PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILEN DAN KITOSAN MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE BETWEEN POLYPROPYLENE AND CHITOSAN USING S

(1)

(2)

ABSTRACT

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE BETWEEN POLYPROPYLENE AND

CHITOSAN USING SOLID STATE METHOD

By

Indah RN Pramudita

The research has been carried out about of polypropylene and chitosan using solid state method. In this project plastics were made into long film sheets using different compositions with are 5%, 10% and 20% of chitosan in 40 grams total sample with and whithout addition of stearic acid. The result of the IR spectrum of functional group analysis with FTIR to change wavelength. It is because interaction polar-polar and interaction nonpolar-nonpolar among PP, chitosan and stearic acid. In this ptoject, SEM was used to identify the morphology of PP/Chitosan plastics with and whitout addition of stearic acid. The result of analysis by using SEM showed the plastic surface without the addition of steraic acid was less homogenous but blends with the addition of steraic acid showed more homogenous. To know the thermal properties of plastics was observed using DSC and TGA analysis. DSC and TGA results showed adding stearic acid in the PP/Chitosan mixture will decrease a melting temperature (Tm) and the rate of decomposition.


(3)

ABSTRAK

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILEN DAN KITOSAN

MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT

Oleh

Indah RN Pramudita

Telah dilakukan penelitian pembuatan plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen (PP) dan kitosan menggunakan metode tanpa pelarut. Plastik dibuat dalam bentuk lembaran film panjang. Untuk mendapatkan film plastik campuran PP dan kitosan telah dilakukan dengan memvariasikan komposisi kitosan sebesar 5%, 10% dan 20% dari jumlah total sampel yang digunakan yaitu sebanyak 40 gram dengan dan tanpa penambahan asam stearat. Hasil analisis FTIR menunjukkan terjadi pergeseran bilangan gelombang sebelum dan sesudah penambahan asam stearat yang menunjukkan adanya interaksi polar-polar dan nonpolar-polar-nonpolar-polar antara PP, kitosan dan asam stearat. Sedangkan untuk mengetahui morfologi plastik campuran PP/Kitosan tanpa dan dengan penambahan asam stearat dilakukan analisis menggunakan SEM. Hasil analisis SEM menunjukkan permukaan plastik tanpa penambahan asam stearat tidak homogen sedangkan campuran dengan penambahan asam stearat menunjukkan permukaan plastik lebih homogen. Untuk mengetahui sifat termal plastik dilakukan analisis menggunakan DSC dan TGA. Hasil analisis DSC dan TGA memperlihatkan adanya penambahan asam stearat sebagai pendispersi pada film plastik PP/Kitosan dapat menurukan nilai Tm dan laju dekomposisi masing-masing plastik.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR TABEL ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Polimer ... 5

1. Polimerisasi Adisi ... 5

2. Polimerisasi Kondensasi ... 6

B. Plastik ... 6

1. Plastik Konvensional ... 7

2. Biodegradable Plastic ... 8

C. Polipropilen (PP) ... 11

D. Kitosan ... 12

E. Isolasi Kitosan ... 14

1. Deproteinasi ... 14

2. Demineralisasi ... 15

3. Depigmentasi ... 15

4. Deasetilasi ... 15

F. Asam Stearat ... 16

G. Bahan Pendispersi ... 17

H. Ekstruder ... 18

1. Hopper ... 18

2. Screw ... 19

3. Die ... 19

I. Karakterisasi ... 23

1. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 23

2. Scanning Elektron Microscopy (SEM) ... 24


(7)

4. DTA/TGA (Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric

Analysis) ... 26

III.METODE PENELITIAN ... 28

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

B. Alat dan Bahan ... 28

C. Prosedur Penelitian ... 29

1. Persiapan Sampel ... 29

a. Persiapan Sampel Kulit Udang ... 29

b. Persiapan Sampel Limbah Plastik Polipropilen ... 29

2. Isolasi Kitosan ... 29

a. Deproteinasi ... 30

b. Demineralisasi ... 30

c. Depigmentasi ... 30

d. Deasetilasi ... 31

3. Karakterisasi Sampel ... 31

a. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR ... 31

b. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dan Limbah Plastik PP dan PVA dengan DSC ...……... 32

c. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dan Limbah Plastik PP dan PVA dengan TG/DTA ... 32

4. Pembuatan Plastik Kitosan-Limbah Plastik Polipropilen ... 32

a. Pembuatan Plastik PP dengan Penambahan PVA dan Asam Stearat ... 32

b. Pembuatan Film Plastik PP/Kitosan Tanpa Penambahan Pendispersi ... 33

c. Pembuatan Film Plastik PP/Kitosan dengan Penambahan Pendispersi ... 33

5. Karakterisasi Plastik dengan FTIR ... 34

6. Karakterisasi Plastik dengan SEM ... 34

7. Karakterisasi Plastik dengan DSC ... 34

8. Karakterisasi Plastik dengan TG/DTA ..………... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN . ... 36

A.Isolasi Kitosan . ... 36

1. Deproteinasi . ... 36

2. Demineralisasi ... 37

3. Depigmentasi ... 38

4. Deasetilasi ... 39

B.Karakterisasi Kitin dan Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR ... 40

1. Karakterisasi Kitin dengan FTIR ……….. 40

2. Karakterisasi Kitosan dengan FTIR ……….. 41

C.Penentuan Kondisi Optimum PP, Kitosan dan PVA ……….. 43

D.Pembuatan Plastik ………... 46

1. Pemilihan Plasticizer dan Pendispersi ..……… 46

2. Pembuatan Plastik Limbah PP/Kitosan Tanpa Penambahan Asam Stearat ………. 48


(8)

3. Pembuatan Plastik Limbah PP/Kitosan dengan Penambahan

Asam Stearat ……….. 49

E.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan FTIR ………….. 50

F.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan SEM ………….. 53

G.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan DSC …………... 55

H.Karakterisasi Plastik Limbah PP/Kitosan dengan TGA ………….. 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN …………..……….. 63

A. Kesimpulan ………..……… 63

B. Saran ……….... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi polimer yang berkembang saat ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik. Berbagai keunggulan yang dimiliki plastik di antaranya transparan, fleksibel, tidak mudah pecah, dapat dilaminasi, tidak korosif dan harga relatif murah, menyebabkan plastik banyak digunakan untuk berbagai aplikasi, baik dalam industri pangan maupun non-pangan. Selain keunggulan tersebut, plastik juga dapat menimbulkan permasalahan berskala global, baik bagi lingkungan maupun kesehatan.

Polipropilen merupakan jenis plastik yang banyak digunakan saat ini. Hal ini dikarenakan harganya yang relatif murah dan proses produksi yang relatif mudah. Plastik polipropilen ini juga memiliki sifat mekanik dan kesetimbangan termal yang cukup baik. Selain itu, dilihat dari kebutuhan plastik di Indonesia pada tahun 2012 yang mencapai 3 juta ton, sekitar 40% dari konsumsi 3 juta ton ini merupakan plastik jenis polietilena (PE) dan polipropilen (PP). Sedangkan 60% sisanya adalah total untuk PVC, PET, PVA, PS dan polimer plastik lainnya (Anonim, 2012).


(10)

Di sisi lain, produksi udang dan ekspor udang Indonesia terus meningkat, sehingga menambah akumulasi limbah cangkang udang. Hal ini dikarenakan udang yang diekspor berupa udang tanpa kulit. Limbah kulit udang yang

dihasilkan mencapai 35-50% dari total berat udang, sedangkan kadar kitin dalam berat cangkang udang berkisar antara 60-70% dan jika diproses menjadi kitosan akan menghasilkan yield sebesar 15-20% (Chen, et al., 2009).

Adapun upaya untuk mengurangi permasalahan kedua limbah tersebut yaitu dengan mengolah limbah plastik polipropilen dan kitosan (limbah kulit udang) menjadi plastik yang mudah terurai di alam (biodegradable). Pemilihan kitosan sebagai salah satu alternatif untuk membuat plastik ramah lingkungan

dikarenakan kitosan memiliki sifat biodegradasi yang baik. Akan tetapi

pencampuran tersebut cenderung tidak homogen, karena PP dan kitosan memiliki kepolaran yang berbeda sehingga menghasilkan polimer yang tidak kompatibel. Peningkatan kompatibilitas campuran polimer dapat dilakukan dengan

penambahan bahan pendispersi misalnya asam stearat, parafin dan minyak kacang kedelai yang berfungsi sebagai pemlastis dan pembasah pada matriks polimer (Wirjosentono,1997).

Fauzi (2013) telah melaporkan bahwa plastik biodegradable dapat dihasilkan dari campuran kitosan dan polipropilen dengan penambahan gliserol menggunakan extruder menghasilkan plastik yang tidak homogen. Amir (1999) telah

melakukan penelitian pencampuran PP dengan pulp tandan kosong sawit sebagai pengisi dengan pengkompatibel asam stearat dan parafin yang memperoleh peningkatan sifat mekanisnya dan terjadi interaksi sinargisme. Beberapa peneliti


(11)

juga telah melaporkan pembuatan plastik biodegradable dari campuran kitosan dan PVA (Stevano, 2013), serta campuran PP/ PLA (Supriadi, 2013)

menggunakan extruder dan metode tanpa pelarut.

Pada penelitian ini, telah dilakukan pembuatan plastik biodegradable dengan campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan tanpa penambahan pendispersi dan dengan penambahan pendispersi. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik produk plastik yang dihasilkan, dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR, SEM, DSC dan TGA

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat plastik biodegradable dari limbah plastik polipropilen dan kitosan tanpa dan dengan penambahan pendispersi menggunakan metode tanpa pelarut.

2. Mengetahui karakteristik plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan menggunakan FTIR dan SEM.

3. Mengetahui sifat termal plastik biodegradable dari campuran limbah plastik polipropilen dan kitosan menggunakan DSC dan TGA.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pemanfaatan limbah kulit udang, yaitu untuk pembuatan kitosan dan pemanfaatan limbah plastik polipropilen yang lebih


(12)

menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Selain itu, memberikan informasi mengenai pembuatan plastik biodegradable dari limbah plastik polipropilen dan kitosan menggunakan metode tanpa pelarut.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang

sederhana. Polimer dapat ditemukan di alam dan dapat disintesis di laboratorium (Steven, 2001). Polimer tinggi terdapat di alam seperti pati, selulosa, protein, dan kitosan serta dapat disintesis di laboratorium seperti polivinil klorida, polivinil alkohol, polimetil metakrilat dan polietilena

Polimer terbentuk dari susunan monomer-monomer melalui proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari monomernya. Reaksi tersebut akan menghasilkan polimer dengan susunan ulang tertentu. Proses pembentukan polimer (polimerisasi) dibagi menjadi dua golongan, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi (Cowd, 1991).

1. Polimerisasi Adisi

Polimerisasi adisi merupakan polimerisasi yang melibatkan reaksi rantai dan dapat berupa radikal bebas atau beberapa ion yang menghasilkan polimer yang memiliki atom yang sama seperti monomer dalam gugus ulangnya. Polimer ini melibatkan reaksi adisi dari monomer ikatan rangkap. Contoh polimer ini adalah


(14)

polietilen, polipropilen dan polivinil klorida. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi polimerisasi adisi vinilklorida

2. Polimerisasi Kondensasi

Polimerisasi kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi

terkadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti H2O, NH3 atau HCl. Contoh dari polimerisasi kondensasi ini adalah pembentukan protein dari asam amino. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Reaksi polimerisasi kondensasi asam amino

B. Plastik

Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah daripada serat dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Plastik memiliki suhu

n H 2 C = C H C H 2 C

C l C l

H

n p o livinilk lo rid a (P V C ) vinilk lo rid a

n H2N C C N C C

O R H H R O H OH n - H2O


(15)

transisi glass diatas temperatur ruang, jika tidak banyak bersambung silang. Plastik dapat dicetak dan dicetak ulang sesuai dengan bentuk yang diinginkan dengan menggunakan proses injection molding dan ekstrusi. Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik. Plastik dapat terbentuk melalui reaksi kondensasi organik dan penambahan polimer atau zat lain untuk meningkatkan kualitas atau harga dari plastik. Plastik dapat dibentuk menjadi film atau fiber sintetik. Plastik yang umum digunakan saat ini merupakan polimer sintetik dari bahan baku minyak yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat

diperbaharui (Ronald, 1986). Klasifikasi jenis plastik berdasarkan bahan baku dan kemampuan degradasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis plastik berdasarkan pengklasifikasian bahan baku dan kemampuan degradasi

Jenis bahan baku

Biodegradable Non-biodegradable Renewable Bahan berbasis pati, bahan

berbasis selulosa, poli asam laktat (PLA), poli hidroksi alkanoat (PHA)

Polietilena (PE) dan

Polivinil klorida (PVC) dari bioetanol, poliamida

Non-renewable Polikaprolakton (PCL), poli butilena suksinat (PBS), polivinil alkohol (PVA)

Polietilena (PE),

polipropilen (PP), polivinil klorida (PVC)

Sumber : (Narayan, 2006).

1. Plastik Konvensional

Plastik yang umum digunakan saat ini merupakan polimer sintetik dari bahan baku minyak yang terbatas jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui. Bahan dasar plastik konvensional adalah phthalate ester, diethylhexyl phthalate (DEHP) yang merupakan produk hasil pengolahan minyak bumi, memiliki ukuran molekul yang


(16)

sangat besar dan inert, serta memiliki berat molekul ratusan ribu hingga jutaan, sehingga sukar diuraikan oleh mikroorganisme ataupun membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendegradasi plastik tersebut (Koswara, 2006).

Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh

mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti cacing dan mikorganisme tanah yang hidup pada area tanah tersebut, dikarenakan sulitnya untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu, kadar O2 dalam tanah semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas dan akhirnya mati. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup di area tersebut. Dimana tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahman dan Dorgan, 2007).

2. Biodegradable Plastic

Biodegradable diartikan sebagai kemampuan mendekomposisi bahan menjadi karbondioksida, metana, air, komponen anorganik atau biomassa melalui mekanisme enzimatis mikroorganisme dengan pengujian standar dalam periode waktu tertentu. Biodegradable merupakan salah satu mekanisme degradasi material, selain compostable, hydrobiodegradable, photobiodegradable, dan bioerodable (Nolan-ITU, 2002).

Biodegradable plastic adalah plastik yang dapat digunakan seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke


(17)

lingkungan (Pranamuda 2001). Biodegradable plastic merupakan suatu bahan dalam kondisi dan waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya oleh pengaruh mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan alga. Biodegradable plastic dapat pula diartikan sebagai suatu material polimer yang berubah menjadi senyawa dengan berat molekul rendah dimana paling sedikit satu atau beberapa tahap degradasinya melalui metabolisme organisme secara alami (Latief, 2001).

Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik.

Pada dasarnya terminologi biodegradable plastic, merupakan salah satu pengertian turunan dari bioplastik, dimana bioplastik didefinisikan sebagai: 1. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dalam produksinya (biobased)

- Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

- Meningkatkan konsumsi sumber daya alam yang dapat diperbaharui - Mempromosikan sumber daya alam lokal

2. Sifat biodegradabilitas atau kompostabilitas (biodegradable plastic) - Dapat dibuang dan hancur terurai

- Segmentasi produk untuk kemasan pangan


(18)

Biodegradable plastic yang didapat langsung dari sintesis alam memiliki keunggulan ketersediaan dalam jumlah besar dan murah, namun memiliki

kelemahan dalam hal penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan bahan aditif (Budiman, 2003).

Jenis biodegradable plastic lain yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah plastik campuran dari bahan non-biodegradable dengan bahan biodegradable, misalnya polipropilen dicampurkan dengan kitosan. Pencampuran tersebut merupakan salah satu alternatif yang mungkin untuk diterapkan walaupun tidak terdegradasi sempurna.

Biodegradable plastic merupakan salah satu solusi alternatif yang sangat

prospektif untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan pemanfaatan optimal sumber daya alam lokal. Saat ini di negara luar, penggunaan tray dan container untuk buah, sayuran, telur dan daging, botol-botol untuk softdrinks dan produk-produk dari susu, blister foil untuk buah-buahan dan produk-produk catering termasuk yang menggunakan perishable plastic, disposable crockery dan cutlery, pot, cawan, pack foils untuk hamburger dan sedotan untuk minum mulai diproduksi secara luas menggunakan bioplastik. Beberapa aplikasi bioplastik untuk outside packaging seperti casing handphone (oleh NEC Jepang), serat karpet (oleh Dupont Sorona) dan interior mobil oleh Mazda). Tahun 2005, Fujitsu Jepang telah membuat case komputer dari bioplastik. Tahun 2007, Brazil

memproklamirkan pembuatan HDPE menggunakan turunan dari etilen yang diambil dari gula tebu (Sunarti et al. 2008).


(19)

C. Polipropilen (PP)

Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena. Polipropilen mempunyai titik leleh yang cukup tinggi, yaitu 190-200 oC. Polipropilen memiliki daya renggang tinggi, kaku dan keras, hal ini dikarenakan polipropilen memiliki sifat kristalinitas yang tinggi (Almaika, 1983). Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Adapun struktur polipropilen dapat dilihat pada Gambar 4.

CH2=CH CH2 CH

CH3 CH3 n

Gambar 3. Struktur Polipropilen

Polipropilen mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) yang rendah. Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan,dengan densitas 0,90-0,92g/ml dan memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier.

Polipropilen merupakan salah satu jenis plastik konvensional yang banyak digunakan saat ini. Polimer ini dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah yang dapat dipakai berulang-ulang, perlengkapan

laboratorium, pengeras suara, dan komponen otomotif. Selain itu, polipropilen juga digunakan sebagai kemasan gelas Air Minum dalam Kemasan (AMDK). Hal


(20)

ini dikarenakan selain harganya yang relatif murah, proses produksi yang relatif mudah, polipropilen juga merupakan jenis plastik yang memiliki kualitas tinggi.

Polipropilen dapat didaur ulang sebanyak tiga kali. Pengolahan lelehan

polipropilena bisa dicapai melalui ekstruksi dan pencetakkan, dan akhirnya dapat digunkan untuk membuat berbagai produk yang berguna seperti masker muka, penyaring, popok dan lap.

D. Kitosan

Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat. Kitosan merupakan polimer kationik yang tidak larut dalam air dan larutan alkali dengan pH di atas 6,5. Kitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat (Mekawati dkk, 2000). Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan (Balley, et al., 1977). Akan tetapi, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri kesehatan dan terapan karena kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

Kitosan mempunyai berat molekul 1,2 X 10-5. Sifat biologi kitasan adalah biocompatible, yaitu tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, mampu meningkatkan


(21)

dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat (Mekawati dkk, 2000). Selain itu, kitosan banyak digunakan di berbagai industri kimia, antara lain dipakai sebagai koagulan dalam pengolahan limbah air, bahan pelembab, pelapis benih yang akan ditanam, adsorben ion logam, komponen tambahan pakan ternak, sebagai lensa kontak, pelarut lemak, dan pengawet makanan (Majeti, 2000).

Pembuatan kitosan dilakukan dengan cara penghilangan gugus asetil (-COCH3) pada gugus asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas dengan menggunakan larutan basa. Kitin mempunyai struktur kristal yang panjang dengan ikatan kuat antara ion nitrogen dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan natrium hidroksida konsentrasi 40-60% dan suhu yang tinggi (100-150oC) untuk mendapatkan kitosan dari kitin.

Kualitas kitosan bergantung pada derajat deasetilasinya. Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu yang menunjukkan gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitosan (Knoor, 1984). Semakin besar derajat deasetilasinya maka semakin bagus kualitas kitosan. Secara umum derajat deasetilasi kitosan sekitar 60% dan 90-100 % untuk kitosan yang mengalami deasetilasi penuh. Harga ini tergantung dari bahan baku kitin yang digunakan dan proses yang dijalankan (Suhardi, 1992).

Adanya gugus fungsi hidroksil primer dan sekunder mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifan kimia yang tinggi. Gugus fungsi yang terdapat pada kitosan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara ikatan silang, kelebihan ini dapat memungkinkannya kitosan digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu


(22)

plastik yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kitosan

E. Isolasi Kitosan

Isolasi kitosan meliputi tiga tahap, yaitu deproteinasi yang merupakan proses pemisahan protein dari kulit udang, demineralisasi yang merupakan proses pemisahan mineral, depigmentasi yang merupakan proses penghilangan warna pada kitin yang terdiri atas karotenoid dan astakantin, dan kitin merupakan

prekursor kitosan yang dapat diperoleh melalui proses deasetilasi yang merupakan proses penghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan.

1. Deproteinasi

Deproteinasi adalah tahap penghilangan potein. Proses deproteinasi natriun hidroksida lebih sering digunakan, karena lebih mudah dan efektif. Dengan perlakuan ini, protein yang merupakan salah satu penyusun kulit udang yang terikat secara kovalen dengan kitin akan terlepas dan membentuk Na-proteinat yang dapat larut (Suhardi, 1992).


(23)

2. Demineralisasi

Mineral utama yang terkandung dalam kulit udang adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang berikatan secara fisik dengan kitin. Kulit udang mengandung mineral yang beratnya mencapai 30-50% berat kering, sehingga dalam proses pemurnian kitin, demineralisasi penting untuk dilakukan. Demineralisasi dapat dilakukan dengan mudah melalui perlakuan dalam asam klorida (HCl) encer pada suhu kamar (Suhardi, 1992).

3. Depigmentasi

Depigmentasi merupakan tahap penghilangan warna yang sebenarnya telah mulai hilang pada pencucian yang dilakukan setelah proses deproteinasi dan

demineralisasi. Proses ini dilakukan dengan penambahan etanol. Etanol dapat mereduksi karotenoid dan astaksantin dari kitin. Dapat juga dilakukan proses pemutihan (bleaching) menggunakan agen pemutih berupa natrium hipoklorit (NaOCl) atau peroksida (Suhardi, 1992), jika diinginkan penambahan warna putih.

4. Deasetilasi

Deasetilasi kitin merupakan proses penghilangan gugus asetil dari kitin menjadi kitosan. Proses deasetilasai dilakukan dengan merendam kitin dengan larutan NaOH konsentrasi tinggi pada suhu tinggi, sehingga menghasilkan produk yang hampir seluruhnya mengalami deasetilasi. Kitosan secara komersial diproduksi


(24)

secara kimiawi dengan melarutkan kitin dalam larutan NaOH 60% (Hirano, 1986).

F. Asam stearat

Asam stearat merupakan jenis dari asam lemak yang memiliki rantai karbon 18 dan mengandung gugus karboksil dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh karena tidak ada ikatan rangkap antara karbon bertetangga, sehingga rantai hidrokarbon fleksibel dan dapat berputar menjadi siklis atau lurus dan menjadi rantai zig-zag yang panjang (Winarno, 1992). Pada suhu ruang, asam stearat berbentuk padatan dan memiliki titik didih 361oC.

Asam stearat banyak digunakan sebagai sebagai bahan dalam membuat lilin, plastik, suplemen makanan, pastel minyak dan kosmetik dan untuk melunakkan karet. Ini juga dipergunakan untuk mengeraskan sabun khususnya yang dibuat dari minyak sayur.

Molekul asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang atau mempunyai sifat amfipatik karena mengandung gugus karboksilat ionik yang hidrofilik (suka air) pada satu ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik (benci air). Dalam suasana air,

molekul-molekul asam stearate dapat mengatur persentuhan antara gugus-gugus hidrofobik dan air sedikit mungkin, struktur-struktur tersusun untuk memperkecil


(25)

Sebaliknya gugus karboksilnya yang bersifat polar, cenderung untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air (Page,1985).

G. Bahan Pendispersi

Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila ditambahkan dalam bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu substrak resin polimer melalui gugus nonpolar dengan permukaan suatu substrak melalui gugus polarnya. Mekanisme pembasah berlangsung dengan cara interaksi antara pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dan dengan matriks polimer melalui gugus nonpolar, akibatnya akan terbentuk ikatan yang lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi (Risnawaty, 1999). Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau pelarut yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk pengisi, sehingga akan memperluas permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi dan menghasilkan campuran yang kompatibel.

Kompatibilitas dapat diguakan untuk menjelaskan pencampuran satu polimer dengan polimer lain atau pencampuran polimer dengan bahan aditif yang menyatakan hasil campuran yang dapat bercampur atau tidak. Bila suatu bahan pengisi dengan kompatibilitas tinggi terhadap bahan polimer maka menunjukkan terjadinya pencampuran yang sempurna antara kedua bahan yang bercampur. Kompatibilitas suatu campuran polimer akan meningkat oleh zat yang

ditambahkan pada proses pengolahan (Wirjosentono, 1997). Bila antara bahan adiktif dengan polimer tidak terjadi interaksi, maka akan terjadi campuran koloid


(26)

yang tidak mantap (polimer dan pemlastis tidak kompatibel) dan menghasilkan sifat fisik polimer berkualitas rendah. (Wirjosentono,1995).

H. Ekstruder

Ekstrusi adalah proses secara continue pada material sampai meleleh akibat panas di luar panas gesekan dan yang kemudian dialirkan ke die oleh screw yang kemudian dibuat produk sesuai bentuk yang diinginkan. Teknik ini dapat digunakan untuk memproses sebagian besar polimer termoplastik dan beberapa jenis polimer termoset. Proses ini dapat menghasilkan beberapa produk seperti, film plastik, tali rafia, pipa, peletan, lembaran plastik, fiber, filamen, selubung kabel dan beberapa produk dapat juga dibentuk. Alat untuk proses ekstrusi disebut ekstruder. Ekstruder mampu melakukan proses pencampuran dengan baik yang bertujuan agar bahan homogen dan terdispersi dengan baik (Frame, 1994). Prinsip dasar kerja ekstruder adalah memasukkan bahan-bahan mentah yang akan diolah kemudian didorong keluar melalui suatu lubang cetakan die dalam bentuk yang diinginkan. Adapun bagian dari mesin ekstruder antara lain terdiri dari Hopper/feeder, Barrel/screw dan Die.

1. Hopper

Semua ekstruder mempunyai masukan untuk bahan biji/pellet plastik yang

melalui lubang yang nantinya mengalir dalam dinding dinding ekstruder tersebut. Hopper biasanya terbuat dari lembaran baja atau stainless steel yang berbentuk untuk menampung sejumlah bahan pelet plastik untuk stock beberapa jam


(27)

pemrosesan. Hopper ada yang disediakan pemanas awal jika diperlukan proses pellet yang memerlukan pemanasan awal sebelum pellet memasuki ekstruder.

2. Screw

Screw adalah jantungnya ekstruder, screw mengalirkan polimer yang telah meleleh ke kepala die setelah mengalami proses pencampuran dan homogenisasi pada lelehan polimer tersebut. Adapun parameter srew dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Parameter Screw (Ariyanto, 2009)

Ada beberapa pertimbangan dalam mendesign sebuah screw untuk jenis material tertentu, yang paling penting adalah Depth of Chanel (kedalaman kanal). Walaupun screw memiliki fungsi sama secara umum, namun untuk mendapakan hasil yang terbaik harus dirancang sesuai tipe material yang digunakan.

3. Die

Salah satu kunci dalam beranekaragamnya hasil produk ekstrusi terletak pada bagian die, dimana dari sinilah bahan atau sampel akan didorong keluar. Fungsi die dalam pembuatan produksi polimer adalah untuk menghasilkan produk dengan berbagai macam bentuk, kandungan air dan konsistensi (Holmes, 2007).


(28)

Berdasarkan konstruksi alatnya, ekstruder dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE) dan ekstruder ulir ganda (Twin Screw Extruder/TSE).

a. Ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE)

Bagian ekstruder ulir tunggal (Single Screw Extruder/SSE) antara lain: 1. Feed section, suatu bagian dimana bahan-bahan yang akan diekstrusi

dimasukkan ke dalam ekstruder melalui suatu lubang masukan (inlet). 2. Compression section atau transition section, dimana terdapat ulir (screw)

terletak dalam dinding selubung (barrel) mesin ekstruder dan pada umumnya memiliki ukuran yang semakin mengecil ke arah bahan keluar (tergantung spesifikasi ekstruder). Ulir akan berputar menggerakkan adonan makanan yang masih mengandung air dan menggilingnya, dalam waktu yang sama gerakan tersebut akan menyebabkan bahan adonan menjadi panas. Pada bagian ini tekanan dihasilkan dari menurunnya luas ukuran jalur selubung ekstruder yang dilalui bahan adonan tersebut. Biasanya panjang bagian ini menempati sekitar setengah dari panjang keseluruhan ekstruder.

3. Metering section yang merupakan bagian yang paling dekat dengan lubang tempat bahan keluar (die) dari ekstruder. Seringkali bagian ini memiliki luas jalur yang sempit/kecil yang akan menyebabkan daya tekan mekanis pada bahan berlangsung efektif dan meningkat kemampuannya hingga batas tertentu sesuai dengan tingkat kecepatan putaran dari ulir ekstruder tersebut.

Dikarenakan kemampuan penggilingan yang meningkat pada bagian ini, maka pencampuran bahan adonan akan berlangsung dengan baik, selain itu terjadi pula peningkatan suhu yang tajam pada suhu adonan. Hal ini diakibatkan oleh


(29)

perubahan energi mekanik menjadi energi panas. Suhu menunjukkan peningkatan yang hampir linier dibandingkan dengan tahap pencampuran adonan. Peningkatan suhu yang tajam sesaat sebelum bahan keluar dari bagian die yang diikuti oleh penurunan suhu yang cepat setelah bahan keluar dari die akan menyebabkan terjadinya pengembangan adonan makanan yang diekstrusi (Baianu, 1992). Bentuk ekstruder ulir tunggal disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Gambar ekstruder ulir tunggal (Ariyanto, 2009)

b. Ekstruder ulir ganda (Twin screw extruder/TSE)

Bagian ekstruder ulir ulir ganda (Twin screw extruder/TSE) antara lain : 1. Feed Zone, dimulai dengan memasukan bahan mentah ke dalam ekstruder

secara terus menerus. Ketika ulir mulai berputar, ekstruder akan menggiling bahan dan mencampur bahan secara menyeluruh. Bahan cair, biasanya lemak/minyak, air atau bahan lainnya, ditambahkan melalui sebuah lubang masukan pada barrel untuk menambah kelembaban atau membasahi partikel-partikel granula sebelum dimasak (bila diperlukan). Pada zona ini bahan-bahan dibentuk menjadi suatu adonan yang merata oleh proses penggilingan ulir ganda (twin screw).

2. Cooking Zone, pada tahap ini adonan diberi perlakuan panas yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung dari hasil produk yang diinginkan dan


(30)

spesifikasi mesin. Panas mekanis dalam barrel dihasilkan dengan cara mengatur konfigurasi ulir. Kepadatan gerigi-gerigi dan jarak ulir, pengaturan arah putaran dan tekanan dapat menghasilkan panas mekanis. Panas konveksi dihantarkan langsung dari dinding barrel pada adonan. Penghantaran panas secara konveksi merupakan metode penghantaran panas yang sangat efektif. Panas uap, bila dibutuhkan dapat diberikan pada adonan melalui suatu lubang masukan pada barrel.

3. Forming Zone, dimana produk akan dibentuk sesuai dengan keinginan pengolah. Kita dapat memperoleh produk yang bentuknya mengembang atau padat tergantung pada tingkat kelembaban, suhu, tekanan dan bentuk

geometris dari die (piringan pencetak bahan). Untuk membuat produk yang mengembang (expanded product), suhu dan tekanan ditingkatkan sementara tingkat kelembaban harus dikendalikan dengan akurat. Ketika produk keluar dari ekstruder melalui die, perubahan dari tekanan atmosfir akan

menyebabkan kelembaban di dalam bahan berubah menjadi uap. Hal ini mengakibatkan mengembangnya adonan yang dimasak menjadi produk yang teksturnya berongga. Untuk membuat produk yang padat, digunakan adonan dengan kelembaban tinggi dan diolah pada suhu yang rendah. Ketika ekstrudat didorong keluar melalui die, produk tidak akan mengembang tetapi akan memperoleh bentuk sesuai bentuk die. Hasilnya berupa pellet padat dengan bentuk yang beragam (Janssen, 1978). Bentuk ekstruder ulir ganda disajikan pada Gambar 7.


(31)

Gambar 7. Ekstruder ulir ganda (Ariyanto, 2009)

I. Karakterisasi

1. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi elektromagnetik. Fungsi dari FT-IR adalah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven, 2001). Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 950-1500 cm-1 untuk larutan senyawa (Rabek, 1980).

Prinsip kerja instrumen ini adalah mengukur energi inframerah yang diserap oleh ikatan kimia pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu. Energi radiasi tersebut bervariasi dalam jarak tertentu dan responnya diplot dalam suatu fungsi radiasi energi. Struktur dasar suatu senyawa dapat ditentukan berdasarkan letak absorpsi inframerahnya. FT-IR dapat membedakan gugus OH yang berasal dari alkohol dan karboksilat (Clark, 2000). Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FT-IR juga bermanfaat dalam


(32)

meneliti polipaduan polimer. Salah satu penggunaan FT-IR adalah penentuan gugus molekul pada asam laktat.

Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994).

2. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum system).

Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi


(33)

elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007). Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dengan penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen.

3. Differential Scanning Calorimetry (DSC)

Differential Scanning Calorimetry (DSC ) merupakan salah satu metode analisis termal yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan entalpi dari suatu sampel. Teknik DSC merupakan teknik analisa untuk mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan pembanding sebagai fungsi temperatur. Terdapat dua tipe DSC yang umum digunakan , yaitu power-compensation DSC dan heat flux DSC.

Di dalam alat DSC terdapat dua heater, dimana di atasnya diletakkan wadah sampel yang diisi dengan sampel dan wadah reference yang dibiarkan kosong. Kedua wadah tersebut terbuat dari bahan yang sama, biasanya alumunium. Komputer akan memerintahkan heater untuk menaikkan suhu kedua wadah tersebut dengan kecepatan sama, sehingga akan terdapat perbedaan kalor yang diberikan terhadap wadah sampel dan wadah reference. Perbedaan tersebut dicatat oleh komputer dalam bentuk kurva aliran kalor versus kenaikan suhu.


(34)

Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian, komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi (Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cair dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.

4. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA)

Thermogravimetric Analisys (TGA) adalah suatu teknik analisis untuk

menentukan stabilitas termal suatu material dan fraksi komponen volatile dengan menghitung perubahan berat yang dihubungkan dengan perubahan temperatur. Seperti analisis ketepatan yang tinggi pada tiga pengukuran, yaitu berat, temperatur, dan perubahan temperatur. Suatu kurva hilangnya berat dapat digunakan untuk mengetahui titik hilangnya berat (Steven, 2001).

TGA biasanya digunakan dalam riset dan pengujian untuk menentukan

karakteristik material seperti polimer, untuk menentukan penurunan temperatur, kandungan material yang diserap, komponen anorganik dan organik di dalam material, dekomposisi bahan yang mudah meledak, dan residu bahan pelarut. TGA juga sering digunakan untuk kinetika korosi pada oksidasi temperatur tinggi (Steven, 2001)


(35)

Pengukuran TGA dilakukan di udara atau pada atmosfir yang inert, seperti Helium atau Argon dan berat yang dihasilkan sebagai fungsi dari kenaikan temperatur. Pengukuran dapat juga dilakukan pada atmosfir oksigen (1-5% O2 di dalam N2 atau He) untuk melambatkan oksidasi (Steven, 2001).


(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel limbah kulit udang di Restoran Seafood Jumbo Kakap, Teluk Betung, pembuatan kitosan, pembuatan produk, DSC dan TGA dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Biomassa Terpadu, Universitas Lampung, analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada dan SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN Serpong Jakarta.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, penangas air, mortar, magnetic stirrer (Wiggen Hauser), neraca digital (Wiggen Hauser), satu set peralatan soklet, termometer, blender, grinding, Extruder HAAKE Rheomex OS, Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) tipe varian 2000 FTIR scimiter series, Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Shimadzu, Scanning Electron Microscopy (SEM) - EDX merek JED-2300 Analysis Station JEOL, Difference Scanning Calorimetry (DSC) Type Exstar


(37)

X-DSC7000 dan Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Type 7000 with Autosampler.

Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu standar kitin dan kitosan produksi WAKO Jepang, kulit udang, natrium hidroksida, asam klorida, ammonium oksalat, natrium hipoklorit, etanol, akuades, limbah plastik polipropilen (kemasan gelas AMDK), asam stearat, pelarut heksan, indikator universal, dan kertas saring.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Sampel

a. Persiapan Sampel Kulit Udang

Cangkang kulit udang dibersihkan dan dikeringkan, kemudian dihaluskan dan selanjutnya disebut sampel.

b. Persiapan Sampel Limbah Plastik Polipropilen

Limbah Polipropilen yang digunakan adalah limbah kemasan gelas Air Minum dalam Kemasan (AMDK). Kemasan gelas AMDK yang telah dibersihkan dipotong dengan ukuran 25 mm x 25 mm.

2. Isolasi Kitosan

Kitosan diperoleh melalui deasetilasi kitin, proses isolasi kitin sendiri terdiri atas tiga tahap, yaitu: deproteinasi yang merupakan proses pemisahan protein dari


(38)

cangkang kulit udang, demineralisasi yang merupakan proses pemisahan mineral, depigmentasi yang merupakan tahap pemutihan kitin, dan proses isolasi kitosan terdiri dari satu tahap yaitu tahap deasetilasi yang merupakan pemutusan gugus asetil pada kitin.

a. Deproteinasi

Sebanyak 100 gram sampel ditempatkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi pengaduk dan termometer diletakkan dalam penangas air. Kemudian sampel ditambahkan 1 L NaOH 20% dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 90 o

C (Pareira, 2004). Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Filtrat diuji dengan CuSO4. Residunya dicuci dengan akuades hingga pH netral, dikeringakan dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam.

b. Demineralisasi

Kitin kasar hasil deproteinasi dimasukkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi dengan pengaduk, termometer dan diletakkan dalam penangas air. Kemudian sampel ditambahkan HCl 1,25 N dengan perbandingan 1:10 (v/v) selama 1 jam pada suhu 90 oC (Pareira, 2004). Setelah itu, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh residu dan filtrat. Filtrat diuji dengan amonium oksalat. Residunya dicuci dengan akuades sampai pH netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin hasil demineralisasi.


(39)

c. Depigmentasi

Kitin kasar hasil demineralisasi diekstraksi menggunakan etanol dengan perbandingan 1:20 (w/v) secara sokletasi. Residunya diputihkan dengan

menggunakan bayclin selama 10 menit pada suhu kamar (Muzzarelli dkk., 1997). Kemudian dicuci dengan akuades hingga pH netral dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam, sehingga diperoleh kitin berupa serbuk halus berwarna putih.

d. Deasetilasi

Sebanyak 100 gram kitin ditambahkan dengan 200 ml larutan NaOH 60% dalam labu leher tiga lalu dipanaskan sampai suhu 140 oC selama 90 menit (Pareira, 2004). Setelah itu didinginkan selama 3 jam pada suhu ruang dan dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan dan cairannya. Padatannya dicuci dengan akuades sampai pH netral. Padatan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 °C selama 24 jam.

3. Karakterisasi Sampel Kitosan, PP dan PVA

a. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi dengan FTIR

Kitosan yang diperoleh dianalisis dengan Spektrofotometer IR. Kitosan dibuat pelet dengan KBr, kemudian dilakukan scanning pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pembacaan kitosan standar.


(40)

b. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi, PP dan PVA dengan DSC

Kitosan hasil isolasi, limbah plastik polipropilen dan polivinil alkohol

dikarakterisasi menggunakan DSC tipe X-DSC 7000. Sampel ditimbang sekitar 2-3 mg dan dimasukkan ke dalam alumunium pan. Sampel kemudian di crimp menggunakan crimper. Tipe pan yang sama dengan sampel disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Sampel dan reference yang telah disiapkan diletakkan ke dalam DSC menggunakan pinset. Analisis

dilakukan pada suhu 30 sampai 400 oC,dan heating rate 10 oC/min

c. Karakterisasi Kitosan Hasil Isolasi, PP dan PVA dengan TGA

Kitosan hasil isolasi, limbah plastik polipropilen dan polivinil alkohol

dikarakterisasi menggunakan SII TG/DTA 7000. Sampel ditimbang sekitar 5-8 mg dan dimasukkan ke dalam platina pan. Tipe pan yang sama dengan sampel disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Sampel dan reference yang telah disiapkan diletakkan ke dalam TGA menggunakan pinset. Analisis dilakukan pada suhu 30-600 oC dengan heating rate sebesar 10 oC/min.

4. Pembuatan Plastik PP/Kitosan

a. Pembuatan Plastik PP dengan Penambahan Plasticizer dan Pendispersi

Plasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah polivinil alkohol (PVA). Plastik dibuat dengan penambahan komposisi PVA sebesar 2,5% dari berat total PP, yaitu 40 gram. Proses pembuatan plastik kedua dilakukan dengan variasi


(41)

penambahan pendispersi yaitu asam stearat sebesar 5% dan 10% dari berat PP. Proses blending dalam ekstruder dilakukan pada daerah barrel ekstruder (TS1, TS2, dan TS3) dengan suhu yang telah disesuaikan. Sampel kemudian diekstruksi dan dikeluarkan melalui die blown film yang kemudian dicetak menjadi lembaran plastik. Komposisi pendispersi terbaik digunakan untuk pembuatan plastik campuran PP/Kitosan.

b. Pembuatan Plastik PP/Kitosan Tanpa Pendispersi

Plastik dibuat dengan variasi komposisi kitosan sebesar 5%, 10% dan 20% dari berat total sampel yang digunakan, yaitu 40 gram. Proses blending dalam ekstruder dilakukan pada daerah barrel ekstruder (TS1, TS2, dan TS3) dengan suhu yang telah disesuaikan. Sampel kemudian diekstruksi dan dikeluarkan melalui die blown film yang kemudian dicetak menjadi lembaran plastik.

c. Pembuatan Plastik PP/Kitosan dengan Penambahan Pendispersi

Plastik dibuat dengan variasi komposisi kitosan sebesar 5%, 10% dan 20% dari berat total sampel yang digunakan, yaitu 40 gram terhadap asam stearat 10%. Proses blending dalam ekstruder dilakukan pada daerah barrel ekstruder (TS1, TS2, dan TS3) dengan suhu yang telah disesuaikan. Sampel kemudian diekstruksi dan dikeluarkan melalui die blown film yang kemudian dicetak menjadi lembaran plastik.


(42)

5. Karakterisasi Plastik dengan FTIR

Sampel plastik yang dihasilkan dihaluskan, dihomogenkan dan dibuat pelet dengan KBr, kemudian ditembakkan dengan sinar infra merah pada daerah frekuensi antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Hasil serapan gugus fungsional dari senyawa yang ada dalam sampel terekam sebagai spektrum IR.

6. Karakterisasi Plastik dengan SEM

Pada penelitian ini, karakterisasi menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui perubahan dan karakteristik morfologi plastik PP/kitosan sehingga dapat

ditampilkan dalam tampilan gambar 3 dimensi. Sampel yang akan dianalisis disiapkan dan direkatkan dalam specimen holder. Sampel yang telah dipasang dalam holder dibersihkan dengan hand blower. Sampel kemudian dimasukan dalam mesin couting untuk dilapisi lapisan tipis berupa gold-poladium selama 4 menit. Kemudian sampel dimasukan ke dalam specimen chamber. Pengamatan dan pengambilan gambar pada layar SEM dengan mengatur pembesaran yang diinginkan dan penentuan spot yang akan dianalisis pada layar SEM serta pemotretan pada gambar SEM.

7. Karakterisasi Plastik dengan DSC

Sampel plastik dikarakterisasi menggunakan DSC tipe X-DSC 7000. Sampel ditimbang sekitar 2-3 mg dan dimasukkan ke dalam alumunium pan. Sampel kemudian dicrimp menggunakan crimper. Tipe pan yang sama dengan sampel


(43)

disiapkan dan digunakan sebagai reference pan dalam pengukuran. Analisis dilakulan pada suhu 30 sampai 400 oC dengan heating rate sebesar 5oC/menit .

8. Karakterisasi Plastik dengan TGA

Sampel plastik diuji dekomposisi material polimer meggunakan alat TG/DTA. Sampel ditimbang sekitar 2-3 mg dan dimasukan dalam thermocouple yang terbuat dari alumunium. Thermocouple yang berisi sampel dan material referensi kemudian ditempatkan dalam furnace. Analisis dilakukan pada suhu 30-600 oC dengan pengaturan kenaikan suhu sebesar 10 ºC/menit.


(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1.

Derajat deasetilasi kitosan isolasi adalah 64,01 %. Nilai ini diperoleh

menggunakan instrument DSC.

2.

Analisis FTIR menunjukkan adanya pergeseran bilangan gelombang sebelum dan

sesudah penambahan asam sterat yang menandakan adanya interaksi polar-polar

dan nonpolar-nonpolar antara PP, kitosan dan asam stearat.

3.

Pencampuran PP/Kitosan menghasilkan campuran yang tidak homogen (tidak

kompatibel) bedasarkan hasil SEM.

4.

Penambahan pendispersi (asam stearat) menyebabkan terjadinya penurunan titik

leleh (Tm) film plastik.

5.

Penambahan pendispersi (asam stearat) menyebabkan terjadinya penurunan laju

dekomposisi film plastik dan menaikkan stabilitas termalnya.


(45)

B.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :

1.

Diperlukan modifikasi terhadap kitosan untuk mengurangi kepolaran dari kitosan.

2.

Diperlukan variasi komposisi asam stearat yang ditambahkan serta jenis

plasticizer dan pendispersi lain yang digunakan sehingga dapat mengetahui dan

memperoleh plasticizer dan pendispersi yang paling efektif.

3.

Diperlukan uji tensile strenght plastik untuk mengetahui pengaruh penambahan

kitosan dan asam stearat terhadap kuat tarik plastik.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ahman, D and Dorgan J. R., 2009. Bioengineering for Pollution Prevention through Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report, EPA/600/R-07. 28:76-78.

Almaika, S. And Scott, G. 1983. In Degradation and Stabilisation of Polyolefin. App. Sci. Publ. Ltd. London.

Amir. A., 1999. Pencampuran PP dengan pulp tandan kosong sawit sebagai pengisi dengan Pengkompatibel Asam Stearat dan Parafin. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Amria, Faisal, et al., 2010. Improved Thermal Properties of Chitosan Filled Polypropylene (PP) Composites by Chemical Modification with Acetid Acid. Proceedings of the Third International Conference on Mathematics and Natural Sciences. 794-804.

Annisa. 2007. Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap grafting kitosan pada Film Polietilen dengan Metode Grafting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anonim. 2012. Bioplastik Ramah Lingkungan. Diakses tanggal 4 April 2012. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/bioplastik-yang-ramah-lingkungan.

Ariyanto, Novri. 2009. Prinsip-prinsip Ekstrusi. http://rewisa.files.wordpress.com/ 2010/12/ekstrusi.ppt/ Diakses pada 24 Desember 2012.

Baianu, I.C., 1992. Basic Aspect of Food Extrusion. Di dalam: Baianu, I.C (ed) Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and

Application.Textbook VNRVol.1, NewYork. http://fs512.fshn.uiuc.edu. (9 Januari 2009).

Balley, J.E, and Ollis, D.F., 1977. Biochemical Engineering Fundamental. Mc.Graw Hiil Kogakusha ltd., Tokyo.


(47)

Beyler, C.L. and Hirschler, M. M. 1995. Thermal Decomposition of Polymers, Chapter 1-7 in SFPE Handbook of Fire Protection Engineering (2nd Edn). Editor-in-chief: P.J. DiNenno, pp. 1.099-1.119, NFPA, Quincy, MA. Billmeyer, F.W.Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. Third Edition. A Wiley

Inter Science Publication.

Budiman, N. 2003. Polimer biodegradable. Diakses pada 28 Juni 2003. http://www.kompas.com/0302/28/ llpeng/151875.htm-35k.

Chen, A., Haddad, D., Wang, R., 2009. Analysis of Chitosan-Alginate Bone Scaffolds. New Jersey: Rutgers University.

Clark J. 2000. Interprating an infrared spectrum. Diakses 26 Maret 2006. http://www.chemguide.co.uk. htm.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh J.G. Stark. Bandung : Penerbit ITB.

Fauzi, R. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polipropilen Menggunakan Alat Extruder. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fitryani, F. 2010. Peranan Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Poliblen Plastik Bekas Jenis Polipropilena (PP) dengan Bahan Pengisi Kitin dan Kitosan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Springer Publisher. Diakses pada 18 Juni 2009. http://books.google.com.

Guinesi, L. S. 2006. The Use Of DSC Curves to Determine The Acetylation Degree Of Chitin/Chitosan Samples. Elsevier Applied Sciences. 128-133.

Haryanto, 1995. Deasetilasi Kitin dari Cangkang Kepiting Bakau Menjadi Kitosan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulaman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republic of Germany.

Holmes, Z. A. 2007. Extrusion. Food Resource Oregon State University Website. U.S. food.oregonstate.edu/g/extrusion. Diakses pada 9 Januari 2009. Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy. Handbook of Instrumental Techniques

for Analytical Chemistry.

Janssen, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusion. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam


(48)

Julianti, E. Nurminah, M. 2007. Teknologi Pengemasan. Diakses pada 11 April 2008. http://library.usu.ac.id /download/ fmipa/Kimia-Juliati.pdf.

Khairunizar, S. 2009. Peranan Pendispersi Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Campuran Plastik Polipropilen Bekas dengan Bahan Pengisi Dekstrin. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Kim, H. S. et al., 2005. Thermal properties of agro-flour filled biodegradable polymer bio-composites. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Seri-a 81 : 299-306.

Knoor, D. 1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. Journal Food Science 48 : 31

Komariah. 2006. Penggunaan Kitosan Sebagai Bahan Penyalut Fiber Glass dan Filter Paper Untuk Penyerap Logan Ni dan Cr dengan system Aquatic. (Disertasi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Koswara, S., 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. e-book pangan.

Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradabel. Diakses pada 23 Juni 2003. http://www. hayati_ipb. com/users/rudyct/individu

2001/rindam_latief.htm-87k.

Majeti, N. V., and R. Kumar. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive Function of Polymer 46 : 1-27.

Matthias. 2007. Thermo Fisher Scientific, “Process Instruments”. Germany: Karlsruhe.

Mekawati, F. E., dan D. Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil Tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal. Jurnal Sains and Matematika 8 : 51-54.

Muzzarelli, et al., 1997. Methods for the determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Inc

Narayan, R. 1996. Biobased and Biodegradable Plastic. Diakses pada 24 Agustus 2009. http://www. plasticsindustry.org/files/events/pdfs/bio-narayan-061906.pdf.

Nolan-ITU. 2002. Environment Australia: Biodegradable Plastics-Development and Environment Impact. Melbourne: Nolan-ITU Pty Ltd.

Ogur, E. 2005. Polyvinyl alcohol: materials, processing and applications. Volume 16, Number 12, 2005. ISSN: 0889-3144. Dalam: Randi, S. 2011.


(49)

Pengaruh Penambahan Polivinil Alkohol Dan Perbedaan RasioCampuran Ampok Jagung Dan Tapioka Terhadap Perbedaan Karakteristik

Biodegredable Foam. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Osiris, W.G. and Moselhey, M.T.H. 2011. Optical study of poly (vinyl alcohol) /hydroxypropyl methylcellulose blends. Journal of Materials Science 46 : 5775-5789.

Page, D.S., R. Soendoro. 1995. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta Paramawati, R. 2001. Properties of Plasticized-Zein Film as Affected by

Plasticizer Treatments. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pareira, B.M., 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan. Diakses pada

tanggal 2 September 2010. http://www.chem-is-try.org.

Purnawan, C. dkk., 2008. Kajian Analisis Termal Kitin-Kitosan Cangkamg Udang menggunakan Thermogravimetric Analysis dan Differtial Thermal

Analysis (TGA-DTA). Sains dan Terapan Kimia 2. : 44-52.

Pranamuda. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable Berbahan Baku Pati Tropis. Biodegradable untuk Abad 21. Jakarta.

Rabek, J.F. 1980. Experimental Methods in Polymer Chemistry. Swedia : John Wiley and Sons.

Risnawaty, L., 1999. Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Campuran PE dan Karet Alam SIR 20 dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan

Ronald . J. B. 1986. Industrial Plastik. The Goodheart – Willcox Company. Inc. New York.

Shujun, W., Y.jiugao dan Y. Jinglin. 2005. Preparation dan Caracterization of Compatible Thermoplastic starch/Polyethyeene. Polym Degrad Stab 47 : 165-173.

Stevano, R. 2013. Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polivinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut. (Skripsi).

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya Paramita. Jakarta. Hlm. 33-35.

Suhardi. 1992. Khitin Dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta.


(50)

Sunarti, T.C., U.M. Yuliasih. 2008. Makalah Seminar: Aplikasi Pati sebagai Campuran Plastik: Peluang dan Tantangan. dalam Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri Yogjakarta. Yogyakarta

Supriadi, TB. D., 2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Plastik Campuran Polipropilen (PP)/Poli Asam Laktat (PLA) dengan Penambahan Plasticizer Menggunakan Metode Non Solution Casting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Winarno, F.G., 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wirjosentono, B., 1995. Perkembangan Industri Polimer di Indonesia, Orasi Ilmiah Lustrum 6. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wirjosentono, B., 1997. Kinetika dan Mekanisme Polimerisasi. USU-Press. Medan


(1)

B.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :

1.

Diperlukan modifikasi terhadap kitosan untuk mengurangi kepolaran dari kitosan.

2.

Diperlukan variasi komposisi asam stearat yang ditambahkan serta jenis

plasticizer dan pendispersi lain yang digunakan sehingga dapat mengetahui dan

memperoleh plasticizer dan pendispersi yang paling efektif.

3.

Diperlukan uji tensile strenght plastik untuk mengetahui pengaruh penambahan

kitosan dan asam stearat terhadap kuat tarik plastik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ahman, D and Dorgan J. R., 2009. Bioengineering for Pollution Prevention through Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report, EPA/600/R-07. 28:76-78.

Almaika, S. And Scott, G. 1983. In Degradation and Stabilisation of Polyolefin. App. Sci. Publ. Ltd. London.

Amir. A., 1999. Pencampuran PP dengan pulp tandan kosong sawit sebagai pengisi dengan Pengkompatibel Asam Stearat dan Parafin. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Amria, Faisal, et al., 2010. Improved Thermal Properties of Chitosan Filled Polypropylene (PP) Composites by Chemical Modification with Acetid Acid. Proceedings of the Third International Conference on Mathematics and Natural Sciences. 794-804.

Annisa. 2007. Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap grafting kitosan pada Film Polietilen dengan Metode Grafting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Anonim. 2012. Bioplastik Ramah Lingkungan. Diakses tanggal 4 April 2012. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/bioplastik-yang-ramah-lingkungan.

Ariyanto, Novri. 2009. Prinsip-prinsip Ekstrusi. http://rewisa.files.wordpress.com/ 2010/12/ekstrusi.ppt/ Diakses pada 24 Desember 2012.

Baianu, I.C., 1992. Basic Aspect of Food Extrusion. Di dalam: Baianu, I.C (ed) Physical Chemistry of Food Process: Principle, Techniques and

Application.Textbook VNRVol.1, NewYork. http://fs512.fshn.uiuc.edu. (9 Januari 2009).

Balley, J.E, and Ollis, D.F., 1977. Biochemical Engineering Fundamental. Mc.Graw Hiil Kogakusha ltd., Tokyo.


(3)

Beyler, C.L. and Hirschler, M. M. 1995. Thermal Decomposition of Polymers, Chapter 1-7 in SFPE Handbook of Fire Protection Engineering (2nd Edn). Editor-in-chief: P.J. DiNenno, pp. 1.099-1.119, NFPA, Quincy, MA. Billmeyer, F.W.Jr. 1984. Text Book of Polymer Science. Third Edition. A Wiley

Inter Science Publication.

Budiman, N. 2003. Polimer biodegradable. Diakses pada 28 Juni 2003. http://www.kompas.com/0302/28/ llpeng/151875.htm-35k.

Chen, A., Haddad, D., Wang, R., 2009. Analysis of Chitosan-Alginate Bone Scaffolds. New Jersey: Rutgers University.

Clark J. 2000. Interprating an infrared spectrum. Diakses 26 Maret 2006. http://www.chemguide.co.uk.htm.

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh J.G. Stark. Bandung : Penerbit ITB.

Fauzi, R. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polipropilen Menggunakan Alat Extruder. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fitryani, F. 2010. Peranan Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Poliblen Plastik Bekas Jenis Polipropilena (PP) dengan Bahan Pengisi Kitin dan Kitosan. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Frame, N.D. 1994. The Technology of Extrusion Cooking. Springer Publisher. Diakses pada 18 Juni 2009. http://books.google.com.

Guinesi, L. S. 2006. The Use Of DSC Curves to Determine The Acetylation Degree Of Chitin/Chitosan Samples. Elsevier Applied Sciences. 128-133.

Haryanto, 1995. Deasetilasi Kitin dari Cangkang Kepiting Bakau Menjadi Kitosan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulaman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. Republic of Germany.

Holmes, Z. A. 2007. Extrusion. Food Resource Oregon State University Website. U.S. food.oregonstate.edu/g/extrusion. Diakses pada 9 Januari 2009. Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy. Handbook of Instrumental Techniques

for Analytical Chemistry.

Janssen, P.B.M. 1978. Twin Screw Extrusion. Elsevier Scientific Publishing


(4)

Julianti, E. Nurminah, M. 2007. Teknologi Pengemasan. Diakses pada 11 April 2008. http://library.usu.ac.id /download/ fmipa/Kimia-Juliati.pdf.

Khairunizar, S. 2009. Peranan Pendispersi Asam Stearat Terhadap Kompatibilitas Campuran Plastik Polipropilen Bekas dengan Bahan Pengisi Dekstrin. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan

Kim, H. S. et al., 2005. Thermal properties of agro-flour filled biodegradable polymer bio-composites. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Seri-a 81 : 299-306.

Knoor, D. 1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. Journal Food Science 48 : 31

Komariah. 2006. Penggunaan Kitosan Sebagai Bahan Penyalut Fiber Glass dan Filter Paper Untuk Penyerap Logan Ni dan Cr dengan system Aquatic. (Disertasi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Koswara, S., 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. e-book pangan.

Latief, R. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradabel. Diakses pada 23 Juni 2003. http://www. hayati_ipb. com/users/rudyct/individu

2001/rindam_latief.htm-87k.

Majeti, N. V., and R. Kumar. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive FunctionofPolymer 46 : 1-27.

Matthias. 2007. Thermo Fisher Scientific, “Process Instruments”. Germany: Karlsruhe.

Mekawati, F. E., dan D. Sumardjo. 2000. Aplikasi Kitosan Hasil Tranformasi Kitin Limbah Udang (Penaeus merguiensis) untuk Adsorpsi Ion Logam Timbal. Jurnal Sains and Matematika 8 : 51-54.

Muzzarelli, et al., 1997. Methods for the determination of the degree of acetylation of chitin and chitosan. Inc

Narayan, R. 1996. Biobased and BiodegradablePlastic. Diakses pada 24 Agustus 2009. http://www. plasticsindustry.org/files/events/pdfs/bio-narayan-061906.pdf.

Nolan-ITU. 2002. Environment Australia: Biodegradable Plastics-Development and Environment Impact. Melbourne: Nolan-ITU Pty Ltd.

Ogur, E. 2005. Polyvinyl alcohol: materials, processing and applications. Volume 16, Number 12, 2005. ISSN: 0889-3144. Dalam: Randi, S. 2011.


(5)

Pengaruh Penambahan Polivinil Alkohol Dan Perbedaan RasioCampuran Ampok Jagung Dan Tapioka Terhadap Perbedaan Karakteristik

Biodegredable Foam. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Osiris, W.G. and Moselhey, M.T.H. 2011. Optical study of poly (vinyl alcohol) /hydroxypropyl methylcellulose blends. Journal of Materials Science 46 : 5775-5789.

Page, D.S., R. Soendoro. 1995. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta Paramawati, R. 2001. Properties of Plasticized-Zein Film as Affected by

Plasticizer Treatments. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pareira, B.M., 2004. Limbah Cangkang Udang menjadi Kitosan. Diakses pada

tanggal 2 September 2010. http://www.chem-is-try.org.

Purnawan, C. dkk., 2008. Kajian Analisis Termal Kitin-Kitosan Cangkamg Udang menggunakan Thermogravimetric Analysis dan Differtial Thermal

Analysis (TGA-DTA). Sains dan Terapan Kimia 2. : 44-52.

Pranamuda. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable Berbahan Baku Pati Tropis. Biodegradable untuk Abad 21. Jakarta.

Rabek, J.F. 1980. Experimental Methods in Polymer Chemistry. Swedia : John Wiley and Sons.

Risnawaty, L., 1999. Peranan Anhidrida Maleat Terhadap Kompabilitas Campuran PE dan Karet Alam SIR 20 dengan Pengisi Pulp Tandan Kosong Sawit. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan

Ronald . J. B. 1986. Industrial Plastik. The Goodheart – Willcox Company. Inc. New York.

Shujun, W., Y.jiugao dan Y. Jinglin. 2005. Preparation dan Caracterization of Compatible Thermoplastic starch/Polyethyeene. Polym Degrad Stab 47 : 165-173.

Stevano, R. 2013. Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosan dan Polivinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut. (Skripsi).

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Pradya Paramita. Jakarta. Hlm. 33-35.

Suhardi. 1992. Khitin Dan Khitosan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta.


(6)

Sunarti, T.C., U.M. Yuliasih. 2008. Makalah Seminar: Aplikasi Pati sebagai Campuran Plastik: Peluang dan Tantangan. dalam Seminar Nasional “Meretas Langkah Menuju Bumi Bebas Sampah Plastik dengan Bioplastik. Universitas Negeri Yogjakarta. Yogyakarta

Supriadi, TB. D., 2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Plastik Campuran Polipropilen (PP)/Poli Asam Laktat (PLA) dengan Penambahan Plasticizer Menggunakan Metode Non Solution Casting. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Winarno, F.G., 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wirjosentono, B., 1995. Perkembangan Industri Polimer di Indonesia, Orasi Ilmiah Lustrum 6. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wirjosentono, B., 1997. Kinetika dan Mekanisme Polimerisasi. USU-Press. Medan


Dokumen yang terkait

KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABEL DARI CAMPURAN KITOSAN DAN POLI VINIL ALKOHOL MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT

6 40 56

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN KITOSAN DAN POLIPROPILEN MENGGUNAKAN ALAT EXTRUDER

4 18 47

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILEN DAN KITOSAN MENGGUNAKAN METODE TANPA PELARUT (PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE BETWEEN POLYPROPYLENE AND CHITOSAN USING S

0 18 50

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK CAMPURAN POLIPROPILEN (PP)/POLI ASAM LAKTAT (PLA) DENGAN PENAMBAHAN PLASTICIZER MENGGUNAKAN METODE NON SOLUTION CASTING PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF MIXED PLASTIC POLYPROPYLENE (PP) / POLY LACTIC ACID (PLA) WITH

16 89 64

JUDUL INDONESIA: PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN KITOSAN DAN POLIETILEN MENGGUNAKAN ALAT EXTRUDER JUDUL INGGRIS: PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF BIODEGRADABLE PLASTIC FROM THE MIXTURE OF CHITOSAN AND POLYETHYLENE (PE) U

0 11 55

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE CAMPURAN KITOSAN DAN POLIETILEN (PE) MENGGUNAKAN ALAT EXTRUDER

1 10 56

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE DARI CAMPURAN ONGGOK SINGKONG-POLI ASAM LAKTAT MENGGUNAKAN METODE SOLUTION CASTING

20 64 55

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE CAMPURAN PATI DARI TEPUNG TAPIOKA DAN LDPE MENGGUNAKAN SINGLE SCREW EXTRUDER

4 51 66

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN DARI CAMPURAN KITOSAN POLI ASAM LAKTAT

0 4 5

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG DAN LIMBAH KULIT ARI SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE

2 6 9