Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI © Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010
17
Gambar 1. Ketidak-seimbangan Struktur Demografis
2.4.2. Konsekuensi Geo-demografis
Pulau Jawa telah memperoleh reputasi sebagai pusat transit dan komunikasi semenjak penjelajah-penjelajah asing yang pertama mendatangi Nusantara, sehingga tidaklah
mengherankan jika secara ekonomi dan politik, pulau Jawa lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya. Akibat penjajahan yang “fokus” pada
pulau Jawa inilah maka tercipta suatu fenomena yang lebih mengutamakan adanya pembangunan di pulau ini dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya, terutama semenjak
Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada akhirnya, kita menghadapi ketimpangan besar dalam alokasi dan distribusi dari berbagai sumber-daya alam serta energi, yang
pada gilirannya akan berpengaruh langsung pada tingkat kecerdasan rakyat maupun usaha pendidikan nasional. Konstelasi seperti itu mula-mula merupakan akibat dari
perkembangan sejarah. Kesuburan pulau Jawa nampaknya merupakan faktor pertama yang membuatnya mampu mendukung suatu hunian yang bersandar kepada
perekonomian agraris, baik sebagai pertanian rakyat maupun sebagai perkebunan. Akibatnya, pembangunan infra struktur setempat seperti menjadi suatu konsekuensi yang
otomatis. Sehingga ketika Indonesia mulai terseret ke dalam proses industrialisasi pada awal abad XX, pulau Jawa juga langsung nampak lebih siap untuk menyikapinya.
2.4.3. Tantangan bagi Pendidikan Nasional
Kesenjangan geo-demografis antara pulau Jawa dan pulau-pulau Indonesia lainnya sudah merupakan persoalan besar bagi pemerintah kolonial Belanda. Kesenjangan sosio-
geografis antara pulau Jawa dan pulau-pulau Indonesia lainnya dapat difahami sebagai kesenjangan dalam hal kepadatan penduduk, kemajuan pendidikan dan tingkat
kemakmuran, serta keterlibatan dalam komunikasi serta telekomunikasi nasional maupun internasional. Kesenjangan antarpulau itu sebenarnya juga dapat diamati di antara pulau-
pulau Indonesia lain selain pulau Jawa. Di samping itu, posisi Indonesia yang sedemikian strategis karena memiliki kedekatan
geografis dengan negara lain seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Papua Nugini,
Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI © Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010
18
dan Australia juga memberikan tantangan tersendiri, terutama terhadap daerah atau provinsi yang berbatasan langsung dengan negara-negara tersebut. Jika gagal menjalin
hubungan komunikasi efektif antardaerah di wilayah nusantara, tidak mustahil akan dimanfaatkan negara lain yang dekat secara geografis untuk mengambil keuntungan.
Proksimitas geografis itu pada gilirannya menentukan tingkat intensitas komunikasi dan telekomunikasi antar-daerah di Indonesia, yang dapat diukur dari frekuensi hubungan
telepon di antara penduduk dari berbagai daerah. Masa depan Indonesia yang bersatu, stabil dan seimbang karenanya akan banyak
tergantung dari usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk menyetarakan mutu sumber- daya manusianya dalam skala nasional. Kepincangan dalam aspek ini akan dengan
mudah menjadi sumber ketidak-puasan yang disebabkan oleh perbedaan kesempatan hidup makmur dan bermartabat, yang pada gilirannya akan bermuara dalam letusan-
letusan sosial-regional.
Oleh karena itulah maka kebijakan pendidikan Indonesia harus memperhatikan keanekaragaman, dengan tetap memperhatikan secara seksama kesenjangan sosial
budaya yang terjadi saat ini, sehingga kelak dapat tertwujud sistem dan program pendidikan yang adil dan merata, sesuai dengan amanat UUD NKRI 1945. Usaha
penyetaraan serta penyerasian pendidikan karenanya memang akan menjadi padat biaya, tetapi itu adalah risiko dari dua faktor geo-demografis yang dihadapi Indonesia: pertama
adalah keanekaragaman demo-kultural yang diskrepan dan tersebar dalam struktur geo- maritim. Kedua adalah desakan untuk mengejar ketertinggalan dalam banyak hal, jika
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain yang mempunyai dimensi besaran politik serupa dengan Indonesia.
2.5. Sistem dan Kategorisasi Pendidikan