POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH DAN SERASAH DI HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)

(1)

POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH DAN SERASAH DI HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(TNBBS)

Oleh

DEKA AKHRILIANA VALENTINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH DAN SERASAH DI HUTAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(TNBBS)

Oleh

DEKA AKHRILIANA VALENTINA

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu hutan cagar alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan diharapkan dapat menjadi kawasan pengawetan, pemeliharaan, dan perlindungan bagi keanekaragaman jenis flora dan fauna, termasuk populasi dan keanekaragaman mesofauna. Keberadaan mesofauna pada setiap lokasi berbeda-beda bergantung pada vegetasi dan kondisi lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari populasi dan keanekaragaman mesofauna pada tanah dan serasah di beberapa lokasi di TNBBS. Sampel serasah dan tanah diambil dari beberapa lokasi di hutan TNBBS, yaitu di Bukit Camp Rhino (bagian atas, tengah dan bawah), Bukit Pemerihan Kecil, dan Bukit Kilometer 26 (bagian atas, tengah dan bawah). Percobaan dilakukan dengan metode survei, dan ekstraksi mesofauna tanah dilakukan dengan alat Tullgren. Populasi mesofauna dihitung berdasarkan jumlah mesofauna yang ditemukan pada setiap sampel dibagi dengan bobot


(3)

Deka Akhriliana Valentina sampel, sedangkan keanekaragaman mesofauna dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi mesofauna pada serasah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah, dan bervariasi pada masing-masing lokasi di hutan TNBBS. Mesofauna yang mendominasi pada serasah adalah ordo Acarina, sedangkan pada tanah adalah ordo Collembola. Populasi mesofauna pada serasah dipengaruhi oleh biomassa serasah, sedangkan populasi mesofauna pada tanah dipengaruhi oleh kelembaban tanah.

Kata Kunci: Indeks keanekaragaman, Mesofauna, Populasi, Serasah, Tanah, dan TNBBS


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Tanah ... 6

2.2 Fauna Tanah ... 7

2.3 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ... 8

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 13

3.4.2 Ekstraksi Mesofauna ... 15

3.4.3 Total Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna ... 16

3.5 Pengamatan ... 17

3.5.1 Variabel Utama ... 17

3.5.2 Variabel Pendukung ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 18

4.1.1 Populasi Mesofauna Serasah dan Tanah di TNBBS ... 18

4.1.2 Keanekaragaman Mesofauna Serasah dan Tanah di TNBBS ... 19


(7)

ii

4.1.3 Korelasi Populasi dan Indeks Keanekaragaman

Mesofauna dengan Biomassa Serasah, C-organik Tanah, N-Total tanah, C/N ratio, pH Tanah, Suhu Tanah,

dan Kelembaban Tanah ... 21

4.1.4 Biomassa Serasah ... 22

4.2 Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

PUSTAKA ACUAN ... 28


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil pengukuran faktor fisik dan dominasi tegakan pada area

Penelitian. ... . 14

2. Kriteria indeks keanekaragaman. ... . 16

3. Populasi mesofauna serasah di Hutan TNBBS. ... . 18

4. Populasi mesofauna tanah di Hutan TNBBS. ... . 19

5. Mesofauna yang terdapat pada serasah di Hutan TNBBS. ... . 19

6. Mesofauna yang terdapat pada tanah di Hutan TNBBS. ... . 20

7. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah dan tanah di Hutan TNBBS. ... . 20

8. Ringkasan uji korelasi populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna serasah dan tanah dengan Biomassa Serasah, C-organik tanah, N-Total, C/N ratio, pH Tanah, Suhu Tanah, Kelembaban Tanah, dan Kadar Air Tanah di Hutan TNBBS. ... . 21

9. Biomassa serasah yang didapatkan di TNBBS dan dominasi tegakan pada masing-masing lokasi. ... . 22

10. Populasi mesofauna serasah di Bukit Camp Rhino bagian atas. ... . 32

11. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit Camp Rhino bagian atas. ... . 32

12. Populasi mesofauna serasah di Bukit Camp Rhino bagian tengah. . 32

13. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit Camp Rhino bagian tengah. ... . 33


(9)

15. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit Camp Rhino

bagian bawah. ... . 34

16. Populasi mesofauna serasah di Bukit Pemerihan Kecil. ... . 34

17. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit Pemerihan Kecil. ... . 35

18. Populasi mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian atas. ... . 35

19. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian atas. ... . 35

20. Populasi mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian tengah. ... . 36

21. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian tengah. ... . 36

22. Populasi mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian bawah. ... . 36

23. Indeks keanekaragaman mesofauna serasah di Bukit KM 26 bagian bawah. ... . 37

24. Populasi mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian atas. ... . 37

25. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian atas. ... . 37

26. Populasi mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian tengah. ... . 38

27. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian tengah. ... . 38

28. Populasi mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian bawah. .... . 38

29. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah di Bukit Camp Rhino bagian bawah. ... . 39

30. Populasi mesofauna tanah di Bukit Pemerihan Kecil. ... . 39

31. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah di Bukit Pemerihan Kecil. ... . 39

32. Populasi mesofauna tanah di Bukit KM 26 bagian atas. ... . 40

33. Populasi mesofauna tanah di Bukit KM 26 bagian tengah. ... . 40


(10)

35. Indeks keanekaragaman mesofauna tanah di Bukit KM 26

bagian bawah. ... . 40 36. Hasil analisis C-organik tanah (%) pada beberapa lokasi di TNBBS. 41 37. Hasil analisis N-total tanah (%) pada beberapa lokasi di TNBBS. . 41 38. Hasil analisis C/N ratio tanah pada beberapa lokasi di TNBBS. .... . 42 39. Hasil analisis pH tanah pada beberapa lokasi di TNBBS. ... . 42

40. Suhu tanah (°C) pada beberapa lokasi di TNBBS. ... . 43 41. Kelembaban tanah (%) pada beberapa lokasi di TNBBS. ... . 43 42. Biomassa serasah (g) di TNBBS. ... . 44 43. Uji korelasi antara populasi mesofauna seresah dengan biomassa

Serasah. ... . 44 44. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna seresah

dengan biomassa serasah. ... . 44 45. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan C-organik

Tanah. ... . 45 46. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah

dengan C-organik tanah. ... . 45 47. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan N-total

Tanah. ... . 45 48. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah

dengan N-total tanah. ... . 45 49. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan C/N-ratio

tanah. ... . 46 50. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah

dengan C/N-ratio tanah. ... . 46 51. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan pH tanah. ... . 46 52. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah

dengan pH tanah. ... . 46 53. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan suhu tanah. . . 47


(11)

54. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah

dengan suhu tanah. ... . 47 55. Uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan kelembaban

Tanah. ... . 47 56. Uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna tanah dengan

kelembaban tanah. ... . 47 .


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. ... 12

2. Ilustrasi lokasi pengambilan sampel. ... 13

3. Alat Tullgren/Berlesse yang dimodifikasi. ... 15

4. Mesofauna ordo Acarina subordo Mesostigmata dan Oribatida. .... 48

5. Mesofauna ordo Acarina subordo Astigmata dan Trombidifoemes. ... 48

6. Mesofauna ordo Araneae dan ordo Isoptera. ... 48

7. Mesofauna ordo Coleoptera dan ordo Geophilida. ... 49

8. Mesofauna ordo Hymenoptera dan ordo Lepidoptera. ... 49

9. Mesofauna ordo Collembola subordo Isotomidae dan Sminthuridae. 49 10. Mesofauna ordo Collembola subordo Entomobryidae. ... 50


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia, luasnya mencapai 130.609.014,98 ha (Departemen Kehutanan, 2011). Ekosistem tersebut menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi. Terutama dalam keanekaragaman dan populasi flora dan fauna. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu cagar alam yang memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan perwakilan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang terdiri dari tipe vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, hutan tanah tropika sampai pegunungan di Sumatera. Hutan-hutan yang ada di TNBBS sebagian besar tergolong ke dalam hutan hujan tropis.

Sebagai kawasan konservasi, Taman Naisonal Bukit Barisan Selatan diharapkan dapat menjadi kawasan pengawetan, pemeliharaan dan perlindungan bagi keanekaragaman hayati yang secara tidak langsung berarti dapat melestarikan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang terdapat di dalamnya, termasuk mesofauna tanah.

Mesofauna adalah kelompok fauna tanah yang terbesar dan berperan aktif dalam dekomposisi tanah. Hasil penelitian Wang dan Ruan (2011) menyebutkan bahwa


(14)

2

beberapa kelompok mesofauna tanah secara langsung mempengaruhi konsentrasi N pada serasah dan juga waktu dekomposisinya. Keberadaan mesofauna tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah. Faktor-faktor tersebut dapat ditimbulkan oleh teknik pengolahan maupun penggunaan tanah tersebut. Hasil penelitian Andrean dan Legerlof (1983) juga menyatakan bahwa jenis tanah, jenis tanaman penutup dan intensitas pengelolaan tanah secara langsung mempengaruhi populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.

Keberadaan mesofauna tanah pada setiap lokasi berbeda-beda. Hasil penelitian Adeduntan (2009) menunjukkan adanya perbedaan populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah pada ketiga hutan konservasi di Afrika. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan iklim mikro yang ada, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah dan juga mempengaruhi populasi dan keanekaragaman

mesofauna tanah. Selain perbedaan lokasi, ketinggian tempat juga mempengaruhi populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah. Hasil penelitian Wang dan Ruan (2011), menyatakan bahwa populasi dan keanekaragaman mesofauna tinggi pada ketinggian 500 m dpl dibandingkan dengan 1.150 m dpl, 1.750 m dpl, dan 2.100 m dpl.

Populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah pada serasah dan tanah di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan untuk menjawab permasalahan

“Bagaimana keanekaragaman dan populasi mesofauna tanah pada tanah dan serasah di beberapa lokasi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ?”


(15)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan penelitian yaitu untuk

Mempelajari keanekaragaman dan populasi mesofauna pada tanah dan serasah di beberapa lokasi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

1.3 Kerangka Pemikiran

Mesofauna memiliki ukuran 0,16 – 10,4 mm dan merupakan kelompok terbesar dalam fauna tanah yang berperan aktif dalam dekomposisi tanah. Menurut Scheu, Ruess, dan Bonkowski (2005), interaksi antara mikroorganisme tanah dengan kelompok fauna tanah (mikrofauna dan mesofauna) dapat meningkatkan efektifitas dekomposisi yang terjadi di dalam tanah. Hasil penelitian Wang dan Ruan (2011) juga menyatakan bahwa keberadaan mesofauna berpengaruh nyata terhadap lamanya waktu dekomposisi serasah.

Untuk lahan-lahan hutan, keanekaragaman mesofauna beragam, dari sedang hingga tinggi. Hasil penelitian Stork (1988) memperkirakan dalam 1 ha hutan tropis terdapat 42,2 juta artropoda, dengan kelompok utama Collembola (48%), Acari (18%), Formicidae (16%) diikuti oleh Coleopteran, Psocoptera dan

Hemiptera. Hasil penelitian Yuanadevi (2001) menunjukkan adanya penurunan keanekaragaman mesofauna yang ada di hutan monokultur (jati) dalam kurun waktu 21 tahun. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kerapatan tegakan (tanaman penutup tanah), dan kondisi fisik serta kimia tanah pada masing-masing lokasi.


(16)

4

Menurut Moore etal.(1988), mesofauna hidup pada lapisan permukaan tanah/serasah (10 cm di atas mineral tanah) dimana banyak bahan organik yang terurai dan juga hasil fotosintesis seperti air, karbondioksida, dan garam-garam mineral tersedia. Menurut Wallwork (1976), variabel yang mendasar yang berpengaruh terhadap karakter dan penyebaran fauna tanah adalah tekstur tanah, vegetasi, iklim dan faktor kimia tanah. Tekstur tanah berpengaruh terhadap distribusi fauna tanah. Sedangkan iklim seperti perubahan curah hujan, suhu dan kelembaban di permukaan maupun di dalam tanah akan berdampak pada

perubahan perilaku fauna tanah yang ada. Selain itu keanekaragaman mesofauna juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah suhu tanah dan pH. Hasil penelitian Adeduntan (2009) menyebutkan bahwa pH mempengaruhi kesuburan tanah dan juga berpengaruh terhadap populasi dan keanekaragaman mesofauna. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap

keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo et al., 1996).

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki hutan dengan kondisi yang berbeda-beda. Aktifitas manusia yang ada di TNBBS juga ikut mempengaruhi keadaan hutan yang ada. Perambahan hutan terjadi sejak tahun 1950-an hingga saat ini. Dari 280.300 ha luas hutan yang ada, 49.403 hingga 51.727 ha masih menjadi lahan perambahan hutan. Perambahan hutan tersebut juga berdampak terhadap keadaan hutan, terutama vegetasi yang menutupinya. Hal ini juga berpengaruh terhadap keadaan mikroorganisme yang ada di dalam tanah.


(17)

5

serasah tanaman dan juga bahan organik yang terkandung di permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian Nelfa (2000) yang menyatakan bahwa

keanekaragaman dan populasi mesofauna berbeda-beda untuk masing-masing tegakan, dengan keanekaragaman tertinggi terdapat pada tegakan buah salak. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sugiyarto etal. (2001) yang menunjukkan bahwa setiap vegetasi memiliki keanekaragaman mesofauna yang berbeda-beda, dan keanekaragaman tertinggi terdapat pada vegetasi Schefflera aromatic.

1.4 Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :

1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna akan berbeda-beda pada masing-masing dominasi vegetasi.

2. Populasi dan keanekaragaman mesofauna akan lebih tinggi pada serasah dibandingkan dengan tanah.

3. Terdapat korelasi antara bobot serasah dengan populasi dan keanekaragaman mesoafauna pada serasah.

4. Terdapat korelasi antara sifat kimia tanah dengan populasi dan keanekaragaman mesofauna pada tanah.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keanekaragaman Hayati Tanah

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem pada suatu daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan, baik tingkatan gen, tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Berdasarkan hal tersebut, para pakar membedakan keanekaragaman hayati menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman

ekosistem.

Sebagian besar keanekaragaman hayati dari sistem pertanian berada di dalam tanah. Interaksi jaring makanan di antara biota tanah (termasuk akar tanaman) memiliki efek besar pada kualitas tanaman, keberadaan hama dan penyakit, predator dan juga organisme yang menguntungkan (beneficial organisms). Keanekaragaman hayati tanah perlu dijaga, untuk menyeimbangkan ekosistem. Hasil penelitian Brussaard etal. (2007) menyebutkan bahwa keakearagaman hayati tanah penting dijaga untuk mempertahankan fungsi ekosistem.


(19)

7

2.2 Fauna Tanah

Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Jika telah mengalami kematian, fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteri) yang hidupnya tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen utama di dalam tanah.

Menurut Barnes (1997), fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara:

1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktivitas bakteri dan jamur.

2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, selulosa, dan sejenis lignin.

3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus.

4. Menggabungkan bahan yanag membusuk pada lapisan tanah bagian atas. 5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral

tanah.

Rahmawaty (2000) menyatakan bahwa penggolongan fauna tanah, dapat didasarkan berdasarkan ukuran tubuh, kehadiran, tempat hidup dalam lapisan tanah, cara mempengaruhi sistem tanah dan berdasarkan jenis makanan atau cara makan. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas kelompok transien, temporer, periodic dan permanen. Berdasarkan habitatnya, menjadai golongan epigeon, hemiedafon, dan eudafon. Fauna epigeon hidup pada lapisan


(20)

tumbuh-8

tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan eudafon pada lapisan mineral tanah. Berdasarkan kegiatan makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungivora dan predator (Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Suhardjo dan Adisoemarto (1997), dikelompokkkan menjadi: (1). Mikrofauna berukuran tubuh < 0,15 mm, seperti: Protozoa dan stadium pra dewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, (2). Mesofauna berukuran tubuh 0,16-10,4 mm dan

merupakan kelompok terbesar, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti Kaki seribu dan Kalajengking, (3). Makrofauna berukuran tubuh > 10,5 mm, seperti : Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan juga termasuk vertebrata kecil.

Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah (Rahmawaty, 2004).

2.3 Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan perwakilan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang terdiri dari tipe vegetasi hutan


(21)

9

pada awalnya merupakan suatu Suaka Margasatwa. Status ini diberikan karena kawasan tersebut merupakan habitat untuk berbagai spesies satwa liar yang dilindungi. Dalam Kongres Taman Nasional Sedunia III di Bali tanggal 14 Oktober 1982, kawasan tersebut diresmikan sebagai Taman Nasional berdasarkan Pernyataan Menteri Pertanian No.736/Mentan/X/1982 (BTNBBS, 1999).

TNBBS seluas 356.800 ha membentang dari ujung Selatan Propinsi Bengkulu sampai ujung Selatan Propinsi Lampung. Secara administratif TNBBS termasuk dalam Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung serta Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu. TNBBS secara geografis terletak antara 4º 33’-5º 57’ LS-103º 23’-104º 43’ BT. Topografi kawasan beragam dari datar, landai, bergelombang, berbukit-bukit, curam dan bergunung-gunung. Ketinggian kawasan TNBBS berkisar dari 0 sampai 1.964 m dpl. Puncak tertinggi adalah Gunung Palung di sebelah barat Danau Ranau. Bagian timur kawasan memiliki kelerengan yang cukup curam dibandingkan dengan bagian barat kawasan yang lebih landai. Bagian utara kawasan memiliki kelerengan antara 20-80%, dan bagian selatan merupakan daerah yang landai (BTNBBS, 1999).

Kawasan TNBBS terdiri dari Batuan Endapan (Miosin Bawah, Neogen, Paleosik Tua, Aluvium), Batuan Vulkanik (Recent, Kuatener Tua, Andesit Tua, Basa Intermediet) dan Batuan Plutohik (Batuan Asam). Tipe tanah yang terluas adalah Batuan Vulkanik yang terdapat di bagian tengah dan utara kawasan. Kawasan terdiri dari tipe tanah Alluvial, Rensina, Latosol, Podsolik merah kuning dan dua jenis Andosol yang berbeda dalam bahan induknya. Jenis tanah dengan


(22)

10

penyebaran terluas adalah Podsolik merah kuning dengan sifatnya yang labil dan rawan erosi (BTNBBS, 1999).

Menurut Schmidt dan Ferguson kawasan TNBBS memiliki tipe iklim A dan B, sedangkan menurut Koppen kawasan ini termasuk dalam tipe iklim A. Dimana musim hujan berlangsung dari November sampai dengan Mei, musim kemarau berlangsung dari Juni sampai Agustus. Jumlah hari hujan dimusim hujan rata-rata 10-16 hari per bulan. Curah hujan rata-rata berkisar antara 3.000-3.500 mm per tahun (BTNBBS, 1999).

TNBBS memiliki berbagai tipe ekosistem yang mencakup tipe vegetasi hutan mangrove, hutan pantai, sampai hutan pegunungan. Hutan pantai meliputi 3.568 ha, hutan hujan dataran rendah (0-500 m dpl) meliputi 160.560 ha, hutan hujan bukit (500-1000 m dpl) 121.312 ha sementara untuk ketinggian di atas 1.000 m dpl terdiri dari hutan hujan pegunungan bawah seluas 60.656 ha dan hutan hujan pegunungan tinggi 10.704 ha (BTNBBS, 1999).

Kawasan TNBBS merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang akan

mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air dan melindungi sistem tata air. Sebagian besar dari sungai-sungai yang ada mengalir ke arah Barat dan bermuara di Samudera Indonesia sementara sebagian lagi bermuara ke Teluk Semangka. Di bagian ujung Selatan taman nasional terdapat danau yang dipisahkan hanya oleh pasir pantai selebar puluhan meter yaitu Danau Menjukut (150 ha). Di bagian tengah terdapat 4 danau berdekatan yaitu Danau Asam (160 ha), Danau Lebar (60


(23)

11

ha), Danau Minyak (10 ha) dan Danau Belibis (3 ha). Sementara bagian

Tenggara, Selatan dan Barat Taman Nasional dikelilingi oleh lautan yaitu perairan Teluk Semangka, Tanjung Cina dan Samudera Indonesia (BTNBBS, 1999).

Di kawasan TNBBS telah teridentifikasi 471 jenis pohon dan 98 jenis

tumbuhan bawah. Jenis yang mendominasi berasal dari famili Dipterocarpaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Fagaceae, Annonaceae, dan Meliaceae. Tipe vegetasi utama dalam kawasan adalah hutan hujan tropis dengan jenis seperti meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), rotan (Callamus sp.), dan temu-temuan (Zingiberaceae) (BTNBBS, 1999). Flora khas dari TNBBS adalah bunga bangkai jangkung (Amorphophalus decussilvae), bunga bangkai raksasa (A. titanum), dan anggrek raksasa/tebu (Grammatophylum speciosum).


(24)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan dari bulan April 2012 hingga November 2012. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di

Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung.

Tempat pengambilan sampel tanah dan serasah terletak dibeberapa lokasi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dengan dominasi vegetasi yang berbeda-beda. Lokasi-lokasi tersebut terdiri dari, Bukit Camp Rhino (5° 30' 10.68" S - 104° 25' 45.62" E) dengan ketinggian 600 m dpl, Bukit Kilometer 26 (5° 31' 41.60" S - 104° 25' 46.81" E) dengan ketinggian 569 m dpl, dan Bukit Pemerihan Kecil (5° 36' 27.97" S - 104° 24' 16.21" E) dengan ketinggian 113 m dpl.


(25)

13

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dan serasah hutan TNBBS, etanol 60%, aquades dan larutan formalin.

Alat yang digunakan adalah Tullgren atau Berlesse yang dimodifikasi, cawan petri, botol film, mikroskop stereo, jarum, oven, timbangan, gelas ukur, alat tulis, dan perlengkapan lainnya yang diperlukan.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode survei pada beberapa lokasi di TNBBS, yaitu dengan pengumpulan data langsung dari lapangan. Tanaman penutup tanah atau vegetasi yang mendominasi pada area penelitian disajikan pada Tabel 1.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel

Lokasi yang dipilih adalah beberapa titik yang dianggap mewakili kondisi vegetasi TNBBS. Untuk masing-masing lokasi dipilih titik yang tidak terlalu miring (kemiringan rendah secara visual) dan bukan merupakan jalan utama. Kemudian sampel diambil dari titik-titik tersebut.


(26)

14

Tabel 1. Hasil pengukuran faktor fisik dan dominasi tegakan pada area penelitian. Lokasi Titik

sampel

Dominasi tegakan Suhu Tanah (ºC) Kelembaban (%) Camp Rhino Bukit Kilometer 26 Pemerihan Kecil Atas Tengah Bawah Atas Tengah Bawah

Tepus (Hornstedtia sp.) Bambu hutan (Bambusa sp.) Bandotan (Heliatropium indicum) Jelatung

Ketapang (Terminalia cattapa) Kerempil

Simpur (Dilleniasp.)

Ketapang (Terminalia cattapa) Meranti (Shorea sp.)

Bandotan (Polyalthia sp.) Duren hutan (Durio Zibethinus) Bandotan (Heliatropium indicum) Cengkeh (Syzygium sp.)

Keruing(Dipterocarpuselongatus) Simpur (Dillenia sp.)

Angrung Trema orientalis (L.) Kulut (Aglaia argentea Bl.) Kongki (Caesalpinia digyna) Bernung (Octomeles sumatrana) Rotan (Calamus sp.)

Gelam (Melaleuca sp.)

Jengkol (Pitchelobium jiringa) Damar (Shorea javanica) Damar asam (Porinari sp.)

22,20 21,78 21,98 23,40 23,63 23,13 25,52 20,00 32,50 38,83 13,00 20,33 17,25 10,80

Sumber : Philipilus (2012)

a. Pengambilan Sampel Serasah

Pada lokasi yang telah ditentukan secara acak, diambil serasah dengan luasan 50 cm x 50 cm, yang diukur dengan menggunakan bingkai kayu. Serasah yang diambil, berupa semua benda yang berada di atas tanah sesuai dengan ukuran bingkai kayu. Kemudian serasah segar tersebut dimasukkan ke dalam kantung yang telah disiapkan.


(27)

15

b. Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah diambil dari bagian bawah serasah dalam petakan bingkai kayu, diambil menggunakan cangkul dengan kedalaman 0-15 cm. Kemudian dikompositkan menjadi satu ke dalam kantong yang telah disiapkan untuk masing-masing sampelnya.

3.4.2 Ekstraksi Mesofauna Tanah

Ekstraksi mesofauna menggunakan alat Tulgren atau Berlesse yang dimodifikasi (Jackson dan Raw, 1966). Kemudian mesofauna tersebut diekstrak dibawah penyinaran lampu 25 watt selama 48 jam. Hasil ekstraksi mesofauna tanah tersebut ditampung dalam etanol 60% sebanyak 20 ml. Hasil ekstraksi mesofauna tanah yang ada di dalam etanol kemudian di amati dengan bantuan mikroskop stereo dengan perbesaran 8, lalu diidentifikasi menurut petunjuk pada Mohamed (1999) dan Taxonomy Brows Info of Lowa State University Entomology (2012), kemudian dihitung jumlahnya.

1

2 Keterangan : 1. Lampu 25 Watt 2. Saringan 2 mm

3 3. Tempat penampung mesofauna 4 4. 20 ml etanol 60%


(28)

16

3.4.3 Total Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna

3.4.3.1Total Populasi Mesofauna

Total populasi mesofauna (ekor 100 gr-1) pada setiap titik ditentukan berdasarkan pada jumlah mesofauna yang ditemukan pada setiap sampel, digunakan rumus: Total populasi = jumlah individu( ekor)

Bobot sampel (100 g)

3.4.3.2Keanekaragaman Mesofauna

Untuk mengetahui keanekaragamaan mesofauna tanah dan serasah digunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver. Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver merupakan salah satu ukuran keanekaragaman yang relatif paling dikenal dan banyak digunakan. Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver (Odum, 1983) dihitung dengan formula :

H’ = -∑ [ (ni/N) In (ni/N) ] Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu yang ditemukan

Berdasarkan kriteria indeks keankeragaman Shannon-Wheaver, indeks keankearagaman terbagi menjadi tiga kategori (Tabel 2).

Tabel 2. Kriteria indeks keanekaragaman.

Indeks Keanekaragaman Katagori Keanekaragaman H ≤ 2

2 < H ≤ 2 H ≥ 3

Rendah Sedang Tinggi


(29)

17

3.5Pengamatan

3.5.1 Variabel utama:

Jumlah dan keanekaragaman mesofauna tanah dan serasah.

3.5.2 Variabel pendukung :

1. pH tanah dengan metode elektrometik

2. N-total (%) dengan menggunakan metode Kjeldahl

3. C-organik tanah (%) dengan menggunakan metode Walkley dan Black 4. Kelembaban tanah (%)

5. Suhu tanah (°C) 6. Biomassa serasah (g).

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel utama

(populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah) dengan variabel pendukung (pH tanah, C-organik tanah (%) , N- total tanah (%), suhu tanah (ºC), kelembaban tanah (%) dan biomassa serasah (g).


(30)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah:

1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna pada serasah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah, dan bervariasi pada masing-masing lokasi di hutan TNBBS. Mesofauna yang mendominasi pada serasah adalah ordo Acarina,sedangkan pada tanah adalah ordo Collembola.

2. Populasi mesofauna pada serasah dipengaruhi oleh biomassa serasah. 3. Populasi mesofauna pada tanah dipengaruhi oleh kelembaban tanah.

5.2 Saran

Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan lokasi yang lebih luas di Hutan TNBBS sehingga dapat mewakili populasi mesofauna secara keseluruhan dan ekstraksi mesofauna sebaiknya dilakukan segera setelah sampel didapatkan agar mesofauna yang ada dapat terekstraksi secara menyeluruh.


(31)

28

PUSTAKA ACUAN

Adeduntan, S. 2009. Diversity and abundance of soil mesofauna and microbial population in South-Western Nigeria. African Journal of Plant Science 3: 210-216.

Andrean,O. and J. Legerlof. 1983. Soil fauna (microarthropods, enchytraeids, nematodes) in Swedish agricultural cropping systems. Acta Agriculturae Scandinavica 33: 33-52.

Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS). 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Buku II. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Kotaagung, Lampung. Tidak

dipublikasikan.

Barnes, B. V., R. Z. Donald, R. D. Shirley and H. S. Stephen. 1997. Forest Ecology. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588.

Brussaard, L., C . Peter, and G.G. Brown. 2007. Soil biodiversity for agricultural sustainability. Agriculture, Ecosystems and Environment 121: 233-244. Departemen Kehutanan. 2011. http://www.dephut.go.id/files/stat2011.pdf.

Diakses pada 25 Mei 2012.

Hincz and I.D. Aguilar. 2011. Impact of grazing on soil mesofauna diversity and community composition in deciduous forested rangelands of northwest Alberta. http://www.srd.alberta.ca/LandsForests/GrazingRangeManageme nt/documents/SoilMesofaunaForestedRangelands-Feb2011.pdf . Diakses pada 8 Mei 2012.

Jackson, R. M., and F. Raw. 1966. Life in the soil. St. Martin's Press. New York. London.

Mohamed, M. 1999. Keys to the Terrestrial Invertebrates. University Malaya Sabah. Philip Lee Printing Press.

Moore, J.C., D.E. Walter, and H.W. Hunt. 1988. Arthropoda regulation of micro and meso-biota in belowground detrial webs. Annual Review of


(32)

29

Mukti, C., Sugiyarto, dan Edwin M. 2003. Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Berbagai Tanaman Sela di Hutan Sengon

(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) RPH Jatirejo Kediri. BioSMART 6 (1): 57-64.

Nelfa, F . 2000. Keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa penutupan lahan di kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Odum, E.P. 1983. Basic ecology. Saunders College Publishing. New York. Philipilus. 2012. Staf Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Pers.com). Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada

Komunitas Rhizophora spp. dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawaty. 2004. Studi keanekaragaman mesofauna tanah di kawasan hutan wisata alam Sibolanagit. Skripsi . Universitas Sumatera Utara.

Scheu, S., L. Ruess, and M. Bonkowski. 2005. Soil Biology - Interactions Between Microorganisms and Soil Micro- and Mesofauna. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: 253-275.

Stork, N.E. 1988. Insect diversity, facts, fiction, and speculation. Biological Journal of the Linnaean Society 35: 321-337.

Sugiyarto, M. Pujo, dan N.S. Miati. 2001. Hubungan keragaman mesofauna tanah dan vegetasi bawah pada berbagai jenis tegakan di hutan Jobolarangan. Biodiversitas 2 (2): 140-145.

Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah : Artinya Bagi Tanah. Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 –26 Juni 1997.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal. Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996.

Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Taxonomy Brows Info of Lowa State University Entomology. 2012. Iowa State Entomology Index of Internet Resources. http://www.ent.iastate.edu /list/directory/92/vid/4. Diakses pada 8 Mei 2012.

Wallwork, J.A. 1976. The Diversity and Distribution of Soil Fauna. Acad Press. London.


(33)

30

Wang, S. and H. Ruan. 2011. Effect of soil mesofauna and microclimate on nitrogen dynamics in leaf litter decomposition along an elevation gradient. African Journal of Biotechnology 10 (35): 6732-6742.

Wulandari, S., Sugiyarto, and Wiryanto. 2005. Dekomposisi Bahan Organik Tanaman serta Pengaruhnya terhadap Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah di bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). BioSMART 7 (2): 104-109.

Yuanadevi, E. 2001. Keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa tahun tanam tegakan jati (Teciona grandis L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(1)

3.4.3 Total Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna

3.4.3.1Total Populasi Mesofauna

Total populasi mesofauna (ekor 100 gr-1) pada setiap titik ditentukan berdasarkan pada jumlah mesofauna yang ditemukan pada setiap sampel, digunakan rumus: Total populasi = jumlah individu( ekor)

Bobot sampel (100 g)

3.4.3.2Keanekaragaman Mesofauna

Untuk mengetahui keanekaragamaan mesofauna tanah dan serasah digunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver. Indeks keanekaragaman

Shannon-Wheaver merupakan salah satu ukuran keanekaragaman yang relatif paling

dikenal dan banyak digunakan. Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver (Odum, 1983) dihitung dengan formula :

H’ = -∑ [ (ni/N) In (ni/N) ] Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wheaver ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu yang ditemukan

Berdasarkan kriteria indeks keankeragaman Shannon-Wheaver, indeks keankearagaman terbagi menjadi tiga kategori (Tabel 2).

Tabel 2. Kriteria indeks keanekaragaman.

Indeks Keanekaragaman Katagori Keanekaragaman H ≤ 2

2 < H ≤ 2 H ≥ 3

Rendah Sedang Tinggi


(2)

17

3.5Pengamatan

3.5.1 Variabel utama:

Jumlah dan keanekaragaman mesofauna tanah dan serasah.

3.5.2 Variabel pendukung :

1. pH tanah dengan metode elektrometik

2. N-total (%) dengan menggunakan metode Kjeldahl

3. C-organik tanah (%) dengan menggunakan metode Walkley dan Black 4. Kelembaban tanah (%)

5. Suhu tanah (°C) 6. Biomassa serasah (g).

Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel utama

(populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah) dengan variabel pendukung (pH tanah, C-organik tanah (%) , N- total tanah (%), suhu tanah (ºC), kelembaban tanah (%) dan biomassa serasah (g).


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah:

1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna pada serasah lebih tinggi dibandingkan dengan tanah, dan bervariasi pada masing-masing lokasi di hutan TNBBS. Mesofauna yang mendominasi pada serasah adalah ordo Acarina,sedangkan pada tanah adalah ordo Collembola.

2. Populasi mesofauna pada serasah dipengaruhi oleh biomassa serasah. 3. Populasi mesofauna pada tanah dipengaruhi oleh kelembaban tanah.

5.2 Saran

Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan dengan lokasi yang lebih luas di Hutan TNBBS sehingga dapat mewakili populasi mesofauna secara keseluruhan dan ekstraksi mesofauna sebaiknya dilakukan segera setelah sampel didapatkan agar mesofauna yang ada dapat terekstraksi secara menyeluruh.


(4)

28

PUSTAKA ACUAN

Adeduntan, S. 2009. Diversity and abundance of soil mesofauna and microbial population in South-Western Nigeria. African Journal of Plant Science 3: 210-216.

Andrean,O. and J. Legerlof. 1983. Soil fauna (microarthropods, enchytraeids, nematodes) in Swedish agricultural cropping systems. Acta Agriculturae

Scandinavica 33: 33-52.

Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS). 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Buku II. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Kotaagung, Lampung. Tidak

dipublikasikan.

Barnes, B. V., R. Z. Donald, R. D. Shirley and H. S. Stephen. 1997. Forest Ecology. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588.

Brussaard, L., C . Peter, and G.G. Brown. 2007. Soil biodiversity for agricultural sustainability. Agriculture, Ecosystems and Environment 121: 233-244. Departemen Kehutanan. 2011. http://www.dephut.go.id/files/stat2011.pdf.

Diakses pada 25 Mei 2012.

Hincz and I.D. Aguilar. 2011. Impact of grazing on soil mesofauna diversity and community composition in deciduous forested rangelands of northwest Alberta. http://www.srd.alberta.ca/LandsForests/GrazingRangeManageme nt/documents/SoilMesofaunaForestedRangelands-Feb2011.pdf . Diakses pada 8 Mei 2012.

Jackson, R. M., and F. Raw. 1966. Life in the soil. St. Martin's Press. New York. London.

Mohamed, M. 1999. Keys to the Terrestrial Invertebrates. University Malaya Sabah. Philip Lee Printing Press.

Moore, J.C., D.E. Walter, and H.W. Hunt. 1988. Arthropoda regulation of micro and meso-biota in belowground detrial webs. Annual Review of


(5)

Mukti, C., Sugiyarto, dan Edwin M. 2003. Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah pada Berbagai Tanaman Sela di Hutan Sengon

(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) RPH Jatirejo Kediri. BioSMART 6

(1): 57-64.

Nelfa, F . 2000. Keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa penutupan lahan di kampus IPB Darmaga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Odum, E.P. 1983. Basic ecology. Saunders College Publishing. New York. Philipilus. 2012. Staf Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Pers.com). Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada

Komunitas Rhizophora spp. dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawaty. 2004. Studi keanekaragaman mesofauna tanah di kawasan hutan wisata alam Sibolanagit. Skripsi . Universitas Sumatera Utara.

Scheu, S., L. Ruess, and M. Bonkowski. 2005. Soil Biology - Interactions Between Microorganisms and Soil Micro- and Mesofauna. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: 253-275.

Stork, N.E. 1988. Insect diversity, facts, fiction, and speculation. Biological

Journal of the Linnaean Society 35: 321-337.

Sugiyarto, M. Pujo, dan N.S. Miati. 2001. Hubungan keragaman mesofauna tanah dan vegetasi bawah pada berbagai jenis tegakan di hutan Jobolarangan.

Biodiversitas 2 (2): 140-145.

Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah : Artinya Bagi Tanah. Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 –26 Juni 1997.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal. Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996.

Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Taxonomy Brows Info of Lowa State University Entomology. 2012. Iowa State Entomology Index of Internet Resources. http://www.ent.iastate.edu /list/directory/92/vid/4. Diakses pada 8 Mei 2012.

Wallwork, J.A. 1976. The Diversity and Distribution of Soil Fauna. Acad Press. London.


(6)

30

Wang, S. and H. Ruan. 2011. Effect of soil mesofauna and microclimate on nitrogen dynamics in leaf litter decomposition along an elevation gradient.

African Journal of Biotechnology 10 (35): 6732-6742.

Wulandari, S., Sugiyarto, and Wiryanto. 2005. Dekomposisi Bahan Organik Tanaman serta Pengaruhnya terhadap Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah di bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). BioSMART 7 (2): 104-109.

Yuanadevi, E. 2001. Keanekaragaman mesofauna tanah pada beberapa tahun tanam tegakan jati (Teciona grandis L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.