MACAM-MACAM ETIKA ETIKA, NORMA-NORMA, KAIDAH, DAN ETIKET

11 Tempo, namun Menpen RI, Harmoko bersikukuh untuk tetap membredelnya. Sebaliknya, aliran positivisme lebih mengonsentrasikan perhatian terhadap isi dan hukum yang berlaku, yaitu hukum positif supremasi hukum dalam pelaksanaan di lapangan bidang hukum law enforcement yang lebih konkret. Pada aliran ini, asas positivisme mengenal adanya pemisahan tegas antara etik dan hukum. Kemudian, secara prinsip pada aliran naturrecht, norma-norma etik dengan jalan tertentu mempunyai relevansi terhadap isi dan berlakunya hukum positif, dengan tidak mengadakan pemisahan tajam secara prinsip antara etik dan hukum.

C. MACAM-MACAM ETIKA

Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis sama halnya dengan berbicara moral mores. Manusia yang disebut etis ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika. Terdapat dua macam etika Keraf, 1991: 23 sebagai berikut: 1. Etika Deskriptif Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan 12 perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya, etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. 2. Etika Normatif Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. jadi, etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Ditinjau teori dasar dari Etika Normatif tersebut, terdapat dua dasar teori sebagai berikut: a. Teori Deontologis Deontologis berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewa- jiban duty. Artinya, etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan 13 baik dari tindakan tersebut, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya, motivasi, kemauan dengan niat yang baik dan dilaksanakan berdasarkan kewajiban, serta bernilai moral. b. Teori Teleologis Teleologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu telos yang artinya tujuan. Teleologis menjelaskan benar-salahnya tindakan tersebut justru tergantung dari tujuan yang hendak dicapai, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau berakibat atau bertujuan mencapai sesuatu yang baik pula. Sony, 1993: 29-30. Dari pembahasan Etika Teleologis di atas, muncul dua aliran teleologisme sebagai berikut: • Egoisme Artinya pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri atau menekankan kepentingan dan kebahagiaan untuk pribadi berdasarkan hal yang menyenangkan dan mengenakkan atau hal yang mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri. • Utilitarianisme Yaitu menilai perbuatan baik-buruknya suatu tindakan atau kegiatan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan orang banyak, atau dinilai baik karena dapat 14 memberikan kegunaan atau manfaat perorangan bagi banyak orang. Jeremy Bentham 1748-1832, filsuf yang hidup semasa Revolusi Amerika Serikat dan Revolusi Prancis yang mengakibatkan kekacauan dan kemusnahan umat manusia, dalam suatu karyanya An Introduction to the Principles of Moral and Legislation 1780 ia ingin membawa perubahan sosial dalam bidang politik, hukum, dan etik yang dimasukkan ke dalam Prinsip-prinsip Utility. Selanjutnya Jeremy Bentham menjadikan rasa senang dan rasa sakit sebagai titik pangkal tinjauan filsafatnya sesuai dengan aliran hedonisme. Sikap etis yang wajar ialah memperhitungkan dengan cermat rasa senang dan sakit sebagai hasil suatu perbuatan yang kemudian dikurangi jumlah rasa sakit dan senang tersebut. Perhitungan jumlah rasa senang dan sakit hedonistic calculus, menurut pendapat Bentham Zubair, 1990: 116 ada tujuh unsur atau dimensi sebagai berikut: 1. Intensity, kuat lemahnya perasaan sakit atau senang. 2. Duration, lama atau singkatnya waktu berlakunya rasa senang dan sakit. 3. Certainty, kepastian akan timbulnya perasaan itu. 4. Propinquity, dekat-jauhnya dalam waktu terjadinya perasaan tersebut. 5. Fecundity, kemungkinan perasaan itu diikuti oleh perasaan yang sama. 15 6. Purity, kemurnian atau tidak tercampurnya dengan perasaan yang berlawanan 7. Extent, jumlah orang yang terkena perasaan itu. Enam unsur pertama berkaitan dengan perbuatan yang menim- bulkan rasa senang atau sakit bagi seseorang dan unsur ketujuh merupakan etik individualistis yang menjadi etik sosial. Artinya, ketujuh hedonic calculus tersebut dapat memberikan perhitungan dimensi dasar di bidang etik yang memberikan arah bagi perbuatan dan perilaku manusia terhadap baik rasa senang maupun rasa sakit yang ditimbulkannya. Berbagai pembahasan definisi tentang etika di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga Jenis sebagai berikut: • Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. • Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat. Akhirnya, etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. • Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu 16 menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan, dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif, dan reflektif.

D. NORMA DAN KAIDAH