TA : Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Karyawan Dengan Proses Hirarki Analitis.

(1)

PENERIMAAN KARYAWAN DENGAN PROSES HIRARKI ANALITIS

Oleh :

Nama : Arie Haryanto NIM : 97.41010.5023 Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAKSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Pembatasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan ... 4

1.5. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1. Sistem Pendukung Keputusan ... 6

2.2. Proses Hiraki Analitis ... 7

2.3. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 18

BAB III PERANCANGAN SISTEM ... 24

3.1. Analisis ... 24

3.2. Desain Sistem ... 38


(3)

4.1. Kebutuhan dan Konfigurasi Software ... 76

4.2. Implementasi Input dan Output ... 78

4.3. Evaluasi ... 97

BAB V PENUTUP ... 102

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN ... 105


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Otak manusia dibagi menjadi dua bagian besar yakni otak kiri dan otak kanan. Otak kiri berkaitan dengan hal–hal yang bersifat logis sedangkan otak kanan berkaitan dengan perasaan manusia. Dalam otak kanan manusia ada salah satu unsur yang sebenarnya merupakan gabungan unsur logis dan emosional, yaitu instink atau naluri.

Menurut Permadi (1992:1) proses pengambilan keputusan dalam otak manusia pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif dari sekian banyak alternatif berdasarkan jumlah kriteria dari suatu permasalahan. Dalam pengambilan keputusan, seorang manusia biasanya menggunakan kombinasi antara kerja otak kanan dengan kerja otak kiri. Jadi pengambilan keputusan bagi seorang manusia bukanlah masalah logika belaka tetapi juga disertai naluri.

Dalam perekrutan karyawan baru untuk mengisi suatu jabatan tertentu, manajer menentukan kriteria–kriteria yang harus dipenuhi oleh pelamar kerja agar dapat menduduki jabatan tersebut. Kriteria ini dibuat berdasarkan pertimbangan mengenai tugas–tugas dan tanggung jawab yang akan dibebankan kepada calon karyawan serta kualifikasi apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas–tugas itu dimana informasi tersebut dapat diperoleh dari kegiatan analisis jabatan. Tugas–tugas tersebut harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Supaya bisa efektif dan efisien, tugas–tugas itu


(5)

harus dilakukan oleh orang atau pelaksana yang tepat, yang memiliki kemampuan sesuai dengan beban tugas yang harus dilaksanakan.

Setelah menentukan kriteria dan melihat hasil penilaian pelamar dalam proses seleksi, manajer atau manajer sumber daya manusia harus menentukan siapakah dari para pelamar yang paling memenuhi kriteria untuk kemudian menerima dan mengangkatnya menjadi karyawan. Muncul persoalan ketika manajer menemukan beberapa alternatif calon karyawan yang nilai hasil seleksinya hampir sama. Misalnya ada dua orang calon karyawan yang satu mempunyai keunggulan dalam bidang A dengan nilai 80, sedangkan yang satunya lagi mempunyai keunggulan dalam bidang B juga dengan nilai 80. Yang mana yang harus dipilih dari kedua alternatif calon karyawan ini? Persoalan ini bukan satu-satunya, pertimbangan–pertimbangan lain seperti kebijakan organisasi pun harus menjadi perhatian manajer. Dalam kondisi seperti ini, bukan logika yang berperan dalam pengambilan keputusan tetapi naluri pribadi sang manajer.

Model Analytical Hierarchy Process atau dalam bahasa Indonesia Proses Hirarki Analitis (PHA) adalah model yang menggunakan hirarki fungsional sebagai peralatan utamanya. Dimana input utama dari hirarki tersebut adalah persepsi manusia. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi manusia), maka model PHA dapat mengolah juga hal–hal yang kualitatif disamping hal–hal yang kuantitatif. Oleh karena itu model PHA ini dapat dijadikan sebagai alternatif solusi untuk mengatasi masalah perekrutan karyawan baru khususnya untuk mengisi suatu jabatan tertentu.


(6)

3

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan, yaitu bagaimana sebuah sistem dapat menghasilkan output / informasi yang dapat dipergunakan sebagai pendukung keputusan dalam seleksi penerimaan karyawan baru untuk menduduki jabatan tertentu dengan menggunakan metode proses hirarki analitis.

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam tugas akhir ini terdapat beberapa batasan masalah, antara lain: a. Aplikasi ini bukan sistem informasi sumber daya manusia atau kepegawaian

sehingga tidak membahas masalah basis data karyawan secara keseluruhan. b. Aplikasi ini tidak menyediakan bahan–bahan test yang dapat digunakan

sebagai dasar penilaian terhadap calon karyawan.

c. Kriteria penilaian calon karyawan yang akan diterima adalah Intelegensi(ITL), Keahlian(KHL), Pengalaman(PGL), Usia(USI), Keadaan Fisik(KFS), Penampilan(PNL), Temperamen(TMP).

d. Alternatif dari sistem ini dibatasi hanya tiga orang kandidat untuk menduduki satu jabatan tertentu.

e. Hasil dari sistem ini memberikan masukan bagi manajemen untuk pengambilan keputusan berkaitan dengan permasalahan penerimaan karyawan.


(7)

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk membangun suatu sistem yang dapat menghasilkan output / informasi yang dapat dipergunakan sebagai pendukung keputusan dalam seleksi penerimaan karyawan baru khususnya untuk mengisi satu jabatan tertentu dengan menggunakan metode proses hirarki analitis.

1.5. Sistematika Penulisan

Di dalam penulisan tugas akhir ini secara sistematika diatur dan disusun dalam lima bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan secara umum tentang latar belakang masalah, tujuan, perumusan masalah, dan batasan masalah yang menjelaskan awal perencanaan hingga terwujudnya sistem ini, serta sistematika penulisan tugas akhir sebagai ringkasan materi dari masing-masing bab.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan konsep–konsep dan teori–teori yang mendukung perancangan dan pembuatan sistem serta pembuatan program guna menyelesaikan permasalahan sehingga dapat diperoleh hasil seperti yang diharapkan.

BAB III : PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas tentang analisis sistem, perancangan sistem yang akan dibuat dan permasalahan yang timbul pada sistem yang lama secara jelas, lengkap, mudah dipahami, dan sesuai dengan batasan masalah tugas akhir.


(8)

5

BAB IV : IMPLEMENTASI SISTEM

Bab ini membahas tentang konfigurasi sistem, implementasi dan pembahasan dari program yang telah dibuat. Pembahasan dari implementasi input dan output meliputi cara–cara pengoperasian sistem mulai dari cara pemasukan data ke komputer sampai dengan diperolehnya laporan seperti yang diinginkan.

BAB V : PENUTUP

Bab ini membahas kesimpulan secara keseluruhan dari rancang bangun sistem yang dibuat dan saran-saran yang diharapkan terhadap pengembangan dari karya yang ada serta kemungkinan–kemungkinan dilakukannya pengembangan dan perbaikan apabila masih terdapat kesalahan yang telah dilakukan.


(9)

LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Pendukung Keputusan

Sistem dapat didefinisikan menurut dua pendekatan yang berbeda. Yang pertama adalah pendekatan yang menekankan pada prosedur dan yang kedua menekankan pada komponen atau elemennya.

Menurut pendekatan prosedur FitzGerald, et al (dalam Hartono, 1999:1) mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur–prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama–sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Sedangkan pendekatan komponen mendefinisikan sistem sebagai berikut: “Sistem adalah sekelompok elemen–elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.” (McLeod, 1996:13).

Menurut Turban (1995:82) sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem yang dimaksudkan untuk menunjang pengambil keputusan manajemen pada permasalahan–permasalahan yang semi terstruktur. Sistem pendukung keputusan mempunyai sifat yang interaktif, yang artinya membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan model–model keputusan untuk memecahkan masalah–masalah yang ada. Sistem pendukung keputusan dimaksudkan sebagai alat bantu bagi pengambil keputusan, untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengambil keputusan tetapi tidak untuk menggantikan keputusan mereka.


(10)

7

Permasalahan dapat dibagi menjadi tiga yakni permasalahan yang terstruktur, tidak terstruktur dan semi terstruktur. Permasalahan terstruktur yaitu permasalahan yang dapat dipecahkan oleh solusi komputer. Sistem informasi dalam hal ini merupakan salah satu contoh solusi komputer yang dapat memecahkan masalah yang terstruktur. Sedangkan masalah yang tidak terstruktur adalah masalah dimana terdapat unsur–unsur ketidakpastian, kemungkinan dan kekaburan yang hanya dapat dipecahkan oleh solusi manajer. Masalah semi terstruktur adalah masalah yang merupakan gabungan dari masalah–masalah terstruktur dan tidak terstruktur.

Suatu sistem dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan jika mempunyai ciri–ciri yakni: membantu keputusan manajemen dalam masalah yang kurang terstruktur, gabungan antara model kualitatif dan kumpulan data, luwes terhadap perubahan–perubahan yang terjadi.

2.2. Proses Hirarki Analitis

Analytical hierarchy process atau proses hirarki analitis, yang selanjutnya disebut PHA, adalah salah satu bentuk model pengambilan keputusan yang peralatan utamanya adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam kelompok–kelompoknya dan kemudian kelompok– kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.

Suatu proses pengambilan keputusan pada dasarnya merupakan perpaduan antara unsur yang sifatnya logis dan unsur yang sifatnya emosional. Model–model pengambilan keputusan yang banyak diciptakan manusia sebenarnya merupakan usaha utnuk menyederhanakan masalah dan


(11)

mempermudah manusia dari sisi logis. Para pembuat model ini tampaknya lupa bahwa unsur emosional tidak dimasukkan dalam model bisa saja menciptakan sebuah keputusan yang jauh lebih akurat.

Menurut Permadi (1992: 5) perbedaan dari model PHA dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Model–model yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder. Sedangkan model PHA memakai persepsi manusia yang dianggap ‘ekspert‘ sebagai input utamanya. Kriteria ‘ekspert’ di sini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif, maka model ini dapat mengolah juga hal–hal kualitatif disamping hal–hal yang kuantitatif. Jadi bisa dikatakan bahwa model PHA adalah suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif, memperhitungkan hal–hal kuantitatif dan kualitatif sekaligus.

2.2.1. Persepsi

Persepsi menurut Robbins (dalam Nara, 2002) adalah suatu proses dimana individu–individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Riset secara berkala menunjukkan bahwa individu yang berbeda mungkin memandang pada satu benda yang sama, tetapi mempersepsikannya secara berbeda. Bagaimana segala sesuatu tersebut dapat mempengaruhi persepsi seseorang, maka nantinya juga akan mempengaruhi perilaku yang akan dipilihnya. Kenyataan menunjukkan bahwa


(12)

9

tidak ada seorang pun yang dapat memandang secara realistis. Setiap orang menafsirkan apa yang dilihatnya dan menyebutkan hal itu realita.

2.2.2. Skala persepsi manusia

Ketika seseorang hendak membuat perbandingan, misalnya untuk dua alternatif dengan berdasarkan suatu kriteria, ia akan mengidentifikasi yang satu lebih dari yang lainnya meskipun ia tidak menggunakan alat bantu untuk mengukurnya dengan besaran. Secara umum, dapat dikatakan bahwa otak manusia cenderung membentuk rasio atau perbandingan relatif antara dua hal yang dibandingkan dan bukan mencari perbedaan absolut antara keduanya karena perbedaan tersebut harus dinyatakan dalam suatu skala standar atau besaran yang informasinya tak dapat dihasilkan otak manusia.

Berdasarkan kondisi di atas, maka jelas bahwa membandingkan dua hal merupakan proses perhitungan paling mudah yang mampu dilakukan manusia dan keakuratannya bisa dipertanggungjawabkan. Dalam kondisi seseorang harus memilih antara dua elemen, misalnya w1 dan w2 dengan dasar suatu kriteria maka

otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio antara w1 dan w2 atau

w1/w2.

Menurut Permadi (1992:7), karena otak manusia ada batasnya, maka skala rasio itu juga harus mempunyai batas tertentu yang tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Dalam model PHA digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup mewakili persepsi manusia.

Ada beberapa alasan yang digunakan sebagai dasar mengapa digunakan suatu standar dalam skala tersebut. Pertama, perbedaan hal-hal yang kualitatif


(13)

akan mempunyai arti dan dapat dijamin keakuratannya apabila dibandingkan dalam besaran yang sama dan jelas.

Alasan kedua adalah bahwa secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal–hal kualitatif dalam lima istilah yaitu sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut. Dengan mendasarkan pada kelima istilah tersebut dan kompromi antara istilah–istilah tersebut maka secara keseluruhan dibutuhkan sembilan nilai yang berurutan untuk menyatakan persepsi manusia secara jelas dan tepat. Kesimpulan ini diperkuat lagi dengan pendapat yang menyatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu permasalahan kualitatif secara garis besar terbagi tiga: menerima, sama saja (indifferen) dan menolak. Setiap klasifikasi tersebut kemudian dibagi tiga lagi untuk menentukan klasifikasi yang lebih jelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dua orang yang dihadapkan dengan suatu permasalahan, mungkin akan memberikan reaksi menolak, tetapi belum tentu derajat penolakannya sama. Yang satu mungkin menolak keras (tinggi) sedangkan yang satunya lagi menolak biasa saja (sedang) sehingga kita tahu persis bagaimana persepsi masing–masing orang dalam menghadapi masalah. Dengan dasar tiga klasifikasi utama yang dipecah masing–masing menjadi tiga subklasifikasi. Dengan dasar tiga klasifikasi utama yang dipecah masing–masing menjadi tiga subklasifikasi maka secara keseluruhan jelas ada sembilan tingkat persepsi manusia.

Alasan ketiga didasarkan atas suatu penelitian psikologi yang dilakukan G.A. Miller, pada tahun 1956 yang menyimpulkan bahwa manusia tidak dapat secara simultan membandingkan lebih dari tujuh obyek (tambah atau kurang dua). Pada kondisi tersebut, manusia akan mulai kehilangan konsistensinya dalam


(14)

11

melakukan perbandingan dan bahkan cenderung menjadi bingung. Untuk manusia yang tergolong luar biasa, paling banyak ia dapat melakukan perbandingan sembilan elemen secara konsisten. Lebih dari itu, hampir tidak mungkin. Sedangkan orang biasa kebanyakan mampu membandingkan paling sedikit lima elemen secara konsisten.

2.2.3. Determinan

Determinan muncul berkaitan dengan persamaan linear. Penyelesaian dari suatu persamaan linear tidak beraturan jika diselesaikan dengan cara biasa. Tetapi dengan menggunakan determinan penyelesaiannya menjadi relatif sederhana. Menurut Anton (2000:114) suatu determinan dari sebuah matriks adalah jumlah semua hasil kali dasar bertanda dari matriks tersebut. Sebagai contoh :

Misal terdapat matriks A dengan ordo 2 yang mempunyai 4 elemen yaitu a11, a12,

a21, dan a22.

maka : det A = |A| = a11.a22 – a21.a12

2.2.4. Eigenvector dan Eigenvalue

Apabila seseorang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan antara elemen–elemen yang berada dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui elemen mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks ‘pairwise comparison’ (matriks

   

  =

22 21

12 11

a a

a a A


(15)

perbandingan). Bentuk matriks ini adalah simetris atau biasa disebut matriks bujursangkar. Apabila ada tiga elemen yang dibandingkan dalam satu level maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 X 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai dalam model PHA adalah elemen diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah 1 karena yang dibandingkan adalah dua elemen yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk akan bersifat matriks resiprokal dimana apabila elemen A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan elemen B maka dengan sendirinya elemen B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan elemen A. Dengan dasar kondisi–kondisi di atas dan skala standar input PHA dari 1 sampai 9, maka dalam matriks perbandingan tersebut angka terendah yang mungkin terjadi adalah 1/9, sedangkan angka tertinggi yang mungkin terjadi adalah 9.

Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok elemen selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap elemen tersebut dengan dasar persepsi seorang ekspert yang telah dimasukkan dalam matriks tersebut. Hasil akhir dari penghitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan di bawah 1 (misalnya 0,01 sampai 0,99) dengan total prioritas untuk elemen–elemen dalam satu kelompok sama dengan 1.

Menurut Permadi (1992:10) eigenvector adalah salah satu cara yang dapat dipakai untuk mengukur bobot prioritas suatu matriks dimana cara ini menggunakan operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor. Eigenvector adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter


(16)

13

yang tidak lain adalah eigenvalue. Apabila eigenvector tersebut kita beri simbol w, eigenvalue, dan matriks bujursangkar A, bentuk persamaannya adalah:

A.w = λ.w ... (1) Penyelesaian dengan metode eigenvector dan eigenvalue adalah sebagai berikut:

A.w – λ.w = 0 ... (2) ( A – I λ ).w = 0 ... (3) penambahan I pada persamaan (3) dilakukan untuk mempermudah solusi matematis tanpa mengubah bentuk dari persamaan (2). Sifat perkalian dengan I (matriks identitas) dari sebuah matriks sama dengan perkalian dengan 1 pada bilangan biasa.

Sebagai contoh: Diketahui sebuah matriks perbandingan 2 X 2

Untuk mencari bobot prioritas elemen I dan elemen II, maka matriks tersebut diaplikasikan pada persamaan (3) sehingga menjadi:

Dalam kondisi seperti di atas dimana terjadi perkalian dua buah unsur yang menghasilkan 0, maka hanya boleh ada satu unsur yang mempunyai nilai 0. Dari persamaan di atas tersebut maka vektor kolom w yang terdiri dari w1 dan w2

tidak boleh mempunyai nilai 0 karena vektor itulah yang hendak ditentukan

      = 1 1/3 3 1 II I II I A       =       ⋅       − − 0 0 1 3 / 1 3 1 2 1 w w λ λ


(17)

berapa besarnya dan tidak mungkin mengandung nilai 0. Karenanya, matriks di sebelah kiri vektor w lah yang harus mempunyai nilai 0.

Sebuah matriks dapat dianggap mempunyai nilai 0 apabila matriks tersebut ‘linearly dependant’ dengan nilai determinan sama dengan 0 sehingga matriks inversinya tidak bisa didefinisikan. Dengan dasar tersebut, maka dapat dicari eigenvaluenya dengan cara:

sehingga : (1 – λ )2 – 3.1/3 = 0

1 – 2λ + λ2

– 1 = 0 akhirnya : (λ – 2) λ = 0

sehingga didapatkan dua nilai λ1 = 2; λ2 = 0

Di antara kedua nilai ini diambil hanya satu yaitu eigenvalue maksimal, karena eigenvalue maksimal akan mengurangi tingkat inkonsistensi matriks sampai seminimum mungkin.

Dengan mengambil nilai yang terbesar yaitu 2, maka bentuk persamaan matriksnya menjadi:

atau – w1 + 3w2 = 0

1/3w1 – w2 = 0

      =       − − 0 0 1 3 / 1 3 1 λ λ       =       ⋅       − − 0 0 1 3 / 1 3 1 2 1 w w


(18)

15

Karena bentuk matriksnya ‘linearly dependant’, maka kita dapat mencari nilai w1 dan w2 dengan eliminasi atau substitusi biasa. Cara yang dipakai adalah normalisasi dimana dari kedua persamaan di atas didapatkan hubungan w1 dan w2

dalam bentuk: w1 = 3w2. Proses normalisasi di sini mempunyai tujuan agar total

bobot prioritas sama dengan 1. Pada tahap ini, proses normalisasi n ditunjukkan dengan definisi:

1

1

2 =

= n

i i

w ... (4)

Dengan memakai prinsip normalisasi tersebut, maka: w12 + w22 = 1

9w2 2

+ w2 2

= 1 10w22 = 1

w22 = 0,1

w2 = 0,32

Karena w1 = 3w2, maka w1 = 0,96. Apabila kita jumlahkan w1 dengan w2 maka

jumlahnya akan melebihi 1, yang berarti tidak sesuai dengan prinsip total bobot prioritas. Karena itu perlu dilakukan normalisasi dengan pengertian yang berbeda dengan normalisasi yang baru saja dibicarakan di atas. Normalisasi di sini hanyalah sebuah usaha untuk membuat jumlah total sama dengan 1. Dengan prinsip tersebut, maka nilai w1 dan w2 tersebut masing–masing dibagi dengan

total w1 dan w2 yaitu 1,28. Maka didapatkan hasil akhir berupa w1 = 0,75 dan w2

= 0,25. Kondisi ini sesuai dengan prinsip total bobot prioritas.


(19)

Pada masalah–masalah praktis, matriks A seringkali begitu besar. Untuk menghitung persamaan karakteristik dari suatu matriks yang besar akan memakan waktu yang lama sehingga tidaklah praktis. Maka dari itu, untuk memperoleh eigenvalue digunakan berbagai metode hampiran (aprroximation) (Larson, URL : college.hmco.com/mathematics/larson/elementary_linear/4e/shared/downloads/c1 0s3.pdf).

Power Method adalah suatu metode iteratif yang dapat digunakan untuk menentukan hampiran dari suatu matriks dengan menetukan hampiran eigenvektor–nya lebih dahulu.

2.2.6. Konsistensi

Menurut Permadi (1992:14) konsistensi mempunyai pengertian sebagai jenis pengukuran yang tak dapat terjadi begitu saja atau mempunyai sarat tertentu.

Salah satu asumsi utama model PHA yang membedakannya dengan model–model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dasar dari teori utilitas manusia berangkat dari konsep ‘transitivity’ dimana konsistensi 100% merupakan syarat mutlak. Apabila suatu barang A lebih disukai daripada barang B dan barang B tersebut lebih disukai dari barang C, maka sudah pasti barang A lebih disukai dari barang C. Atau lebih tegas lagi, apabila A lebih kuat dari B tiga kali dan B lebih kuat dari C dua kali, maka A harus lebih kuat dari C enam kali. Konsep ini menjadi dasar dari banyak ilmu yang berkembang di dunia.

Pada kenyataannya, prinsip ‘transitivity’ tidak dapat berlangsung sepenuhnya pada praktek kehidupan sehari–hari. Ketidakkonsistenan itu kerap muncul terutama dalam kejadian–kejadian yang bersifat tidak eksak atau yang


(20)

17

tidak banyak berdasarkan pada suatu logika. Karena keputusan manusia sebagian didasari logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur–unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman, intuisi maka sudah sepantasnyalah kalau suatu model pengambilan keputusan tidak menuntut syarat konsistensi 100% secara mutlak.

Dalam model PHA yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya, maka ketidakkonsistenan itu mungkin terjadi karena manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak elemen. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa ia harus berpikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Persepsi yang 100% konsisten belum tentu memberikan hasil yang optimal atau benar dan sebaliknya persepsi yang tidak konsisten penuh mungkin memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya atau yang terbaik.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks sendiri didasarkan atas suatu eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Adapun rumus indeks konsistensi adalah:

IK = ( λmaks – n) / (n – 1) ... (5)

Menurut Permadi (1992:17) batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya menurut beberapa eksperimen dan pengalaman tingkat inkonsistensi sebesar 10% ke bawah adalah tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima. Lebih dari itu harus ada revisi penilaian


(21)

karena tingkat inkonsistensi yang terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan.

2.3. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen menurut Follet (dalam Handoko, 2001:3) adalah seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa pencapaian tujuan organisasi dilakukan melalui pengaturan orang–orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan. Orang yang melakukan pengaturan orang–orang lain untuk mencapai tujuan organisasi ini disebut manajer.

Robbin dan Coulter (dalam Nara, 2002) mendefinisikan manajemen dengan mengatakan bahwa manajemen mengacu kepada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan–kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang, sebab manusia sendiri yang mengendalikan yang lain. Manusia itu memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber daya yang lain. Manusia memiliki perasaan, pikiran, bisa malas, bisa rewel, tidak seperti sumber daya lainnya yang dapat diatur sesuka hati pengaturnya. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi, sumber daya manusia itu harus dikelola dengan baik.

Dalam bidang ilmu manajemen dikenal empat fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Dengan menggabungkan fungsi manajemen diatas dengan fungsi–fungsi operasional


(22)

19

Flippo (1984:5) mendefinisikan manajemen personalia atau sumber daya manusia sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.

Menurut Hariandja (2002:3) manajemen sumber daya manusia adalah keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktifitas, policy, dan program yang bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektifitas organisasi dengan cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Ada macam–macam pendekatan dalam manajemen sumber daya manusia. Salah satu diantaranya memandang manajemen sumber daya manusia sebagai suatu sistem. Sebagai suatu sistem manajemen sumber daya manusia adalah suatu subsistem dari sistem yang lebih besar yakni organisasi. Oleh karena manajemen sumber daya manusia adalah suatu subsistem dari sistem yang lebih besar, maka manajemen sumber daya manusia itu merupakan suatu sistem yang terbuka.

Suatu sistem terbuka keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu keseluruhan faktor dari luar yang dapat mempengaruhi hidup matinya sebuah sistem., dan senantiasa menerima masukan–masukan dari luar untuk kemudian mengubah masukan tersebut menjadi sesuatu yang dibutuhkan oleh lingkungan. Sistem ini juga menerima umpan balik yang menginformasikan sejauh mana sistem mampu berjalan dengan baik.


(23)

Dalam manajemen sumber daya manusia tantangan–tantangan lingkungan seperti teknologi, peraturan pemerintah, kondisi sosial–budaya, perubahan–perubahan pasar tenaga kerja, kondisi perekonomian, dan sebagainya; dan karakteristik manusia seperti kemampuannya, pendidikannya, dan lain–lain merupakan masukan bagi manajemen sumber daya manusia. Proses mengubah masukan–masukan tersebut menjadi suatu keluaran yang dibutuhkan oleh lingkungan dilakukan melalui perekrutan, seleksi, pengembangan, dan sebagainya. Keluarannya berupa pegawai yang produktif yang dibutuhkan oleh organisasi. Selanjutnya umpan balik adalah informasi–informasi tentang sejauh mana sumber daya manusia dapat memenuhi apa yang diharapkan.

2.3.1. Analisis Jabatan

Menurut William B. Werther yang diterjemahkan secara bebas oleh Hariandja (2002:48) analisis jabatan adalah pengumpulan, penilaian, dan penyusunan informasi secara sistematis mengenai tugas–tugas dalam organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa analisis jabatan adalah usaha untuk mencari tahu tentang jabatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan tugas–tugas yang dilakukan dalam jabatan tersebut. Jabatan selalu melekat dengan orang yang melakukannya, juga dengan persyaratan yang diperlukan untuk melakukan tugas tersebut dan kondisi lingkungan di mana pekerjaan tersebut dilakukan.

Data yang dikumpulkan secara lebih rinci meliputi tugas–tugas (duties), tanggung jawab (responsibility), kemampuan manusia (human ability), dan standar unjuk kerja (performance standard). Tugas–tugas mengacu pada berbagai aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu jabatan. Tanggung jawab mengacu pada output keseluruhan pekerjaan atau kegiatan yang


(24)

21

harus dilakukan dalam rangka suatu pekerjaan. Kemampuan yang dibutuhkan mengacu pada spesifikasi keahlian yang dibutuhkan. Sedangkan standar unjuk kerja mengacu pada standar kerja yang dapat dipakai untuk mengevaluasi kinerja. 2.3.2. Perekrutan

Menurut Hariandja (2002:96) perekrutan adalah proses penarikan sejumlah calon yang berpotensi untuk diseleksi menjadi pegawai. Dapat dikatakan bahwa proses seleksi adalah sebagai upaya pencarian sejumlah calon karyawan yang memenuhi syarat dalam jumlah tertentu sehingga dari mereka perusahaan dapat menyeleksi orang yang paling tepat untuk mengisi lowongan kerja yang ada.

Menurut Handoko (2001:69) perekrutan/penarikan (recruitment) adalah proses pencarian calon karyawan (pelamar) yang mampu untuk melamar sebagai karyawan. Proses ini dimulai ketika para pelamar dicari dan berakhir bila lamaran–lamaran (aplikasi) dari para pelamar diserahkan.

Sasaran akhir dan keberhasilan suatu proses penarikan diukur dengan didapatkannya calon yang sangat baik, dan kegagalan perekrutan berarti tidak didapatkannya calon yang paling berpotensi. Berapa jumlah pelamar yang didapat sehingga dikatakan proses itu berhasil adalah relatif. Namun akan lebih baik jika jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan jabatan yang kosong, karena bilamana semakin banyak berarti dapat dilakukan seleksi yang teliti.

Perencanaan Sumbedaya

Manusia

Permintaan– permintaan khusus

dari para manajer

Lowongan pekerjaan yang

ada

Analisis informasi

jabatan

Pendapat Manajer

Metode– metode penarikan

Pelamar – pelamar yang


(25)

Gambar 2.1. Proses Perekrutan 2.3.3. Seleksi Penerimaan Karyawan

Menurut Hariandja (2002:125) seleksi adalah proses untuk memutuskan pegawai dari sekumpulan calon pegawai yang didapat melalui proses perekrutan, baik perekrutan internal maupun eksternal. Seleksi tidak hanya berarti memilih pegawai yang tepat dilihat dari sudut pandang organisasi, tetapi juga dari sudut pegawai yang memilih organisasi yang sesuai dengan keinginannya. Hal ini penting sebab unjuk kerja seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki, tetapi juga sikapnya terhadap organisasi, dalam pengertian keyakinannya bahwa organisasi yang dimasuki akan dapat mewujudkan harapan– harapannya yang mengakibatkan dia senang bekerja di organisasi tersebut.

Proses seleksi disusun dengan memperhatikan persyaratan–persyaratan jabatan yang telah ditetapkan. Dalam suatu proses seleksi para pelamar harus melalui serangkaian tahapan. Menurut Handoko (2001:88) prosedur–prosedur seleksi digunakan untuk membandingkan pelamar dengan spesifikasi jabatan. Langkah–langkah dalam prosedur seleksi tersebut walaupun berbeda–beda dari satu perusahaan dengan lainnya, tetapi secara umum untuk para pelamar yang berasal dari sumber eksternal langkah tersebut terdiri dari tujuh langkah seperti pada Gambar 2.2.


(26)

23

Gambar 2.2. Langkah–langkah Seleksi Penerimaan Karyawan

2.3.4. Kualifikasi

Menurut Drs. Manullang yang dikutip oleh Martoyo (2000:51), pada umumnya terdapat beberapa kualifikasi yang mendasari proses seleksi. Kualifikasi tersebut antara lain adalah:

a. Keahlian b. Pengalaman c. Umur

d. Jenis kelamin e. Pendidikan f. Keadaan fisik g. Tampang h. Bakat

i. Temperamen

1 Penerimaan Pendahuluan

pelamar

2 Tes Penerimaan

3 Wawancara

Seleksi

4 Pemeriksaan

Referensi 5

Tes Kesehatan 6

Wawancara atasan langsung

7 Keputusan penerimaan


(27)

(28)

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

Dalam bab ini akan diuraikan tentang perancangan sistem yang akan dilakukan. Sebelum dilakukan perancangan suatu sistem yang baru terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap sistem yang selama ini dilaksanakan.

3.1. Analisis 3.1.1. Identifikasi

Dalam tahap analisis ini, langkah pertama yang dilakukan adalah identifikasi permasalahan yang dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan pengumpulan data untuk menggali informasi mengenai sistem perekrutan karyawan baru di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam sistem perekrutan karyawan yang selama ini dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur.

Akibat dari sistem manajemen kekeluargaan yang sejak dahulu diterapkan oleh PT. PLN (Persero) dalam segala bidang, maka sistem penerimaan karyawan baru juga menggunakan cara–cara kekeluargaan yang sarat terhadap nepotisme. Dahulu seorang yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan skill yang memadai, asalkan ia mempunyai saudara atau kenalan di PLN, maka ia pasti bisa diterima menjadi karyawan PLN. Akibatnya jumlah karyawan PLN semakin besar, tetapi pekerjaan yang dikerjakan tetap.


(29)

Seiring dengan perkembangan ekonomi di Indonesia, maka pihak PT. PLN (Persero) ingin memperbaiki diri. Sistem manajemen kekeluargaan yang meliputi hampir seluruh manajemen PT. PLN (Persero) sedikit demi sedikit mulai dihilangkan. Demikian juga dengan sistem perekrutan karyawan.

Jumlah karyawan yang dimiliki PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur saat ini adalah 3950 orang (sumber: SIPEG akhir Oktober 2003) yang tersebar dalam berbagai unit. Ditinjau dari segi pendidikan, karyawan yang berpendidikan SLTA adalah karyawan terbesar yaitu 2651 orang atau 65,46% dari total karyawan. Kemudian jumlah terbesar kedua adalah dengan pendidikan SLTP yaitu 554 atau 13,68%. Sedangkan terbanyak ketiga adalah dengan pendidikan S1 (Sarjana) dengan jumlah 502 orang atau 12,4%. Karyawan yang berpendidikan S2 hanya berjumlah 29 orang atau 0,72%. Jumlah sisanya terbagi dalam beberapa tingkat pendidikan yaitu SD, SLTP, Diploma 1, dan Diploma 2.

14%

67% 13%

1% 5%

SLTP SLTA S1 S2 Lainnya

Gambar 3.1. Grafik Prosentase Jumlah Karyawan Menurut Pendidikan

Dari segi usia, karyawan yang berusia di bawah 30 tahun sangat sedikit, yaitu hanya 67 orang atau 1,7%. Sedangkan karyawan yang berumur 31 – 40


(30)

26

tahun berjumlah 1024 orang atau 25,92%. Populasi terbesar adalah karyawan dengan usia 41 – 50 tahun yaitu berjumlah 2135 orang atau 54,05%. Sisanya sebanyak 1091 orang atau 27,62% adalah karyawan yang berusia di atas 50 tahun.

2% 11%

15%

27% 27%

18%

<=30 31-35 36-40 41-45 46-50 >50

Gambar 3.2. Grafik Prosentase Jumlah Karyawan Menurut Usia

Ditinjau dari sisi gender, maka karyawan laki–laki lebih dominan dibandingkan karyawan perempuan. Jumlah karyawan laki–laki ada 3398 orang atau 86,03%. Sedangkan karyawan perempuan berjumlah 552 orang atau 13,97%. Sebagian besar dari karyawan laki–laki tersebut adalah pekerja lapangan yaitu sebagai tenaga perawatan dan perbaikan jaringan.

Untuk menggolongkan karyawan menurut tingkat pendidikan serta untuk mengukur kinerjanya, PT. PLN (Persero) menggunakan sistem peringkat. Sistem peringkat ini menggunakan skala angka 0 (nol) sampai dengan 26 (dua puluh enam). Peringkat tertinggi adalah 0 sedangkan yang terendah adalah 26.

Setiap tahunnya PT. PLN menilai semua karyawannya dengan sistem penilaian menggunakan huruf A, B, dan C. Nilai yang terbaik, sedang, dan kurang berturut–turut adalah nilai C, B, A. Setiap karyawan dinilai oleh atasannya


(31)

masing–masing. Bagi seorang karyawan, jika ingin menaikkan peringkatnya, maka ia selama empat tahun berturut–turut harus mengumpulkan nilai C. Jika ia hanya mampu mengumpulkan nilai B berturut–turut, maka ia akan naik peringkatnya dalam lima tahun. Jika nilainya A, maka ia akan naik peringkat dalam enam tahun.

Atas dasar pemeringkatan inilah, maka seorang karyawan dapat dipromosikan, dimutasikan, dan sebagainya. Seorang yang dimutasikan, jika ia mempunyai jabatan struktural, maka posisinya pasti akan digantikan oleh karyawan lain. Tetapi jika seorang karyawan biasa, kemudian ia mendapatkan promosi dan mutasi, atau ia meninggal dunia atau pensiun maka posisinya belum tentu digantikan oleh karyawan lain. Tergantung apakah bagian yang ditinggalkannya masih memiliki cukup tenaga kerja atau tidak. Apabila di bagian tersebut memiliki cukup tenaga kerja, maka bisa saja posisi yang kosong tersebut digantikan atau dirangkap oleh orang lain dalam bagian tersebut. Jika ternyata terdapat kekurangan tenaga kerja, maka menjadi tanggung jawab supervisor bagian yang bersangkutan untuk meminta tambahan tenaga kerja kepada Assisten Manajer Sumber Daya Manusia.

Setelah menerima permohonan penambahan tenaga kerja, maka Assisten Manajer Sumber Daya Manusia akan mencarikan tenaga kerja di area tersebut. Tenaga kerja dicari dari bagian–bagian yang memiliki kelebihan tenaga kerja, dan disesuaikan dengan spesifikasi yang diinginkan pada bagian yang kekurangan tenaga tersebut. Jika ternyata pada area yang bersangkutan tidak terdapat tenaga kerja yang diinginkan, maka manajer (kepala cabang) akan meneruskan


(32)

28

permintaan tenaga kerja tersebut ke Distribusi. Alur permintaan tenaga kerja yang ada di PT. PLN (Persero) dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Alur Permintaan Tenaga Kerja

Sebagai contoh, pada bagian Sumber Daya Manusia seksi Kepegawaian di Area Pelayanan Surabaya Utara, ada seorang karyawan yang sudah memasuki masa pensiun. Supervisor seksi Kepegawaian melihat bahwa di bawah tanggung jawabnya terjadi kekurangan tenaga kerja setelah seorang karyawannya pensiun. Maka ia meminta tenaga kerja baru dengan melampirkan juga spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan kepada Assisten Manajer Sumber Daya Manusia. Misalnya untuk menggantikan seorang Juru Utama I yang pensiun, maka dibuat matriks seperti di bawah ini:

Tabel. 3.1. Kualifikasi Karyawan

No. Baik Cukup Kurang

Pendidikan SMA

Kedisiplinan *

Ketelitian *

Kecerdasan *

Kejujuran *

Ketekunan *

Ketaatan *

Supervisor

Seksi Assisten Manajer Ass. Man SDM

Manajer Distribusi


(33)

Jika ternyata dari karyawan yang saat ini dimiliki oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur tidak ada yang memenuhi kriteria yang diminta, maka perlu diadakan perekrutan karyawan baru. Yang berhak untuk mengadakan perekrutan karyawan baru adalah PT. PLN (Persero) Distribusi dan Pusat (Jakarta). Sedangkan area pelayanan tidak dapat melakukan perekrutan karyawan baru. Dengan kata lain perekrutan yang dilakukan selama ini terpusat.

Sistem perekrutan yang terpusat ini dilakukan oleh PT. PLN (Persero) untuk menghindari terjadinya praktek–praktek nepotisme seperti yang terjadi di masa lalu. Dengan sistem yang terpusat, maka perekrutan akan lebih mudah diawasi, sehingga kemungkinan praktek nepotisme menjadi semakin kecil.

Untuk mengisi kekosongan tenaga kerja inilah pihak PT. PLN (Persero) mengadakan perekrutan karyawan baru. Dari wawancara yang dilakukan terhadap pihak–pihak yang berkompeten, dapat diketahui bahwa proses penerimaan karyawan baru PT. PLN (Persero) ada dua macam. Jenis pertama adalah perekrutan karyawan baru PT. PLN untuk tenaga kerja dengan pendidikan Sarjana (S1) dan Diploma (D3). Sedangkan yang kedua adalah perekrutan untuk tenaga kerja dengan pendidikan SLTA atau sederajat.

Untuk perekrutan karyawan dengan pendidikan Sarjana (S1) dan Diploma (D3), kegiatan perekrutan dan penyeleksian dikoordinasi oleh PT. PLN pusat (Jakarta). PLN di masing–masing daerah memberikan masukan berupa nama perguruan tinggi–perguruan tinggi yang dinilai mempunyai kualitas lulusan yang baik. Kemudian pihak PLN mendatangi masing–masing perguruan tinggi yang direkomendasikan tadi untuk mencari tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi yang ada.


(34)

30

Untuk tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SLTA atau sederajat, proses rekrutmen karyawan baru dilakukan oleh sebuah tim kecil yang terdiri dari beberapa orang dari berbagai departemen. Adapun prosedur perekrutan itu sendiri adalah sebagai berikut:

1. Pihak PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur mengumumkan adanya lowongan pekerjaan di perusahaannya melalui media massa.

2. Surat lamaran kerja beserta data–data pelamar yang masuk di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur diseleksi administrasi dimana dalam seleksi ini dilihat apakah pelamar kerja telah memenuhi kualifikasi dasar.

3. Dari para pelamar kerja yang telah lolos seleksi administrasi tersebut, akan dilakukan beberapa ujian antara lain: test akademis, psikotest, wawancara, dan test kesehatan.

4. Sistem seleksi yang dilakukan adalah menggunakan sistem gugur. Dalam sistem gugur ini, siapa saja yang tidak memenuhi nilai minimum yang ditetapkan oleh pihak PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur akan dianggap gugur.

5. Setelah diseleksi, maka para pelamar kerja yang lolos tersebut wajib mengikuti pendidikan, dan setelah mengikuti pendidikan mereka akan ditempatkan di berbagai area di lingkungan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur.

Gambar 3.4 di bawah ini merupakan sistem flow perekrutan karyawan baru di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur seperti yang telah dijelaskan di atas.


(35)

TEAM REKRUTMEN PELAMAR KERJA

LAMARAN

PEKERJAAN ADMINISTRASISELEKSI

LOLOS ?

SURAT PANGGILAN

TEST YA SURAT

PANGGILAN TEST

TES

AKADEMIS NILAI

PSIKOTES NILAI

WAWANCARA NILAI

TES KESEHATAN NILAI

ADMINISTRASI PERSONALIA

NILAI

LAMARAN PEKERJAAN LOLOS ?

YA

LOLOS ?

YA

LOLOS ?

YA

LOLOS ? YA PENDIDIKAN

PENEMPATAN

SELESAI TIDAK


(36)

32

Data–data para pelamar kerja baik yang lolos seleksi, maupun yang gagal, tetap disimpan oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dalam hal ini Departemen SDM dan Organisasi untuk dikelola lebih lanjut. Tetapi untuk yang telah lolos seleksi, datanya selain disimpan di kantor Distribusi Jawa Timur, juga dikirimkan ke masing–masing kantor area tempat karyawan baru tersebut ditempatkan.

3.1.2. Hasil Analisis

Setelah dilakukan identifikasi terhadap sistem yang berjalan saat ini, maka dapat ditemukan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Permintaan akan tenaga kerja yang terjadi di dalam suatu area tertentu, jika tidak dapat dipenuhi sendiri oleh area yang bersangkutan maka harus menunggu proses dari Distribusi. Hal ini mengakibatkan pemenuhan kebutuhan akan tenaga kerja yang seharusnya segera dipenuhi menjadi semakin lama, karena hanya PLN Distribusi saja yang berhak untuk melakukan perekrutan karyawan baru.

2. Proses perekrutan karyawan baru di PLN Distribusi paling tinggi untuk pendidikan setingkat SLTA. Jika dikehendaki tenaga kerja dengan pendidikan di atas SLTA, maka proses akan lebih panjang, karena harus meneruskannya ke Jakarta dan dikoordinasi sendiri oleh Jakarta.

3. Dengan sistem perekrutan karyawan yang sekarang diterapkan oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur, maka dapat memberikan dua kemungkinan hasil, yaitu:


(37)

a. Jumlah tenaga kerja baru yang diperoleh setelah seleksi banyak, karena jumlah pelamar banyak dan dari sekian jumlah pelamar tersebut yang memenuhi kriteria pun juga banyak.

b. Jumlah tenaga kerja yang diperoleh setelah seleksi sedikit, karena jumlah pelamar sedikit, sehingga pelamar yang memenuhi kriteria sedikit. 4. Jika pada tahap akhir diperoleh pelamar kerja dalam jumlah yang besar, maka

harus dilakukan seleksi lagi oleh pihak manajemen dimana seleksi ini menggunakan ukuran subyektifitas dari manajer. Oleh karena itu manajemen seringkali kesulitan jika harus menjelaskan dasar daripada penerimaan karyawan tersebut. Selain itu proses seleksi yang panjang seperti ini tidak efisien apabila ditinjau dari sisi biaya yang harus dikeluarkan.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, diperlukan perubahan–perubahan yang harus dilakukan oleh PT. PLN (Persero) khususunya Distribusi Jawa Timur. Diantaranya adalah dengan mengadakan desentralisasi perekrutan yang selama ini dilakukan terpusat di Distribusi menjadi di masing–masing area dapat melakukan perekrutan karyawan.

Kekhawatiran akan praktek nepotisme di area, dapat diatasi dengan sistem informasi yang baik. Setiap pelamar kerja yang melamar dicatat di dalam suatu database yang dapat diakses oleh kantor pusat. Database ini dapat diakses oleh manajemen di pusat sehingga semua informasi mengenai calon tenaga kerja dapat dibaca. Dengan demikian pengawasan terhadap proses perekrutan karyawan baru tetap dapat dilakukan.

Selain itu dapat juga dibuat suatu sistem pendukung keputusan penerimaan karyawan yang dapat membantu manajer khususnya Assisten Manajer


(38)

34

SDM di masing–masing area untuk mengambil keputusan penerimaan karyawan baru. Selain itu dengan sistem pendukung keputusan ini, maka setiap keputusan penerimaan seorang karyawan dapat ditelusuri kebenarannya, karena setiap dasar penilaiannya disimpan di dalam suatu database.

Sistem Pendukung Keputusan itu sendiri selain harus menggunakan suatu parameter yang dapat diukur (kuantitatif) dalam setiap penentuan keputusannya, juga harus mampu mengakomodasikan kepentingan dan penilaian subyektif manajer (kualitatif). Oleh karena itu perlu dipilih suatu metode yang tepat untuk diterapkan dalam sistem tersebut. Proses Hirarki Analitis dipilih karena ia dapat mengolah hal–hal yang sifatnya kualitatif disamping hal–hal yang kuantitatif.

Metode PHA menggunakan matriks untuk menghitung bobot prioritas global, yaitu suatu besaran yang dipakai sebagai dasar bagi user untuk mengambil suatu keputusan. Dasar perhitungan prioritas global adalah bobot prioritas kriteria dan bobot prioritas alternatif yang dimasukkan user ke dalam sistem. Kemudian bobot prioritas kriteria dan bobot prioritas alternatif yang dimasukkan oleh user ke dalam sistem tersebut sebelum dihitung prioritas globalnya, terlebih dahulu harus diperiksa indeks konsistensinya. Semua perhitungan di atas menggunakan suatu metode yang disebut eigenvectordan eigenvalue.

Sistem ini menggunakan 7 (tujuh) kriteria dan 3 (tiga) alternatif untuk melakukan perhitungan prioritas global. Untuk itu disusun matriks bujursangkar berukuran 7 X 7 yang digunakan sebagai perbandingan terhadap masing–masing kriteria. Satu per satu baris dalam matriks tersebut dibandingkan dengan kolom yang ada. Misalnya baris satu merupakan kriteria ITL (intelegensi), maka kriteria ini dibandingkan terhadap enam kolom lain yang mewakili kriteria lainnya.


(39)

ITL KHL PGL USI KFS PNL TMP

ITL 1 5

KHL 1/5 1

PGL 1

USI 1

KFS 1

PNL 1

TMP 1

Gambar 3.5. Matriks Kriteria

Elemen diagonal dari matriks kriteria di atas diberi nilai satu, dimana elemen diagonal tersebut merupakan pertemuan antara dua kriteria yang sama. Karena antara dua kriteria yang sama tidak mungkin dibandingkan, maka diberi nilai 1 atau bobotnya sama / seimbang.

Setelah matriks kriteria di atas terisi semua, maka setiap elemennya harus diperiksa apakah telah memenuhi syarat konsistensi. Dengan menggunakan eigenvalue dan eigenvector maka dapat dicari indeks konsistensinya sehingga syarat konsistensi setiap elemennya dapat diketahui.

Untuk mencari eigenvector, maka angka–angka pada matriks kriteria di atas harus dimasukkan ke dalam rumus (3) yang telah dibahas dalam Bab II sehingga diperoleh :


(40)

36

Untuk mencari eigenvector (matriks w) dari persamaan di atas, maka matriks A harus bernilai 0 (nol). Sebuah matriks dapat dianggap mempunyai nilai 0 apabila matriks tersebut ‘linearly dependent’ dengan nilai determinan sama dengan 0 sehingga matriks inversinya tidak bisa didefinisikan. Dengan demikian untuk mencari eigenvalue, maka :

Det A = 0  0 = (1-λ)7 + a

12.a23.a34.a45.a56.a67.a71 + a13.a24.a35.a46.a57.a61.a72 + … + …

+

…. – a71.a62.a53.(1-λ).a35.a26.a17 – a72.a63.a54.a45.a36.a27.(1-λ) – … +

 0 = (1-λ)7 + X – Y(1-λ)

dengan :

X = konstanta hasil penjumlahan elemen–elemen diagonal matriks A Y = konstanta hasil pengurangan elemen–elemen diagonal non (1-λ) dari

matriks A

Setelah diperoleh nilai λ yang merupakan eigenvalue, maka dapat dicari indeks inkonsistensi dari matriks tersebut dengan rumus seperti pada rumus (5)

0 1 1 1 1 1 1 1 7 6 5 4 3 2 1 76 75 74 73 72 71 67 65 64 63 62 61 57 56 54 53 52 51 47 46 45 43 42 41 37 36 35 34 32 31 27 26 25 24 23 21 17 16 15 14 13 12 =                       ⋅                       − − − − − − − w w w w w w w a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a λ λ λ λ λ λ λ


(41)

pada Bab II. Syarat konsistensi akan terpenuhi apabila IK tidak lebih besar dari 10%. Apabila IK lebih besar dari 10% maka berarti matriks tidak konsisten.

Setelah matriks kriteria di atas terisi semua dan telah memenuhi syarat konsistensi, maka langkah selanjutnya adalah mencari bobot prioritas dari masing–masing baris. Untuk mencari bobot prioritas ini dilakukan dengan jalan mencari eigenvector (matriks w). Caranya adalah dengan memasukkan eigenvalue yang telah diperoleh ke dalam persamaan matriksnya. Setelah eigenvalue tersebut masuk dalam persamaan matriks, maka dapat dicari w1, w2, w3, w4, w5, w6, dan

w7 dengan cara proses normalisasi. Adapun proses normalisasi yang dimaksud di

sini dapat ditunjukkan dengan rumus (4) pada Bab II. Dengan mengaplikasikan rumus di atas, maka akan didapatkan w1, w2, w3, w4, w5, w6, dan w7.

Setelah diketahui w1, w2, w3, w4, w5, w6, dan w7, ketujuh bilangan

tersebut harus dijumlahkan dan hasil penjumlahan tersebut harus sama dengan 1 (satu). Apabila ternyata hasil penjumlahan tersebut tidak sama dengan 1, maka harus dilakukan proses normalisasi dengan pengertian yang berbeda dari normalisasi yang dibicarakan di atas. Normalisasi di sini merupakan suatu usaha untuk membuat jumlah total sama dengan 1. Untuk itu nilai w1, w2, w3, w4, w5,

w6, dan w7 tersebut masing–masing dibagi dengan total penjumlahan w1, w2, w3,

w4, w5, w6, dan w7.

Setelah diperoleh bobot prioritas kriteria, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan alternatif terhadap kriteria. Untuk itu akan terbentuk tujuh matriks bujur sangkar berukuran 3 X 3 dimana sesuai dengan jumlah alternatifnya. Masing–masing matriks bujur sangkar tersebut pertama–tama kita cari indeks konsistensinya. Sesudah memenuhi syarat konsistensi, maka kita cari


(42)

38

bobot prioritas masing–masing baris. Demikian seterusnya sampai semua alternatif telah dibandingkan terhadap seluruh kriteria.

Penghitungan Prioritas Global yang merupakan hasil akhir dapat dilakukan setelah matriks prioritas global telah kita buat. Matriks ini berukuran 3 X 7 yang elemen–elemennya adalah bobot prioritas alternatif yang telah kita cari dalam proses sebelumnya. Dari bobot prioritas alternatif yang telah tersusun dalam matriks 3 X 7 ini, kita dapat mencari prioritas global dengan cara mencari eigenvector dan eigenvaluenya seperti proses–proses sebelumnya. Kemudian setelah diketahui eigenvector dan eigenvaluenya, maka harus dicari juga konsistensi untuk hirarkinya. Apabila konsistensinya lebih kecil dari 10%, maka berarti hasilnya sudah memenuhi syarat sehingga dapat diandalkan ketepatannya.

3.2. Desain Sistem

Setelah dilakukan analisis terhadap sistem yang lama sehingga diketahui permasalahan, maka dalam tahap perancangan ini akan dibuat suatu sistem baru yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi.

Dalam sistem baru ini, setiap area dirancang agar dapat mengadakan perekrutan, penyeleksian, dan penerimaan karyawan baru sendiri. Sehingga setiap saat jika membutuhkan tambahan tenaga kerja baru, maka area dapat secara cepat mengadakan perekrutan karyawan baru dan tidak perlu menunggu dari Distribusi atau dari Pusat.

Apabila terdapat kekurangan tenaga kerja di suatu seksi di bagian tertentu dalam area tersebut, maka supervisor akan mengirimkan surat kepada manajer atasannya untuk menambah tenaga baru. Manajer tersebut akan meneruskan permintaan tersebut kepada Manajer SDM. Tugas manajer SDM


(43)

untuk memenuhi permintaan ini. Jika di area tidak terdapat tenaga kerja yang dibutuhkan, maka dapat mengajukan permohonan kepada Distribusi. Dan jika Distribusi tidak dapat memenuhi, maka perekrutan tidak perlu dilakukan di Distribusi, karena area dapat melakukan perekrutan sendiri.

Adapun prosedur perekrutan yang dilakukan di masing–masing area adalah sama (standard), yaitu:

1. Pihak PT. PLN (Persero) di masing–masing Area mengumumkan adanya lowongan pekerjaan untuk posisi tertentu di perusahaannya.

2. Untuk menghindari membanjirnya jumlah pelamar, maka pengumuman dilakukan hanya di kalangan–kalangan tertentu saja, misalnya: sekolah dan perguruan tinggi favorit atau perusahaan penyalur tenaga kerja.

3. Surat lamaran kerja beserta data–data pelamar yang masuk di PT. PLN (Persero) Area diseleksi administrasi dimana dalam seleksi ini dilihat apakah pelamar kerja telah memenuhi kualifikasi dasar.

4. Data para pelamar kerja yang lolos seleksi administrasi tersebut dimasukkan ke dalam program komputer dan disimpan dalam database.

5. Dari para pelamar kerja yang telah lolos seleksi administrasi tersebut, maka akan dilakukan beberapa ujian antara lain: test akademis, psikotest, wawancara, dan test kesehatan.

6. Sistem seleksi yang dilakukan tidak lagi menggunakan sistem gugur. Dalam sistem yang baru ini setiap pelamar pekerjaan berhak untuk mengikuti seleksi tahap selanjutnya.

7. Dengan menggunakan program komputer, nilai ujian masing–masing pencari kerja disimpan oleh Seksi Administrasi Personalia di masing–masing area.


(44)

40

8. Kemudian dengan program komputer dicari nilai rata–rata dari masing– masing pencari kerja.

9. Selesai mencari nilai rata–rata, maka komputer akan menyajikan tiga alternatif yang terbaik kepada Team Rekrutmen.

10. Team Rekrutmen memberikan kriteria penilaian berikut bobotnya serta memberikan penilaian subyektifitas mereka yaitu berupa bobot terhadap masing–masing alternatif.

11. Kemudian dengan menggunakan metode PHA, komputer akan menyajikan saran alternatif penerimaan.

12. Team Rekrutmen berdasarkan saran alternatif penerimaan yang dihasilkan oleh program komputer memberikan keputusan penerimaan terhadap calon karyawan.

13. Setelah diterima, maka para pelamar kerja yang lolos tersebut wajib mengikuti pendidikan, dan setelah mengikuti pendidikan mereka akan ditempatkan di posisinya masing–masing di area dimana ia mencari kerja.

Gambar 3.6 di bawah ini merupakan Sistem Flow terkomputerisasi yang menggambarkan prosedur perekrutan karyawan baru yang akan diterapkan sebagai solusi dalam pemecahan masalah ini.


(45)

TEAM REKRUTMEN PELAMAR KERJA

LAMARAN

PEKERJAAN ADMINISTRASISELEKSI

LOLOS ? YA SURAT PANGGILAN TEST TES AKADEMIS NILAI PSIKOTES NILAI WAWANCARA NILAI

TES KESEHATAN NILAI

ADMINISTRASI PERSONALIA NILAI LOLOS ? PENDIDIKAN PENEMPATAN PENGHITUNGAN NILAI RATA-RATA PELAMAR TIDAK SELESAI TIDAK ENTRY DATA PELAMAR ENTRY DATA NILAI LAMARAN PEKERJAAN NILAI RATA-RATA NILAI PELAMAR KERJA SELEKSI PHA LAMARAN PEKERJAAN PEMBUATAN SURAT PANGGILAN

Gambar 3.6. Sistem Flow Terkomputerisasi Perekrutan Karyawan

Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Karyawan itu sendiri adalah suatu program komputer yang dapat menyimpan data pelamar pekerjaan yang telah lolos seleksi administrasi. Kemudian dari data pelamar yang lolos seleksi


(46)

42

administrasi tersebut user dalam hal ini adalah bagian administrasi personalia dapat memasukkan hasil ujian yang telah diikuti. Ketika semua sudah dimasukkan, maka dihitung nilai rata–rata dari setiap pelamar kerja. Setelah dihitung rata–ratanya, selanjutnya dipilih tiga nilai rata–rata tertinggi untuk dihitung dengan menggunakan metode PHA sehingga menghasilkan prioritas global yang dapat digunakan sebagai alat pengambil keputusan manajemen untuk menerima karyawan baru. Hasil perhitungan tersebut dapat juga dicetak untuk dijadikan laporan kepada pihak yang membutuhkan.

Rancangan Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Karyawan terkomputerisasi diuraikan secara bertahap yang terdiri dari:

1. Diagram Berjenjang 2. Context Diagram 3. Data Flow Diagram

4. ER Diagram dan Struktur Database 5. Rancangan I/O

3.2.1. Diagram berjenjang

Diagram berjenjang menggambarkan struktur proses dalam program komputer, dimana dalam Sistem Pendukung Keputusan ini terdapat tujuh proses utama yaitu: Input Lamaran Masuk & Seleksi Administrasi, Pemanggilan Test, Test, Input Kriteria, Perhitungan, Pengumuman, dan Laporan.

Proses Test dapat diuraikan menjadi Input Hasil Test, dan Hitung Rata– Rata. Proses Input Hasil Test adalah proses penyimpanan data hasil ujian dari para pelamar kerja ke database. Proses Hitung Rata–rata adalah proses penghitungan nilai rata–rata dari hasil ujian yang telah disimpan sebelumnya.


(47)

Proses Perhitungan diuraikan menjadi tiga yaitu: PHA level 1, PHA level 2, dan Perhitungan Prioritas Global. PHA level 1 terbagi menjadi tiga proses yaitu: Input Bobot Kriteria, Cek Indeks Konsistensi, Normalisasi. Sedangkan PHA Level 2 dibagi menjadi tiga proses yaitu: Input Bobot Kriteria, Cek Indeks Konsistensi, dan Normalisasi. Proses Perhitungan Prioritas Global adalah proses untuk mencari alternatif mana yang paling disukai untuk kemudian hasilnya disimpan dalam database.

Proses Laporan terdiri dari tiga macam proses yaitu: Membuat Laporan Saran Penerimaan, Membuat Laporan Penilaian Test, dan Membuat Laporan Lamaran Masuk. Proses Membuat Laporan Saran Penerimaan berfungsi untuk membuat laporan mengenai saran penerimaan yang pernah dikerjakan dalam sistem ini. Proses Membuat Laporan Penilaian Test berfungsi untuk membuat laporan mengenai penilaian ujian dari para pelamar. Proses Membuat Laporan Lamaran Masuk berfungsi untuk membuat laporan mengenai daftar lamaran yang masuk ke sistem selama kurun waktu tertentu.

Gambar 3.7. Diagram Jenjang SistemPendukung Keputusan 0 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN KARYAWAN 5 PERHITUNGAN 1 INPUT LAMARAN MASUK & SELEKSI

ADMINISTRASI 2.1 INPUT HASIL TEST 7 LAPORAN 2.2 HITUNG RATA-RATA 3.1 PHA LEVEL1 3.2 PHA LEVEL2 3.3 PERHITUNGAN PRIORITAS GLOBAL 3.1.1 INPUT BOBOT KRITERIA 3.1.2 CEK INDEKS KONSISTENSI 3.1.3 NORMALISASI 3.2.1 INPUT BOBOT KRITERIA 3.2.2 CEK INDEKS KONSISTENSI 3.2.3 NORMALISASI 3 TEST 2 PEMANGGILAN TEST 4 INPUT KRITERIA 6 PENGUMUMAN 7.1 MEMBUAT LAPORAN SARAN PENERIMAAN 7.2 MEMBUAT LAPORAN PENIALAIAN TEST 7.3 MEMBUAT LAPORAN LAMARAN MASUK


(48)

44

3.2.2. Context diagram

Context diagram merupakan salah satu bagian dari data flow diagram dan merupakan proses sistem yang paling utama. Dalam context diagram yang menggambarkan proses dalam sistem ini terdapat tiga entitas yakni Pelamar Kerja, Team Rekrutmen dan Manajemen. Pada entitas Pelamar Kerja terdapat satu arus data yang menuju ke sistem dan dua arus data yang keluar dari sistem menuju ke entitas Pelamar Kerja. Pada entitas Team Rekrutmen terdapat tiga arus data yang menuju ke sistem dan satu arus data yang keluar dari sistem menuju ke entitas Team Rekrutmen. Sedangkan entitas Manajemen hanya menerima tiga arus data yang keluar dari sistem.

Arus data yang berasal dari entitas Pelamar Kerja adalah data Lamaran Pekerjaan. Sedangkan arus data yang berasal dari sistem menuju ke entitas Pelamar Kerja adalah data pemberitahuan / panggilan ujian dan pengumuman penerimaan.

Arus data yang berasal dari entitas Team Rekrutmen menuju ke sistem adalah data Kriteria, Bobot Kriteria dan Bobot Alternatif. Sedangkan arus data yang keluar dari sistem menuju ke entitas Team Rekrutmen adalah data Alternatif. Arus data yang berasal dari sistem menuju ke entitas Manajemen adalah Laporan Lamaran Masuk, Laporan Saran Penerimaan, dan Laporan Penilaian Calon Pegawai.


(49)

Gambar 3.8. Context Diagram

3.2.3. Data flow diagram A. Level 0

DFD Level 0 merupakan turunan langsung dari Context Diagram Sistem Penerimaan Karyawan yang menggambarkan aliran data dalam proses–proses yang terdiri dari Input Lamaran Masuk, Test, Perhitungan, dan Laporan. Pada level 0 ini akan dijelaskan secara lebih detil dari context diagram karena selain berisi entitas dan arus data, terdapat juga simpanan data sebagai media penyimpanan dari proses–proses yang sedang berlangsung.

PENGUMUMAN PENERIMAAN

LAPORAN LAMARAN MASUK

LAPORAN PENILAIAN CALON PEGAWAI LAPORAN SARAN PENERIMAAN

KRITERIA

BOBOT ALTERNATIF

PEMBERITAHUAN TEST

LAMARAN PEKERJAAN ALTERNATIF

BOBOT KRITERIA

0

SPK PENERIMAAN KARYAWAN

+ TEAM

REKRUTMEN

PELAMAR KERJA MANAJEMEN


(50)

46

Gambar 3.9. DFD Level 0 Sistem Penerimaan Karyawan

Dalam level 0 ini terdapat tujuh buah proses antara lain adalah proses Input Lamaran Masuk & Seleksi Administrasi, proses Pemanggilan Test, Proses Test, Proses Input Kriteria, Proses Perhitungan, Proses Pengumuman, dan Proses Laporan.

[PENGUMUMAN PENERIMAAN] DATA PELAMAR

LAPORAN SARAN PENERIMAAN

LAPORAN PENILAIAN CALON PEGAWAI

LAPORAN LAMARAN MASUK LAMARAN

NILAI

SARAN PENERIMAAN KODE KRITERIA & J ABATAN

DATA JABATAN DATA KRITERIA [KRITERIA] [BOBOT ALTERNATIF] [PEMBERITAHUAN TEST] DATA TESTI PRIORITAS GLOBAL PRIORITAS ALTERNATIF PRIORITAS KRITERIA

NILAI RATA RATA TERBAIK

DATA HASIL TEST

DATA LAMARAN DATA LAMARAN [ALTERNATIF] [BOBOT KRITERIA] [LAMARAN PEKERJAAN] TEAM REKRUTMEN PELAMAR KERJA 1 INPUT LAMARAN MASUK & SELEKSI ADMINISTRASI 5 PERHITUNGAN + 1 LAMARAN 3 TEST + 2 NILAI

3 LEVEL 1

4 LEVEL 2

5 VP GLOBAL

MANAJEMEN 2

PEMANGGILAN TEST

6 JABATAN 7 KRITERIA

4 INPUT KRITERIA 7 LAPORAN + 6 PENGUMUMAN


(51)

Proses Input Lamaran Masuk merupakan proses untuk memasukkan data–data pelamar yang telah memenuhi syarat–syarat administratif. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Lamaran yang berfungsi sebagai penyimpanan data pelamar kerja yang memenuhi syarat administratif.

Proses Pemanggilan Test adalah proses yang berfungsi untuk melakukan proses pemanggilan ujian terhadap para pelamar kerja yang telah memenuhi seleksi administrasi. Proses Pemanggilan Test ini berhubungan dengan simpanan data Lamaran.

Proses Test berfungsi untuk memasukkan data–data nilai dari para pelamar yang mengikuti ujian. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Lamaran dan Nilai yang digunakan untuk menyimpan data penilaian hasil Ujian para pelamar kerja.

Proses Input Kriteria berfungsi untuk memasukkan data–data kriteria apa yang akan digunakan dalam pemilihan calon karyawan. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Jabatan yang berfungsi menyimpan data jabatan dan simpanan data Kriteria yang berfungsi menyimpan data–data kriteria.

Proses Perhitungan adalah proses untuk menghitung Variable Prioritas Global. Proses Perhitungan ini berhubungan dengan empat simpanan data antara lain Level 1 yang berfungsi untuk menyimpan data perhitungan PHA Level 1, simpanan data Level 2 yang berfungsi untuk menyimpan data perhitungan PHA Level 2, simpanan data VP Global yang berfungsi untuk menyimpan data variabel prioritas global, dan simpanan data Nilai.

Proses Pengumuman adalah proses pemberitahuan kepada pelamar yang dinyatakan diterima sebagai karyawan PLN. Proses ini berhubungan dengan


(52)

48

simpanan data VP Global. Proses ini menghasilkan arus data menuju ke entitas Pelamar Kerja berupa data Pengumuman Penerimaan.

Proses Laporan berfungsi untuk membuat laporan kepada pihak manajemen mengenai segala kejadian seperti Laporan Lamaran yang masuk, Laporan Saran Penerimaan, dan Laporan Penilaian, yang telah tercatat dalam database komputer. Proses ini berhubungan dengan tiga simpanan data yaitu: VP Global, Nilai, dan Lamaran. Gambar 3.8 di atas memberikan penjelasan yang lebih detil mengenai arus data yang terjadi dalam level 0 ini.

Bagian selanjutnya akan menjelaskan secara lebih detil tentang proses– proses yang dapat dipecah menjadi proses–proses yang lebih kecil. Proses–proses tersebut adalah Proses Test, Proses Perhitungan, dan Proses Laporan.

B. DFD level 1 proses test

Proses Test terdiri dari dua proses yang saling terkait, yaitu: Proses Input Hasil Test dan Proses Hitung Rata–Rata. Proses Input Hasil Test membaca dari simpanan data Lamaran berupa data nomor pendaftaran dan nama dari pelamar. Kemudian proses ini menyimpan data tersebut bersama dengan data–data nilai hasil ujian yang diperoleh dari masukan user ke dalam simpanan data Nilai.

Proses Hitung Rata–Rata mendapatkan data berupa nilai akademis, nilai psikologis, nilai kesehatan, dan nilai wawancara dari simpanan data nilai. Setelah dihitung rata–ratanya, proses hitung rata–rata kemudian memperbaharui simpanan data Nilai dengan menambahkan nilai rata–rata.


(53)

Gambar 3.10. DFD Level 1 Proses Test

C. DFD level 1 proses perhitungan

Proses Perhitungan mempunyai tiga proses utama, yaitu: PHA Level 1, PHA Level 2, dan Perhitungan Prioritas Global. Proses PHA Level 1 digunakan untuk mencari matriks prioritas level 1. Proses PHA Level 1 menerima arus data dari Proses Input Kriteria berupa Kode Kriteria dan Jabatan, dan dari Team Rekrutmen berupa Bobot Kriteria. Proses PHA Level 1 berhubungan langsung dengan simpanan data Level 1 yang berfungsi untuk menyimpan data bobot prioritas Level 1.

Proses PHA Level 2 digunakan untuk mencari matriks prioritas level 2. Proses PHA Level 2 ini menerima arus data dari Proses PHA Level1 berupa Kode Kriteria dan Kode Jabatan, serta menerima arus data dari Team Rekrutmen berupa Bobot Alternatif. Proses PHA Level 2 berhubungan dengan simpanan data Nilai, Lamaran, dan Level 2 yang berfungsi untuk menyimpan data bobot prioritas Level 2.

HASIL TEST

NILAI RATA RATA [DATA HASIL TEST] [DATA LAMARAN]

1 LAMARAN

2 NILAI 3.1

INPUT HASIL TEST

3.2

HITUNG RATA RATA


(54)

50

Sedangkan proses Perhitungan Prioritas Global digunakan untuk menghitung prioritas Global. Proses ini menerima arus data dari simpanan data Level 2 berupa matriks prioritas Level 2.

Terdapat empat simpanan data yaitu: Level 1, Level 2, Nilai, dan VPGlobal. Level 1 digunakan untuk menyimpan data matriks prioritas level 1. Simpanan data Level 2 digunakan untuk menyimpan matriks prioritas level 2. Sedangkan simpanan data VP Global digunakan untuk menyimpan matriks prioritas global. Gambar 3.9 di bawah ini menjelaskan arus data dan proses yang terdapat dalam Proses Perhitungan.

KODE KRITERIA

NAMA [KODE KRITERIA & JABATAN]

KODE JABATAN

[BOBOT ALTERNATIF] [BOBOT KRITERIA]

[ALTERNATIF]

MATRIKS PRIORITAS LEVEL 2

[PRIORITAS GLOBAL]

[PRIORITAS KRITERIA]

[PRIORITAS ALTERNATIF]

[NILAI RATA RATA TERBAIK] TEAM

REKRUTMEN

5.1

PHA LEVEL 1

+

5.2

PHA LEVEL 2

+

5.3 PERHITUNGAN

PRIORITAS GLOBAL

2 NILAI

3 LEVEL 1

4 LEVEL 2

5 VP GLOBAL INPUT KRITERIA

1 LAMARAN


(55)

D. DFD level 2 proses PHA level 1

Proses PHA Level 1 terdiri dari tiga proses, yaitu: Proses Input Bobot Kriteria, Proses Cek Indeks Konsistensi, dan Proses Normalisasi Kriteria.

Gambar 3.12. DFD Level 2 Proses PHA Level 1

Proses Input Bobot Kriteria berfungsi untuk memasukkan bobot kriteria dari Team Rekrutmen. Proses ini menerima arus data dari entitas Team Rekrutmen berupa bobot kriteria.

Proses Cek Indeks Konsistensi berfungsi untuk memeriksa apakah bobot kriteria yang dimasukkan sudah memenuhi syarat tingkat kesalahan minimal.

[KODE KRITERIA] [KODE KRITERIA & JABATAN]

[KODE JABATAN] [BOBOT KRITERIA]

[PRIORITAS KRITERIA]

MATRIKS KRITERIA MATRIKS KRITERIA

3 LEVEL 1

5.1.1

INPUT BOBOT KRITERIA

5.1.2

CEK INDEKS KONSISTENSI

5.1.3

NORMALISASI PRIORITAS

KRITERIA TEAM

REKRUTMEN

PHA LEVEL 2 INPUT KRITERIA


(56)

52

Proses ini menerima arus data dari proses Input Bobot Kriteria berupa Matriks Kriteria.

Proses Normalisasi Prioritas Kriteria berfungsi untuk menghitung prioritas dari masing–masing kriteria. Proses ini menerima arus data dari Proses Cek Indeks Konsistensi berupa Matriks Kriteria yang telah memenuhi syarat konsistensi. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Level 1. Proses ini menghasilkan arus data berupa Kode Kriteria dan Kode Jabatan menuju ke Proses PHA Level 2.

E. DFD level 2 proses PHA level 2

Proses PHA Level 2 terdiri dari tiga proses, yaitu: Proses Input Bobot Alternatif, Proses Cek Indeks Konsistensi, dan Proses Normalisasi Prioritas Alternatif.

Proses Input Bobot Alternatif berfungsi untuk memasukan bobot alternatif dari Team Rekrutmen. Proses ini memberikan arus data berupa Alternatif kepada entitas Team Rekrutmen dan menerima arus data berupa Bobot Alternatif dari entitas Team Rekrutmen dan dari Proses PHA Level 1 berupa Kode Kriteria. Proses ini berhubungan langsung dengan simpanan data Lamaran dan simpanan data Nilai.

Proses Cek Indeks Konsistensi berfungsi untuk memeriksa apakah bobot alternatif yang dimasukan sudah memenuhi syarat tingkat kesalahan minimal. Proses ini menerima arus data dari proses Input Bobot Alternatif berupa Matriks Alternatif.

Proses Normalisasi Prioritas Alternatif berfungsi untuk menghitung prioritas dari masing–masing alternatif terhadap kriteria yang ada. Proses ini


(57)

menerima arus data dari Proses Cek Indeks Konsistensi berupa Matriks Alternatif yang telah memenuhi syarat konsistensi dan dari Proses PHA Level 1 berupa Kode Jabatan. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Level 2. Proses ini menghasilkan arus data berupa Kode Kriteria dan Kode Jabatan menuju ke Proses PHA Level 2.

Gambar 3.13. DFD Level 2 Proses PHA Level 2

[KODE KRITERIA]

[KODE JABATAN] [NAMA]

[BOBOT ALTERNATIF] [ALTERNATIF]

[PRIORITAS ALTERNATIF]

MATRIKS ALTERNATIF MATRIKS ALTERNATIF

[NILAI RATA RATA TERBAIK]

2 NILAI

4 LEVEL 2

5.2.1

INPUT BOBOT ALTERNATIF

5.2.2

CEK INDEKS KONSISTENSI

5.2.3

NORMALISASI PRIORITAS ALTERNATIF TEAM

REKRUTMEN

PHA LEVEL 1 1 LAMARAN


(58)

54

F. DFD level 1 proses laporan

Proses Laporan terdiri dari tiga proses, yaitu: proses Membuat Laporan Saran Penerimaan, proses Membuat laporan Penilaian Test, dan proses Membuat Laporan Lamaran Masuk.

Proses Membuat Laporan Penilaian Calon Pegawai berfungsi untuk membuat laporan kepada pihak manajemen mengenai hasil penilaian ujian dari pelamar kerja dalam suatu kejadian seleksi. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Nilai.

Proses Membuat Laporan Lamaran Masuk berfungsi untuk membuat laporan kepada pihak manajemen mengenai keseluruhan lamaran yang masuk dan lolos dalam seleksi administrasi. Proses ini berhubungan dengan simpanan data Lamaran.

Gambar 3.14. DFD Level 1 Proses Laporan

[LAMARAN] [LAPORAN LAMARAN MASUK]

[LAPORAN PENILAIAN CALON PEGAWAI]

[LAPORAN SARAN PENERIMAAN]

[NILAI] [SARAN PENERIMAAN] 5 VP GLOBAL

2 NILAI

1 LAMARAN

MANAJEMEN 7.1

MEMBUAT LAPORAN SARAN

PENERIMAAN

7.2

MEMBUAT LAPORAN PENILAIAN TEST

7.3

MEMBUAT LAPORAN LAMARAN MASUK


(59)

3.2.4. ER diagram dan struktur database

Setelah menjelaskan secara panjang lebar mengenai Data Flow Diagram dari level 0 hingga level 2, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai Entity Relationship Diagram atau yang dikenal dengan ER – Diagram.

ER – Diagram untuk Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Karyawan ini terdiri dari tujuh entitas, yaitu: Lamaran, Nilai, Jabatan, Level 1, Level 2, Prioritas Global, dan Kriteria.

DIPEREBUTKAN DIGUNAKAN DIGUNAKAN MEMPUNYAI DIGUNAKAN DIGUNAKAN DIGUNAKAN DIGUNAKAN DIGUNAKAN LAMARAN NO

TGL LAMARAN MASUK DARI ALAMAT KOTA KODE_POS TELPON TPLAHIR TGLAHIR AGAMA JKELAMIN SKAWIN NILAI TANGGAL_TEST NAKA NPSI NKES NPEN RATA LEVEL 1 TANGGAL_SELEKSI BPK LEVEL 2 TANGGAL_SELEKSI BPALT PRIORITAS GLOBAL TANGGAL_SELEKSI PGLOBAL JABATAN KODE JABATAN JABATAN DESKRIPSI KRITERIA KODE KRITERIA KRITERIA DESKRIPSI

Gambar 3.15. ER Diagram (konseptual model)

Entitas Lamaran digunakan untuk menyimpan data–data Lamaran yang masuk dan sudah lolos melalui Seleksi Administrasi. Entitas Lamaran berelasi dengan entitas Nilai yang merupakan data penilaian para pelamar. Entitas Jabatan


(60)

56

berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan data posisi yang akan diperebutkan. Entitas Jabatan berelasi dengan entitas Level 1, Level 2, dan Prioritas Global. Entitas Level 1 adalah entitas yang digunakan untuk menyimpan data–data prioritas kriteria pada perhitungan PHA. Entitas Prioritas Global merupakan data prioritas global dan berelasi dengan entitas Kriteria dan entitas Jabatan. Entitas Kriteria adalah tempat penyimpanan data kriteria. Entitas ini berelasi dengan entitas Level 2, Prioritas Global, dan Level 1.

Dari ER – Diagram Konseptual di atas, dapat disusun ER – Diagram Fisikal seperti Gambar 3.16.

Gambar 3.16. ER Diagram (fisikal model)

Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai file–file database yang digunakan dalam perancangan dan pembuatan sistem ini. Adapun file–file database itu antara lain:

KO DE_JABATAN = KODE_JABATAN

KO DE_KRITERI A = KODE_KRI TERIA KO DE_JABATAN = KODE_JABATAN

KO DE_JABATAN = KODE_JABATAN

NOPENDAFT ARAN = NOPENDAFTARAN NOPENDAFT ARAN = NOPENDAFTARAN

KO DE_KRITERI A = KODE_KRI TERIA KO DE_JABATAN = KODE_JABATAN

NOPENDAFT ARAN = NOPENDAFTARAN

JABATAN KODE_JABATAN $ JABATAN $ DESKRIPSI $ KRITERIA KODE_KRITERIA $ KRITERIA $ DESKRIPSI $ LAMARAN NOPENDAFTARAN $ KODE_JABATAN $ TANGGAL_LAMARAN_MASUK D NAMA $ ALAMAT $ KOTA $ KODE_POS $ TELPON $ TPLAHIR $ TGLAHIR D AGAMA $ JKELAMIN $ SKAWIN $ NILAI TANGGAL_TEST D NOPENDAFTARAN $ NAKA I NPSI I NKES I NPEN I RATA F3 LEVEL1 TANGGAL_SELEKSI D KODE_JABATAN $ KODE_KRITERIA $ BPK F3 LEVEL2 TANGGAL_SELEKSI D KODE_JABATAN $ KODE_KRITERIA $ NOPENDAFTARAN $ BPALT F3 P_GLOBAL TANGGAL_SELEKSI D KODE_JABATAN $ NOPENDAFTARAN $ PGLOBAL F3


(61)

a. Lamaran

Primary Key : NoPendafataran Foreign Key : Kode_Jabatan

Fungsi : Sebagai penyimpan data lamaran pekerjaan.

Tabel 3.2. Tabel Lamaran

Field Type Length Keterangan

NoPendaftaran Varchar 8 No Pendaftaran Pelamar Kode_Jabatan Varchar 8 Kode Jabatan

Tterima Date Tanggal Terima Lamaran

Dari VarChar 30 Nama pelamar

Alamat Varchar 40 Alamat pelamar Kota Varchar 25 Kota asal pelamar

Kode_pos Varchar 7 Kode pos alamat pelamar Telepon Varchar 12 Telepon pelamar

TpLahir Varchar 30 Tempat Lahir pelamar TgLahir Date Tanggal lahir pelamar

Agama Varchar 18 Agama pelamar

Jkelamin Boolean Jenis kelamin pelamar Skawin Boolean Status perkawinan pelamar

b. Nilai

Primary Key : Tanggal Ujian Foreign Key : NoPendaftaran

Fungsi : Sebagai penyimpan data Nilai Ujian dan rata–rata.

Tabel 3.3. Tabel Nilai

Field Type Length Keterangan

Tanggal_Ujian Date Tanggal ujian

NoPendaftaran Varchar 8 No Pendaftaran Pelamar

NAKA Number 3 Nilai Akademis

NPSI Number 3 Nilai Psikologi

NKES Number 3 Nilai Kesehatan

NPEN Number 3 Nilai wawancara


(62)

58

c. Jabatan

Primary Key : Kode_Jabatan

Fungsi : Sebagai penyimpan data jabatan

Tabel 3.4. Tabel Jabatan

Field Type Length Keterangan

Kode_Jabatan VarChar 8 Kode Jabatan

Nama Varchar 25 Nama Jabatan

Deskripsi Varchar 255 Deskripsi Jabatan

d. Kriteria

Primary Key : Kode_Krit

Fungsi : Sebagai penyimpan data kriteria

Tabel 3.5. Tabel Kriteria

Field Type Length Keterangan

Kode_Krit VarChar 8 Kode Kriteria

Nama Varchar 25 Nama Kriteia

Deskripsi Varchar 255 Deskripsi Kriteria

e. Level 1

Primary Key : Tanggal_Seleksi, Kode_Jabatan, Kode_Krit Foreign Key : Kode_Jabatan, Kode_Krit

Fungsi : Sebagai penyimpan data prioritas kriteria

Tabel 3.6. Tabel Level 1

Field Type Length Keterangan

Tanggal_Seleksi Date Tanggal Seleksi

Kode_Jabatan Varchar 8 Kode Jabatan yang dicari Kode _Krit Varchar 8 Kode Kriteria


(63)

f. Level 2

Primary Key : Tanggal_Seleksi, Kode_Jabatan, Kode_Kriteria, NoPendaftaran

Foreign Key : Kode_Jabatan, NoPendaftaran, Kode_Jabatan, Kode_Krit

Fungsi : Sebagai penyimpan data prioritas alternatif

Tabel 3.7. Tabel Level 2

Field Type Length Keterangan

Tanggal_Seleksi Date Tanggal Seleksi

Kode_Jabatan Varchar 8 Kode Jabatan yang dicari Kode_Krit Varchar 8 Kode Kriteria

NoPendaftaran Varchar 8 Nomor Pendaftaran Pelamar

BPALT Float 3 Prioritas Alternatif

g. Proritas Global

Primary Key : Tanggal_Seleksi

Foreign Key : Kode_Jabatan, NoPendaftaran Fungsi : Sebagai penyimpan data prioritas global

Tabel 3.8. Tabel Prioritas Global

Field Type Length Keterangan

Tanggal_Seleksi Date Tanggal Seleksi

Kode_Jabatan Varchar 8 Kode Jabatan yang dicari NoPendaftaran Varchar 8 Alternatif Calon Karyawan Pglobal Float 3 Bobot prioritas global

3.2.5. Desain input output

Setelah membuat Sistem Flow, Data Flow Diagram, ER – Diagram dan rancangan database, maka dapat dibuat suatu desain input dan output. Desain


(1)

Tabel 4.1. File Table Nilai.Db.

NoPendaftaran Ujian Tanggal_Ujian Nilai 01/sel04 AKAD 23-Jul-04 75.00 01/sel04 KESE 23-Jul-04 75.00 01/sel04 PSIK 23-Jul-04 75.00 01/sel04 WAWA 23-Jul-04 67.00 02/sel04 AKAD 23-Jul-04 65.00 02/sel04 KESE 23-Jul-04 75.00 02/sel04 PSIK 23-Jul-04 75.00 02/sel04 WAWA 23-Jul-04 85.00 03/sel04 AKAD 23-Jul-04 75.00 03/sel04 KESE 23-Jul-04 65.00 03/sel04 PSIK 23-Jul-04 85.00 03/sel04 WAWA 23-Jul-04 70.00 04/sel04 AKAD 23-Jul-04 85.00 04/sel04 KESE 23-Jul-04 70.00 04/sel04 PSIK 23-Jul-04 85.00 04/sel04 WAWA 23-Jul-04 50.00 05/sel04 AKAD 23-Jul-04 50.00 05/sel04 KESE 23-Jul-04 80.00 05/sel04 PSIK 23-Jul-04 95.00 05/sel04 WAWA 23-Jul-04 80.00 06/sel04 WAWA 23-Jul-04 75.00

Kemudian untuk mencari saran penerimaan guna menduduki jabatan Juru Utama Pengelolaan Data, maka digunakan file table Level1.db yang isinya seperti terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2. File Table Level1.db

Tanggal_Seleksi Kode_Jabatan Kode_Krit BPK

20-Jul-04 JUPGLD ITL 0.36

20-Jul-04 JUPGLD KFS 0.04

20-Jul-04 JUPGLD KHL 0.23

20-Jul-04 JUPGLD PGL 0.15

20-Jul-04 JUPGLD PNL 0.08

20-Jul-04 JUPGLD TMP 0.07


(2)

99

File Table Level1.db tersebut di atas didapatkan dari mengisi Form Input Prioritas Kriteria dimana matriks prioritas kriterianya seperti pada Gambar 4.18.

ITL KFS KHL PGL PNL TMP USI

ITL 1 7 3 2 4 5 6

KFS 0.142 1 0.25 0.2 0.33 0.5 1

KHL 0.333 4 1 2 4 5 3

PGL 0.5 5 0.5 1 3 2 1

PNL 0.25 3 0.25 0.333 1 2 1

TMP 0.2 2 0.2 0.5 0.5 1 2

USI 0.166 1 0.333 1 1 0.5 1

Gambar 4.18. Matriks Prioritas Kriteria

Dan untuk menampung data bobot prioritas alternatif maka digunakan file table Level2.db yang isinya seperti di bawah ini:

Tabel 4.3. File Table Level2.db

Tanggal_seleksi Kode_Jabatan Kode_Krit No_Pendaftaran BPALT

20-Jul-04 JUPGLD ITL 01/sel04 0.14

20-Jul-04 JUPGLD ITL 03/sel04 0.64

20-Jul-04 JUPGLD ITL 05/sel04 0.22

20-Jul-04 JUPGLD KFS 01/sel04 0.36

20-Jul-04 JUPGLD KFS 03/sel04 0.52

20-Jul-04 JUPGLD KFS 05/sel04 0.12

20-Jul-04 JUPGLD KHL 01/sel04 0.16

20-Jul-04 JUPGLD KHL 03/sel04 0.30

20-Jul-04 JUPGLD KHL 05/sel04 0.54

20-Jul-04 JUPGLD PGL 01/sel04 0.07

20-Jul-04 JUPGLD PGL 03/sel04 0.25

20-Jul-04 JUPGLD PGL 05/sel04 0.69

20-Jul-04 JUPGLD PNL 01/sel04 0.32

20-Jul-04 JUPGLD PNL 03/sel04 0.30

20-Jul-04 JUPGLD PNL 05/sel04 0.39

20-Jul-04 JUPGLD TMP 01/sel04 0.15

20-Jul-04 JUPGLD TMP 03/sel04 0.25

20-Jul-04 JUPGLD TMP 05/sel04 0.60

20-Jul-04 JUPGLD USI 01/sel04 0.23

20-Jul-04 JUPGLD USI 03/sel04 0.05


(3)

Setelah melalui proses perhitungan Prioritas Global, maka sampailah pada hasil akhir dari sistem ini, yaitu Saran Penerimaan. Saran Penerimaan ini disimpan dalam suatu file table Pglobal.db. Isi dari file table ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. File Table PGlobal.db

Tanggal_Seleksi Kode_Jabatan No_Pendaftaran Pglobal

20-Jul-04 JUPGLD 01/sel04 0.16

20-Jul-04 JUPGLD 03/sel04 0.40

20-Jul-04 JUPGLD 05/sel04 0.43

Dari data yang tersimpan dalam file table Level1.db, Level2.db, dan Pglobal.db terlihat bahwa sistem tersebut telah sesuai dengan prinsip–prinsip Proses Hirarki Analitis dimana total bobot prioritas harus sama dengan 1. Pada file table Level1.db apabila kita jumlahkan data pada field BPK yaitu 0,36; 0,04; 0,23; 0,15; 0,08; 0,07; 0,07 maka hasilnya sama dengan 1. Demikian pula pada file table Level2.db untuk kode kriteria yang sama misalnya ITL apabila kita jumlahkan data pada field BPALT yaitu 0,14; 0,64; dan 0,22, maka akan menghasilkan nilai 1.

Dari data yang tersimpan dalam file table Pglobal.db tersebut terlihat bahwa Pelamar dengan nomor pendaftaran pelamar ‘05/sel04’ menjadi kandidat utama dalam Saran Penerimaan. Sedangkan pelamar dengan nomor pendaftaran ’03.sel04’ menjadi kandidat kedua, dan yang terakhir adalah pelamar dengan nomor pendaftaran ‘01/sel04’.

Dengan demikian, maka sistem baru yang menggunakan metode Proses Hirarki Analitis / Analytical Hierarchy Process tersebut telah berhasil memberikan hasil berupa saran penerimaan terhadap calon karyawan. Hal ini juga


(4)

101

membuktikan bahwa metode hampiran Power Method yang digunakan untuk mencari eigenvector dan eigenvalue dapat memberikan hasil yang valid.


(5)

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran–saran dari Sistem Pendukung Keputusan Penerimaan Karyawan ini.

5.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang diperoleh selama pembuatan Sistem Pendukung Keputusan adalah:

a. Metode Proses Hirarki Analitis / Analytical Hierarchy Process dapat digunakan untuk membantu sebagai pendukung keputusan dalam seleksi penerimaan karyawan dengan memberikan saran alternatif yang terbaik melalui sebuah proses perhitungan matematis.

b. Metode hampiran Power Method adalah metode numeris yang dapat digunakan untuk mencari eigenvector dan eigenvalue dari sebuah matriks terutama untuk matriks yang mempunyai ordo tinggi.

5.2. Saran

Untuk melengkapi bab ini akan diberikan saran–saran sebagai pengembangan selanjutnya. Adapun saran–saran itu adalah sebagai berikut:

a. Aplikasi ini dapat dikembangkan dengan memberikan grafik–grafik untuk lebih melengkapi saran penerimaan.

b. Aplikasi ini dapat dikembangkan dengan menambah keamanan.


(6)

103

DAFTAR PUSTAKA

1. Diambil dari buku :

Anton, Howard, 2000, Dasar-dasar Aljabar Linier, Jilid I, Interaksara, Batam. Flippo, Edwin B., 1984, Manajemen Personalia Edisi Keenam Jilid 1, Erlangga,

Jakarta.

Handoko, Hani, T, 2001, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

Hariandja, Marihot Tua Efendi, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo, Jakarta.

Hartono, Jogiyanto, 1999, Analisis & Disain Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta. Martoyo, Susilo, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta. McLeod, Raymod, Jr., 1996, Sistem Informasi Manajemen Jilid I, PT

Prenhallindo, Jakarta.

Nara, Miryam Mariska VH, 2002, Persepsi Karyawan Terhadap Penerapan Fungsi Manajemen Pada Divisi Peralatan Industri Bagian Konstruksi PT Boma Bisma Indra Pasuruan, Tugas Akhir Teknik dan Manajemen Industri, Universitas Surabaya, Surabaya: tidak diterbitkan.

Permadi, Bambang, 1992, AHP, Departemen P & K, Pusat Antar Universitas – Studi Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Pranata, Antony, 1999, Pemrograman Delphi 3 & 4, Elex Media Computindo, Jakarta.

Turban, Efraim, 1995, Decision Support Systems and Expert Systems, Prentice Hall International, Engelwood Cliffs.

2. Diambil dari internet : Larson, _, _, 27 Mei 2004, URL :

college.hmco.com/mathematics/larson/elementary_linear/4e/shared/down loads/c10s3.pdf