar. Perbandingan antara peneliti sebelumnya dengan penelitian ini dapat disarikan dalam tabel 1.1. berikut ini:

Tabel 1.1. Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Terdahulu

No Kriteria Peneliti Terdahulu Peneliti 1. Variabel Independen 4 variabel yaitu :

Pertumbuan Ekonomi (PE), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

5 variabel yaitu : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) 2. Variabel Dependen Indeks Pembangunan

Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 3. Variabel Intervening Pengalokasian Belanja

Modal (PABM)

--

4. Variabel Moderating -- Belanja Pelayanan Dasar

5. Lokasi Penelitian Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah

Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Sumatera Utara


(37)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Landasan Teori

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provinsi (BKP), Belanja Pelayanan Dasar dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.

2.1.1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan di sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang rendah. Menurut Undang-undang tersebut, porsi DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Definisi dari DAU dapat diartikan sebagai berikut (Sidik, 2003:25) :

1. Salah satu komponen dana perimbangan pada APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal yaitu selisih antara


(38)

2. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance yang dialokasikan dengan tujuan peningkatan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

3. Equalization grant, berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, bagi hasil pajak, dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah otonomi dan pembangunan daerah.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

2.1.2 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu sumber pendanaan bagi daerah otonom melalui mekanisme transfer keuangan Pemerintah Pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang (Subekan, 2012:88). DAK memainkan peran penting dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena sesuai dengan prinsip desentralisasi–tanggung jawab dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada pemerintah daerah.

Dana alokasi khusus merupakan dana yang dialokasikan dari APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain: kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan


(39)

beberapa jenis investasi atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil dan saluran irigasi primer.

Menurut peraturan perundang-undangan yang baru untuk daerah otonom, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, wilayah yang menerima DAK harus menyediakan dana pendamping paling tidak 10% dari DAK yang ditransfer ke wilayah, dan dana pendamping ini harus dianggarkan dalam anggaran daerah (APBD). Meskipun demikian, wilayah dengan pengeluaran lebih besar dari penerimaan tidak perlu menyediakan dana pendamping. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua daerah menerima DAK karena DAK bertujuan untuk pemerataan dan untuk meningkatkan kondisi infrastruktur fisik yang merupakan prioritas nasional.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah dengan tujuan untuk pemerataan dan peningkatan kondisi infrastruktur fisik yang merupakan prioritas nasional dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/penggalian sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa


(40)

kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah setempat untuk menciptakan sumber pendapatan dari pajak/retribusi daerah yang baru demi tercapainya kemajuan suatu daerah. Tentu saja dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.

Menurut Mardiasmo (2002:132), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut dengan menerbitkan peraturan daerah dengan mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang berlaku.

2.1.4. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil adalah bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari


(41)

sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005).

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Dana Bagi Hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari : kehutanan; pertambangan umum; perikanan; pertambangan minyak bumi; pertambangan gas bumi; dan pertambangan panas bumi. Perlu diketahui juga bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011.

Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok, dan hasil penerimaan pajak air permukaan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah


(42)

daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota.

2.1.5. Bantuan Keuangan Provinsi (BKP)

Menurut Ardios dalam bukunya “Kamus Besar Akuntansi” mendefinisikan

sebagai berikut: Pada umumnya dana berarti uang, surat berharga serta harta lainnya yang sengaja disisihkan bagi suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dana bantuan daerah bawahan adalah suatu dana yang diberikan pemerintah provinsi sebagai subsidi kepada pemerintah kabupaten/kota dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Dana bantuan keuangan kepada daerah bawahan merupakan sumber pendapatan daerah bagi pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari APBD provinsi untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:

1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian pendapatan nasional, baik vertikal maupun horisontal.

2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Demikian juga pemerintah provinsi, sebagai penghubung kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, juga mengalokasikan


(43)

dana transfer ke pemerintah kabupaten/kota untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan efisiensi pengeluaran.

Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota yang akan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah kabupaten/kota yang dianggarkan dalam kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah berupa bantuan keuangan dari provinsi atau yang dulu lebih dikenal dengan istilah Bantuan Keuangan kepada Daerah Bawahan (BDB).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.

Bantuan keuangan yang bersifat umum, peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus, peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan (pemerintah provinsi). Pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan yang akan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan bagi penerima bantuan.

Dari uraian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa bantuan keuangan provinsi yang selanjutnya disebut BKP merupakan bantuan yang bersifat umum yang peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah


(44)

kabupaten/kota/pemerintah desa penerima bantuan, maupun bersifat khusus yang peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan guna membiayai program dan kegiatan di pemerintah daerah penerima bantuan untuk pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan.

2.1.6. Belanja Pelayanan Dasar (BPD)

Berdasarkan penjelasan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan pemberian otonomi tersebut, pemerintah telah menyiapkan perangkat untuk evaluasi atas keberhasilan dari pemberian otonomi tersebut agar tidak menimbulkan salah tafsir dan salah pengukuran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Evaluasi Penyelengaraan Pemerintah Daerah, tujuan akhir akhir dari otonomi adalah meningkatkan kualitas manusia yang secara internasional diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM). IPM dapat digunakan untuk menilai aspek-aspek yang diukur dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam penjelasan teknis Peraturan Pemerintah 8 Tahun 2006, disebutkan bahwa aspek-aspek penyelenggaraan otonomi terdiri dari 3 aspek yaitu aspek kesejahteraan rakyat, aspek pelayanan umum, daya saing daerah. Masing-masing aspek tersebut mempunyai fokus dan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah. Rincian dari aspek, fokus


(45)

dan indikator kinerja kunci yang digunakan untuk evaluasi kinerja pemerintah otonomi daerah (EKPOD) dapat dilihat pada lampiran 2.1.

Dalam penjelasan yang terdapat dalam lampiran 2.1. tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah daerah akan meningkat kinerjanya dengan mengarahkan pada pengeluaran yang digunakan untuk meningkatkan IPM dengan menekankan pada aspek pengeluaran yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan pelayanan umum. Pengeluaran belanja dalam pelaksanaan APBD yang terkait dengan IPM dapa dilihat dalam SE Menteri Dalam Negeri Nomor 120.04/1050/OTDA/2011 sebagaimana telah direvisi dengan SE Menteri Dalam Negeri Nomor.120.04/7303/OTDA/2012 perihal pedoman penyusunan LPPD, yaitu pengeluaran untuk pelayanan dasar. Perlu diketahui juga bahwa berdasarkan SE Menteri Dalam Negeri tersebut, laporan penyelengaraan pemerintah daerah harus menyajikan indikator capaian kinerja berdasarkan aspek fokus dan indikator kinerja kegiatan dalam tataran pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Belanja pelayanan dasar digunakan sebagai salah satu indikator penilaian kinerja dalam tataran pengambil kebijakan. Belanja pelayanan dasar dihitung dari jumlah belanja untuk pelayanan dasar dibagi dengan jumlah total belanja x 100%. Belanja pelayanan dasar tersebut merupakan belanja untuk 1) urusan pendidikan, 2) urusan kesehatan, 3) urusan lingkungan hidup, 4) urusan pekerjaan umum, 5) urusan sosial, 6) urusan tenaga kerja, 7) urusan koperasi, 8) urusan satpol PP, 9) urusan kependudukan dan catatan sipil.


(46)

Gambar 2.1. Indikator Capaian Kinerja (ICK) Berdasarkan Aspek Fokus Dan Indikator Kinerja Kegiatan

Sumber : SE Menteri Dalam Negeri Nomor.120.04/7303/OTDA/2012

2.1.7. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan sosial (Bappenas dalam Melliana dan Zain, 2013:237). Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.

ICK

Pengambil Kebijakan (Lamp I)

13 Aspek

35 Fokus

43/44 IKK

Pelaksana Kebijakan

9 Aspek

8 Umum/ Generik (Lamp II)

26 UW/8 UP 21 IKK

1 TCK/SPM (Lamp III)

UW

79 /78 IKK

UP

15 IKK IKM


(47)

Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson (2005) telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa: “using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their budget’s share of local taxes increases”.

Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson, sumber dana dari eksternal (pemerintah pusat maupun lainnya) akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi. Penelitian lain oleh Rully Prassetya (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia selama lima tahun (2007-2011) tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa fiscal transfer (dana perimbangan) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005, dan rata-rata meningkat 17%. Hal


(48)

ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index (HDI), rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross Domestic Product (RGDP).

Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Melliana dan Zain, 2013:237). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; (2) tingkat pendidikan, yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga); dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (PPP Rupiah) (Mirza, 2012:4).

Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (pendidikan). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik


(49)

masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan, dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya.

Human Development Index (HDI) mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yaitu:

a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.


(50)

b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).

c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS.

Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: 1) Indeks angka harapan hidup; 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani) dan angka melek huruf latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih); 3) Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP/Purchasing Power Parity/Paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :

IPM=(X1+X2+X3)/3 Dimana :

X1= angka harapan hidup X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai


(51)

maksimum dari nilai indikator yang bersangkutan. Rumusannya dapat disajikan sebagai berikut:

1. Indeks harapan hidup :

X1 =[(eo-25)/(85-25)] x 100 Dimana :

X1 = indeks harapan hidup eo = angka harapan hidup

25 = angka minimum harapan hidup (UNDP) 85 = angka maksimum harapan hidup (UNDP) 2. Indeks pendidikan :

X2 = [2/3[(Lit-0)/(100-0)] + 1/3[(MYS-0)/(15-0)]]x100 Dimana :

X2 = indeks pendidikan Lit = angka melek huruf MYS = lama sekolah

0 = angka minimum baik untuk lit maupun MYS 100 = angka maksimum lit (melek huruf)

15 = angka maksimum untuk MYS (lama sekolah) 3. Indeks standar hidup layak :

X3 = [(PPP-300,00)/(732,7-300,00)]x100

PPP = nilai konsumsi riil per kapita yang disesuaikan 300,00 = nilai standar minimal (standar UNDP)


(52)

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Indikator IPM Nilai

Minimum

Nilai Maksimum Keterangan

Angka Harapan Hidup 25 85 Berdasarkan standar global (UNDP) Angka Melek Huruf 0 100 Berdasarkan standar global (UNDP) Rata-rata lama sekolah 0 15 Berdasarkan standar global (UNDP) Konsumsi per kapita yang disesuaikan 300.000 732.720 PDB per kapita riil yang disesuaikan

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Tahun 2001

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64% dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62% dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53% dari posisi tahun 2009 73,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang (50-80).

Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah Sumatera Utara untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada lampiran 2.1.

Untuk kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara, peringkat IPM tahun 2012 terbaik diraih oleh Kota Pematang Siantar dengan IPM sebesar 78,27 dan terendah berada pada kabupaten pemekaran yaitu Nias Barat dengan nilai 67,59. Kondisi ini sama dengan keadaan IPM kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara untuk tahun 2011, dimana Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Nias Barat menduduki peringkat pertama dan terakhir.

2.2.Review Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian-penelitian yang berhubungan dengan Pengaruh DAU, DAK, PAD, DBH, BKP terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan


(53)

Pemerintah Kabupaten/Kota se Sumatera Utara) adalah : Setyowati dan Suparwati (2012) yang melakukan studi mengenai Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening (Studi Empiris Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Metode penelitian ini menggunakan analisis jalur dengan dua tahap, yaitu tahap pertama menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (variabel intervening) dengan alat analisis regresi linear berganda dan tahap kedua menganalisis pengaruh Pengalokasian Anggaran Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan alat analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi (PE) terbukti tidak berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Umum (DAU) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Dana Alokasi Khusus (DAK) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM), dan Pengalokasian


(54)

Anggaran Belanja Modal (PABM) yang diproksikan dengan Belanja Modal (BM) terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari. Sari (2011) melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap IPM melalui belanja modal sebagai variabel intervening di kabupaten/kota se-Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda, dari variabel TKF dan PAD dan regresi jalur terhadap variabel intervening Belanja Modal, dengan populasi penelitian adalah pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara, periode pengamatan tahun 2005-2009. Dari 25 kabupaten/kota di Sumatera Utara, dilakukan penelitian terhadap 22 (dua puluh dua) kabupaten/kota yang diamati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal melalui belanja modal sebagai variabel intervening berpengaruh secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Tingkat Kemandirian Daerah diukur dari persentase penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah. Hal ini menandakan bahwa dalam manajemen perencanaan pemerintah daerah, semakin aktif suatu pemeritah daerah untuk meningkatkan Tingkat Kemandirian Fiskal dan PAD, maka berpengaruh terhadap kenaikan IPM. Secara parsial menunjukkan


(55)

bahwa TKF tidak berpengaruh terhadap IPM kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen perencanaan pemerintah daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara, dalam jangka pendek tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM, dimana penerimaan daerah yang menunjang TKF sangat kecil. Berbeda dengan TKF, hasil penelitian menunjukkan PAD secara parsial berpengaruh signifikan terhadap IPM. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka waktu yang pendek maupun jangka panjang PAD berpengaruh terhadap peningkatan IPM karena sebagian PAD digunakan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

Lugastoro dan Ananda (2013) melakukan studi mengenai Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh realisasi pendapatan asli daerah (PAD), realisasi dana perimbangan (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil) dan pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) kabupaten/kota di Jawa Timur. PAD dan dana perimbangan sebagai variabel utama dirasiokan dengan belanja modal. Hal ini berarti menunjukkan seberapa besar kemampuan PAD dan dana perimbangan dalam membiayai belanja modal daerah, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan variabel kontrol berdasar kajian teori dari Human Development Report UNDP tahun 1996. Analisis penelitian menggunakan analisis data panel dengan pendekatan random effect model (REM). Hasil penelitian menemukan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU


(56)

berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM.

Rosiana (2010) melakukan studi dengan judul Analisis Pengaruh Determinan Indeks Pembangunan Manusia Dikaitkan dengan Pembangunan Wilayah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupeten/Kota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 23 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara tahun 2003-2007. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif, pengujian metode Generalized Linier Regression dengan analisis regresi berganda random effect. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kota di Sumatera Utara, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Indeks Pembangunan Manusia.


(57)

Ubar (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisa apakah terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupeten/Kota se-Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara tahun 2005-2007. Metode penelitian menggunakan metode regresi berganda dengan lag setahun. Hasil penelitian menemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara.

Resume atas hasil reviu dan penelaahan atas kesimpulan penelitian dari peneliti terdahulu yang mendasari penelitian pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Bantuan Keuangan Provindi (BKP) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja Pelayanan Dasar (BPD) sebagai variabel moderating (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara) tersebut dapat disajikan pada tabel 2.2. sebagai berikut :


(1)

155

6. Uji Moderating

Dependent Variable: ABS(RESID?) Method: Pooled Least Squares Sample: 2009 2012

Included observations: 4 Cross-sections included: 30

Total pool (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 47.91531 14.40337 3.326673 0.0013

IPM? -5.491583 1.671757 -3.284917 0.0015 Fixed Effects (Cross)

_MES--C 1.181549 _BINJ--C 1.517139 _TTINGGI--C 1.527725 _PSIAN--C 0.754237 _TJBALAI--C 0.141413 _PSIDEM--C 1.342510 _SIBOL--C 0.275096 _LANG--C -0.302659 _DSER--C 0.589657 _SERGAI--C -0.417589 _KAR--C 0.271087 _DAIRI--C 0.277369 _PAKB--C -1.129317 _ASAH--C -0.533871 _LAB--C 2.164153 _SIMAL--C -0.265938 _TOBAS--C 0.573492 _SAMOS--C -0.202834 _TAPUT--C -0.072559 _HUMHA--C -0.926924 _TAPTE--C -0.485887 _TAPSE--C 0.254320 _MADIN--C -1.258764 _NIAS--C -1.819725 _NISEL--C -2.463062 _BBARA--C -0.907364 _PALAS--C -0.946864 _PALUTA--C -0.401300 _LABURA--C 1.370189 _LABUSEL--C -0.105278

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)


(2)

R-squared 0.596143 Mean dependent var 0.601726 Adjusted R-squared 0.460011 S.D. dependent var 0.753535 S.E. of regression 0.553727 Akaike info criterion 1.873521 Sum squared resid 27.28859 Schwarz criterion 2.593623 Log likelihood -81.41123 F-statistic 4.379168 Durbin-Watson stat 2.388536 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 6

Estimasi Regresi Data Panel

: Fixed Effect Model

(FEM) Statis dan Dinamis (ADL)

1. STATIS

ESTIMASI MODEL : FIXED EFFECT MODEL Persamaan Eviews : ipm? c dau? dak? pad? dbh? bkp?

Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Sample: 2009 2012

Included observations: 4 Cross-sections included: 30

Total pool (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.459965 0.024895 339.8204 0.0000

DAU? 0.006189 0.000943 6.563313 0.0000 DAK? -0.001457 0.002739 -0.531916 0.5962 PAD? 0.004550 0.001048 4.341658 0.0000 DBH? 0.001830 0.000353 5.181254 0.0000 BKP? -0.000305 0.001095 -0.278610 0.7812 Fixed Effects (Cross)

_MES--C 0.015520 _BINJ--C 0.177946 _TTINGGI--C 0.194926 _PSIAN--C 0.232302 _TJBALAI--C 0.072943 _PSIDEM--C 0.117888 _SIBOL--C 0.121789 _LANG--C -0.079459 _DSER--C 0.000547 _SERGAI--C -0.024917 _KAR--C 0.095596 _DAIRI--C -0.025266 _PAKB--C -0.101340 _ASAH--C -0.069653 _LAB--C 0.037547 _SIMAL--C -0.052683 _TOBAS--C 0.196158 _SAMOS--C 0.048513 _TAPUT--C 0.051621 _HUMHA--C -0.063842 _TAPTE--C -0.117866 _TAPSE--C 0.027278 _MADIN--C -0.174111


(4)

_NIAS--C -0.255246 _NISEL--C -0.357290 _BBARA--C -0.093581 _PALAS--C -0.045472 _PALUTA--C -0.028100 _LABURA--C 0.039472 _LABUSEL--C 0.058780

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.985885 Mean dependent var 8.615654 Adjusted R-squared 0.980239 S.D. dependent var 0.140842 S.E. of regression 0.019799 Akaike info criterion -4.767880 Sum squared resid 0.033320 Schwarz criterion -3.954861 Log likelihood 321.0728 F-statistic 174.6126 Durbin-Watson stat 1.841452 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

2. DINAMIS

ESTIMASI ADL LAG : 1, FIXED EFFECT MODEL

Persamaan Eviews : ipm? c ipm?(-1) dau? dau?(-1) dak? dak?(-1) pad? pad?(-1) dbh? dbh?(-1) bkp? bkp?(-1) Dependent Variable: IPM?

Method: Pooled Least Squares Date: 01/22/15 Time: 08:02 Sample (adjusted): 2010 2012

Included observations: 3 after adjustments Cross-sections included: 30

Total pool (balanced) observations: 90

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.171361 0.862014 0.198791 0.8432

IPM?(-1) 0.980920 0.104743 9.365021 0.0000 DAU? 0.001634 0.001954 0.835962 0.4072 DAU?(-1) 0.000847 0.000496 1.707161 0.0941 DAK? 0.000796 0.001990 0.399889 0.6910 DAK?(-1) -0.002842 0.001100 -2.583194 0.0128 PAD? -0.000896 0.001042 -0.859961 0.3940 PAD?(-1) -0.000533 0.000669 -0.795675 0.4301 DBH? -0.000291 0.000210 -1.384299 0.1725 DBH?(-1) -0.000621 0.000518 -1.198534 0.2365 BKP? 0.000762 0.000427 1.783198 0.0807 BKP?(-1) -0.000588 0.000649 -0.905365 0.3697 Fixed Effects (Cross)

_MES--C 0.024147 _BINJ--C -0.001068 _TTINGGI--C 0.003381 _PSIAN--C -0.002917 _TJBALAI--C 0.000111 _PSIDEM--C -0.001234 _SIBOL--C -0.005170 _LANG--C -0.012332 _DSER--C 0.000432 _SERGAI--C -0.006751 _KAR--C -0.001241 _DAIRI--C -0.000356 _PAKB--C 0.008560 _ASAH--C 0.001068 _LAB--C 0.011388 _SIMAL--C -0.014597 _TOBAS--C -0.005051 _SAMOS--C 0.000971 _TAPUT--C 0.001339 _HUMHA--C -0.002980


(6)

_TAPTE--C -0.007939 _TAPSE--C -0.000545 _MADIN--C -0.010219 _NIAS--C 0.002919 _NISEL--C 0.006482 _BBARA--C -0.002675 _PALAS--C -0.001615 _PALUTA--C -0.001110 _LABURA--C 0.012018 _LABUSEL--C 0.004985

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.998907 Mean dependent var 8.628475 Adjusted R-squared 0.998015 S.D. dependent var 0.138510 S.E. of regression 0.006171 Akaike info criterion -7.034856 Sum squared resid 0.001866 Schwarz criterion -5.896054 Log likelihood 357.5685 F-statistic 1119.794 Durbin-Watson stat 3.242044 Prob(F-statistic) 0.000000


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera

3 155 93

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

5 68 181

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening Di Kabupaten Dan Kota Provinsi Aceh

5 75 107

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

4 50 84

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Lain-lain Pendapatan terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Utara)

1 39 84

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi

1 37 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode Tahun 2009-2012

1 17 161

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada Kota di Pulau Sumatera

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moder

0 0 15