PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN SALAK (Salacca Edulis) DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN SALAK (Salacca Edulis)
DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

SKRIPSI

Oleh :
Pitoyo
20120210125
Progam Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016

PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN SALAK (Salacca Edulis)
DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi
Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:
Pitoyo
20120210125
Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016

ii

MOTTO

Tidak ada daya da kekuata ke uali de ga pertolo ga Allah,
Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di

“urga
(HR. Al-Bukhari 5905, 7306)
Tugas kita uka lah u tuk erhasil, tugas kita adalah u tuk
mencoba karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan
elajar e a gu kese pata u tuk erhasil
(Buya Hamka)
Ma usia dapat diha urka
a usia dapat di atika tetapi
manusia tidak bisa dikalahkan selama manusia itu masih percaya
pada hatinya atau ber-“H
(Falsafah PSHT)
Tiada kesuksesa ta pa usaha, tidak ada ke eru tu ga ya g
datang seketika, segala sesuatu memiliki sebab. Panen tidak terjadi
tanpa cocok tanam, sebagaimana kesuksesan tidak akan ada tanpa
usaha
(Khalid Al Mushlih)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN


As’salamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbal’aalamieen, Puji syukur atas kehendak-Mu Ya Allah hamba
dapat menyelesaikan skripsi ini
Terimakasih atas segala kelancaran dan kemudahan yang Engkau berikan selama
menempuh pendidikan hingga proses akhir
Kepada Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas do’a serta penyemangat,
pengorbanan dan kasih sayang yang selama ini, telah saya selesaikan salah satu
amanahmu dan berikanlah ridhamu agar dapat dengan sabar dan tabah untuk
menjalankan hidup dan meraih cita-cita
Untuk kakak – kakak ku dan adikku, terimakasih atas segala dukungannya,
semoga selalu menjadi kebanggaan kedua orangtua kita
Sahabat –sahabatku Agroteknologi 2012 dan sedulurku PSHT UMY keluarga
yang telah membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas waktu,
tenaga dan semangatnya dan semoga persahabatan dan paseduluran kita tidak
akan putus kecuali ajal menjemput.
Untuk Bapak Ir, Mulyono.,M.P, Agus Bintoro.,S.E, Wawan Ashari, Yulli Ecca,
Ani Khusnul Khotimah, Ahmad Iqbal, Nofison Kurwasit, Dedi Santoso.,S.P, Dian
Mashuda.,S.P, Imanudin.,S.P, Dharen Lingga, terimakasih atas segala dukungan,
motivasi dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, semoga segala

kebaikannya diganjar dengan pahala oleh Allah SWT. Aamin
Untuk Almameter-ku, terimakasih telah mengizinkan saya untuk menuntut ilmu
sampai saat ini.

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya yang berjudul “Pengomposan Pelepah Daun Salak dengan
Berbagai Macam Aktivator”. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah
mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu,
saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah,
maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim
Pembimbing,

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka
5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini
Yogyakarta, September 2016
Yang membuat pernyataan

v

Pitoyo
20120210125

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT tidak ada sesembahan selain Dia yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian ini

dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW, untuk keluarga, para sahabat, dan
seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.
Skripsi yang berjudul “Pengomposan Pelepah Daun Salak dengan
Berbagai Macam Aktivator” disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini, penulis banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ir. Mulyono, M.P. selaku dosen pembimbing utama, yang telah memberikan
kepercayaan, pengetahuan, masukan dan bimbingan serta mengajarkan banyak
hal dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Agus Nugroho Setiawan.,M.P. selaku pembimbing pendamping yang
dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan dukungan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Haryono.,M.P selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran, arahan
dan motivasi kepada penulis.
4. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan selaku
dosen pembimbing akademik.


vi

5. Ketua Program Studi/Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
6. Bapak ibuku tercinta yang telah memberikan semangat serta doa, dan kasih
sayang..
7. Kepada Pak Rudi Wiryawan, Pak Yulianto, Pak Sukirno dan Semua laboran
Agroteknologi UMY terimakasih banyak atas bantuannya dalam menyediakan
sarana dan prasarana penelitian.
8. Kakakku dan adikku tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan
dan semangat.
9. Seluruh teman – teman Agroteknologi 2012-2015 yang tidak bisa disebut satu
per satu, tetaplah kompak dan semangat dalam menuntut ilmu.
Atas segala bantuan, doa dan dukungan yang telah diberikan semoga
mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi
ini membawa manfaat yang besar baik bagi penulis maupun pembaca

Yogyakarta, September 2016


Penulis

vii

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
INTISARI ............................................................ Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT .......................................................... Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN ........................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ........................................ Error! Bookmark not defined.
B. Perumusan Masalah ................................ Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian .................................... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................. Error! Bookmark not defined.
A. Salak Pondoh .......................................... Error! Bookmark not defined.
B. Pengomposan.......................................... Error! Bookmark not defined.

C. Aktivator ................................................ Error! Bookmark not defined.
D. Hipotesis .................................................. Error! Bookmark not defined.
III. TATA CARA PENELITIAN ......................... Error! Bookmark not defined.
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................. Error! Bookmark not defined.
B. Bahan dan Alat Penelitian ....................... Error! Bookmark not defined.
C. Metode Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.
D. Cara Penelitian........................................ Error! Bookmark not defined.
E. Parameter yang Diamati .......................... Error! Bookmark not defined.
F. Analisis Data .......................................... Error! Bookmark not defined.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................... Error! Bookmark not defined.
A. Sifat fisik ................................................ Error! Bookmark not defined.
B. Tekstur kompos (ukuran partikel) ........... Error! Bookmark not defined.
C. Pengamatan Kimia .................................. Error! Bookmark not defined.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................ Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan............................................. Error! Bookmark not defined.
B. Saran ...................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .......................................... Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................ Error! Bookmark not defined.

viii


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Standar SNI kompos............................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Skor aroma kompos ................................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Perubahan Warna Kompos Selama Proses Pengomposan .............. Error!
Bookmark not defined.
Tabel 4. Perubahan Bau selama 30 hari ................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kadar Air Kompos (%) ............ Error! Bookmark not
defined.
Tabel 6. Presentase penyusutan berat setelah pengomposan Error! Bookmark not
defined.
Tabel 7. Distribusi ukuran partikel ....................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 8. Rata- rata pH kompos . ........................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Kandungan C Organik (%) ..................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Kadar BO pelepah daun salak sebelum dan sesudah pengomposan
............................................................................ Error! Bookmark not defined.
Tabel 11. Kadar N total kompos pelepah daun salak (%) ... Error! Bookmark not
defined.
Tabel 12.Kadar C/N rasio pada kompos pelepah daun salak. ..... Error! Bookmark

not defined.
Tabel 13. Perbandingan Standar Kualitas Kompos SNI dengan Kompos Pelepah
Daun Salak Dengan Berbagai Perlakuan ............ Error! Bookmark not
defined.

ix

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lay out Penelitian ............................ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian .................... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3. Sidik Ragam Pengamatan
Kompos...................................................Error! Bookmark not defined.

xi

Skripsi yang berjudul

PEI\GOMPOSAN PELEPAH DAUI\ SALAK (Saluccu zaluccu)
DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

: ,t.

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

Pitoyo
2012021412s
Telah dipertahankan di depan dewan penguji
P ada tanggal 07 September 20 I 6
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal23 Agustus 2016

Skripsi telah diterima sebagai syarat yang diperlukan guna memperoleh
Deraj at Sarj ana Pertanaian

Pembimbing Utama

T-

Ir. Mulyono. M.P.

NIP

19600608198903 1002

Pembimbing/Penguj i Pendamping

1

968083 1199202133012

Yogyakarta, September 2016
Dekan
Pertanian
iyah Yogyakarta

d-6#"ru
g*
ilr,,2\
^(11r,,. ;;'y'
€ t\:l't..t.;:,
.) --L
4
: -r.-'.

81991032001

iii

PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN SALAK (Salacca Edulis)
DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR
Composting Processes of Leaf Midribs Salak (Salacca edulis) with some
Activators

Pitoyo
Ir. Mulyono, M.P / Ir. Agus Nugroho Setiawan, M.P
Agrotechonolgy Departement Faculty og Agriculture
Muhammadiyah University of Yogyakarta
Abstract
COMPOSTING PROCESSES OF LEAF MIDRIBS SALAK (SALACCA
EDULIS) WITH SOME ACTIVATORS. A research entitled “Composting
Processes of Leaf Midribs Salak (Salacca edulis) with some Activators”, was
conducted at Greenhouse Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah
Yogyakarta, from June 2016 up to August 2016.These research were arranged in
Completely Randomized Design (CRD) with the four treatments: activators EM4;
cow manure; rice straw compost; Urea; and without activator treatment, and each
treatment was repeated 3 times.The results showed that all kinds of Activators
give real effect to all parameters of leaf midrib bark compost and EM4 is an
activator of the nicest in the process of composting leaf Midrib Salak.
Keywords: leaf Midrib Salak, Activators EM4, cow manure, rice straw compost,
Urea

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Salak merupakan buah yang diminati oleh semua kalangan mulai dari anak anak sampai orang tua. Buah salak juga dapat mengatasi sembelit. Tanaman salak
dapat tumbuh di berbagai tempat. Salah satu daerah penghasil salak adalah
Kabupaten Sleman. Populasi tanaman salak di daerah Sleman sebanyak 4.653.790
rumpun, dan 88% diantaranya jenis salak pondoh (4.095.178 rumpun), 11,5%
salak biasa dan 0,5% salak gading (Badan Pusat Stastistik, 2004). Untuk
menjamin produktivitas tanaman salak, maka diperlukan perawatan yang intensif,
salah satu perawatan tanaman sesuai SPO (Standard Prosedur Oprasional).
SPO menurut Good Agriculture Practices” adalah pemangkasan pelepah
daun antara 2-3 pelepah daun /pohon /musim (musim kemarau dan penghujan). /
setiap rumpun rata-rata terdiri dari 5 pohon, Setiap rumpun akan menghasilkan
limbah pelepah sebanyak 15 atau setara dengan berat 0,36 kg, pelepah yang
dihasilkan setara berat 4,32 kg sehingga untuk populasi 20.104 ton/ musim yang
merupakan potensi yang sangat besar sebagai sumber pupuk organik.
Pelepah daun Salak merupakan suatu limbah hasil pemangkasan yang
melimpah, selama ini mengalami kendala dalam pemanfaatannya khususnya
sebagai sumber pupuk organik. Pelepah daun salak mengandung selulosa dan
lignin yang cukup tinggi maka pelepah daun salak membutuhkan waktu lama.
Pada umumnya untuk memperoleh kompos yang baik dibutuhkan waktu enam
sampai delapan bulan.

1

2

Namun, dengan kemajuan teknologi maka kekurangan tersebut dapat
diminimalkan. Antara lain dengan memberikan aktivator yang mengandung
mikrobia yang sesuai untuk proses pengomposan. Kombinasi mikrobia pada
aktivator dan aktivitas mikrobia selama proses pengomposan pada berbagai
macam aktivator sangat mempercepat lama proses pengomposan dan kualitas
kompos. Aktivator digolongkan menjadi dua yaitu aktivator alami dan aktivator
buatan. Aktivator alami adalah bahan yang mengandung mikrobia yang berperan
dalam proses dekomposisi yang tersedia secara alami dalam jumlah tidak tentu.
Aktivator alami dapat berupa kotoran ternak seperti kotoran sapi yang
mengandung bakteri rumen. Aktivator buatan adalah bahan yang mengandung
mikrobia yang berperan dalam proses dekomposisi yang jenis dan jumlahnya
sengaja di kumpulkan dalam suatu media yang cocok seperti Stardec dan Effective
Microorganism 4 (EM4) (Sutanto, 2002).
Dalam penelitian ini akan dikaji penggunaan aktivator pupuk kandang sapi,
larutan Effective Microorganism (EM4), kompos tua jerami padi dan pupuk Urea
untuk mempercepat proses pengomposan pelepah daun salak dan menguji kualitas
kompos yang dihasilkan.

3

B. Perumusan Masalah
Pelepah daun Salak merupakan suatu limbah hasil pemangkasan yang
melimpah, selama ini masih mengalami kendala dalam pemanfaatannya
khususnya sebagai sumber pupuk organik. Pelepah daun salak mengandung
selulosa dan lignin yang cukup tinggi maka pelepah daun salak membutuhkan
waktu lama dalam proses dekomposisi. Penelitian menggunakan berbagai macam
aktivator yang dapat mempercepat proses dekomposisi pelepah daun salak perlu
dikembangkan lebih lanjut oleh karena itu penelitian ini memiliki permasalahan,
jenis aktivator apa yang efektif dapat mempercepat proses pengomposan pelepah
daun salak.

C. Tujuan Penelitian
Mendapatkan jenis aktivator yang efektif untuk mempercepat pengomposan
pelepah daun salak.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Salak Pondoh

Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman
salak di daerah Sleman sebanyak 4.653.790 rumpun, dan 88% diantaranya jenis
salak pondoh (4.095.178 rumpun), 11,5% salak biasa dan 0,5% salak gading.
Guna menjamin produktivitas tanaman salak, maka diperlukan perawatan yang
intensif, salah satu perawatan tanaman sesuai SPO (Standard Prosedur Oprasional
)” Good Agriculture Practices” adalah pemangkasan pelepah daun antara 2-3
pelepah daun, pohon, musim (musim kemarau dan penghujan) setiap rumpun ratarata terdiri dari 5 pohon, setiap rumpun akan menghasilkan limbah pelepah
sebanyak 15 pelepah atau setara dengan berat 0,36 kg, pelepah yang dihasilkan
setara berat 4,32 kg sehingga untuk populasi 20.104 ton/ musim yang merupakan
potensi yang sangat besar sebagai sumber pupuk organik.
Menurut hasil penelitian Balai Besar Pulp dan kertas Bandung bersama
dinas perdangan perindustrian koperasi dan penanaman modal kabupaten Sleman
tahun 2003, pelepah daun salak mengandung serat Eqfalen dengan kandungan
serat pada pelepah daun salak yaitu sebesar 52%. Dari hasil analisis pendahuluan
didapatkan pelepah daun salak mengandung air 10.50%, C 36.5 %, N 0.91 %, BO
62.93%, C/N rasio 40.10% selama ini petani masih mengalami kesulitan untuk
memanfaatkan limbah pelepah daun salak sebagai pupuk kompos, hal tersebut
disebabkan adanya kandungan selulose atau serat yang tinggi dan nila C/N rasio
yang tinggi menyebabkan limbah pelepah daun salak memerlukan waktu yang
lama untuk terdekomposisi.

4

5

B. Pengomposan
Pengomposan yaitu upaya untuk mempercepat proses dekomposisi bahan
organik oleh makro maupun mikroorganisme dengan kondisi lingkungan yang
terkendali (Bertoldi M. de, Vallini G. and Pera A.1983). Dari definisi tersebut
dapat disimpulkan kunci utama yang pertama adalah untuk mempercepat proses
pengomposan harus ada

mikroorganisme

yang

berperan dalam proses

dekomposisi. Kedua faktor lingkungan harus disesuaikan dengan kebutuhan
syarat hidup organisme tersebut Hidayat, (2010) selain kedua faktor tersebut
masih ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu sifat bahan yang akan
dikomposkan.
Pengomposan dengan bantuan mikroorganisme sering disebut dengan
sistem pengomposan panas, karena dalam proses dekomposisinya dilakukan oleh
jasad aerob yang akan memecah senyawa karbon menjadi CO2, H2O dan unsurunsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman dan melepaskan energi berupa panas.
Sedangkan jika kondisi an aerob maka proses yang terjadi disebut dengan proses
fermentasi, dalam proses ini akan dihasilkan senyawa dalam bentuk Gas, misalnya
CH4, H2S dan NH3 serta energi panas yang lebih kecil dibandingkan pada proses
dekomposisi atau pengomposan aerob. Proses pengomposan secara anaerob atau
fermentasi sering disebut dengan sistem pengomposan dingin. Pengomposan
sistem dingin juga dapat dilakukan oleh makro organisme misalnya cacing
(vermicomposting), uret, rayap, lipan dan lain-lain. Mikroorganisme yang
berperan dalam pengomposan sistem panas terdiri dari golongan bakteri, jamur
dan aktinomycetes baik yang bersifat termofilik dan mesofilik. Kemampuan

6

mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan organik dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya nilai C/N rasio, ukuran partikel, suhu, kelembaban,
aerasi, dan pH. Upaya untuk mempercepat proses pengomposan dapat dilakukan
dengan mengatur faktor - faktor tersebut sesuai dengan lingkungan yang
dibutuhkan mikroorganisme atau menggunakan aktivator.
Bahan yang mempunyai C/N rasio rendah misalnya bahan yang berasal dari
tanaman kacang - kacangan (Legumeceae), tanaman yang berbiji polong, azolla.
Karena tanaman – tanaman tersebut dapat memfiksasi N dari atmosfer. Old
compost merupakan kompos yang sudah tua yang biasanya berumur 1-2 tahun.
Bahan ini dapat digunakan sebagai aktivator karena selain mempunyai nilai C/N
rasio rendah juga banyak mengandung mikroorganisme dekomposer. Tanah
lempung yang banyak mengandung bahan organik dapat digunakan sebagai
aktivator karena selain mengandung jasad dekomposer juga dapat mengikat unsur
hara hasil dekomposisi sehingga dapat mengurangi kehilangan unsur hara selama
proses pengomposan. Pupuk kandang yang dapat digunakan sebagai aktivator
terutama dari golongan hewan yang menyusui atau mamalia karena hewan
tersebut mempunyai jasad yang mampu mendekomposisi bahan organik.
Penambahan Urea dan ZA ke dalam kompos karena dapat menurunkan nilai C/N
rasio sehingga dapat memacu proses dekomposisi.
1. Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan
a. Fauna
Fauna berperan penting dalam proses pengomposan dengan jalan
menghaluskan bahan yang kasar menjadi bahan yang halus dengan cara

7

memakan.

Meningkatkan

luas

permukaan

bahan

sehingga

akan

meningkatkan kemampuan mikroba untuk kontak dengan substrat bahan
organik.
b. Protozoa
Protozoa aktif pada awal proses pengomposan dengan jalan memakan
bahan organik yang lebih kecil, memangsa populasi mikrobia mengendalikan
jumlahnya dan mendaur ulang unsur hara.

2. Mikroorganisme dekomposer (Bakteri, aktinomisetes, Jamur/ Fungi)
a. Bakteri
Bakteri merupakan jasad ber sel tunggal disebut juga prokaryotik,
prokaryotik merupakan organisme hidup yang paling kecil. Biasanya
membentuk koloni didalam kompos. Responsif terhadap kerusakan karena
perubahan suhu dalam kompos dan beragam nutrisi.
b. Actinomycetes
Bakteri yang memiliki filamen (benang) dan menghasilkan geosmin
(C12H2O), yaitu komponen organik yang menghasilkan aroma atau rasa,
mendegradasi selulose atau serat, hemiselulosa dan lignin yang sangat
penting selama proses fase termofilik dan fase pendinginan.
c. Fungi
Fungi merupakan jasad eukariotik yang ber sel banyak, termasuk
jamur yang sudah dibentuk menjadi ragi. Fungi membentuk filamen atau
benang yang akan menguraikan polimer tanaman yang komplek seperti
selulose, hemiselulose dan lignin.

8

3. Faktor lingkunganyang mempengaruhi dalam pengomposan
a. Aerasi (kandungan oksigen)
Proses perombakan bahan organik dapat berlangsung secara an aerob
maupun aerob. Dalam proses an aerob tidak dibutuhkan adanya oksigen,
sehingga hasil dekomposisinya biasanya berupa gas seperti metana (CH4),
(H2S), (NH3), (CO2), dan sulfur organik (merkaptan) yang menimbulkan
bau busuk. Sedangkan proses dekomposisi secara aerob (menggunakan
O2), hasil akhir merupakan produk metobolisme biologi berupa CO 2, H2O,
panas, unsur hara (NO3-, SO4=, H2PO4-), dan hasil akhir berupa humus.
Supaya terjadi proses dekomposisi aerob secara optimal dibutuhkan O 2
minimal 10%.
b. Kandungan air ( kelembaban)
Kelembaban merupakan satu faktor penting dalam pengomposan
dalam melarutkan bahan organik sampai ke sel mikrobia. Mikroorganisme
dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di
dalam air. Kelembaban 40- 60% optimum untuk metabolisme mikroba.
Kurang dari 40% aktivitas mikroba akan mengalami penurunan drastis,
lebih dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikrobia menurun dan akan terjadi fermentasi an aerobik yang
menimbulkan bau busuk.
c. Suhu (Temperatur)
Suhu optimal pengomposan panas dihasilkan dari aktivitas mikroba
hubungan antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen, semakin
suhu akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula

9

proses dekomposisi. Temperatur antara 30 – 60 0C menunjukkan aktivitas
pengomposan yang tepat lebih cepat dari suhu lebih dari 60 0C akan
membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup, sedangkan suhu yang tinggi juga akan
membunuh mikroba- mikroba patogen tanaman dan benih- benih gulma.
d. pH
pH merupakan ukuran untuk menyatakan ke asaman atau ke basaan
dari bahan yang dikomposkan, akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan aktivitas mikroorganisme. pH

optimum untuk bakteri 6,0 – 7,5,

sedangkan untuk fungi 5,5 – 8,0. Jika pH kompos melebihi 7,5 maka akan
terjadi kehilangan N melalui penguapan amoniak dalam bentuk gas selama
proses pengomposan terjdi fariasi perubahan pH dari tumpukan kompos.
e. Sifat bahan yang dikomposkan
Selama proses pengomposan mikroorganisme akan memecah
senyawa organik untuk sumber energi dalam proses hidupnya

dan

mendapatkan nutrisi (N, P, dan K, untuk keberlanjutan populasinya). Dari
berbagai bahan yang dibutuhkan mikrobia untuk melakukan dekomposisi
C dan N bahan yang sangat diperlukan.
Karbon dibutuhkan sebagai sumber energi dan komponen dasar
penyusun lebih 50% sebagai komponen penyusun sel mikrobia. Nitrogen
merupakan komponen penyusun protein, asam nokleat, asam amino, enzim
di gunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme. C/N rasio yang ideal
dalam pengomposan sekitar 30 : 1 atau 30 bagian karbon untuk 1 bagian

10

nitrogen berdasarkan beratnya. Jika C/N rasio kurang dari 30 maka akan
terjadi suplai N yang berlebihan sehingga N akan mudah hilang menjadi
gas amoniak yang menyebabkan bau yang tidak sedap. Nilai C/N rasio
yang tinggi suplai nitrogen tidak cukup untuk pertumbuhan mikroba secara
optimal, sehingga menghasilkan kompos yang dingin dan proses
dekomposisi yang lambat.
Biasanya bahan- bahan yang berwarna hijau dan basah cenderung
memiliki kandungan N yang tinggi dan bahan warnanya coklat dan kering
karbon akan tinggi. Ikatan karbon juga mempengaruhi kecepatan bahan
kompleksitas ikatan karbon dari bahan juga akan mempengaruhi kecepatan
dekomposisinya. Urutan bahan dari mudah sampai yang sukar mengalami
peruraian berturut- turut: karbohidrat > hemiselulose, selulose = kitin >
liknin.

C. Aktivator
Menurut Firmansyah (2010) aktivator merupakan bahan yang ditambahkan
dalam proses pengomposan yang dapat mempercepat proses dekomposisi. Jika
bahan yang ditambahkan berupa berupa jasad hidup disebut bio aktivator.
Misalnya bahan organik yang mempunyai nilai C/N rasionya rendah, kompos
yang sudah tua (old compost), tanah yang banyak mengandung bahan organik,
pupuk kandang dan pupuk an organik yang mengandung N misalnya Urea dan
ZA.

11

1. Bio Aktivator
Pengomposan

dengan

bantuan

aktivitas

mikroorganisme,

dapat

ditingkatkan dengan menambah bio aktivator berupa kultur bakteri yang
khusus. Namun gagasan ini telah banyak yang meragukan, karena berbagai
percobaan membuktikan tidak ditemukan kelanjutannya. Mikroorganisme
akan berkembang secara ekstrim lebih cepat selama beberapa hari dan dapat
meningkatkan sampai batas maksimum yang di izinkan oleh kondisi
lingkungan pada tumpukan bahan kompos. Setelah kondisi lingkungan tidak
mendukung maka pertumbuhan akan berhenti sehingga banyak pakar kompos
dunia yang berpendapat penggunaan aktivator dalam bentuk kultur bakteri
tidak disarankan (Robert Kourik 2007).
2. Kompos Tua Jerami Padi (old compos).
Jerami padi merupakan hasil sampingan dari tanaman padi. Jerami padi
tersusun dari senyawa organik seperti selulosa, hemiselulosa, pectin, lignin
dan protein. Jerami padi menurut Lembaga Penelitian Peternakan Bogor
(1976), mengandung protein kasar 3.93%, serat kasar 32.99%, lemak 0.87%,
abu 22.44% dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen sebesar 39.77% dalam setiap
1 kg jerami padi.
Jerami padi diketahui mengandung unsur hara kalium cukup tinggi.
Adanya unsur kalium ini akan dapatbermanfaat untuk meningkatkan aktivitas
metabolisme dalam tanaman, mempertahankan turgor, membentuk batang
lebih kuat, meningkatkan aktivitas fotosintetis, pernafasan, metabolisme

12

tanaman dalam pembentukan karbohidrat dan aktivitas enzim, meningkatkan
ketahanan terhadap berbagai serangan hama dan penyakit (Rochmat, 1992).
Jerami padi adalah sumber hara yang baik. Satu ton jerami padi dalam
bentuk kompos memberikan 22% N dan 43% K2O ditambah unsur- unsur
lainnya. Nitrogen yang tersedia bagi tanaman di lepas dari jerami padi setelah
mengalami pembusukan. Sutanto (2002a) mengemukakan dalam 1,5 ton
jerami mengandung 9 kg N, 2 kg P dan S, 2,5 kg Ca yang berfungsi sebagai
substrat metabolisme dalam tanah.
3. Pupuk Kandang Sapi
Pupuk kandang sapi merupakan pupuk yang banyak mengandung air dan
lender. Bagi pupuk padat yang keadaannya demikian bila terpengaruh oleh
udara maka cepat akan terjadi perubahan keadaan menjadi keras, selanjutnya
air tanah dan udara yang akan melapukkan pupuk itu menjadi sukar
menembus/ merembes ke dalamnya. Dalam keadaan demikian peranan jasad
renik untuk mengubah bahan- bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi
zat- zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi keperluan
pertumbuhan

tanaman

mengalami

hambatan-

hambatan,

perubahan

berlangsung secara perlahan- lahan. Pada perubahan- perubahan ini kurang
sekali terbentuk panas.
Pada keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk kandang sapi adalah
pupuk dingin. Karena pupuk ini merupakan pupuk dingin, sebaiknya
pemakaian atau pembenamannya dalam tanah dilakukan 3 atau 4 minggu
sebelum masa tanam.

13

4. EM4 (Effective Microorganism 4)
Menurut Indriani (2004), larutan Effective Microorganism 4 yang di
singkat EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari
Universitas

Ryukyus,

Okinawa,

Jepang.

Larutan

EM4

ini

berisi

mikroorganisme fermentasi.
Jumlah mikroorganisme fermentasi dalam EM4 sangat banyak, sekitar 80
genus. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif
dalam

memfermentasikan

bahan

organik.

Dari

sekian

banyak

mikroorganisme, ada lima golongan pokok, yaitu bakteri fotosintetik,
Lactobacillus sp, Streptomyces sp, ragi (yeast), dan Actinomycetes. Bahan
aditif atau bahan tambahan yang dapat sebagai aktivator sebagai berikut:
a. Batuan pospat
Batuan pospat atau kalsium pospat sebanyak kurang lebih 1-2% berat
dari bahan kompos, meskipun tanpa penambahan azotobakter dapat
mempercepat proses pengomposan dan konversi nitrogen (Dhar N.R.,
Bose S.M. and Gaur A.C.1953).
b. Tanah lempung
Tanah lempung 1-2% berat bahan kompos dalam bentuk serbuk yang
kering akan memberikan nilai tambah jika di taburkan secara berlapis
dalam tumpukan kompos. Hal ini tidak hanya membantu melalui
penambahan mikroorganisme tanah tetapi juga dapat mengikat nitrogen
dalam bentuk amoniak yang dihasilkan pada fase termofilik sampai dapat
digunakan selama dekomposisi selulose yang terakhir. Penelitian di Cina

14

menunjukkan bahwa penggunaan lumpur dan debu dari endapan sungai
yang digunakan untuk menutupi seluruh permukaan bahan kompos akan
membantu isolasi panas dan mengontrolbaunya (FAO. 1978).
c. Potongan kayu atau abu kayu
Potongan kayu atau abu kayu bahan ini biasanya digunakan sebagai
aditif untuk limbah organik yang halus terutama dari endapan lumpur
organik yang tidak mungkin oksigen akan masuk. Pada kasus ini untuk
meningkatkan porositas bahan tersebut perlu ditambahkan abu kayu atau
potongan- potongan kayu, setelah akhir pengomposan bahan aditif di
pisahkan

dengan

cara

penyaringan

karena

tidak

dapat

segera

terdekomposisi dan dapat digunakan lagi untuk pengomposan selanjutnya
(Finstein et al.1978).
d. Urea
Urea adalah senyawa kimia dengan kandungan nitrogen sebesar 46%,
dari hasil penelitian di Cina menunjukkan unsur N dalam Urea dapat
segera digunakan oleh mikroorganisme dalam proses pengomposan karena
sifat Urea yang mudah larut. Penambahan urea biasanya sebesar 1- 2%
dari berat bahan yang dikomposkan (Raabe, 2001).
e. Bahan dengan nilai C/N rasio yang rendah
Bahan dengan nilai C/N rasio yang rendah Bahan ini biasa
ditambahkan pada proses pengomposan bahan yang mempunyai nilai C/N
rasio yang tinggi (bahan- bahan yang banyak mengandung selulose,
hemiselulose dan lignin). Komposisi yang ideal pada awal pengomposan
C/N rasio bahan campuran sekitar 30: 1 (Raabe, 2001).

15

f. SNI kompos organik
Spesifikasi kompos yang berasal dari sampah organik domestik harus
memenuhi persyaratan kandungan kimia, fisik dan bakteri yang harus
dicapai

dari

hasil

kompos.mBerdasarkan

olahan
SNI

sampah
:

organik

19-7030-2004

domestik

menjadi

kematangan

kompos

ditunjukkan oleh hal- hal berikut :
1) C/N – rasio mempunyai nilai (10- 20): 1
2) Suhu sesuai dengan suhu air tanah
3) Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4) Berbau tanah
Menurut Surtinah, (2013) persyaratan kualitas kompos Berdasarkan SNI :
19-7030-2004 disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 1. Standar SNI kompos
No
Parameter
Satuan
Minimum Maksimum
1
Kadar air
%
50
0
C
2
Temperature
Suhu air tanah
3
Warna
Kehitaman
4
Bau
Berbau tanah
5
Ukuran partikel
Mm
0,55
25
6
Kemampuan mengikat air
%
58
7
Ph
6,80
7,49
8
Bahan asing
%
1,5
9
Bahan organik
%
27
58
10 Nitrogen
%
0,40
11 Karbon
%
9,80
32
12 Phosphor (P2O5)
%
0,10
13 C/N rasio
10
20
14 Kalium (K2O)
%
0,20
*nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum.

16

D. Hipotesis
Diduga penggunaan aktivator Pupuk Kandang Sapi merupakan aktivator yang
terbaik dalam pengkomposan daun pelepah salak dibanding aktivator yang lain
karena aktivator Pupuk Kandang Sapi mengandung mikroorganisme yang sudah
tersedia secara alami sehingga dapat mempercepat pengomposan pelepah daun
salak.

III.

TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Greenhouse) Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan Juni –
Agustus 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini limbah pangkasan pelepah daun
Salak segar, pupuk kandang sapi, Urea, Kompos tua dari jerami padi, Effective
Microorganism 4 (EM4) dan tetes tebu (Molase) sebagai campuran aktivator
semua perlakuan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mesin Pencacah
kompos, parang, terpal, thermometer, pH meter, timbangan, ember, bak, plastik,
kertas label, alat tulis, garpu, sekop, saringan ukuran diameter 2cm dan saringan
diameter ukuran 1cm.

C. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan rancangan perlakuan
faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan
yang diujikan adalah jenis aktivator pada proses pengomposan, terdiri dari 4 jenis
perlakuan yaitu: aktivator Effective Microorganism 4 (EM4) 10 ml, Pupuk
kandang sapi 1 kg, Kompos jerami padi 1 kg, Urea 100 gram dan tanpa aktivator
sebagai kontrol. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

17

18

D. Cara Penelitian
Penelitian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pencacahan pelepah daun salak
segar dan Pencampuran aktivator.
1. Pencacahan bahan pelepah daun salak segar
Bahan pelepah daun salak diambil dari daerah Turi, Sleman sebanyak 200
kilogram. Selanjutnya pencacahan bahan menggunakan mesin pencacah
sehingga diperoleh ukuran 5-7 cm.
2. Pencampuran aktivator dalam pengomposan
Pencampuran aktivator dilakukan dengan cara mengambil pelepah daun
salak yang sudah dicacah sebanyak 10 kg/ perlakuan. Selanjutnya ditambahkan
molase sebanyak 25 ml sebagai campuran aktivator semua perlakuan kemudian
ditambah air 5 liter dan aktivator sesuai perlakuan. Untuk perlakuan EM4
ditambahkan 10 ml, perlakuan pupuk kandang sapi 1 kg, untuk perlakuan
aktivator kompos tua jerami padi ditambahkan 1 kg dan perlakuan urea
ditambah 100 gram serta tanpa perlakuan tidak ditambah bahan lain (kontrol).

E. Parameter yang Diamati
1. Sifat fisik kompos
Pengamatan fisik yang diamati pada proses dekomposisi pelepah daun
salak, diantaranya adalah:
a. Suhu kompos (oC)
Pengamatan suhu dilakukan 3 hari sekali selama 30 hari,
menggunakan alat Thermometer (0C) dengan melihat skala yang
ditunjukkan pada alat tersebut. Pengamatan dilakukan dengan cara

19

menancapkan termometer pada bagian karung yang berisi kompos dengan
tiga titik, atas, tengah dan bawah.
b. Warna kompos
Pengamatan warna kompos dilakukan setiap 3 hari sekali selama 30
hari dengan cara mengambil sampel sebanyak 3 gram (tiap perlakuan)
kemudian diletakkan dibawah kertas munsell. Kemudian warna kompos
tersebut dicocokkan dengan warna- warna yang terdapat dalam lembaran
buku munsell Soil Color Chart. Presentase kompos mendekati warna tanah
ditunjukkan presentase yang kecil sedangkan semakin besar maka warna
kompos seperti aslinya.
c. Bau kompos
Pengamatan bau dilakukan berdasarkan aroma atau bau yang
dihasilkan dari proses dekomposisi. Pengukuran bau kompos dilakukan
setiap 3 hari selama 30 hari dengan metode skoring (1-3). Kompos yang
belum jadi masih memiliki bau segar (bau seperti aslinya) dan saat
mendekati kematangan, kompos tersebut makin tidak berbau. Kompos yang
sudah tidak berbau menandakan kompos tersebut telah matang (sudah jadi).
Pengamatan Bau diamati dengan indra penciuman dan dibedakan menjadi 3
macam (Tabel 2).
Tabel 1. Skor aroma kompos
Skor
1
Keterangan Bau bahan aslinya
(+)

2
Bau menyengat
(++)

3
Berbau seperti
tanah (+++)

20

d. Kelembaban (kadar air kompos)
Pengukuran kadar air kompos dilakukan dengan mengambil sampel
sebanyak 10 gram. Cawan kosong ditimbang dahulu untuk mendapatkan
berat awal, kemudian cawan di beri bahan seberat 10 gram, hasil timbangan
cawan + bahan dicatat. Kemudian cawan beserta bahan di oven hingga
kadar airnya konstan.
Besarnya kadar air pada bahan kompos dinyatakan dalam basis basah
dengan metode grafi metri dengan rumus:
KL= (

) x 100%.

Ketearangan:
KL = kadar air kompos berdasarkan % berat basah
a = berat botol timbang kosong (gram)
b = berat botol + sampel kompos (gram) sebelum di oven
c = berat botol + sampel kompos (gram) sesudah di oven
e. Tekstur Kompos (Ukuran Partikel %)
Tekstur kompos (ukuran partikel) ditentukan dengan pengamatan
penyaringan bertingkat dengan ukuran saringan 20 mm dan 10 mm.
kemudian ditimbang berat kompos yang lolos saringan 20 mm dan yang
lolos saringan 10 mm kemudian dihitung masing- masing dalam presentase
terhadap bahan yang disaring dengan rumus:
T= x 100%
Keterangan:
T = presentase ukuran partikel (%)
b = berat kompos hasil penyaringan (gram)
a = berat awal kompos yang disaring (gram)
Kemudian diklasifikasikan menjadi 3 macam
1. Tekstur kasar: kompos yang tidak lolos 20 mm

21

2. Tekstur sedang: kompos yang lolos saringan 20 mm tidak lolos
saringan 10 mm
3. Tekstur halus: kompos yang lolos saringan 10 mm.
2. Sifat kimia kompos

a. Tingkat keasaman (pH)
Pengamatan pH berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi
kompos pelepah daun salak pada berbagai Aktivator. Mikroba kompos akan
berkerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH
antara 5,5 sampai 8. Tingkatkeasaman (pH) dalam pengomposan diukur
menggunakan pH universal. Tingkat keasaman diamati setiap 3 hari sekali
selama 30 hari menggunakan pH paper dengan cara mencampur 5 gram
kompos kedalam 12,5 ml aquades.
b. Kandungan C Organik
Pengamatan kandungan C Organik dilakukan di akhir pengomposan
yaitu pada minggu ke 4 dengan menggunakan metode Walkly and black
dengan rumus:
Kadar C

= (B – A ) x nFeSO4 x 3 x 10 100 x 100%
100 x berat tanah (mg)

77

100 + KL

Keterangan: C: kadar C organik, A: banyaknya FeSO4 yang digunakan
dalam titrasi blanko, 100/77: nisbah ketelitian antara metode volumetrik
dan oksodemetrik, KL: kadar lengas sampel tanah.
c. Kandungan Bahan Organik (BO)
Pengamatan

kandungan

Bahan

Organik

dilakukan

di

akhir

pengomposan yaitu pada minggu ke 4 dengan menggunakan metode

22

Walkley and Black dengan rumus:
Kadar BO (%) = kadar C x

%

Keterangan: BO: kadar bahan organik yang terkandung pada bulan,
100/58: kadar rata- rata unsur C dalam bahan organik.
d. Kadar N total (%)
Kadar N total pada kompos pelepah daun salak dianalisis dengan
metode Kjeldhal, pengujian dilakukan setelah penelitian pada kompos
pelepah dau salak menggunakan rumus:

Kadar N (%) = (B – A ) x nFeSO4 x 3 x 100%
100 x berat Sample (mg)
100 + KL

Keterangan:
A = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi baku
B = banyaknya NaOH yang digunakan dalam titrasi ulangan
KL = kadar lengas bahan yang digunakan
e. C/N Rasio
Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan menggunakan metode
perbandingan antara nilai C-Organik dengan nilai N Total.

F. Analisis Data
Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Data
kualitatif dianalisis secara deskriptif sedangkan data kuantitatif dianalisis
menggunakan analisis uji F Bila terdapat perbedaan nyata diantara perlakuan,
diteruskan Uji Jarak Ganda Duncan ( Duncan Multiple Range Test/DMRT ) pada
taraf

5%.

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat fisik

1. Suhu kompos
Pengamatan suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas
mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai
bahan organik. Menurut Miller (1991), suhu merupakan penentu dalam
aktivitas

pengomposan.

Menurut

Heny

Alpandari

(2015),

proses

pengomposan akan berjalan dalam empat fase, yaitu fase mesofilik, termofilik,
pendinginan dan pematangan. Namun secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Pada awal proses
dekomposisi, oksigen dan senyawa yang mudah terdegradasi akan
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik sehingga suhu tumpukan kompos akan
meningkat cepat. Mikrobia yang aktif pada fase ini adalah mikrobia
termofilik, yaitu mikrobia yang aktif pada suhu tinggi. Pada kondisi ini terjadi
dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif, karena mikroba
dalam kompos menggunakan oksigen dan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah semua bahan telah terurai, maka
suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan kompleks liat humus
(Isroi, M. 2007).

23

24

Hasil sidik ragam terhadap pengamatan suhu kompos pada hari ke - 30
menunjukkan bahwa jenis aktivator memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(Lampiran 1). Hasil Uji Jarak Ganda Duncan terhadap pengamatan suhu
kompos disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Rata-Rata Suhu Kompos Hari ke- 30
Perlakuan
Suhu 0C
EM4
31,89 bc
Pupuk Kandang sapi
34,00 a
Kompos Jerami padi
32,55 bc
Urea
32,78 ab
Tanpa Aktivator
31,22 c
Keterangan: Angka yang di ikuti huruf yang sama pada tabel menunjukkan
tidak ada beda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf
kesalahan α = 5%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu tertinggi kompos pelepah daun salak
hari ke-30 pada jenis aktivator pupuk kandang sapi dibanding tanpa aktivator.
Hal ini diduga proses pendinginan dan pematangan pada jenis aktivator Pupuk
Kandang Sapi terjadi lebih lambat dari jenis aktivator lainnya karena jenis
aktivator Pupuk Kandang Sapi merupakan pupuk dingin yang proses
penguraiannya lambat dalam tanah sehingga kinerja mikroorganisme menjadi
lambat dalam pengkomposan pelepah daun salak maupun dalam mengurai
pupuk kandang sapi sebagai aktivator.
Sedangkan perlakuan tanpa aktivator memiliki suhu terendah dari
semua perlakuan yang diaplikasikan. Hal ini disebabkan karena penambahan
mikroorganisme sebagai pengurai pelepah daun salak kurang efektif sehingga
ketersediaan mikroorganisme pada pelepah daun salak sudah mampu
mendekomposisi pelepah daun salak yang menyebabkan suhu kompos umur

25

30 hari pada perlakuan jenis aktivator yang diaplikasikan lebih tinggi dari
perlakuan tanpa aktivator.
Menurut Isro (2007), panas pada kompos ini terjadi karena mikroba
mulai aktif memanfaatkan oksigen dan mulai mengurai bahan organik menjadi
gas CO2, uap air dan panas. Setelah semua bahan terurai maka suhu akan
berangsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos
tingkat lanjut yaitu pembentukan kompleks liat humus. Perubahan suhu

suhu OC

kompos setiap perlakuan selama 30 hari disajikan dalam Gambar 1.
45,0
40,0
35,0
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0

A1
A2
A3
A4
A5

0

3

6

9

12 15 18 21 24 27 30
hari ke

Gambar 1. Perubahan Suhu selama 30 hari
Keterangan:
A1 : EM4
A2 : Pupuk Kandang sapi
A3 : Kompos Jerami
A4 : Urea
A5 : Tanpa Aktivator
Berdasarkan Gambar 1 hubungan antara hari pengamatan dengan suhu
kompos menunjukkan bahwa suhu tetinggi terjadi pada hari ke 3 untuk semua
perlakuan, mulai dari perlakuan dengan aktivator EM4 sampai tanpa aktivator.
Tingkat naiknya suhu berbeda-beda pada tiap perlakuan. Adanya aktivator
akan menjadikan mikroorganisme yang ada dalam kompos menjadi lebih

26

aktif. Aktivitas yang tinggi itulah yang ditunjukkan dengan adanya
peningkatan suhu. Hingga minggu ke-4 masih terjadi fluktuasi suhu
pengomposan dari seluruh perlakuan, sedangkan pada minggu ke-4 mulai
terjadi fase pendinginan yang ditandai dengan penurunan dari suhu puncak
menuju ke kestabilan. Pada minggu ke-6 mulai terjadi kestabilan suhu yang
berkisar pada suhu 26-27OC. Suhu ini sama dengan suhu tanah dan telah
sesuai dengan persyaratan kompos matang.
Pada perlakuan EM4 mengalami kenaikan suhu dari 30 oC menjadi
39,09 oC, perlakuan aktivator pupuk kandang sapi dari 30 oC mejadi 39,20 oC,
perlakuan aktivator kompos jerami padi dari 30 oC menjadi 41,67 oC,
perlakuan aktivator Urea dari 30oC menjadi 39,67 oC dan perlakuan tanpa
aktivator dari 30 oC menjadi 40,23 oC. Pada hal ini terjadi kenaikan suhu
dikarenakan

mikroorganisme

bekerja secara aktif pada tahap awal

pengomposan, yang kemudian berangsur angsur turun. Naiknya suhu tersebut
disebabkan akumulasi panas yang dikeluarkan mikroba yang sedang
mendegradasi bahan organik. Naiknya suhu tersebut diikuti dengan percepatan
dalam pendekomposisian. Saat suhu di atas 40 oC secara alami bakteri
mesofilik mati, dikarenakan bakteri jenis ini tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Tahap selanjutnya akan digantikan dengan bakteri ataupun mikroorganisme
termofilik. Bakteri ini merupakan bakteri yang dapat aktif pada suhu 40-70 oC.
Tahapan pengomposan selanjutnya kompos mengalami penurunan suhu
dari hari ke 3 sampai hari ke 9. Pada perlakuan EM4 penurunan suhu dari 39
o

C menjadi 35,33 oC, pada perlakuan aktivator pupuk kandang sapi penurunan

27

suhu dari 39,20 oC menjadi 36,23 oC, perlakuan aktivator kompos jerami padi
penuruan suhu dari 41,67 oC menjadi 37,67 oC, perlakuan aktivator Urea
penurunan suhu dari 39,67 oC menjadi 36,77 oC. Penurunan suhu terjadi
karena bakteri dalam bahan banyak yang mati atau dilakukan pembalikan, hal
ini dilakukan untuk membantu pencampuran bahan dan bakteri agar kompos
yang dihasilkan baik. Kemudian pada hari selanjutnya bahan mencapai suhu
titik terendah dan naik lagi. Kenaikan suhu ini terjadi Karena bakteri yang ada
di dalam bahan bekerja lagi secara aktif hingga mencapai suhu yang tinggi.
Jika suhu terlau tinggi maka bakteri banyak yang mati. Untuk mengatasinya
dengan dilakukan pembalikan setiap seminggu sekali.
Pada fase ini bahan organik telah terurai yang di ikuti dengan
penurunan kadar C sehingga energi yang dibutuhkan bakteri untuk
beraktivitas juga makin berkurang akan menyebabkan banyak bakteri yang
mati. Berkurangnya aktivitas mikroorganisme pada kompos maka berangsurangsur mengalami penurunan temperatur awal, pada tahapan ini lah kompos
masuk pada fase pematangan.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah jadi adalah coklat kehitaman (gelap)
menyerupai tanah. Apabila warna kompos masih seperti aslinya maka kompos
tersebut belum jadi (Widyarini, 2008). Perubahan warna kompos tergantung
bahan campuran yang digunakan. Pengukuran warna bahan dilakukan
menggunakan Munsell Soil Color Chart, dengan sistem warna Munsell yang
terdiri dari tiga dimensi independent yang dapat diibararatkan seperti silinder

28

tiga dimensi sebagai warna tak teratur yang solid : hue, diukur dengan derajat
sekitar lingkaran horizontal, chroma, diukur radial keluar dari netral (warna
abu-abu) sumbu vertical, dan value, diukur vertical dari 0 (hitam) sampai 10
(putih). Munsell menentukan jarak warna sepanjang dimensi ini dengan
mengambil pengukuran dari respon visual manusia (Valkatus, 2014). Hasil
pengamatan warna kompos disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 1. Perubahan Warna Kompos Selama Proses Pengomposan
Minggu
Perlakuan
1
2
3
4
A1: EM4

7,5 YR 6/4
Strong Brown

7,5 YR
7,5 YR 3/2 7,5 YR 3/1 3/1
Dark Brown Dark Brown Dark
Brown

A2: Pupuk
Kandang Sapi

7,5 YR 5/3
Strong Brown

7,5 YR 4/3
Brown

A3: Kompos
jerami

7,5 YR 5/4
Strong Brown

7,5 YR
7,5 YR 3/3 7,5 YR 3/2 3/2
Dark Brown Dark Brown Dark
Brown

A4: Urea

7,5 YR 6/6
Yellow

7,5 YR 4/2
Brown

7,5 YR 4/2
Brown

7,5 YR
4/1
Brown

A5: Tanpa
perlakuan

7,5 YR 4/4
Brown

7,5 YR 4/3
Brown

7,5 YR 4/3
Brown

7,5 YR
4/3
Brown

7,5 YR 4/1
Brown

7,5 YR
4/1
Brown

Hasil skoring warna menunjukkan perubahan terjadi setiap minggu. Pada
minggu pertama sampai minggu ke 4 semua perlakuan menunjukkan hue
yang sama (hue 7,5 YR), namun memiliki value dan chroma yang berbeda.
Hal ini disebabkan aktivator pada kompos dimanfaatkan oleh mikroba secara

29

efektif. Perbedaan warna kompos pada akhir pengamatan menunjukkan
tingkat kematangan kompos. Junedi (2008) mengemukakan bahwa kompos
yang dikatakan matang jika memiliki perubahan warna menjadi semakin
gelap dan berbau tanah.
Perubahan warna kompos disebabkan karena mikrobia pada masingmasing perlakuan berfungsi dengan baik untuk mendekomposisi bahan
organik. Warna kompos pelepah daun salak sampai akhir pengamatan belum
mencapai warna kompos yang paling baik. Ini disebabkan karena pelepah
daun salak banyak mengandung serat dan lignin yang sulit dikomposkan
sehingga diperlukan penambahan waktu pengomposan.
Menurut Heny Alpandari (2015) nilai value yang semakin kecil akan
menunjukkan warna yang semakin gelap dan nilai chroma yang semakin besar
menunjukkan warna semakin gelap pula, sehingga jika nilai value semakin
kecil dan nilai chroma semakin besar, maka warna yang dihasilkan akan
semakin gelap. Perubahan warna pada kompos pada setiap minggunya dari
warna hijau atau warna bahan mentahnya menjadi coklat kehitam - hitaman
menandakan bahwa kompos sudah menuju matang. Hasil pengamatan warna
dari ke lima perlakuan tersebut, perlakuan pada kompos dengan kompos
jerami lebih baik dibanding perlakuan lain dalam perubahan warnanya.
3. Aroma kompos
Bau atau aroma yang dihasilkan pada proses pengomposan merupakan
suatu tanda bahwa terjadi aktivitas dekomposisi bahan oleh mikroba. Mikroba
merombak bahan organik tersebut salah satunya menjadi ammonia, hingga gas

30

yang dihasilkan dapat mempengaruhi bau yang ada pada bahan. Bau yang
ditimbulkan juga dapat berasal dari bahan yang terlalu basah (Haffiudin,
2015) sehingga perlu dilakukan pembalikan. Pengamatan bau kompos
dilakukan dengan menggunakan indra penciuman, kemudian dilakukan
sk