PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN PENGISI UNTUK KONTRUKSI BANGUNAN REDAM SUARA (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH A MIXTURE OF RICE HUSK AS FILLER MATERIAL OF BUILDING CON

(1)

(2)

i ABSTRAK

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN PENGISI UNTUK

KONTRUKSI BANGUNAN REDAM SUARA

Oleh

ARIS PRATAMA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekam padi terhadap kuat tekan dan penyerapan redam suara pada batako sekam padi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode padatan. Sampel sebanyak 21 batako berbentuk silinder dengan diameter 5cm dan tinggi 4cm. Variasi Semen 10%, 20% dan 30% dengan persentase volume. Bahan pengisinya berupa pasir 80-10% dan sekam 10-80% dengan jumlah total 100%. Karakterisasi dilakukan berupa uji fisis yaitu densitas, porositas dan uji mekanis yaitu uji kuat tekan, uji redam dan konduktivitas termal. Hasil uji karakterisasi densitas sebesar 1.13-1.77gr/cm3. Densitas yang paling besar adalah sampel S30SP10 yaitu 1.77gr/cm3. Nilai porositas 6.39-46.55%. Uji kuat tekan antara 0.43-12.84Mpa. Kuat tekan yang paling besar adalah sampel S30SP10 karena kandungan semen yang besar sehingga memperkuat beton ringan tersebut. Uji redam suara tertinggi pada sampel S30SP60 dengan penyerapan sebesar 0.44. Selanjutnya uji konduktivitas termal dilakukan pada sampel S10SP80, S30SP40, S30SP50 dengan data hasil yaitu 0.81, 0.93,1.09W/moK.


(3)

ii ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH A MIXTURE OF RICE HUSK AS FILLER

MATERIAL OF BUILDING CONSTRUCTION MUFFLED SOUND

By

ARIS PRATAMA

Abstract. This study aimed to determine the effect ofrice husk against compressive strengt hand absorption of sound damping in the rice husk brick. The method used is the method of solids. Sample of 21brick-shaped cylinder with a diameter of 5cm and 4 cm high. Cement variation of 10%, 20% and 30% by volume percentage. Filler material such as sand, and chaff 80-10% 10-80% with a total of 100%. Characterization was done by testing the physical density, porosity and mechanical tests that test compressive strength, damping test and thermal conductivity. Characterization test results density is 1.13-1.77gr/cm3. Density is greatest S30SP10 sample is 1.77gr/cm

3

. Porosity values between 6.39-46.55%. Compressive strength test between 0.43-12.84MPa. Compressive streng this greatest S30SP10 sample because the cement content of the concreterein for

cing the mild. Highest sound damping test on samples with absorption at 0.42 S30SP60.

Further thermal conductivity test performed on a sample S10SP80, S20SP70, S30SP60 with

the that is 0.84, 1.01,1.04 W/moK.


(4)

(5)

(6)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

KATA PENGANTAR ... x

SANCAWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DARTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Sistematika Penelitian ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA


(7)

xiv

2.1.3 Klasifikasi Komposit ... 10

2.2 Bunyi... 12

2.2.1 Definisi Bunyi ... 12

2.2.2 Karekteristik Gelombang Bunyi ... 13

2.2.3 Pengukuran Bunyi ... 14

2.3 Akustik ... 15

2.3.1 Definisi Akustik ... 15

2.3.2 Pemantulan (Reflection) Bunyi ... 15

2.3.3 Penyerapan(Absorption) Bunyi ... 16

2.4 Sekam Padi ... 19

2.4.1 Definisi Sekam Padi ... 19

2.4.2 Komposisi Kimiawi Sekam Padi ... 20

2.4.3 Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Batako redam ... 22

2.4.3.1 Dinding Rumah Redam Suara ... 22

2.4.3.2 Peredam Suara Pada Tempat Musik... 23

2.4.3.3 Peredam Suara Ruang Meeting Perkantoran ... 24

2.5 Batako ... 24

2.5.1 Definisi Batako ... 24

2.5.2 Klasifikasi Batako ... 25

2.5.3 Beton ringan... 26

2.5.4 Bahan Penyusun Batako ... 27

2.5.4.1 Portland Cement (PC) ... 27

2.5.4.2 Pasir ... 28

2.5.4.3 Air ... 29

2.6 Karekterisasi ... 30

2.6.1 Densitas ... 30

2.6.2 Porositas ... 31

2.6.3 Kuat Tekan ... 31

2.4.4 KonduktivitasTermal. ... 32

2.6.5 Kemampuan Redam Suara ... 33

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 35

3.2.1 alat ... 35

3.2.2 Bahan ... 35

3.3 Preparasi Sampel ... 35

3.4Variabel dan Parameter ... 36

3.5Prosedur Pembuatan Sampel Koomposit ... 38

3.6Karekterisasi ... 39

3.6.1 Densitas ... 39

3.6.2 Porositas ... 40

3.6.3 Kuat Tekan ... 40

3.6.4 KonduktivitasTermal ... 41


(8)

xv

4.2 Hasil Karekterisasi ... 46

4.2.1 Hasil Uji Densitas ... 46

4.2.2 Hasil Uji Porositas ... 48

4.2.3 Hasil Uji Kuat Tekan ... 50

4.2.4 Hasil Uji Redam Suara ... 55

4.2.5 Hasil Uji Konduktivitas Termal ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 62

5.2 Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, abu gosok, bahan bakar dan sebagai pembuatan batu bata. Dibanding jika sekam padi dibuang dalam jumlah yang banyak akan membutuhkan lahan yang banyak pula dan dapat mengurangi estetika atau dibakar secara langsung dapat menambah emisi karbon dalam atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah sekam padi, sangat perlu untuk dicari alternatif inovasi teknologi lain yang lebih bermanfaat. Secara umum pertumbuhan atau perkembangan industri konstruksi di Indonesia cukup pesat. Hampir 60% material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (Harsono, 2002).

Dalam pandangan masyarakat awam, bahan-bahan bangunan yang memiliki karakteristik akustik tidak menempati urutan penting dalam rancangan sebuah bangunan. Terlebih bila bangunan hanya difungsikan secara domestik sebagai rumah tinggal misalnya, maka keperluan akan bahan akustik amatlah minim. Pemikiran ini tidak sepenuhnya benar. Terlebih bila disesuaikan dengan kondisi saat ini, ketika kebisingan di sekitar bangunan terus meningkat. Demikian pula, naiknya standar kehidupan masyarakat telah berdampak meningkatnya kebutuhan akan ruang musik dan film (dikenal dengan istilah home-heatre) dalam


(10)

rumah-rumah tinggal. Hal ini telah mengakibatkan kebutuhan akan bahan-bahan peredam atau bahan-bahan yang memiliki kemampuan akustik terus meningkat. Namun demikian, tingginya harga bahan bangunan yang memiliki sifat akustik yang baik telah menyebabkan bahan ini tidak terjangkau masyarakat secara luas. Bersamaan dengan usaha untuk terus menumbuhkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya mengurangi dampak kebisingan dan meningkatkan kualitas hidup, idealnya bahan bangunan dengan kualitas akustik yang baik namun dengan harga terjangkau juga makin banyak tersedia. Selama ini, bahan-bahan pelapis dinding yang bersifat akustik atau yang sering disebut panel akustik, umumnya terbuat dari bahan utama kayu-kayu berkualitas (pinus, jati, dll), sehingga harganya kurang terjangkau masyarakat luas. Selanjutnya, muncul inisiatif untuk mengganti bahan utama berharga tinggi tersebut dengan bahan lain, bila memungkinkan berupa limbah, namun memiliki sifat fisik seperti halnya serutan kayu. Bahan semacam itu dapat ditemui dari limbah pertanian padi yaitu sekam padi. Sebagai negara pertanian dengan makanan pokok penduduk utamanya beras, sekam padi adalah limbah pertanian yang melimpah di Indonesia (Mediastika, 2008).

Dari berbagai kemungkinan pemanfaatan sekam padi sebagai konstruksi suatu bangunan secara langsung belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Sementara itu di negara maju, sekam padi telah dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bangunan yang justru mamberikan nilai tambah sesuai kondisi cuaca setempat, yaitu mampu menjadi insulator pada saat berlangsungnya musim dingin. Pemanfaatan sekam padi sebagai bahan bangunan secara langsung di Indonesia juga sangat dimungkinkan, namun mengingat keadaan iklim hangat dan lembab, nampaknya pemakaian sekam padi di Indonesia tidak akan memberikan


(11)

nilai tambah yang signifikan. Terlebih sesungguhnya ada perbedaan karakteristik sekam padi dari tanaman gandum (wheat) sebagaimana banyak dihasilkan di negara maju dengan sekam padi tanaman padi yang dihasilkan di Indonesia. Perbedaaan karakteristik ini menyangkut serat sekam padi yang akan memberikan pengaruh signifikan saat sekam padi digunakan sebagai bahan bangunan secara langsung. Namun demikian, mengingat secara umum karakteristik sekam padi kering adalah hampir sama, maka sekam padi Indonesia masih dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari bahan bangunan. Pertimbangan penggunaan sekam padi yang sekiranya potensial untuk diaplikasikan adalah sebagai bahan pelapis elemen pembatas ruang (seperti dinding dan plafon), bukan sebagai bahan bangunan yang bersifat struktural (Templeton and sounders, 1987).

Produk yang akan dibuat dari limbah sekam padi adalah isolasi panas dan peredam suara. Isolasi panas memenuhi fungsi panas sedangkan peredam suara memenuhi fungsi mekanik dari beton ringan tersebut. Pada insulasi panas, material berpori digunakan untuk menghambat perpindahan panas material secara konduksi, sedangkan pada insulasi suara, energi suara yang sampai pada permukaan bahan akan diubah sebagian oleh bahan tersebut menjadi energi lain, seperti energi getar (vibrasi) atau energi panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menghambat laju perpindahan panas dan menyerap energi suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat seperti sekam padi yang kandungan seratnya cukup tinggi (Mediastika, 2005).

Sekam padi sebagai campuran pembuatan komposit beton ringan dapat mengurangi limbah sekam padi yang banyak terbuang dan juga dapat mengurangi


(12)

penggunaan semen dan pasir yang berlebihan. penumpukan sekam padi secara berlebihan yang dampak negatif terhadap lingkungan dan apabila dilakukan pembakaran secara langsung akan mengakibatkan polusi udara yang berpengaruh terhadap kesehatan (Nugraha dan Setiawati, 2001).

Sekam padi juga merupakan bahan yang berserat tinggi yang memiliki beberapa kandungan komposisi zat organik dan anorganik, sehingga baik digunakan sebagai dinding bangunan redam suara (Sunendar dkk, 2008). Penggunaan sekam padi dapat membantu dalam proses pengeringan komposit beton dengan campuran sekam padi tersebut dikarenakan pada proses pengeringan melalui penjemuran dibawah sinar matahari, diketahui bahwa penyebaran panas kedalam bahan tersebut berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukaan bahwa limbah sekam padi merupakan suatu bahan yang banyak dijumpai di Indonesia yang kurang dalam pemanfaatannya. Maka limbah sekam padi dapat diarahkan sebagai bahan campuran atau komposit pembuatan beton ringan.

Maka permasalah dalam peneletian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah limbah sekam padi dapat digunakan sebagai bahan campuran pembuatan komposit bata beton ringan yang berfungsi sebagai dinding redam suara ?

2. Bagaimana pengaruh banyaknya serat sekam padi terhadap kekuatan batako beton ringan sekam padi ?


(13)

3. Apakah pengaruh sekam padi terhadap porositas dan densitas batako ringan, apakah faktor densitas dan porositas mempengaruhi penyerapan suara ?

4. Bagaimana pengaruh kuat tekan beton ringan sekam padi terhadap penyerapan bunyi ?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padatan.

2. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi. Sekam padi yang sudah tercampur sesuai dengan komposisi dipanaskan pada sinar matahari selama 28 hari.

3. Pengujian yang dilakukan adalah uji densitas, porositas, konduktivitas termal, kuat tekan dan uji redam suara.

4. Media pengeringan menggunakan panas alami yaitu panas dari sinar matahari.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat membuat komposit bata beton redam suara dari limbah sekam padi. 2. Dapat mengetahui kekuatan kekerasan suatu bahan pembuatan komposit

batako beton ringan dengan campuran limbah sekam padi.

3. Dapat menentukan komposisi dari pembuatan komposit batako dengan campuran limbah sekam padi yang berfungsi sebagai dinding redam suara yang baik.


(14)

4. Mengetahui seberapa besar pengaruh sekam padi terhadap kuat tekan dan kuat peredaman suara pada komposit batako beton ringan tersebut.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan solusi alternatif kepada masyarakat khususnya kepada petani padi untuk memanfaatkan limbah sekam padi sebagai komposit pembuatan batako (bata beton). Secara sederhana agar lebih bernilai ekonomis.

2. Mengurangi limbah sekam padi dan memanfaatkan sebagai campuran komposit pembuatan batako (redam suara) yang dapat mengurangi tingkat kebisingan.

3. Untuk dapat digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan yang nyaman dikarenakan dapat mengurangi kebisingan dari luar rauangan.

4. Digunakan untuk bahan industri musik sebagai peredam suara. 1.6. Sistematika Penelitian

Aspek-aspek yang dipaparkan dalam penelitian ini dicantumkan dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(15)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka memaparkan informasi komposit, sekam padi, beton, karekteristik komposit beton, karekterisasi pengujian.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi paparan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, preparasi sampel, variabel dan parameter dan prosedur pembuatan kompnosit beton ringan serta prosedur karekterisasi pengujian sampel dengan variasi uji (densitas, porositas, redam suara, kuat tekan dan uji termal)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil yang diporeleh dari penelitian yang dilakukan pada pembuatan komposit batako sekam padi berupa uji karektisasi yaitu uji fisis (porositas dan densitas), uji mekanis (kuat tekan dan uji redam suara) serta

pembahasan dari uji karekterisasi tersebut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Berisi simpulan dari penelitian yang dilakukan dan jawaban dari tujuan. Saran berupa pernyataan perbaikan dari


(16)

II. TINJAUN PUSTAKA

2.1.Komposit

2.1.1. Definisi Komposit

Pada dasarnya, komposit dapat diartikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang berbeda sifat dan perbedaan itu dapat dilihat secara mikroskopik yang tersusun dari dua komponen yakni matrik (resin) dan penguat (reinforcement) atau sering disebut dengan filler (Yudhanto, 2007; Sahari, dkk, 2009). Filler ini dapat berupa partikel atau serat. Suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang,membentuk jaringan memanjang, yang berfungsi memperkuat matrik disebut serat (Yudhanto, 2007). Serat dapat diperoleh secara alami maupun sintesis. Serat alami yang diperoleh dari tumbuhan-tumbuhan, hewan dan proses geologis. Sedangkan serat sintesis adalah serat buatan manusia yang berasal dari bahan petrokimia seperti polymida, polyester, fenol-formaldehid, pilivinyl, alkohol (PVOH), polvinyl klorida (PVC) dan polyolefin (Sembiring, 2010). Komposit memiliki definisi dasar yaitu submikro (nano), mikrostruktur, makrostruktur. Submikro (nano) adalah material matrik dapat didefinisikan sebagai fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar disusun dari dua atom atau lebih yang terletak pada


(17)

molekul tunggal dan kisi Kristal, contohnya senyawa, paduan (alloy) polimer, keramik. Mikrostruktur merupakan material yang disusun dari dua fase atau senyawa. Makrostruktur merupakan material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang berbeda dalam bentuk dan komposisi yang tidak larut satu sama lain atau definisi secara makro ini yang biasa dipakai dalam mendefinisikan komposit.

Secara umum, penyusun komposit terdiri dari dua material yang menimbulkan beberapa istilah yaitu komposit, seperti matriks (penyusun dengan fraksi volume terbesar), penguat (penahan beban utama), interphase (dominan) (Pramono, 2011). Matrik berfungsi melindungi serat dari pengaruh lingkungan (Temperatur, kelembaman, reaksi kimia) dan kerusakan akibat benturan (impact) (Puboputro, 2006; yudhanto, 2007; Sembiring, 2010), pedukung dan menginfiltrasi, transfer beban antar sekat, dan perekat yang serat yang stabil secara fisika dan kimia setelah proses manufaktur (Purboputro, 2006). Keramik terbuat dari polimer (misal: epoksi), keramik dan logam (alumunium) (Yudhanto, 2007).

2.1.2. Sifat dan Karakteristik Komposit

Karekteristik komposit ditentukan berdasarkan karekeristik material penyusun dan dapat ditentukan secara teoritis dengan pendekatan metode rule of mixture (ROM), sehingga akan berbanding secara proporsional. Bentuk (dimensi) dan struktur (ikatan) penyusun komposit juga akan mempengaruhi karekteristik komposit, begitu pula bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit (Pramono, 2008).


(18)

2.1.3. Klasifikasi Komposit

Klasifikasi komposit berdasarkan jenis penguatnya dibagi menjadi 3 yaitu particulate composite (komposit partikulat), fiber composite, dan structural composite. Particulate composite (komposit partikulat) merupakan komposit yang menggunkan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya, terdiri dari partikel besar dan penguat dispersi atau fiber composite (komposit serat) adalah komposit yang terdiri dari kontinyu dan diskoninyu (terikat dan acak). Sedangkan structural composite adalah komposit yang terdiri dari lamina dan panel sandwich (Lestari, 2008) sebagaimana ditunjukan pada gambar 2.1 (Widyastuti, 2009) berikut :

Gambar 2.1. Klasifikasi komposit berdasarkan jenis penguat. Komposit

Partikulat

Panel Sandwich Penguatan

dispersi Partikulat

Besar

Struktural Fiber

Acak (Random) Terikat

(Aligned)

Lamina Kontinyu


(19)

Sedangkan berdasarkan matriknya, komposit dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu polymer Matrix Composite (PMC), Metal metrix Composite (MMC) dan Ceramic Matrix Composite (CMC) seperti yang ditunjukan pada gambar 2 berikut.

Gambar 2.2. Klasifikasi komposit berdasarkan matrik.

Polymer Matrix Composite (PMC) adalah salah satu jenis komposit yang merupakan kombinasi antara dua material atau lebih dengan matrik berupa polimer, yang memiliki kekakuan dan kekuatan spesipik yang tinggi serta lebih ringan dari material konvensional. Metal Matrix Composite (MMC) adalah salah satu jenis komposit dengan matrik berupa logam, yang memiliki kuat tekan dan geser yang baik, tidak mudah terbakar dan tidak menyerap kelembaban, tahan terhadap temperatur tinggi, memiliki ketahanan arus dan muai termal yang baik serta transfer tegangan dan regengan yang baik dibandingkan dengan Polymer Matrix Composite (PMC). Sedangkan jenis komposit dengan matrik yang terbuat dari bahan keramik disebur dengan Ceramic Matrix Composite (CMC). keuntungan dari CMC adalah dimensinya stabil bahkan lebih stabil dari pada logam, mempunyai karekteristik permukaan yang tahan arus, daya tahan terhadap kimia yang tinggi dan tahan terhadap korosi (Lestari, 2008)

Metal Matrix Composite (MMC)

Komposit

Polymer Matrix Composite (PMC)

Ceramic Matrix Composite (CMC)


(20)

2.2. Bunyi

2.2.1. Definisi Bunyi

Bunyi mempunyai dua definisi, yaitu secara fisis dan secara fisiologis. Secara fisis bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Secara fisiologis bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan secara fisis. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik, atau garputala yang dipukul. Dari uraian diatas maka untuk mendengar bunyi dibutuhkan tiga hal berikut, yaitu: sumber atau obyek yang bergetar, medium perambatan, dan indera pendengaran. Medium perambatan harus ada antara obyek dan telinga agar perambatan dapat terjadi. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan perenggangan partikel-partikel udara yang bergerak ke arah luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Penyimpangan tekanan ditambahkan pada tekanan atmosfir yang kira-kira tunak (steady) dan ditangkap oleh telinga. Partikel-partikel udara yang meneruskan gelombang bunyi tidak berubah posisi normalnya, mereka hanya bergetar sekitar posisi kesetimbangannya, yaitu posisi partikel jika tidak ada gelombang bunyi yang diteruskan.

Gelombang suara adalah gangguan yang dirambatkan pada medium elastik, yang berupa gas, cair, atau padat. Seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam arah frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik. Ketika suara menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi dalam


(21)

gelombang bunyi dapat diteruskan, diserap atau dipantulkan oleh batas tersebut. Pada umumnya ketiganya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya (Lord, 1980 dalam Himawanto, 2007). Fenomena gelombang suara yang terjadi berupa suara yang diserap (absorb), dipantulkan (reflected) dan diteruskan (transmitted) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 2.3. Fenomena gelombang suara oleh suatu bahan. (Sumber : FTI ITB 2009).

2.2.2.Karakteristik Gelombang Bunyi

Karekteristik dari gelombang bunyi ditunjukkan oleh besaran-besaran yang penting yang mendiskripsikan gelombang sinusoidal seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini:


(22)

2.2.3. Pengukuran Bunyi

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan (range) frekuensi

audio sekitar 20 Hz-20.000 Hz. Bunyi pada frekuensi dibawah 20 Hz disebut bunyi infrasonic dan diatas 20.000Hz disebut bunyi ultrasonic. Bunyi masih dibedakan lagi menjadi bunyi-bunyi dengan frekuensi rendah (<1000 Hz), frekuensi sedang (1000Hz - 4000 Hz) dan frekuensi tinggi (>4000 Hz). Menurut penelitian telinga manusia lebih nyaman mendengarkan bunyi-bunyi dalam frekuensi rendah. Kekuatan bunyi secara umum dapat diukur melalui tingkat

bunyi (sound levels). Cara pengukuran kekuatan bunyi berdasarkan jumlah energi

yang diproduksi oleh sumber bunyi disebut sound power, yang dilambangkan

dengan (P) dalam satuan Watt (W). Pengukuran kekerasan bunyi juga dapat

dilakukan dengan sound intensity (I), satuan dalam Watt/m². Intensitas bunyi (I)

adalah jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang per detik. Ketika

sebuah objek sumber bunyi bergetar dan getarannya menyebar kesegala arah, sebaran ini akan menghasilkan ruang berbentuk seperti bola. Pada titik tertentu dalam bola tersebut, intensitas bunyinya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut

:

I =

(1)

Dengan : I = intensitas bunyi pada jarak r dari sumber bunyi (Watt/m²)


(23)

2.3. Akustik

2.3.1. Definisi Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani akoustikos, artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi dan suara (Suptandar, 2004). Akustik sekam padi berhubungan langsung dengan segala aspek yang berkaitan dengan suara dari dinding suara yang diproduksi oleh pohon dan hutan, penggunaan sekam sebagai panel akustik, karakteristik emisi akustik dari jenis sekam padi yang berbeda, pengaruh pertumbuhan, kelembaban, modulus elastik sekam padi, dan kandungan bahan kimia pada sekam yang mempengaruhi sifat akustik (Bucur, 2006). Sifat akustik sekam padi berhubungan dengan produksi suara yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi sekam padi dalam bentuk gelombang suara (Tsoumis, 1991). Medium gelombang bunyi dapat berupa zat padat, cair, ataupun gas. Frekuensi gelombang bunyi dapat diterima manusia berkisar antara 20Hz sampai 20kHz, atau dinamakan sebagai jangkauan yang dapat didengar (Young & Freedman, 2003).

2.3.2. Pemantulan (Reflection) Bunyi

Permukaan yang keras, licin dan rata memantulkan hampir semua energi bunyi yang jatuh padanya. Gejala pemantulan bunyi ini hampir sama dengan pemantulan cahaya yang terkenal, karena sinar bunyi datang dan pantul terletak


(24)

dalam satu bidang datar yang sama dan sudut gelombang bunyi datang sama dengan sudut gelombang bunyi pantul.

Gambar 2.5. Pemantulan gelombang bunyi pada permukaan datar.

2.3.3. Penyerapan (Absorption) Bunyi

Bahan lembut, berpori, kain dan juga manusia, menyerap sebagian besar gelombang bunyi yang menumbuk mereka, dengan kata lain mereka adalah penyerap bunyi. Hal yang menunjang penyerapan bunyi antara lain, lapisan permukaan dinding, lantai, atap, isi ruangan dan udara dalam ruang. Akan tetapi lebih efektif penyerapan jika panel ditambahkan pada dinding seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3 besarnya penyerapan bunyi sangat dipengaruhi berapa besar nilai kerapatan dari material penyerap bunyi yang digunakan. Besar nilai kerapatan adalah perbandingan berat dan volume dari material peredam bunyi.

Gelombang Datang

Gelombang Pantul Garis Normal


(25)

ρ =

(2) Dengan: ρ = densitas ( )

m = berat material (kg) v = volume (m³).

Sound Absorbtion atau penyerapan suara merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas. Pada umumnya, sekam padi menyerap suara yang diarahkan kepadanya. Kecepatan suara di sekam lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan suara di besi ataupun kaca, hal ini dikarenakan sekam padi memiliki pori-pori (Jailani et al. 2004). Menurut Tsoumis (1991), bagian dari energi akustik yang masuk kedalam sekam padi diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi termal atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari sekam untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorbtion.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan sekam, modulus of elasticity, kadar air, temperatur, intensitas dan frekuensi dari suara, serta kondisi pada sekam padi. Sekam dengan kerapatan dan modulus of elasticity yang rendah, serta kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara. Material akustik dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrie material), material peredam (damping material). Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous), berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif. Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada


(26)

umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya, karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor (Wirajaya, 2007). Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefinisikan sebagai koefisien absorbsi (α).

(

α

) =

(3)

Bila permukaan bahan tersebut tidak seragam, maka koefisien absorbsi lokal (α) pada suatu tempat dipermukaan bahan tersebut dengan luas permukaan (S). Sedangkan (Si) merupakan bagian luasan yang diambil datanya untuk memperoleh tingkat perataan suatu bahan peredam suara. Koefisien serap (αi) pada nilai tertentu pada setiap tempat dipermukaan bahan tersebut. Maka koefisien absorbsi rata-rata dari bahan tersebut didefinisikan sebagai berikut:

α =

(4)

Berdasarkan arah datangnya gelombang suara, koefisien absorbsi suara ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu koefisien absorbsi suara normal (αn) dan koefisien absorbsi suara sabine atau acak (α). Koefisien absorbsi suara normal untuk gelombang suara yang datang tegak lurus terhadap permukaan bahan, sedangkan koefisien absorbsi suara sabine untuk gelombang suara yang datang dari berbagai arah.


(27)

2.4. Sekam Padi

2.4.1. Definisi Sekam Padi

Sekam padi adalah bagian kulit terluar atau lapisan keras pembungkus kariopsis dari butir padi yang terdiri dari dua belahan saling bertautan yaitu yang disebut lemna atau palea (Nugraha dan Setiawati, 2001).

Gambar 2.6. kulit sekam padi.

Gambar 2.6 menjelaskan kulit sekam padi atau lapisan pembungkus terlepas dan terpisah ketika proses penggilingan dilakukan yang menghasilkan produksi utama yaitu berupa beras sebagai sumber pangan dan sekam padi sebagai produk sisa atau bahan limbah yang keberadaannya saat ini berlimpah, diperkirakan 20% dari berat padi adalah sekam padi (Hara, 1986) dan hingga saat ini, keberadaan sekam padi belum dimanfaatkan secara optimal (Harsono, 2002).

Penumpukan sekam padi secara berlebihan yang dampak negatif terhadap lingkungan dan apabila dilakukan pembakaran secara langsung akan mengakibatkan polusi udara yang berpengaruh terhadap kesehatan (Nugraha dan Setiawati, 2001).


(28)

2.4.2. Komposisi Kimiawi Sekam Padi

Sekam padi merupakan bahan berserat tinggi dengan komposisi kimia yang terdiri atas kandungan utama yaitu 33-34% berat selulosa, 19-47% berat lignin, 17-26% berat hemiselulosa. Sekam padi juga memiliki beberapa kandungan komposisi zat organik dan zat organik. Komposisi zat organik terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1. Komposisi kimia zat organik yang terkandung pada sekam padi

(Nugraha dan Setiawati, 2001).

Komposisi Kimiawi Kandungan (% berat )

Kadar air 9.02

Protein Kasar 3.03

Lemak 1.18

Serat Kasar 35.68

Abu 17.71

Karbohidrat Kasar 33.71

Karbon 1.33

Berdasarkan Tabel 2.1 menunjukan bahwa kandungan yang terdapat dalam sekam padi memiliki komposisi kimia zat organik paling dominan adalah serat kasar sebesar 33.68% berat dan korbohidrat kasar sebesar 33.71% berat dan selebihnya terbagi atas kadar air, protein, lemak dan zat arang. Selain komposisi sekam padi yang terdapat dalam tersebut, ternyata sekam padi juga mengandung komponen lain yang ditunjang pada Tabel 2.2 yaitu sebagai berikut :


(29)

Tabel 2.2. Komponen zat anorganik yang terkandung pada sekam padi (Harsono, 2002).

Komponen Unsur Logam

Sekam padi Dioven (% berat)

Sekam padi Dijemur (% berat)

Na 0.0065 0.0070

Fe 0.0043 0.0054

Ca 0.0006 0.0007

K 0.0924 0.0727

Mg 0.0010 0.0011

Si 56.8081 74.6304

P 0.0041 0.0050

Cl 0.0559 0.0669

Berdasarkan tabel Tabel 2.2, bahwa komponen yang paing dominan dalam sekam padi adalah unsur silikon (Si), yaitu sebanyak 56.81% menurunnya laju pengeringan menyebabkan difusi air ke permukaan berjalan lamban dan mengakibatkan air dalam sekam tidak seluruhnya diuapkan. Sedangkan kandungan yang paling rendah adalah karbon yaitu sebanyak 0.0006%. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka faktor-faktor diatas merupakan hal yang berpengaruh dalam kegunaan sekam padi sebagai bahan beton redam suara. Kandungan-kandungan pada tabel tersebut dapat berpengaruh dalam pengikatan saat dicampur dengan bahan-bahan lain (Bragman dan Goncalves, Della, dkk, 2006).


(30)

2.4.3. Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Batako Redam Suara

Adapun beberapa aplikasi pemanfaatan batako sekam padi adalah sebagai berikut: 2.4.3.1. Dinding Rumah Redam Suara

Untuk mencegah perambatan bunyi antar ruang (kebisingan), elemen lain yang perlu mendapat perhatian adalah dinding pembatas yang memisahkan antar ruang dalam bangunan. Transmisi bunyi dari suatu ruang ke ruang lain sangat tergantung oleh ada tidaknya resonansi yang dialami dinding pembatas kedua ruangan, yaitu bahwa sumber bunyi yang ada pada suatu ruang menyebabkan pembatas ruang beresonansi dan meneruskan resonansi ke ruang di sebelahnya. Bila resonansi yang menimpa pembatas dapat ditekan maka transmisi bunyi dapat diminimalkan.

Penggunaan material pembatas yang berlapis-lapis akan memaksimalkan refraksi sehingga bidang pembatas menjadi peredam yang semakin baik. Mediastika (2008) melakukan penelitian pada sekam padi sebagai bahan panel akustik peredam bunyi dengan matrik semen. Penelitian dilakukan dengan mengambil sekam padi yang sudah dibersihkan dari kotoran yang melekat. Memanfaatkan sekam padi menggunakan semen cair tiap lapisannya, maka diharapkan dapat mengurangi kebisingan di suatu ruang. Gambar 2.7 berikut ini merupakan pemanfaatan sekam padi sebagai dinging redam suara.


(31)

.

Gambar 2.7.(a). Batako sekam padi, (b). Dinding batako sekam padi (Mediastika, 2008).

2.4.3.2. Peredam Suara Pada Tempat Musik

Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Namun suara yang menggunakan frekuensi yang tinggi akan membuat kebisingan jika tidak ditanggulangi dengan batako sekam padi suara yang dihasilkan dari dalam sebagian besar akan dipantulkan dan sebagian kecil akan diteruskan keluar (meminimalisir kebisingan). Dalam pembuatannyapun tidak terlalu memakan biaya yang terlalu mahal.

Gambar 2.8. Dinding redam suara pada ruangan bermusik.


(32)

2.4.3.3. Sekam Padi Sebagai Peredam Suara Ruang Meting Perkantoran Kantor merupakan tempat yang tingkat konsentrasi cukup tinggi, sehingga membutuhkan ketenangan dan tidak terganggu dari suara-suara dari luar ruangan. Oleh karena itu, batako sekam padi dapat difungsikan sebagai peredam ruangan tersebut. Dikarenakan dengan adanya peredam suara maka saat jalannya meeting konsentrasipun tidak terpecah karena pengaruh suara dari luar ruangan.

Gambar 2.9. Dinding redam suara pada ruang meeting perkantoran. 2.5. Batako

2.5.1. Definisi Batako

Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen Portland dan air dengan perbandingan 1 semen, 4 pasir.

Karakteristik bata beton yang umum ada dipasaran adalah memiliki densitas rata-rata >2000kg/m3, dengan kuat tekan bervariasi 3-5 Mpa. Ditinjau dari densitasnya batako tergolong cukup berat sehingga untuk proses pemasangan sebagai konstruksi dinding memerlukan tenaga yang cukup kuat dan waktu yang lama. Faktor yang mempengaruhi mutu batako tergantung pada :


(33)

1. Faktor air semen 2. Umur batako 3. Kepadatan batako

4. Bentuk dan struktur batuan 5. Ukuran agregat, dan lain-lain.

Salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding (Susilorini, Rr. M.I. Retno, dkk, 2009).

2.5.2. Klasifikasi Batako

Berdasarkan PUBI 1982, sesuai dengan pemakaiannya batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :

1. Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi dari cuaca luar.

2. Batako dengan mutu A2, adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester.


(34)

3. Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari cuaca luar (untuk konsruksi di bawah atap).

4. Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindungi.

2.5.3. Beton Ringan (Lighweight Concrete)

Pembuatan beton ringan pada prinsipnya membutuhkan rongga didalam beton. Keuntungan lain dari beton ringan antara lain yaitu memiliki nilai tahan panas yang baik, memiliki tahanan suara (peredam) yang baik, tahan api. Sedangkan kelemahan beton ringan adalah nilai kuat tekannya lebih kecil dibandingkan dengan beton normal sehingga tidak dianjurkan penggunaanya untuk struktural. Secara garis besar pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu : 1. Untuk non struktur dengan nilai densitas antara 240-800kg/m3 dan kuat tekan

dengan nilai 0.35-7MPa digunakan untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. 2. Untuk struktur ringan dengan nilai densitas antara 800-1400kg/m3dan kuat

tekan dengan nilai 7-17MPa digunakan dengan dinding memikul beban.

3. Untuk struktur dengan nilai densitas antara 1400-1800kg/m3 dan kuat tekan >17MPa digunakan sebagai beton normal.

Pembagian beton ringan menurut penggunaan dan persyaratannya dibagi atas (Newmann, John dan Choo, dkk, 2003).

1. Beton dengan berat jenis rendah (Low Density Concrete) dengan nilai densitas 240-800 kg/m3 dan nilai kuat tekan 03.5-6.9 MPa.


(35)

2. Beton dengan menengah (Moderate Trenght Lighweight Concrete) dengan nilai densitas 800-1440 kg/m3 dan nilai kuat tekan 6.9-17.3 MPa.

3. Beton ringan struktur (Structural Lighweight Concrete) dengan nilai densitas 1440-1900 kg/m3 dan nilai kuat tekan >17.3 MPa.

2.5.4. Bahan Penyusun Batako

Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan adalah pasir, semen dan air. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan batako adalah sebagai berikut :

2.5.4.1. Portland Cement (PC)

Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan sifat kohesif yang digunakan sebagai bahan pengikat (bonding material) yang dipakai bersama dengan batu kerikil, pasir dan air. Portland semen merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat anorganik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik.

Semen Portland adalah material yang mengandung paling tidak 75% kalsium silikat (3CaO dan 2CaO, sisanya tidak berkurang dari 5% berupa Al silikat, Al ferit silikat, dan MgO). Pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling terpenting dari PortlandCement adalah : 2SiO2SiO).

1. Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2 2. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3


(36)

Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaan dilakukan terhadap yang masih berbentuk kering, pasta semen yang masih keras dan beton yang dibuat darinya.

Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin sedikit kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sebesar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.

2.5.4.2. Pasir

Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada. Pada pembuatan batako ringan ini digunakan pasir yang lolos ayakan kurang dari 5 mm dan harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut persyaratan bangunan Indonesia agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.

2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0.063 mm.


(37)

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton (Mehta, P Kumar, dkk,1993).

2.5.4.3. Air

Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas batako. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:

a. Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak dari pada beton.

b. Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.

c. Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.

Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan sulit dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan beton


(38)

akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras (Neville AM, 1999).

2.6. Karakterisasi

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian, yaitu: pengujian sifat fisis (densitas, porositas), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, konduktivitas termal dan kuat redam bunyi).

2.6.1. Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.

Densitas didefinisikan sebagai kepadatan suatu zat yang dirumuskan secara matematika berupa perbandingan massa benda dengan volumenya. Namun jika pengukuran volume benda sulit dilakukan, karena bentuk benda tidak teratur, pengukuran densitas dapat pula menggunakan prinsip Archimedes, dengan persamaan (ASTM C 134-95) sebagai berikut :

(5) Dengan:

ρ = densitas (gr/cm3)

mk = massa kering sampel (gr)


(39)

mB = massa basah sampel yang digantung di dalam air setelah sebelumnya

direndam dalam air (gr) mkwt = massa kawat (gr)

ρ H2O = 1 gr/cm3.

2.6.2. Porositas

Porositas merupakan persentase perbandingan volume kosong (rongga) dengan volume benda padatnya. Ada dua jenis porositas, yakni porositas terbuka dan porositas tertutup. Pada porositas tertutup, rongga di dalam suatu benda tidak dapat ditembus oleh air, sehingga pengukuran porositas tertutup sulit dilakukan. Sedangkan porositas terbuka mempunyai akses dengan permukaan luar meskipun rongga berada di tengah-tengah benda. Sehingga yang biasanya diukur adalah porositas terbuka yang dinyatakan dalam persamaan (ASTM C 20-00):

(6) Dengan :

P = porositas (%)

mj = massa jenuh setelah direndam selama 24 jam (gr)

mk = massa kering sampel (gr)

mB = massa basah sampel yang digantung di dalam air (gr)

mkwt = massa kawat (gr). 2.6.3. Kuat Tekan

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan dari


(40)

alat Universal Testing Machine (UTM). Bentuk sampel uji biasanya berbentuk silinder dengan perbandingan panjang dan diameter (L/d) adalah 1:3. Pengujian sampel untuk menentukan modulus elastisitas (Rosalina, 2012). Pengukuran kuat tekan sampel dapat dihitung mengacu terhadap (ASTM C 39/C 39M-01) persamaannya sebagai berikut:

Kuat Tekan = (7)

Dimana:

F = gaya penekan (kg)

A = Luas penampang yang terkena penekanan gaya (cm2).

2.6.4. Konduktivitas Termal

Pengukuran konduktivitas termal adalah untuk mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi, sehingga dengan mengetahui besarnya konduktivitas termal dari suatu bahan (material) maka dapat diperkirakan aplikasi material tersebut untuk selanjutnya pengujian konduktivitas termal dari sampel dapat diukur dengan menggunakan standar (ASTM C 177-97) yang memenuhi persamaan sebagai berikut :

(8) Dimana:

k = konduktivitas termal (W/moK) ; L = ketebalan plat (m)

w/ t = laju aliran energy (J/s) T = selisih temperatur plat (K) A = luas permukaan bahan (m2)


(41)

2.6.5. Kemampuan Redam Suara

Besarnya penyerapan suara atau daya redam suara dari suatu material perlu diukur, guna mengetahui sejauh mana aplikasi material tersebut dapat diterapkan. Level intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dalam desible (dB).

Gambar 2.11. Sound Level Meter.

Pengujian kuat redam suara dapat dihitung dengan mengacu pada (Wirajaya, 2007) persamaannya adalah sebagai berikut:

(9) Dimana :

α = koefisien absorpsi

Io = Intensitas suara datang (dB) I = Intensitas suara disesap (dB).

Koefisien absorbsi suara yaitu perbandingan antara energi suara yang diserap oleh bahan terhadap energi suara yang menuju permukaan bahan dengan asumsi tidak ada energi suara yang ditransmisikan. Nilai penyerapan (α) berkisar dari 0-1. Jika

α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap. Sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan (Lee, 2003). Menurut Sarwono (2008) bahwa suatu bahan absorber baik dalam menyerap suara jika nilai


(42)

koefisien absorbsinya lebih dari 0.2. Level dan intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dalam besaran desible (dB). Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah keenergi kalor (Wirajaya, 2007).


(43)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan maret sampai dengan juni 2013. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji tekan dilakukan di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

3.2.Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Penelitian batako komposit sekam padi ini menggunakan alat-alat seperti: paralon silinder (d : 5cm dan t : 4cm ), spatula, gelas ukur.

3.2.2.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : semen, pasir (5mm), sekam padi, air (5% volume semen).

3.3.Preparasi Sampel

Preparasi sampel diawali dengan mempreparasi terlebih dahulu sekam padi yang ingin digunakan yaitu dengan cara membersihkan dari kotoran-kotoran yang


(44)

bercampur dengan sekam padi, kemudian sekam padi dicuci dengan air sampai bersih dan direndam selama 1 jam. Sekam padi yang mengapung dibuang dan yang tenggelam diambil lalu direndam lagi dengan air hangat selama 6 jam agar kotoran-kotoran yang menempel seperti tanah, debu dan zat-zat pengotor lainnya dapat terlepas dari sekam padi (Sembiring, 2012). Lalu meniriskan sekam padi dan mengeringkannya dengan menggunakan sinar matahari selama 2 hari. Meratakan sekam padi selama proses penjemuran agar kering secara menyuluruh. Lalu menyiapkan bahan-bahan lain seperti air, semen dan pasir. Setelah menyiapkan bahan-bahan secara keseluruhan maka dibuatlah cetakan sampel batako yaitu dengan menggunakan paralon dengan diameter 5 cm dengan tinggi 4 cm.

3.4. Variabel dan Parameter

Variasi persentase volume menggunakan metode padatan dan parameter percobaan komposit beton ringan sekam padi adalah sebagai berikut:

1. Variasi persentase volume komposisi semen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 10, 20, 30%.

2. Variasi persentase volume komposisi pasir pada penelitian ini adalah : 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80%.

3. Variasi persentase volume komposisi sekam padi yang digunakan adalah : 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80%.

Parameter-Parameter yang dilakukan meliputi pengujian : Densitas, porositas, kuat tekan, kuat redam, dan konduktivitas termal.


(45)

Pada tabel 3.1 sampai 3.3 dibawah ini memperlihatkan kompoisi bahan baku (pasir, semen, dan sekam padi) pada pembuatan komposit beton ringan sekam padi.

Tabel 3.1. Komposisi campuran bahan baku sekam padi dengan persentase volume semen 10% dari 100% keseluruhan total : sekam padi, pasir, semen.

Kode Sampel

Semen (%) Pasir (%) Sekam padi (%)

S10SP10 10 80 10

S10SP20 70 20

S10SP30 60 30

S10SP40 50 40

S10SP50 40 50

S10SP60 30 60

S10SP70 20 70

S10SP80 10 80

Tabel 3.2. Komposisi campuran bahan baku sekam padi dengan persentase volume semen 20% dari 100% keseluruhan total : sekam padi, pasir, semen.

Kode sampel Semen (%) Pasir (%) Sekam padi (%)

S20SP10 20 70 10

S20SP20 60 20

S20SP30 50 30

S20SP40 40 40

S20SP50 30 50

S20SP60 20 60


(46)

Tabel 3.3. Komposisi campuran bahan baku sekam padi dengan campuran semen 30% dari 100% dari persentase volume keseluruhan total : sekam padi, semen, pasir.

Kode Sampel Semen(%) Pasir (%) Sekam Padi (%)

S30SP10 30 60 10

S30SP20 50 20

S30SP30 40 30

S30SP40 30 40

S30SP50 20 50

S30SP60 10 60

3.5. Prosedur Pembuatan Sampel Komposit

Prosedur penelitian ini yang pertama dilakukan adalah mempreparasi sampel atau menyiapkan keseluruhan alat dan bahan. Proses selanjutnya pembuatan komposit beton ringan dengan menggunakan metode padatan. Masing-masing bahan baku yaitu semen, pasir, sekam padi dilakukan pengukuran sesuai dengan komposisi volume yang telah ditentukan pada tabel 3.1-3.3. Adapun diagram alir metode penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1. Diagram alir proses preparasi komposit beton sekam padi.

Semen Pasir Sekam Padi

Pencampuran (air 5% dari Semen)

Pengerasan Penimbangan

Pengujian Pencetakan


(47)

Pada penelitian ini air digunakan sebagai pengencer semen agar mempermudah semen dan bahan lainnya tercampur. Setelah preparasi sampel diatas dilakukan pencetakan yaitu dengan cara mencampurkan terlebih dahulu bahan-bahan yang terdiri dari semen, sekam padi dan pasir sesuai komposisi sampai merata keseluruhan atau homogen. Selanjutnya bahan adonan (slurry) tersebut ditambahkan air lalu diaduk kembali sampai merata. Setelah homogen adonan dituangkan ke dalam cetakan yang terbuat dari pipa paralon dengan bentuk sampel berupa lingkaran yang mempunyai ukuran diameter 5 cm dan tinggi 4 cm. Setelah adonan dicetak kemudian dikeringkan selama 28 hari pada sinar matahari agar panas yang bertahap masuk merata pada setiap ruang sampel. Sampel yang telah mengalami pengerasan kemudian dilakukan pengujian, meliputi densitas, porositas, konduktivitas termal, kuat tekan, dan kuat redam bunyi.

3.6.Karekterisasi

3.6.1. Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran densitas masing-masing komposisi yang telah dibuat, dilakukan sebagai berikut :

1. Sampel yang telah mengalami pengerasan (ageing). 2. Kemudian timbang massa sampel kering (mk).

3. Sampel iyalah ditimbang, kemudian diukur dengan massa dalam air (mb), dengan menggunakan kawat penggantung.

4. Sampel yang telah diukur massanya dan massa didalam air, dilakukan penghitungan menggunakan ASTM C 134-95 yaitu persamaan (5).


(48)

3. 6.2. Porositas

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah suatu volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari zat padat.

Pengukuran porositas dari sampel yang telah dibuat, dilakukan sebagai berikut : 1. Sampel direndam dalam air selama 24 jam sampai semua air meresap ke dalam

rongga sampel.

2. Sampel yang telah direndam, kemudian ditimbang menggunakan neraca digital untuk mencari massa basahnya (mj).

3. Mengukur massa dalam posisi rongga terisi air, dengan cara menggantungkan sampel didalam air diatas neraca digital sehingga didapatkan (mB).

4. Sampel yang telah diambil datanya selanjutnya dihitung dalam persamaan (6) mengacu pada ASTM C 20-00.

3.6.3. Kuat Tekan (Compressive strength)

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan, dilakukan pengujian adalah sebagai berikut :

1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung A = π(d2/4).

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk mengerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi jarum penunjuk tepat pada angka nol.


(49)

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada ditengah pada posisi pemberian gaya, dan arahkan swicth ON/OF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan 4mm/menit.

4. Apabila sampel telah pecah, lalu arahkan swicth kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display saat sampel tersebut rusak.

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) mengacu pada ASTM C 39/C39M - 01 dan dapat dihitung dengan persamaan (7).

3.6.4. Konduktivitas Termal

Untuk mengetahui besarnya konduktivitas thermal dari sampel, dilakukan pengujian sebagai berikut :

1. Sampel dibuat berbentuk silinder dengan diameter 5 cm, dan tebal 4 cm, dan hitung luas permukaan πr2t.

2. Mengukur ketebalan plat (L) alas sampel bawah dan atas catat berapa ukuran ketebalan (m).

3. Letakkan benda uji diatas pelat alas tersebut dan oleskan permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik dan plat kedua diletakkan di atas sampel.

4. Atur laju aliran kalor dw/dt sebesar 100 J/s.

5. Sensor Ta diletakkan diplat alas dan Sensor Tb diletakkan plat diatas sampel. 6. Catat temperatur Ta dan Tb sampai kondisi kesetimbangan (stady state)

tercapai.


(50)

3.6.5. Kemampuan Redam Suara

Untuk mengukur kemampuan redam suara diperlukan sinyal generator yang frekuensinya dapat diatur dan loudspeker untuk menghasilkan suara dari sinyal generator. Taraf intensitas suara yang keluar dari loudspeker tersebut di ukur dengan alat sound level meter, kemudian suara tersebut dilewatkan melalui sterofom yang telah dilubangi. Kemudian diukur lagi taraf intensitasnya ketika keluar dari sterofoam tersebut. Selisih taraf intensitas suara masuk dan suara keluar merupakan daya redam sampel tersebut. Kemudian dihitung dengan mengacu pada (Wirajaya, 2007) pada persamaan (9).


(51)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh batako beton ringan sekam padi terhadap kekuatan komposit beton ringan tersebut dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan sekam padi terhadap kekuatan rendam suara terhadap sifat mekanis dan sifat fisis komposit beton ringan sekam padi. Penelitian ini mencampurkan antara bahan-bahan yaitu sekam padi, semen,dan pasir menggunakan komposisi volume dengan menggunakan metode padatan. Proses pemanasan pada penelitian ini menggunakan panas alami atau dijemur sinar matahari selama 28 hari, untuk menjawab tujuan dari penelitian ini maka dilakukan pengujian fisis (densitas, porositas) dan pengujian mekanis (kuat tekan, konduktivitas termal, uji redam). Fungsi dari pengujian tersebut adalah untuk mengetahui karekteristik dari komposit bata beton redam suara dengan menggunakan bahan campuran limbah sekam padi.

4.1. Hasil Preparasi Batako Beton Ringan Sekam Padi

Sekam padi diperoleh dari pabrik penggilingan padi di Desa Rejosari Mataran, Kec. Seputih Mataram, Kab. Lampung Tengah. Kemudian dipreparasi dengan cara membersihkan kotoran-kotoran yang bercampur sekam padi lalu rendam, sekam padi yang mengapung dibuang dan sekam padi yang tenggelam dipisahkan kemudian dijemur sampai kering. Memotong paralon silinder (d : 5cm, t : 4cm)


(52)

sebanyak 21 potong. Lalu sekam padi, semen, pasir dan air konstan yaitu 5% dari volume semen, dicampur sesuai dengan variabel dan parameter yang telah dijelaskan pada Bab 3.3.

(a) (b)

Gambar 4.1(a). Bahan beton ringan yang terdiri dari semen, pasir dan sekam padi. Gambar 4.1(b). Ketiga bahan tersebut dimasukkan ke dalam satu wadah, kemudian dilakukan proses pengadukan agar tercampur merata atau homogen yang ditambahkan oleh air sebesar 5%. Kemudian bahan-bahan yang telah diaduk ditambahkan oleh air sebagai pembantu dalam pengikatan semen, kemudian dimasukkan kedalam cetakan, lalu dilakukan proses pemadatan.

(a) (b)

Gambar 4.2(a). Bahan-bahan yang telah diaduk dimasukkan dalam wadah cetak paralon. Gambar 4.2(b). Proses pemadatan.


(53)

Gambar 4.3. Bahan-bahan yang telah dipadatkan kedalam cetakan paralon kemudian dijemur dengan sinar matahari selama 28 hari.

Pada proses pemanasan sampel-sampel dijemur dan diharuskan permukaan sampel terkena kesuluruhan oleh panasnya sinar matahari. Sehingga dalam pemanasan 28 hari kandungan air yang terdapat pada bahan dapat menguap merata sehingga semen dapat mengeras secara maximal dan diperoleh hasil kekerasan yang baik secara keseluruhan sampelnya.

Gambar 4.4. Hasil komposit batako beton ringan dari proses pemanasan yang siap untuk dikarekterisasi.

Pada umur 28 hari semen akan mempunyai kekerasaan mencapai nilai maksimum dapat diketahui pula dari warna semen yang cerah dari sebelumnya dan juga terbukti pula dari penelitian (Tjokrodimulyo, 1995). Beton menurut pengertian dasarnya juga dapat diartikan campuran dari dua bagian yaitu agregat dan mortar. Mortar terdiri dari semen portland dan air yang mengikat agregat (pasir dan bahan penambah) menjadi suatu massa seperti batuan, ketika pasta tersebut mengeras akibat dari reaksi kimia seperti semen dan air (Nugraha, 1989).


(54)

4.2. Hasil Karekterisasi

Batako beton ringan sekam padi dikarekterisasi untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan material yang terdapat didalamnya. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian fisis (densitas, porositas), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, konduktivitas termal dan kuat redam bunyi). Adapun hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :

4.2.1. Hasil Uji Densitas

Setelah dilakukan pengujian densitas pada keseluruhaan untuk mengetahui tingkat kerapatan suatu beton ringan. Berdasarkan data data statistik pada lampiran 1, yang ditunjukkan pada lampiran nilai kerapatan atau densitas yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan berkisar antara 1.96 gr/cm3–1.13gr/cm3. Mengacu pada standar JIS A 5908 : 2003 maka seluruh panel akustik papan partikel memenuhi standar pada kerapatan yang ditetapkan yaitu lebih dari 0.4 g/cm3. Adapun grafik yang diperoleh dari uji yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Gambar 4.5. Grafik hasil uji densitas komposit batako sekam padi dan perbandingan terhadap linieritas.

y = -0.007x + 1.735 R² = 0.984 y = -0.002x + 1.752

R² = 0.9601 y = -0.006x + 2.009

R² = 0.977 0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

De n sit as gr /cm 3

Sekam Padi (% volume)

Semen 10% Semen 20% semen 30%


(55)

Berdasarkan Gambar grafik 4.5 diperoleh masing-masing persamaan. Diketahui bahwa x adalah persentase volume sekam padi sedangkan y merupakan besar densitas. Dapat dianalisis bahwa angka disebelah x bertanda negatif (-) menyatakan adanya penurunan besar densitas, sedangkan angka setelah x menunjukkan besar angka konstanta yang menunjukkan semakin besar tingkat kesalahannya. Pada keseluruhan sampel batako sekam padi diperoleh grafik korelasi yang mendekati 100% artinya bahwa penurunan nilai densitasnya dapat dikatakan linier.

Berdasarkan Gambar 4.5 terdapat 3 grafik yaitu pada grafik semen 10% dengan bahan keseluruhan yaitu semen tetap 10%, pasir mencapai 80-10%, bahan pengisi sekam padi 10-80% mempunyai nilai densitas 1.67-1.33gr/cm3. Pada grafik semen 20% yaitu kandungan dengan semen tetap 20%, pasir mencapai 70-10% dan bahan pengisi sekam padi 10-70% mempunyai nilai densitas 1.79-1.59gr/cm3. Pada grafik semen 30%, bahan-bahan keseluruhan adalah semen tetap 30%, pasir 60-10% dan bahan pengisi sekam padi 10-60% mempunyai nilai densitas sebesar 1.96-1.61gr/cm3. Adapun besar densitas tertinggi adalah sampel S30SP10 dapat dilihat pada grafik diatas dengan perbandingan yaitu semen 30%, pasir 60%, sekam padi 10% dengan nilai sebesar 1.96 gr/cm3. Jika menurut standar JIS A 5908 : 2003 batako ini telah memiliki persaratan akan beton berpori yaitu lebih dari 0.4 gr/cm3.

Hasil densitas atau kerapatan terjadi penurunan dikarenakan adanya factor butir sampel, pori, komposisi bahan itu sendiri. Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal yaitu terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam pengikatannya ( Mulyono, 2008 ). Pori


(56)

pada batako sekam padi ini diakibatkan adanya butir yang cukup besar seperti sekam padi yang kurang mampu masuk kedalam lubang-lubang jarak antar butir. Sehingga penambahan sekam padi akan mempengaruhi penambahan pori pada sampel ini. Sedangkan komposisi juga berpengaruh terhadap densitas dikarenakan jika kita menggunakan komposisi yang memiliki tingkat kekerasan tinggi dan mempunyai ukuran yang dapat memasuki celah pori maka akan meningkatkan nilai densitas seperti abu terbang, abu sekam padi dengan komposisi yang tepat. Tetapi jika komposisi batako sebagai bahan pengisi batako ditambahkan bahan yang memiliki tingkat kekerasan rendah dan mempunyai ukuran butir padi yang sangat besar seperti sekam padi maka akan mengurangi besaran densitas batako itu sendiri.

Pengikatan juga dapat diartikan sebagai perubahan bentuk dari bentuk cair menjadi bentuk padat, tetapi masih belum memiliki kekuatan. Pengikatan ini terjadi akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen ( Nugraha, 1989 ). Semakin tinggi faktor air semen semakin lambat kenaikan kekuatan

beton, semakin tinggi suhu perawatan semakin cepat kenaikkan kerapatan beton ( Tjokroadimuljo.K, 1996).

4.2.2. Hasil Uji Porositas

Porositas merupakan persentase volume kosong (rongga) dengan volume batako sekam padi yang berbentuk silinder. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Ready Mixed Concrete Association, nilai porositas dari beton berpori adalah beragam berdasarkan besarnya rongga yang dihasilkan oleh beton berpori. Kadar air pada seluruh beton berpori masih masuk dalam standar JIS 5908 : 2003,


(57)

yaitu lebih dari 5%. Air yang masuk ke dalam terdiri dari air yang langsung masuk kedalam batako komposit mengisi rongga-rongga kosong di dalam sampel dan air yang masuk ke dalam partikel-partikel penyusunnya (Massijaya,1999). Pada umumnya beton mengandung rongga udara yaitu sekitar 1%- 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25%- 40% dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60%-75% (Tri Mulyono, 2003). Hasil porositas dapat diketahui pada lampiran 1.

Adapun grafik yang didapatkan dari hasil uji yang dilakukan dan perbandingan dengan garis linier pada tiap-tiap grafiknya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.7. Grafik nilai porositas yang diperoleh dari pengujian bahan akustik batako sekam padi.

Nilai Porositas komposit batako beton ringan sekam padi pada Gambar 4.7, berkisar antara 6.44-6.5% volume. Dimana y merupakan nilai porositas dan x adalah persentase volume sekam padi. Dari keseluruhan grafik hasil uji densitas masing-masing persamaan, diketahui bahwa x adalah persentase volume sekam padi sedangkan y merupakan besar porositas. Dapat dianalisis bahwa angka disebelah x bertanda negatif (+) menyatakan adanya kenaikkan besar porositas,

y = 0.397x + 13.66 R² = 0.977 y = 0.234x + 8.838

R² = 0.911 y = 0.346x + 1.870

R² = 0.979 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

P or os it as ( % )

Sekam Padi (% volume)

Semen 10% Semen 20% Semen 30%


(58)

sedangkan angka setelah x menunjukkan besar angka konstanta yang menunjukkan semakin besar tingkat kesalahannya. Pada keseluruhan sampel batako sekam padi diperoleh grafik korelasi yang 100% artinya bahwa kenaikkan besar porositas dapat dikatakan linier dan adanya pengaruh penambahan sekam padi yang mengakibatkan porositas semakin besar.

Berdasarkan data porositas pada gambar 4.7 diperoleh 3 grafik yaitu grafik dengan semen 10%, semen 20% dan semen 30%. Dilihat pada grafik S10SP10-S10SP80 porositas sebesar 17.7% sampai 46.5%. Pada grafik S20SP10-S20SP70 sebesar 12.42% sampai 26.53%. Pada grafik S30SP10-S30SP60 sebesar 6.40% sampai 22.74%. Pada grafik diatas menunjukan semakin tingginya porositas seiring rendahnya massa jenis. Dari penelitian yang dilakukan dengan sampel yang tiap-tiapnya mempunyai ukuran luasan yang sama, tetapi berbeda massa jenisnya, diketahui bahwa massa jenis sampel yang semakin kecil akan mempunyai porositas yang lebih besar dikarenakan massa jenis yang semakin kecil akan menimbulkan banyaknya pori-pori didalam sampel.

4.2.3. Hasil Uji Kuat Tekan

Definisi kuat tekan beton dalam SK SNI M–4–1979–F adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur saat dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin penekan. Kuat tekan beton yang dihasilkan dari alat Universal Testing Machine (UTM). Menurut ACI (American Concrete Institute) 522R-10 mengenai Pervious Concrete dimana biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 2.8 Mpa sampai dengan 28 Mpa. Sehingga beton berpori sendiri memiliki kuat tekan yang relatif kecil dibandingkan beton


(59)

normal, menjadikan beton berpori memiliki aplikasi yang terbatas jika dibandingkan dengan beton normal. Menurut PBI ’71 pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Bentuk sampel uji pada penelitian ini adalah berbentuk silinder dengan perbandingan panjang dan diameter (d : 5cm; t : 4cm). Uji kuat tekan ini dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Lampung.

Gambar 4.8. Sampel batako sekam padi saat dilakukannya uji tekan. Adapun grafik perbandingan tiap-tiap sampelnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.9. Grafik hasil pengukuran kuat tekan batako komposit sekam padi. Dari keseluruhan Gambar 4.9 kuat tekan diatas masing-masing persamaan. Diketahui bahwa x adalah persentase volume sekam padi sedangkan y merupakan besar kuat tekan. Dapat dianalisis bahwa angka disebelah x bertanda negatif (-)

y = -0.0364x + 3.0866 R² = 0.9131 y = -0.061x + 6.7312

R² = 0.9835 y = -0.0123x + 14.244

R² = 0.9736 0 2 4 6 8 10 12 14

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

K u at Te k an (M p a) Sekam padi(%Volume) Semen 10% Semen 20% Semen 30%


(60)

menyatakan adanya penurunan besar kuat tekan, sedangkan angka setelah x menunjukkan besar angka konstanta yang menunjukkan semakin besar tingkat kesalahannya. Pada keseluruhan sampel batako sekam padi diperoleh grafik korelasi yang mendekati 100% artinya bahwa penurunan besar kuat tekan dapat dikatakan linier.

Pada grafik Gambar 4.9 menunjukan hasil uji kuat tekan dari komposit batako sekam padi. Nilai kuat tekan dari komposit batako ini dengan waktu pengeringan selama 28 hari melalui sinar matahari antara 0.43Mpa-12.84Mpa. Sehingga batako ini menurut ACI (American Concrete Institute) 522R-10 (2.8 Mpa sampai dengan 28 Mpa) telah memenuhi standar batako beton berpori dari segi kuat tekan. Penurunan grafik adanya beberapa faktor yaitu kerapatan, pori-pori dan komposisi serta ukuran butir. Kerapatan merupakan salah satu sifat yang penting bagi ikatan partikel, makin tinggi kerapatan makin baik kekuatannya (Widarmana, 1979 dan Zakaria, 1996).

Nilai kuat tekan pada penelitian ini akan bertambah seiring penambahan pengikat semen. Dapat dilihat bahwa kurva pada grafik semen 10% sampel S10SP10-S10SP80 nilai kuat tekan antara 3.21-0.43Mpa dengan semen 10% dan pada kode sampel S20SP10-S10SP70 nilai kuat tekan antara 6.42-2.64Mpa dengan semen 20% sedangkan pada grafik semen 30% pada sampel S30SP10-S30SP60 dengan campuran semen 30%, dengan nilai kuat tekan antara 12.84-6.42Mpa. Namun kuat tertinggi terdapat pada sampel S30SP10 sebesar 12.84Mpa dengan semen 30%, pasir 60% dan sekam 10% karena semen mampu mengikat baik antara pasir dan sekam padi dibandingkan dengan campuran semen 10% dan 20% nilai kuat tekan terendah adalah pada sampel S10SP80 sebesar 0.43Mpa dengan perbandingan


(61)

semen10%, pasir 10% dan 80% sekam padi. Penyebab rendahnya nilai kuat tekan adalah semen yang hanya 10% kurang dapat mengikat baik antar sekam padi dan pasir. Pada grafik ke keseluruhan diatas terjadi penurunan kuat tekan suatu bahan seiring bertambahnya sekam padi. Partikel-partikel tersebut berinteraksi dengan campuran pasir dan semen yang merupakan bahan baku utama dari beton. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula bahan saling berikatan dan sebaliknya (Herlina, 2005).

Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton itu. Kecepatan bertambahnya kekuatan beton tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor air semen dan suhu perawatan. Semakin tinggi faktor air semen semakin lambat kenaikan kekuatan betonnya, dan semakin tinggi suhu perawatan semakin cepat kenaikan kekuatan yang terjadi pada beton tersebut. Disamping kedua faktor diatas, faktor yang sangat berpengaruh pada kekuatan beton adalah agregat. Oleh karena itu bila diinginkan kekuatan beton yang tinggi, diperlukan juga agregat yang kuat agar kekuatannya tidak lebih rendah dari pasta semennya (Tjokrodimulyo, K. 1995).

Tabel 4.1. Klasifikasi beton ringan berdasarkan kuat tekan pada batako (Newman, john dan Choo dkk, 2003).

No Kategori Beton Ringan Besar Kuat

Tekan Beton

1 Non

Struktural

< 7Mpa

2 Struktural ringan 7 – 17 Mpa


(62)

Kuat tekan beton berpori persyaratan standard mengenai mutu beton berpori belum terdapat pada SNI, sehingga nilai kuat tekan beton penelitian yang dilakukan berpacu pada nilai mutu yang tercantum pada SNI 03-0691-2002 tentang bata beton. Dimana klasifikasi bata beton dibagi menjadi 4 jenis menurut kelas penggunaannya, yaitu :

a. Bata beton mutu A1 : tidak memikul beban dan terlindung dari cuaca luar b. Bata beton mutu A2 : tidak memikul beban dan boleh tidak diplester c. Bata beton mutu B1 : memikul beban ringan dan terlindung cuaca luar d. Bata beton mutu B2 : memikul beban dan tidak terlidungi dari luar.

Pada keterangan Tabel 4.1 diatas mengelompokkan beton ringan terhadap nilai kuat tekan, kuat tekan batako sekam padi yang bisa dikatakan beton ringan non struktural yaitu pada sampel batako S10SP10-S20SP70 dikarenakan besar kuat tekannya hanya sebesar 6.42-0.43Mpa. Sampel batako S30SP10-50 dikelompokkan sebagai beton ringan yang memikul beban dengan struktur yang ringan dikarenakan kuat tekan lebih dari 7Mpa dengan campuran semen 30% tetapi pada sampel batako sekam padi S30SP60 hanya diklasifikasikan sebagai beton ringan non struktural. Beton mempunyai kuat tekan yang bervariasi sesuai dengan bahan penyusunnya dan perbandingan antara bahan-bahan penyusunnya (Dobrowolski, 1998). Dari pembahasan SNI 03-0691-2002 batako pada penelitian ini pada semen 10% dan semen 20% digolongkan pada bata beton A1 tidak memikul beban dan terlindung dari cuaca luar. Dan pada Semen 30% digolongkan pada bata beton B1 yaitu memikul beban dan terlindung dari cuaca luar. Dapat diketahui dari hasil kuat tekan yang diperoleh pada data statistik pada lampiran 2.


(63)

4.2.4. Hasil Uji Redam Suara

Koefisien absorbsi suara yaitu perbandingan antara energi suara yang diserap oleh bahan terhadap energi suara yang menuju permukaan bahan dengan asumsi tidak ada energi suara yang ditransmisikan. Nilai penyerapan (α) berkisar dari 0-1. Jika

α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap. Sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan (Lee, 2003). Menurut Sarwono (2008) bahwa suatu bahan absorber baik dalam menyerap suara jika nilai koefisien absorbsinya lebih dari 0.2. Level dan intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dalam besaran desible (dB).

Gambar 4.10. Alat penguji spesimen peredam bunyi.

Adapun grafik yang diperoleh dari uji redam adalah sebagai berikut

Gambar 4.11. Grafik koefisien serap redam suara pada batako sekam padi. y = 0.0383x + 0.1248

R² = 0.972 y = 0.0469x + 0.0427

R² = 0.966 y = 0.0521x - 0.0139

R² = 0.992 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

KO E F IS IE N R E D A M B U N Y

I Semen 10%

Semen 20% Semen 30% 0.45 0.35 0.3 0.25 0.2 0.2 0.15 0.1 0.5 0.5 0.4


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Asdrubali, F. 2007. Green And Sustainable Materials For Noise Control In Buildings. 19th International Congress On Acoustics. Madrid, 2 – 7 September 2007. University Of Perugipa.

ASTM C 348-97: ASTM. USA. 1995.Standar Tests Method for Flexural Strength of Hydraulic Cement Mortar , ASTM. USA. 2005.

ASTM C39/C 39M -01. Standard Tests Method for Compresive Strength and Modulus of Cylindrical Concrete Speciment, ASTM.USA. 2005.

ASTM C 134-95: Standard Tests Method for Bulk Density of Materials, ASTM. USA. 1995.

ASTM C 20-00 : Standar Tests Method Far Water Absorbtion of Materias. ASTM. USA. 1993.

ASTM C 133 - 97 : Standard Tests Method for Tensile Strength of Materials, ASTM. USA. 1997.

ASTM C 177 – 97 : Standard Test Method For Steady-State Heat Flux Measurements and Thermal transmission Properties by means of the Guarded-Hot- Plate Apparatus. ASTM USA 1997.

Bragmann, C. P dan Goncalves, Della, dkk, M,R,F. 2006. Thermal Insulators Made With Rice Husk Ashes : Production dan Correlation Between Properties and Mikrostrukture. Constructing and Building Materials.


(2)

Doelle, L.L. 1993. Akustik Lingkungan (terjemahan Lea Prasetyo). Jakarta. Erlangga.

[FTI ITB] Fakultas Teknik Industri. Institut Teknologi Bandung. 2009. Modul Praktikum Akustik Ruang. Bandung : Laboratorium Fisika Bangunan dan Akustik. Kelompok Keahlian Teknik Fisika Fakultas Teknik Industri ITB.

Hadir Kaban. 2009. Menentukan Konduktivitas Termal Tandan Kosong Sawit dengan Polistiren (Polystyrene) sebagai Heat Flux Meter. Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan.

Hara, 1986. Utilization of Agrowastes for Bulding Materials, International Resech and Development Cooperation Division, Aist, MITI. Jepang.

Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf Menggunakan Sekam Padi. Jurnal Ilmu Dasar. 3(2), 98-103.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Penerjemah: Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Jailani M, Nor M, Jamaludin N, Tamiri FM. 2004. A Preliminary Study of Sound Absorption Using Multi-Layer Coconut Coir Fibers. Electronic Journal" Technical Acoustics".

Lee, Y and Chang whan Joo. 2003. Sound Absorption Properties of Recycled Polyester Fibrous Assembly Absorbers ( AUTEX Research Journal, Vol. 3, No2, June 2003).

[JSA] Japanese Standard Association. 1963. JIS A 1405. Methods of Test for Sound Absorption of Acoustical Material by the Tube Method. Jepang:

Japanese Standard Association. [JSA] Japanese Standard Association. 2003. JIS A 5908 : Particleboards. Jepang: Japanese Standard Association.

Lestari, Franciska Pramuji. 2008. Pengaruh Temperatur Sinter dan Fraksi Volume Penguat AL2O3 Terhadap Karekterstik Komposit Lamina Hibrid Al/SiC-Al203 Produk Metalurgi Serbuk, Skripsi. Fakultas Teknik .Universitas Indonesia.


(3)

Lina Flaviana Tilik. Pengaruh Abu Terbang dan Surplasticier Terhadap Kuat Beton. Sriwijaya: Teknik Sipil Politeknik.

Lord, Pdan Templeton, D.2001, Detail Akustik. Penerbit Erlangga, Jakarta

Maloney TM. 1993. Modern Particle Board and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Inc San fransisco: Miller Freeman

Martiandi B. 2010. Karakteristik Panel Akustik Komposit Kayu Afrika

(Maesopsiseminii, Engll) dengan Penambahan Styrofoam dan Polyfoam. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Massijaya MY, Hadi YS, Tambunan B, Bakar ES, Sunarni I. 1999. Studi Pembuatan Papan Partikel Dari Limbah Kayu dan Plastik Polystyrene. Jurnal Teknologi Hasil Hutan XII (2): 29-36.

Mediastika, C.E. 2005, Akustika Bangunan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mediastika, C.E. 2008. Kajian Kinerja Serapan Bunyi Komposit Jerami Padi yang dicampur Semen. Erlangga. Jakarta.

Mehta, P Kumar, dan Monteiro, PJM. 1993. Concrete – Structure, Properties, and Materials. Prentice-Hall, New Jersey.

Mulyadi Sri, E Adril dkk. Uji Isolator Panas Pada Sekam Padi. Fisika material. Universitas Andalas Padang.

Neithalath, N. Jason Weiss, Jan Koizumi, T. ,N. Tsujiuchi, A. Adachi. 2oo2. The development of sound absorbing. materials using natural bamboo fibers (jurnal universitas Doshisha). Jepang.

Neville, AM. 1999. Properties of Concrete, Fourth and Final Edition, Pearson Eduaction Ltd., Essex, England.

Newmann, John dan Choo, Ban Seng. (2003). Advanced Concrete Technology – Consituent Material, Elsevier, Ltd., Burlinton, MA


(4)

Nugraha, P. 1989. Teknolog Beton : dengan antisipasi terhadap Pedoman Beton 1989. Surabaya :Universitas Kristen Petra.

Nugraha, S dan Jetty. S. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Balai Paska Panen Pertanian E-mail : Balit Paska @ Depton go. Id. Bali paska 2001 @ hotmail.com, Pasar minggu. Jakarta.

Pramono, A. 2008. Komposit Sebagai Trend Teknologi Masa Depan. Fakultas Teknik Metalurgi dan Material, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Pramono, Agus. 2011. Komposit Sebagai Trend teknologi Masa Depan. Fakultas Teknik Metalurgi dan Material. Universitas Sultan Agung Tirtayasa.

Purboputro, I Pramuko. 2006. Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit Enceng Gondok Dengan Metriks Poliester. Teknik Mesin Universitas Muhamadiah Surakarta Jl. A. Yani Tramol Pos 1 Pabelan Kartasura.

Rozalina, E.R. 2009.Aktivitas Dan Selektivitas Katalis Cu, Pd Dan Cu-Pd Berpendukung Zeolit NaA Yang Dibuat Dari Sekam Padi Pada Reaksi Denitrifikasi,Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya

Sarwono J. 2008. Lima Prinsip Dasar Insulasi Suara (Soundproofing). Diunduh Darihttp://jokosarwono.wordpress.com/2008/04/05/lima-prinsip-

asarinsulasi-suara-sound proofing/ [16 Maret 2013].

Sembiring, Simon. 2010. Pengenalan Komposit. Dikti Fisika Mipa. Universitas Lampung.

Simatupang V. 2007. Uji akustik Bahan Absorber dengan Variasi Konfigurasi Core dari Bahan Komposit Berbasis Serat Alami (Serbuk Kelapa). [tesis]. ITB. Bandung.

Sunendar, Bambang, Tri handoko dan subari,2008. Pembuatan Ceramic Foam dari Gipsum dan Abu sekam Padi U ntuk Aplikasi Isolasi Panas dan Peredam Suara. ITB. Bandung


(5)

Suptandar JP. 2004. Faktor Akustik dalam Perancangan Disain Interior. Jakarta : Ikrar Mandiri abadi

Susilorini, Rr. M.I. Retno, dan Suwarno, Dj. (2009). Mengenal dan

Memahami Teknologi Beton. Penerbit Unika Soegijapranata, Semarang

Templeton, D. and D. Saunders, Acoustic Design, The Architectural Press, London, 1987.

Tjokrodimulyo K. 1995. Buku Ajar Bahan Bangunan. Yogyakarta :Jurusan Teknik Sipil Fakultas.Teknik Universitas Gajah Mada.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure, Properties, Utilization). New York : Van Nostrand.Maloney, TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fibreboard Manufacturing. Miller Freeman Inc. San Fransisco.

Widarmana, S. 1977. Panil– panil Berasal dari Kayu Sebagai Bahan Bangunan. Proceding Seminar Persaki di Bogor tgl 23-24 Juni 1977. Pengurus Pusat Persaki : Bogor.

Widyastuti. 2009. Rekayasa Proses Laminasi Komposit laminat Hibrid Al/SiC-Al/AL2O3 Pada Fasa Padat. Al/Al2O3-Skripsi. Fakultas Teknik.

Universitas Indonesia.

Winarno, FG., dkk, Limbah Hasil Pertanian, Kantor Menteri Muda Urusan peningkatan Produksi Pangan, Monografi Pertama, 1986.

Wirajaya, A. 2007. Karakteristik Komposit Sandwich Serat Alami sebagai Absorber Suara.Tesis. ITB. Bandung.

Yang, H, Dae-Jun Kim , Young-Kyu Lee, Hyun-Joong Kim, Jin-Yong Jeon, Chun-Won Kang. 2003. Possibility of using waste tire composites reinforcedwith rice straw as construction materials (jurnal Bioresearch Technology). Korea.

Young HD, Freedman OA. 2003. Fisika Universitas. (Edisi kesepuluh, jilid 2); Alih Bahasa, Pantur Silaban; Editor, Amalia Safitri, Santika. Jakarta: Erlangga.


(6)

Yudanto, Arief. 2007. Aplikasi Material Komposit Di Industri Migas.

http://www. Halaman Satu. Net/indek2. Php? Option :com_Content & du-Pdf : & id :470.

Zakaria. 1996. Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Produksi PT. Paparti Pratama Cibadak Suka bumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.


Dokumen yang terkait

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILEN DAN KITOSAN MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE BETWEEN POLYPROPYLENE AND CHITOSAN USING S

0 18 50

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN PENGISI UNTUK KONTRUKSI BANGUNAN REDAM SUARA (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF LIGHTWEIGHT CONCRETE BLOCKS WITH A MIXTURE OF RICE HUSK AS FILLER MATERIAL OF BUILDING CON

11 91 77

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT PLESTER DINDING BANGUNAN SEBAGAI PEREDAM SUARA MENGGUNAKAN BAHAN STYROFOAM-SEMEN (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF COMPOSITE WALL PLASTER BUILDING AS A SOUND INSULATING MATERIALS USING STYROFOAM-CEMENT)

3 38 43

PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN UNTUK JALAN LINGKUNGAN (UTILIZATION OF FLY ASH AS A MIXING MATERIAL OF SOIL AND LIME FOR STRENGTHENING POST-COMBUSTION BLOCK PAVING FOR STREET ENVI

0 2 52

SINTESIS DAN KARAKTERISASI ZrO2-CuO SEBAGAI FUNGSI PERBANDINGAN MOL (SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION ZrO2-CuO AS A FUNCTION OF COMPARISON MOL)

7 94 52

JUDUL INDONESIA: PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN KITOSAN DAN POLIETILEN MENGGUNAKAN ALAT EXTRUDER JUDUL INGGRIS: PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE OF CHITOSAN AND POLYETHYLENE (PE) U

0 11 55

STUDI KEKUATAN MODIFIKASI DIMENSI STANDAR BATU BATA MENGGUNAKAN CAMPURAN BAHAN ADDITIVE ABU SEKAM PADI BERDASARKAN SNI Bahasa inggris: A STUDY OF STRENGTH OF MODIFIED STANDARD DIMENSION BRICK THAT USED RICE HUSK ASH AS ADDITIVE MIXTURE BASED ON SNI

0 13 59

KARAKTERISASI LIMBAH INDUSTRI TAPESEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOPELLET CHARACTERIZATION OF TAPE INDUSTRY WASTE AS BIO PELLET RAW MATERIAL

0 0 7

KARAKTERISASI BAHAN CAIR PRODUK DISTILASI SAMPAH PLASTIK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN BAKAR CHARACTERIZATION OF LIQUID MATERIALS PRODUCTS DISTILLATION OF WASTED PLASTIC AND THEIR UTILIZATION AS FUEL

0 0 10

PEMBUATAN BETON RINGAN DENGAN CRUMB RUBBER LIGHTWEIGHT CONCRETE MAKING WITH RUBBER CRUMB

1 1 7