1
GRUP USAHA : MASA LAMPAU DAN
HARAPAN KEDEPAN Oleh : Drs Sutanto Wibowo, MM
Dosen Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Swadharma Jakarta
Pensiun Bank BNI dan Komisaris PT. Hotel Sangga Buana Bogor
ABSTRAK
Tulisan ini menyoroti kehidupan grup usaha dimasa lampau, dimana pada lazimnya
dalam grup usaha terdapat beberapa anak perusahaan yang mempunyai kaitan bisnis satu
sama lain. Keterkaitan tsb. disatu sisi mempunyai nilai positif, tetapi disisi lain dapat
menyebabkan
ketergantungan usaha
satu perusahaan terhadap perusahaan lain.
Dengan keluarnya UU Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999, kiranya perlu dipikirkan kembali
hubungan usaha perusahaan-2 dalam satu grup yang memungkinan timbulnya sinergi yang
positif dan sejalan dengan UU dimaksud.
I. PENDAHULUAN.
Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 banyak
konglomeratgrup usaha yang gulung tikar. Sebab-2 hancurnya grup usaha
terutama disebabkan karena lemahnya fondasi pada saat grup usaha dimaksud
dibangun,
baik fondasi
keuangan maupun
fondasi professionalism,
disamping factor external. Banyak grup usaha yang melebarkan sayapnya diluar
core bisnisnya hanya semata-2 karena keinginan
untuk mengembangkan
usaha, tanpa mempertimbangkan aspek lainnya misalnya kematangan dalam
pengelolaan bidang lain. Pada masa selum krisis ekonomi tahun
1998
kita ingat
dengan adanya
kebijakan deregulasi sector perbankan, banyak perusahaan yang sebenarnya
cukup mapan
dibidang core
businessnya, namun
kemudian mendirikan usaha lain yang bukan core
bisnisnya. Misalnya perusahaan bidang property yang kemudian mendirikanbank,
yang pada akhirnya harus hancur karena badai krisis.
Grup usaha yang pada umumnya terdiri dari
beberapa perusahaan,
ada kecenderungan
untuk membangun
lingkaran bisnis yang memiliki kaitan bisnis satu sama lain, sehingga pendirian
anak perusahaan antara lain juga
dengan pertimbangan
agar keuntungan
usaha perusahaan
terakumulasi ke
induk perusahaan,
sehingga keuntungan induk perusahaan semakin besar.
Persoalan timbul jika ternyata hubungan antara induk dan anak perusahaan tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan karena
adanya berbagai
factor penghambat
baik internal
maupun eksternal.
Tulisan ini bermaksud menyoroti budaya kerja grup usaha dan melihat masa depan
hubungan
antara induk
dan anak
perusahaan.
II. TUJUAN MENDIRIKAN ANAK PERUSAHAAN.
Tidak sedikit perusahaan besar yang mendirikan anak perusahaan.
Motivasi perusahaan besar mendirikan anak perusahaan itu sendiri ada beberapa
macam antara lain :
1. Memperluas usaha Sifat manusia yang tidak pernah puas
dengan hasil yang telah dicapai, menyebabkan adanya keinginan untuk
terus mengembangkan usahanya. Tentu saja hal tsb. mempunyai nilai
positif jika perluasan usaha tsb. masih dalam
batas kemampuan
untuk
2 mengontrol,
dan batas
koridor peraturan-2 yang berlaku.
2. Mencari keuntungan yang lebih besar.
Dengan mendirikan anak perusa- haan dimana aktivitasnya diharapkan
juga
mendatangkan keuntungan,
maka keuntungan induk perusahaan juga makin besar.
3. Menampung bisnis lain yang ada kaitannya dengan core bisnis.
Suatu perusahaan besar, disamping bisnis pokoknya pada umumnya
menimbulkan multiplier effect bisnis lain. Misalnya suatu bank besar, dia
juga menumbuhkan bisnis barang cetakan, makanan, ticketing, building
management, transportasi, property, dll. Bisnis-2 sampingan tersebut
ditampung dengan mendirikan anak perusahaan.
4. Menampung tenaga kerja. Banyaknya jumlah angkatan kerja
tidak terlepas
dari perhatian
perusahaan besar. Tenaga kerja yang tersedia di internal perusahaan
maupun diluar perusahaan sangat memerlukan perhatian. Karyawan
yang sudah memasuki pension namun masih merasa produktif atau
anak-2 karyawan mengharapkan dapat
ditampung bekerja
diperusahaan. 5. Mengembangkan
dana untuk
meningkatkan kesejahteraan
pensiunan. Untuk
meningkatkan kesejahteraan,
biasanya timbul
pemikiran bagaimana agar dana cadangan pension yang terhimpun
dari karyawan induk perusahaan dengan jumlah cukup besar dapat
dikembangkan. Motivasi-2 pendirian anak perusahaan
diatas tentunya sangat baik selama masih terukur,
konsisten, dan
berkesinambungan. Banyak
kasus yang
menyebabkan motivasi-2 diatas dalam prakteknya jauh
dari yang diharapkan. Beberapa contoh sbb. :
1. Induk perusahaan yang bergerak dibidang
perbankan, misalnya
mendirikan usaha dibidang rumah sakit,
yang diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada karyawannya. Namun karena bidang usaha baru tsb. jauh dari
professionalism perbankan maka usaha baru
tsb. tidak
mendatangkan penghematan dan tidak meningkat kan
profitabilitas, tetapi justru menjadi beban bagi induk perusahaan.
2. Induk perusahaan
menempatkan pensiunan-2 nya di anak perusahaan
tanpa pertimbangan professionalism dalam bidang usaha yang baru.
Akibatnya pengelolaan perusahaan kurang optimal.
3. Sikap kekeluargaan
yang lebih
menonjol dari sikap professionalism juga dapat menyebabkan penerimaan
pegawai baru lebih mementingkan faktor kedekatan kekerabatan dari pada
factor kemampuan.
4. Adakalanya sebuah perusahaan PT.A patungan dengan perusahaan lain
PT.B yang sudah lama berkecimpung dalam usaha yang akan dimasuki oleh
PT. A. Motivasi PT. A adalah agar dalam memasuki bisnis baru tsb. ada
jaminan professionalism dari PT. B. untuk
mengelola usaha bersama.
Namun ternyata professionalime PT. B tidak dapat menjamin bahwa usaha
patungan tsb. akan menguntungkan kedua belah pihak. Hal tersebut
3 disebabkan PT.A tidak menyadari
adanya butir-2 dalam perjanjian kerjasama
yang ternyata
menyebabkan kedudukan
PT.A lemah.
5. Belum lagi
kalau konsistensi
pengelolaan anak perusahaan tidak berlanjut. Dengan adanya pergantian
pimpinan di
induk perusahaan
misalnya, kadang kala menyebabkan adanya perubahan sikap dan strategi
dalam mengelola anak perusahaan.
III. CAPTIVE MARKET.