HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAAN MANAJEMEN MASUKAN CAIRAN TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II KOTA YOGYAKARTA

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAAN MANAJEMEN

MASUKAN CAIRAN TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS

PKU MUHAMMADIYAH UNIT II KOTA YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ZAFRIA ATSNA 20120320119

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

GINJALKRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II KOTA YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ZAFRIA ATSNA 20120320119

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAAN MANAJEMEN MASUKAN CAIRAN TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU

MUHAMMADIYAH UNIT II KOTA YOGYAKARTA Telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal: 12 Agustus 2016

Oleh:

ZAFRIA ATSNA 20120320119

Penguji

Resti Yulianti Sutrisno, M. Kep., Ns., Sp. Kep.MB (...) Arianti, M.Kep, Ns. Sp. Kep. MB (...)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Zafria Atsna

NIM : 20120320119

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karyayang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir karya tulis ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan karya tulis ilmiah ini hasil tiruan, maka saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 11 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv MOTTO

Hidup hanya sekali jadilah yang berarti

Manjadda wa jadda

(barang siapa yang bersungguh – sungguh pasti akan berhasil)

Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan (QS. Ar-Rahman 16)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai dari suatu urusan,

tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain (QS. Al Insyirah: 5-8)

Dan diantara mereka ada yang berdoa “Ya Tuhan kami berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Mereka

itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan dan Allah maha cepat perhitungannya.

(QS. Al Baqoroh 201-202)

Berfikir dan berprasangka positiflah selalu maka hal menakjubkan akan terjadi (Tere Liye)


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua tercinta saya, Bapak Suyatno dan Ibu Haryanti yang selalu mendukung dalam segala hal, mendoakan dalam setiap kondisi serta memberikan semangat yang tiada henti, kedua orang tua yang mengajari saya bagamana cara mencintai dan berjuang. Mereka yang tak pernah lelah untuk memberikan banyak hal yang terbaik untuk saya dan berusaha keras untuk membahagiakan saya, terimakasih untuk segalanya.

2. Keluarga tercinta adek, sepupu, pak de dan budhe serta kakek dan nenek yang selamana ini tidak lelah untukmemberikan semangat, dukungan dan doanya untuk saya.

3. Untuk pembimbing yang saya tidak pernah saya lupakan almarhum ibu Yuni Permatasari Istanti terima kasih untuk setiap nasihat dan ilmu yang telah di berikan semoga ilmu yang diberkan menjadi amal jariah yang kelak akan membawa ibu dalam syurga Allah swt.

4. Teman – teman yang membantu saya dalam jalannya penelitian ini, kepada Chirotun Jum’iyyatin Nisak, Mbak Zulfa, Mbak Enn, Ian Pratiwi, asisten penelitian saya Milatul Afifah, Rizka Saputri, sahabat saya Mustika Restriani, Firas Yumni, Hidayah Setianti, Aldila Najihatul dan teman-teman kost telaga & tsabita terima kasih karena sudah mengingatkan saya untuk banyak hal tidak terlupakan untuk sahabat terkasih saya yang tidak lelah untuk mengingatkan dan membantu membangunkan semangat saya,serta banyak hal yang diberikan yang tidak bisa disebutkan. Akubersyukur memiliki kalian. 5. Teman- teman BPH NCC periode 2014-2015 untuk Nawang, Ratri, Amel,

Rahma, Endah,Yani, Devia, Satifa yang telah memberikan saya pelajaran yang berarti tentang makna kerjasama.

6. Seluruh keluarga besar IMM FKIK UMY yang telah menjadi kelurga dan memberikanmotivasi berorganisasi dan menjadi rumah dalam meluapkan setiap inspirasi saya.


(7)

vi

7. Seluruh keluarga besar NCC EMERGENCY yang membuat saya belajar untuk berani melawan sebuah keterbatasan yang telah mengajari saya bagaimana untuk bisa lebih baik dan memotifasi saya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lain.

8. Seluruh keluarga BEM KM UMY yang telah memberikan pengalaman dan pembelajaran kedewasaan yang luar bias dalam perjalanan hidup saya.

9. Teman- teman skill lab 4B Elok, Fadilah, Nurul, Tiara, Banu, Deby terimakasih atas gurauan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan setiap tugas. 10.Teman-teman bimbingan Suci, Indah, Novia, Elvira dan Asri. Teman-teman

yang tidak pernah leleah untuk memotifasi saya dalam penelitian.

11.Teman-teman PSIK UMY 2012 yang telah menjadi pelengkap dalam setiap kehidupan kuliah selama di kampus.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Tingkat Kepatuhaan Manajemen Masukan Cairan terhadap Tekanan Darah pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Unit II Kota Yogyakarta”. Adapun maksud penulis melakukan penelitian untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dengan kesempurnaan. Masih banyak kekurangan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Demi perbaikan karya tulis ilmiah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dalam penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantun dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Ardi Pramono,Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat,HNC,selaku Kepala Program Studi Ilmu keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

3. Ibu Resti Yulianti Sutrisno, M. Kep., Ns., Sp. Kep.MB selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu Arianti, M.Kep, Ns. Sp.Kep.MB, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.


(9)

viii

5. Kedua orang tua yang selalu memberi doa, dorongan, semangat dan kasih sayang yang tidak habisnya dalam proses penyusunan sampai terselesaikannya proposal karya tulis ini.

6. Teman – teman yang telah membantu dan memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

7. Bapak, ibu pasien dan perawat di bangsal hemodialisa RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta

Akhir kata dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis mengharapkan proposal karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Wasallamualaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 11 Agustus 2016


(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... 11

DAFTAR GAMBAR ... 12

INTISARI ... 13

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II ... 9

TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Gagal Ginjal Kronis ... 9

2. Hemodialisis ... 16

3. Manajemen Cairan ... 17

4. Kepatuhan ... 21

5. Tekanan Darah ... 25

B. Kerangka Teori ... 32

C. Kerangka Konsep ... 33

D.HIPOTESIS ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Desain Penelitian ... 34

B. Populai dan Sempel ... 34

D. Besar Sampel ... 35


(11)

x

D. Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional ... 36

E. Instrumen penelitian ... 36

F. Validitas dan Reliabilitas ... 38

H. Pengolahan Data dan Analisis Data ... 41

I. Etika Penelitian ... 43

BAB IV ... 45

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 51

BAB V ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68


(12)

11

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 8

Tabel 2. Stadium Gagal Ginjal ... 14

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah ... 28

Table 4. Definisi Oprasional... 36

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Pendidikan, dan Status Pekerjaan ... 48

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan usia ... 49

Tabel 7. Distribusi Responden dan Hubungan tingkat kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah sistol Berdasarkan Kepatuhan Masukan Cairan Dan Tekanan Darah ... 49

Tabel 8. Distribusi Responden dan Hubungan tingkat kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah diastol ... 50


(13)

12

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori……….32

Gambar 2. Kerangka Konsep………...………..33 Gambar 3. Skema Cara Pengambilan Data………40


(14)

13

Atsna, Zafria (2016). Hubungan Tingkat Kepatuhan Manajemen Masukan Cairan Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Unit II Kota Yogyakarta

Pembimbing: Resti Yulianti Sutrisno, M. Kep., Ns., Sp. Kep.MB INTISARI

Latar belakang: Banyak pasien gagal ginjal kronis yang mengalami kelebihan volume cairan karena ketidakpatuhannya dalam melakukan manajemen masukan cairan, salah satu dampak ketidakpatuhan pembatasan cairan tersebut adalah tekanan darah naik yang dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler, penyakit kardiovaskuler menyebabkan kematian 47% pada pasien gagal ginjal kronis. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta.

Metode: Penelitan ini mengunakan metode observasi korelasional dengan pendekatan crossectional. Penelitian dilakukan dengan responden sebanyak 70. Teknik pengambilan sampel dengan total sampel. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson, instrumen penelitian menggunakan kusioner kepatuhan masukan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronis dan tensi meter.

Hasil: Hasil penelitian adalah rata-rata skor kepatuhan masukan cairan responden 10,78 dan rata-rata tekanan darah sistol 166,28mmHg dan diastol 94,4mmHg. Berdasarkan analisis statistik bivariat menggunakan korelasi pearson didapatkan hasil (P value = 0,495) untuk sistol dan (Pvalue = 0,378) untuk diastol.

Kesimpulan: Penelitian ini dapat di simpulakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah unit II Kota Yogyakarta.

Kata Kunci: kepatuhan, manajemen cairan, tekanan darah, gagal ginjal kronis, hemodialisis.


(15)

14

Atsna, Zafria (2016). The Correlation Between Fluid Intake Management Compliance to the Blood Pressure of Chronic Renal Failure Patients Undergoing Hemodialysis at Pku Muhammadiyah Unit II Hospital, Yogyakarta.

Supervisor : Resti Yulianti Sutrisno, M. Kep., Ns., Sp. Kep.MB

ABSTRACT

Background: There are many renal failure patients who experiences excess fluid

volume as their incompliance in managing fluid intake. One of the effects of their

incompliance is cardiovascular diseases which can lead to death of 47% of renal failure patients.

Purpose: The research was aimed at knowing the relationship between compliance fluid intake management to the blood pressure of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis at PKU Muhammadiyah UNIT II Hospital, Yogyakarta.

Method: The research applied correlational method and cross-sectional approach. There were 70 respondents in the research determined by total sample technique. The data was analyzed by using Pearson correlation test. In addition, the instrument of the research was compliance questionnaire of liquid intake management of chronic renal failure patients and tension meters.

Result: The mean score of liquid management intake compliance of the respondents was 10.78 and systolic blood pressure was 166.28 mmHg. Meanwhile, diastolic pressure was 94.4 mmHg. Based on statistic bivariate analysis using Pearson correlation test, p value was 0.0495 for systolic and 0.378 for diastole.

Conclusion: There is no correlation between liquid intake management compliance to the blood pressure of renal failure patients undergoing hemodialysis at PKU Muhammadiyah unit II Yogyakarta Hospital.

Keywords: compliance, liquid intake, blood pressure, chronic renal failure, hemodialysis


(16)

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2008). Menurut data

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun (2010), lebih dari

20 juta warga Amerika Serikat menderita gagal ginjal kronis, angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Lebih dari 35% pasien yang menderita diabetes mengalami penyakit gagal ginjal kronis, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga mengalami penyakit gagal ginjal kronis dengan insidensi penyakit gagal ginjal kronis tertinggi ditemukan pada usia lebih dari 65 tahun.

Jumlah keseluruhan pasien gagal ginjal di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 1.893 orang, gagal ginjal kronis sebanyak 13.213, gagal ginjal akut sebanyak 874 orang. Sedangkan di Yogyakarta gagal ginjal akut sebanyak 187 orang, gagal ginjal kronis sebanyak 1656 orang (Indonesian Renal Registry, 2012).

Gagal ginjal kronis di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah gangguan klirens ginjal, penurunan laju filtrasi glomelurus, retensi cairan dannatrium, asidosis, anemia, ketidakseimbangan kalsium dan fosfat dan penyakit tulang uremik (Smeltzer & Bare, 2008). Gagal ginjal kronis adalah penyakit terminal dan menahun sehingga gagal ginjal kronis memiliki


(18)

beberapa komplikasi diantaranya adalah hiperkalemia, hipertensi, anemia dan penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2008).

Pengobatan yang paling efektif bagi pasien gagal ginjal kronis adalah

dialysis intermiten dan trasplantasi ginjal, dialisis biasanya dilakukan pada

pasien gagal ginjal sebelum mencapai ESRD atau penyakit ginjal stadium akhir. Dialis adalah proses difusi zat terlarut dalam air secara pasif melalui suatu membran dari satu kompartemen cair menuju kompartemen lainya. Hemodialis dan dialisis peritoneal adalah dua hal yang digunakan dalam metode dialisis (Price &Wilson, 2005).

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sering mengalami kelebihan volume cairan didalam tubuh, hal tersebut dikarenakan penurunan fungsi ginjal dalam mengeksresikan cairan (Kamaluddin & Rahayu, 2009). Beberapa penelitian menujukan pasien meninggal karena kelebihan masukan cairan. Kelebihan cairan dapat mengakibatkan edema atau kongesti paru, sehingga tindakan utama yang harus diperhatikan adalah memonitoring masukan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisa (Istanti, 2014).

Interdyalitic Weight Gain (IDWG) merupakan indicator untuk mengetahui

jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap manajemen cairan pada pasien hemodialisis (Isroin dkk, 2013).

Salah satu penyebab ataupun komplikasi gagal ginjal kronis adalah hipertensi (Indonesian Renal Registry,2012). Komplikasi hipertensi pada pasien gagal ginjal kronis terjadi karena pengaruh ketidakmampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan cairan secara normal, respon


(19)

ginjal tidak sesuai terhadap masukan cairan dan elektrolit. Selain itu hipertensi pada gagal ginjal terjadi karena aktivitasi rennin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan aldosteron yang dapat memacu tekanan darah sehingga terjadi hipertensi. Pencegahan terjadinya hipertensi pada pasien gagal ginjal kronis dapat dilakukan dengan diet natrium dan cairan yang tepat dan ketat terhadap pasien hipertensi (Smeltzer & Bare, 2008). Tekanan darah yang harus dicapai pada pasien gagal ginjal kronis adalah <160/90 mmHg untuk pasien gagal ginjal kronis usia >60 tahun dan untuk pasien <60 tahun <140/90 mmHg (Thomas, 2003).

Penyakit penyerta tertinggi pasien hemodialisis pada tahun 2012 adalah hipertensi dengan presentase 44% dan angka kematian tertinggi pasien hemodialisa 47% disebabkan oleh kardiovaskuler (Indonesian Renal Registry,

2012). Hipertensi dapat menyebabkan risiko komplikasi tinggi gagal jantung

kongestif dan edema pulmoner (Kalantar-Zadeh, 2010, Smeltzer & Bare, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa adalah pengetahuan, dukungan keluarga dan Interdyalitic Weight Gain (Ramelan dkk, 2013). Menurut Hadi & Wantonoro (2015) terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan kepatuhan pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronis di RS PKU Muhammadiyah unit II Yogyakarta.

Menurut National Kidney Foundation 2006, dalam Ramelan, (2013)


(20)

hemodialisa yang dihasilkan paling utama oleh asupan garam dan cairan, asupan garam dan air dapat menimbulkan peningkatan cairan tubuh, yang menjadi kunci untuk kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Berat badan kering biasanya ditentukan secara klinis dengan mengevaluasi tingkat tekanan darah sebagai bukti overload cairan.

Menurut Lolyta (2011) faktor yang mempengaruhi tekanan darah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis di RS Telogorejo Semarang adalah riwayat keluarga, diet dan IWGD. IWGD berhubugan sangat erat dengan masukan cairan pada pasien, pembatasan cairan merupakan salah satu terapi yang diberikan bagi pasien penyakit ginjal kronis untuk pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Jumlah cairan yang ditentukan untuk setiap harinya berbeda bagi setiap pasien tergantung fungsi ginjal, adanya edema dan haluaran urine pasien (Istanti, 2014). Pendidikan asupan cairan pada kelompok kecil pasien yang menjalani hemodialisa dapat menurunkan berat badan interdialistik dan tekanan darah sistol (Oshavandi, dkk 2013).

Cairan dan retensi garam meningkatkan aktivitas rennin angiotensin, sistem saraf simpatik, aktivitas bradikinin dan prostaglandin E2, penurunan sensitivitas baroreseptor, gangguan di mediator seperti nitrit oksida, endoteline dan L-Argi-sembilan yang bertanggung jawab untuk tekanan darah tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis (Oshavandi,dkk 2013). Menurut Leypoldt (2002) dalam Oshavandi, dkk (2013) kenaikan berat badan interdialytic


(21)

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik. Tekanan darah akan meningkat sekitar 3 mmHg untuk setiap 1kg berat badan ekstra.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 November 2015 di bangsal hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta dari 10 pasien yang diwawancarai mengakui bahwa pasien telah mengetahui anjuran pembatasan intake cairan yang ditentukan namun 80% pasien ditemukan belum mematuhi pembatasan masukan cairan. Berdasarkan wawancara didapatkan 7 pasien yang memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dengan konsumsi intake cairan lebih dari ketentuan diet cairan yang ditentukan, sedangkan 3 pasien lainya ditemukan tekanan<140/90. Pengukuran tekanan darah dilakukan satu jam setelah dilakukan hemodialisa dan di dapatkan dari data sekunder dari perawat bangsal hemodialisa. Pemantauan masukan cairan pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II hanya dilakukan melalui pemantauan berat badan dan edukasi pembatasan cairan yang diberikan pada saat awal melakukan hemodialisis. Tekanan darah pasien hanya diukur pada saat 1 jam pertama pada saat hemodialisis dan 1 jam terakhir sebelum hemodialisis, pasien tidak diukur tekanan darahnya sebelum tindakan hemodialisis. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tingkat kepatuhaan manajemen intake cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah II Yogyakarta.


(22)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil sebuah rumusan masalah yaitu:

1. Apakah terdapat hubungan tingkat kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis?

C. Tujuan Penelitian 1) Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan tingkat kepatuhaan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis.

2) Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden berupa usia, lama hemodialisis, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan dan status pekerjaan.

b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. c. Untuk mengetahui tekanan darah sistol dan distol pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

d. Untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan manajemen masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.


(23)

D. Manfaat Penelitian 1. Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terhadap responden sehingga dapat meningkatkan kepatuhan manajemen intake cairan terhadap tekanan darah pada kejadian gagal ginjal kronis.

2. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan penelitian yang sudah ada dan sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bidang kesehatan

Hasil penelitian ini dapat membantu petugas kesehatan dalam usaha promotif, preventif dan rehabilitatif bagi penderita gagal ginjal kronis dalam melakukan kepatuhan manajemen intake cairan untuk menurunkan tekanan darah.


(24)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Judul Metode dan hasil Persamaan Perbedaan

Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan

Interdialytic Weight

Gains (IDWG)

Pada Pasien Chronic Kidney

Diseases Di Unit

Hemodialisis RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta

Metode yang di gunakan adalah Descriptive

analyticstudy dengan desain

cross sectional. Hasil

penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan anatara asupan cairan dengan IDWG Peneliti meneliti pengaruh asupan cairan terhadap Interdialytic Weight Gains (IDWG) dimana, IDWG adalah indicator untuk mengetahui jumlah cairan selama interdialitik Penelitian ini hanya meneliti hubungan antara asupan cairan dengan IDWG dan tidak menghubungkan dengan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialysis Manajemen Cairan Pada Pasien Hemodialisis Untuk Meningkatkan Kualitas Hidup di RSUD DR.Harjo Ponorogo

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengen pendekatan pre test dan post test dengan kontrol. Hasil penelitian adalah manajemen cairan dapat meningkatkan kualitas hidup, lingkar lengan atas, kekuatan otot pasien hemodialisis, manajement cairan dapat menurunkan tekanan darah, IDWG, edema dan lingkar pergelangan kaki pasien hemodialysis Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh intake pengelolaan cairan pada pasien hemodialisis Penelitian ini tidak meneliti hubungan tingkat kepatuhan pasien hemodialisis terhadap pengelolaan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialysis


(25)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Gagal Ginjal Kronis a. Pengertian

Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana tubuh mengalami kegagalan untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairandan elektrolit, sehimgga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2008). Diagnosa gagal ginjal kronis secara tidak langsung menyatakan bahwa laju filtrasi glomelurus/Glomerular

Filtration Rate (GFR) menurun selama minimal 3 sampai 6 bulan

(Harrison, 2000). b. Etiologi

Menurut Indonesian Renal Registry (2012) penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis di Indonesia dari data tahun 2010 adalah

Glumerulopati Primer/GNC (12%), nefropati diabetika (26%),

nefropati lupus/SLE (1%), penyakit ginjal hipertensi (35%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (2%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis kronis/PNC (7%), lain-lain (6%) dan tidak diketahui (2%). Penyebab gagal ginjal kronis tersering di bagi menjadi delapan klasifikasi yaitu penyakit infeksi tubulo intestinal, penyakit


(26)

peradangan,penyakit vascular hipertensi,gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price&Wilson,2005). Gagal ginjal kronis disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah gangguan klirens ginjal, penurunan laju filtrasi glomelurus, retensi cairan dan natrium, asidosis, anemia ketidak seimbangan kalsium dan fosfat dan penyakit tulang uremik (Smeltzer & Bare, 2008).

c. Patofisiologi

Menurunnya fungsi renal, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya di sekresikan melalui urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dalam darah. Uremia mempengaruhi semua bagian tubuh.Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer & Bare, 2008).

1) Gangguan klirens renal

Banyak masalah yang muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomelurus yang berfungsi, penurunan laju filtrasi glomelurus/Glomerular Filtration Rate (GFR) dapat didekteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan kreatinin. Penurunan GFR mengakibatkan klirens kreatinin akan menurun dan kadar nitrogen urea/ Blood Urea

Nitrogen (BUN) akan meningkat. BUN tidak hanya dipengaruhi


(27)

protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid (Smeltzer & Bare, 2008).

2) Retensi cairan dan natrium.

Kerusakan ginjal menyebabkan ginjal tidak mampu mengonsetrasikan atau mengencerkan urin. Pada gangguan ginjal tahap akhir respon ginjal terhadap masukan cairan dan elektrolit tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan sehingga menimbulkan risiko edema, gagal jantung kongesif dan hipertensi. Hipertensi juga terjadi karena aktivitas aksi rennin angiotensin kerjasama antara hormone rennin dan angiotensin meningkatkan aldosteron. Pasien mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam. Episode mual dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik (Smeltzer & Bare, 2008).

Hipertensi pada pasien gagal ginjal adalah suatu penyakit penyerta yang banyak dijumpai. Hipertensi adalah salah satu faktor penyebab gagal ginjal, penyempitan arteri dalam pembuluh darah dapat disebabkan oleh faktor penumpukan lemak dalam sel-sel pembuluh darah dikarenakan tingginya kadar natrium dan kurangnya cairan dalam tubuh. Selanjutnya dinding pembuluh darah akan menebal karena lemak yang mempersempit pembuluh darah. Jika ini terjadi pada ginjal, akan terjadi kerusakan ginjal yang berakibat gagal ginjal. Selain itu ginjal meproduksi enzim


(28)

angiotension yang di ubah menjadi angiotension II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan keras. Sedangkan gagal ginjal dapat menyebabkan hipertensi, hal ini disebabkan karena mekanisme rennin angiotension yang membuat kekakuan pembuluh darah (Asriani dkk, 2012).

3) Asidosis

Ketidakmamapuan ginjal dalam melakukan fungsinya dalam mengeksresikan muatan asam (H+) yang berlebihan membuat asidosis metabolik. Penurunan asam akibat ketidak mampuan tubulus ginjal untuk menyekresikan ammonia (NH3-) dan mengabsorsi natrium bikarbonat (HCO3-), penurunan eksresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Gejala anoreksia, mual dan lelah yang sering ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis. Gejala yang sudah jelas akibat asidosis adalah pernafasan kusmaul yaitu pernafasan yang berat dan dalam yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan ekskresi karbondioksida, sehingga mengurangi keparahan asidosis (Smeltzer & Bare, 2008; Price &Wilson, 2005).

4) Anemia

Anemia terjadi akibat dari produksi eritroprotein yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, devisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami pendarahan akibat status uremik, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada pasien gagal ginjal,


(29)

produksi eritroprotein menurun karena adanya peningkatan hormon paratiroid yang merangsang jaringan fibrosa dan anemia menjadi berat, disertai keletihan, angina dan napas sesak (Smeltzer & Bare 2008; Muttaqi & Sari 2011).

5) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat

Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik, jika salah satu meningkat, maka yang lain menurun dan demikian sebaliknya. Filtrasi glomelurus yang menurun sampai sekitar 25% dari normal, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar kalsium serum. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi hormon paratiroid dari kelenjar paratiroid dan akibatnya kalsium di tulang menurun dan menyebabkan penyakit dan perubahan pada tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal. Produki kompleks kalsium meningkat sehingga terbentuk endapan garam kalsium fosfat dalam jaringan tubuh. Tempat lazim perkembangan kalsium adalah di dalam dan di sekitar sendi mengakibatkan artritis, dalam ginjal menyebabkan obstruksi, pada jantung menyebabkan distritmia, kardiomiopati dan fibrosis paru. Endapan kalsium pada mata dan menyebabkan band keratopati (Price &Wilson, 2005).


(30)

6) Penyakit tulang uremik

Penyakit tulang uremik sering disebuat osteodistrofi renal yang terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan hormon paratiroid.Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit gagal ginjal kronis yang sering terjadi (Isroin, 2013).

d. Stadium Gagal Ginjal

Tabel 2. Stadium Gagal Ginjal

Derajat Deskripsi GFR (ml/min/1.73 m2)

1 Kerusakan ginjal disertai LGF normal atau meninggi

≥ 90 2 Kerusakan ginjal disertai kerusakan

ringan LFG

60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

(Sumber: Lewis, Heitkemper, Dirksen 2000) e. Komplikasi

Menurut Smeltzer & Bare (2008) Komplikasi gagal ginjal dapat terjadi pada organ lain dalam tubuh diantaranya adalah gangguan kardiovaskuler seperti hipertensi, gagal jantung kongertif, edema pulmoner dan perikarditis, gangguan dermatologi seperti gatal yang parah, gangguan gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan cegukan, gangguan neuromuskuler seperti perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

Hipertensi pada pasien gagal ginjal adalah suatu penyakit penyerta yang terbanyak dengan presentase 44%, diabetes mellitus


(31)

25%, penyakit saluran kencing 7%, penyakit saluran pencernaan, keganasan dan lain-lain 3%, hepatitis B dan penyakit serebrovaskuler 2%, tuberkolosis dan hepatitis C 1% (Indonesian Renal Registry, 2012). Hipertensi ini dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah apabila tidak di perhatikan seperti jantung koroner yang banyak menimbulkan banyak kematian pada pasien gagal ginjal kronis (Kalantar-Zadeh 2010, Smeltzer & Bare 2008). Data kematian tertinggi pada pasien hemodialisa menurut Indonesian Renal Registry, (2012) adalah kardiovaskuler dengan presentase 47%, 15% tidak diketahui, serebrovaskular 12%, sepsis 12% dan 8% disebabkan oleh hal lain. Menurut Eight Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure (2014), tekanan darah yang harus dicapai pasien dengan

gagal ginjal kronis adalah <140/90 mmHg. f. Pengobatan

Pengobatan gagal ginjalterbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang berfungsi untuk mencegah keparahan gagal ginjal. Tindakan konservatif di anataranya adalah pengaturan diet protein, pengaturan diet kalium, pengaturan diet natrium dan cairan dan pencegahan dan pengobatan komplikasi. Tahap kedua dimulai ketika pengobatan konservatif sudah tidak efektif. Pada tahapini terjadi penyakit gagal ginjal stadium akhir (ESRD) atau gagal


(32)

ginjal terminal dan satu-satunya pengobatan adalah dialisis intermitan atau trasplantasi ginjal (Price &Wilson, 2005).

2. Hemodialisis a. Pengertian

Hemodialisis adalah proses difusi untuk melintasi membran semipermiabel untuk menghilangkan zat yang tidak diperlukan dan menambahkan zat yang diperlukan (Harrison, 2000).

b. Penatalaksanaan pasien hemodialisis

Hemodialisis terdiri dari empat komponen yaitu sistem penyampaian darah, sistem komposisi, penyampaian dialisat dan dialisisnya sendiri. Darah dipompa ke alat dialisis oleh alat pengaduk melalui saluran dengan peralatan yang tepat untuk mengukur aliran dantekanan didalamsistem tersebut, aliran darah harus 300 sampai 450 mL/menit. Tekanan hidrostatis negatif pada sistem dialisis dapat dimanipulasi untuk mendapatkan pembersihan cairan yang diinginkan yang disebut ultrafiltrasi (Harrison, 2000).

Perinsip yang mendasari kinerja hemodialisa adalah difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Proses difusi dengan cara menggerakan darah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah, cairan dialisis tersusun dari ektrolit yang penting yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh sehingga pori-pori membran semiparmiabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan protein. Air yang berlebihan di dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis.


(33)

Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan atau air bergerak dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisis). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Smeltzer & Bare, 2008).

c. Komplikasi hemodialisa

Komplikasi hemodialisa menurut Thomas (2003) adalah hipertensi, mual dan muntah, hipotensi, emboli udara, kejang, ketidakseimbangan cairan, alergi, hemolisis, penggumpalan darah pada pembuluh darah dan saluran mesin dialiser dan nyeri dada.

3. Manajemen Cairan a. Pengertian

Manajemen cairan adalah ketrampilan dalam mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dalam menanggapi flukturasi tanda dan gejala, mengambil tindakan dalam menghadapi respon fisiologis kekurangan cairan tubuh, mentoring serta mengelola gejala (Lindbreg, 2010 dalam Isroin, 2013).


(34)

b. Perilaku asupan cairan

Pasien gagal ginjal harus memperhatikan asupan cairan, salah satu masalah yang dihadapi adalah peningkatan volume cairan diantara kedua waktu dialisis yang dimanifestasikan dengan penambahan berat badan. Tujuan dari hemodialisis salah satunya adalah untuk memperbaiki keseimbangan cairan yang diharapkan. Walaupun demikian pasien harus tetap melakukan pembatasan atau pengelolaan cairan dan diet (sulistini dkk, 2015).

Asupan cairan harian yang dianjurkan pada pasien gagal ginjal dibatasi hanya sebanyak “insensible water losses” ditambah jumlah urin. Pembatasan cairan mempunyai tujuan untuk mengurangi kelebihan cairan pada periode interdialitik (istanti, 2014).

IDWG merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik. Pasien secara rutin diukur berat badanya sebelum dan sesudah hemodialisis untuk mengetahui kondisi cairan dalam tubuh pasien, kemudian IDWG dihitung berdasarkan berat badan kering setelah hemodialisis (istanti, 2014). Cara menghitung IDWG adalah dengan mengukur berat badan pasien sebelum dilakukan hemodialisis saat sekarang, ukur berat badan post hemodialisis sebelumnya. Hitunglah selisih penambahan berat badan antara post hemodialisis pada periode sebelumnya dengan berat badan sebelum hemodialisis saat sekarang.


(35)

Hitung penambahan berat badan dengan rumus berat badan post hemodialisis pada periode sebelumnya dikurangi berat badan pasien sebelum hemodialisis saat sekarang kemudian dibagi berat badan sebelum hemodialisis sekarang dikali 100% (Hirmawaty, 2014).

Pasien harus mempertahankan nilai IDWG 2,5%-3,5% berat badan kering atau tidak melebihi 5% berat badan kering. IDWG lebih dari 2,5 kg menyatakan lemahnya kepatuhan pasien terhadap asupan cairan (Isroin, 2013)

Pengaturan masukan cairan yang baik dapat mencegah IDWG yang berlebih, Kapple & Ihassy merekomendasikan masukan cairan ideal yang dikonsumsi pasien setiap harinya adalah 600mL + urin

output/24jam + extrareanal waterloos, di maana 600mL merupakan

cairan yang hilang setiap harinya, sedangkan extrareanal waterloos meliputi diare,muntah dan sekresi nasogastrik (istanti 2014).

Selain untuk mempertahankan tekanan darah menghindari dan edema selain harus melakukan pembatasan masukan cairan pasien di anjurkan untuk membatasi asupan natrium 40-120 meq/hari.Bila asupan cairan berlebihan maka selama satu periode atara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (Sudoyo 2009). Isroin dkk, (2013) menyatakan bahwa banyak pasien hemodialisis yang melanggar aturan diet yang seharusnya dilakukan, meskipun pasien menyadari bahwa diet harus dilakukan, rasa haus pada pasien hemodialisis


(36)

menimbulkan rasa tidak nyaman yaitu ambivalensi antara minum dan tidak minum.

Menurut Thomas (2003) beberapa petunjuk yang dilakukan untuk menjaga cairan tubuh pada pasien yang menjalani hemodialisa yaitu sedikit garam dalam makanan dan hindari menambahkan garam makanan, menggunakan bumbu dari rempah-rempah, menghindari dan membatasi makanan olahan, menghindari makanan yang mengandung

monosodium glutamate, mengukur tambahan cairan dalam tempat

tertentu, membagi jumlah cairan rata-rata dalam sehari, menggunakan gelas kecil bukan gelas besar, setiap minum hanya setengah gelas, es batu kubus dapat membantu dalam mengurangi haus, satu es batu kubus selama 30ml air (2 sendok makan, membilas mulut dengan berkumur tapi air tidak ditelan, merangsang produksi saliva, dengan menghisap irisan jeruk lemon/jeruk bali, permen karet rendah kalori, minum obat jika perlu,ketika pergi, menjaga tambahan cairan seperti ekstra minum ketika bersosialisasi, menjaga kesibukanm, cek berat badan ketika sebelum makan pagi,akan membantu untuk mengetahui tingkat cairan antar hemodialisa. Pembatasan asupan cairan yang ketat dapat menurunkan risiko kematian pada pasien hemodialisa (Hecking dkk, 2012).

c. Menitoring keseimbangan cairan

Mentoring keseimbangan cairan dilakukan dengan cara mencatat pemasukan dan pengeluaran cairan serta berat badan. Pemasukan


(37)

cairan meliputi jenis dan jumlah makanan maupun cairan. Sedangkan pengeluaran adalah jumlah urin, muntah dan diare. Pasien mengisi buku catatan harian untuk mentoring keseimbangan cairan setiap hari. Buku catatan harian membantu pasien dalam mencegah masalah dalam, mengambil keputusan dan tindakan dalam menghadapi respon haus. Pasien yang mengikuti dan melaksanakan petunjuk menjaga keseimbangan cairan dapat membantu mempertahankan IDWG 2,5% sampai 3,5% berat badan kering atau tidak melebihi 5% berat badan kering. Nilai IWGD dihitung berdasarkan berat badan pasien sebelum hemodialisa (berat badan basah) dikurangi berat badan setelah hemodialisa (berat badan kering). Nilai normal IDWG adalah kurang dari 3% berat badan kering (Price &Wilson 2005, Istanti 2014).

4. Kepatuhan a. Pengertian

Kepatuhan digambarakan oleh perilaku pasien dalam meminum obat secara benar dari dosis, frekuensi dan waktu. Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan kesehatan mengemukakan bahwa kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan pengobatan yang ditentukan. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur yang dicapai pada program (Arditawati, 2013; Rosiana, 2014).


(38)

Menurut Bastuble (2002) kepatuhan program kesehatan dapat ditinjau dari berbagai prespektif teoritis yaitu aspek yang pertama adalah aspek biomedis yang meliputi demografi pasien, keseriusan penyakit dan kompleksitas program pengobatan.Aspek kedua adalah teori prilaku atau pembelajaran sosial mengunakan pendekanatan beharvioristik seperti reword, petunjuk, kontrak dan dukungan sosial. Aspekketiga adalah umpan balik komunikasi dalam mengirim, menerima, memahami, menyimpan dan penerimaan. Keempat adalah keyakinan rasional yang menimbang manfaat pengobatan dan risiko penyakit melalui logika dan costbenefit. Kelima adalah sistem pengaturan diri, pasien dilihat dalam memecahkan masalahnya dalam mengatur prilakunya dalam hal persepsi atas penyakit, ketrampilan kognitif dan pengalaman masalalu yang dapat mempengaruhi pasien dalam merencanakan dalam mengatasi penyakit.

b. Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Menurut Hakiki, 2015; Isroin, 2013; Menurut Hadi Sartika & Wantonoro, 2015; Kamaluddin & Rahayu, 2009.

1) Pendidikan

Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi


(39)

kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. 2) Keterlibatan Tenaga Kesehatan

Keterlibatan tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya. Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan dengan pasien misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan emosional dan ketidak puasan terhadap pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi ketaatan pada pasien.

3) Keterlibatan Keluarga Pasien

Keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan program pengobatan.

4) Konsep Diri Pasien

Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor internal yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi,


(40)

pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan.

5) Pengetahuan Pasien

Pada penderita yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan.

6) Jenis Kelamin

Perempuan cenderung tidak patuh dalam pembatsan cairan, karena perempuan mempunyai kebutuhan cairan yang tinggi di banding laki-laki. Pengaruh hormon estrogen dan progesterone pada wanita berubah setiap bulannya sehingga mempengaruhi kebutuhan hidrasi perempuan dan didukung toreransi tubuh terhadap panas lebih rendah dan perempuan yang mudah lelah.

7) Manajemen Diri

Manajemen diri meliputi ketrampilan pencegahan masalah, pengambilan keputusan dalam menanggapi tanda dan gejala,


(41)

mengambil tindakan contohnya kemampuan untuk menggunakan ketrampilan dan pengetahuan.

8) Lama Waktu Menjalani Hemodialisa

Tingkat kepatuhan yang banyak ditemukan di RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta adalah tingkat kepatuhan sedang dan untuk tingkat kepatuhan tinggi adalah pasien yang sudah lama menjalani hemodialisis.

5. Tekanan Darah a. Pengertian

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbukan pada dinding arteri. Tekanan darah terjadi karena fenomena siklis yaitu siklis puncak saat ventrikel berkontraksi di sebut sistolik dan siklis saatjantung beristirahat disebut diastolik (Syaifuddin, 2009).

Tekanan darah merupakan sebuah daya yang di hasilakan oleh darah dalam satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah adalah suatu hal yang penting dalam sirkulasi tubuh, peningkatan atau penurunannya akan mempengaruhi hemeostatis tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk mengalirkan darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan vena, untuk membentuk suatu aliran darah yang menetap (Guytton & Hall, 2007 dan Anggara & Prayitno, 2013).

b. Fisiologi tekanan darah

Tekanan darah adalah suatu keadaan dimana jantung sedang berkontraksi dan relaksasi dalam tekanan darah terdapat pusat


(42)

pengendalian tekanan. ada pada dua pertiga proksimal medulla

oblongata dan sepertiga distal pons. Tugasnya adalah untuk mengatur

vasokontriksi pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pusat pengawasan dan pengaturan tekanan darah terdapat pada sistem saraf, sistem hormonal dan system hemodinamik. (Smeltzer & Bare, 2008 dan Syaifuddin, 2009).

Sistem saraf yang mempengaruhi tekanan darah terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di belakang otak misalnya vasomotor dan di luar saraf pusat contohnya baroreseptor. Rangsangan pada pusat vasomotor dapat terjadi secara langsung seperti penurunan kadar O2 darah dan peningkatan CO2 darah karena berbagai rangsangan pusat vasomotor.Presoreseptor dan kemoreseptor rangsangan yang dikirim oleh ujung saraf yangpeka terhadap rangsangan motorik menyebabkan aktivitas vasokonstruktor dan kardiovaskuler sehingga menimbukan umpan balik positif dan negatif, hipotalamus berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku. Hipotalamus anterior menyebababakan penurunan tekanan darah dan rangsangan posterior meningkatkan tekanan darah (Syaifuddin, 2009).

Sistem hormonal juga sebagai pusat pengawasan dan pengaturan tekanan darah secara langsung atau sistemik contoh hormon - hormon yang mempengaruhi tekanan darah adalah vasopressin, kortikosteroid,

rennin angiotensin, epinefrin, norepinefrin, bradikinin, serotonin dan


(43)

jangka panjang yang bisa melibatkan ginjal dalam pengaturan hormonal baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yang diberikan ginjal adalah kemampuan untuk mempengaruhi volume darah ketika volume darah meningkat maka kecepatan laju filtrasi di ginjal akan meningkat. Pada kejadian yang demikian, ginjal tidak mampu memproses lebih cepat hasil fitrasi sehingga akan banyak cairan yang meninggalkan tubuh melalui urin. Akibatnya volume darah akan menurun dan diikuti penurunan tekanan darah. Sebaliknya saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka air akan ditahan dan kembali ke sistem aliran darah. Pada saat tekanan darah arteri menurun sel khusus pada ginjal akan melepaskan hormon rennin, yang akan memicu serial reaksi enzimatika yang akan memperoduksi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldesteron, suatu hormon yang mempercepat absorsi garam dan air. Selanjutnya akan terjadi peningkaatn tekanan darah (Muttaqin Arif, 2009 dan Syaifuddin, 2009).

Sistem hemodinamika diperankan oleh adanya perubahan tekanan osmotik dan tekanan hidrostatis baik intravascular maupun ekstravaskular. Kadar natrium secara langsung mempengaruhi nilai osmotik cairan sehingga mempengaruhi proses sekresi aldosteron dan


(44)

hormon antidiuretik, kedua hormon mempengaruhi tekanan darah (Syaifuddin, 2009).

c. Klasifikasi Tekaanan Darah

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah

* See Blood Pressure Measurement Techniques (reverse side) Key: SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure

(JNC 7).

d. Tekanan darah pada pasien hemodialisa

Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan hemodialisa dengan tekanan darah (Prasetya, 2015). Tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien (Astrini, 2013).

Menurut Musyawir (2012) terdapat pengaruh tindakan hemodialisa dengan perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal. Tindakan hemodialisa mempengaruhi kenaikan dan penurunan tekanan darah. Apabila darah meningkat maka ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Sedangkan apabila tekanan darah menurun ginjal akan mengurangi pengeluaran garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan kembali normal.

Kategori SBP mm Hg DBP mm Hg

Normal <120 And <80 Pre hipertensi 120-139 Or 80-89 Hipertensi Stage ,1 140-159 Or 90-99 Hipertensi Satge, 2 ≥160 Or ≥100


(45)

Pada penelitian Musyawir (2012) didapatkan 43 pasien mengalami kenaikan tekanan darah dan 7 pasien mengalami penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerosis, neuropati otonomik dan kelebihan tambahan berat cairan. Sedangkan kenaikan tekanan darah terjadi dikarenakan salah satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan dengan seharusnya dan dapat diartikan sebagai peringatan abnormal.

Komplikasi hipotensi terjadi karena pada awal hemodialisis terjadi penurunan volume darah tiba-tiba akibat perpindahan darah dari intavaskuler ke dalam dializer. Penurunan volume darah memicu aktivasi reflek cardiopressor mengakibatkan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis mengakibatakan penurunan curah jantung dan tekanan darah. Komplikasi hipertensi pada hemodialisis terjadi dikarenakan kelebihan cairan pradialisis dan mengakibatkan retensi vaskuler dan pompa jantung, penarikan cairan menyebabkan turunnya volume cairan. Penurunan Relative Bood Volume (RBV) dan Total

Body Volume (TBV) menurunkan aliran darah ke ginjal dan

menstimulasi pelepasan rennin dan menyebabkan perubahan

angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menyebabkan

vasokontriksi dan sekresi aldosteron (Armiyati, 2010).

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronis yaitu riwayat keluarga, mekanisme penyakit


(46)

genetik dapat melibatkan sejumlah tipe dari mutasi DNA. Salah satunya adalah sindrom hipertensi. Pada sindrom ini yaitu suatu gen yang biasanya diekspresikan dalam zona fasikulata adrenal telah disusun kembali untuk menghubungkannya dengan rangkaian penyandi dari suatu gen yang biasanya dikeluarkan pada zona glomerulosa yang produknya mengubah kortikosteroid menjadi aldosteron. Hal ini menyebabkan produksi aldosteron yang berlebihan sehingga menimbulkan hipertensi. Diet natrium, cairan dan kalium, tubuh mempunyai mekanisme untuk mengeluarkan kelebihan natrium namun karena tingginya garam yang diasup ginjal menjadi kesulitan dalam mengeluarkanya akibatya jumlah natrium didalam tubuh menumpuk dan natrium mempunyai sifat meretensi cairan (Lolyta, 2012).

Apabila cairan banyak yang keluar dari tubuh, volume darah dan tekanan darah akan turun. Sel- sel ginjal akan mengeluarkan enzim rennin dan mengaktifkan protein dalam darah yang disebut dengan

angiotensinogen. Agiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh

darah dan membuat hipertensi. IDWG, Kontrol cairan yang kurang baik pada pasien gagal ginjal kronis akan mengakibatkan hipertensi dan efek samping untuk kardiovaskuler. Penyebabnya adalah natrium dan air yang berlebih dalam tubuh menyebabkan penambahan berat badan antar hemodialysis dari ketiga faktor pengaruh terkuat adalah faktor diet cairan maupun natrium (Lolyta, 2012).


(47)

Pengukuran yang akurat untuk mengukur tekanan darah adalah saat pre hemodialisa dan post hemodialisa untuk monitoring tekanan darah. Hipertensi adalah suatu komplikasi yang selalu didapatkan pada pasien gagal ginjal kronis (Levin dkk 2010). Target tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang direkomendasikan harus < 140/90 mmHg bagi pasien dengan usia <60 tahun dan <160/90mmHg untuk pasien usia > 60 tahun (Thomas 2003).


(48)

B. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori

Sumber: Smeltzer & Bare 2002,Istanti 2014, Menurut Hakiki 2015, Isroin 2013, Hadi Sartika & Wantonoro 2015, Kamaluddin & Rahayu 2009.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet cairan pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis:

 faktor pendidikan

 faktor konsep diri

 faktor pengetahuan

 faktor keterlibatan pasien

 jenis kelamin

 manajemen diri

 lama hemodialisis

Sodium intake

40-120 meq/hari

Fluid management 600 cc+urin volum/24jam

Cairan dan elektrolit seimbang Hormone aldosteron menurun

BB kering pasien

Tekanan darah menurun Gagal ginajal kronis

dengan hemodialisis Kemapuan filtrasi ginjal menurun Cairan & elektrolit tidak seimbang

Reaksi rennin angiotensin Kenaikan aldosteron TD naik Memacu kerja jantung Ventricular hipertrofi Farmakologi Non farmakologi Dialysis intermitan


(49)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Keterangan:

: Diteliti : Tidak Diteliti D. Hipotesis

H0: Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepatuhaan manajemen masukan

cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Unit II Kota Yogyakarta

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet cairan pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisis:

 faktor pendidikan

 faktor konsep diri

 faktor pengetahuan

 faktor keterlibatan pasien

 jenis kelamin

 manajemen diri

 lama hemodialisis Kepatuhan diet pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani hemodialisa

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa

Tekanan darah Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanaan darah: Riwayat keluarga, diet dan IDWG


(50)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini teramasuk ke dalam jenis penelitian observasi korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana mengkaji hubungan antar variabel untuk menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada pada waktu yang sama (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Berdasarkan data yang tertulis di buku register pasien di bangsal hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammdiyah Unit II Kota Yogyakarta periode bulan Maret-Mei 2016 terdapat 116 pasien. 2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling yaitu pemilihan sampel dengan menggunakan seluruh populasi yang di tentukan (Dahlan, 2009). Sampel yang digunakan adalah sempel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berikut.

a. Kriteria inklusi :

1) Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa yang bersedia menjadi responden.

 


(51)

2) Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa usia dewasa muda hingga lansia

3) Penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa yang dapat berkomunikasi secara verbal.

b. Kriteria ekslusi :

1) Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dengan kelainan ginjal bawaan.

2) Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yang meninggal.

3) Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit. C. Besar Sampel

Sehingga besar sampel yang didapatkam sebanyak 70 responden yang memenuhi kriteria insklusi. Berdasarkan data yang ada di Rumah Sakit PKU Muhammdiyah Unit II Kota Yogyakarta terdapat 116 pasien. Responden adalah semua pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian : Rumah Sakit PKU Muhammdiyah Unit II Kota Yogyakarta


(52)

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel terikat : kepatuhan pengelolaan masukan cairan.

b. Variabel bebas : tekanan darah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

2. Definisi Oprasional

Table 4. Definisi Oprasional

No Variabel Definisi oprasional Cara pengukuran Skala pengukur an Hasil 1 Kepatuhan

pengelolaan masukan cairan

Kepatuhan pengelolaan pada pasien gagal ginjal yaitu mengontrol jumlah cairan sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan pasien. Kuisioner kepatuhan pembatasan intake cairan

Rasio Nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban tidak benar/salah Nilai maksimal 20 dan minimal 0 2 tekanan

darah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa

Tekanan darah sistol dan diastol pasien gagal ginjal kronis sebelum menjalani hemodialisis Pengukuran tekanan darah menggunaka n tensi meter yang telah di kalibrasi dan lembar observasi.

Interval mmHg

F. Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang berisi pertanyaan – pertanyaan mengenai kepatuhan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dalam pengelolaan cairan. Variabel independen yang diteliti melalui kuesioner adalah kepatuhan manajemen masukan cairan.


(53)

Alat atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitan ini adalah kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Demografi responden, yang berisi sebelas buah pertanyaan meliputi kode (diisi peneliti), alamat, usia, jenis kelamin, status perkawinan, berat badan sebelum hemodialisa, berat badan setelah hemodialisa, tekanan darah sebelum hemodialisa dan sesudah hemodialisa, lama menjalani terapi hemodialisa, pendidikan terakhir dan pekerjaan.

2. Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga responden diberi kemudahan dalam menjawab atau mengisi kuesioner dengan memberikan tanda cheklist () pada pilihan yang telah tersedia.

Paparan pertanyaan tentang kepatuhan menggunakan modifikasi

kuesioner kepatuhan pengaturan masukan asupan cairan, yang berisi

pertanyaan tentang perilaku kepatuhan. Kuesioner yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin, sebanyak 37 orang, rerata usia responden usia 52 tahun, 75,7% adalah laki-laki. Klasifikasi kepatuhan berdasarkan kuesioner adalah menggunakan skala Guttman dimana setiap satu pertanyaan dengan jawaban benar nilainya 1 sedangkan jawaban salah nilainya 0. Dengan nilai maksimal 20 dan nilai minimal 0.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah dua tensimeter digital dengan tanggal kalibrasi 03 Maret 2016 dengan nomor kalibrasi 353/lk-lku/III/2016dan 354/Llk-lku/III/2016. Dua tensi meter manul


(54)

dengan tanggal kalibrasi 09 Januari 2016. Dalam mengobservasi tekanan darah akan ditulis dalam lembar observasi.

G. Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan yang dilakukan oleh Tatu Hirmawaty di RSUD Tarakan pada tahun 2014, telah diuji validitas menggunakan Product Momentdan realibilitas menggunakan Alpha Crombach’s mendapatkan hasil nilai r tabel untuk n=15 dan Alpha 0.05 adalah 0.514, semua nilai r pada setiap pernyataan memiliki nilai diatas 0.541, artinya semua pertanyaan sudah valid. Nilai Alpha Cronbach’s sebesar 0.933 hal ini menunjukkan bahwa data sudah sangat reliabel.

H. Cara Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan

Pada tahap ini peneliti telah mendapatkan surat lulus uji etik dari komite etik dan surat ijin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kemudian peneliti juga mendapat ijin penelitian dari Direktur RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta untuk melakukan penelitian di bangsal hemodialisa, selanjutnya peneliti menghadap ke kepala ruang bangsal hemodialisa untuk menjelaskan tujuan penelitian serta meminta kesedian para perawat bangsal hemodialisa untuk memfasilitasi peneliti dalam membimbing dalam penelitian.


(55)

2. Tahap pemilihan responden

a. Pemilihan responden disesuaikan dengan kriteria inklusi yaitu peneliti melihat catatan pasien pada status medical record. Peneliti mendatangi setiap calon responden, jika sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi maka calon responden tersebut dilibatkan dalam penelitian ini.

b. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden mengenai tujuan dan manfaat penelitian ini, selanjutnya meminta responden untuk menandatangani informed consent.

3. Tahap penelitian

Setelah responden menyetujui untuk terlibat dalam penelitian, peneliti memberikan kusioner kepada responden dan meminta untuk mengisinya secara lengkap namun responden tidak bisa mengisi dikarenakan responden terpasang alat hemodialisa sehingga peneliti membatu responden dengan tehnik wawancara. Tekanan darah diukur pada saat responden datang ke bangsal hemodialisa sebelum terpasang alat, sedangkan pengisian kuisioner dilakukan pada saat pasien menjalankan terapi hemodialisa waktu pengisisan kuisioner setiap reponden ± 10-15 menit. Setelah selesai pengambilan data peneliti meneliti kelengkapan data pasien.

Penelitian dimulai pada akhir bulan Maret sampai dengan awal bulan Mei. Pengambilan data dapat dilakukan setiap hari kecuali hari minggu namun karena keterbatsan waktu peneliti. Dalam pengambilan data peneliti dibantu oleh asisten penelitian setiap pengambilan data dibantu


(56)

oleh minimal satu asisten penelitian dan maksimal 4 asisten penelitian, dilakukan brifing sekitar 5-10 menit sebelum dilakukan pengambilan data, serta menyerahkan kuesioner minimal setengah jam sebelum penelitian untuk dibaca. Asisten penelitian membantu peneliti dalam mengukur tekanan darah dan membatu peneliti dalam membagikan dan mengisi kuesioner pada responden.

Cara pengambilan data mulai dari tahap persiapan hingga tahap penelitian dijelaskan secara singkat pada skema berikut:

Gambar 3. Skema pengambilan data

Peneliti meperoleh izin penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitasn Muhammadiyah Yogyakarta dan Direktur

RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta

Penelitian dilakukan di bangsal hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta

Peneliti mengukur tekanan darah pasien sebelum pasien terpasang alat hemodialisa

Memeriksa kelengkapan data kuisioner sebelum meningalkan tepat penelitian

Peneliti menanyakan kesedian pasien hemodialisis untuk menjadi responden setelah pasien terpasang alat hemodialisis dan menjelaskan

tujuan dan manfaat penelitian

Apabila pasien bersedia menjadi responden peneliti memberikan lembar permohonan dan persetujuan menjadi responden, serta lembar kuisioner.


(57)

I. Pengolahan Data dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data. Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data,

kesinambungan data dan keseragaman data. Dilakukan dengan mengoreksi data yang diperoleh meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan dan kecocokan data yang dihasilkan. Editing langsung dilakukan setelah responden selesai mengisi kuisioner.

b. Coding

Memberikan kode atau symbol () untuk setiap jawaban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisis data. Pada penelitian ini, setelah data dikoreksi dan lengkap maka diberi kode sesuai definisi operasional.

c. Tabulating

Mentah (raw data) akan dilakukan pemetaan data (array data), kemudian menyususn dalam bentuk table distribusi dan hasil pengkodean dimasukan ke dalam tabel dilakukan secara manual.

d. Entry Data

Proses memasukan data ke dalam paket program computer untuk selanjutnya dianalisis. Penelitian melakukan entrydata jika sudah


(58)

yakin bahwa data yang sudah benar, baik dari kelengkapan maupun pengkodeannya.

e. Penyajian Data

Setelah data diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel agar memudahkan pembaca. Data tersebut disajikan dalam bentuk narasi. 2. Analisis Data

a. Analisis univariat

Analisis univariat dimasukkan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian (kepatuhan pengaturan masukan cairan, tekanan darah, usia dan lama menjalani hemodialisa) digunakan nilai mean, median, standar deviasi, minimal dan maksimal dengan interval kepercayaan 95%. Pada data numerik dilakukan uji

normalitas dengan menggunakan kolmogorov-smirnov dengan

pvalue> 0,05. Hasil uji normalitas didapatkan untuk kepatuhan

pengaturan masukan cairan dan tekanaan darah terdistribusi normal dengan signifikansi 0,2 untuk tekanan darah sistolic, 0,097 untuk tekanan darah diastolik dan untuk nilai kepatuhan masukan cairan 0,2. Analisis data katagorik (jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, status pekerjaan) dijelaskan dengan frekuensi dan persentase masing-masing variabel. Penyajian masing-masing variabel dengan menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.


(1)

pengaturan obat13. Namun perempuan memiliki kebutuhan cairan yang lebih banyak hal ini dikarenakan hormon estrogen dan progesteron pada perempuan berubah setiap bulan sehingga hal ini mempengaruhi hidrasi perempuan dengan didukung toreransi tubuh terhadap panas lebih rendah dan perempuan mudah lelah, sehingga perempuan cenderung tidak patuh dalam membatasi cairan3.

Tingkat pendidikan bukan salah satu hal yang mempengaruhi kepatuhan, pada pasien gagal ginjal kronik, pasien dapat melakukan tindakan mandiri tidak harus memperhatikan tingkat pendidikan yang membedakan adalah pengetahuan, pengetahuan di dapat dari informasi yang di terima pasien5.

Berdasarkan penelitian lama

hemodialisa responden rata- rata adalah

45,56 bulan dengan lama minimal

hemodialisa 0,5 bulan dan lama hemdodialisa maksimal 146 bulan. Menurut Nurcahyani (2010) dalam Hadi &Wantonoro (2015) hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal yng digunkan pada pasien dengan gagal ginjal akut ataupun kronik. Seseorang yang mengalami hemodialisa harus menjalani terapi pengantiginjal seumur hidup dan salah

satunya adalah hemodialisa. Lama

hemodialisa dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan asupan cairan, responden yang lebih lama menjalani hemodialisa akan lebih

patuh, karena sering terpapar dan merasakan komplikasi sehingga hal tersebut dapat memotifasi responden untuk lebih patuh dalam menjalani pembatasan asupan cairan2.

Berdasarkan penelitian rerata skor kepatuhan masukan responden adalah 10,78 dengan skor minimal 4 dan skor maksimal 16, skor semakin tinggi maka kepatuhan responden semakin baik dari rentang skor 0-20. Menurut Kamaludin dan Rahayu (2009)

faktor yang mempengaruhi kepatuhan

pengelolaan cairan pada pasien gagal ginjal kronik adalah faktor pendidikan, keterlibatan tenaga kesehatan, keterlibatan keluarga, konsep diri dan pengetahuan pasien. Sedangkan menurut Hakiki (2015) jenis kelamin berpengaruh terhadap kepatuhan, perempuan cenderung tidak patuh karena pengaruh hormon estrogen dan kebutuhan cairan yang tinggi. Kepatuhan pengaturan masukan cairan dapat di pengaruhi oleh lama

hemodialisa semakin lama menjalani

hemodialisa maka tingkat kepatuhan semakin tinggi2.

Berdasarkan penelitian rerata tekanan darah sistol responden adalah 166,2 mmHg dan untuk rerata diastol adaah 94,4 mmHg, tekanan darah sistol terendah responden adalah 107 mmhg dan teringgi 222 mmHg sedangkan untuk diastol tekanan darah


(2)

diastol terendah adalah 70 mmHg dan tekanan darah diasol tertinggi 166 mmHg.

Dapat disimpuan bahwa rata-rata responden memiliki tekanan darah tinggi, yaitu tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistol dan lebih dari 90 mmHg untuk diastol (JNE 8). Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu komplikasi atau penyebab gagal ginjal kronik, penyakit penyerta tertinggi pada tahun 2012 adalah hipertensi14.

B. Hubungan kepatuhan manajemen

masukan cairan dengan tekanan darah. Analisa data untuk menghubungkan dua variabel menggunakan analisa uji korelasi

pearson. Berdasarkan analisis data di dapatkan bahwa tidak terdapat hubungan atara kepatuhan pengaturan masukan cairan terhadap tekanan darah pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa

dibuktikan dengan nilai P>0,05 yaitu P=0,495 untuk sistol dan P=0,378 untuk diastol.

Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara kepatuhan pengaturan cairan tehadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, hal ini sejalan dengan penelitian Sulistini (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tekanan

darah sistol dan diastol dengan penambahan berat badan interdialitik.

Namun penelitian lain menyatakan faktor yang mempengaruhi tekanan darah hemodialisis pada klien gagal ginjal kronik adalah riwayat keluarga, diet dan IDWG memiliki pengaruh yang signifikan dengan tekanan darah menurut (Lolyta, 2012) sedangkan menurut Istanti (2014) IDWG berhubungan sangat erat dengan masukan cairan pada pasien gagal ginjal.

Hal tersebut dibuktikan melalui

penelitian Osharandi dkk (2013) bahwa pendididkan kesehatan terkait asupan cairan pada kelompok kecil pasien yang menjalani hemodialisa dapat menurunkan berat badan interdialitik dan tekanan darah sitol. Tekanan darah akan meningkat sekitar 3 mmHg untuk setiap kenaikan 1 kg berat badan ekstra.

Menurut National Kidney Foundation

2006, dalam Ramelan (2013) interdialytic body weight gains adalah peningkatan berat badan antar hemodialisa yang dihasilkan paling utama oleh asupan garam dan cairan tubuh, yang menjadi kunci untuk trejadinya hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Berat badan kering biasnya ditemukan secara klinis dengan mengevaluasi tingkat tekanan darah sebagai bukti overload cairan. Dalam penelitian ini dapat kita lihat variasi kenaikan berat badan pasien, terdapat responden yang


(3)

tidak mengalami kenaikan berat badan dan bahkan terdapat responden yang mengalami kenaikan berat badan sangat tinggi hinga 25 kg, hal ini menunjukan kepatuhan yang kurang baik bagi responden.

Pasien gagal ginjal kronik harus

melakukan pembatasan cairan sesuai denga” insensible water losser” ditambah jumlah urin5. Pembatasan cairan mempunyai tujuan untuk mengurangi kelebihan cairan pada

interdialitik. Kelebihan cairan dapat menyebabkan edema, hipertensi, hipertropi ventrikel kiri dan berhubngan dengan lama hidup pasien.

Manajemen cairan adalah suatu hal yang mempengaruhi tekanan darah hal seperti yang di kemukaan oleh Lolyta (2012), dalam melakukan kepatuhan banyak faktor yang mempengaruhi seperti yang dikemukan oleh Kamaludidin & Rahayu (2009), Isroin (2014), Hakiki (2015), Dan Hadi & Wantonoro (2015) diantaranya adalah faktor pendidikan dalam penelitian ini, pendidikan responden rata-rata adalah SMA dimana pendidikan responden yang cukup tinggi, faktor konsep diri, faktor pengetahuan, faktor keterlibatan pasien, manajemen diri, jenis kelamin, mayoritas jenis kelamin pada penelitian ini adalah laki dimana laki-laki memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik hal ini dikemukaan oleh Hakiki (2015)

namun dalam penelitian ini skor kepatuhan rata-rata responden adalah 10,78 dari total skor 20 dengan skor terendah 4 dan tertinggi 16 dimana kepatuhan rata-rata responden memiliki kepatuhan yang memiliki skor

pertengahan dari skor total. Lama

hemodialisis dapat mempengaruhi kepatuhan dimana kepatuhan akan semakin baik apabila lama hemodialisis responden semakin lama sesuai yang dikemukan oleh Hadi & Wantonoro (2015), dalam penelitian ini rata-rata lama hemodialisis 45,56 bula atau kurang lebih 3,75 tahun dengan lama minimal 0,5 bulan dan terlama yaitu 146 bulan, variasi yang cukup beragam dari lama hemodialisis responden.

Salah satu faktor risiko dari gagal ginjal kronis adalah usia dimana usia yang semakin tua akam memberikan resiko yang lebih tinggi menurut Pranandari & Supadmi (2015). Usia dapat mempengaruhi tekanan darah dengan bertambahanya usia terdapat perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan kaku berdampak pada kenaikan tekanan darah. Pada penelitian ini usia mayoritas adalah usia dewasa akhir (36-45 tahun) dimana usia dewasa akhir adalah usia produktif kemungkinan yang terjadi adalah faktor ketidak perhatiannya pada


(4)

kesehatan, seperti pola makan dan pola hidup yang tidak sehat6.

Membandingkan dari penelitian ini dengan penelitian lain maka peneliti menarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kepatuhan manajemen cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta dikarenakan banyak hal yang mempengaruhi tekanan darah yaitu riwayat keluarga, diet natrium dan IDWG, sedangkan dalam penelitian ini hanya meneliti satu variabel yang berpotensial mempengaruhi tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik.

Kesimpulan

1. Rata- rata usia responden bekisar 46,08 tahun dengan lama hemodialisa antara 0,5- 146 bulan, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki, status pernikahan menikah, berpenddiikan SMA dan tidak bekerja

2. Rata- rata skor kepatuhan masukan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalanai hemodialisis di RS PKU Muhammdaiyah unit II kota Yogyakarta adalah 10,7 dengan skor minimal 4 dan skor maksimal 16

3. Rata- rata tekanan darah sistol pasien gagal ginjal kronik yang menjalanai

hemodialisis di RS PKU

Muhammdaiyah unit II kota Yogyakarta adalah 164, 65 mmHg dengan tekanan darah sistol terendah 50 mmHg dan tertinggi 222 mmHg sedangkan untuk rata-rata tekanan darah diastol adalah 99,06 mmHg dengan tekanan darah diastol minimal 70 mmHg dan tertinggi 166 mmHg

4. Tidak ada hubungan antara tingkat kepatuhan masukan cairan terhadap tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta.

Saran

1. Bagi pasien gagal ginjal kronik yang menjalini hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta. Pasien gagal ginjal kronik yang menjali

hemodialisis diharapan dapat

mempertahankan tekanan darah dengan tekanan 140/90 mmHg dan masukan cairan sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan, diharapkan pasien memiliki timbangan badan pribadi untuk melihat penambahan berat badan.

2. RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta. Rumah sakit disarankan untuk memiliki konseling khusus bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, agar setiap keluhan dapat


(5)

diberikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Bagi perawat bangsal hemodialisa RS PKU Muhammadiyah unit II kota Yogyakarta. Penelitian ini dimanfaatkan

sebagai informasi dalam bidang

keperawatan mengenai pengetahuan

terkait kepatuhan masukan cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis dengan

menyediakan hasil penelitian di ruang hemodialisis. Perawat dapat memberikan intervensi berupa edukasi dan konseling

terkait masukan cairan dan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialysis, perawat

dapat memberikan kartu kontrol

monitoring masukan cairan pasien selama di rumah untuk mengontrol masukan cairan.

4. Bagi penelitian selanjutnya. Sebagai

masukan dan pertimbangan dalam

melakukan penelitian lanjut dengan

menggunaka nmetode kohort atau

memonitor kepatuhan manajemen

masukan cairan secara harian.

Daftar pustaka

1. CDC. (2011). HRQOL concepts. Diakses pada tanggal 9 Desember 2015 dari http://www.cdc.gov/hrqol/concept.html. 2. Hadi, S., Wantonoro. (2015). Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan

Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rs Pku Muhammadiyah Unit II Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

3. Hakiki, A.F., Ruhyana. (2015). Analisis Factor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Dan Nutrisi Pada Klien Hemodialisis Di RS Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta, Yogyakarta. 4. Isroni, L., Istanti Y.P., Soejoko S.K. (2013). Manajemen Cairan Pada Pasien Hemodialisis Untuk Meningkatkan

Kualitas Hidup Di Rsud Dr.Harjono Progo, tesis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

5. Istanti, Y.P. (2011). Factor-Aktor Yang Berkontribusi Terhadap Interdialytic Weight Gains Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Yang Menjalani Hemodialisis. Mutiara medika vol.11 no 2:118-130, Mei 2011.

6. Istanti, Y.P. (2014). Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan Interdialytic Weight Gains (IDWG) Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. PROFESI Volume 10 / September 2013 – Februari 2014.

7. Kalantar, Z.K. (2010). Fluid Retention is Associated with Cardiovascular Mortality in Chronic Hemodialysis Patients.

Circulation. Author manuscript; available in PMC 2010 February 10. Diakses pada tanggal 5 Juni 2015 dari http://www.ahajournals.org

8. Kamaluddin, R., Rahayu, E. (2009). Aalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepa Tuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisisdi Rsud Prof.Dr .Margono Soekarjo Purwokerto.jurnal keperawatan sudirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 4 No.1 Maret.

9. Lolyta, R., Ismonah., Solechan,. (2011). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Hemodialisis pada Klien

Gagal Ginjal Kronik. Diakses pada tanggal 9 Desember 2015 dari

http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/article.

10. Novitaningtias, T. (2014). Hubungan Karakteristik (Umr, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) dan Aktifitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasurya Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarata.

11. Oshvandi, K., Fathabadi M.A., Nia G.H.F., Mahjub, H., Adib-Hajbahery, M. (2013). Effects of Small Group Education on Interdialytic Weight Gain and Blood Pressures in Hemodialysis Patient. Nurs Midwifery Stud. 2013;2(1):128-32. DOI: 10.5812/nms.9910. Diakses pada 1 November 2015 dari (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0)


(6)

12. Page,M.R., & Pharm, D. (2014). THE JNE 8 (The Eighth Joint National Committee)management/2014/January-2014/The-JNC-8-Hypertension-Guidelines-An In-Depth-Guide. Diakses pada tanggal 1 juli 2015 pukul 21:59 dari http://www.ajmc.com/journals/evidence-based-diabetes

13. Pranandari, R., Supadmi, W. (2015). Factor Resiko Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisis RDUD Wates Kulon Progo.

Maajalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 2 tahun, 2015.

14. Perkumpulan Nefrologi Indonesia. (2012). 5th Report of Indonesian Renal Registry. Diakses pada tanggal 1 juli 2014 pukul 21:59, dari www.pernefri-org.

15. Price & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 2. Jakarta: ECG.

16. Ramelan, M.I., Ismonah., Hendrajaya. (2013). Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan pada Klien dengan Chronic Kidney Dieasease yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol 1, No 4 (2013).

17. Smeltzer & Bare. (2008). Keperawatan Medical Bedah vol 2. Jakarta: EGC.

18. Sulistini, R.,Sari, P.I., Hamid, N.A. (2015) Hubungan Antara Tekanan Drah Pre Hemodialisis dan Lama Menjalani Hemodialisis Dengan Penambahan Berat Badan Interdialitik di Ruang Hemodialisis Rs. Moh. Hoesin Palembang. Poltekes kemenkes Palembang, Palembang.

19. Thomas, N. (2003). Renal Nursing. Bailliere Tindall.

20. U.S Departmen of health and human services. (2003). Seventh Report of the Join National Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNE 7). Diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 dari the NHLBI Web site at http://www.nhlbi.ni


Dokumen yang terkait

Perbedaan Tekanan Darah Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa BLUD Dr Pirngadi Medan

10 63 66

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

GAMBARAN KELELAHAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 3 69

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN MEKANISME KOPING PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH II YOGYAKARTA

13 63 115

KUALITAS TIDUR PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 3 77

TINGKAT SPIRITUALITAS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 81

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI UNIT HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 16

HUBUNGAN LAMANYA HEMODIALISIS DENGAN FATIGUE PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Lamanya Hemodialisis dengan Fatigue pada Pasien Gagal Ginjal di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 11

HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN KEPATUHAN PEMBATASAN ASUPAN CAIRAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan pada

0 0 18

HUBUNGAN KEPATUHAN PEMBATASAN ASUPAN CAIRAN DENGAN KEJADIAN ASITES PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA

0 1 12