STUDI PENGECAMBAHAN BIJI DAN PEMBESARAN SEEDLING IN VITRO SERTA AKLIMATISASI PLANLET Phalaenopsis HIBRIDA

(1)

ABSTRAK

STUDI PENGECAMBAHAN BIJI DAN PEMBESARAN SEEDLING IN VITRO SERTA AKLIMATISASI PLANLET

Phalaenopsis HIBRIDA

Oleh LENI MARLINA

Phalaenopsis hibrida (Orchidaceae) merupakan jenis tanaman anggrek yang bentuk, warna dan corak bunganya sangat indah dan digemari konsumen. Ukuran bunga yang beragam, masa segar bunga yang lama dan harga yang tidak terlalu mahal juga merupakan daya tarik yang kuat yang menjadikan Phalaenopsis hibrida salah satu jenis anggrek yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Perakitan hibrida baru yang disukai konsumen merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha peanggrekan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari studi persilangan dua tetua anggrek Phalaenopsis hibrida, perkembangan polong buah berbiji, perkecambahan biji dan pertumbuhan seedling in vitro serta

aklimatisasi planlet. Dari serangkaian studi di atas, dilakukan tiga percobaan yaitu perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro, pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in vitro dan aklimatisasi pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida yang dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan April 2014 sampai dengan Juni 2015. Ketiga percobaan tersebut, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial (2x3). Percobaan I bertujuan untuk

mempelajari pengaruh media dasar (MS dan 3 g/l Growmore NPK 32:10:10) dan berbagai konsentrasi pepton (0, 2, 4 g/l) terhadap perkecambahan biji secara in vitro. Semua biji yang dikecambahkan diberi skor dengan rentang 0 (tidak ada biji yang berkecambah) sampai 4 (sebagian besar biji berkecambah).

Pertumbuhan protokorm diukur dengan menghitung persentase dari protokorm dengan primordia daun dan bobot 100 protokorm pada 2 (dua) bulan setelah benih disemai.

Percobaan II bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari media dasar (MS dan 3 g/l Growmore NPK 32:10:10) dan berbagai konsentrasi pepton yaitu (0, 1, 2 g/l) pada pertumbuhan seedling invitro. Jumlah daun, panjang daun dan

diameter daun maupun bobot segar tanaman diamati setelah 3 (tiga) bulan dikulturkan. Percobaan III bertujuan untuk mempelajari pengaruh media aklimatisasi (sphagnum moss dan sabut kelapa) dan berbagai jenis pupuk daun (Growmore NPK 32:10:10, Hyponex Merah NPK 25:5:20 dan Gandasil D NPK


(2)

20:15:15) pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan plantlet selama aklimatisasi. Persentase dari planlet yang hidup jumlah daun, panjang daun, diameter daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot segar plantlet diamati setelah 4 (empat) bulan dalam kondisi ex vitro.

Hasil percobaan I menunjukkan bahwa setelah berumur 2 (dua) bulan setelah semai, jumlah biji yang berkecambah secara signifikan dipengaruhi oleh media dasar, konsentrasi pepton dan interaksi kedua faktor. Media yang terbaik untuk perkecambahan biji Phalaenopsis hibrida adalah 3 gr/l Growmore + 2 atau 4 g/l pepton, diikuti oleh MS + 2 g/l pepton dan MS tanpa pepton. Media Growmore + 4 g/l pepton menghasilkan persentase tertinggi (94%) protokorm yang sudah membentuk primordia daun. Media Growmore + 4 g/l pepton atau MS + 2 g/l pepton menghasilkan bobot 100 protokorm yang lebih tinggi dibandingkan dengan media lainnya.

Hasil percobaan II menunjukkan bahwa setelah 3 (tiga) bulan dalam kultur, pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in vitro tidak dipengaruhi oleh media dasar. Namun, penambahan 2 g/l pepton pada media Growmore secara signifikan meningkatkan rata-rata panjang daun, diameter daun dan bobot segar tanaman maupun panjang akar. Penambahan 1 g/l pepton hanya meningkatkan rata-rata panjang daun.

Hasil percobaan III menunjukkan bahwa pada umur 4 bulan sejak planlet

dikeluarkan dari botol, baik jenis media aklimatisasi (sphagnum moss atau sabut kelapa), jenis pupuk daun (Growmore NPK 32:10:10, Hyponex Merah NPK 25:5:20 dan Gandasil D, NPK 20:15:15) maupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh terhadap persentase keberhasilan aklimatisasi, jumlah dan panjang daun. Namun media sphagnum moss menghasilkan pertumbuhan bibit

Phalaenopsis lebih baik yang ditunjukkan oleh diameter daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot segar planlet yang lebih tinggi daripada di media sabut kelapa. Semua perlakuan yang dicobakan dapat digunakan untuk aklimatisasi planlet Phalaenopsis karena semuanya menghasilkan keberhasilan aklimatisasi 100%.

Kata kunci : Phalaenopsis hibrida, media dasar, pepton, perkecambahan biji in vitro, pertumbuhan seedling, aklimatisasi plantlet, sphagnum moss, pupuk.


(3)

STUDI PENGECAMBAHAN BIJI DAN PEMBESARAN

SEEDLING

IN VITRO

SERTA AKLIMATISASI PLANLET

ANGGREK

Phalaenopsis

HIBRIDA

Oleh

LENI MARLINA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Pascasarjana Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

STUDI PENGECAMBAHAN BIJI DAN PEMBESARAN

SEEDLING

IN VITRO

SERTA AKLIMATISASI PLANLET

ANGGREK

Phalaenopsis

HIBRIDA

Tesis

Oleh

LENI MARLINA

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Tahapan strategi untuk mendapatkan anggrek Phalaenopsis

hibrida ………..

Bunga Phalaenopsis hibrida Minho Princes……….…… Kuntum Bunga Tetua Phalaenopsis hibrida KV Beauty (P1) dan Phalaenopsishibrida Minho Princes (P2)……… Cara menyilangkan (a) pollinia diambil dari tetua jantan, dan (b) pollinia dari tetua betina; lalu diletakkan atau dimasukkan dengan

tusuk gigi ke putik dari tetua jantan begitu juga sebaliknya……….

Polong buah hasil persilangan anggrek Phalaenopsis hibrida (a) P1 x P2; (b) P1 x P2; (c) P2 x P1, yang dipanen pada umur ± 4

bulan setelah penyerbukan bunga ………

Protokorm berbentuk globular (a); dan protokorm yang sudah membentuk primordia daun (b)……….... Seedling anggrek Phalaenopsisin vitro yang berumur ± 4 bulan sejak biji di semai dalam botol kultur in vitro yang berukuran ± 2-2,5 cm dengan 2-3 helai daun ……… Bibit botolan anggrek Phalaenopsis hibrida (a dan b); yang siap diaklimatisasi dengan media tanam sphagnum moss (c); dan sabut

kelapa (d)………...

Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida dalam botolan (a); pencucian planlet dengan air mengalir (b); perendaman planlet dengan fungisida Antracol 70 WP (c); planlet siap ditanam pada

media tanam (d)………

Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida pada media sphagnum moss (a); dan media sabut kelapa (b); dengan kombinasi pupuk daun (Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil D) umur 0 MST……...

6 11 25 26 28 32 33 35 37 38


(6)

ix 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Persilangan dialel lengkap dari dua tetua anggrek Phalaenopsis hibrida yang disilangkan secara resiprokal dan selfing. (a) Mahkota bunga tampak layu pada 3-5 hari setelah penyerbukan, warna polong hijau keunguan, (b) Warna polong berubah menjadi hijau dan bakal buah/ovary membesar pada umur 2 minggu setelah penyerbukan, (c) Bakal buah/ovary semakin mebesar dan polong buah semakin berwarna hijau keunguan pada umur 2 bulan setelah penyerbukan, (d) Mahkota bunga semakin layu, polong buah

membesar sempurna pada umur 4 bulan, polong siap dipanen…….

Biji anggrek Phalaenopsis hibrida dilihat dengan mikroskop pada pembesaran ± 200 x (a); penyemaian biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro pada media kultur Growmore ditambah dengan

pepton (b)………..

Banyaknya biji anggrek Phalaenopsis hibrida yang berkecambah berdasarkan skoring; (0) biji anggrek tidak berkecambah; skoring (1) biji anggrek berkecambah sedikit; skoring (2) agak banyak; skoring (3) banyak; dan skoring (4) sangat banyak………..… Pengaruh media dan konsentrasi pepton terhadap rata-rata banyak- nya biji anggrek Phalaenopsis hibrida yang berkecambah. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %...

Penampakan visual protokorm Phalaenopsis hibrida pada umur 8 MST pada media dasar (a) MS+Pepton 0 g/l; (b) MS+Pepton 2 g/l; (c) MS+Pepton 4 g/l; (d) Growmore+Pepton 0 g/l; (e) Growmore + Pepton 2 g/l; dan (f) Growmore+Pepton 4 g/l………. Persentase protokorm yang membentuk primordia daun pada perkecambahan biji Phalaenopsis hibrida in vitroumur 8 MST….. Pengaruh media dasar dan konsentrasi pepton terhadap bobot 100 protokorm anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro pada umur 8 MST. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% ...

Pengaruh pepton terhadap panjang daun untuk pertumbuhan seedlingPhalaenopsis in vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Pengaruh pepton terhadap diameter daun untuk pertumbuhan seedlingPhalaenopsis hibrida in vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT

5% ………....

41 43 44 45 46 47 48 50 51


(7)

x 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.

Pengaruh media dan penambahan pepton terhadap akar terpanjang untuk pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Pengaruh penambahan pepton terhadap bobot segar tanaman untuk pertumbuhan seedlingPhalaenopsis in vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Penampakan visual pertumbuhan seedlingPhalaenopsis hibrida in vitro pada umur 12 MST dengan media kultur (a) MS+Pepton 0 g/l; MS+Pepton 1 g/l; (c) MS+Pepton 2 g/l; (d) Growmore + Pepton 0 g/l; (e) Growmore+Pepton 1 g/l; dan (f) Growmore +

Pepton 2 g/l ………..…

Penampilan planlet Phalaenopsis hibrida terhadap media sphagnum moss dan jenis pupuk daun Growmore, Hyponex Merah, Gandasil D (a, b, c) dan media sabut kelapa dengan jenis pupuk daun (d, e, f) pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro…... Pengaruh media aklimatisasi terhadap diameter daun planlet Phalaenopsis hibrida pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Pengaruh media aklimatisasi terhadap jumlah akar pada planlet Phalaenopsis hibrida pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Pengaruh media aklimatisasi terhadap panjang akar pada planlet Phalaenopsis hibrida pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Pengaruh media aklimatisasi terhadap bobot segar tanaman Phalaenopsis hibrida pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro. Dua nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%...

Penampilan planlet Phalaenopsis hibrida terhadap media sphagnum moss (a, b, c) dan media sabut kelapa (d, e, f) pada umur 4 bulan dalam kondisi ex vitro………….

52 53 54 56 57 58 59 60 61


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ……… i

DAFTAR TABEL ………...

DAFTAR GAMBAR ………..

iv

viii

I. PENDAHULUAN ………..

1.1 Latar Belakang dan Masalah ………..

1.2 Tujuan Penelitian ……….

1.3 Kerangka Pemikiran ………

1.4 Hipotesis ……….

1

1 5 5 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ………

2.1 Anggrek Phalaenopsis ………

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Anggrek Phalaenopsis.………….

2.2.1 Bunga ………...

2.2.2 Buah atau Polong Buah ………..

2.2.3 Daun ……….………...

2.2.4 Batang ………..

2.2.5 Akar ……….

2.3 Persilangan ………..

2.4 Perkecambahan Biji Anggrek Kultur In Vitro………. 2.5 Media Kultur Anggrek Phalaenopsis ………..

2.6 Subkultur ……….

2.7 Aklimatisasi Planlet ……….

2.8 Peranan Pupuk Daun ………...

9 9 10 10 11 12 13 13 14 16 17 19 20 21


(9)

ii

III. METODE PENELITIAN ………..

3.1 Studi Persilangan Dua Tetua Phalaenopsis Hibida Terpilih dan Perkembangan Polong Buah ……….. 3.2 Percobaan I : Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pengecambahan Biji Phalaenopsis Hibrida In Vitro...

3.2.1 Tempat dan Waktu Percobaan ………...

3.2.2 Bahan Tanaman ………..

3.2.3 Rancangan Percobaan ………

3.2.4 Pelaksanaan Percobaan ………..

3.2.5 Pengamatan ………

3.3 Percobaan II : Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pertumbuhan seedlingPhalaenopsis Hibrida In Vitro

3.3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ………...

3.3.2 Bahan Tanaman ………..

3.3.3 Rancangan Percobaan ………

3.3.4 Pelaksanaan Percobaan ………..

3.3.5 Pengamatan ………

3.4 Percobaan III : Pengaruh Media Aklimatisasi dan Jenis Pupuk Daun terhadap keberhasilan Aklimatisasi dan Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida ……….

3.4.1 Tempat dan Waktu Percobaan ………...

3.4.2 Bahan Tanaman ………..

3.4.3 Rancangan Percobaan ………

3.4.4 Pelaksanaan Percobaan ………..

3.4.5 Pengamatan ………

24 24 27 27 27 28 29 31 32 32 32 33 33 34 34 34 34 36 37 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..

4.1 Hasil Penelitian ………

4.1.1 Studi Persilangan Dua Tetua Phalaenopsis Hibida Terpilih dan Perkembangan Polong Buah ……….. 4.1.2 Percobaan I: Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi

Pepton terhadap Pengecambahan Biji Phalaenopsis

Hibrida In Vitro………

4.1.3 Percobaan II : Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pertumbuhan SeedlingPhalaenopsis Hibrida In Vitro……….. 4.1.4 Percobaan III : Pengaruh Media Aklimatisasi dan Jenis Pupuk Daun terhadap keberhasilan Aklimatisasi dan Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida….

40 40 40 43 49 54


(10)

iii

4.2 Pembahasan ………..

4.2.1 Percobaan I: Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pengecambahan Biji Phalaenopsis

Hibrida In Vitro………

4.2.2 Percobaan II : Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pertumbuhan SeedlingPhalaenopsis Hibrida In Vitro……….………….. 4.2.3 Percobaan III : Pengaruh Media Aklimatisasi dan Jenis Pupuk Daun terhadap keberhasilan Aklimatisasi dan Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida…..

62

66

68

70

V. KESIMPULAN ………...

5.1 Kesimpulan ………..

5.2 Saran ……….

74

74 75

DAFTAR PUSTAKA ……… 76


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis

hibrida………...

Formulasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk

pengecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………. Formulasi media pupuk Growmore untuk pengecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro……….. Formulasi pupuk Growmore (32:10:10), Hyponex Merah

(25:5:20) dan Gandasil D (20:15:15) untuk pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida……….. Jumlah polong buah yang dihasilkan dari masing-masing delapan kali persilangan dialel lengkap dua tetua Phalaenopsis hibrida mulai 1 minggu hingga 4 bulan setelah penyerbukan………... Persentase polong buah Phalaenopsis hibrida yang dihasilkan dari 8 penyerbukan pada masing-masing buah anggrek berumur ± 4

bulan……….

Hasil analisis ragam pada percobaan pembesaran protokorm Phalaenopsis hibrida menjadi seedling pada media dasar MS dan

Growmore dengan atau tanpa pepton serta interaksinya…………...

Hasil analisis ragam pengaruh media aklimatisasi, jenis pupuk daun dan interaksi antar kedua faktor terhadap keberhasilan

aklimatisasi dan pertumbuhan planlet Phalaenopsis hibrida setelah 4 bulan dalam kondisi ex vitro……….. Rata-rata skoring banyaknya biji anggrek yang berkecambah pada

masing-masing perlakuan………..

Analisis ragam rata-rata skoring banyaknya biji anggrek yang berkecambah pada masing-masing perlakuan………... Persentase protokorm pada perkecambahan biji anggrek yang sudah membentuk primordia daun dan globlar dihasilkan dari

masing-masing perlakuan ……….

25 30 30 36 42 42 49 55 81 81 81


(12)

v 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap bobot 100 protokorm (mg) pada percobaan perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro……….. Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap bobot 100 protokorm (mg) pada percobaan perkecambah-an biji perkecambah-anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………. Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap bobot segar tanaman pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………. Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap Bobot Segar Tanaman pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro……… Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap panjang daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis

hibrida in vitro………

Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap panjang daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………... Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap lebar daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek

Phalaenopsis hibrida in vitro………. Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap lebar daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro……….. Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap jumlah daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis

hibrida in vitro……….

Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap jumlah daun pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro……… Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap jumlah akar pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis

hibrida in vitro………...

Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap jumlah akar pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………...

82 82 83 83 84 84 85 85 86 86 87 87


(13)

vi 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.

Pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap akar terpanjang pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………. Analisis ragam pengaruh media dasar dengan atau tanpa pepton terhadap akar terpanjang pada percobaan pertumbuhan seedling anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro………... Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap bobot segar tanaman (g) pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida……….. Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap bobot segar tanaman pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida……… Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap jumlah daun pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ………. Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap jumlah daun pada percobaan aklimatisasi dan

pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida …………..…. Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap panjang daun pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ………. Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap panjang daun pada percobaan aklimatisasi dan

pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ………... Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap diameter daun pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ……… Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap diameter daun pada percobaan aklimatisasi dan

pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrid ………. Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap jumlah akar pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ……….… Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap jumlah akar pada percobaan aklimatisasi dan

pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ………...

88 88 89 89 90 90 91 91 92 92 93 93


(14)

vii 36.

37.

Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap panjang akar pada percobaan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ……….……… Analisis ragam pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap panjang akar pada percobaan aklimatisasi dan

pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida ………..

94


(15)

(16)

(17)

Ilmu adalah penghibur hati ketika merasa gelisah. Ilmu adalah sahabat dalam perjalanan.

Ilmu adalah juru bicara ketika bersunyi diri. Ilmu adalah penolong ketika susah dan senang.

Ilmu adalah senjata (bagi memerangi) musuh. (Al-Hadist)

Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah

sampai ia kembali. (HR. Tirmidzi)


(18)

(19)

Ilmu adalah penghibur hati ketika merasa gelisah. Ilmu adalah sahabat dalam perjalanan.

Ilmu adalah juru bicara ketika bersunyi diri. Ilmu adalah penolong ketika susah dan senang.

Ilmu adalah senjata (bagi memerangi) musuh. (Al-Hadist)

Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah

sampai ia kembali. (HR. Tirmidzi)


(20)

Alhamdulillahi robbil alamin……

Diiringi puji syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya ini kepada Kedua Orang Tuaku, Mertuaku (Alm), Suamiku tercinta Achmad Riza, SP., anak-anakku tersayang;

M. Dzaky Fadhilah, Nadia Aliyah Husna, M. Aditya Fikri, dan Saudara-saudaraku yang memberikan doa, dukungan


(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 31 Januari 1975 sebagai anak

keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan bapak H. Husni Nawawi dan

ibu Hj. Komariyah (Alm).

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Kp. Sawah

Brebes Bandar Lampung pada tahun 1987, kemudian melanjutkan sekolah di

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Tanjung Karang Bandar Lampung pada tahun

1990, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 2 Teluk Betung Bandar

Lampung pada tahun 1993.

Penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Lampung (UNILA) pada tahun

1993 pada Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Lampung dan lulus pada tahun 1997. Selanjutnya penulis

melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Universitas Lampung pada Program

Studi Magister Agronomi pada tahun 2013.

Sejak tahun 1999 penulis bekerja pada Instansi Pemerintahan Dinas Perkebunan

Provinsi Lampung hingga sekarang. Penulis telah menikah pada tahun 2003

dengan seorang laki-laki yang bernama Achmad Riza, SP., dan telah dikaruniai

tiga orang anak yang bernama M. Dzaky Fadhilah, Nadia Aliyah Husna dan


(22)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan

rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian, dan

penyusunan tesis ini. Penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Yusnita, M.Sc., selaku pembimbing pertama yang telah

memberikan ide penelitian, gagasan, bimbingan, bantuan, perhatian, saran,

dan masukan serta motivasinya, sehingga penulis dapat melakukan penelitian

dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro, M.Sc., selaku pembimbing kedua dan Ketua

Program Studi Magister Agronomi yang telah memberikan bimbingan,

masukan, saran, motivasi, dan bantuannya selama penelitian dan penyelesaian

penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Ir. Agus Karyanto, M.Sc., selaku pembahas dan penguji atas saran,

arahan, bantuan, dan motivasi untuk penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. Ir. Tumiar K. Manik, M.Sc., selaku pembimbing akademik dan

Sekretaris Program Studi Magister Agronomi atas bimbingan, arahan, dan


(23)

5. Keluarga besar laboratorium kultur jaringan:Yane, Defika, Desi, Budi, Abang,

Septi, Habiba, Pipit, Maya dan Vivi atas bantuan, perhatian dan kerjasamanya.

6. Sahabat seperjuangan Endang Sri Ambarwati dan Nur Aflamara, atas

persahabatan, bantuan, dan kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian dan

penulisan tesis. Dan teman-teman Program Studi Magister Agronomi 2013 :

Sri Nurmayanti, Anisa Ayu Fitri, Reny Mita Sari, Sri Haryani, Meliya

Indriyati, Dudy Arfian, Heri Hendarto, dan Iskandar Zulkarnain, atas

persahabatan, bantuan, motivasi dan kebersamaannya selama perkuliahan.

7. Keluarga besar penulis: Papa, Umi, Ajo, Duli, Kak Atu, Uni Ana, Ses Vin,

Ayuk Lis, Kak Ris, Kiai Roben, Kaka Lita, Yuk Yana, Kak Ishak, adik-adikku

semua, ponakan-ponakanku dan semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu atas doa, perhatian, motivasi, kasih sayang, dan

bantuannya baik moril maupun material.

8. Bapak Ir. Edi Yanto, M.Si., Ir. Rusdi Widiyanto, Ir. Nunung Budiastuti,

Ir. Masroha, Yuliana Endang, SP., teman-teman semua di Bidang PSP,

keluarga besar Dinas Perkebunan Provinsi Lampung dan semua pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas bantuan, dukungan, motivasi

dan do’anya.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah

diberikan kepala penulis dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya, Aamiin.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis


(24)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

yang sangat banyak menarik perhatian konsumen. Selain mempunyai nilai

estetika yang tinggi anggrek juga mempunyai bentuk, ukuran dan warna bunganya

yang sangat bervariasi. Daya tahan atau kesegaran bunga anggrek yang relatif

lama menjadi faktor tingginya nilai ekonomi anggrek, sehingga memberikan

prospek pasar yang cukup cerah dan meningkatkan minat para pemulia tanaman

untuk menghasilkan anggrek hibrida baru.

Sebagai tanaman hias pot, anggrek menduduki peringkat pertama berdasarkan

pangsa pasarnya di Eropa (USDA, 2010). Anggrek bulan (Phalaenopsis sp)

merupakan jenis anggrek terbanyak (80%) dari semua anggrek yang dijual di

pasar dunia (Wu dan Chay, 2012). Dari sekian banyak anggrek spesies, genus

Phalaenopsis mempunyai kurang lebih 2000 spesies (Rentoul, 2003), mempunyai

warna, corak, bentuk dan aroma bunga yang bervariasi, harganya relatif murah

dan mudah dalam perawatan dan perbanyakannya. Hal ini menyebabkan minat

dan permintaan masyakarat akan anggrek semakin tinggi dan meluas. Banyak

pecinta anggrek mencari anggrek spesies langka dan hibrida-hibrida baru.


(25)

2

jumlah ini belum terpenuhi karena produksi anggrek masih rendah, oleh sebab itu

perlu adanya pengembangan produksi, terutama dari sisi teknologi budi daya

anggrek sehingga kebutuhan anggrek secara nasional terpenuhi (Haryadi, 2012).

Pengembangan varietas baru sebenarnya sudah dilakukan oleh para pemulia

tanaman anggrek di Indonesia dengan menghasilkan hibrida-hibrida unggul.

Menurut Yusnita (2010), dihasilkannya hibrida anggrek baru merupakan salah

satu kunci keberhasilan usaha di bidang penganggrekan. Salah satu cara untuk

menghasilkan hibrida baru anggrek adalah dengan melakukan hibridisasi

dilanjutkkan dengan perbanyakan vegetatif hasil-hasil silangan yang mempunyai

sifat-sifat unggul.

Untuk menghasilkan hibrida baru yang sesuai dengan keinginan pasar, anggrek

Phalaenopsis spesies maupun hibrida dapat digunakan sebagai tetua persilangan.

Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pasangan anggrek

Phalaenopsis dapat disilangkan dan tidak semua tanaman anggrek dapat

diserbukkan sendiri dan menghasilkan biji, oleh karena itu perlu diidentifikasi di

antara koleksi tanaman anggrek yang dapat digunakan sebagai tetua persilangan

(Darmono, 2004).

Untuk memenuhi kebutuhan bibit anggrek dalam jumlah yang besar dan kualitas

bunga yang seragam dapat dilakukan dengan teknik kultur in vitro, hal ini karena

biji anggrek sulit berkecambah secara alami. Menurut Pierik (1987), biji anggrek

sulit berkecambah secara alami karena ukuran biji yang sangat kecil (dust seed)


(26)

3

cadangan makanan, sehingga tingkat keberhasilan perkecambahan biji anggrek

secara alami sangat rendah.

Beberapa jenis media dasar yang digunakan untuk pengecambahan biji anggrek di

antaranya Knudson C, Vacin dan Went dan Murashige dan Skoog (1962) yang

mengandung garam-garam mineral dan unsur-unsur nutrisi yang lengkap untuk

pertumbuhan biji anggrek (Yusnita, 2010). Untuk menyiasati mahalnya zat kimia

pada saat ini telah berkembang teknologi alternatif yaitu penggunaan medium

dengan pupuk lengkap seperti Growmore sebagai komponen utama. Pupuk daun

Growmore mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca) dan mikro (Mg, S, B, Cu,

Fe, Mn, Mo dan Zn).

Untuk menghasilkan pertumbuhan seedling yang lebih baik, dapat digunakan

penambahan air kelapa atau bahan addenda lain seperti pepton (Ramadiana et al.

2007), triptofan (Arditti, 1992), bubur pisang dan arang aktif (Syaputri, 2009).

Air kelapa merupakan salah satu bahan alami yang sering digunakan sebagai

substitusi ZPT yang mempunyai aktivitas sitokinin untuk pembelahan sel dan

mendorong pembentukan organ (Pierik, 1987). Air kelapa kaya akan kalium, gula, vitamin, mineral, asam amino serta auksin dan sitokinin (Gunawan, 2006).

Selanjutnya Bey et al. (2006) mengemukakan bahwa perlakuan air kelapa secara

tunggal pada konsentrasi 250 ml/l mampu menghasilkan daun dan akar lebih

cepat pada kultur in vitro anggrek (Phalaenopsis amabilis BL.).

Pepton merupakan bahan kimia yang memiliki kandungan kompleks dan mampu


(27)

4

dan Ernst (1992), pepton merupakan sumber nitrogen organik, dengan kandungan

total N 16.16%. Dalam pepton terkandung berbagai jenis asam amino yaitu

arginin, asam aspartat, sistein, asam glutamat, glisin, histidin, iso leusin, leusin,

lisin, metionin, fenilalanin, threonin, triptofan, tirosin dan valin. Di samping asam

amino, pepton juga mengandung beberapa vitamin yaitu piridoksin, biotin,

thiamin, asam nikotinat dan riboflavin.

Media perkecambahan biji anggrek in vitro yang terdiri dari pupuk lengkap dan

diperkaya dengan pepton mungkin dapat digunakan untuk mengecambahkan biji

dan pembesaran seedling Phalaenopsis dengan efektifitas yang tidak kalah baik

dibandingkan dengan formulasil MS atau Knudson C.

Tahap aklimatisasi merupakan salah satu faktor pembatas untuk dalam

mendapat-kan bibit anggrek berkualitas, untuk tahap berikutnya yaitu untuk penanaman di

rumah kaca. Hal ini biasanya terjadi karena bibit anggrek yang dihasilkan secara

in vitro peka terhadap perubahan kondisi lingkungan ex vitro, yaitu intensitas

cahaya yang lebih tinggi, kelembaban udara yang lebih rendah, suhu yang lebih

tinggi serta serangan hama dan pathogen. Meskipun tahapan pemindahan planlet

cukup sulit, namun berbagai faktor dari dalam maupun faktor dari luar plantlet

dapat dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan planlet


(28)

5

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1. Mempelajari studi persilangan dua tetua anggrek Phalaenopsis hibrida dan

perkembangan buah polong berbiji yang digunakan untuk percobaan

pengecambahan biji in vitro.

2. Memperoleh komposisi media kultur (MS atau Growmore) dengan atau

tanpa pepton yang optimal untuk pengecambahan biji Phalaenopsis hibrida

in vitro.

3. Memperoleh komposisi media kultur (MS atau Growmore) dengan atau tanpa

pepton yang optimal untuk pertumbuhan seedlingPhalaenopsis hibrida

in vitro.

4. Mengetahui pengaruh jenis pupuk daun (Growmore, Hyponex Merah dan

Gandasil D) dan dua jenis media aklimatisasi (sphagnum moss atau sabut

kelapa) terhadap keberhasilan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek

Phalaenopsis hibrida.

1.3 Kerangka pemikiran

Strategi untuk menghasilkan anggrek hibrida Phalaenopsis adalah dengan

pengoleksian, penyeleksian, penyilangan tetua-tetua anggrek Phalaenopsis

hibrida, pengecambahan in vitro biji hasil silangan untuk menghasilkan

protokorm, dan seedling serta aklimatisasi bibit botolan ke lingkungan eksternal


(29)

6

Tahap pengoleksian dan penyeleksian tetua persilangan dilakukan dengan cara

memilih varietas tanaman Phalaenopsis yang memiliki sifat unggul dan

kompatibel, memiliki pertumbuhan yang sehat, batang yang kokoh, akar yang

banyak, kuntum bunga yang lebat dan bebas dari hama dan penyakit. Selanjutnya

dilakukan kegiatan persilangan tetua, pengecambahan polong, regenerasi planlet

dan aklimatisasi bibit ke lingkungan luar eksternal.

Skema strategi penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Tahapan strategi untuk mendapatkan anggrek Phalaenopsis hibrida

Persilangan dilakukan dengan melakukan penyerbukan buatan dengan cara

meletakkan serbuk sari (pollinia) pada putik bunga. Waktu yang baik untuk

penyerbukan adalah pagi hari. Setelah ditentukan tanaman induk yaitu

Phalaenopsis KV Beauty dan Phalaenopsis Minho Princes, penyerbukan dapat

dilakukan dengan urutan sebagai berikut : mula-mula ditentukan bunga yang akan

digunakan sebagai induk jantan dan induk betina. Setelah penyerbukan,

sebaiknya petal yang termodifikasi bunga yang telah diserbuki dilepaskan supaya Mengoleksi (mengumpulkan) tetua anggrek Phalaenopsis

Menyeleksi Tetua

Persilangan antar tetua yang terseleksi

Pengecambahan biji hasil persilangan sampai menjadi protokorm dan pembesaran seedling in vitro


(30)

7

tidak menjadi landasan bagi serangga yang mungkin dapat menggugurkan serbuk

sari atau membawa serbuk sari baru. Setiap bunga yang sudah diserbukkan

dilabel pada tangkai bunga, bertulis-kan tanggal penyerbukan dan kode atau nama

tetua betina dan jantan. Penyerbukan yang berhasil ditandai oleh membesarnya

bakal buah dan layunya perhiasan bunga. Pengamatan dilakukan untuk

perkembangan polong buah setelah penyerbukan bunga, keberhasilan

penyerbukan, penomoran populasi hasil silangan, panjang dan diameter polong

buah serta bobot segar polong buah pada 3 sampai 4 setelah penyerbukan.

Setelah didapat hasil silangan berupa polong buah yang cukup masak (± 4 bulan),

biji-biji Phalaenopsis kemudian ditanam secara aseptik dalam kultur in vitro pada

media pengecambahan (MS atau Growmore) yang diperkaya dengan atau tanpa

pepton (semuanya dengan penambahan 150 ml/l air kelapa). Keberhasilan

pengecambahan ditandai dengan terbentuknya protokorm yang berasal dari biji

viable. Oleh karena itu, perkembangan awal biji anggrek menjadi protokorm juga

akan diamati. Pada percobaan berikutnya, protokorm disubkulturkan ke media

MS dan Growmore dengan atau tanpa pepton kemudian diamati pertumbuhan

seedlingnya setelah dua bulan.

Pada percobaan berikutnya, bibit botolan Phalaenopsis diaklimatisasi melalui

community pot dengan media tanam Moss dan Sabut Kelapa dengan perlakuan

pemberian beberapa jenis pupuk daun Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil

yang diharapkan dapat mempercepat proses pertumbuhan planlet menjadi

tanaman yang sehat dan kuat. Pupuk-pupuk majemuk tersebut berbeda-beda


(31)

8

memberikan pengaruh yang berbeda-beda dalam komposisi unsur terhadap

pertumbuhan tanaman anggrek.

1.4 Hipotesis

1. Akan diperoleh beberapa tetua Anggrek Phalaenopsis hibrida dan polong

buah berbiji yang disilangkan secara selfing maupun crossing.

2. Media dasar Growmore dapat digunakan untuk menggantikan media dasar

Murashige dan Skoog (MS) untuk pengecambahan biji Phalaenopsis hibrida

in vitro.

3. Media in vitro (media pengecambahan) yang ditambah dengan konsentrasi

pepton lebih baik daripada media tanpa pemberian pepton untuk

pertumbuhan protokorm dari seedling Phalaenopsis hibrida.

4. Pemberian pupuk daun (Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil D)

terhadap media sphagnum moss dan sabut kelapa menghasilkan pertumbuhan

bibit anggrek Phalaenopsis hibrida yang lebih baik selama periode


(32)

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anggrek Phalaenopsis

Nama Phalaenopsis berasal dari Yunani yaitu Phalaenos yang berarti ngengat

atau kupu-kupu dan opsis berarti bentuk atau penampakan. Phalaenopsis adalah

salah satu genus anggrek yang memiliki kurang lebih 2000 species jumlah

varietasnya sekitar 140 jenis, 60 diantaranya terdapat di Indonesia. Phalaenopsis

sering disalahartikan dengan anggrek bulan, padahal anggrek bulan atau

Phalaenopsis Amabilis hanyalah salah satu spesies dari genus Phalaenopsis

(Rentoul, 2003).

Phalaenopsis termasuk jenis anggrek golongan epifit yaitu memiliki akar yang

menempel dengan kuat di batang kayu atau dinding bebatuan. Tipe

pertumbuhannya termasuk monopodial yaitu berbatang tunggal, hal ini

mempengaruhi cara perbanyakannya sehingga perbanyakan melalui anakan lebih

sulit karena tanaman tidak memiliki anakan. Perbanyakan dapat dilakukan

dengan menggunakan bagian vegetatif melalui teknik kultur jaringan atau secara

generatif melalui biji hasil persilangan untuk mendapatkan jenis baru atau untuk


(33)

10

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Anggrek Phalaenopsis

Klasifikasi tanaman anggrek Phalaenopsis

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Family : Orchidaceae

Sub Family : Orchidoideae

Genus : Phalaenopsis

Spesies : Phalaenopsis amabilis

2.2.1 Bunga

Bunga Phalaenopsis secara umum mempunyai susunan yang sama dengan jenis

anggrek lainnya. Phalaenopsis merupakan bunga sempurna yang mempunyai

organ reproduksi jantan dan organ reproduksi betina (Utami dkk., 2007).

Bunga Phalaenopsis terdiri dari lima bagian utama, yaitu sepal (kelopak bunga),

petal (mahkota bunga), pollen (benang sari), stigma (putik) dan ovari (bakal

buah). Sepal (kelopak bunga) berjumlah tiga buah yang teratas disebut dengan

sepal dorsal dan dua lainnya dibagian samping disebut sepal lateral. Petal

(mahkota bunga) berjumlah tiga buah, dua di antaranya terletak berselang seling

dengan kelopak bunga sedangkan yang terbawah termodifikasi menjadi labellum


(34)

11

Pollen (benang sari) terkumpul dalam satu kelompok yang terdiri dari empat butir

yang umumnya berwarna kuning pucat atau kuning cerah tersimpan dalam kepala

sari yang disebut anther cap terletak tepat diatas ujung tugu bunga. Stigma (putik)

adalah rongga berisi materi lengket yang terletak dibawah anter cap menghadap

ke labellum. Ovari (bakal buah) terletak didasar bunga dibawah tugu (tempat alat

reproduksi betina dan jantan), sepal dan petal. Ovari biasanya bersatu dengan

tangkai bunga (Tim Redaksi Trubus, 2005).

Gambar 2. Bunga Phalaenopsis Hibrida Minho Princes

2.2.2 Buah atau Polong Buah

Buah anggrek Phalaenopsis umumnya berbentuk kapsul memanjang berwarna

hijau. Polong buah tersusun dari tiga buah karpel apabila masak akan pecah

mengeluarkan biji yang banyak. Biji anggrek terdapat di dalam buah yang

jumlahnya mencapai jutaan. Biji anggrek sangat kecil dikenal dengan sebutan

dust seed” yang menyerupai butiran debu (Yusnita, 2012). Sepal lateral labellum Sepal lateral

petal petal

Sepal dorsal


(35)

12

Menurut Pierik (1987), biji anggrek sangat kecil, biasanya dengan panjang 1.0 – 20 mm dan lebar 0.5-1.0 mm. Biasanya per polong terdapat 1.300 – 4000.000 biji anggrek. Biji anggrek terdiri dari testa atau kulit biji yang tebal dan embrio yang

terdiri dari sekitar 100 sel. Kulit biji (testa) mempunyai sifat yang spesifik

berbentuk seperti jaring dengan bentuk yang khas untuk tiap spesies anggrek.

Kulit biji merupakan jaringan yang sudah mati dan terdiri dari banyak ruang

kosong atau udara sebanyak 96%. Embrio anggrek berbentuk bulat dan lonjong.

Menurut Damayanti (2011), kematangan buah anggrek sangat tergantung pada

jenis anggrek. Buah anggrek Phalaenopsis akan matang setelah berumur 4 – 4.5 bulan. Buah anggrek adalah buah lentera dan akan pecah ketika matang. Bagian

yang membuka adalah bagian tengahnya. Untuk kultur jaringan anggrek,

pengambilan buah lebih baik sebelum pecah tetapi mendekati masa matang

sehingga biji siap untuk berkecambah.

Biji anggrek tidak mempunyai kotiledon dan endosperm sebagai cadangan

makanan, oleh sebab itu untuk perkecambahan dan pertumbuhan awal

membutuhkan unsur-unsur seperti gula, hara makro, hara mikro dan ZPT dari

lingkungan luar sekitarnya (Utami dkk, 2007).

2.2.3 Daun

Bentuk daun anggrek Phalaenopsis pada umunya bertunggangan dan berderet

dalam dua baris yang rapat berhadapan. Daun anggrek tidak mempunyai tulang


(36)

13

daun. Rata-rata bentuk helaian daunnya melebar kearah ujung dan bagian

pangkalnya menghimpit batang atau pangkal daun diatasnya. Lebar daun rata-rata

5 – 10 cm dengan ketebalan 2 – 3 mm. Daun bersifat sukulen karena

mengandung banyak air. Warna daun hijau dengan tekstur tebal dan berdagaing

karena memiliki zat hijau daun atau klorofil serta berfungsi untuk menyimpan air

dan cadangan makanan (Tim Redaksi Trubus, 2005).

2.2.4 Batang

Pola pertumbuhan batang anggrek Phalaenopsis bersifat monopodial yang hanya

terdiri dari satu batang utama dengan pertumbuhan vertical pada satu titik tumbuh.

Ukuran batang sangat pendek bahkan nyaris tidak tampak. Di sepanjang batang

muncul akar-akar udara berfungsi untuk penyerapan hara dan merekatkan diri

pada benda-benda di sekitarnya agar batang tetap tegak (Syukur, dkk., 2012).

2.2.5 Akar

Sebagai anggrek epifit, akar Phalaenopsis berfungsi menempelkan tubuh pada

batang tanaman inang, dahan lain atau bebatuan. Bagian yang menempel tampak

mendatar mengikuti bentuk permukaan batang inangnya. Akar yang menempel

memiliki dua bagian yang berbeda, pada bagian yang terkena cahaya terlihat

cerah, membulat dan memiliki dinding sel epidermis yang lebih tebal, sedangkan

bagian akar yang tidak terkena cahaya umumnya pada bagian yang menempel

memiliki rambut dan dinding sel epidermis lebih tipis. Akarnya hampir tidak

berambut, terkadang ditemukan akar rambut tetapi pendek sekali diameternya


(37)

14

Akar terdapat jaringan velamen yang berfungsi sebagai pelindung dan

pembungkus. Dengan adanya jaringan ini, akar lebih mudah menyerap air

disekelilingnya sekaligus berfungsi sebagai alat pernapasan. Selain jaringan

velamen, pada bagian akar anggrek terdapat jamur mikoriza yang hidupnya

bersimbiosis dengan anggrek. Jamur ini mengambil zat-zat organik dari humus

lalu mengurainya dan mengirim ke tanaman anggrek (Tim Redaksi Trubus, 2005).

2.3 Persilangan

Pemilihan tetua merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan suatu persilangan, namun hal yang sering diperhatikan selain faktor

pemilihan tetua dan sering menjadi kendala dalam proses hibridisasi adalah

perbedaan waktu dalam pematangan bunga, kepekaan atau kerusakan bagian

bunga terhadap pengaruh mekanis serta adanya inkompatibilitas dan sterilitas

(Damayanti, 2006).

Menurut Syukur, dkk. (2012), untuk dapat menghasilkan persilangan yang

diinginkan, maka perlu diketahui sifat-sifat yang dimiliki oleh tetuanya. Tanaman

induk harus sehat, penampilan fisik segar, hijau, tumbuh tegak, kuat dan kokoh.

Selain itu juga sifat-sifat yang diturunkan oleh tetua dari hasil persilangan F1

dapat bersifat dominan, resesif ataupun dominan tidak sempurna yaitu mempunyai

sifat antara kedua tetua. Persilangan anggrek biasanya bertujuan untuk menguji

potensi tetua atau pengujian hibrid vigor dalam rangka merakit varietas baru


(38)

15

menarik, (3) tekstur tertentu pada perhiasan bunga, (4) jumlah kuntum yang

banyak (5) masa mekar lama, dan (6) produksi bunga tinggi.

Sifat bunga anggrek Phalaenopsis adalah hemaphrodit yaitu di dalam satu kuntum

bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina. Sifat kelaminnya disebut

monoandrae, yaitu alat kelamin jantan dan betina berada pada satu tempat

sehingga anggrek termasuk tanaman yang mudah mengalami penyerbukan.

Meskipun demikian, anggrek termasuk tanaman menyerbuk silang.

Penyerbukan dapat terjadi secara tidak sengaja misalnya serangga. Jatuhnya

polen ke kepala putik akan menyebabkan terjadinya penyerbukan, proses ini lebih

mudah terjadi pada tipe bunga anggrek yang memiliki zat perekat disebut pollinia,

sedangkan polen anggrek yang memiliki zat perekat disebut polinaria

(Syukur, dkk., 2012).

Persilangan dialel lengkap adalah persilangan dari dua atau lebih tetua yang

disilangkan secara resiprokal dan selfing. Pada persilangan tersebut dilakukan

silang silang bolak balik sehingga dapat diketahui kompatibiltas antara satu tetua

dengan tetua yang lain (Fehr, 1993).

Keberhasilan penyilangan ditentukan oleh berbagai aspek, antara lain waktu

melakukan penyilangan, cara menyilang yang benar, umur bunga dan kualitas

bunga jantan sebagai penghasil polen. Keberhasilan persilangan biasanya ditandai

dengan layunya kuntum bunga beberapa hari setelah penyerbukan. Bakal buah

akan membesar membentuk polong buah, diikuti oleh pembentukan biji viabel.


(39)

16

2.4 Perkecambahan Biji Anggrek Kultur In Vitro

Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji

yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman

baru. Pada biji anggrek, perkecambahan ditandai dengan terbentuknya

protokorm diikuti dengan munculnya plumula dan radikula. Kebanyakan biji

anggrek tidak mempunyai cadangan makanan, sehingga pengecambahan biji

anggrek secara alami sangat sulit. Pengecambahan biji anggrek dapat dilakukan

secara simbiosis (biji anggrek bersimbiosis dengan cendawan mikorhiza yang

mensuplai energi dan nutrisi untuk perkecambahan dan pertumbuhan seedling)

dan asimbiosis (biji anggrek disemaikan dalam kultur in vitro dengan media

buatan yang mengandung energi dan nutrisi yang dioerlukan untuk berkecambah)

(Yusnita, 2010).

Menurut Gunawan (2006), perkecambahan biji anggrek dalam kondisi ex vitro

menunjukkan daya kecambah yang rendah yaitu kurang dari 1%. Salah satu cara

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase daya kecambah biji anggrek

adalah dengan cara in vitro, dengan menggunakan media tumbuh seperti MS,

Vacint and Went, Knucson. Namun media yang paling sering digunakan untuk

kultur in vitro yaitu media dasar MS. Selain media, hormon juga memegang

peranan penting dalam perkecambahan biji anggrek. Air kelapa adalah salah satu

bahan alami di dalamnya terkandung hormon seperti sitokinin, auksin dan


(40)

17

Perkecambahan biji anggrek di dalam botol perlu dilakukan subkultur beberapa

kali agar kultur tidak terlalu padat seiring dengan pertumbuhan seedling tersebut.

Kondisi lingkungan kultur untuk perkecambahan biji anggrek adalah kondisi

suhu, kelembaban dan pencahayaan yang cocok untuk pertumbuhan dan

perkembangn kultur. Kebutuhan ketiga faktor tersebut berbeda antar spesies dan

tujuan pengulturan. Ruang yang diperlukan untuk kultur in vitro pada umumnya

dengan suhu 24 - 26°C, tetapi setelah biji berkecambah dan terbentuk seedling

diperlukan cahaya yang lebih tinggi. Kurangnya intensitas cahaya dapat ditandai

dengan pertumbuhan seedling mengalami etiolasi. (Pierik, 1987).

2.5 Media Kultur Anggrek Phalaenopsis

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan in vitro adalah

media. Komposisi media buatan yang digunakan sangat menentukan kecepatan

pertumbuhan protokorm dan seedling anggrek dalam botol. Komposisi media

buatan yang dapat digunakan antara lain modifikasi formulasi Murashige dan

Skoog, Vacin dan Went, Knudsons C dan media lainnya baik setengah maupun

konsentrasi penuh (Hartmann, dkk., 2002).

Penggunaan ketiga formulasi tersebut membutuhkan biaya yang cukup mahal

selain teknis pengerjaannya yang relatif sulit, menurut Erfa (2012), telah mencoba

untuk mengganti penggunaan formulasi media dasar tersebut dengan pupuk daun

pada medium sub kultur tanaman anggrek Phalaenopsis. Hasil percobaan


(41)

18

memberikan pertumbuhan protokorm yang paling baik dan lebih cepat

dibandingkan penggunaan ketiga medium diatas.

Pupuk daun yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan antara lain

Growmore, Gandasil, Hyponex, Vitabloom dan Bayfolan. Pupuk daun Growmore

mengandung unsur hara makro (N, P, K, Ca) dan mikro (Mg, S, B, Cu, Fe, Mn,

Mo dan Zn) yang penting untuk pertumbuhan kultur in vitro. Pupuk ini berbentuk

butiran yang digunakan untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman (Lingga

dan Marsono, 2004).

Penambahan bahan kimia lainnya yang sering digunakan dalam kultur in vitro

yaitu pepton. Pepton mengandung berbagai jenis asam amino yaitu arginin, asam

aspartat, sistein, asam glutamat, glisin, histidin, iso leusin, leusin, lisin, metionin,

fenilalanin, threonin, triptofan, tirosin dan valin. Di samping asam amino, pepton

juga mengandung beberapa vitamin yaitu piridoksin, biotin, thiamin, asam

nikotinat dan riboflavin. pepton merupakan sumber nitrogen organik, dengan

kandungan total N sebagai 16.16% (Arnity dan Ernst, 1992).

Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, formulasi media sering ditambahkan air

kelapa. Air kelapa kaya akan kalium (hingga 17%), selain itu juga mengandung

gula, vitamin, mineral, asam amino serta terdapat auksin dan sitokinin. Gunawan

(2006) melaporkan bahwa konsentrasi optimal air kelapa yang digunakan dalam

medium antara 10-15%. Pierik (1987) menyarankan untuk mendapatkan persen

perkecambahan biji yang tinggi pada medium perlu ditambahkan 150 ml/l. Akan


(42)

19

konsentrasi 25% masih menunjukkan peningkatan persentase pembentukan

protokorm. Selain itu juga air kelapa dapat menghasilkan pertambahan tinggi

tanaman dan panjanga daun yang lebih baik dibandingkan tanpa air kelapa.

2.6 Subkultur

Sekitar 1-4 bulan sesudah disemaikan, embrio-embrio di dalam biji yang

disemaikan di atas permukaan media sudah berkembang menjadi protokorm.

Seiring dengan semakin lamanya pengulturan pada umur 8 minggu protokorm

sudah tumbuh membesar dan menampakkan promordia daun. Pada saat

primordia daun membuka, bahan tanaman dapat disebut seedling. Seedling yang

tumbuh dari protokorm hasil perkecambahan biji anggrek pada botol kultur

semakin lama semakin tumbuh besar, sangat padat, dan berjumlah ratusan hingga

ribuan. Oleh karena itu, perlu dijarangkan dengan cara subkultur ke media baru.

Subkultur adalah pemindahan kultur dari media lama ke media yang baru untuk

memperoleh pertumbuhan baru sesuai yang diinginkan. Pada tahap subkultur,

dilakukan penjarangan agar populasi protokorm yang ditanam dalam satu botol

tidak terlalu padat, sehingga masing-masing individu protokorm dan seedling

mendapat suplai energi dan hara mineral yang cukup. Hal tersebut untuk

menghindari individu seedling mengalami kekurangan hara dan energi untuk

pertumbuhan. Jika penjarangan seedling terlambat dilakukan, maka pertumbuhan-

nya akan terganggu, sebagian daunnya menguning atau mengering. Subkultur

seedling ke media baru biasanya dilakukan setiap 6-8 minggu supaya dihasilkan


(43)

20

2.7 Aklimatisasi Planlet

Seedling yang sudah cukup besar, yang sudah mempunyai 3 – 5 lembar daun telah membuka dapat diaklimatisasi ke lingkungan luar. Pada waktu planlet hendak

dikeluarkan dari dalam botol kultur untuk diaklimatisasi, botol-botol kultur dapat

diletakkan di ruangan dengan suhu kamar atau rumah plastik bernaungan 60–70% selama beberapa hari untuk menguatkan jaringan seedling.

Aklimatisasi dilakukan dengan mengondisikan planlet dalam media pengakaran

ex vitro. Selain itu, kelembaban tempat aklimatisasi diatur tetap tinggi pada

minggu pertama, lalu menurun secara bertahap pada minggu berikutnya. Cahaya

juga diatur dari intensitas rendah meningkat secara bertahap. Suhu dijaga agar

tidak melebihi 32°C (Yusnita, 2003).

Penanaman bibit anggrek selama aklimatisasi umumnya dilakukan dengan sistem

kompot yaitu penanaman 10-20 bibit dalam satu pot tergantung pada besarnya

pot. Dalam aklimatisasi, media tanam menjadi salah satu faktor penentu

keberhasilan dari setiap pertumbuhan anggrek karena media tumbuh sebagai

tempat berpijak akar anggrek. Media tumbuh yang baik harus memenuhi

beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas lapuk, tidak menjadi sumber penyakit,

mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah

di dapat dalam jumlah yang diinginkan dan harganya relatif murah. Menurut

Gunawan (2006), jenis media tanam yang digunakan di dalam pot umumnya


(44)

21

Media sphagnum moss berasal dari tanaman sphagnum golongan lumut

Bryophyta. Media ini mengandung nitrogen dan sedikit fosfor. Media sphagnum

moss memiliki banyak rongga sehingga memungkinkan akar anggrek tumbuh

dengan leluasa. Media sphagnum moss memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

(1) dapat mengikat dan menyerap air yang baik serta mempunyai aerasi dan

drainase yang baik; (2) menjaga kelembaban media dan lingkungan sekitar

anggrek; (3) mengandung 2-3% unsur N; dan (4) dapat menyerap dan

menyimpan pupuk (https://www.tanamanku.net., 2005).

Menurut Gunawan (2006), bahwa sabut kelapa mempunyai struktur yang halus

sehingga dapat mempertahankan air dan kelembaban. Sifatnya menciptakan

kondisi media yang senantiasa lembab, dengan rongga cukup besar sehingga akar

anggrek dapat tumbuh maksimal. Sabut kelapa mengandung unsur kalsium,

magnesium, kalium, nitrogen dan fosfor yang diperlukan serta mudah didapat dan

harganya murah. Unsur hara yang terkandung didalamnya dapat membantu

pertumbuhan akar, daun, kandungan klorofil dan dapat mempengaruhi level

hormon pada tanaman anggrek bulan.

2.8 Peranan Pupuk Daun

Anggrek selalu membutuhkan makanan untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya seperti tanaman lainnya dalam hal ini yaitu pemupukan. Unsur-unsur

yang dibutuhkan yaitu unsur makro dan unsur mikro. Semua unsur tersebut harus

selalu tersedia di dalam media tanam anggrek (Iswanto, 2010). Habitat anggrek


(45)

22

pertumbuhannya, untuk mengatasi hal tersebut, biasanya anggrek diberi pupuk

baik organik maupun anorganik.

Kebutuhan tanaman anggrek akan unsur hara sama dengan tumbuhan lainnya,

hanya saja anggrek membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memperlihatkan

gejala-gejala defisiensi, mengingat pertumbuhan anggrek sangat lambat. Di alam

bebas atau habitat aslinya, anggrek memperoleh unsur-unsur tersebut dari udara

dan bahan-bahan organik yang terakumulasi di sekitar perakaran dan secara

konstan jumlah unsur-unsur ini bertambah akibat adanya daun-daun yang gugur

dan bahan-bahan lain yang membusuk.

Dalam usaha budidaya tanaman anggrek, habitatnya tidak cukup mampu

menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan.

Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya tanaman diberi pupuk baik organik

maupun anorganik. Pupuk yang digunakan biasanya pupuk majemuk yaitu pupuk

yang mengandung unsur makro dan mikro.

Pemberian unsur hara selain diberikan lewat tanah umumnya diberikan lewat

daun. Pupuk daun adalah bahan-bahan atau unsur-unsur yang diberikan melalui

daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman kepada daun tanaman agar

langsung dapat diserap guna mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan

perkembangan (Lingga, 2004).

Menurut Soedjono (2005), diantara sekian banyak metode pemupukan salah

satunya adalah pemupukan lewat daun. Pemupukan lewat daun ini mempunyai


(46)

23

cepat, bisa ditambahkan unsur mikro, karena pupuk (kimia) yang dilewatkan akar

kebanyakan hanya megandung unsur hara makro saja, tidak terjadi pengikatan

unsur hara seperti halnya tanah dimana sebagian unsur hara akan diikat dengan

kuat oleh partikel tanah dan sulit untuk dilepaskan sehingga tanah akan terhindar

dari kerusakan.

Beberapa jenis pupuk daun yang bisa digunakan untuk pertumbuhan vegetatif

adalah pupuk Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil. pupuk Growmore Biru

yang memiliki kandungan N = 32% ; P = 10% ; K = 10%, Hyponex Merah

memiliki kandungan N = 25% ; P = 5% ; K = 20%, dan Gandasil D memiliki


(47)

III.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan studi yang meliputi persilangan

dua tetua anggrek Phalaenopsis hibrida, perkembangan polong buah berbiji,

perkecambahan biji dan pertumbuhan seedling in vitro, serta aklimatisasi planlet.

Studi persilangan dilakukan terhadap dua tetua Phalaenopsis hibrida terpilih dan

polong buah berbiji yang dihasilkan digunakan untuk percobaan pengecambahan

biji in vitro. Dalam penelitian ini dilakukan tiga percobaan, yaitu :

1. Percobaan I : Pengaruh media dasar dan konsentrasi pepton terhadap

pengecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro.

2. Percobaan II : Pengaruh media dasar dan konsentrasi pepton terhadap

pertumbuhan seedling Phalaenopsis hibrida in vitro.

3. Percobaan III : Pengaruh media aklimatisasi dan jenis pupuk daun terhadap

keberhasilan aklimatisasi dan pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis

hibrida.

3.1 Studi Persilangan Dua Tetua Phalaenopsis Hibrida Terpilih dan Perkembangan Polong Buah

Dua tetua Phalaenopsis hibrida terpilih yang digunakan sebagai tetua persilangan

adalah Phalaenopsis KV Beauty (P1) dan Phalaenopsis Minho Princes (P2), yang

warna dan corak bunganya dapat dilihat pada Gambar 3. Kedua jenis


(48)

25

Gambar 3. Kuntum Bunga Tetua Phalaenopsis hibrida KV Beauty (P1), dan Phalaenopsis hibrida Minho Princes (P2).

Persilangan antara Phalaenopsis KV Beauty dan Phalaenopsis Minho Princes

dilakukan pada akhir bulan April 2014. Persilangan antara P1 dan P2 dilakukan

secara resiprokal, yaitu P1 x P2 dan P2 x P1. Silang dalam (selfing)

masing-masing tetua juga dilakukan. Dengan demikian persilangan yang dilakukan

terdiri dari 4 (empat) pasang dialel lengkap sebagaimana pada Tabel 1.

Tabel 1. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis hibrida.

Tetua Persilangan P1 (Phalaenopsis KV Beauty) ♂ P2 (PhalaenopsisMinho Princes) ♂

P1 (Phalaenopsis KV Beauty) ♀ P1 x P 1 (selfing) P1 x P2 (crossing) P2 (Phalaenopsis Minho Princes) ♀ P2 x P1 (crossing) P2 x P2 (selfing)

Cara menyilangkan bunga Phalaenopsis hibrida adalah sebagai berikut :

1. Mula-mula ditentukan bunga yang akan digunakan sebagai induk jantan dan


(49)

26

digunakan sebagai tetua betina sedangkan pollen diambil dari bunga tanaman

P2 (sebagai tetua jantan) begitu juga sebaliknya pada persilangan P2 x P1,

bunga tanaman P2 digunakan sebagai tetua betina sedangkan pollen diambil

dari bunga tanaman P1 (sebagai tetua jantan).

2. Dengan sebuah tusuk gigi yang telah dibasahi atau ditempelkan ke putik

supaya lengket, pollinia (serbuk sari) diambil dari kantong sari (anther cap)

bunga tetua jantan. Anther cap“dicungkil” dan diusahakan agar serbuk sari berwarna kuning menempel diujung lidi, selanjutnya pollinia ditempelkan ke

lubang putik bunga pada tetua betina (Gambar 4.a dan 4.b).

putikputi k

Gambar 4. Cara menyilangkan (a) pollinia diambil dari tetua jantan, & (b) pollinia dari tetua betina; lalu diletakkan atau dimasukkan dengan tusuk gigi ke putik dari tetua jantan begitu juga sebaliknya.

3. Setelah penyerbukan, bibir bunga yang telah diserbuki dilepaskan supaya

tidak menjadi landasan bagi serangga yang mungkin dapat menggugurkan

serbuk sari atau membawa serbuk sari baru. Setiap bunga yang sudah

diserbukkan diberi label pada tangkai bunga, bertuliskan tanggal penyerbukan


(50)

27

4. Penyerbukan yang berhasil ditandai oleh membesarnya bakal buah dan

layunya perhiasan bunga setelah 3 hari dari proses penyilangan.

Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk mencatat polong buah yang jadi

(tidak rontok atau mati). Pada umur 4 – 4,5 bulan, polong buah yang sudah masak tetapi masih hijau dan tidak pecah digunakan untuk bahan pada Percobaan I.

3.2 Percobaan I : Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pengecambahan Biji Phalaenopsis Hibrida In Vitro.

3.2.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 sampai dengan bulan

Desember 2014 di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lampung.

3.2.2 Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan adalah polong buah hasil persilangan KV Beauty

selfing (P1 x P1) dan KV Beauty dan Minho Princes (P1 x P2) anggrek

Phalaenopsis berbunga kuning bertotol disilangkan dengan Phalaenopsis

berbunga putih ungu yang dipanen pada umur ± 4 bulan setelah penyerbukan


(51)

28

Gambar 5. Polong buah hasil persilangan anggrek Phalaenopsis hibrida (a) P1 x P1; (b) P1 x P2; (c) P2 x P1, yang dipanen pada umur ± 4 bulan setelah penyerbukan bunga.

3.2.3 Rancangan Percobaan

Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam

perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan disusun secara faktorial 2 x 3. Faktor

pertama adalah media dasar yang terdiri dari Murashige dan Skoog (1962) atau

pupuk lengkap Growmore sebanyak 3 g/l (NPK 32-10-10) dan faktor kedua


(52)

29

3.2.4 Pelaksanaan Percobaan

Media Kultur untuk Pengecambahan Biji

Media kultur yang digunakan dalam percobaan ini adalah dari formulasi MS

(Murashige dan Skoog, 1962) dan pupuk lengkap Growmore (NPK ; 32:10:10)

3 g/l, dengan atau tanpa penambahan pepton. Kedua formulasi tersebut

mengandung sukrosa 20 g/l, vitamin-vitamin MS, dan 150 ml/l air kelapa, serta

dengan penambahan atau tanpa penambahan pepton pada konsentrasi sesuai

dengan perlakuan yang dicobakan (0, 2 dan 4 g/l) pepton mengandung total

nitrogen 14%, amino nitrogen 2,6% dan sodium chloride 1,6%. sedangkan

formulasi media MS dan Growmore yang digunakan disajikan pada Tabel 2 dan

Tabel 3, semua media diatur pH-nya menjadi 5,8 sebelum diberi pemadat media

yaitu 8 g/l bubuk agar-agar. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada


(53)

30

Tabel 2. Formulasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk pengecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro

Komponen Media Konsentrasi Bahan Kimia MS

NH4NO3 (amonium nitrat)

KNO3 (kalium nitrat)

MgSO4.7H2O (magnesium sulfat heptahidrat)

KH2PO4 (kalium dihidrogen orthofosfat)

1.650 mg/l 1.900 mg/l 370 mg/l 170 mg/l CaCl2.2H2O (kalium khlorida tetrahidrat) 440 mg/l

H3BO3 (asam borat)

MnSO4.H2O (mangan sulfat monohidrat)

ZnSO4.7H2O (zink sulfat pentahidrat)

6,2 mg/l 16,9 mg/l 8,6 mg/l KI (kalium iodida)

Na2MoO4. 7H2O (natrium molibdat heptahidrat)

CuSO4.5H2O (caprisulfat pentahidrat)

CoCl2.6H2O (kobalt khlorida monohidrat)

0,83 mg/l 0,25 mg/l 0,025 mg/l 0,025 mg/l FeSO4.7H2O (ferro sulfat heptahidrat)

Na2EDTA (natrium EDTA)

27,8 mg/l 37,3 mg/l Tiamin-HCl

Asam nikotinat Piridoksin-HCl Glisin

0,1 mg/l 0,5 mg/l 0,5 mg/l 2,0 mg/l

Mio-inositol 100 ml/l

Sukrosa (gula pasir) Agar-agar

Air Kelapa (cw)

20 g/l 8 g/l 150 ml/l Sumber : Yusnita, 2004

Tabel 3. Formulasi media pupuk Growmore untuk pengecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro

Sumber Hara Makro dan Hara Mikro Konsentrasi/Persentase (%) Total 1. Pupuk Growmore

Komponen media terdiri dari:  Total Nitrogen (N)  Fosfat (P2O5)

 Kalium (K2O)

 Kalsium (Ca)  Magnesium (Mg)  Sulfur (S)  Boron (B)  Tembaga (Cu)  Besi (Fe)  Mangan (Mn)  Molibdenum (Mo)  Zing (Zn)

2. Sukrosa (gula pasir) 3. Air Kelapa (cw) 4. Agar-agar

3 g/l 32% 10% 10% 0,05% 0,10% 0,20% 0,02% 0,05% 0,10% 0,05% 0,0005% 0,05% 20 g/l 150 ml/l 8 g/l


(54)

31

Sterilisasi Polong

Sebelum disterilkan, polong buah Phalaenopsis hibrida dicuci di bawah air keran

yang mengalir setelah diberi dengan detergen di permukaannya. Sterilisasi polong

buah anggrek dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC). Mula-mula

polong buah direndam dan dikocok dalam larutan Bayclin 15% selama 10 menit

lalu dibilas air steril 3 kali. Setelah itu polong dicelupkan ke dalam alkohol 75%

dengan cepat dan dibakar sampai nyala api di permukaan buah hilang.

Pembakaran dilakukan dua kali. Setelah itu, polong diletakkan di atas cawan petri

steril dan dipotong bagian ujung dan pangkalnya dan dibelah di kedua sisinya

sehingga biji-bijinya terlihat seperti debu.

Penanaman Biji dan Kondisi Ruang Kultur

Penanaman biji dilakukan dengan menaburkan sejumlah biji yang volumenya

diusahakan sama menggunakan ujung spatula kepermukaan media perlakuan.

Setelah biji ditabur, botol ditutup kembali dan diikat dengan karet, kemudian

diletakkan di rak-rak di ruang kultur yang suhunya 24-28°C dengan pencahayaan

lampu flouresens ± 1000 lux secara terus menerus.

3.2.5 Pengamatan

Pengamatan perkecambahan biji dilakukan pada umur 8 MST, variabel yang

diamati yaitu dengan cara :

1. Menghitung secara skoring, yaitu dengan mengurutkan banyaknya jumlah biji

anggek yang berkecambah. Biji anggrek yang tidak berkecambah dihitung

sebagai skoring 0, sedikit sebagai skoring 1, agak banyak sebagai skoring 2,


(55)

32

2. Menghitung persentase protokorm yang berbentuk globular (Gambar 6a) dan

sudah membentuk primordia daun (Gambar 6b) dari biji anggrek yang

berkecambah.

Gambar 6. Protokorm berbentuk globular (a); dan protokorm yang sudah membentuk primordia daun (b).

3. Menghitung bobot 100 protokorm yang berkecambah.

3.3 Percobaan II: Pengaruh Media Dasar dan Konsentrasi Pepton terhadap Pertumbuhan Seedling Phalaenopsis Hibrida In Vitro

3.3.1 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Juni

2015 di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.3.2 Bahan Tanaman

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit anggrek

Phalaenopsis Hibrida hasil persilangan pada percobaan ke I , protokorm berumur

± 4 bulan sejak biji disemai di media botol in vitro. Biji-biji anggrek tersebut

sudah membentuk protokorm yang berukuran ± 2 cm dengan 2-3 helai daun

(Gambar 7). Protokorm tersebut ditanam ke dalam botol yang berisi media kultur

MS dan media Growmore dengan atau tanpa pepton, masing-masing botol kultur


(56)

33

Gambar 7. Seedling anggrek Phalaenopsis in vitro yang berumur ± 4 bulan sejak biji disemai dalam botol kultur in vitro yang berukuran ± 2-2,5 cm dengan 2-3 helai daun.

3.3.3 Rancangan Percobaan

Percobaan dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan

Perlakuan disusun secara faktorial 2 x 3. Faktor pertama adalah media dasar yaitu

Murashige dan Skoog (MS) dan pupuk lengkap Growmore (NPK; 32:10:10) 3 g/l.

Faktor kedua adalah penambahan pepton dengan konsentrasi 0, 1, dan 2 g/l.

Setiap unit percobaan terdiri dari 6 botol kultur yang berisi masing-masing

4 eksplan. Seluruh data yang diperoleh dianalisis ragam. Analisis dilanjutkan

dengan pemisahan nilai tengah yang menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT)

pada taraf 5%.

3.3.4 Pelaksanaan Percobaan

Media Kultur untuk Pertumbuhan Seedling

Media kultur yang digunakan dalam percobaan ini sama dengan media pada

pengecambahan biji yaitu formulasi MS (Murashige dan Skoog, 1962) dan pupuk

Growmore (NPK ; 32:10:10) 3 g/l, dengan atau tanpa penambahan pepton (0, 1


(57)

34

MS, dan 150 ml/l air kelapa serta dengan penambahan atau tanpa penambahan

pepton pada konsentrasi sesuai dengan perlakuan yang dicobakan. Semua media

diatur pHnya menjadi 5,8 sebelum diberi pemadat media yaitu 8 g/l bubuk

agar-agar. Sterilisasi media dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan

1,5 kg/cm2 selama 10 menit.

3.3.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang daun (cm), diameter daun (cm),

jumlah daun (helai), jumlah akar (helai), panjang akar terpanjang (cm) dan bobot

segar tanaman (g), setelah dikulturkan selama 12 MST.

3.4 Percobaan III: Pengaruh Media Aklimatisasi dan Jenis Pupuk Daun terhadap Keberhasilan Aklimatisasi dan Pertumbuhan Planlet Anggrek Phalaenopsis Hibrida

3.4.1 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung,

mulai bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Desember 2014.

3.4.2 Bahan dan Media Tanam

Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit botolan anggrek

Phalaenopsis hibrida dari daerah Batu Malang, Jawa Timur. Ukuran dan umur

planlet Phalaenopsis tersebut kurang lebih sama. Bibit anggrek sudah berakar,

mempunyai 3-4 helai daun, tampak pada Gambar 8a - 8d. Media tanam yang

digunakan untuk percobaan ini adalah media sphagnum moss dan sabut kelapa


(58)

35

Gambar 8. Bibit botolan anggrek Phalaenopsis hibrida (a dan b); yang siap diaklimatisasi dengan media tanam sphagnum moss (c); dan sabut kelapa (d).

Sebelum digunakan sabut kelapa dicuci terlebih dahulu, kemudian direndam

dengan air bersih selama 3 x 24 jam. Air rendaman diganti setiap hari untuk

menghilangkan tanin yang terkandung pada sabut kelapa yang dapat meracuni

bibit anggrek Phalaenopsis hibrida yang akan ditanam. Media sabut kelapa

kemudian disterilkan dengan merendam dalam larutan Dithane M-45 80 WP

(mankozeb 80%) sebanyak 2 mg/l selama 24 jam, lalu ditiriskan. Sedangkan

media sphagnum moss merupakan media yang sudah steril hanya dicuci dengan

air, lalu dikering anginkan dan selanjutnya dimasukkan dalam pot yang telah

disiapkan. Masing-masing pot berisi 10 planlet. Formulasi pupuk daun Growmore


(59)

36

Tabel 4. Formulasi pupuk Growmore (32:10:10), Hyponex Merah (25:5:20) dan Gandasil D (20:15:15) untuk pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

Komponen Unsur Hara

Konsentrasi/Persentase (%) Total

Growmore 1 g/l (pH = 6,38)

Hyponex Merah 1 g/l (pH = 6,79)

Gandasil D 1 g/l (pH =6,89)

Komponen unsur hara terdiri dari :

 Total Nitrogen (N)

 Fosfat (P2O5)

 Kalium (K2O)

 Kalsium (Ca)

 Magnesium (Mg)

 Sulfur (S)

 Boron (B)

 Tembaga (Cu)

 Besi (Fe)

 Mangan (Mn)

 Molibdenum (Mo)

 Zing (Zn)

32% terdiri dari ;

- 2 % amonium nitrogen

- 3 % nitrate nitrogen

- 27% urea nitrogem

10% 10% 0,05% 0,10% 0,20% 0,02% 0,05% 0,10% 0,05% 0,0005% 0,05%

25% terdiri dari ; - 4,5 % nitrate nitrogen - 20,5 % urea nitrogem

5 % 20 % - - - - - - - -

-20 % - - 15 % 15 % - 1 % - - - - - - -

3.4.3 Rancangan Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL), di susun

secara faktorial 2 x 3, sebagai faktor pertama adalah jenis media aklimatisasi

(sphagnum moss dan sabut kelapa) dan faktor kedua adalah jenis pupuk daun

(Growmore NPK; 32:10:10, Hyponex Merah NPK; 25:5:20 dan Gandasil NPK;

20:15:15). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Setiap satu unit percobaan

terdiri dari 10 bibit anggrek yang ditanam secara bersama-sama dalam satu pot

atau community pot. Seluruh data yang diperoleh dianalisis ragam. Analisis

dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah yang menggunakan uji beda nyata


(60)

37

3.4.4 Pelaksanaan Percobaan

Cara Aklimatisasi Planlet

Bibit anggrek Phalaenopsis hibrida dikeluarkan dari botol kultur dengan

menggunakan pinset. Sebelum bibit/planlet dikeluarkan, botol diisi air untuk

memudahkan pengambilan planlet dari media agar-agar (Gambar 9.a). Planlet

dicuci bersih dengan air yang mengalir, terutama di bagian akar dengan hati-hati

agar akar tidak rusak, tetapi bersih dari media agar yang menempel (Gambar 9.b).

Kemudian planlet direndam dalam larutan fungisida Antracol 70 WP sebanyak

2 g/l selama sekitar 15 menit lalu ditiriskan (Gambar 9.c dan 9.d.).

Gambar 9. Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida dalam botolan (a); pencucian planlet dengan air mengalir (b); perendaman planlet dengan fungisida Antrocol 70 WP (c); planlet siap ditanam pada media tanam (d).


(61)

38

Penanaman dilakukan secara kompot, yaitu 10 planlet ditanam bersamaan dalam

satu pot pada media sphagnum moss dan sabut kelapa (Gambar 10.a dan 10.b.).

Kompot diletakkan di meja rumah kaca bernaungan paranet (± 40% dari cahaya

penuh).

Gambar 10. Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida pada media sphagnum moss(a); dan media sabut kelapa (b); dengan kombinasi pupuk daun

(Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil D) umur 0 MST.

Cara Aplikasi Pupuk Daun

Selama 1 bulan pertama, planlet hanya disiram dengan air saja (tanpa pupuk).

Penyiraman dilakukan setiap hari sekali pada pagi hari. Pemupukan dengan pupuk

daun (Growmore NPK 32:10:10, Hyponex Merah NPK 25:5:20 dan Gandasil D


(62)

39

daun 1 g/l selama 2 bulan pertama, selanjutnya pada bulan ketiga dan keempat

masing-masing dosis pupuk dinaikkan menjadi 2 g/l.

Pemupukan dilakukan dengan cara penyemprotan seluruh bagian tanaman.

Aplikasi dengan pupuk daun dilakukan seminggu sekali dengan cara menyemprot-

kan masing-masing pupuk daun dengan menggunakan hand sprayer sebanyak

± 10 ml (10 kali semprotan) pada masing-masing perlakuan. Untuk mencegah

agar tanaman tidak terkena hama terutama yang disebabkan oleh tungau,

dilaku-kan penyemprotan dengan insektisida (matador 1 ml/l) setiap 1 minggu sekali.

3.4.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman anggrek berumur 4 bulan setelah bibit

dikeluarkan dari botol. Variabel yang diamati adalah keberhasilan aklimatisasi

(%), jumlah daun (helai), panjang daun (cm), diameter daun (cm), jumlah akar


(63)

74

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Media Growmore dapat digunakan untuk menggantikan media MS pada

perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro.

2. Media MS dan Growmore dengan penambahan 2 g/l pepton menghasilkan

jumlah biji berkecambah yang tidak berbeda nyata.

3. Pemberian pepton 4 g/l pada media MS tidak berpengaruh nyata terhadap

perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro, tetapi pada media

Growmore menyebabkan peningkatan perkecambahan yang ditunjukkan oleh

bobot protokorm dan persen protokorm yang menghasilkan primordia daun.

4. Media Growmore dengan penambahan 4 g/l pepton menghasilkan persentase

protokorm dengan primordia daun yang paling banyak (94%) dibandingkan

dengan perlakuan lainnya.

5. Media sphagnum moss menghasilkan pertumbuhan planlet yang lebih baik

daripada sabut kelapa yang ditunjukkan oleh diameter daun, jumlah akar,

panjang akar dan bobot segar tanaman yang lebih tinggi.

6. Ketiga jenis pupuk daun yang dicobakan yaitu Growmore Biru (NPK

32:10:10), Hyponex Merah (NPK 25:5:20) dan Gandasil D (NPK 20:15:15)


(64)

75

selama aklimatisasi, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata pada semua

variabel pengamatan yang tidak berbeda satu sama lain.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari karakter tanaman seperti

warna, corak dan ukuran bunga hasil persilangan kedua tetua anggrek


(1)

Tabel 4. Formulasi pupuk Growmore (32:10:10), Hyponex Merah (25:5:20) dan Gandasil D (20:15:15) untuk pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis hibrida.

Komponen Unsur Hara

Konsentrasi/Persentase (%) Total

Growmore 1 g/l (pH = 6,38)

Hyponex Merah 1 g/l (pH = 6,79)

Gandasil D 1 g/l (pH =6,89)

Komponen unsur hara terdiri dari :

 Total Nitrogen (N)

 Fosfat (P2O5)

 Kalium (K2O)

 Kalsium (Ca)

 Magnesium (Mg)

 Sulfur (S)

 Boron (B)

 Tembaga (Cu)

 Besi (Fe)

 Mangan (Mn)

 Molibdenum (Mo)

 Zing (Zn)

32% terdiri dari ; - 2 % amonium nitrogen - 3 % nitrate nitrogen - 27% urea nitrogem 10% 10% 0,05% 0,10% 0,20% 0,02% 0,05% 0,10% 0,05% 0,0005% 0,05%

25% terdiri dari ; - 4,5 % nitrate nitrogen - 20,5 % urea nitrogem

5 % 20 % - - - - - - - -

-20 % - - 15 % 15 % - 1 % - - - - - - -

3.4.3 Rancangan Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan dengan rancangan acak lengkap (RAL), di susun secara faktorial 2 x 3, sebagai faktor pertama adalah jenis media aklimatisasi (sphagnum moss dan sabut kelapa) dan faktor kedua adalah jenis pupuk daun (Growmore NPK; 32:10:10, Hyponex Merah NPK; 25:5:20 dan Gandasil NPK; 20:15:15). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Setiap satu unit percobaan terdiri dari 10 bibit anggrek yang ditanam secara bersama-sama dalam satu pot atau community pot. Seluruh data yang diperoleh dianalisis ragam. Analisis dilanjutkan dengan pemisahan nilai tengah yang menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(2)

3.4.4 Pelaksanaan Percobaan

Cara Aklimatisasi Planlet

Bibit anggrek Phalaenopsis hibrida dikeluarkan dari botol kultur dengan menggunakan pinset. Sebelum bibit/planlet dikeluarkan, botol diisi air untuk memudahkan pengambilan planlet dari media agar-agar (Gambar 9.a). Planlet dicuci bersih dengan air yang mengalir, terutama di bagian akar dengan hati-hati agar akar tidak rusak, tetapi bersih dari media agar yang menempel (Gambar 9.b). Kemudian planlet direndam dalam larutan fungisida Antracol 70 WP sebanyak 2 g/l selama sekitar 15 menit lalu ditiriskan (Gambar 9.c dan 9.d.).

Gambar 9. Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida dalam botolan (a); pencucian planlet dengan air mengalir (b); perendaman planlet dengan fungisida Antrocol 70 WP (c); planlet siap ditanam pada media tanam (d).


(3)

Penanaman dilakukan secara kompot, yaitu 10 planlet ditanam bersamaan dalam satu pot pada media sphagnum moss dan sabut kelapa (Gambar 10.a dan 10.b.). Kompot diletakkan di meja rumah kaca bernaungan paranet (± 40% dari cahaya penuh).

Gambar 10. Planlet anggrek Phalaenopsis hibrida pada media sphagnum moss(a); dan media sabut kelapa (b); dengan kombinasi pupuk daun

(Growmore, Hyponex Merah dan Gandasil D) umur 0 MST.

Cara Aplikasi Pupuk Daun

Selama 1 bulan pertama, planlet hanya disiram dengan air saja (tanpa pupuk). Penyiraman dilakukan setiap hari sekali pada pagi hari. Pemupukan dengan pupuk daun (Growmore NPK 32:10:10, Hyponex Merah NPK 25:5:20 dan Gandasil D NPK 20:15:15) dilakukan pada bulan ke 2 – 4 dengan masing-masing dosis pupuk


(4)

daun 1 g/l selama 2 bulan pertama, selanjutnya pada bulan ketiga dan keempat masing-masing dosis pupuk dinaikkan menjadi 2 g/l.

Pemupukan dilakukan dengan cara penyemprotan seluruh bagian tanaman.

Aplikasi dengan pupuk daun dilakukan seminggu sekali dengan cara menyemprot- kan masing-masing pupuk daun dengan menggunakan hand sprayer sebanyak ± 10 ml (10 kali semprotan) pada masing-masing perlakuan. Untuk mencegah

agar tanaman tidak terkena hama terutama yang disebabkan oleh tungau, dilaku-kan penyemprotan dengan insektisida (matador 1 ml/l) setiap 1 minggu sekali.

3.4.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman anggrek berumur 4 bulan setelah bibit dikeluarkan dari botol. Variabel yang diamati adalah keberhasilan aklimatisasi (%), jumlah daun (helai), panjang daun (cm), diameter daun (cm), jumlah akar (helai), panjang akar (cm) dan bobot segar tanaman (g),


(5)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Media Growmore dapat digunakan untuk menggantikan media MS pada perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro.

2. Media MS dan Growmore dengan penambahan 2 g/l pepton menghasilkan jumlah biji berkecambah yang tidak berbeda nyata.

3. Pemberian pepton 4 g/l pada media MS tidak berpengaruh nyata terhadap perkecambahan biji anggrek Phalaenopsis hibrida in vitro, tetapi pada media Growmore menyebabkan peningkatan perkecambahan yang ditunjukkan oleh bobot protokorm dan persen protokorm yang menghasilkan primordia daun. 4. Media Growmore dengan penambahan 4 g/l pepton menghasilkan persentase

protokorm dengan primordia daun yang paling banyak (94%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

5. Media sphagnum moss menghasilkan pertumbuhan planlet yang lebih baik daripada sabut kelapa yang ditunjukkan oleh diameter daun, jumlah akar, panjang akar dan bobot segar tanaman yang lebih tinggi.

6. Ketiga jenis pupuk daun yang dicobakan yaitu Growmore Biru (NPK 32:10:10), Hyponex Merah (NPK 25:5:20) dan Gandasil D (NPK 20:15:15) menghasilkan pertumbuhan planlet Phalaenopsis hibrida yang sama baiknya


(6)

selama aklimatisasi, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata pada semua variabel pengamatan yang tidak berbeda satu sama lain.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari karakter tanaman seperti warna, corak dan ukuran bunga hasil persilangan kedua tetua anggrek