RESPON AUSTRALIA TERHADAP INDONESIA TERKAIT KASUS EKSEKUSI MATI DUO BALI NINE TAHUN 2005-2015

(1)

SKRIPSI

RESPON AUSTRALIA TERHADAP INDONESIA TERKAIT

KASUS EKSEKUSI MATI DUO BALI NINE TAHUN 2005-2015

The Australia’s Response of Towards Death Penalty to Duo Bali Nine in 2005 -2015

Disusun Oleh: Anif Kusuma Ningrum

20120510381

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

HALAMAN MOTTO


(3)

(4)

RESPON AUSTRALIA TERHADAP INDONESIA TERKAIT KASUS

EKSEKUSI MATI DUO BALI NINE TAHUN 2005-2015

SKRIPSI

Disusun Oleh: Anif Kusuma Ningrum

20120510381

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015


(5)

MOTTO

” DO YOUR BEST AT ANY MOMENT THAT YOU HAVE”


(6)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Perumusan Masalah………. 4

C. Kerangka Teori………. 4

D. Hipotesa ……… 14

E. Jangkauan Penelitian………... 14

F. Metode Pengumpulan Data………. 15

G. Sistematika Penulisan………... 16

BAB II PUTUSAN HUKUMAN MATI DUO BALI NINE A. Kronologi Putusan Hukuman Mati Kepada duo bali nine... 17

B. Respon Australia Dalam Menuntut Pembatalan Hukuman Mati... 21

C. Desakan Opini Publik Termasuk Kelompok Kepentingan di Australia... ... 24


(7)

BAB III KEBIJAKAN PENERAPAN PIDANA MATI DI INDONESIA

A. Kebijakan penegakkan Hukum di Indonesia... 37

B. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia... 40

C. Pidana Mati dalam Perundang-Undangan Indonesia... 44

BAB IV HAK ASASI MANUSIA A. Hak Asasi Manusia di Australia... 53

a. Magna Charta di Australia... 57

b. Deklarasi Universal HAM... 58

c. Konstitusi Australia... 59

d. Eksekusi Mati melanggar HAM... 61

B. HAM di Indonesia a. Hukuman Mati tidak melanggar HAM... 65

BAB V KESIMPULAN... 70


(8)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

♥ Bapak Sukoredjo B.sc dan Ibu Rini Susanti, terimakasih pak,buk hanya ini yang biSa anif berikan sebagai tanda terakhir kelulusan sekolah anif. Setiap kata yang tertulis di skripsi ini adalah kumpulan rasa kangen yang terus membuat gunung-gunung rindu kepada bapak dan ibu yang jauh di Sumatra. Terimakasih atas doa, kasih sayang, dan dukungan bapak ibu. Maaf kalau anif belum bisa memberikan suatu hasil jerih payah anif kepada bapak dan ibu. Terimakasih sudah memperbolehkan anif untuk menikah di masa kuliah ini, terimakasih untuk celotehan dan curhatan yang selalu didengar..

Pak, buk apapun itu kalian THE BEST AND THANKS FOR EVERYTHING.

♥ Untuk suamiku Nur Ifansyah, terimakasih atas segalanya sayang.

Terimakasih untuk menjadi teman hidupku Insyaallah hanya kematian yang memisahkan kita. Terimakasih untuk waktu, doa, dan keluh kesahku yang mungkin kadang membuatmu stress dan jenuh, hheheheh dan Untuk kedua anakku Athalla Gibran Khalfani yang


(9)

v jauh di Sumatra, I wish always beside you to hold your hands no matter what. I miss you so much.. Ibu selalu rindu dan sayang kamu nak, maaf kita jadi berpisah dan Adhyasta Zhafran Khalfani terimakasih sudah menemani ibu. terimakasih untuk kelucuan dan kepintarannya, dan terimaksih sudah ada didunia ini. Kalian adalah kebahagiaan yang begitu lengkap untuk ibu.

♥ Mertuaku Ibu Retno Dwi Peni S.pd dan Bapak Supriyatna S.pd terimakasih untuk doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terimakasih sudah menerimaku menjadi menantu bapak, ibu. Dan terimakasih sudah membantu menjaga Gibran dan Zhafran di waktu aku kuliah.

♥ kakak-kakakku tercinta, yang dengan sabarnya menanti aku mendapatkan gelar sarjana :

 Rika Sofia Kusuma Wati S.pd, Poerwanto, Beben Kusuma Hadi, Nina Mariyana Am.Keb, Aini Kusuma Putri S.E, Kiki Kusuma Astuti Am.Keb atas perhatian, kasih sayang, serta doa yang kalian berikan kepadaku. Aku benar-benar rindu kebersamaan dengan kalian. Sekarang sudah ada jarak yang memisahkan kita.


(10)

v  Kakak Iparku, mbak novi terimakasih ya mbak untuk doa dan bantuannya jaga Gibran sama Zhafran kalo aku lagi kuliah.

♥ temen-temen kuliahku HI’2012 terimakasih untuk

pengalaman dan pertemanannya, temen dari semester 1 ( reni,ais) maaf sering kurepotin minta bahan-bahan kuliah. Temen-temen KOMAHI, thanks yak buat keseruannya.

♥ Snake Family, teman sekaligus sahabat Ifan yang juga sahabatku. Ayo buruan wisuda gengs. Ngelayapnya libur dulu sih!habis itu cari jodoh.

Dan terimakasih untuk kalian semua yang sudah membantu aku, bertukar pikiran, pengalaman, dan motivasi hidup.


(11)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PENGESAHAN……… ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN……….. iii

HALAMAN MOTTO……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……… v

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……… x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Perumusan Masalah………. 4

C. Kerangka Teori………. 4

D. Hipotesa ……… 14

E. Jangkauan Penelitian……….. 14

F. Metode Pengumpulan Data………. 15

G. Sistematika Penulisan……….. 16

BAB II PUTUSAN HUKUMAN MATI DUO BALI NINE A. Kronologi Putusan Hukuman Mati duo Bali Nine……… 17 B. Respon Australia dalam Menutut Pembatalan Hukuman Mati. 21


(12)

ix

C. Desakan Opini Publik Termasuk Kelompok Kepentingan di

Australia………. 24

BAB III KEBIJAKAN PENERAPAN PIDANA MATI KASUS NARKOBA DI INDONESIA A. Kebijakan Penegakkan Hukum di Indonesia……… 37

B. Sistem Peradilan Pidana Mati………. 40

C. Pidana Mati Dalam Perundang-Undangan Indonesia……… 44

BAB IV HAK ASASI MANUSIA A. Hak Asasi Manusia di Australia……… 53

a. Magna Charta di Australia……….. 57

b. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia……… 58

c. Konstitusi Australia……….. 59

d. Eksekusi mati melanggar HAM……… 61

B. Hak asasi Manusia di Indonesia……… 64

a. Hukuman mati tidak Melanggar HAM………. 65


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Denpasar pada tahun 2006 kepada dua gembong narkoba asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran menuai aksi protes perdana menteri Australia Tony Abbot dan masyarakat Australia karena dianggap melanggar HAM. Perbuatan yang dilakukan oleh Andrew dan Myuran adalah penyelundupan Heroin yang merupakan tindak pidana narkotika untuk golongan I sejumlah 8,2 kilogram pada 17 April 2005. Dalam pasal 113 ayat (2) UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang berlaku, disebutkan bahwa:

“Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).”

Dalam putusan perkaranya, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar No. 626/PID.B/2005/PN.DPS vonis mati terhadap duo bali nine karena kasus narkotika, diperkuat hingga tingkat kasasi pula oleh Putusan Pengadilan


(14)

Tinggi (PT) Denpasar No. 22/PID.B/2006/PT.DPS dan Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1693 K/PID/2006. Prosedur hukum biasa sudah ditempuh hingga tingkat kasasi dan prosedur hukum luar biasa pun sudah diupayakan dengan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kepada MA dengan nomor perkara 39 K/Pid.Sus/2011.

Upaya hukum terakhir yang dapat diupayakan adalah permohonan Grasi kepada Presiden sebagaimana dijamin dalam UU no. 22 tahun 2002 tentang Grasi, yang mana upaya hukum ini adalah upaya hukum yang murni berdasarkan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) (Hukumpedia, 2015).

Banyaknya upaya yang dilakukan Australia kepada Indonesia tidak berhasil mengurungkan niat Pemerintah Indonesia untuk menangguhkan hukuman mati. Pemerintah Indonesia menganggap pelaksanaan hukuman mati merupakan keputusan tepat sebagai upaya menciptakan efek jera bagi para bandar dan pengedar narkoba. Yang tidak kalah pentingnya, respon pemerintah Indonesia tersebut juga sekaligus diarahkan untuk menjaga kedaulatan hukum Indonesia yang sedang menghadapi darurat narkoba. Isu ini, bagaimana pun, merupakan bagian dari dinamika hubungan bilateral kedua negara.

Pasca penolakan pemberian grasi oleh Presiden Joko Widodo, pelaksanaan hukuman mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukuraman akhirnya dilakukan pada tanggal 29 April 2015. Kedua terpidana merupakan


(15)

warga negara Australia yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Bali pada tanggal 14 Februari 2006 dengan ancaman hukuman mati.

Reaksi pertama Perdana Menteri Tony Abbott adalah menarik duta besar mereka di Indonesia. Pemerintah Australia bahkan menyinggung mengenai pemberian bantuan berupa uang dan sumber daya manusia pada saat terjadinya bencana tsunami yang menimpa Indonesia pada tahun 2004. Singgungan ini tentunya diarahkan untuk meminta pemerintah Indonesia membayar kemurahan hati Australia tersebut dengan cara membatalkan hukuman mati kedua warga negaranya (CNN Indonesia, 2015). Pemerintah itu juga menawarkan pertukaran dua terpidana mati asal Australia tersebut dengan tiga narapidana Indonesia yang ditahan di Australia dalam kasus narkoba tahun 1998, yakni Kristito Mandagi, Saud Siregar, dan Ismunandar dan juga banyaknya desakan dari masyarakat Australia agar pemerintah Australia membantu terpidana duo bali nine terbebas dari vonis hukuman mati (DPR, 2015)

Dalam hal penarikan duta besar atau perwakilan asing merupakan salah satu respon dalam diplomasi antar Negara. Tindakan tersebut merupakan hak sebuah negara untuk memprotes kebijakan negara lain. Namun demikian,kebijakan penarikan itu tidak berarti merusak hubungan bilateral kedua Negara. Penarikan duta besar itu tidak serta merta mempengaruhi kerjasama bilateral dalam isu-isu lain, misalnya pendidikan dan kebudayaan (detiknews, 2015).


(16)

Begitu pula dengan banyaknya kecaman terhadap Indonesia dari masyarakat Australia yang turut menolak pelaksaan eksekusi mati duo bali nine di media massa. Bahkan sekjen PBB Ban Ki-Moon turut mengecam tindakan pemerintah Indonesia dan mendesak Indonesia untuk membatalkan pelaksanaan eksekusi mati (BBC, 2015)

Di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah tidak bergeming. Bagi Indonesia pelaksanaan hukuman mati tersebut merupakan masalah kedaulatan hukum Indonesia. Hal ini juga merupakan upaya untuk menimbulkan efek jera bagi para bandar dan pengedar narkoba ditengah-tengah kondisi darurat narkoba yang dihadapi Indonesia. Saat ini, dalam satu hari sekitar 50 jiwa atau sekitar 18.000 jiwa warga negara Indonesia per tahun meninggal dunia akibat narkoba. Hal inilah yang menjadi alasan banyaknya pihak yang mendukung pelaksanaan hukuman mati ini (Arba'i, 2015).

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut “Mengapa Australia menentang keras pelaksanaan eksekusi mati duo bali nine tahun 2005-2015?”

C. Kerangka Teori

Dalam menghubungkan rumusan masalah dengan hipotesa penulis menggunakan Definisi HAM (Hak Asasi Manusia), dan teori


(17)

Konstruktivisme yang memandang bahwa norma yang ada dan berkembang di suatu Negara dapat mempengaruhi tindakan Negara itu.

1. Teori Konstruktivis

Konstruktivis (atau social Konstruktivisme) merupakan paradigma yang berusaha untuk menjelaskan terbentuk maupun transformasi identitas dan kepentingan Negara. Pandangan ini percaya bahwa struktur fundamentalisme politik internasional bukan terbatas pada material atau kapabilitas, namun aspek social (Soetjipto, 2015). Asumsi yang diterima secara luas bahwa konstruktivis adalah suatu „isme‟, paradigma, atau model yang mensoroti peran norma dalam Hubungan Internasional (Walter Carlsnaes, 2004).

Konstruktivisme merupakan teori alternative yang turut mewarnai teori hubungan internasional modern. Sejak tahun 1980, kehadiran konstruktivisme dianggap sebagai teori dinamis, tidak semena-mena, dan secara kultural berbasis pada kondisi-kondisi sosial. Teori ini berasumsi pada pemikiran dan pengetahuan manusia secara mendasar. Adanya nature dan human konowlege dari tiap individu mampu mentransfor fenomena atau realita sosial ke dalam pengetahuan ilmu-ilmu sosial.

Tokoh pemikiran konstruktif klasik berasal dari pemikir sosial seperti Hegel, Kant, dan Grotius, yang kental dengan paham idealisme. Sedangkan pasca Perang Dingin, mulai bermunculan para konstruktivis yang cenderung berfikir tentang politik internasional, yakni Karl Deutch,


(18)

Ernst Haas dan Hedley Bull. Tokoh konstruktif lain adalah Friedrich Kratochwill (1989), Nicholas Onuf (1989), dan Alexander Wendt (1992).

Konstruktivis mempunyai kepentingan untuk menggunakan norma sebagai sarana untuk memperbaiki keadaan atau melakukan perubahan sosial. Hal ini merupakan sisi “kritis” dari konstruktivis. Beberapa konsep yang ada di konstruktivis yakni, ide, norma, konstruksi sosial, identitas aktor, dan kepentinagnan aktor.

Konstruktivis menolak seperti fokus materi sepihak . Mereka berpendapat bahwa aspek yang paling penting dari hubungan internasional adalah sosial , tidak material. Akibatnya , studi hubungan internasional harus fokus pada ide-ide dan keyakinan yang menginformasikan aktor di kancah internasional.

“Constructivist approaches expand the repertoire of theoretical explanation by arguing that states behave in accordance with a “logic of appropriateness” and a “logic of material consequences” for their actions. Yet, by claiming that standards of appropriateness –i.e. “norms” – determine political outcomes(Finemore, 1996).

Konstruktivisme menekankan pentinganya pengaruh norma sosial dalam menentukan setiap tindakan, dalam konteks politik internasional sekalipun. Hal ini terwujud dalam adanya pembedaan antara logic of consequences dan logic of appropriatness. Logic of consequences adalah saat suatu entitas mengejar kepentingan tertentu dan kemudian menimbang utilitas sebuah tindakan berdasarkan preferensi kepentingan mereka.


(19)

Dengan kata lain, yang menjadi pertimbangan utama adalah konsekuensi tindakan terhadap kepentingan. Tindakan ditentukan secara rasional untuk memaksimalkan kepentingan. Sementara itu logic of appropriatenes adalah saat suatu entitas melakukan apa yang dianggap pantas dalam konteks tertentu karena terdapat norma-norma yang menetapkan tindakan spesifik dalam konteks tersebut, dengan kata lain perhitungan rasional seperti kepentingan , konsekuensi, dan utilitas tidak lagi menjadi penting karena telah ada norma yang menentukan apa yang dianggaop pantas. Norma tersebut dapat merupakan norma tertulis maupun tidak tertulis (Soetijpo, 2015).

Dalam konstruktivis, norma merupakan hasil dari tindakan Negara, namun disaat yang sama, hal ini juga dapat mempengaruhi tindakan sebuah Negara. Dalil konstruktivisme ini menjadi relevan dalam kaitannya dengan HAM. HAM berlaku kuat karena merupakan norma yang bersifat universal sehingga dapat menjadi dasar tindakan suatu Negara. Namun di sisi lain, konstruktivism juga memperhitungkan sejarah, budaya, dan konteks kultural. Ini juga relevan karena HAM yang berlaku di berbagai belahan dunia berinteraksi dan bersinanggungan ndengan kultur yang berbeda beda pula.

Dalam kuliahnya Dr. Nur Azizah menjelaskan bahwa kepentingan

negara dapat dibentuk oleh ide-ide dan norma-norma (Azizah, 2016)..

Setelah menelaah teori konstruktivisme, dan diimplementasikan kedalam tindakan eksiologis sesuai dengan rumusan diatas mengenai


(20)

kebijakan konstruktif pemerintah Australia mengenai tindakan pemerintah Indonesia yang akan mengeksekusi terpidana gembong narkoba duo bali nine. Australia mulai menunjukkan sikapnya dengan berusaha bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia agar dibatalkannya pelaksanaan hukuman mati. Australia pun mendapatkan beberapa dukungan dari berbagai Negara dan sekjen PBB yakni Ban Ki-moon.

Penolakan eksekusi mati terus dilancarkan Australia ketika pemerintah Indonesia tetap pada keputusannya. Australia terus melakukan upaya agar dua warga negaranya itu tidak jadi dieksekusi, pemerintah Australia juga membahas tentang bantuannya pada peristiwa tsunami di Aceh pada tahun 2006. Begitupula dengan banyaknya aksi demonstrasi di Australia untuk mengangkat isu pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Jika dikaitkan dengan teori konstruktivisme , bahwa semua tindakan Australia didasarkan pada perbedaan pandangan norma HAM. Australia memiliki tradisi demokrasi liberal yang memiliki prinsip individual. Adanya Isu pelanggaran HAM oleh Indonesia yang memberlakukan hukuman mati bagi warga Negara Australia. Australia adalah negara jajahan Inggris. Dan sebagai Negara yang memiliki keyakinan bahwa perlindungan terhadap HAM adalah mutlak. Hal itulah yang mendorong Australia melakukan berbagai upaya agar dua warga negaranya itu tidak jadi dieksekusi. Dan juga keikutsertaan aktif Australia dalam promosi dan penegakkan nilai-nilai yang ada dalam isi DUHAM (


(21)

Deklarasi universal Hak Asasi Manusia) menjadi landasan tindakan politik yang digunakan Australia.

2. Hak Asasi Manusia ( HAM)

Istilah hak-hak asasi manusia merupakan terjemahan dari istilah dalam bahasa perancis droits de I’homme dalam bahasa perancis yang berarti “hak manusia”, atau dalam bahasa inggrisnya human rights, yang dalam bahasa belanda disebut menselijke rechten. Di Indonesia umumnya dipergunakan dengan istilah : “ hak-hak asasi atau hak-hak fundamental” yang merupakan terjemahan dari basic rights atau fundamental rights dalam bahasa inggris dan grondrechten atau fundamentele rechten dalam bahasa Belanda. Sedangkan di Amerika Serikat selain digunakan istilah human rights juga dipakai istilah civil rights.

Istilah hak asasi lahir secara monumental sejak terjadinya revolusi

Perancis pada tahyn 1789 dalam “ Declaration des Droits de L‟hommeet

du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara Perancis), dengan semboyan Liberte (Kemerdekaan), Egalite (Persamaan) dan Fraternite (Persaudaraan).

Istilah hak mempunyai banyak arti. Hak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang benar, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, atau dapat juga diartikan sebagai kekuasaan untuk tidak berbuat sesuatu dan lain sebagainya. Srdangkan asasi berarti bersifat dasar atau pokok atau dapat juga diartikan sebagai fundamental. Sehingga hak asasi manusia adalah hak yang bersifat dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh manusia,


(22)

seperti hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan perlindungan dan lain sebagainya (Huda, 2011).

Di Australia, Hak Asasi Manusia didasarkan pada tradisi Liberalisme. HAM walau dapat ditemukan dasarnya dimana-mana, tapi sejauh ini hanya liberalism sebagai sebuah ajaran yang memberikan pendasaran yang kuat dan pengakuan yang tegas bagi HAM. Bahkan, falsafah PBB itu sendiri yang termuat dalam DUHAM tidak bisa dilepaskan dari liberalisme (O'Rawe, 1999). Menurut Ralp Wilde pernyataan dalam preambulnya yang menyatakan, “ini sangat penting, dalam hal rakyat tidak diberikan kemungkinan, sebagai hak terakhir, untuk berpaling pada pemberontakan untuk melawan tirani atau penindasan, maka HAM haruslah dijamin oleh undang-undang” mengambil inspirasi dari tokoh dalam tradisi liberalism, Thomas Paine (Wilde, 1999).

Dalam kaitannya dengan itu, konsepsi HAM dalam liberalism bisa dikatakan sebagai berikut :

Ham adalah secara literal, hak-hak yang kita miliki hanya dikarenakan (kita) sebagai manusia. Hak-hak tersebut berlaku setara. Setiap manusia memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya. Hak tersebut bersifat inalienable (tidak dapat diganggu gugat); seseorang tidak dapat berhenti menjadi manusia; oleh karenanya HAM tidak akan hilang, tanpa mempersoalkan betapa buruk atau kejamnya kelakuan seseorang. HAM bersifat universal, dimiliki oleh semua manusia dimana pun saja.


(23)

HAM adalah hak berlaku diwilayah publik. HAM ditujukan oleh pemikiran John Locke sebagai perintis liberalism. Tapi, liberalism pun sebagaimana layaknya sebuah aliran pemikiran dalam perjalanannya mengalami berbagai modifikasi.

Perlu pula dicatat, liberalism juga memiliki kemampuan untuk terus berevolusi seperti mengakui hak-hak kelompok sebagai HAM. Ini salah stunya ditujukkan dengan pengakuan akan pentingnya prinsip non-diskriminasi. Prinsip ini diterjemahkan kedalam tiga tipe interpretasi ideal. yakni, toleransi, perlindungan yang setara dan multikulturalisme (Dr. Nurul Qamar, 2014).

Di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2013). Sifat HAM adalah universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, dan bangsa (etnis). HAM harus ditegakkan demi menjamin martabat manusia seutuhnya di seluruh dunia. Hal itu tercermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Arba'i, 2015).

Jika HAM merupakan hak yang diperoleh setiap manusia sebagai konsekuensi ia ditakdirkan lahir sebagai manusia, maka lain halnya


(24)

dengan hak dasar, sebagai suatu hak yang diperoleh setiap manusia sebagai konsekuensi ia menjadi warga dari suatu Negara.

Dirujuk dari sumbernya, HAM berasal dari Tuhan, sedangkan hak dasar, asalnya dari Negara atau pemerintah. HAM bersifat universal, sedangkan hak dasar bersifat domestic. Fungsi HAM adalah mengawal hak dasar.

Filosofis HAM adalah kebebasan yang berbasis atas penghormatan atas kebebasan orang lain. Artinya, kebebasan HAM tidak tak terbatas, oleh karena tatkala memasuki wilayah kebebasan orang lain maka daya kebebasan itu berakhir (Dr. Nurul Qamar, 2014)

Soenawar soekawati menyatakan bahwa prinsip persamaan (equality before the law) dalam pengertian pancasila berbeda dengan prinsip yang dianut negara-negara demokrasi barat. Persamaan kedudukan dan kebebasan yang di anut di Indonesia adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, HAM tidak bersifat mutlak karena setiap warga negara dalam menjalankan hak asasinya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan untuk menghormati hak asasi orang lain, sehingga tercipta tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Soekawati, 1977).

3. Definisi Perlindungan

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut


(25)

diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun (Rahardjo, 1992).

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut (HADJON, 1987).

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia (Soetiono, 2004).


(26)

D. Hipotesa

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa alasan Australia menolak pelaksanaan hukuman mati karena pengaruh domestik yang ada di Australia yakni:

1. Adanya tekanan berupa opini public dari kelompok kepentingan kepada pemerintah Australia.

2. system pemerintahan Australia yang menganut paham Demokrasi Liberalisme secara ideologis mendorong Australia untuk menolak hukuman mati.

E. Jangkauan Penelitian

Agar dalam penelitian ini tidak menyimpang dan mengambang dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Respon, kebijakan Australia menolak hukuman mati dan adanya beberapa opini publik di Australia

2. Landasan Indonesia menerapkan hukuman mati dan Australia menolak hukuman mati.


(27)

F. Metode Pengumpulan Data 1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan dalam rangka menulis skripsi yang berjudul Respon Australia terhadap Indonesia Terkait Eksekusi mati duo bali nine tahun 2005-2015 dalam metode deskriptif analisis dan wawancara. Dengan penelusuran dan pengkajian perbedaan pandang yang berlaku di masing-masing negara terkait masalah pelaksanaan eksekusi mati duo bali nine.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik telaah pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas berupa buku-buku, dokumen, jurnal, dan surat kabar atau majalah yang menunjang penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun tempat-tempat yang dikunjungi penulis yaitu perpustakaan pusat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Teknik Analisis Data

Penulisan proposal ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, dimana dari hasil penelusuran dan pengumpulan data, dibuat klasifikasi dan mengaitkannya satu sama lain berdasarkan relevansinya.


(28)

4. Teknik Penulisan

Penulisan materi skripsi ini, menggunakan teknik deduktif, yang terlebih dahulu menggambarkan secara umum, kemudian menunjuk pada sifat yang khusus.

G. Sistematika Penulisan

BAB I Bab ini menguraikan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, latar belakang masalah, perumusan masalah, landasan pemikiran, hipotesa, metode penelitian, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Bab ini membahas tentang kronologi kejadian eksekusi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Denpasar kepada duo bali nine, termasuk respon dan tekanan kelompok kepentingan kepada pemerintah Australia.

BAB III Bab ini membahas mengenai landasan Indonesia memberlakukan hukuman mati bagi kejahatan psikotropia.

BAB IV Bab ini menguraikan tentangan landasan Australia menolak hukuman mati terkait norma HAM yang berkembang di Australia. BAB IV Kesimpulan


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Arba'i, Y. A. (2015). Aku Menolak Hukuman Mati. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Azizah, D. N. (2016). Critical Construktivism In International Relations. THEORIES OF INTERNATIONAL RELATIONS PART 2 (p. 31). Yogyakarta: Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BBC. (2015). sekjen PBB kecam Indonesia.

CNN Indonesia. (2015, April 29). Retrieved November 18, 2015, from

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150429055453-113-49921/warganya-dieksekusi-australia-tarik-dubes-dari-indonesia/

detiknews. (2015, januari 19). kolom. Retrieved Februari 29, 2016, from Hukuman Mati mengganggu Hubungan Bilateral?:

m.detik.com/news/kolom/2807478/hukuman-mati-menggangu-hubungan-bilateral

DPR. (2015, MEI). info singkat. Retrieved November 17, 2015, from berkas DPR: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-9-I-P3DI-Mei-2015-69.pdf

Dr. Nurul Qamar, S. M. (2014). Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi.

Jakarta: Sinar Grafika.

Dr. Nurul Qamar, S. M. (2014). HAK ASASI MANUSIA dalam NEGARA HUKUM DEMOKRASI. JAKARTA: Sinar Grafika.

Finemore, M. (1996). Norms, Culture and World Politics. Insights from Sociology's Institutionalsm, 325-347.

HADJON, P. M. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. Huda, N. (2011). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hukumpedia. (2015, februari 4). Retrieved November 18, 2015, from

www.hukumpedia.com/bemfhunpad/upaya-kontroversi-australia-mengenai-rencana-hukuman-mati-terpidana-narkoba

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2013, April 10). Information. Retrieved juli 23, 2016, from UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM:

http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham


(30)

O'Rawe, m. (1999). The United Nations: structure Versus Substance ( The lessons from teh principal treaties and Covenants. In A. h. siobhan, A Human Rights (p. 73). Oxford: Oxford University.

Rahardjo, S. (1992). Ilmu Hukum. Bandung: Citra Adthya Bakti.

Soekawati, S. (1977). Pancasila dan Hak-hak Azasi Manusia. jakarta: cv. akodoma. Soetijpo, A. W. (2015). HAM DAN POLITIK INTERNASIONAL . Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor.

Soetiono. (2004). Rule Of Low ( Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Ilmu Hukum program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret.

Soetjipto, A. W. (2015). Ham dan Politik Internasional sebuah pengantar. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Jakarta.

Walter Carlsnaes, T. R. (2004). Handbook Hubungan Internasional. london: Penerbit nusa Media.

Wilde, R. (1999). An Overview of teh Universal Declaration of Human Rights. Phoenix: Oryx Press.


(31)

BAB II

PUTUSAN HUKUMAN MATI DUO BALI NINE

A. Kronologi Putusan Hukuman Mati Dua Bali Nine

Bali Nine adalah sebutan yang diberikan media massa kepada sembilan orang Australia yang ditangkap pada 17 April 2005 di Bali, Indonesia dalam usaha menyelundupkan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia. Kesembilan orang tersebut adalah :

 Andrew Chan - disebut pihak kepolisian sebagai "godfather" kelompok ini  Myuran Sukumaran

 Si Yi Chen  Michael Czugaj  Renae Lawrence

 Tach Duc Thanh Nguyen  Matthew Norman

 Scott Rush  Martin Stephen

Empat dari sembilan orang tersebut, Czugaj, Rush, Stephens, dan Lawrence ditangkap di Bandara Ngurah Rai saat sedang menaiki pesawat tujuan Australia. Keempatnya ditemukan membawa heroin yang dipasang di tubuh. Andrew Chan ditangkap di sebuah pesawat yang terpisah saat hendak berangkat, namun pada dirinya tidak ditemukan obat terlarang. Empat orang lainnya,


(32)

Nguyen, Sukumaran, Chen dan Norman ditangkap di Hotel Melasti di Kuta karena menyimpan heroin sejumlah 350g dan barang-barang lainnya yang mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha penyelundupan tersebut (Wikipedia, 2016).

Orang tua Rush dan Lawrence kemudian mengkritik pihak kepolisian Australia yang ternyata telah mengetahui rencana penyelundupan ini dan memilih untuk mengabari Polri daripada menangkap mereka di Australia, di mana tidak ada hukuman mati sehingga kesembilan orang tersebut dapat menghindari ancaman tersebut.

Eksekusi terhadap terpidana mati asal Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan akan berlangsung di Nusakambangan. Berikut ini kronologi bagaimana kasus penyelundupan narkoba oleh sembilan warga Australia, yang dikenal dengan nama kelompok "Bali Nine" tersebut :

 Pada tanggal 17 April 2005 Myuran sukumaran dan Adrew chan ditangkap dibandara Ngurah Rai karena dianggap terlibat dengan penyelundupan heroin 8,3 kilogram ke Australia.

 Pada tanggal 14 februari, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dinyatakan bersalah dengan ancaman hukuman mati. Mereka dianggap telah menyediakan uang, tiket pesawat, dan hotel kepada para penyelundup. Hukuman mati bagi dua gembong narkoba ini tidak berubah setelah Pengadilan Negeri menolak permohonan banding keduanya. Tim pengacara dari para terdakwa terus melakukan upaya banding.


(33)

 Pada Desember 2006, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddqie merekomendasikan agar ada perubahan soal hukuman mati yang bisa diperingan hal ini berlaku jika terpidana menunjukkan perilaku yang baik dalam 10 tahun terakhir.

 Pada bulan Agustus 2008, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran kembali mengajukan banding agar tidak dihukum mati. Dalam sidang banding, mereka mengungkapkan penyesalan dan memohon ampun. Kepala penjara kerobokan bahkan telah bersaksi bahwa keduanya memberikan kontribusi di penjara dengan menggelar pelatihan komputer dan seni.

 Pada 13 Mei 2012 Andrew Chan memohon Grasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak dieksekusi mati sehingga ia bisa terus hidup dan memperbaiki diri.kepala penjara Kerobokan, Gusti Ngurah Wiratna mengatakan permohonan ini didasarkan pada Usia Chan.

 Kemudian pada 9 Juli 2012, Myuran Sukumaran juga ikut mengajukan permohonan grasi. Pada akhir tahun 2012, Kejaksaan Agung memberikan penangguhan eksekusi mati hingga satu tahun bagi keduanya (CNN INDONESIA, 2015).

 11 Desember 2014, Presiden Joko Widodo menyatakan tidak ada ampun bagi kejahatan narkoba Dalam sebuah pidato yang disampaikan di hadapan sejumlah mahasiswa, Presiden Joko Widodo mengatakan, tidak ada pengampunan bagi mereka yang terlibat dalam kasus narkoba. Ia mengatakan, sejumlah permintaan grasi telah banyak menanti.


(34)

 Pada awal Januari 2015, Pemerintah Australia mengatakan bahwa upaya Myuran Sukumaran untuk mendapat pengampunan Presiden telah berakhir.

Perdana Menteri Tony Abbott tetap berharap eksekusi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan tidak akan terjadi. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, ia menghargai sistem hukum yang berlaku di negara lain, tetapi tetap mengupayakan lewat jalur diplomatik.

 17 Januari 2015 Perdana Menteri Abbott mendekati Presiden Jokowi agar membatalkan eksekusi. Perdana Menteri Tony Abbott mendekati Presiden Joko Widodo secara langsung agar memberikan pengampunan kepada Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Juru Bicara Perdana Menteri mengatakan, Pemerintah Australia terus berupaya agar mencegah eksekusi kedua warganya di Indonesia.

 Pada 20 Januari 2015, Tony Abbott kembali menyurati Presiden

Joko Widodo untuk menerima permohonan grasi bagi Sukumaran dan Chan.

 2 Februari 2015 Sukumaran dan Chan akan dieksekusi. pemerintah Indonesia. Myuran Sukumaran dan Andrew Chan akan dieksekusi pada bulan Februari meski belum ditetapkan tanggal pastinya.

Sebelumnya, keduanya telah kembali mengajukan peninjauan ulang kasusnya, tetapi pengadilan terus menolaknya.

 Pada 9 Februari, Todung Mulya Lubis, pengacara keduanya, mencoba mengugat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas penolakan


(35)

Presiden Joko Widodo. Namun, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo

mengatakan, gugatan ini tidak bisa dilakukan karena grasi adalah hak prerogatif Presiden.

Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya mengaku menolak grasi dengan berbagai alasan. "Setiap harinya, 50 orang meninggal karena narkoba," ujarnya di Yogyakarta. "Ada 4,5 juta pencandu yang membutuhkan rehabilitasi."Keputusan untuk hukuman mati bukanlah keputusan Presiden, tetapi keputusan hakim di pengadilan," kata Presiden Jokowi (kompas, 2015).

B. Respon Australia Dalam Menuntut Pembatalan Hukuman Mati

Sebagai sebuah Negara, Australia memiliki kewajiban dasar yakni melindungi semua warga negaranya, baik itu didalam negaranya maupun diluar Negara. hal tersebut juga menjadi alasan Australia untuk berupaya membebaskan dua warga negaranya dari hukuman Eksekusi mati. Pemerintah Australia dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Tony Abott melakukan berbagai cara untuk berdiplomasi dengan Indonesia guna membebaskan Dua anggota Bali Nine. Pertama, yang dilakukan Australia adalah pendekatan antar kepala negara. Dalam upaya pembebasan dua warga negaranya, Perdana Menteri Tony Abott menelpon secara langsung kepada Presiden Jokowi untuk meminta agar Indonesia mengampuni dua warga negaranya. Hal itu diikuti oleh Menlu Australia, Julia Bishop yang juga menelpon menteri luar negeri Indonesia, Retno


(36)

Marsudi. Namun upaya ini gagal karena Jokowi secara tegas menolak pengampunan terhadap keduanya.

Kedua, Australia mengancam akan memboikot salah satu tempat wisata terindah di Indonesia yaitu Bali. Bahkan pemerintah Australia sudah menkampanyekan boikot terhadap Bali di Media Sosial Twitter jika Indonesia tidak mengampuni kedua terpidana. Tetapi hal ini tidak berhasil, karena mayoritas rakyat Australia tidak ingin bergabung dalam boikot terhadap Bali. Setelah gagal menggunakan jurus Boikot Bali.

Ketiga yaitu Meminta bantuan kepada PBB untuk menyerukan supaya pemerintah Indonesia menghentikan hukuman mati dan memberikan pengampunan dan hal ini disampaikan Sekjen PBB, Ban Ki-moon dimana dia menghimbau agar pemerintah Indonesia menghentikan pelaksanaan hukuman mati. Namun Indonesia membalas himbauan Sekjen PBB ini bahwa Indonesia tidak akan menghentikan hukuman mati. Karena hal tersebut merupakan wilayah kedaulatan hukum di Indonesia, dan Indonesia juga berasalan bahwa hukuman mati masih diterapkan beberapa negara di dunia termasuk Amerika Serikat. Dengan alasan ini, Indonesia bersikeras bahwa tetap akan melaksanakan hukuman mati.

Setelah langkah Australia yang mengancam tidak dapat meluluhkan hukum di Indonesia, Pemerintah Australia menggunakan Langkah Keenam. Keenam, yaitu dengan mengungkit kembali bantuan Tsunami yang di berikan oleh pemerintah Australia pada saat terjadi Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu. Pemerintah Australia meminta, sebagai sahabat baik yang saling


(37)

membantu. Sebaiknya Indonesia dapat membalas kebaikan Australia di masa lalu dengan memberi pengampunan terhadap dua anggota Bali Nine. Namun lagi-lagi, upaya Australia ini justru mempermalukan Australia sendiri. Karena rakyat Indonesia menganggap himbauan ini sebagai niat buruk Australia, dan kemudian munculah gerakan Koin untuk Australaia sebagai Sarkasme atas tindakan Tony Aboott.

Ketujuh, Australia adalah dengan mengirimkan Grand Mufti Sunni of Australia ke Indonesia. Australia menyadari bahwa salah satu alasan Jokowi bersikeras untuk melaksanakan hukuman mati adalah karena adanya dukungan dari Kyai NU dan Muhammadiyah. Sehingga Australia yang melihat kesempatan ini menggunakan Ulama Islam sebagai pendekatan diplomasi untuk menawar eksekusi mati terhadap Bali Nine. Tetapi upaya ini juga gagal, karena Grand Mufti Australia hanya diberi kesempatan untuk bertemu dengan menteri agama yang tidak memiliki kewenangan apapun terhadap keputusan eksekusi Bali Nine.

Kedelapan, yang ditempuh Australia adalah dengan menawarkan Barter tahanan Indonesia di Australia yang akan ditukar dengan dua anggota Bali Nine untuk tidak dieksekusi mati di Indonesia. Tentu saja, hal ini ditolak oleh pemerintah Indonesia karena, tidak sedang dalam perang. Sehingga tukar tahanan sangat tidak tepat. Langkah kesepuluh yang dilakukan Australia adalah dengan memohon kepada Indonesia agar tidak mengeksekusi mati duo Bali Nine. Dan sebagai kompensasinya, Australia kan membiayai kebutuhan seumur


(38)

hidup duo Bali Nine di Penjara. Dan Upaya terakhir ini juga ditolak oleh pemerintah Indonesia.

Pemerintah Australia mengupayakan pembebasan terhadap anggota duo Bali Nine dengan pendekatan diplomasi yang bervariasi. Namun semua itu tidak dapat meluluhkan pemerintah Indonesia, yang berasalan bahwa Kedaulatan hukum di Indonesia tidak dapat di intervensi oleh negara lain. Dan sekarang dengan beberapa diplomasi tambahan seperti, akan mengancam membeberkan rahasia Jokowi di Pilpres 2014. Nampaknya membuat pemerintah Indonesia menunda eksekusi mati. Meskipun pemerintah membantah kabar ini. Dan untuk kepastian waktu eksekusi mati menunggu gugatan terakhir kuasa hukum Bali Nine terhadap Keputusan Jokowi yang menolak menerima Grasi tanpa mempelajari isi Grasi terlebih dahulu (Kompasiana, 2015).

C. Desakan Opini Publik Termasuk Kelompok Kepentingan Di Australia

Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat dan diperoleh dari suatu diskusi social dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan. Opini publik kerap menjadi faktor penentu perumusan kebijakan luar negeri suatu Negara. Sedangkan Media massa adalah komunikasi dengan menggunakan sarana atau peralatan yang dapat menjangkau massa sebanyak-banyaknya dan area yang seluas-luasnya. Media dapat menjadi sumber yang dominan yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk memperoleh gambaran dan citra realitas social baik secara individu maupun kolektif.


(39)

Tidak dapat dipungkiri, suara aspirasi masyarakat dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang diambil suatu negara secara signifikan. Hal ini merujuk pada kenyataan bahwa memang pada dasarnya kebijakan luar negeri diambil sesuai dengan kondisi internal negara itu sendiri yang mana salah satu di antaranya adalah opini publik. Sehingga mau tidak mau, sang pengambil keputusan harus melibatkan opini publik sebagai bahan pertimbangannya untuk merumuskan kebijakan luar negeri bagi negaranya. Dengan kata lain, kebijakan luar negeri memiliki kaitan yang erat dengan opini publik. Yang dimaksud opini publik di sini merupakan pandangan, perilaku, bahkan sesuatu yang diyakini masyarakat sebuah negara mengenai suatu isu yang sedang menjadi fokus perhatian (Neack, 2008). Jika diperhatikan lebih lanjut, jumlah masyarakat umum yang beropini jauh lebih banyak dibandingkan dengan sang pengambil keputusan yang biasanya hanya satu atau dua orang. Tidak mengherankan bila opini publik dapat mengarahkan fokus negara itu sendiri.

Namun, perlu diketahui bahwa opini publik tidak akan memiliki pengaruh sebegitu besar tanpa adanya peran dari media. Hal ini dikarenakan medialah yang menyiarkan atau menyebarluaskan opini publik tersebut hingga bisa sampai ke telinga sang pengambil keputusan. Bahkan tidak dipungkiri bahwa media bisa mengontrol opini publik suatu negara, mengingat media memegang peran agenda setting negara. suatu isu yang tadinya tidak pernah didengar publik bisa menjadi isu yang penting dengan adanya agenda setting media sehingga pemerintah pun turut menjadikan isu tersebut sebagai prioritasnya. Karena hal ini pula kemudian media kerap disebut sebagai pilar keempat negara, di samping pemerintah,


(40)

organisasi internasinoal, dan warga neagra. Dari sini, dapat dilihat betapa besar pengaruh opini publik dan media terhadap kebijakan luar negeri. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian opini publik dan media dijadikan sebagai salah satu level analisis dalam memahami kebijakan luar negeri yang diambil suatu negara (Ida, 2014).

Menurut Piers Robinson, level analisis opini publik dan media dapat dipahami dari dua sudut pandang. Pertama, model pluralis yang memandang media dan publik sebagai entitas yang berdiri secara independen dan terpisah dari politik. Media dianggap sebagai medium opini publik yang terlepas dari campur tangan politik pemerintah sehingga media dapat melakukan berbagai pemberitaan secara leluasa. Kedua, model elit yang berpandangan bahwa media dan publik bersifat tidak independen dan masih berada di bawah naungan kekuasan politik. Hal ini menyebabkan pemerintah dapat mengontrol pemberitaan yang dirilis oleh media dengan tujuan agar publik lebih mendukung kebijakan yang dibuat pemerintah itu sendiri (Robinson, 2008).

Tidak jauh berbeda, Laura Neack juga memperkenalkan dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami level analisis opini publik dan media. Pertama, pendekatan bottom-up (dari bawah ke atas) yang banyak digunakan berasumsi bahwa pada dasarnya publik memiliki pengaruh yang cukup besar terhdap proses pengambilan kebijakan. Maksudnya, perilaku pemimpin negara mengikuti apa yang dinginkan publik. Opini publik yang berada di bawah dibawa ke level atas—elit pemerintah—hingga akhirnya terefleksikan dalam kebijakan yang diambil. Karena bermula dari publik, pendekatan ini pun cenderung


(41)

digunakan di negara demokrasi. Kedua, pendekatan top-down (dari atas ke bawah). Kebalikan dari pendekatan bottom-up, pendekatan ini berasumsi bahwa opini publik yang ada di suatu negara akan dikembangan oleh para elit pemerintah hingga menghasilkan sebuah konsesus yang nantinya mempengaruhi publik itu sendiri. Karena bermula dari golongan elit, pendekatan ini pun cenderung digunakan oleh negara otoriter yang tidak menganggap penting peran publik dalam proses perumusan kebijakan negara.

Perlu diketahui, pada umumnya terdapat tiga jenis publik. Pertama, mass public yang tidak memiliki ketertarikan terhadap persoalan kebijakan luar negeri karena kurang mendapatkan informasi yang cukup terkait isu kebijakan tersebut. Hal inilah yang dianggap menyebabkan pembuat kebijakan luar negeri bertindak lebih leluasa tanpa harus mempertimbangkan opini publik. Kedua, attentive public yang memiliki ketertarikan terhadap isu interanasional karena mereka mendapatkan informasi yang cukup. Namun, keberadaan mereka hanya sebatas berdampak secara siginifikan bila opininya diartikulasikan oleh kelompok kepentingan yang dominasi kekuasaanya lebih besar. Ketiga, kelompok elit, yakni bagian kecil masyarakat yang memiliki ketertarikan dan informasi yang cukup terkait isu internasinoal, serta dapat berpengaruh dalam membentuk opini publik (Neack, 2008)

Tidak dipungkiri, umumnya publik tidak seberapa dianggap dalam dinamika perkembangan suatu negara. Dibandingkan dengan golongan elit yang telah menduduki posisi tertentu di suatu negara, keberadaan publik kerap tidak digubris karena memang publik bukan siapa-siapa di mata pemerintahan. Namun


(42)

ketika digunakan sebagai suatu level analisis, opini publik dan media justru mampu memperkaya pembahasan suatu analisa kebijakan luar negeri. Merujuk pada kenyataan pula bahwa saat ini eksistensi media semakin diperhitungkan seiring berkembangnya jaman. Akan tetapi level analisis ini tetap memiliki kekurangan. Seperti yang dikatakan oleh Holsti (Neack, 2008).level analisis ini cukup sulit untuk digunakan. Pengambil keputusan terbebani dengan opini publik yang sebegitu banyaknya sehingga terbilang cukup sulit untuk mengkonstruksikan semua opini tersebut menjadi satu kebijakan yang tepat.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa opini publik dan media memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perumusan kebijakan luar negeri suatu negara. Hal inilah yang kemudian opini publik dan media menjadi salah satu bahan pertimbangan sang pengambil keputusan. Namun yang perlu diperhatikan di sini, sebagai suatu level analisis, opini publik dan media terbilang cukup sulit untuk diimplementasikan. Penulis setuju dengan penyataan tersebut. Terlebih lagi opini publik senantiasa berganti-ganti mengikuti perkembangan isu yang ada di suatu negara. Sehingga tidak menutup kemungkinan kebijakan yang barusan dibuat oleh suatu negara tidak akan bertahan lama karena dianggap sudah tidak relevan. Inilah yang kemudian dilihat oleh penulis sebagai alasan mengapa pada umumnya kebijakan yang diambil tidak begitu mewakili seluruh aspirasi masyarakat negara tersebut.

Begitupula dengan kasus Eksekusi Duo bali nine, masyarakat Australia banyak yang mengecam tindakan yang dilakukan pemerintah Indonesia, mereka meminta kepada pemerintah Australia untuk dapat membebaskan duo bali nine


(43)

dari hukuman pidana mati. Sebagai sebuah Negara demokratis Australia memang harus mendengarkan seruan masyarakatnya tersebut.

Kencangnya pemberitaan tentang rencana eksekusi dua sindikat bali nine mendorong warga Australia melancarkan protes. Aksi protes itu mereka wujudkan dengan gelar spanduk di depan Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Sydney, Australia, untuk memohon kepada presiden dan rakyat Indonesia agar mengampuni dua warga Australia yang terancam hukuman mati.

Orang-orang yang berkumpul di Sydney itu ramai-ramai mengusung poster bertulisksn :”saya berdiri memohon belas kasihan”. Aksi berkumpul di Sydney itu kemudian disusul dengan aksi surat menyurat oleh lebih dari 100 politikus Australia. Politikus itu menulis surat kepada Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Koesoma. Melalui surat itu, para politikus Australia mendesak Dubes Nadjib, untuk menyampaikan pandangan mereka kepada pemerintah Indonesia agar mempertimbangkan kembali rencana eksekusi pada dua warga Australia.

Mereka, meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali kondisi dua warga Australia itu. Sebab, keduanya telah menjalani rehabilitasi dan mereka sudah merasakan penderitaan selama dipenjara.

“Kami tidak berusaha untuk meminimalkan sifat serius kejahatan mereka , mengingat efek merusak dari obat-obatan terlarang pada masyarakat kita,” tulis para politikus Australia itu, dalam suratnya yang dilansir The Guardian. Dalam surat itu, poilitisi Australia itu juga memberitahukan kepada Dubes Nadjib bahwa


(44)

mereka percaya orang-orang itu ditangkap karena polisi Federal Australia memberikan informasi kepada pihak berwenang Indonesia. Mereka kemudian memohon agar hukuman mati terhadap Myuran sukumaran dan Andrew Chan diubah menjadi hukuman penjara atau keduanya dideportasi ke Australia.

Aksi surat menyurat ratusan politikus Australia itu masih disusul lagi dengan tindakan enam mantan Perdana Menteri ( PM ) Australia yang “bermanuver” bersama, mendesak Presiden Indonesia , Joko Widodo untuk mengampuni dua anggota sindikat narkoba Bali Nine yang sedang menanti eksekusi. Keenam mantan PM Australia itu adalah John Howard,Julia Gillard, Kevin Rudd , Bob Hawke , Paul Keating, dan Malcolm Fraser.Semua bekas pemimpin Australia tersebut kompak menyatakan keprihatinan mereka atas nasib dua warga Australia di Indonesia (academia, 2015)

Intervensi mereka muncul setelah juru bicara urusan luar negeri parlemen Australia dari partai Buruh Tanya Pilbersek, mengungkapkan kesalahan polisi federal Australia soal awal penangkapan duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Polisi Australia dianggap pasif dan seharusnya menjemput Andrew dan Myuran.

Dalam sebuah pernyataan kepada media Australia, kelompok enam mantan PM Australia itu memohon Presiden Indoensia, Joko Widodo, memberikan kesempatan hidup terhadap dua warga Australia yang sudah menjalani rehabilitasi. Julia Gillard mengatakan , bahwa dia merasa pilu. “Jika pria yang berupaya luar biasa untuk menjadi orang yang baik tidak mendapatkan


(45)

pengakuan perubahan,”katanya. Sedangkan John Howard mengatakan duo Bali Nine itu telah menunjukkan hasil rehabilitasi yang sejati. Kevin Rudd ikut mendesak Indonesia memberikan ampunan kepada mereka. Begitu juga dengan Bob Hawke yang memohon hal serupa. “ Karena itu saya mendesak dan memohon agar pemerintah (Indoensia) mempertimbangkan kembali keputusannya untuk mengambil kehidupan mereka.

Selain protes dari poltikus dan mantan perdana menteri , puluhan aksi jaksa dan hukum di Australia pun turut andil dalam demonstrasi untuk menolak eksekusi mati terhadap dua gembong narkoba sindikat Bali Nine itu. “Anda disini, pagi ini, karena setidaknya sebagian dari anda memahami bahwa untuk mengeksekusi dua orang ini sekarang setelah Sembilan tahun rehabilitasi signifikan dan penebusan akan menjadi sebuah tragedy,” ucap Hakim Mahkamah Agung di Victoria, Lex Lasry . Lasry mengaku pernah bertemu dengan Chan dan Myuran pada tahun 2006 lalu. Dalam pandangannya, rehabilitasi yang dilakukan keduanya layak untuk mendapatkan pengampunan. “saya di Bali selama tiga pekan dan menghabiskan beberapa jam bersama Andrew serta Myuran di Lapas Kerobokan. Saya bisa mengatakan kepada anda, bahwa mereka sangat sengan dengan dukungan dari sini.” Tambahnya.

Selain dari dalam negeri Australia , surat protes juga dating dari The American Friends Service Committee . organisasi ini mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo, yang tembusannya ditujukan kepada Andrew dan Myuran di LP Kerobokkan , Bali. Isinya meminta pengampunan terpidana mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Karena menurut lembaga perlindungan hak asasi


(46)

manusia di Amerika ini, hukuman mati terhadap duo Bali Nine ini berlebihan. “Organisisasi kami sangat terganggu oleh pelaksanaan (hukuman mati) yang akan datang untuk Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dua warga Australia yang berada di penjara di Indonesia untuk kejahatan Narkoba. Kami percaya bahwa hukuman mati itu berlebihan,” demikian tulis Bonnie Kerness , selaku Direktur Priston Watch Program dalam suratnya yang dirilis.

Sebagai direktur The American Friends Servic Committee, Bonnie menilai bahwa keputusan mengeksekusi terpidana asal Australia tersebut tidak pantas. Apalagi keduanya sudah menunjukkan penyesalan dan sudah meminta rehabilitasi. “Saya merasa bahwa itu (eksekusi mati) sangat tidak pantas bagi individu yang tidak memiliki sejarah kekerasan dan yang telah ditunjukkan selama penahanan mereka penyesalan dan keiinginan untuk rehabilitasi,”lanjut surat tersebut.

The American Friends Service Committee lalu meminta kepada Jokowi untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut. “Dengan rasa hormat yang mendalam dan kerendahan hati, kami meminta anda ( Joko Widodo ) sebagai presiden baru Indonesia menunjukkan kepada dunia nilai-nilai pencerahan demokrasi Negara anda dengan menunjukkan belas kasihan kepada dua individu yang layak ini dengan menawarkan pengampunan. Kami sangat berterima kasih atas pertimbangan anda,”ungkap Bonnie (CNN Indonesia, 2015).

Gelombang protes terhadap eksekusi mati yang akan dilakukan pemerintah Indonesia terhadap dua warga Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan


(47)

kian meluas. Selain di Sidney , simpatisan dan mercycampaign.org melakukan aksi danai meminta agar terpidana mati kelompok “Bali Nine”, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Diberi keringanan sehingga tidak dieksekusi mati. Aksi tersebut digelar di jalan Kusuma Atmaja, kawasan Renon, Denpasar , Bali. “Ini adalah aksi damai sebagai bentuk dukungan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan diputus hukuman mati. Kami berharap pemerintah memberi ruang dan dialog,”kata anggota dari Mercy Campaign, MA mirdjaja, di sela–sela aksi damai di Denpasar ,Bali pada hari Sabtu.

Midjaja juga menyampaikan bahwa selama 10 tahun ini keduanya sudah menunjukkan perilakunya ke lebih baik, sehingga Presiden Jokowi bisa memberikan kesempatan hidup lebih lama untuk kedua terpidana mati itu.”Dilarang pemerintah memberikan mereka kesempatan hidup lebih lama. Dari aspek hukum dan hak azasi manusi bahwa hak – hak hidup adalah hak yang tidak bisa dihilangkan. Dan, pemerintah seharusnya membuka ruang lebih luas lagi bagi setiap orang untuk mendapatkan hak tersebut. Kita berharap hukuman mati tidak bersifat absolut. Pemerintah harus menjamin bahwa setiap orang mempunyai hak hidup,” tegasnya.

Kelompok simpatisan ini melakukan aksi damai dengan membagikan stiker kepada pengguna jalan yang melintas dan berhenti dilampu stopan. Stiker tersebut bertuliskan “hope mercy,#keephopealive, sign the petition to save Myuran and Andrew‟. Aksi itu dilakukan sekitar 10 orang . peserta aksi mengenakan kaos bertuliskan #chansukumaran dipunggungnya.


(48)

Aksi penolakan hukuman mati ini sempat menarik perhatian warga yang kebetulan melintasi Jalan Kusuma Atmaja. Berbeda dengan sebagian besar warga dan pemerintah Australia yang menggemborkan protes kepada Indonesia atas rencana eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. seorang ibu di Melbourne , Australia, malah mendukung pelaksanaan eksekusi mati terhadap duo terpidana mati Bali Nine, dukungan itu ia lontarkan lantaran putrinya tewas karena mengalami overdosis narkoba jenis heroin. Beverly neal, nama wanita itu, berdoa agar gembong narkoba Bali Nine tersebut jadi dieksekusi mati. Dia juga berharap warga Australia lainnya sadar bahwa mereka bersalah. “Mereka adalah penjahat yang seolah –olah dijadikan pahlawan”, ujar Neal.

“Siapa yang tahu, ada berapa banyak nyawa yang akan terenggut jika mereka (gembong narkoba Bali Nine ) tidak tertangkap di Bali,”imbuh dia. Neal juga mengaku masih belum bisa melupakan sosok anaknya , Jeniffer Neal, yang tewas overdosis pada usia yang masih belia, yakni 17 Tahun. Bayang – bayang anaknya masih membekas dipikirannya. “Putriku anak yang cerdas dan cantik, dia baru masuk kuliah jurusan bisnis , kala itu. Saat tewas, itu adalah overdosis yang keempat kalinya. Neil juga memberi nasihat kepada orangtua Andrew Chan dan Myuran Sukumaran untuk merelakan kepergian anaknya. Sebab bagi dia, orang tua kedua gembong narkoba itu masih lebih beruntung dari pada dirinya. “Mereka masih bisa mengucapkan ucapan selamat tinggal, sedangkan aku tidak,”tandas Neil.

Organisasi pembela Hak Asasi Mabusia Amnesty Internasional secara senada juga menuntut agar Indonesia menerapkan kembali moratorium hukuman


(49)

mati. Dalam waktu bersamaan Amnesty juga mengkritik Indonesia melanggar seluruh standar HAM yang berlaku (DWMade For Minds, 2015). Kasus Andrew Chan dan Myuran Sukumaran sebenarnya bukanlah satu–satunya kasus hukuman mati yang dihadapi warga Australia di Luar negeri. Fairfax telah mempelajari bahwa 12 warga Australia lainnya juga telah ditahan karena pelanggaran serius atau didakwa dengan kejahatan yang menyebabkan hukuman mati.

The Sydney Morning Herald menyebutkan, jumlah ini di luar tiga warga Australia yang telah ditetapkan sebagai terpidana mati , yakni Pham Trung Dung di Vietnam , serta Myuran Sukumaran dan Andrew Chan di Bali. Hingga kini , hanya kedua kasus warga Australia yang berada dalam keadaan sulit. Mereka adalah Peter Gardner yang tertangkap membawa 30 Kilogram Shabu di Tiongkok dan Mana Elvira Esposto (51) yang kedapatan membawa 1,5 kilogram obat terlarang di Malaysia.

Departemen luar negeri menolak untuk memberikan rincian tentang kasus –kasus tersebut. Namun, yang dapat dipahami adalah sebagian besar kasus tersebut ,walaupun tidak semua, merupakan perdagangan narkoba di kawasan Asia. “Sebagian hal yang berkaitan dengan kebijakan, kami tidak mengungkapkan nama-nama atau lokasi mereka,” kata juru bicara Deplu Australia (CNN Indonesia, 2015).

Salah satu berita utama yang ada di Australia yakni News misalnya,mempertanyakan soal masih perlukah Australia mengirimkan bantuan ke Indonesia, setelah Chan dan Myuran dieksekusi. Dalam artikel berjudul


(50)

“Haruskah kita Mengurangi Bantuan ke Indonesia?”, media tersebut memaparkan bahwa dana bantuan asing Australia dari pajak yang dibayarkan warganya, dengan nilai mencapai AUS$55 juta atau setara dengan 569 miliar. Artikel tersebut pun merinci pada periode 2013, Australia mengirim dana bantuan asing sebesar AUS$581 juta ke Indonesia, atau setara dengan 6 triliun. Sementara, pada periode 2014, anggaran untuk dana bantuan diperkirakan sebesar AUS$605,3 juta atau senilai 6,2 triliun (CNN Indonesia, 2015).

Sebagai Negara demokrasi, Opini publik dan media massa Australia memang memiliki pengaruh dalam keputusan yang diambil pemerintah Australia untuk membatalkan eksekusi mati duo bali nine. Mau tidak mau Australia harus mempertimbangkan berbagai cara untuk membebaskan warga negaranya sesuai tuntutan masyarakat Australia. Melalui media massa, segala isu-isu yang terjadi menjadi cepat tersebar dipenjuru dunia. Berita eksekusi mati duo bali nine menjadi isu Internasional berkat peran dari media massa.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

academia. (2015, Agustus 22). academia. Retrieved November 2, 2015, from Dear Me: http://www.academia.edu/11322763/Dear_Me_Kisah_Eksekusi_Sindikat_Narko ba_Australia

Arba'i, Y. A. (2015). Aku Menolak Hukuman Mati. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Azizah, D. N. (2016). Critical Construktivism In International Relations. THEORIES OF INTERNATIONAL RELATIONS PART 2 (p. 31). Yogyakarta: Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BBC. (2015). sekjen PBB kecam Indonesia.

CNN Indonesia. (2015, April 29). Retrieved November 18, 2015, from

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150429055453-113-49921/warganya-dieksekusi-australia-tarik-dubes-dari-indonesia/

CNN Indonesia. (2015, April 24). Internasional. Retrieved November 6, 2015, from ww.cnnindonesia.com/internasional/20152404253/media-australia-terus-mendesak/

CNN Indonesia. (2015, April 30). Internasional. Retrieved Januari 22, 2016, from berita Asia Pasifik: www.cnnindonesia.com/internasional/20150430124253-113-50272/media-australia-masih-ramai-beritakan-eksekusi-bali-nine/

CNN INDONESIA. (2015, April 28). Kronologis kasus Narkotik yang menjerat dua bali nine. Retrieved Juli 26, 2016, from Berita hukum kriminal:

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150428185400-12-49829/kronologi-kasus-narkotik-yang-menjerat-duo-bali-nine/

detiknews. (2015, januari 19). kolom. Retrieved Februari 29, 2016, from Hukuman Mati mengganggu Hubungan Bilateral?:

m.detik.com/news/kolom/2807478/hukuman-mati-menggangu-hubungan-bilateral

DPR. (2015, MEI). info singkat. Retrieved November 17, 2015, from berkas DPR: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-9-I-P3DI-Mei-2015-69.pdf

Dr. Nurul Qamar, S. M. (2014). Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi.


(52)

Dr. Nurul Qamar, S. M. (2014). HAK ASASI MANUSIA dalam NEGARA HUKUM DEMOKRASI. JAKARTA: Sinar Grafika.

DWMade For Minds. (2015, April 29). Rubrik. Retrieved Januari 6, 2016, from Reaksi Internasional atas Eksekusi Mati di Indonesia: www.dw.com/id/reaksi-internasional-atas-eksekusi-mati-di-indonesia/a-18416394

Finemore, M. (1996). Norms, Culture and World Politics. Insights from Sociology's Institutionalsm, 325-347.

HADJON, P. M. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. Huda, N. (2011). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hukumpedia. (2015, februari 4). Retrieved November 18, 2015, from

www.hukumpedia.com/bemfhunpad/upaya-kontroversi-australia-mengenai-rencana-hukuman-mati-terpidana-narkoba

Ida, H. S. (2014). Komunikasi politik, Media, Demokrasi. Jakarta: Prenada Media Group. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2013, April 10). Information.

Retrieved juli 23, 2016, from UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM:

http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-nasional/uu-no-39-tahun-1999-tentang-ham

kompas. (2015, April 29). Ini kronologi kasus narkoba kelompok bali nine. Retrieved Agustus 1, 2016, from Region:

http://regional.kompas.com/read/2015/04/29/06330021/Ini.Kronologi.Kasus.N arkoba.Kelompok.Bali.Nine

Kompasiana. (2015, Maret 14). Kompasiana. Retrieved November 22, 2015, from Upaya Australia membebaskan duo bali nine dari Hukuman mati:

www.kompasiana.com/upaya-Australia-membebaskan-duo-bali-nine-dari-hukuman-mati_768754356567776rf7

Neack, L. (2008). The New Foreign Policy : Power Seeking in a Globalized Era. London: Rowman & Littlefield Publishers.

O'Rawe, m. (1999). The United Nations: structure Versus Substance ( The lessons from teh principal treaties and Covenants. In A. h. siobhan, A Human Rights (p. 73). Oxford: Oxford University.

Rahardjo, S. (1992). Ilmu Hukum. Bandung: Citra Adthya Bakti.

Robinson, P. (2008). The Role of Media and Publik Opinion. Foreign Policy Theories, 168-187.


(53)

Soekawati, S. (1977). Pancasila dan Hak-hak Azasi Manusia. jakarta: cv. akodoma. Soetijpo, A. W. (2015). HAM DAN POLITIK INTERNASIONAL . Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor.

Soetiono. (2004). Rule Of Low ( Supremasi Hukum). Surakarta: Magister Ilmu Hukum program pasca sarjana Universitas Sebelas Maret.

Soetjipto, A. W. (2015). Ham dan Politik Internasional sebuah pengantar. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Jakarta.

Walter Carlsnaes, T. R. (2004). Handbook Hubungan Internasional. london: Penerbit nusa Media.

Wikipedia. (2016, April 18). Halaman. Retrieved Juli 22, 2016, from Bali nine: https://id.wikipedia.org/wiki/Bali_Nine

Wilde, R. (1999). An Overview of teh Universal Declaration of Human Rights. Phoenix: Oryx Press.


(54)

BAB III

KEBIJAKAN PENERAPAN PIDANA MATI KASUS NARKOBA DI INDONESIA

Kasus narkotika di Indonesia menjadi kasus terberat yang ditangani oleh pemerintah Indonesia selain ancaman terorisme. Maka dari itu, penegakkan hukum menjadi penting untuk Indonesia. pemerintah Indonesia memberlakukan sanksi tegas kepada para tersangka yang terlibat dalam kasus narkotika.

A. Kebijakan Penegakkan Hukum di Indonesia

Pasal 1 ayat 3 Perubahan keempat UD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai Negara hukum, segala aktivitas dan tindakan masyarakat maupun penyelenggara Negara harus berlandaskan hukum. Agar dapat berfungsi dengan baik, hukum pun harus dijalankan melalui penegakkan hukum, baik dalam arti sempit maupun arti luas.

Menurut Soerjono Soekanto, penegakkan hukum dipengaruhi beberapa factor, yaitu undang-undang, penegak hukum, sarana atau fasilitas pendukung, masyarakat, dan kebudayaan (Soekanto, 1983). Dalam kenyataannya, kelima factor tersebut saling berpengaruh, berkaitan dan saling menentukan agar penegakkan hukum atas hukuman mati dapat diterima ditengah masyarakat.


(55)

Berbagai kemungkinan dalam realitas hukum bias saja terjadi, misalnya peraturan perundang-undangan sudah memadai, namun penegak hukum yang tidak profesional mengakibatkan kegagalan. Kemungkinan lain adalah undang-undang dan penegak hukum yang sudah baik, namun sarana dan kesadaran masyarakat kurang, sehungga penegakkan hukum dilaksanakan secara tidak optimal, demikian seterusnya. Dari kelima factor penegakan hukum, ternyata factor penegak hukum dianggap paling dominan. Penegak hukumlah yang menjadi operator pelaksanaan hukum. Herman Mannhein, dalam bukunya Criminsl Justice and Social Reconstruction berkata, “betapapun baiknya perangkat perunundang-undangan, jika para penegaknya berwatak buruk maka hasilnya juga akan buruk” (Andang, 2009)

Dalam Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 mengenai arah kebijakan dalam hal pembenahan terhadap psistem dan politik hukum, ditetapkan bahwa kurun 2004-2009 kebijakan diarahkan pada perbaikan substansi ( materi), struktur (kelembagaan), dan kultur (budaya) hukum, melalui upaya :

a. Penataan kembali substansi hukum melalui peninjauan peraturan undangan untuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hierarki perundang-undangan; dan menghormati serta memperkuat kearifan local dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan


(56)

peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai nagian dari upaya pembaharuan materi hukum nasional.

b. Pembenaha struktur hukum melalui penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan serta kualitas system peradilan yang terbuka dan transparan; menyeerhanakan system peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat, dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran; memperkuat kearifan local dan hukum adat untuk memperkaya system hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai nagian dari upaya pembaharuan materi hukum nasional. c. Peningkatan budaya hukum melalui pendidikan dan sosialisasi

berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari kepala Negara dan jajarannya dalam mematuhi hukum dan menegakkan supremsi hukum (Adji, 2007).

Hukuman mati dipertahankan secara normatife dan praktis sesuai realitas hukum dan perundang-undangan. Secara normative terbukti adanya beberapa undang-undang yang mencantumkan ketentuan hukuman mati. Secara praktis terlihat dalam berbagai sidang di pengadilan, hakim berulang kali menjatuhkan putusan mati, terutama perkara narkotik, psikotropika, dan terorisme. Di Indonesia semakin banyak delik yang diancam hukuman mati, baik didalam maupun diluar KUHP.


(57)

B. Sistem peradilan pidana di Indonesia

Dalam menanggulangi masalah kejahatan, Negara membutuhkan cara serta alat untuk menegakannya. Negara dalam upaya menegakkan hukum tidak terlepas dari proses penegakkan hukum yang adil “due process of law” dalam suatu system peradilan idana (criminal justice system).

Ada tiga tujuan dari pada sistem peradilan pidana yang dikemukakan oleh Mardjono Reksodiputro. Tiga tujuan dari system peradilan pidana tersebut adalah sebagai berikut (Reksodiputro, 1994):

(1) Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;

(2) Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; (3) Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Sistem peradilan pidana Indonesia merupakan hukum pidana formil untuk menyelenggarakan peradilan pidana yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sistem peradilan pidana Indonesia merupakan satu kesatuan atau satu rangkaian yang terdiri dari sub-sub sistem atau komponen-komponen instansi atau badan-badan yang bekerjasama dalam upaya proses penegakan hukum. Komponen-komponen tersebut terdiri dari lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan


(58)

dan lembaga koreksi (pemasyarakatan). Keempat komponen tersebut diharapkan dapat bekerjasama dan mmembentuk suatu “integrated criminal justice administration”. Keempat instansi tersebut masing-masing secara administratif berdiri sendiri. Kepolisian berada di bawah pemerintah, kejaksaan dibawah kejaksaan agung, pengadilan secara fungsional masing-masing berdiri sendiri-sendiri namun secara administratif dan yudikatif diarahkan oleh mahkamah agung. Sedangkan lembaga kemasyarakatan berada di dalam struktur organisasi kementerian hukum dan hak asasi manusia. Dalam kenyataannya sudah menjadi suatu keharusan keempat lembaga ini bekerjasama terlibat dalam satu kesatuan sistem yang integral dalam mencapai tujuan.

Keterlibatan komponen-komponen atau sub-sub sistem dalam masing-masing ruang lingkup proses peradilan pidana dapat dijelaskan melalui tugas dan fungsi pokok sebagai berikut (Andang, 2009):

(1) Kepolisian, dengan tugas utama : menerima laporan dan pengaduaan dari public manakala terjadinya tindak pidana, melakukan penyelidikan adanya penyidikan tindak pidana, melakukan penyarinag terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melapor hasil penyidikan kepada kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses peradilan Indonesia.


(59)

(2) Kejaksaan dengan tugas pokok: menyaring kasus yang layak diajukan ke pengadilan, mempersiapkan berkas penuntutan, melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan. (3) Pengadilan yang berkewajiban untuk : menegakkan hukum dan

keadilan, melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif, memberikan putusan yang adil dan berdasarkan hukum, dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di tingkat ini.

(4) Lembaga pemasyarakatan, yang berfungsi untuk : menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan perlindungan hak-hak narapidana, melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana, mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.

(5) Pengacara, dengan fungsi :melakukan pembelaan bagi klien, dan menjaga hak-hak klien dipenuhi dalam proses peradilan pidana.

Dalam tahapan proses pelaksanannya system peradilan pidana tentunya tak lepas dari desain prosedur (procedural design) yang ditata melalui KUHAP dan dibagi menjadi tiga tahap yakni :

(1) Tahap pra-ajudikasi (pre-judication) (2) Tahap ajudikasi (adjudication), dan


(60)

(3) Tahap purna-ajiudikasi (purna-ajudication)

Dari tiga tahap tersebut menurut penafsiran di KUHAP yang harus dominan dalam seluruh proses adalah tahap ajudikasi (tahap sidang pengadilan) karena dari segala putusan baik putusan bebas maupun utusan bersalah, hal ini harus didasarkan pada fakta dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksan di sidang pengadilan. Sebenarnya sifat dari keseluruhan sistem secara penuh dapat melindungi hak warga negara yang dalam hal ini adalah terdakwa. Namun yang paling jelas terlihat adalah pada tahap ajudikasi (sidang pengadilan) karena hanya tahap inilah terdakwa bisa berdiri sama rata dengan jaksa penuntut umum. Sedangkan pada tahap lain kemungkinan bisa berlainan keadaannya walaupun jelas dalam penjelasan KUHAP ditegaskan mengenai perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia.

Tak lepas dari kemungkinan bahwa dari keseluruhan sistem akan mengalami kendala-kendala dalam usaha mencapai tujuan apabila keseluruhan system tersebut tidak bias bekerja sama dengan baik. Terdapat tiga kendala atau kesulitan-kesulitan yang kemungkinan dihadapi yaitu (Reksodiputro, 1994) :

(1) Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan masing-masing instansi, sehubungan dengan tugas mereka bersama.


(61)

(2) Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok masing-masing instansi (sebagai sub-sistem dan system peradilan pidana), dan

(3) Karena tanggung jawab masing-masing instansi sering kursng jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas menyeluruh dari system peradilan pidana.

C. Pidana Mati dalam Perundang-Undangan Indonesia

Pidana mati adalah upaya radikal untuk melenyapkan individu-individu yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi dan juga merupakan pidana yang paling berat dan menyedihkan diantara bentuk pidana lainnya (Saleh, 1978).

Sementara ada pendapat bahwa pidana mati merupakan suatu macam pidana yang paling tua dalam usia, dan tapi muda dalam berita (Nurwachid, 1984). Sehingga dapat dikatakan demikian bahwa pidana mati itu sudah usang, kuno dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman.

Pidana mati termaktub didalam wetbook van strafrecht voor Nederlands Indie (VWSvNI) yang diwariskan dari pemerintahan colonial Belanda yang dipertahankan sejak 1 Januari 1918. Kemudian dinasionalisasikan dengan UU No. 1 tahun 1964 menjadi kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rumusan pidana mati terdapat dalam pasal 10 KUHP. Yang dihapus dan diganti dengan Undang-Undang No. 2 PNPS


(62)

tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.

Beberapa tindak pidana yang diancam dengan pidana mati menurut KUHP Indonesia yaitu :

a) Makar, dengan membunuh kepala Negara. Pasal 104 menyebutkan makar dengan maksud membunuh presiden atau wakil presiden atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

b) Mengajak/ menghasut Negara lain menyerang Indonesia ( Pasal 111 ayat 2)

c) Melindungi atau menolong musuh yang berperang melawan Indonesia ( Pasal 124 ayat 3)

d) Membunuh kepala Negara sahabat ( Pasal 140 ayat 3)

e) Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu ( Pasal 140ayat 3 dan Pasal 340)

f) Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih berkawan pada waktu malam dan merusak rumah yang mengakibatkan orang luka berat atau mati ( pasal 365 ayat 4)

g) Pembajakan dilaut, ditepi laut, dipantai, disungai sehingga ada orang yang mati (pasal 444)


(1)

diiuti Indonesia karena beberapa pertimbangan, sebagaiman dikemukakan Satochid Kertanegara, yaitu :

a. Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa. Pada masa colonial, dengan adanya penduduk yang terdiri dari berbagai suku tersebut, sangat mudah menimbulkan berbagai pertentangan antarsuku. Untuk menghindari pertentangan-pertentangan dan akibatnya, hukuman mati dipertimbankan perlu dipertahankan.

b. Indonesia terdiri dari sejumlah besar pulau dan pada waktu itu aparatur pemerintah colonial kurang sempurna- disamping sarana perhubungan antarpulau yang juga tidak sempurna.

c. Terlepas dari alasan yang berhubungan dengan keadaan geografis, beberapa ahli berpendapat bahwa daerah colonial memerlukan kekuasaan yang mutlak untuk menjaga ketertiban umum, sehingga dapat dipertanggungjawabkan (Soetjipto A. W., HAM dan Politik Internasional, 2015).

Pelaksanaan pidana mati tidak bertentangan dengan undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28A. dengan demikian, Pasal 28A dan Pasal 28I UUD 1945 harus dihubungkan dengan Pasal 28J yang merupakan kekecualian dan lex spesialis, yang menentukan setiap orang wajib menghormati HAM dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin


(2)

pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keagamaan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pasal 28J inilah yang menjadi dasar pembenaran pidana mati, sepanjang pidana mati memenuhi kriteria yang ada dalam Pasal 28J. apalagi pembenaran atau kekecualian yang diatur pasal 28J khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan tuntutan adil sesuai dengan pertimbangan moral dan nilai agama tidak bias dilepaskan dari kelima sila dalam pancasila, terutama sila 1, yang tak terpisahkan dari pembukan UUD 1945. Oleh karena itu, pendapat bahwa pidana mati harus dihapuskan karena melanggar HAM tidaklah tepat. Secara tegas Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pun mengatakan bahwa HAM merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Jika pidana mati melanggar HAM , harus disadari bahwa semua jenis pemidanaan pada hakikatnya melanggar HAM, namun menjadi sah karena diperkenankan oleh hukum yang berlaku, seperti yang tercantum dalam pasal 28J UUD 1945.


(3)

KESIMPULAN

Sebagai sebuah Negara yang memiliki warisan tradisi pandangan liberal, Australia menghargai hak hidup yang dimiliki seseorang, hak hidup bersifat indvidual. Australia menjadi salah satu Negara yang aktif dalam mempromosikan penegakan Hak Asasi Manusia secara global maupun Nasional. Hal ini terlihat dalam kasus eksekusi mati duo bali nine yang dilaksanakan pada tahun 2015. Tindakan penolakan yang dilakukan Australia kepada pemerintah Indonesia terkait kasus eksekusi mati dilatarbelakangi isu pelanggaran Hak asasi Manusia dan beberapa faktor domestik Australia, yakni :

Pertama, adanya kecaman dari masyarakat Australia kepada pemerintah untuk membatalkan eksekusi hukuman mati kepada duo bali nine. Negara Australia wajib melindungi warga negaranya dan apabila Negara gagal, maka masyarakat tidak lagi memiliki kewajiban untuk tunduk pada aturamnya. Dengan demikian, Negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi, menjamin, dan memenuhi HAM warga negaranya. Apabila Negara gagal untuk memenuhi hal tersebut, maka warga negaranya berhak melakukan revolusiuntuk menurunkan pemerintahannya.

Kedua, paham liberalism yang berkembang dan menjadi warisan budaya yang dibawa oleh inggris tertanam dalam jiwa masyarakat Australia, terlihat dari berkembangnya isu pelanggaran Hak Asasi Manusia, dalam isi UDHR artikel ketiga dimana setiap orang memiliki hak untuk hidup, bebas dan merasa aman. Hak asasi manusia di Australia sebagian besar telah dikembangkan di bawah


(4)

demokrasi Parlemen Australia , dan dijaga oleh lembaga seperti Komisi Hak Asasi Manusia Australia dan peradilan yang independen dan Pengadilan Tinggi yang diterapkan Common Law bahwasanya setiap orang adalah sama dihadapan hukum (equality before the law), setiap orang mempunyai hak atas hidup ( right to live), dan mempunyai akses yang sama terhadap keadilan(justice). Australia adalah Anggota aktif dalam HRC yang memiliki tugas mempromosikan penegakan Hak Asasi Manusia di seluruh dunia. Belandaskan pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perbedaan filosofis nilai Hak Asasi Manusia antara Australia dan Indonesia di pengaruhi oleh factor, sosiologis, budaya, dan kebiasaan negara.

DAFTAR PUSTAKA

AntaraNews.com. (2015, Februari 19). Internasional. Retrieved Maret 21, 2016, from lika-liku Australia menghapus hukuman mati.:

http://www.antaranews.com/berita/480901/lika-liku-australia-menghapus-hukuman-mati

Arba'i, Y. A. (2015). Aku Menolak Hukuman Mati. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Azizah, D. N. (2016). Critical Construktivism In International Relations. THEORIES OF INTERNATIONAL RELATIONS PART 2 (p. 31). Yogyakarta: Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Barr, P. M. (2016, Agustus 19). Hukuman Mati Duo Bali Nine. (A. K. Ningrum, Interviewer)

BBC. (2015). sekjen PBB kecam Indonesia.

CNN Indonesia. (2015, April 29). Retrieved November 18, 2015, from

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150429055453-113-49921/warganya-dieksekusi-australia-tarik-dubes-dari-indonesia/

detiknews. (2015, januari 19). kolom. Retrieved Februari 29, 2016, from Hukuman Mati mengganggu Hubungan Bilateral?:


(5)

m.detik.com/news/kolom/2807478/hukuman-mati-menggangu-hubungan-bilateral

DPR. (2015, MEI). info singkat. Retrieved November 17, 2015, from berkas DPR: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VII-9-I-P3DI-Mei-2015-69.pdf

Dr. Nurul Qamar, S. M. (2014). Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi. Jakarta: Sinar Grafika.

Finemore, M. (1996). Norms, Culture and World Politics. Insights from Sociology's Institutionalsm, 325-347.

Hamzah, A. A. (2002). Bentuk-bentuk Khusus Perwujudan Delik ( percobaan, penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Panitensier. Jakarta: Sumber Ilmu Jaya.

Hukumpedia. (2015, februari 4). Retrieved November 18, 2015, from

www.hukumpedia.com/bemfhunpad/upaya-kontroversi-australia-mengenai-rencana-hukuman-mati-terpidana-narkoba

Kedutaan besar Australia Indonesia. (n.d.). Retrieved desember 22, 2015, from Sistem pemerintahan Australia:

indonesia.embassy.gov.au/jakindonesian/sistem_pemerintahan.html

Komisi Hak asasi manusia Australia. (n.d.). Human Rights. Retrieved Juli 22, 2016, from https://www.humanrights.gov.au/sites/.../Concise_Complaint_Guide_Indonesia n.pdf

Mahkamah Konstitusi. (2007, oktober 30). Retrieved maret 11, 2016, from

www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=download.Risalah&id=279 Muladi. (2003). Pengkajian Hukum tentang Asas-asas Pidana Indonesia dan

Perkembangan Masyarakat Masa Kini dan Mendatang. Jakarta: BPHN Departemen Hukum dan Ham RI.

Soetijpo, A. W. (2015). HAM DAN POLITIK INTERNASIONAL . Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.

Soetjipto, A. W. (2015). HAM dan Politik Internasional. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor. Soetjipto, A. W. (2015). HAM DAN POLITIK INTERNASIONAL. Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.

Soetjipto, A. W. (2015). Ham dan Politik Internasional sebuah pengantar. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Jakarta


(6)