Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

(1)

HUBUNGAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

YANG MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN

SENSITIVITAS PENGECAPAN DI KLINIK

SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA

MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

ALDRIAN RAHARJA NIM: 110600136

Pembimbing:

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2015

Aldrian Raharja

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

x + 63 halaman

Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat berfungsi secara normal. Uremia pada pasien GGK akan menyebabkan manifestasi di tubuh, termasuk juga rongga mulut, salah satunya adanya gangguan sensitivitas pengecapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan, prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan, hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis, asin, asam, pahit, dan umami. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 96 sampel. Penelitian dilakukan dengan mencatat data pasien sesuai rekam medik kemudian dilakukan penelitian pada lidah subjek dengan metode uji taste strips. Hasil penelitian ini menunjukkan 80,8% subjek hemodialisis jangka pendek dan 19,2% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa manis; 97,3% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa asam; 80,3% subjek hemodialisis jangka


(3)

pendek dan 19,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan rasa asin. Sedangkan untuk gangguan pengecapan rasa pahit, 98,5% subjek hemodialisis jangka pendek dan 1,5% subjek hemodialisis jangka panjang dan untuk gangguan pengecapan rasa umami, 97,2% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,8% subjek hemodialisis jangka panjang. Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami, tetapi tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan rasa asin.


(4)

HUBUNGAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

YANG MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN

SENSITIVITAS PENGECAPAN DI KLINIK

SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA

MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

ALDRIAN RAHARJA NIM: 110600136

Pembimbing:

Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Agustus 2015 Pembimbing: Tanda tangan,

Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM ---

NIP. 19700915 199701 1 001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan penguji pada tanggal ...

TIM PENGUJI

KETUA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp. PM 2. Indri Lubis, drg.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkah, anugerah, dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, ayah Drs. Haur Lidian dan ibu Dra. Fifi Wiyana atas segala kasih sayang, doa, dukungan, dan bantuan moril maupun materil yang senantiasa diberikan. Kepada kedua adik penulis Randy Raharja Lidian dan Ryan Raharja Lidian atas segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Selama pembuatan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati dan tulus mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi

yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Nurdiana, drg., Sp.PM dan Indri Lubis, drg. selaku dosen penguji skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Yumi Lindawati, drg. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis selama menjalani pendidikan akademis.

5. Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH selaku direktur Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.


(8)

6. Dr. Heri Farnas dan dr. Riri Andri Muzasti M.Ked (PD), Sp.PD serta seluruh staf Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.

7. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama staf dan pegawai di Departemen Penyakit Mulut atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

8. Kepada pasien Klinik Hipertensi dan Ginjal Rasyida Medan yang telah banyak membantu, bersedia, dan bekerja sama mulai dari awal sampai akhir penelitian berlangsung.

9. Cindy, Fatin, Jennifer, Karina, Khaera, Kiirtana, Shamini, Rizka, Victor, dan Windy serta teman teman seperjuangan skripsi di Departemen Penyakit Mulut FKG USU yang telah saling membantu dan memberikan semangat.

10. Kepada Alifa, Affan, Cut Nirza, Fatturahman, Joule, Suci yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu penulis pada saat melakukan penelitian.

11. Kepada seluruh sahabat penulis, Adelvryn, Akhdan, Anthoni, Dennis, George Calvin, Jeremia, Jonesi, Kelly, Stefanus.

12. Teman-teman penulis Abraham, Aida, Astrid, Brian, Deasy Faradita, Denny, Elisabeth Saragih, Eka Gandara, Grace, Ivan, Kevin, Koresy, Metha, Monang, Monica, Natalie, Natanael, Novita, Raeesa, Revina, Rizky Ayu, Rizky Wahyudi, Widya, Zeiro dan seluruh teman-teman FKG USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

13. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu kedokteran gigi, dan masyarakat.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(Aldrian Raharja) NIM: 110600136


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.2.1 Masalah Umum ... 3

1.2.2 Masalah Khusus ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gagal Ginjal Kronik ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi ... 6

2.1.3 Klasifikasi ... 9

2.1.4 Komplikasi ... 9

2.1.5 Perawatan ... 12


(10)

2.2.1 Pengecapan Normal ... 17

2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan ... 19

2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan ... 20

2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan ... 21

2.4 Kerangka Teori ... 23

2.5 Kerangka Konsep ... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 25

3.1 JenisPenelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel ... 25

3.3.1 Populasi ... 25

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 26

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 26

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 27

3.5 Variabel Penelitian ... 27

3.5.1 Variabel Bebas ... 27

3.5.2 Variabel Terikat ... 27

3.5.3 Variabel Terkendali ... 27

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 27

3.6 Definisi Operasional ... 27

3.7 Sarana Penelitian ... 28

3.7.1 Alat ... 28

3.7.2 Bahan ... 29

3.8 Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.8.1 Pembuatan Larutan Uji ... 29

3.8.2 Prosedur Penelitian ... 29

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

3.9.1 Pengolahan Data ... 32

3.9.2 Data Univariat ... 32

3.9.3 Data Bivariat ... 32

3.10 Etika Penelitian ... 33

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 34

4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian ... 34

4.2 Frekuensi Gangguan Sensitivitas Pengecapan ... 35

BAB 5 PEMBAHASAN ... 43


(11)

6.1 Kesimpulan ... 47 6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit... 9 2 Rencana tatalaksana GGK sesuai derajatnya...

12

3 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis

berdasarkan jenis kelamin... 34 4 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis

berdasarkan usia... 35 5 Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis

berdasarkan lama menjalani hemodialisis... 35 6 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa manis pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 36 7 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asam pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 36 8 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asin pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 37 9 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa pahit pada

pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 37 10 Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa umami

pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis... 38 11 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan

sensitivitas pengecapan rasa manis... 38 12 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan

sensitivitas pengecapan rasa asam... 39 13 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan


(13)

sensitivitas pengecapan rasa asin... 40

14 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan

sensitivitas pengecapan rasa pahit... 41 15 Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Penyebab GGK di Indonesia... 8

2 Proses hemodialisis... 14

3 Proses dialisis peritoneal... 16


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 3. Lembar pemeriksaan pasien

4. Surat Persetujuan Komisi Etik 5. Surat Keterangan Penelitian 6. Output Penelitian


(16)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2015

Aldrian Raharja

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

x + 63 halaman

Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat berfungsi secara normal. Uremia pada pasien GGK akan menyebabkan manifestasi di tubuh, termasuk juga rongga mulut, salah satunya adanya gangguan sensitivitas pengecapan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan, prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan, hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis, asin, asam, pahit, dan umami. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 96 sampel. Penelitian dilakukan dengan mencatat data pasien sesuai rekam medik kemudian dilakukan penelitian pada lidah subjek dengan metode uji taste strips. Hasil penelitian ini menunjukkan 80,8% subjek hemodialisis jangka pendek dan 19,2% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa manis; 97,3% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan pengecapan rasa asam; 80,3% subjek hemodialisis jangka


(17)

pendek dan 19,7% subjek hemodialisis jangka panjang mengalami gangguan rasa asin. Sedangkan untuk gangguan pengecapan rasa pahit, 98,5% subjek hemodialisis jangka pendek dan 1,5% subjek hemodialisis jangka panjang dan untuk gangguan pengecapan rasa umami, 97,2% subjek hemodialisis jangka pendek dan 2,8% subjek hemodialisis jangka panjang. Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami, tetapi tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan rasa asin.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat berfungsi secara normal, yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang bersifat irreversibel, sehingga memerlukan perawatan berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal.1,2 Prevalensi GGK di dunia pada tahun 2013 adalah sekitar 8-16 % dari 7 miliar penduduk di dunia, yaitu sekitar 500 juta–1 miliar orang.1 Di Amerika Serikat (2002), diperkirakan sekitar 5,9 juta (3,3%) orang dewasa menderita GGK tingkat 1, tingkat 2 sebesar 5,3 juta (3%), tingkat 3 sebesar 7,6 juta (4,3%), tingkat 4 sebesar 400 ribu (0,2%) dan tingkat 5 sebesar 300 ribu (0,1%), sehingga didapatkan jumlah penderita GGK sekitar 20 juta orang,3 sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, didapatkan data sekitar 200 – 300 per 1 juta penduduk menderita GGK.Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, GGK meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3 %), 45-54 tahun (0,4%), 55-74 tahun (0,5) dan >75 tahun (0,6 %). Di Sumatera Utara, secara keseluruhan diperoleh prevalensi pasien GGK adalah sebesar 0,2 %.4

Pasien GGK pada awalnya tidak menemukan adanya gejala, tetapi pada tahap selanjutnya, pasien akan mulai merasakan efek dan manifestasi pada tubuh seperti nokturia dan anoreksia, kemudian pada tahap lebih lanjut, akan muncul komplikasi berupa uremia, yaitu suatu keadaan dimana ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Hal ini dapat menyebabkan berbagai manifestasi di tubuh, seperti hipertensi dan anemia,5 termasuk juga manifestasi di rongga mulut, seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ulser, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas pengecapan. Gangguan sensitivitas pengecapan adalah gangguan rasa asin, ketidakmampuan mengenali rasa makanan dan adanya sensasi rasa logam atau obat di


(19)

mulut, mekanisme terjadinya gangguan sensitivitas disebabkan oleh efek uremia pada pasien GGK yang telah menjalani hemodialisis, dimana terjadinya penurunan fungsi kelenjar saliva yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saliva sebagai transpor bahan-bahan kimia dalam zat makanan sehingga terjadinya perubahan sensitivitas pengecapan.6,7,8

Sensasi rasa dapat dirasakan oleh ujung saraf pengecap pada seluruh permukaan lidah, satu jenis rasa akan terasa lebih sensitif hanya pada daerah tertentu. Ujung saraf pengecap berada pada seluruh permukaan lidah, dengan demikian zat-zat kimia yang terlarut dalam saliva akan mengadakan kontak dan merangsang ujung-ujung serabut saraf pengecap.9,10 Gangguan sensitivitas pengecapan dapat menyebabkan nafsu makan pada penderita menjadi berkurang, hal ini akan mengakibatkan asupan pada penderita menjadi berkurang, sehingga kualitas hidup pada penderita akan menurun.6,11,12

Pada tahun 1999, Middleton dan Farinelli melakukan penelitian yang mengevaluasi hubungan pasien GGK yang menerima Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dengan sensitivitas pengecapan pada 36 subjek. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani CAPD dengan sensitivitas pengecapan.10 Pada tahun 2012, penelitian yang dilakukan oleh Manley, Haryono dan Keane pada 30 subjek penderita GGK, menunjukkan bahwa 30 subjek (100 %) dapat mengidentifikasi rasa asin, 28 subjek (90%) dapat mengidentifikasi rasa manis, 17 subjek (57%) sulit membedakan rasa asam dengan rasa pahit, 21 subjek (70%) sulit membedakan rasa pahit dari keempat rasa lainnya dan lebih dari 15 subjek, yaitu sebanyak 14 subjek (43%) sulit membedakan rasa umami dari empat rasa primer lainnya.13

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penderita GGK yang menjalani CAPD dengan sensitivitas pengecapan, namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang melihat adanya hubungan pasien GGK yang menjalani perawatan


(20)

hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan yang akan dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

1.2Rumusan Masalah 1.2.1 Masalah Umum

Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan?

1.2.2 Masalah Khusus

1. Berapakah prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan?

2. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensasi rasa manis?

3. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensasi rasa asin?

4. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensasi rasa asam?

5. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensasi rasa pahit?

6. Apakah terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensasi rasa umami?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi pasien hemodialisis yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan.


(21)

2. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis.

3. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa asin.

4. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa asam.

5. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa pahit.

6. Untuk mengetahui hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa umami.

1.4Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan.

2. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa manis.

3. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa asin.

4. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa asam.

5. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa pahit.

6. Terdapat hubungan antara pasien GGK yang menjalani hemodialisis dengan sensitivitas rasa umami.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Meningkatkan kompetensi keilmuan dan menambah wawasan dalam bidang kedokteran gigi mengenai gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis.


(22)

2. Menyediakan data untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan gangguan sensitivas pengecapan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Untuk menambah informasi kepada para tenaga medis mengenai keterkaitan antara terapi hemodialisis dengan kondisi di rongga mulut pasien, yaitu gangguan sensitivitas pengecapan sehingga dapat menjalin kerja sama antara dokter gigi dan dokter umum/dokter spesialis penyakit dalam untuk menangani masalah tersebut.

2. Untuk menambah informasi kepada masyarakat penderita GGK mengenai keterkaitan antara hemodialisis dengan kondisi kesehatan rongga mulut yang menurun sehingga dapat bertindak segera untuk mencari perawatan.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronis (GGK) 2.1.1 Definisi

GGK adalah suatu proses patofisiologis yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dengan penyebab yang beragam. Pada umumnya, hal ini akan berakhir dengan gagal ginjal tahap akhir. Gagal ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel yang sudah mencapai tahapan dimana penderita memerlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1,2,14

Kriteria GGK adalah:16

1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari tiga bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) baik kelainan patologis ataupun tanda tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, ataupun kelainan dalam tes MRI.

2. LFG kurang dari 600 cc/menit/1.73 m2 selama lebih dari tiga bulan, dengan atau tanpa tanda-tanda lain kerusakan ginjal.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

GGK dapat disebabkan manifestasi penyakit kronis seperti diabetes mellitus atau hipertensi. Penyebab GGK yang paling sering adalah penyakit diabetes, insidensinya mencapai 44%. Penyebab paling sering kedua adalah penyakit hipertensi kronis, insidensinya mencapai 28%.16 Penyakit lain yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal yaitu :13,17

1. Glumerulonefritis, yaitu penyakit yang menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada bagian filtrasi ginjal.


(24)

2. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yang merupakan penyakit autoimun.

3. Polycystic Kidney Disease, yaitu kelainan bawaan pada ginjal, dimana terdapat kista berukuran besar di dalam ginjal yang dapat merusak jaringan sekitarnya.

4. Nephrotic syndrome atau sindroma nefrotik, merupakan manifestasi klinis dari setiap lesi glomerulus yang menyebabkan kelebihan ekskresi protein dalam urin.

5. Pyelonephritis, yaitu manifestasi yang ditimbulkan akibat cedera berkelanjutan pada ginjal yang menyebabkan infeksi bakteri Escherichia coli.

6. Obstruksi akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat pada pria.

7. Infeksi saluran kemih

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2011 mencatat penyebab GGK pada pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia seperti pada gambar 1.18


(25)

Gambar 1. Penyebab GGK di Indonesia.18

Faktor predisposisi GGK dapat berupa faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Untuk faktor intrinsik, faktor predisposisi GGK adalah usia, jenis kelamin, ras dan genetik. Semakin meningkat usia seseorang, maka akan lebih berisiko terkena GGK, hal ini diakibatkan karena proses penurunan fungsi ginjal pada usia lanjut; untuk jenis kelamin, beberapa penelitian menyatakan bahwa pria lebih berisiko dibandingkan wanita; sedangkan untuk ras, ras Afrika dan Amerika lebih berisiko dibandingkan ras-ras lainnya; dan telah diidentifikasi bahwa faktor genetik merupakan salah satu faktor yang dapat memicu dan mempercepat perkembangan GGK. Untuk faktor ekstrinsik, faktor predisposisi GGK adalah tingkat pendidikan, orang yang memiliki latar belakang yang rendah akan lebih berisiko terkena GGK, hal ini diakibatkan karena kurangnya kesadaran terhadap kesehatan; berat badan juga menjadi faktor predisposisi GGK, orang dengan berat badan berlebih lebih berisiko dibandingkan orang dengan berat badan normal; selain tingkat pendidikan dan berat badan,


(26)

pemakaian obat-obatan berupa obat penghilang rasa sakit yang berlebih dan penyalahgunaan obat-obat terlarang juga dapat meningkatkan risiko terkena GGK.17

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi atas derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung berdasarkan serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan berat badan dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut:19

LFG (ml/menit/1,7

3m2)

=

(140-umur) x Berat Badan

*( x 0.85 untuk wanita ) Serum Kreatin (mg/dL) x 72

Tabel 1. Klasifikasi GGK berdasarkan derajat penyakit.20

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan

60 – 89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

sedang

30 – 59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

berat

15 – 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

2.1.4 Komplikasi

Menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) berhubungan erat dengan terjadinya komplikasi pada sistem organ tubuh. Semakin menurun LFG, maka semakin berat juga komplikasi yang terjadi. Komplikasi yang terjadi pada GGK antara lain:


(27)

1. Anemia

Anemia didefinisikan sebagai penurunan satu atau lebih sel darah merah mayor, konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hemoglobin berdasarkan jenis kelamin, yaitu pada pria kurang dari 13 gr/dL, sedangkan pada wanita dibagi menjadi wanita pra-menopause kurang dari 12 gr/dL dan wanita pasca pra-menopause kurang dari 13 gr/dL. Anemia dapat didiagnosa pada setiap tingkat GGK dan terdapat hubungan erat dengan tingkat keparahan GGK tersebut. Sebanyak 50% penderita GGK yang menderita anemia. Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi, asam folat dan vitamin B12; perdarahan gastrointestinal, hiperparatiroid yang parah, inflamasi sistemik, tetapi penyebab paling utama terjadinya anemia pada penderita GGK yaitu menurunnya sintesis eritroprotein. Eritroprotein adalah glikoprotein yang disekresikan oleh ginjal dan berperan penting dalam pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel darah merah pada sumsum tulang. Anemia pada pasien GGK dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi kardiovaskular (angina, hipertrofi ventrikel kiri,dan gagal jantung) yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut yang disebut Cardiorenal Anemia Syndrome.21,22

2. Gangguan pada tulang dan metabolisme mineral

Ginjal merupakan organ utama ekskresi fosfat dan 1-α-hidroksilasi yang dihasilkan vitamin D. Penderita GGK mengalami peningkatan kadar serum fosfat (hyperphosphatemia) yang menyebabkan tingkat dihidroksi-vitamin D menjadi inadekuat, yang dapat mengurangi sintesis jaringan parut parenkim dan terjadi pengurangan ekskresi fosfat. Hal ini dapat menyebabkan kadar serum kalsium menjadi menurun dan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon paratiroid. Gangguan pada tulang dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu turnover tulang yang rendah dan turnover tulang yang tinggi. Pasien pra-dialisis paling banyak mengalami turnover tulang yang tinggi karena peningkatan hormon paratiroid sehingga dapat meningkatkan resorpsi tulang serta meningkatkan kadar kalsium dalam darah. Keadaan ini dapat menyebabkan kalsifikasi vaskular yang merupakan faktor risiko


(28)

utama penyakit kardiovaskular pada pasien GGK. Resorpsi tulang yang meningkat dan terus menerus dapat menyebabkan fibrosis dan pembentukan kista pada tulang. Kondisi ini juga dapat menyebabkan gejala seperti nyeri tulang bahkan tumor pada kasus yang berat. Hormon paratiroid merupakan toksin uremia dan apabila kadarnya meningkat dalam darah dapat menyebabkan kelemahan otot dan fibrosis pada jaringan otot. Sebaliknya, pada pasien dialisis, lebih banyak mengalami turnover tulang yang rendah dengan penurunan hormon paratiroid. Hal ini akan menyebabkan akumulasi dari matriks tulang yang tidak termineralisasi, penurunan volume tulang, peningkatan insidensi fraktur dan berhubungan dengan peningkatan vaskularisasi dan kalsifikasi.21,23

3. Penyakit jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab dan komplikasi GGK. Komplikasi ini sering dikaitkan dengan hiperfosfatemia dan hiperkalsemia yang dapat menyebabkan kalsifikasi vaskular. Komplikasi pada jantung sering sekali berkembang menjadi gagal jantung kongestif.21,22

4. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan faktor risiko utama kesakitan dan kematian kardiovaskular dan komplikasi ini paling sering dijumpai pada penderita GGK. Secara umum, penurunan fungsi ginjal sejalan dengan peningkatan hiperlipidemia, hipertrigliseridemia dan LDL kolestrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan trigliserida lipase. Beberapa penelitian menemukan bahwa hiperparatiroid juga dapat meningkatkan keparahan dislipidemia.21,23

2.1.5 Perawatan

Perencanaan tatalaksana GGK disesuaikan dengan derajat penyakit yang diderita oleh pasien seperti pada tabel 2.


(29)

Derajat

LFG

(ml/mnt/1,73m

2

)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Diagnosis dan perawatan, perawatan

pada kondisi komorbid, intervensi untuk memperlambat perkembangan penyakit, memperkecil faktor risiko kardiovaskular

2 60 – 89 Perkiraan perkembangan penyakit dan menghambat penurunan atau kerusakan fungsi ginjal

3 30 – 59 Evaluasi dan perawatan komplikasi yang muncul

4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi)

5 < 15 Terapi pengganti ginjal jika terjadi uremia

Dialisis adalah suatu perawatan untuk membersihkan darah penderita ketika fungsi ginjal tidak dapat berfungsi secara optimal. Fungsi dari dialisis adalah untuk membuang zat-zat sisa berbahaya, garam mineral berlebih dan cairan cairan yang dihasilkan oleh tubuh dalam darah. Dialisis juga berfungsi untuk mengatur tekanan darah dan membantu mempertahankan jumlah cairan normal pada tubuh. Perawatan dialisis dapat memperpanjang usia penderita GGK, tetapi perawatan ini bukan merupakan pengobatan untuk penderita GGK.24


(30)

Terdapat dua jenis perawatan dialisis, yaitu: 1. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan metode umum yang digunakan untuk merawat pasien penderita GGK. Hemodialisis pertama kali digunakan sebagai terapi gagal ginjal pada tahun 1960an dan telah banyak penelitian penelitian yang dilakukan untuk membuat terapi hemodialisis menjadi lebih efektif dengan efek samping seminimal mungkin. Meskipun belakangan ini telah dibuat alat dialisis yang lebih sederhana, hemodialisis tetap merupakan terapi yang rumit dan kurang nyaman bagi penderita, yang membutuhkan koordinasi pasien, keluarga pasien dan tim medis (dokter spesialis ginjal, perawat, teknisi dan pekerja lainnya).25

Hemodialisis biasanya disediakan di rumah sakit atau di klinik dialisis. Selama prosedur berlangsung, darah pasien berpindah dari alat kateter yang dipasangkan pada pembuluh darah arteri pada lengan dan dihubungkan ke tabung dari suatu mesin yang merupakan tempat pertukaran sisa-sisa pembuangan, cairan,dan elektrolit. Membran semipermeabel memisahkan darah pasien dari larutan dialisis (dialisat) dan konstituen bergerak diantara kedua kompartemen tersebut. Misalnya, sisa sisa pembuangan berpindah dari darah ke larutan dialisat, sementara ion bikarbonat bergerak ke dalam darah dari larutan dialisat tersebut. Sel darah dan protein tetap berada dalam darah karena tidak dapat melewati membran semipermeabel. Pertukaran terjadi secara ultrafiltrasi, difusi dan osmosis. Setelah pertukaran telah selesai, darah dikembalikan ke vena pasien. Heparin atau antikoagulan lainnya diberikan dan tetap dilakukan pemantaun agar tidak terjadi pembekuan darah. Hemodialisis pada pasien GGK biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan membutuhkan tiga sampai empat jam setiap sesinya. Pasien akan merasakan perasaan yang sangat tidak nyaman karena terjadi perubahan drastis pada keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, tetapi pasien akan merasa lebih baik setelah perawatan. Perasaan lebih baik tersebut akan menghilang secara bertahap karena sisa sisa pembuangan akan kembali menumpuk sebelum dilakukan perawatan selanjutnya.26


(31)

Alat yang digunakan pada hemodialisis adalah sebuah alat penyaring yang disebut dialyzer. Dialyzer berfungsi untuk membuang zat zat sisa dan cairan berlebih pada darah dalam sebuah tabung, kemudian darah di dalam tabung tersebut akan dimasukkan ke dalam tabung lainnya sehingga menjadi darah bersih yang akan dimasukkan kembali ke dalam tubuh penderita.25


(32)

Indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut:27 1. Asidosis metabolik

2. Uremia > 200 mg/dL 3. Hiperkalemia > 7 mEq/L 4. Kelebihan cairan

5. Encephalopati uremikum 6. Intoksikasi obat

7. LFG < 15 mL/menit/1,73 m2

Masalah yang paling sering dialami oleh pasien hemodialisis berkaitan dengan akses vaskuler seperti thrombosis fistula, pembentukan aneurisma dan infeksi terutama dengan graft sintetik atau akses vena sentral sementara. Infeksi sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari sirkuit dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah seperti hepatitis dan HIV merupakan suatu potensial yang berbahaya. Pada dialisis jangka panjang, deposit protein amiloid dialisis yang mengandung mikroglobulin dapat menyebabkan sindrom terowongan karpal dan artropati destruktif dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang mengandung aluminium dan kontaminasi aluminium dengan larutan dialisat sehingga dapat terjadi toksisitas aluminium yang dapat menyebabkan demensia, mioklonus, kejang dan penyakit tulang.23

2. Dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal adalah suatu perawatan pada GGK dengan cara memasukkan larutan dialisat ke dalam rongga peritoneum. Dialisat menyebabkan sisa sisa pembuangan dan cairan yang berlebih ditarik melalui membran peritoneal kedalam rongga peritoneum. Setelah proses tersebut selesai, cairan akan dikeringkan dan diganti.28

Dialisis peritoneal dapat dilakukan di unit dialysis ataupun di rumah. Perawatan ini dapat dilakukan pada malam hari disaat tidur dan dapat dilakukan terus menerus pada saat rawat jalan (biasanya disebut Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis, atau CAPD). Dalam prosedur ini, membran peritoneum, yang sangat besar


(33)

di daerah permukaan, tipis dan bervaskularisasi tinggi, berfungsi sebagai membran semipermeabel. Sebuah kateter dengan titik masuk dan keluar tertanam dalam rongga peritoneal. Larutan dialisat dimasukkan ke dalam rongga melalui kateter, yang memungkinkan pertukaran zat zat sisa dan elektrolit dengan cara difusi dan osmosis. Kemudian, cairan dialisat dikeringkan dari rongga oleh gravitasi ke dalam sebuah wadah. Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan hemodialisis. Namun, proses pertukaran ini lebih kontinu, sehingga dapat mencegah perubahan cairan dan elektrolit yang berlebihan dan mendadak di dalam tubuh dan komponen-komponen yang terdapat di dalam larutan dialisis dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu. Komplikasi utama dialisis peritoneal adalah infeksi yang dapat mengakibatkan peritonitis.25,28

Gambar 3. Proses dialisis peritoneal25

2.2Pengecapan

Pengecapan merupakan suatu bentuk kemoreseptor langsung yang merupakan fungsi utama lidah. Lidah merupakan organ muskular yang melekat pada


(34)

dasar mulut. Lidah melekat pada permukaan dalam mandibula mendekati midline dengan dukungan tulang hyoid. Selain untuk fungsi sensori berupa pengecapan, lidah juga berfungsi untuk mengunyah, menelan, berbicara.29

Terdapat empat jenis papilla lidah untuk mempersepsikan pengecapan, yaitu papilla filiformis, fungiformis, foliate dan circumvalatte. Papila filiformis merupakan papilla yang paling banyak terdapat pada permukaan lidah. Papila fungiformis berbentuk seperti fungi atau jamur dan tersebar diantara papilla filiformis. Papila foliate terletak di daerah posterior lateral lidah. Papila circumvalatte tersebar pada daerah sepertiga posterior lidah dan membentuk huruf V. Pada papilla lidah terdapat reseptor pengecapan yang disebut kuncup kecap (taste buds). Terdapat lima modalitas pengecapan dasar yang dapat dirasakan oleh taste buds, yaitu rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Dari keempat jenis papilla, hanya ada tiga jenis papilla yang memiliki reseptor pengecapan, yaitu papilla fungiformis, foliate dan circumvallate.29,30

2.2.1 Pengecapan normal

Pada manusia terdapat empat pengecapan dasar, yaitu rasa manis, asam, asin dan pahit.9,30,31 Pada tahun 1908, rasa kelima ditemukan oleh seorang peneliti Jepang, Kikunae Ikeda yaitu rasa umami.10

Terdapat lima rasa dasar yang dapat dirasakan oleh reseptor pengecapan, yaitu:

Rasa manis, tidak dihasilkan oleh satu golongan bahan kimia saja.

Beberapa jenis bahan kimia yang membentuk rasa ini adalah gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfat, asam halogen dan garam anorganik dari timah dan berilium yang merupakan bahan kimia organik. Perubahan kecil dalam struktur kimia, seperti penambahan sederhana secara radikal dapat mengubah substansi rasa manis menjadi pahit. Reseptor rasa manis terletak pada daerah anterior ujung lidah.9,10


(35)

Rasa asam, disebabkan oleh asam yang dirangsang oleh konsentrasi ion

hidrogen. Intensitas sensasi rasa asam dari asam-asam organik biasanya lebih tinggi daripada asam mineral dengan konsentrasi ion hidrogen yang sama. Hal ini disebabkan oleh asam organik lebih cepat menembus sel daripada asam mineral. Reseptor asam terletak pada lateral lidah.9,10

Rasa asin, dihasilkan oleh garam terionisasi, terutama oleh konsentrasi ion natrium. Kualitas rasa asin bervariasi, karena beberapa garam menimbulkan sensasi rasa lain selain rasa asin. Kation garam, terutama kation natrium, berperan dalam menghasilkan rasa asin, tetapi anion juga berkontribusi pada konsentrasi yang lebih rendah. Reseptor asin terletak pada daerah lateral anterior lidah.9,10

Rasa pahit, sama seperti rasa manis, tidak hanya dihasilkan oleh satu jenis

zat kimia organik. Dua kelas zat tertentu yang menyebabkan rasa pahit, yaitu zat organik dari rantai panjang nitrogen dan alkaloid. Alkaloid banyak terdapat dalam obat-obatan seperti kina, kafein, strychnine dan nikotin. Beberapa zat pada awalnya terasa manis tetapi akan berakhir pahit, seperti sakarin. Rasa pahit dengan intensitas tinggi biasanya membuat manusia mauoun hewan menolak suatu jenis makanan yang membuat sensasi rasa pahit menjadi penting, karena banyak zat racun yang ditemukan pada tanaman, seperti alkaloid, yang menyebabkan rasa pahit yang intens. Reseptor pahit terletak di daerah posterior lidah.9,10

Rasa umami, diartikan sebagai rasa enak, gurih, sedap dalam bahasa

Jepang, yang menunjukkan sensasi rasa menyenangkan yang secara kualitatif berbeda dengan rasa manis, asin, asam, maupun pahit. Rasa Umami adalah rasa dominan pada makanan yang mengandung monosodium glutamate, seperti ekstrak daging dan keju. Reseptor umami tersebar di seluruh permukaan lidah.9,10


(36)

Gambar 4. Penampang peta rasa lidah32

2.2.2 Gangguan Sensitivitas Pengecapan

Gangguan sensitivitas pengecapan dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti infeksi saluran pernafasan, terapi yang menggunakan radiasi, cedera kepala, pembedahan pada telinga, hidung dan tenggorokan, oral hygiene yang buruk dan gejala sistemik seperti DM dan GGK, termasuk penggunaan obat-obatan.17,33 Terdapat tiga jenis gangguan pengecapan, yaitu :

 Hypogeusia, yaitu berkurangnya kemampuan pengecapan, disebabkan oleh penyakit-penyakit sistemik seperti alzheimer, parkinson, ataupun GGK.13

 Dysgeusia, yaitu terganggunya organ atau reseptor pengecapan, disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dan konsumsi obat-obatan, maupun pada penderita GGK.6


(37)

 Ageusia, yaitu ketidakmampuan organ pengecapan untuk mengecap sensasi rasa sama sekali, dapat disebabkan oleh paparan zat kimia berbahaya ataupun penyakit stroke.17,33

2.2.3 Metode Untuk Menguji Sensitivitas Pengecapan

Secara garis besar, terdapat dua metode untuk menguji sensitivitas pengecapan, yaitu :

 Chemogustometry (Uji Taste Strips)

Uji Taste Strips dapat digunakan untuk menguji sensitivitas pengecapan pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah kertas Whatman dengan ukuran 2 x 8 cm. Bahan yang digunakan adalah larutan uji rasa manis, asam, asin, pahit dan umami dengan masing-masing empat konsentrasi yang berbeda. Taste Strips dicelupkan kedalam masing-masing konsentrasi larutan uji dan kemudian diujikan padah lidah subjek.34

 Electrogustometry (RION TR06)

RION TR06 adalah alat paling umum yang digunakan untuk menguji pengecapan dengan menggunakan stimulus elektrik, bentuknya portable dan mudah

dibawa. Skala arus yang dikeluarkan alat ini adalh 4μA sampai 400μA. Arus stimulus

dapat diaplikasikan dengan durasi 0.5, 1.0 dan 2.00 detik ataupun berdasararkan kontrol yang diinginkan.35

Aplikasi alat ini dilakukan secara manual dengan cara kerja arus elektrik disalurkan menggunakan elektroda stainless steel, sehingga uji dapat dilakukan pada bagian tertentu di lidah sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.36


(38)

2.3 Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Sensitivitas Pengecapan

Pada pasien hemodialisis, sering dijumpai penurunan kesehatan gigi dan mulut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan konsentrasi ureum yang tinggi di dalam darah lebih berisiko memiliki lesi di mulut. Menurunnya kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut, penderita penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan penyakit ginjal, konsumsi obat-obatan dan penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan inflamasi pada rongga mulut.37

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien hemodialisis. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien hemodialisis yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut, seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ulser di rongga mulut, xerostomia, bau ureum dan gangguan sensitivitas pengecapan.12

Gangguan sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis masih belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diketahui efek uremia dapat menjadi salah satu faktor penurunan sensitivas pengecapan.6 Efek uremia akan menyebabkan penurunan fungsi kelenjar saliva, dimana saliva merupakan komponen cairan utama dari lingkungan eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan dalam sensitivitas pengecapan.12

Saliva diproduksi oleh kelenjar saliva parotis, submandibula dan sublingual pada sebelum, saat dan setelah makan. Saliva berfungsi untuk menghaluskan makanan, membentuk bolus untuk pengunyahan dan penelanan, membantu pengucapan, membersihkan jaringan lunak dan mencegah kerusakan gigi. Selain itu, saliva juga berperan dalam mempersepsikan berbagai rasa, seperti rasa manis, asin, asam, pahit dan umami. Saliva merupakan komponen cairan utama dari lingkungan eksternal sel reseptor pengecapan, dengan demikian, saliva berperan dalam sensitivitas pengecapan. Peran utamanya adalah sebagai transportasi zat rasa dan sebagai perlindungan reseptor pengecapan. Pada proses awal dalam mempersepsikan


(39)

rasa, saliva bertindak sebagai pelarut untuk zat rasa; air saliva melarutkan zat rasa dan kemudian menyebar ke situs reseptor pengecapan. Selama proses ini, beberapa unsur kimia saliva berinteraksi dengan zat rasa. Misalnya, buffer saliva dapat menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas (rasa asam) dan ada beberapa protein saliva yang dapat mengikat dengan zat rasa pahit. Efek lain saliva terhadap transduksi rasa yaitu beberapa unsur saliva dapat terus menerus menstimulasi reseptor pengecapan, yang mengakibatkan perubahan sensitivitas pengecapan.9


(40)

2.4 Kerangka Teori

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisis

Uremia penurunan fungsi kelenjar saliva

Batasan asupan

cairan

Konsumsi obat-obatan

Usia lanjut atrofi sel lidah

Gangguan sensitivitas pengecapan


(41)

2.5 Kerangka Konsep

Lama menjalani hemodialisis: - Jangka pendek - Jangka panjang

Gangguan sensitivitas pengecapan -Rasa manis

-Rasa asam -Rasa asin -Rasa pahit -Rasa umami

Usia pasien

≥ 30

tahun

Jenis kelami


(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Pada penelitian cross sectional, peneliti melakukan uji sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis diobservasi satu kali dengan lima rasa berbeda pada satu saat tertentu.38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida yang beralamat di Jalan D.I. Panjaitan No.144 Medan. Pemilihan Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida sebagai lokasi penelitian dikarenakan klinik ini merupakan pusat hemodialisis di Kota Medan, dimana terdapat banyak pasien yang menjalani terapi hemodialisis dan klinik ini juga memiliki sarana dan rekam medis yang lengkap sehingga lebih terjangkau bagi peneliti untuk mendapatkan subjek penelitian. Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.


(43)

Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dengan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketentuan absolut (simpangan mutlak).

n =

Keterangan :

n : jumlah sampel yang diperlukan d : tingkat akurasi (0,1)

P : proporsi kategori variabel yang diteliti. Oleh karena belum pernah ada penelitian sebelumnya, maka nilai P = 0,5

Z : nilai kepercayaan 95% =1,96

n =

n =

n =

n = 96,04 → 96 orang

Berdasarkan perhitungan rumus, didapatkan besar sampel minimal adalah sebanyak 96 orang yang akan diujikan masing-masing rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis

Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang berusia ≥ 30 tahun.


(44)

3. Pasien yang tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan seperti Diabetes Mellitus dan penyakit jantung.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis yang tidak bersedia melakukan uji sensitivitas pengecapan.

3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis.

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gangguan sensitivitas pengecapan.

3.5.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah usia

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

Variabel tidak terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin

3.6 Definisi Operasional

1. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah pasien gagal ginjal kronis derajat 5 (LFG < 15 ml/mnt/1,73m2) yang sedang menjalani hemodialisis, dapat dilihat dari rekam medik pasien.

2. Lama menjalani hemodialisis adalah lama waktu pasien menjalani hemodialisis yang dihitung mulai dari inisiasi dialisis sampai saat ini dan dapat dilihat pada rekam medik pasien. Lamanya terapi hemodialisis dibagi menjadi dua, yaitu:


(45)

a. Hemodialisis jangka pendek: subjek yang telah menjalani terapi hemodialisis pada rentang 3-60 bulan.

b. Hemodialisis jangka panjang: subjek yang telah menjalani terapi hemodialisis di atas 60 bulan.

3. Usia adalah perhitungan ulang tahun subjek penelitian dihitung sejak tahun lahir sampai ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian yang dapat dilihat dari rekam medik pasien.

4. Jenis kelamin adalah keadaan kodrati responden sesuai anatomis, yaitu pria atau wanita yang dapat dilihat dari rekam medik pasien.

5. Sensitivitas pengecapan pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah tingkat kepekaan lidah pasien untuk dapat mempersepsikan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami.

6. Gangguan sensitivitas pengecapan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat mempersepsikan :

a. Rasa manis pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji sukrosa konsentrasi 20%.34

b. Rasa asam pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji asam sitrat konsentrasi 16,5%.34

c. Rasa asin pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji sodium klorida konsentrasi 10%.34

d. Rasa pahit pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji quinin hidroklorida konsentrasi 0,24%.34

e. Rasa umami pada saat dilakukan uji Taste Strips dengan larutan uji monosodium glutamat konsentrasi 10%.34

3.7 Sarana Penelitian 3.7.1 Alat

1. Kertas saring Whatman 2. Cotton roll


(46)

4. Tissue 5. Alat tulis

3.7.2 Bahan

1. Aquadest

2. Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 20% 3. Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 16,5% 4. Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 10% 5. Larutan quinin hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,24% 6. Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 10%

3.8 Pelaksanaan Penelitian 3.8.1 Pembuatan Larutan Uji

1. Larutan uji dibuat terlebih dahulu di FMIPA Kimia USU. Larutan uji dibuat untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan umami. Masing-masing jenis rasa terdiri dari empat konsentrasi yang berbeda, yaitu:

 Larutan sukrosa dengan konsentrasi larutan 20%

 Larutan asam sitrat dengan konsentrasi larutan 16,5%

 Larutan sodium klorida dengan konsentrasi larutan 10%

 Larutan quinin hidroklorida dengan konsentrasi larutan 0,24%

 Larutan monosodium glutamat dengan konsentrasi larutan 10%

2. Taste Strips dibuat dari filter paper berukuran 2 x 8 cm. Area sepanjang 2 x 2 cm pada taste strips akan dicelupkan kedalam larutan uji.

3.8.2 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data ditujukan kepada pasien GGK yang diperoleh dari rekam medik pasien dan datang ke Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan dan pasien diberikan informasi tentang tujuan penelitian ini.


(47)

Setelah pasien setuju menjadi subjek penelitian, pasien diminta menandatangani informed consent. Kemudian dari rekam medik dicatat data pribadi pasien (nama, umur, jenis kelamin). Selanjutnya dilakukan penelitian dengan langkah sebagai berikut :

1. Posisikan sampel dalam keadaan duduk.

2. Untuk setiap pengujian rasa tertentu, sebelumnya sampel diinstruksikan untuk berkumur-kumur dengan air mineral sebanyak 60 ml selama kurang lebih 60 detik.

3. Lidah sampel dibersihkan dengan cotton roll.

4. Pengujian rasa manis dilakukan di daerah anterior lidah dengan larutan glukosa 20% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.

5. Pengujian rasa asam dilakukan di daerah lateral posterior lidah dengan larutan asam sitrat 16,5% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.

6. Pengujian rasa asin dilakukan di daerah lateral anterior lidah dengan larutan sodium korida 10% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.

7. Pengujian rasa pahit dilakukan di daerah posterior lidah dengan larutan quinine hidroklorida 0,24% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.

8. Pengujian rasa umami dilakukan di daerah tengah lidah dengan larutan monosodium glutamat 10% menggunakan taste strips, kemudian berikan penilaian.


(48)

Rasa Merasa Tidak Merasa

Manis + -

Asam + -

Asin + -

Pahit + -

Umami + -

Umami

Pahit

Asin

Asam

Manis


(49)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS yaitu menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis, asam, asin, pahit dan umami pada lidah penderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

3.9.2 Data Univariat

Analisis univariat (analisis deskriptif) bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.40 Data univariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :

1. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis berdasarkan jenis kelamin. 2. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis berdasarkan usia.

3. Distribusi dan frekuensi pasien hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis, asin, asam, pahit, umami.

3.9.3 Data Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan terhadap variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Data bivariat disajikan dalam bentuk tabel yang meliputi :

1. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis pada pasien hemodialisis.

2. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asin pada pasien hemodialisis.

3. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam pada pasien hemodialisis.

4. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa pahit pada pasien hemodialisis.

5. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa umami pada pasien hemodialisis.


(50)

Analisis data penelitian ini menggunakan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan. Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diputuskan:

a. Menerima Ha (menolak Ho), jika diperoleh nilai X² hitung > X² tabel

atau nilai p ≤ α (0,05)

b. Menolak Ha (menerima Ho), jika diperoleh nilai X² hitung < X² tabel

atau nilai p > α (0,05)

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup hal sebagai berikut: 1. Ethical clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Peneliti meminta secara sukarela subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan. Bagi subjek yang setuju, dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiannya oleh peneliti, karena itu data yang ditampilkan dalam bentuk data pribadi subjek.


(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 96 orang pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Tabel 3 menunjukkan subjek penelitian yang dibagi berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian ini terdapat 61 orang subjek pria (63,5%) dan 35 orang subjek wanita (36,5%).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)

Pria 61 63,5%

Wanita 35 36,5%

Total 96 100%

Tabel 4 menunjukkan usia subjek penelitian yang dibagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu kelompok usia 30-40 tahun, usia 41-50 tahun, dan usia >50 tahun. Subjek dengan usia 30-40 tahun sebanyak 9 orang (9,4 %), usia 41-50 tahun sebanyak 27 orang (28,1%), dan usia >50 tahun sebanyak 60 orang (62,5%).


(52)

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan usia

Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

30-40 tahun 9 9,4%

41-50 tahun 27 28,1%

>50 tahun 60 62,5%

Total 96 100%

Tabel 5 menunjukkan lama subjek penelitian menjalani hemodialisis yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang menjalani hemodialisis selama 3-60 bulan dan >60 bulan. Subjek yang menjalani hemodialisis selama 3-60 bulan yaitu sebanyak 79 orang (82,3%) dan yang menjalani >60 bulan yaitu sebanyak 17 orang (17,7%).

Tabel 5. Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan lama menjalani hemodialisis

Lama Menjalani Hemodialisis

Frekuensi (f) Persentase (%)

3-60 bulan (Jangka Pendek) 79 82,3%

>60 bulan (Jangka Panjang) 17 17,7%

Total 96 100%

4.2 Frekuensi Gangguan Sensitivitas Pengecapan

Tabel 6 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan

sensitivitas pengecapan rasa manis. Subjek penelitian yang mengalami gangguan pengecapan rasa manis yaitu sebanyak 18 orang (18,8%) sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa manis yaitu sebanyak 78 orang (81,2%).


(53)

Tabel 6. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa manis pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Sensitivitas Pengecapan

Frekuensi (f) Persentase (%)

Manis (+) 78 81,2%

Manis (-) 18 18,8%

Total 96 100%

Tabel 7 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asam. Subjek penelitian yang mengalami gangguan pengecapan rasa asam yaitu sebanyak 22 orang (22,9%) sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asam yaitu sebanyak 74 orang (77,1%).

Tabel 7. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asam pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Sensitivitas Pengecapan

Frekuensi (f) Persentase (%)

Asam (+) 74 77,1%

Asam (-) 22 22,9%

Total 96 100%

Tabel 8 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asin. Subjek penelitian yang mengalami gangguan pengecapan rasa asin yaitu sebanyak 30 orang (31,3%) sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asin yaitu sebanyak 66 orang (68,7%).


(54)

Tabel 8. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asin pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Sensitivitas Pengecapan

Frekuensi (f) Persentase (%)

Asin (+) 66 68,7%

Asin (-) 30 31,3%

Total 96 100%

Tabel 9 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa pahit. Subjek penelitian yang mengalami gangguan pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak 29 orang (30,2%) sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak 67 orang (69,8%).

Tabel 9. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa pahit pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Sensitivitas Pengecapan

Frekuensi (f) Persentase (%)

Pahit (+) 67 69,8%

Pahit (-) 29 30,2%

Total 96 100%

Tabel 10 menunjukkan frekuensi subjek penelitian yang mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa umami. Subjek penelitian yang mengalami gangguan pengecapan rasa umami yaitu sebanyak 25 orang (26,0%) sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa umami yaitu sebanyak 71 orang (74,0%).


(55)

Tabel 10. Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa umami pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis

Sensitivitas Pengecapan

Frekuensi (f) Persentase (%)

Umami (+) 71 74,0%

Umami (-) 25 26,0%

Total 96 100%

Tabel 11 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa manis yaitu sebanyak 16 orang (88,9%), sedangkan yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa manis sebanyak 63 orang (80,8%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis yaitu sebanyak 2 orang (11,1%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis sebanyak 15 orang (19,2%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p

= 0,416 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho diterima atau Ha ditolak

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis.


(56)

Tabel 11. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis

Lama menjalani hemodialisis

Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Manis

Nilai p

Ya Tidak

N % n %

Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan)

16 88,9 63 80,8

0,416 Hemodialisis

jangka panjang (>60 bulan)

2 11,1 15 19,2

Total 18 100 78 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa asam yaitu sebanyak 7 orang (31,8%), sedangkan yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asam sebanyak 72 orang (97,3%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asam yaitu sebanyak 15 orang (68,2%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asam sebanyak 2 orang (2,7%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam.


(57)

Tabel 12. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam

Lama menjalani hemodialisis

Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asam

Nilai p

Ya Tidak

N % N %

Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan)

7 31,8 72 97,3

0,001 Hemodialisis

jangka panjang (>60 bulan)

15 68,2 2 2,7

Total 22 100 74 100

Tabel 13 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa asin yaitu sebanyak 26 orang (86,7%), sedangkan yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asin sebanyak 53 orang (80,3%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asin yaitu sebanyak 4 orang (13,3%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa asin sebanyak 13 orang (19,7%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,449 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho diterima atau Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asin.

Tabel 13. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asin


(58)

Lama menjalani hemodialisis

Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Asin

Nilai p

Ya Tidak

N % n %

Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan)

26 86,7 53 80,3

0,449 Hemodialisis

jangka panjang (>60 bulan)

4 13,3 13 19,7

Total 30 100 66 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak 13 orang (44,8%), sedangkan yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa pahit sebanyak 66 orang (98,5%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa pahit yaitu sebanyak 16 orang (55,2%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa pahit sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa pahit.


(59)

Tabel 14. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa pahit

Lama menjalani hemodialisis

Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Pahit

Nilai p

Ya Tidak

n % n %

Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan)

13 44,8 66 98,5

0,001 Hemodialisis

jangka panjang (>60 bulan)

16 55,2 1 1,5

Total 29 100 67 100

Tabel 15 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menjalani hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan) mayoritas mengalami gangguan pengecapan rasa umami yaitu sebanyak 10 orang (40%), sedangkan yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa umami sebanyak 69 orang (97,2%). Sama halnya pada pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang (>60 bulan) mayoritas mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa umami yaitu sebanyak 15 orang (60,0%) dan yang tidak mengalami gangguan sensitivitas pengecapan rasa umami sebanyak 2 orang (2,8%). Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0,001 atau p > sig α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak atau Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa umami.


(60)

Tabel 15. Tabulasi silang antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa umami

Lama menjalani hemodialisis

Gangguan Sensitivitas Pengecapan Rasa Umami

Nilai p

Ya Tidak

n % n %

Hemodialisis jangka pendek (3-60 bulan)

10 40,0 69 97,2

0,001 Hemodialisis

jangka panjang (>60 bulan)

15 60,0 2 2,8


(61)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat 96 subjek yang terdiri dari 61 orang subjek pria

(63,5%) dan 35 subjek wanita (36,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jungers et al yang menemukan hasil bahwa insiden gagal ginjal kronis lebih banyak pada pria dibandingkan dengan wanita.41 Garibotto et al menyatakan bahwa hormon seksual mempengaruhi morfologi ginjal dan proses keparahan gagal ginjal kronis antara pria dan wanita. Hormon estrogen dapat melindungi ginjal dari pengaruh radikal bebas pada glomerulus ginjal. Selain itu, estrogen juga mencegah terjadinya kerusakan glomerulus dan akumulasi matriks protein ekstraseluler (MPE) sehingga menghambat terjadinya glomerulosklerosis pada ginjal. Sebaliknya, hormon testosteron bersifat profibrotik yang dapat memicu ekspansi mesangial dan disfungsi ginjal. Beberapa penelitian menemukan bahwa sel-sel proinflamasi TNF-α

dan interleukin 1β lebih tinggi pada sel mesangial pria. Kondisi ini

mengindikasikan adanya aksi profibrotik dan proinflamasi dari testosteron pada ginjal. Hal ini mengakibatkan proses keparahan gagal ginjal yang lebih cepat pada pria dibandingkan dengan wanita.42

Pada penelitian yang dilakukan, didapat pasien gagal ginjal kronis yang berusia 30-40 tahun sebanyak 9 orang (9,4%), usia 40-50 tahun sebanyak 27 orang (28,1%) dan usia >50 tahun sebanyak 60 orang (62,5%). Terlihat persentase subjek usia >50 tahun lebih besar dibandingkan subjek usia 40-50 tahun, demikian juga dengan subjek usia 40-50 tahun lebih besar dibandingkan subjek usia 30-40 tahun. Hasil dari National Chronic Kidney Disease Fact Sheet menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan risiko terkena GGK. Hal ini menyebabkan persentase individu kelompok usia >50 tahun lebih besar daripada kelompok usia 40-50 tahun,


(62)

demikian juga dengan kelompok usia 40-50 tahun yang persentasenya lebih besar dari kelompok usia >50 tahun.16

Pada penelitian ini, subjek yang mengalami gangguan pengecapan rasa manis adalah sebanyak 18 orang (18,8%), sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa manis adalah 78 orang (81,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 90% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa manis.13 Menurut Keast et al, gangguan pengecapan rasa manis dapat disebabkan oleh kadar zinc dalam saliva yang berkurang pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis, tetapi jika kadar zinc dalam saliva berlebih dapat juga menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis.43

Untuk pengecapan rasa asam, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 22 orang (22,9%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 74 orang (77,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 57% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa asam.Menurut Tomas et al, peningkatan ion bikarbonat dalam air liur akan menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas dalam saliva, sehingga akan menyebabkan gangguan pengecapan rasa asam, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asam dapat disebabkan karena penurunan ion bikarbonat setelah menjalani hemodialisis.13

Untuk pengecapan rasa asin, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 30 orang (31,3%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 66 orang (68,7%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa 100% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa asin. Menurut Mese dan Matsuo, gangguan pengecapan rasa asin disebabkan oleh penurunan ion natrium dalam saliva, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa


(63)

asin dapat disebabkan karena penurunan kadar urea setelah menjalani hemodialisis serta tidak terjadinya penurunan ion natrium dalam saliva.9,13 Untuk pengecapan rasa pahit, subjek yang mengalami gangguan adalah

sebanyak 29 orang (30,2%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 67 orang (69,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 70% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa pahit.13 Menurut Matsuo et al dan Tepper et al Kadar urea dalam saliva mempengaruhi sensitivitas pengecapan rasa pahit, semakin tinggi kadar urea dalam saliva, maka sensitivitas pengecapan rasa pahit akan berkurang, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa pahit pada penelitian ini dapat disebabkan oleh adanya penurunan kadar urea setelah menjalani hemodialisis.9

Untuk pengecapan rasa umami, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 25 orang (26%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 71 orang (74%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 57% pasien hemodialisis tidak dapat mengidentifikasi rasa umami. Menurut Manley et al dan Tomas et al, pasien GGK diinstruksikan untuk mengurangi ataupun menghindari makanan protein hewani, hal ini mungkin dapat menjelaskan alasan pasien GGK menjadi enggan untuk mengkonsumsi makanan tersebut sehingga akan terjadinya penurunan sensitivitas pengecapan rasa umami (glutamat) yang dihasilkan oleh makanan yang mengandung protein tersebut.13

Pada hasil penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis 3-60 bulan dan >60 bulan dengan sensitivitas pengecapan rasa asam, pahit, dan umami, tetapi tidak ditemukan adanya hubungan dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan asin. Hal ini sesuai dengan penelitian Postorino et al yang menemukan adanya hubungan sensitivitas pengecapan dengan lama menjalani hemodialisis. Hal ini juga


(64)

sesuai dengan penelitian Manley et al yang menemukan sensitivitas pengecapan yang berhubungan dengan lama menjalani hemodialisis adalah sensitivitas pengecapan rasa asam, pahit, dan umami. Pemeriksaan histopatologi kelenjar saliva pada pasien hemodialisis jangka panjang menemukan adanya atropi dan fibrosis pada kelenjar saliva yang merupakan salah satu faktor terjadinya gangguan sensitivitas pengecapan (dysgeusia) pada pasien hemodialisis jangka panjang.13,44

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat beberapa sumber yang menyatakan adanya hubungan antara pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan. Mekanisme terjadinya gangguan sensitivitas disebabkan oleh efek uremia pada pasien GGK dimana terjadinya penurunan fungsi kelenjar saliva yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saliva sebagai transpor bahan-bahan kimia dalam zat makanan sehingga terjadinya perubahan sensitivitas pengecapan.6,7,8 Batasan asupan cairan harus terus dipatuhi oleh pasien selama menjalani hemodialisis sehingga pasien sering mengeluh mulut kering dan nafsu makan berkurang. Pasien gagal ginjal kronis memiliki kadar ureum dan zat-zat toksik yang tinggi di dalam darah sehingga menyebabkan gangguan pengecapan.6,12,37 Konsumsi obat-obatan, terutama obat antihipertensi dapat menyebabkan depresi saraf otonom yang menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan akibat berkurangnya sekresi saliva. Pasien usia lanjut akan mengalami atropi pada kelenjar saliva sehingga dapat menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan.45


(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa asam, rasa pahit, dan rasa umami, tetapi tidak terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan rasa asin.

6.2 Saran

Penelitian ini dilakukan dengan melihat sensitivitas pengecapan dari lama menjalani hemodialisis antara 3-60 bulan dan ≥ 60 bulan, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang membandingkan sensitivitas pengecapan dari awal menjalani hemodialisis dan pada beberapa rentang waktu. Hal ini perlu dilakukan agar penurunan sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis dapat terlihat dengan jelas. Penelitian ini tidak mengidentifikasi berbagai faktor risiko yang berperan terhadap menurunnya sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis. Untuk itu disarankan adanya penelitian lanjutan yang juga menganalisis faktor risiko yang mungkin berkaitan dengan menurunnya sensitivitas pengecapan pada pasien hemodialisis. Diharapkan adanya penelitian lanjutan dengan adanya batasan usia, yaitu hanya pada subjek yang belum mengalami menopause. Diharapkan juga adanya penelitian lanjutan yang menggunakan berbagai konsentrasi larutan manis, asam, asin, pahit, dan umami untuk diuji pada pasien yang menjalani hemodialisis agar dapat terlihat jelas pada konsentrasi berapa pasien mengalami gangguan sensitivitas pengecapan.

Pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis jangka pendek maupun jangka panjang disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut


(66)

dengan menyikat gigi dan menggunakan obat kumur non-alkohol secara teratur. Hal ini dimaksudkan supaya pasien dapat mengecap secara normal agar dapat meningkatkan asupan makanan sehingga kualitas hidup pasien juga meningkat.


(1)

Lampiran V


(2)

OUTPUT PENELITIAN

Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis

kelamin

JK

61 63,5 63,5 63,5

35 36,5 36,5 100,0

96 100,0 100,0

Laki-laki Perempuan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan usia

Distribusi dan frekuensi pasien GGK yang menjalani hemodialisis berdasarkan lama

menjalani hemodialisis

Umur

9 9,4 9,4 9,4

27 28,1 28,1 37,5

60 62,5 62,5 100,0

96 100,0 100,0

< 40 Tahun 41 - 50 Tahun > 50 Tahun Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Lama

79 82,3 82,3 82,3

17 17,7 17,7 100,0

96 100,0 100,0

3 - 60 Bulan > 60 Bulan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent


(3)

Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa manis pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis

Manis

18 18,8 18,8 18,8

78 81,3 81,3 100,0

96 100,0 100,0

Tidak Merasa Merasa Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asam pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis

Asam

22 22,9 22,9 22,9

74 77,1 77,1 100,0

96 100,0 100,0

Tidak Merasa Merasa Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa asin pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis

Asin

30 31,3 31,3 31,3

66 68,8 68,8 100,0

96 100,0 100,0

Tidak Merasa Merasa Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa pahit pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis


(4)

Pahit

29 30,2 30,2 30,2

67 69,8 69,8 100,0

96 100,0 100,0

Tidak Merasa Merasa Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Distribusi dan frekuensi sensitivitas pengecapan rasa umami pada pasien GGK yang

menjalani hemodialisis

Umami

25 26,0 26,0 26,0

71 74,0 74,0 100,0

96 100,0 100,0

Tidak Merasa Merasa Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulat iv e Percent

Test

Chi-Square

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan

rasa manis

Chi-Square Tests

,662b 1 ,416 ,515 ,334

,222 1 ,638

,725 1 ,395 ,515 ,334

,515 ,334

,655c 1 ,418 ,515 ,334 ,214

96 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Computed only f or a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 3,19. b.

The standardized statistic is ,809. c.

Test

Chi-Square

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan

rasa asin


(5)

Chi-Square Tests

,573b 1 ,449 ,570 ,327

,220 1 ,639

,598 1 ,440 ,570 ,327

,570 ,327

,567c 1 ,451 ,570 ,327 ,180

96 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 5,31. b.

The standardized statistic is ,753. c.

Test

Chi-Square

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan

rasa asam

Chi-Square Tests

49,895b 1 ,000 ,000 ,000

45,503 1 ,000

43,742 1 ,000 ,000 ,000

,000 ,000

49,375c 1 ,000 ,000 ,000 ,000

96 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Computed only f or a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 3,90. b.

The standardized statistic is -7,027. c.

Test

Chi-Square

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan

rasa pahit


(6)

Chi-Square Tests

40,021b 1 ,000 ,000 ,000

36,422 1 ,000

39,367 1 ,000 ,000 ,000

,000 ,000

39,604c 1 ,000 ,000 ,000 ,000

96 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Computed only f or a 2x2 table a.

0 cells (,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 5,14. b.

The standardized statistic is -6,293. c.

Test

Chi-Square

antara lama menjalani hemodialisis dengan sensitivitas pengecapan

rasa umami

Chi-Square Tests

41,489b 1 ,000 ,000 ,000

37,657 1 ,000

37,781 1 ,000 ,000 ,000

,000 ,000

41,056c 1 ,000 ,000 ,000 ,000

96 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Point Probability

Computed only f or a 2x2 table a.

1 cells (25,0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 4,43. b.

The standardized statistic is -6,408. c.


Dokumen yang terkait

Kebutuhan Perawatan Periodontal Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

1 42 67

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 15

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 2

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 5

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

1 3 19

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 4

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 11

Kebutuhan Perawatan Periodontal Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

0 3 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronis - Kebutuhan Perawatan Periodontal Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 14

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN

0 1 14